Anda di halaman 1dari 17

Teknologi dan Perubahan Sosial di Pedesaan

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial di pedesaan, misalnya datangnya kolonialis
dengan berbagai ciri kebudayaan yang dibawanya, pola pendidikan, sistem ekonomi, politik pemerintahan dan banyak hal
yang tak mungkin dipisahkan dari faktor-faktor individual yang yang berpengaruh dengan secara tanpa disadari mampu
mempengaruhi individu lainnya. Faktor yang penting dalam kaitannya dengan pembicaraan ini adalah teknologi, yang
sanfat nyata berkaitan dengan perubahan sosial di pedesaan. Hal ini terjadi karena pada pasca nasional ini, selalu
dijadikan sasaran utama pembangunan.
Pada masa pembangunan ini, baik itu setelah Indonesia merdeka maupun orde baru, desa secara terus menerus
mengalami perubahan sosial. Masyarakat desa menerima dan menggunakan hasil penemuan atau peniruan teknologi
khususnyadi bidang pertanian, yang merupakan orientasi utama pembangunan di Indonesia. Penerimaan terhadap
teknologi baik itu dipaksakan ataupun inisiatif agen-agen perubah, tidak terelakkan lagi akan mempengaruhi perilaku
sosial (social behavior) dalam skala atau derajat yang besar. Lebih dari itu, introduksi teknologi yang tidak tepat
mempunyai implikasi terhadap perubahan sosial, yang kemudian akan diikuti dan diketahui akibatnya. Contohnya, ketika
teknologi berupa traktor atau mesin penggilingan padi awal gerakan revolusi hijau sekitar tahun 60-an masuk ke desa,
banyak buruh tani di pedesaan jadi pengangguran akibat tenaganya tergantikan oleh mesin-mesin traktor.
Keadaan ini menimbulkan perubahan struktur, kultur dan interaksional di pedesaan. Perubahan dalam suatu
aspek akan merembet ke aspek lain. Struktur keluarga berubah, di mana buruh wanita yang biasa menumbuk padi
sebagai penghasilan tambahan, sekarang hanya tinggal di rumah. Masuknya traktor menyebabkan tenaga kerja hewan
menganggur dan buruh tani kehilangan pekerjaannya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya urbanisasi, buruhtani
dan pemuda tani lari ke kota mencari pekerjaan. Hal ini kemudian memberikan dampak kepadatan penduduk yang
membeludak di perkotaan, lalu menjadikan perputaran ekonomi semakin besar dan desa semakin tertinggal. Namun
keadaan ini tidak sampai di sini, ketika mereka kembali lagi ke desa timbul konflik kultur akibat budaya yang terbangun
selama berada di kota terbawa ke desa. Dari contoh sederhana ini dapat dibayangkan betapa akibat perubahan suatu
aspek dapat merembet ke aspek lainnya.

