Anda di halaman 1dari 5

Perang dengan Bani Quraizhah:

Perang ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun 5 H, setelah perang Ahzab1. Bani Quraizhah
adalah salah satu suku Yahudi yang bersekutu dengan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, tetapi mereka
mengkhianati perjanjian tersebut dengan bersekongkol dengan musuh-musuh Islam. Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬mengepung benteng mereka selama 25 hari, hingga mereka menyerah. Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬menyerahkan hukuman mereka kepada Sa’ad bin Mu’adz, salah seorang
pemimpin suku Aus yang bersekutu dengan Bani Quraizhah sebelum Islam4. Sa’ad bin
Mu’adz menghukum bahwa para pejuang Bani Quraizhah harus dibunuh, sedangkan wanita
dan anak-anak mereka dijadikan tawanan. Hukuman ini sesuai dengan hukum Taurat yang
berlaku bagi Bani Quraizhah. Sebanyak 600-900 orang dari Bani Quraizhah dibunuh, dan
sisanya dibagi-bagi sebagai tawanan.

Aktivitas Militer Setelah Perang Ini Berakhir:

Setelah perang dengan Bani Quraizhah, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tidak berhenti berjuang
melawan musuh-musuh Islam. Beliau melakukan beberapa aktivitas militer, antara lain:
- Terbunuhnya Sallam bin Abi al-Huqaiq: Sallam bin Abi al-Huqaiq adalah salah
seorang pemimpin Yahudi di Khaybar yang berencana membunuh Nabi Muhammad
‫ﷺ‬. Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬mengirim pasukan khusus yang dipimpin oleh Abdullah bin
Atik untuk membunuhnya. Pasukan ini berhasil menyusup ke rumah Sallam dan
membunuhnya di malam hari, meskipun mereka terluka akibat serangan penjaga.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Rabiulawal tahun 6 H.
- Perang Bani Lahyan : Perang ini terjadi pada bulan Jumadil Awal tahun 6 H, ketika
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬mendengar bahwa Bani Lahyan, salah satu suku Arab yang
bersekutu dengan Quraisy, berencana menyerang Madinah. Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
mengirim 200 orang pasukan untuk menghadapi mereka di Bi’r Ma’unah, tetapi
mereka terkepung oleh 1000 orang musuh. Pasukan Islam bertempur dengan gagah
berani, tetapi mereka hampir semua gugur, kecuali dua orang yang selamat. Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬sangat bersedih mendengar kabar ini, dan beliau membalas dendam
dengan menyerang Bani Lahyan di daerah Uhud. Namun, Bani Lahyan berhasil
melarikan diri.
- Pengiriman Pasukan Ekspedisi dan Delegasi Secara Kontinu: Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
terus mengirim pasukan ekspedisi dan delegasi ke berbagai daerah untuk
menyebarkan Islam dan mengamankan wilayah-wilayah strategis.

Perang Bani Musthaliq atau al-Muraisi' (Pada Bulan Sya'ban Tahun 5 H atau 6 H):

Perang ini terjadi antara kaum Muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah SAW dan Bani
Mushthaliq yang dipimpin oleh Harits bin Abi Dhirar¹. Perang ini dipicu oleh rencana Bani
Mushthaliq untuk menyerang Madinah². Rasulullah SAW mendapatkan kabar tentang
rencana ini dan segera memimpin pasukan Muslimin sebanyak 700 orang untuk
menghadapi mereka¹. Pasukan Muslimin bertemu dengan Bani Mushthaliq di sebuah tempat
bernama al-Muraisi' yang terletak di antara Makkah dan Madinah². Perang berlangsung
dengan sengit dan akhirnya pasukan Muslimin berhasil mengalahkan Bani Mushthaliq
dengan membunuh 200 orang dan menawan 600 orang¹. Di antara tawanan perang
tersebut adalah Juwairiyah binti Harits, putri dari pemimpin Bani Mushthaliq². Rasulullah
SAW kemudian menikahi Juwairiyah dan memberikan kemerdekaan kepada semua
tawanan Bani Mushthaliq¹. Perang ini juga disebut sebagai perang al-Muraisi' karena
lokasinya².

