Anda di halaman 1dari 3

INDUSTRIALISASI TRADISI DAN KESEMPATAN KERJA BAGI

PEREMPUAN: REVIEW BUKU “Peasants and Industrial Workers” KARYA


PROF. NURDIEN H. KISTANTO (2019)
Kahlila Denali Lawe - 13040220130032

A. Industrialisasi Tradisi
Sebelum terjamah oleh industrialisasi dan peradaban modern, Sumbersari
hanyalah satu di antara berbagai desa di sepanjang Jalan Raya Pantura; ekonominya
bergantung pada pertanian, terisolasi dan stagnan, angka buta huruf yang tinggi,
masyarakatnya masih memegang tinggi nilai-nilai agama dan adat-istiadat, dan masih
terjadi pemisahan peran ekonomi secara gender. Pembangunan jalan dan masuknya
pabrik kayu lapis di Dusun Banyubiru pada akhir tahun 1970’an membuka jalan kepada
perubahan sosial-ekonomi-budaya masyarakat setempat. Perubahan signifikan dalam
kehidupan masyarakat Jawa dipicu oleh pertumbuhan ekonomi dan populasi yang cepat,
peluang besar bagi laki-laki dan perempuan untuk bekerja di sektor non-pertanian,
kesempatan untuk mengenyam pendidikan, serta industrialisasi.
Di satu sisi, sektor ekonomi tradisional (tambak dan sawah) masih dipertahankan
oleh segelintir penduduk desa demi mempertahankan nilai rural dan pertanian di
Sumbersari. Di sisi lain, masuknya sektor industri ke Sumbersari telah
mentransformasikan komunitasnya menjadi komunitas nasional, bahkan internasional, di
mana orang-orang berbondong-bondong datang untuk bekerja di pabrik. Hal ini
menyebabkan corak masyarakatnya menjadi heterogen.
Lalu, apa itu industrialisasi? Sederhananya, industrialisasi merupakan proses dari
‘tradisional’ menuju ‘modern’. Dampak industrialisasi tidak hanya membantu
meningkatkan tingkat pendapatan daerah dari Sumbersari, akan tetapi juga memengaruhi
ekonomi tradisional yang ada. Teknik pertanian yang digunakan dalam masyarakat
tersebut juga mengalami ‘industrialisasi’, menciptakan sebuah dualisme yang
menggambarkan sebuah pembagian fundamental; antara yang modern dan tradisional.
Dualisme di sini mengacu kepada tipe pertanian yang digunakan oleh para petani
setempat. Pertanian semi-intensif sudah bersifat modern dan berorientasi pada kapital;
mulai menggunakan mesin, mempekerjakan tenaga-tenaga ahli, dan dapat menghasilkan
panen besar dalam satu tahun. Sedangkan para petani tradisional yang masih
menggunakan tata cara bertani yang diajarkan dari nenek moyang dianggap tidak
‘modern’. Padahal, sebagaimana yang ditegaskan oleh (Kistanto, 2019), yang
membedakan kedua petani ini adalah akses kepada kapital (modal), bukan pemikiran.
Para petani tradisional terbuka kepada gagasan serta ide-ide baru dalam pertanian yang
dapat meningkatkan kualitas panen dan kehidupan mereka, akan tetapi mereka tidak
memiliki sumber daya yang mumpuni untuk merealisasikannya.
Perekrutan Pabrik
Sebagaimana yang telah disebutkan di subbab sebelumnya, industrialisasi
merupakan proses ‘meninggalkan’ tradisional menuju modern. Masuknya pabrik
(industrialisasi) ke Sumbersari membuka peluang baru bagi masyarakat lokal untuk
meningkatkan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan baru. Namun, tidak
serta-merta semua masyarakat Sumbersari meninggalkan pertanian dan beralih profesi
menjadi buruh pabrik. Rata-rata masyarakat Sumbersari yang bekerja di pabrik adalah
anak-anak para petani yang bersekolah atau warga sekitar yang tidak memiliki tanah
sendiri untuk digarap (buruh tani). Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan industri
menjadi alternatif menarik bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan lebih dan stabil
dibandingkan bertani.
B. Kesempatan Kerja Bagi Perempuan
Terutama di masyarakat tradisional Jawa, perempuan merupakan anggota
keluarga sekunder dibandingkan anggota keluarga laki-laki. Mereka tidak memiliki suara
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan harus patuh kepada
berbagai peraturan. Perekrutan perempuan di pabrik-pabrik multinasional menuai
beberapa keuntungan bagi pekerja perempuan dalam ranah keluarga, seperti partisipasi
yang meningkat dalam pengambilan keputusan di keluarga (bagi perempuan yang sudah
menikah) atau mengendorkan kontrol orang tua (bagi perempuan muda yang belum
menikah) karena kontribusi mereka kepada pendapatan keluarga.
Dalam bukunya, Wolf (1992) memperdebatkan literatur-literatur mengenai
dampak dari perubahan ekonomi global terhadap perempuan-perempuan negara-negara
Dunia Ketiga yang bekerja di pabrik-pabrik multinasional. Perempuan ditempatkan
sebagai ‘korban’ dari struktur keluarga patriarki, namun industrialisasi yang mengubah
ekonomi dan tatanan dalam kerja juga mendorong perubahan sosial. Posisi perempuan
dan laki-laki menjadi lebih bebas dari kekangan keluarga dengan menjadi mandiri secara
ekonomi (mampu menafkahi diri sendiri).
C. Review Singkat
Bab 6 yang berjudul “From Farm to Factories” memaparkan mengenai
transformasi sosial-ekonomi-budaya dari masyarakat Sumbersari karena masuknya
industrialisasi ke dalam hidup mereka. Bagi masyarakat rural/tradisional, industrialisasi
dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua karena membantu pembangunan
sosial-ekonomi dari komunitas yang tertinggal serta meningkatkan kesejahteraan hidup
dan menggeser norma-norma sosial mengenai peran gender dalam lingkup keluarga dan
masyarakat luas. Akan tetapi, di sisi lain, industrialisasi mengancam keberadaan
adat-istiadat dan gaya hidup warisan nenek moyang yang, sejatinya, merupakan inti bagi
komunitas tersebut. Bab ini sudah cukup komprehensif menjelaskan dampak-dampak
industrialisasi di Desa Sumbersari, sedikit kritik dari penulis adalah menambahkan
data-data komparatif untuk membandingkan kondisi sosial-ekonomi
dusun-dusun/desa-desa yang berada di sekitar Sumbersari untuk semakin mempertegas
dampak industrialisasi terhadap masyarakat pesisir Jawa.

DAFTAR PUSTAKA
Kistanto, N. H. (2019). Peasants and Industrial Workers: The Transformation of a Rural

Javanese Labour Force in the Industrialization Era of 1970s-1990s. University of

Diponegoro Press.

Wolf, D. L. (1992). Factory Daughters: Gender, Household Dynamics, and Rural Industrialization

in Java. University of California Press.

Anda mungkin juga menyukai