Perubahan Multidimensional di Pedesaan


Proses pembangunan pedesaan di daerah pertanian tidak lain adalah suatu perubahan sosial. Demikian pula
introduksi teknologi ke pedesaan yang bermula dari kebijakan orde baru membebek pada isu global bernama revolusi hijau
menimbulkan prubahan sosial dalam berbagai dimensi. Masuknya traktor atau mesin penggiling padi ke pedesaan
menyebabkan berkurangnya peranan buruh tani dalam pengelolaan tanah dan berkurangnya peranan wanita dalam
ekonomi keluarga di pedesaan.
Teknologi yang masuk ke desa tersebut banyak dikuasai oleh golongan ekonomi kelas atas dan menengah di
desa. Golongan tersebut dengan pendirinya akan menentukan pasaran kerja di desa. Keadaan demikian akan menggeser
peranan pemilik ternak kerbau atausapi sebagai sumber tenaga kerja pengolah sawah.
Masuknyan teknologi perangkat usaha ternak sapi perah, menggeser peternak tradisional yang hanya memiliki
satu sampai tiga ekor ternak. Perangkat teknologi tersebut merubah sistem beternak, dari ekonomi keluarga ke ekonomi
komersial, dengan jumlah ternak yang banyak dan dikuasai oleh golongan ekonomi kuat di desa atau di kota yang
menanamkan modalnya di desa. Perangkat teknologi sapi perah seperti mixer makanan ternak, cooling unit susu, sistem
pengawetan dan lain-lain, memungkinkan orang untuk menangani jumlah ternak sapi lebih banyak. Hal ini memberikan
bukti bahwa teknologi mengakibatkan meningkatnya ukuran usaha tani di pedesaan.
Belum lagi kebijakan-kebijakan sederhana yang ada di pedesaan. Penunjukan kepala desa sebagai ketua LKMD
misalnya, hal ini mengakibatkan pengaruh Negara akan semakin dominan yang notabene tidak terlalu paham dengan
kondisi sosial masyarakat desa setempat. Pola pengaruh ini bermula dari penggunaan kekuasaan yang terlalu berlebih.
Dengan dalih pembangunan, para kusir delman tergeser oleh adanya transportasi angkutan pedesaan. Struktur ekonomi
kembali dikuasai oleh orang-orang tertentu saja. Disini terjadi perubahan peranan LKMD, yang sebelumnya sebagai
akumulasi aspirasi masyarakat berubah menjadi wadah aspirasi penguasa.
Masuknya teknologi ke desa, seperti halnya mekanisasi dalam bidang pertanian, juga mempengaruhi organisasi
dan manajemen usaha tani. Mekanisasi pertanian menuntut adanya keterampilan baru bagi para pekerja. Tuntutan
tersebut, dengan sendirinya membutuhkan modal yang besar sehingga melibatkan bank dan pemodal lainnya. Pengadaan
modal untuk pengembangan industri atau mekanisasi di desa, ditunjang oleh kebijaksanaan pemerintah dalam bentuk
pemberian pinjaman berupa kredit. Kebijaksanaan ini meransang timbulnyakeberanian untuk meminjam kredit dalam
jumlah besar, tanpa diimbangi oleh sistem organisasi dan manajemen yang memadai, sehingga muncul dimana-mana
tunggakan kredit, seperti bimas atau industri kecil menuggak.
Dengan terjadinya perubahan structural tersebut, tidak mampu dinafikan bahwa budaya atau kultur masyarakat
pun ikut berubah. Seperti yang telah dijelaskan secara teoritis perubahan kultur sosial menyangkut segi-segi non material,
sebagai akibat penemuan batau medernisasi. Artinya terjadi integrasi atau konflik unsur baru dengan unsur lama sampai
terjadinya sintesis atau penolakan sama sekali.
Masuknya teknologi atau adanya mekanisasi di desa mengakibatkan banyaknya pertambahan jumlah penduduk
yang menganggur, transformasi yang tidak jelas, dan pola komunikasi yang sejalan dengan perubahan komunitas di desa.
Kesemuanya itu merupakan inovasi, baik itu hasil penemuan dalam berpikir atau peniruan yang dapat menimbulkan difusi
atau integrasi. Peristiwa-peristiwa perubahan kultural meliputi cultural lag, cultural survival, cultural
conflict dan cultural shock.
Hal di atas juga sangat besar pengaruhnya terhadap interaksi, sebab melalui teknologi aktivitas kerja menjadi
lebih sederhana dan serba cepat. Hubungan antara sesame pekerja menjadi bersifat impersonal, sebab setiap pekerja
bekerja menurut keahliannya masing-masing (spesialis). Hal ini berbeda dengan kegiatan pekerjaan yang tanpa teknologi,
tidak bersifat spesialis dimana setiap orang dapat saling membantu pekerjaan, tidak dituntut keahlian tertentu.
Teknologi berkaitan dengan pembatasan pekerjaan yang bersifat kerjasama, sehingga dapat menimbulkan
konflik pada komunitas pertanian. Adanya teknologi, praktek-praktek saling membantu menjadi terhenti dan kerjasama
informal menjadi berkurang. Proses mekanisasi di daerah pertanian menyebabkan hubungan bersifat kontrak formal.
Tenaga kerja berkembang menjadi tenaga kerja formal yang kemampuandan keahliannya terbatas. Lambat laun di
pedesaan akan muncul organisasi formal tenaga kerja sebagai akibat terspesialisasi dan meningkatnya pembagian kerja.
Hal inilah yang oleh Durkheim dinamakan solidaritas organik (organic solidarity) yang lebih sering terjadi pada komunitas
perkotaan.
Masuknya teknologi ke desa menyebabkan kontak sosial menjadi tersebar melalui berbagai media dan sangat
luas, melauli perdagangan, pendidikan, agama dan sebagainya. Akibat pola hubungan yang Yng bersifat impersonal, maka
ketidak setujuan atau perbedaan pendapat sulit diselesaikan secara kekluargaan, tetapi harus melalui proses peradilan.
Hal ini tampak dengan adanya kebijaksanaan jaksa masuk desa, dimana sebelumnya konflik di desa cukup diselesaikan
dengan oleh ketua kampong atau sesepuh desa.