- Peran Orang-Orang Munafik Sebelum Perang Bani Musthaliq: Orang-orang munafik


adalah orang-orang yang mengaku Islam tetapi sebenarnya tidak beriman dan berusaha
merusak Islam dari dalam³. Orang-orang munafik dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul,
yang merupakan pemimpin suku Khazraj sebelum Islam⁴. Orang-orang munafik tidak ikut
serta dalam perang Bani Mushthaliq dan malah mencari-cari alasan untuk tidak berperang¹.
Mereka juga mencoba menimbulkan keraguan dan kebencian di hati kaum Muslimin
terhadap Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya⁴. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah
SAW hanya menginginkan harta rampasan perang dan tidak peduli dengan nasib kaum
Muslimin¹. Mereka juga menghina sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari
Muhajirin dan Anshar⁴.

- Peran Orang-orang Munafik dalam Perang Bani Mushthaliq: Orang-orang munafik tidak
berperan apa-apa dalam perang Bani Mushthaliq, karena mereka tidak ikut berperang¹.
Namun, mereka tetap berusaha mengacaukan suasana dan menimbulkan fitnah di antara
kaum Muslimin⁴. Salah satu fitnah yang mereka lakukan adalah menyebarkan kabar bohong
bahwa Aisyah, istri Rasulullah SAW, telah berzina dengan seorang sahabat bernama
Shafwan bin Mu'athal¹. Fitnah ini disebut sebagai fitnah al-ifk⁴. Fitnah ini sangat menyakiti
hati Rasulullah SAW dan Aisyah, serta mengganggu keharmonisan rumah tangga mereka¹.
Fitnah ini juga memecah belah kaum Muslimin menjadi dua kelompok, yaitu yang percaya
dan yang tidak percaya dengan kabar bohong tersebut⁴. Fitnah ini berlangsung selama
sebulan, hingga Allah SWT menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang membersihkan nama
Aisyah dan menghukum orang-orang munafik yang menyebarkan fitnah tersebut¹.

- Pengiriman Delegasi dan Pasukan Khusus Setelah Perang al- Muraisi': Setelah perang
Bani Mushthaliq, Rasulullah SAW mengirimkan beberapa delegasi dan pasukan khusus ke
berbagai daerah untuk menyampaikan dakwah Islam dan menghadapi musuh-musuh
Islam¹. Beberapa delegasi dan pasukan khusus yang dikirimkan oleh Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:
1. Delegasi ke Bani Kalb: Rasulullah SAW mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh
Qais bin Abi Sa'sa'ah ke Bani Kalb, sebuah suku Arab yang tinggal di daerah
Dumatul Jandal¹. Delegasi ini bertujuan untuk mengajak Bani Kalb masuk Islam dan
membayar zakat⁵. Delegasi ini berhasil mendapatkan kesepakatan dengan Bani
Kalb, yang bersedia masuk Islam dan membayar zakat, serta memberikan sandera
sebagai jaminan¹.
2. Delegasi ke Bani Asad: Rasulullah SAW mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh
Bashir bin Sa'd al-Anshari ke Bani Asad, sebuah suku Arab yang tinggal di daerah
Najd¹. Delegasi ini bertujuan untuk mengajak Bani Asad masuk Islam dan membayar
zakat⁵. Delegasi ini berhasil mendapatkan kesepakatan dengan Bani Asad, yang
bersedia masuk Islam dan membayar zakat, serta memberikan sandera sebagai
jaminan¹.
3. Pasukan khusus ke Bani Lihyan: Rasulullah SAW mengirimkan pasukan khusus
yang dipimpin oleh Abdullah bin Unais ke Bani Lihyan, sebuah suku Arab yang
tinggal di daerah Hijaz¹. Pasukan khusus ini bertujuan untuk membunuh seorang
pemimpin Bani Lihyan bernama Khalid bin Sufyan, yang berencana untuk
menyerang Madinah⁵. Pasukan khusus ini berhasil membunuh Khalid bin Sufyan dan
kembali ke Madinah dengan selamat¹.
4. Pasukan khusus ke Bani Quraizhah: Rasulullah SAW mengirimkan pasukan khusus
yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib ke Bani Quraizhah, sebuah suku Yahudi yang
tinggal di dekat Madinah¹. Pasukan khusus ini bertujuan untuk mengintai keadaan
Bani Quraizhah, yang dicurigai berkhianat kepada kaum Muslimin saat perang
Ahzab⁵. Pasukan khusus ini berhasil mengintai Bani Quraizhah dan melaporkan
bahwa mereka memang berkhianat dan bersekutu dengan musuh-musuh Islam¹.