Pergeseran Nilai Tradisional ke Nilai Modern


Masyarakat modern dengan nilai dan tujuan ekonomi yang lebih menonjol cenderung memandang sumberdaya
pedesaan sebagai suatu komoditas yang secara ekonomi dapat meningkatkan nilai finansial bagi kelompok tertentu,
dimana produktivitas dalam rentang waktu tertentu merupakan pertimbangan utama. Sebaliknya masyarakat tradisional
dan para industri memandang sumber daya yang sama sebagai milik ulayat yang harus dijaga kelestariannya untuk
kepentingan jangka panjang. Bagi mereka aspek pemerataan lebih penting dari produktivitas.
Kelembagaan tradisional umumnya lebih memperhatikan aspek pelestarian untuk kepentingan anak cucu mereka
di masa mendatang. Namun munculnya organisasi ekonomi yang disertai nilai-nilai barat perlahan-lahan mengubah nilai
radial kebersamaan kearah nilai finansial yang kurang mempertimbangkan aspek pemerataan.
Di lain pihak kalangan petani yang memiliki wawasan lebih luas dan terbuka menerima peubahan ini sebagai
upaya untuk menuju kepada kecenderungan mencari sistem yang lebih terbuka sebagai jalan keluar terbaik bagi kegiatan
produksi yang tengah dijalani. Kalangan ini cenderung mempertahankan usaha taninya dengan mengandalkan diri
sepenuhnya (atau sebagian) kepada ketersedian input eksternal. Bagi mereka moderniasasi dapat membuka peluang
inovasi, dan inovasi yang selaras dengan kebutuhan pertanian adalah inovasi yang berkaitan erat dengan input industri
dan proses industrialisasi serta pemasaran yang baik.
Inovasi seperti ini cenderung menuntut hubungan yang lebih kuat dengan sistem lain diluar usaha tani setempat
serta mengurangi ketergantungan terhadap hubungan internal. Sistem kerja tanpa imbalan berganti menjadi sistem upah
(harian, borongan dan lain-lain). Saling ketergantungan akan kebutuhan tenaga menjadi berkurang dan hubungan dengan
sumberdaya dari luar sistem usaha tani lebih bersifat ekonomis, dari pada bersifat hubungan radial seperti sebelumnya.
Munculnya organisasi ekonomi yang disertai nilai-nilai Barat perlahan-lahan mengubah nilai radial kearah finansial.
Kondisi di atas bukan saja karena perbedaan persepsi terhadap tujuan pengembangan masyarakat pedesaan,
namun juga disebabkan oleh perbedaan nilai dan norma sosial dan ekonomi yang dalam proses globalisasi dibawa dari nilai
Barat yang lebih berorentasi ke arah nilai finansial diukur dengan peningkatan pendapatan. Sedangkan sukses dan
kesejahteraan dalam nilai tradisional lebih bersifat komunal dan tercermin dari nilai-nilai lokal antara lain berupa tepo-sliro
dan kerukunan individu.
Kamaluddin (1983) menyebutkan beberapa sikap tradisional dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan
keperluan pembangunan dan modernisasi. Diantaranya ialah :
(1) Sikap lambat menerima perubahan atau hal-hal yang baru sungguhpun akan menguntungkan mereka.
(2) Sikap lebih suka mencari jalan yang paling mudah dan cepat mendatangkan hasil sungguhpun tidak begitu besar, sebaliknya
kurang berani memikul resiko pada usaha-usaha yang kemungkinan keuntungannya lebih besar dan sifatnya jangka
panjang.
(3) Sikap kurang bertanggung jawab dalam tugas pekerjaan serta mudah untuk tidak menepati janji dalam hubungan-hubungan
ekonomi.
Pada umumnya sikap-sikap hidup yang demikian itu lebih berakar dan lebih banyak terdapat di kalangan
masyarakat pertanian tradisional. Dan semakin berkembang kehidupan ekonomi serta makin jauh pengaruh lingkungan
alam tradisional, maka sikap hidup yang demikian itu telah semakin berkurang.
Namun demikian harus diingat bahwa munculnya sikap tersebut bukan merupakan indikasi bahwa petani
tradisional tidak rasional. Sebaliknya justru kita sering merasa lebih pintar sehingga kita tidak berusaha memahami petani
dari sudut pandang mereka sendiri. Apa yang dikemukan Kamaluddin di atas memang benar merupakan potret umum
petani kita. Namun sebenarnya sikap mereka juga dilandasi pertimbangan rasional. Apa yang sering luput dalam
pengamatan para ahli umumnya adalah bahwa petani kita juga memperhatikan aspek keamanan pangan dalam kebijakan
produksi mereka, sementara kebanyakan ahli kita hanya memperhitungkan pada aspek finansial komersilnya saja. Sikap
menghindari resiko (risk aversion) misalnya, ini merupakan hal lumrah bagi petani yang penguasaan resourcenya sangat
terbatas. Bila gagal mereka tidak memiliki alternatif yang lain untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sementara sebagian
ahli hanya melihat bahwa potensi produksinya besar, namun resiko dan pertimbangan keamanan pangan luput dari
perhatian mereka.
Petani kita memang lambat menerima inovasi baru. Hal itu sebetulnya bisa dipahami dalam kaitan dengan
penjelasan di atas. Mereka ingin memperoleh tingkat kepastian yang lebih tinggi bahwa hal baru tersebut memang
menguntungkan. Dalam bisnis besarpun sesungguhnya pertimbangan ini juga dilakukan, besarnya resiko dan
ketidakpastian merupakan faktor yang harus dipertimbangkan sebagai nilai negatif terhadap suatu usaha atau proyek yang
akan dijalankan.
Sementara sifat yang ketiga tampaknya hal ini tidak merupakan sifat spesifik petani. Sifat ini juga dengan mudah
kita jumpai pada pengusaha-pengusaha besar dalam berbagai bidang. Ini lebih merupakan karakteristik personal orang
per orang daripada merupakan atribut umum yang melekat pada petani.
Sebagai kesimpulan, memang petani kita hidup sederhana dan bersahaja, namun salah sekali anggapan yang
mengira bahwa mereka bodoh, tidak terampil dan tidak berpengetahuan. Seungguhnya mereka berpengetahuan dan
terampil pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan mereka sebagai refleksi dari kesadaran mereka akan kualitas dan
kuantitas sumberdaya yang mereka kuasai. Tidak ada bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa sikap hidup mereka
tersebut dapat menghambat kemajuan, pembangunan dan modernisasi. Sebaliknya, kegiatan pembangunan justru akan
terhambat kalau pelaksanaannya tidak concern dengan sifat, sikap dan potensi spesifik di lokasi.

Transformasi Struktur Pertanian di Pedesaan


Pembangunan pertanian Indonesia dalam kurun waktu 1990an sesungguhnya telah mengacu pada pendekatan
agribisnis khususnya bidang pangan. Dalam arti telah melihat pentingnya keterkaitan beberapa kegiatan yang saling
menunjang, walaupun tidak selalu dilakukan secara integral dalam suatu sistem. Pembangunan pabrik pupuk,
pengembangan koprasi, penemuan bibit unggul, penanganan pasca panen adalah beberapa contoh kegiatan pembangunan
yang memiliki keterkaitan erat dengan kegiatan usaha tani. Hal ini kemudian diwujudkan dengan mengembangkan dan
melaksanakan berbagai program pembangunan pertanian. Salah satu yang dinilai paling sukses adalah Bimas padi,
dengan berbagai tahap perkembangan program kegiatan dari pilot proyek hingga Supra Insus.
Namun demikian pembangunan petanian saat ini sangat terkonsentrasi pada pembangunan usaha tani (on farm).
Hal ini dapat dimengerti mengingat tahap perkembangan kegiatan usaha tani Indonesia yang baru akan beranjak dari
tahap subsisten menuju kegiatan yang terkait dengan pasar. Di samping itu kebutuhan yang besar akan produk pertanian,
khususnya bahan pangan menyebabkan reorientasi kegiatan pertanian memang perlu dititikberatkan pada peningkatan
produksi. Kondisi ini kemudian tercermin pada pembangunan pedesaan pada umumnya. Dimensi pengembangan usaha
sangat dominan baik sarana dan prasarana, pembangunan kelembagaan, dan bahkan pembangunan organisasi desa.
Proses pembangunan pertanian dengan strategi peningkatan produksi telah mencapai sasaran yakni petani
Indonesia mempunyai kemampuan untuk meningkatkan produksi dengan baik sehingga tercapai swasembada beras
sebagai bahan pangan utama masyarakat. Tetapi terjadi masalah baru berupa kelebihan produksi (over production) yang
kemudian menimbulkan kelebihan penawaran (over supply) dan akhirnya harga rendah serta nilai tukar yang merugikan
petani. Dilain pihak harga input-input pertanian dan kebutuhan konsumsi mengalami peningkatan harga, sehingga petani
mengalami tekanan finansial yang berat.
Secara teoritis produksi bahan baku yang tinggi dari kegiatan usaha tani kemudian menciptakan peluang usaha
dalam bidang industri, penanganan pasca panen, industri pengolahan, dan pemasaran hingga tingkat eceran. Hal ini
didukung data pada tahun 1988-1993, misalnya ; ekspor produk pertanian dalam bentuk bahan mentah tumbuh sekitar
5,3% setahun, sedangkan ekspor produk industri tumbuh sekitar 17,2%. Namun demikian, jika dilihat dari jenis komoditas
yang dimaksudkan kedalam produk industri, ekspor plywood tumbuh sekitar 28,1%, kayu olahan lain 21,7%, karet olahan
10,5%, minyak sawit 21,7%, furniture dari rotan, kayu atau bambu 79,9%, serta kertas dan produk kertas 75,5% dimana
produk-produk tersebut tergolong sebagai produk agribisnis.
Perlu dipertimbangkan tinjauan beberapa peneliti, bahwa perubahan struktur PDB tidak seiring dengan
perubahan struktur penyerapan tenaga kerja yang menjadi masalah utama dalam hal proses transformasi struktural
perekonomian Indonesia. Rendahnya daya serap tenaga kerja sektor industri, sektor yang paling pesat pertumbuhannya
sangat memberatkan sektor pertanian. Pertama, oleh karena sifatnya yang sangat akomodatif terhadap penyarapan
tenaga kerja, sektor pertanian terpaksa menampung tenaga kerja melebihi kapasitasnya, sehingga menanggung beban
pengangguran yang sangat tinggi. Kedua, perubahan struktur PDB yang tidak seiring dengan perubahan struktur
penyerapan tenaga kerja telah manimbulkan kesenjangan pendapatan sektoral yang sangat lebar. Ketiga, tingkat
pengangguran yang tinggi dan redahnya produktivitas tenaga kerja merupakan penyebab utama tingginya proporsi
penduduk yang miskin di sektor pertanian dan di pedesaan pada umumnya.
Belajar dari pengalaman ekonomi Indonesia sendiri, maupan negara-negara lain, transformasi struktural harus
dapat diarahkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan sekaligus menunjang
usaha penanggulangan kemiskinan. Dengan demikian transformasi struktural yang diharapkan terjadi adalah transformasi
sturktural yang seimbang.
Proses transformasi struktural ditentukan oleh pemilihan konsep industrialisasi. Pemilihan konsep industrialisasi
ini sebenarnya tidak bisa langsung meniru dari negara lain yang dianggap berhasil, karena bagaimanapun juga banyak
sifat-sifat spesifik masyarakat yang menjadi variabel tersembunyi yang tidak sama dengan sifat-sifat masyarakat dimana
konsep industrialisasi tersebut telah berhasil diterapkan dengan baik. Bagi Indonesia, industrialisasi seyogyanya harus
mendasarkan pada pengembangan kemampuan untuk memenuhi permintaan domestik dengan jenis, kualitas dan
kuantitas produk yang sesuai sehingga menguasai pasar.
Pengembangan agroindustri adalah salah satu contoh bentuk kegiatan
yang berorientasi pada penguasaan pasar domestik. Pengembangan
agroibdustri ini bukan hanya bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi, tetapi
juga bagi kepentingan penangkatan kesempatan kerja dan peningkatan
ekspor. Secara menyeluruh merupakan wujud transformasi struktural
ekonomi Indonesia, yaitu dari on farm agribusiness menjadi off farm
agribusiness dengan agroindustri sebagai leading sector. Oleh sebab itu
strategi transformasi perlu diarahkan agar pengembangan kegiatan off
farm juga dapat dinikmati hasilnya oleh para petani dan masyarakat
pedesaan yang saat ini telah memberi sumbangan besar pada kegiatan on
farm.
"POTENSI ALAM DAN POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA"