- Umrah al-Hudaibiyah (Pada Bulan Dzulqadah Tahun ke-6 H): Umrah al-Hudaibiyah adalah
peristiwa ketika Rasulullah SAW dan sekitar 1400 sahabatnya berangkat dari Madinah
menuju Makkah untuk melakukan umrah, tetapi dihalangi oleh kaum Quraisy dan akhirnya
menandatangani perjanjian damai dengan mereka di tempat bernama al-Hudaibiyah.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqadah tahun ke-6 H. Umrah al-Hudaibiyah merupakan
salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam, karena menunjukkan kedewasaan politik
dan diplomasi Rasulullah SAW, serta membuka pintu dakwah Islam ke berbagai daerah.

- Sebab Terjadinya Umrah al-Hudaibiyah: Sebab terjadinya umrah al-Hudaibiyah adalah


karena Rasulullah SAW bermimpi bahwa ia dan para sahabatnya memasuki Masjidil Haram
dan melakukan tawaf di sekitar Ka'bah. Mimpi ini dianggap sebagai kabar gembira dan
isyarat dari Allah SWT bahwa kaum Muslimin akan dapat kembali ke Makkah, kota kelahiran
Rasulullah SAW yang telah ditinggalkannya sejak hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW
kemudian mengumumkan niatnya untuk melakukan umrah dan mengajak para sahabatnya
untuk ikut bersamanya. Para sahabatnya pun bersedia dan bersemangat untuk mengikuti
Rasulullah SAW, meskipun mereka tahu bahwa Makkah masih dikuasai oleh kaum Quraisy
yang bermusuhan dengan mereka.

- Instruksi Umum kepada Kaum Muslimin: Sebelum berangkat menuju Makkah, Rasulullah
SAW memberikan instruksi umum kepada kaum Muslimin yang akan ikut serta dalam umrah
al-Hudaibiyah. Instruksi umum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mereka harus mengenakan pakaian ihram, yaitu pakaian putih yang sederhana dan
tidak berjahit, sebagai simbol kesucian, kesederhanaan, dan persamaan di hadapan
Allah SWT.
2. Mereka harus membawa kurban, yaitu hewan ternak seperti unta, sapi, atau
kambing, yang akan disembelih di Makkah sebagai bentuk pengorbanan dan
ketaatan kepada Allah SWT.
3. Mereka harus bersikap damai dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan
pertumpahan darah, seperti membunuh, berkelahi, atau membawa senjata.
4. Mereka harus menghormati semua orang, termasuk musuh-musuh mereka, dan
tidak mengucapkan kata-kata kasar, mengejek, atau mencela.
5. Mereka harus bersabar dan tawakkal kepada Allah SWT, serta bersedia menerima
apapun yang terjadi di perjalanan mereka.

- Kaum Muslimin Bergerak Menuju Makkah: Setelah mendapatkan instruksi umum dari
Rasulullah SAW, kaum Muslimin bergerak menuju Makkah dengan mengendarai unta-unta
mereka. Mereka membawa bendera-bendera putih sebagai tanda damai dan mengucapkan
talbiyah, yaitu seruan yang berbunyi "Labbaik Allahumma labbaik, labbaik la syarika laka
labbaik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulk, la syarika lak" yang artinya "Aku penuhi
panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada
sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan
hanya milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu". Talbiyah ini menunjukkan kesungguhan dan
keikhlasan kaum Muslimin untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengunjungi rumah-Nya
yang suci.