"Manusia dapat "hidup" dan berkembang dengan bergantung kepada kondisi "alam" lingkungannya
yang disebut sebagai natural resource, dan pola ke"hidup"an "masyarakat".

Pola ke"hidup"an pedesaan di Indonesia, sangat dekat dengan potensi "alam". Hal ini dikarenakan:

1. Secara umum geografis Indonesia merupakan sumber "alam" yang sangat potensial dan kaya untuk
dieksploitasi.

2. Pada saat ini tingkat teknologi yang dimiliki masih rendah dan belum merata dikuasai di semua
wilayah, dalam arti masih dapat ditingkatkan dalam dekade mendatang melalui proses transfer
teknologi yang efektif.

3. Jumlah penduduk yang semakin bertambah yang menuntut lebenstraum baru dan dengan profesi
baru dalam menguasai "alam".

Akan lebih efektif dan produktif apabila pembangunan desa mendasarkan pada karakter geografis serta
karakter dan talent (bakat) "masyarakat" yang bersangkutan. Maka dari itu mekanisme pembangunan
desa perlu diusahakan dapat berlandaskan pada potret potensi daerah, sebagai potensi sumber
daya "alam" maupun sumber daya insani. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan mapping desa yang
dapat menggambarkan kondisi fisik desa sebagai potensi dan gambaran tentang
bakat "masyarakat"dalam memahami dan mahir untuk menguasai potensi "alam" tertentu. Hal ini
tidak berarti bahwa tidak perlu menghadapi masalah dan hambatan "alam" dan kondisi
kemampuan "masyarakat"dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.

Pembangunan "masyarakat" desa harus tetap memelihara nilai-nilai luhur "masyarakat", berupa adat
dan tradisi, dan menghargainya untuk tidak menghambat proses pertumbuhan dan perubahan
ke"hidup"an "masyarakat" ke tingkat yang lebih baik. Modernisasi yang mendukung cara hidup lebih
baik, perlu di"masyarakat"kan, namun disamping itu adat istiadat harus tetap dijunjung dan yang
bersifat mengikat dan mengungkung "masyarakat" perlu dimodifikasikan.

Pengaruh teknologi dan ke"hidup"an modern secara perlahan tetapi pasti akan mempunyai pengaruh
sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk dekade mendatang, diprediksikan hanya kondisi geografis
daerah yang masih merupakan hambatan untuk membuka isolasi, sehingga "masyarakat" desa akan
terbuka untuk komunikasi dan informasi. Di samping itu usaha-usaha pemerintah dalam bernagai faktor
sudah terasa dampaknya terhadap keterbukaan fisik tersebut.

Hal ini berarti bahwa dalam segi ke"hidup"an sosial, ekonomi dan politik, perubahan-perubahan yang
terjadi di bagian dunia lain, akan mempunyai dampak terhadap pola ke"hidup"an di desa, terutama
dampak terhadap tingkat ke"hidup"an ekonomi desa. Harga-harga komoditi yang dihasilkan oleh desa,
fluktuasinya akan banyak ditentukan oleh fluktuasi harga di pasaran dunia. Ke"hidup"an seperti ini
suatu ketika dapat mendorong peningkatan perekonomian desa, pada suatu masa dapat pula memukul
pertumbuhan tingkat kemakmuran desa, terutama bagi warga desa yang usaha produksinya sebagian
besar memiliki sifat ketergantungan kepada pasaran dunia.

Aspek ekonomi yang dapat mempengaruhi bahkan mendominasi aspek-aspek ke"hidup"an sosial di
pedesaan kemungkinan dapat terjadi, dalam kurun waktu mendatang, sebagai akibat tingkat
keterbukaan desa, modernisasi desa dan tingkat kemampuan dan kesejahteraan
ekonomi "masyarakat" desa. Walaupun akibat negatif yang selalu harus diwaspadai mungkin saja dapat
terjadi, akan tetapi mekanisme perkembangan ini memang harus terjadi, karena proses atau mekanisme
perkembangan.

Dampak ekonomi internasional dapat pula merambat ke masalah sosial budaya dan
politik "masyarakat". Di sinilah sangat diperlukan kesiapan mental ideologis bangsa yang harus
mendarah daging di tingkat "masyarakat" desa. Pengaruh ideologis bagian dunia lain, selain belum
tentu cocok dengan sifat dan karakter bangsa khususnya "masyarakat" pedesaan juga infiltrasi budaya
dan politik yang lambat laun dapat merusak atau menghapus nilai budaya bangsa, yang memang dari

beberapa segi pandangan praktis sudah tidak sesuai lagi. Nilai budaya bangsa tidak semata-mata
berorientasi kepada ke"hidup"an praktis, namun juga kepada keanggunan dan religius, yang masih sulit
ditemui pada budaya asing.

(Sumber: Pembangunan "Masyarakat" Desa; Asas, Kebijaksanaan, dan Manajemen, Oleh H. Sumitro
Maskun).
Nico fergiyono
secuil kenangan saat menjadi mahasiswa
perkembangan desa ditinjau dari masa pra modern, modern,
dan era globalisasi
June 13, 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan baik


bersifat regress maupun progress, karena masyarakat bersifat dinamis. Perubahan-perubahan tersebut
yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala yang normal. Perubahan dalam
masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu.

Sosiologi perdesaan merupakan salah satu cabang ilmu Sosiologi. Ruang lingkup sosiologi
perdesaan mencakup proses-proses sosial, struktur sosial, dinamika sosial, dan pola perilaku serta mata
pencahariannya. Dalam perkembangannya desa dibagi menjadi beberapa tingkatan dari desa masa pra
modern, modern, dan era globalisasi. Dari berbagai macam desa, pastinya satu desa dengan desa yang
lain berbeda dan mempunyai karakteristik masing-masing.

Desa mengalami proses pengalihan dari masa pra modern hingga era globalisasi mencapai titik
kemajuan masyarakat perdesaan, baik dalam bidang IPTEK, pendidikan, pemerintahan dan lain-lain.
Perkembangan desa tidak hanya di intepretasikan dari pembangunan yang nampak seperti
pembangunan infrastruktur, tetapi dilihat dari pola masyarakat dan dinamika dalam masyarakat. Dari
hal tersebut, maka masyarakat terjadi mobilitas mulai dari yang sederhana hingga yang lebih kompleks.
Dengan demikian, perlu kita mengetahui perkembangan desa ditinjau dari masa pra modern, modern,
dan era globalisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian desa dan bagaimana perkembangannya ?