- Upaya Quraisy Menghalangi Kaum Muslimin Menuju Masjidil Haram: Ketika kaum Quraisy
mendengar kabar bahwa Rasulullah SAW dan kaum Muslimin sedang menuju Makkah
untuk melakukan umrah, mereka merasa terancam dan tidak rela. Mereka khawatir bahwa
jika kaum Muslimin masuk ke Makkah, mereka akan menguasai kota tersebut dan
menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah. Mereka juga merasa malu dan
terhina, karena mereka telah mengusir Rasulullah SAW dan kaum Muslimin dari kota
kelahiran mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghalangi kaum
Muslimin untuk memasuki Makkah dan Masjidil Haram. Mereka mengirimkan pasukan-
pasukan berkuda untuk menghadang dan mengintimidasi kaum Muslimin di jalan-jalan
menuju Makkah. Mereka juga menutup pintu-pintu kota dan memerintahkan penduduk
Makkah untuk tidak memberikan bantuan atau perlindungan kepada kaum Muslimin.

- Mengubah Rute Perjalanan dan Upaya Menghindari Bentrokan Berdarah: Rasulullah SAW
mengetahui upaya-upaya Quraisy untuk menghalangi kaum Muslimin, tetapi ia tetap
bersikap tenang dan bijaksana. Ia tidak ingin terlibat dalam bentrokan berdarah dengan
Quraisy, karena ia datang dengan niat damai dan ibadah. Ia juga tidak ingin melanggar
hukum Allah SWT yang melarang membunuh atau berkelahi di bulan-bulan haram, yaitu
bulan-bulan yang dihormati oleh bangsa Arab, yaitu Rajab, Dzulqadah, Dzulhijjah, dan
Muharram. Oleh karena itu, ia mengubah rute perjalanan kaum Muslimin dari jalan yang
biasa digunakan menuju Makkah, yaitu jalan yang melewati daerah al-Hajjaj, menjadi jalan
yang jarang digunakan, yaitu jalan yang melewati daerah al-Ghamim. Ia juga
menginstruksikan kaum Muslimin untuk tidak menyerang atau membalas serangan Quraisy,
kecuali jika mereka dipaksa untuk membela diri. Ia berharap bahwa dengan cara ini, ia
dapat menghindari konflik dan menyelesaikan masalah dengan damai.