2. Bagaimana perkembangan desa ditinjau dari masa pra modern, modern, dan era globalisasi ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Desa dan Perkembangannya

1. Definisi Desa dari beberapa ahli, yaitu :

a. Bambang Utoyo
Desa merupakan tempat sebagian besar penduduk yang bermata pencarian di bidang pertanian dan
menghasilkan bahan makanan.
b. R. Bintarto

Desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis
politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.

c. Sutarjo Kartohadikusumo

Desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.

d. William Ogburn dan MF Nimkoff


Desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah terbatas.

e. S.D. Misra

Desa adalah suatu kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas
tertentu yang luasnya antara 50 1.000 are.

f. Paul H Landis
Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai
berikut :

1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa.
2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan.
3. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti
iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
g. UU no. 22 tahun 1999

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.
h. UU no. 5 tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah
langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Sapari, 1990)

Pengertian desa berdasarkan dari beberapa aspek, antara lain :

1. Aspek Morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat
yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpancar (jarang).
2. Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang
rendah.
3. Aspek ekonomi, desa merupakan wilayah yang penduduk atau masyarakatnya bermatapencaharian
pokok di bidang pertanian, bercocok tanam atau agraria, atau nelayan.
4. Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar penduduknya bersifat khas, yakni
hubungan kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan dan kurang tampak adanya pengkotaan,
atau dengan kata lain bersifat homogen, serta gotong royong.

5. Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri. (P.J.M Nas, 1979 : 28- 29 dan
Soetardjo, 1984 : 16)

2. Perkembangan Desa

Desa-desa itu secara kualitatif dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Desa Swadaya (Tradisional), adalah desa yang belum mampu mandiri penyelenggaraan urutan
rumah tangga sendiri, administrasi desa belum terselenggara dengan baik dan LKMD belum berfungsi
dengan baik dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
desa secara terpadu.

2. Desa Swakarya (Transisional), adalah desa setingkat lebih tinggi dari Desa Swadaya. Pada desa
Swakarya ini, mulai mampu mandiri untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrasi
desa sudah terselenggara dengan cukup baik dan LKMD cukup berfungsi dalam mengorganisasikan dan
menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan secara terpadu.

3. Desa Swasembada (Berkembang), adalah desa setingkat lebih tingi dari Desa Swakarya. Desa
Swasembada adalah desa yang telah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri,
administrasi desa sudah terselenggara dengan baik dan LKMD telah berfungsi dalam mengorganisasikan
dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu.

Menurut Edaran Surat Surat Direktur Jendral Pembangunan Desa, Menteri Dalam Negeri
Nomor : 414.1/1998 tanggal 30 Juli 1987, tentang skor klasifikasi tingkat perkembangan desa, bervariasi
antara minimal 0 dan maksimal 150, dengan tingkatan nilai sebagai berikut :

a. Nilai 101-150 = tingkat Swasembada


b. Nilai 5-100 = tingkat Swakarya
c. Nilai 0-50 = tingkat Swadaya

Klasifikasi itu adalah tingkat perkembangan desa berdasarkan kesamaan tingkat


perkembangannya, atas dasar faktor-faktor tertentu, yaitu yang disebut faktor pembangunan desa.
(Sapari, 1990)

B. Perkembangan Desa ditinjau dari Masa Pra Modern, Modern, dan Era Globalisasi

1. Perkembangan Desa Era Pra Modern

Perkembangan desa era pra modern terjadi pada desa di mana masyarakatnya mengalami masa transisi
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Masyarakat transisi atau peralihan merupakan
masyarakat yang mengalami perubahan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya
masyarakat perdesaan yang mengalami transisi ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja
dan pertanian, dan mulai masuk ke sektor industri. Ciri-ciri masyarakat transisi, sebagai berikut :
a. Adanya pergeseran dalam aspek kehidupan. Contohnya dalam bidang pekerjaan di mana pergeseran
dari tenaga kerja pertanian ke sektor industri.

b. Adanya pergeseran pada tingkat pendidikan.

c. Mengalami perubahan ke arah kemajuan.

d. Masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan jaman.

e. Tingkat mobilitas masyarakat tinggi.


f. Biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.

(http://ifzanul.blogspot.com/2010/06/masyarakat-tradisional-masyarakat.html)

Perkembangan desa pra modern sering disebut dengan masyarakat transisi bahwa
perkembangan masyarakat merupakan dialektis yang timbul karena pertentangan pendapat pada
masyarakat yang mempunyai peristiwa-peristiwa, mengingat kehidupan masyarakat dinamis pasti
menimbulkan social affairs.