- Budail Menjadi Perantara Antara Rasulullah dan Kaum Quraisy: Ketika kaum Muslimin
mendekati Makkah, mereka bertemu dengan seorang tokoh Quraisy bernama Budail bin
Warqa, yang merupakan saudara dari Khalid bin Walid, seorang panglima perang Quraisy.
Budail datang dengan niat baik untuk mengetahui maksud dan tujuan kaum Muslimin.
Rasulullah SAW menjelaskan kepada Budail bahwa ia dan kaum Muslimin hanya ingin
melakukan umrah dan tidak ingin berperang dengan Quraisy. Rasulullah SAW juga
menunjukkan kepada Budail pakaian ihram dan kurban yang mereka bawa sebagai bukti
niat mereka. Budail kemudian kembali ke Makkah dan menyampaikan pesan Rasulullah
SAW kepada kaum Quraisy. Ia berusaha meyakinkan Quraisy untuk mengizinkan kaum
Muslimin masuk ke Makkah dan melakukan umrah, karena itu adalah hak mereka sebagai
orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan menghormati Ka'bah. Ia juga
mengingatkan Quraisy bahwa kaum Muslimin tidak membawa senjata dan bersikap damai,
sehingga tidak ada alasan untuk takut atau bermusuhan dengan mereka.
- Beberapa Utusan Quraisy: Namun, kaum Quraisy tidak mau mendengarkan nasihat Budail
dan tetap bersikeras untuk menolak kaum Muslimin. Mereka mengirimkan beberapa utusan
untuk bernegosiasi dengan Rasulullah SAW dan mengusirnya dari Makkah. Beberapa
utusan Quraisy yang dikirimkan adalah sebagai berikut:
1. Mikraz bin Hafs: Utusan pertama yang dikirim oleh Quraisy adalah Mikraz bin Hafs,
seorang pemimpin Quraisy yang dikenal sebagai orang yang cerdik dan pandai
berbicara. Mikraz datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Muhammad,
engkau telah datang dengan membawa orang-orang yang tidak kami kenal dan tidak
kami sukai. Engkau telah mengganggu ketenangan dan keamanan kami. Engkau
telah menentang agama dan tradisi nenek moyang kami. Engkau telah membunuh
dan menawan saudara-saudara kami. Engkau telah menghina dan menghancurkan
berhala-berhala kami. Engkau telah menyebarkan ajaran yang aneh dan sesat.
Engkau telah memecah belah bangsa Arab. Engkau telah membuat kami menjadi
musuh-musuhmu. Sekarang, engkau ingin masuk ke Makkah dan melakukan
umrah? Tidak, kami tidak akan mengizinkan kamu. Kembalilah ke tempat asalmu
dan jangan mengganggu kami lagi." Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Mikraz,
engkau telah salah paham tentang kami. Kami datang dengan niat baik dan damai.
Kami hanya ingin beribadah kepada Allah SWT, yang telah menciptakan langit dan
bumi, dan mengunjungi rumah-Nya yang suci. Kami tidak ingin berperang dengan
kalian, kecuali jika kalian memulainya. Kami tidak menentang agama dan tradisi
nenek moyang kalian, tetapi kami mengikuti agama dan tradisi Ibrahim, yang telah
membangun Ka'bah dan menyembah Allah SWT semata. Kami tidak membunuh dan
menawan saudara-saudara kalian, tetapi kami membela diri dan hak kami dari
serangan dan penindasan kalian. Kami tidak menghina dan menghancurkan berhala-
berhala kalian, tetapi kami membersihkan rumah Allah SWT dari kotoran dan
kesyirikan. Kami tidak menyebarkan ajaran yang aneh dan sesat, tetapi kami
menyampaikan risalah yang benar dan lurus dari Allah SWT. Kami tidak memecah
belah bangsa Arab, tetapi kami menyatukan mereka dalam persaudaraan dan
keadilan. Kami tidak membuat kalian menjadi musuh-musuh kami, tetapi kalian yang
memusuhi kami tanpa alasan yang jelas. Sekarang, kami meminta kalian untuk
menghormati hak kami sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan
menghormati Ka'bah. Izinkanlah kami masuk ke Makkah dan melakukan umrah,
karena itu adalah sunnah Nabi kalian, Ibrahim. Kami tidak akan mengganggu kalian
atau merusak sesuatu di kota kalian. Kami akan kembali ke tempat kami setelah
kami selesai beribadah. Apakah kalian tidak mau berdamai dengan kami dan
mengakhiri permusuhan ini?" Mikraz tidak dapat menjawab argumen Rasulullah
SAW dan merasa bingung. Ia kemudian kembali ke Makkah dan melaporkan
percakapannya dengan Rasulullah SAW kepada kaum Quraisy. Ia mengatakan
bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang bijaksana dan berwibawa, dan bahwa
ajarannya adalah ajaran yang baik dan mulia. Ia menyarankan Quraisy untuk
mengizinkan Rasulullah SAW dan kaum Muslimin masuk ke Makkah dan melakukan
umrah, karena itu adalah hal yang wajar dan adil. Namun, kaum Quraisy tidak mau
mendengarkan saran Mikraz dan tetap bersikeras untuk menolak Rasulullah SAW.

Anda mungkin juga menyukai