Ada beberapa ciri yang dimiliki oleh desa di era pra-modern.

a. Isolasi
Orang-orang desa mengelompokan diri ke dalam desa-desa kecil yang lading pertaniannya dapat dicapai
dengan berjalan kaki. Kelompok desa ini terpisah dengan kelompok lainya, karena penduduk yang
berjumlah kecil itu hidup dengan menyebar, sehingga kontak antara individu dan juga
antar masyarakat jarang terjadi.

b. Homogenitas
Dalam tempat pemukiman, para pemukim cenderung sangat homogeny dari latar belakang etnik dan
budaya. Pada umumnya mereka mengikuti jejak imigran yang terdahulu. Itulah sebabnya para pemukim
yang berasal dari suatu wilayah tertentu cenderung mengelompok.

c. Pertanian
Hampir semua penduduk desa adalah petani. Semua mengalami masalah yang sama dan tugas yang
sama serta sama-sama merasakan ketidakmampuan dalam menghadapi kekuatan alam yang berada di
luar kemampuan manusia.

d. Ekonomi subsistensi

Keluarga di desa pada umumnya memproduksi segala sesuatu yang dikonsumsi (Paul B. Horton,
1992:130-131)

2. Perkembangan Desa Era Modern

TEORI MODERNITAS GEORGE SIMMEL


Kesadaran individu merupakan sumber awal bagi Simmel dalam mengkaji lebih jauh tentang interaksi sosial, ia
telah melakukan teoretisasi masalah modernitas dengan penekanan pada perkembangan pesat dari ilmu, teknologi,
pengetahuan obyektif, berikut diferensiasinya di satu sisi dan erosi budaya subyektif di sisi lain. Konflik dan krisis
kebudayaan modern oleh Simmel digambarkan dalam bentuk pemiskinan-subyektivitas yang disebutnya endemi
atrophy (terhentinya pertumbuhan budaya subyektif) karena hypertrophy (penyuburan budaya obyektif). Simmel berusaha
menjelaskan adanya ketimpangan budaya individu atas manusia sebagai subjeknya dibandingkan dengan perkembangan
media atau sarana kehidupan yang mengurangi peran aktif manusia dalam berkarya. Sehubungan dengan
fenomena endemi antrophy interaksi menjadi salah satu pokok pemikiran dalam teori Simmel.

Kemudian masyarakat dapat diartikan sebagai sejumlah individu yang terhubungkan melalui interaksi. Interaksi
ini dapat menjadi mengkristal sebagai bidang permanen. Hubungan ini, atau bentuk sociation, sangat penting karena
mereka menunjukkan bahwa masyarakat bukan merupakan substansi, tetapi sebuah peristiwa, dan karena bentuk-
bentuk sociation mengatasi individu / dualisme sosial (individu terlibat dengan satu sama lain dan dengan demikian
merupakan sosial).

Sedangkan interaksi sosial sendiri menurut Georg Simmel memiliki point-point tersendiri yang menurutnya
merupakan hal yang perlu untuk disertakan dalam teori-teorinya, Simmel mengungkapkan bahwa interaksi menurut
bentuknya dapat dibedakan menjadi berikut yaitu:

a. Subordinasi (ketaatan),

b. Superordinasi (dominasi),

c. Hubungan seksual, Konflik, dan

d. Sosiabilita (interaksi yang terjadi demi interaksi itu sendiri dan bukan untuk tujuan lain). (Ritzer, 2004)

Sedangkan menurut tipenya meliputi:

a. Interaksi yang terjadi antar individu-individu,

b. Interaksi yang terjadi antar individu-kelompok, dan

c. Interaksi yang terjadi antar kelompok-individu. (Ritzer, 2004)

Pada keadaan yang sama yaitu kehidupan dengan interaksi dan komunikasi dapat menumbuhkan kemungkinan-
kemungkinan tertentu, dimana hal tersebut memiliki dampak positif dan negatif, ada pada suatu saat seseorang merasakan
kedekatan, kekompakan, dan kebersamaan baik secara pribadi maupun kelompok. Adanya kontak merupakan faktor yang
mendorong terjadinya komunilkasi , kontak tersebut terdiri dari kontak secara langsung maupun secara tidak langsung
(melalui media), dan komunikasi itu sendiri adalah gambaran dari adanya interaksi dalam hidupnya dengan orang lain.

Simmel juga memusatkan pemikirannya mengenai relasi (hubungan), khususnya interaksi antar pemeran sadar
dan tujuannya adalah melihat besarnya cakupan interaksi yang mungkin sepele namun pada saat lain sangat penting.
Menurut Simmel interaksi timbul karena kepentingan-kepentingan dan dorongan tertentu. Salah satu bentuk interaksi yang
dibicarakan Simmel adalah gaya (fashion). Gaya adalah bentuk relasi sosial yang menginginkan orang menyesuaikan diri
dengan keinginan kelompok. Hal positif yang muncul dari adanya interaksi bisa terjadi melalui terjalinnya solidaritas
masyarakat, dan hal negatif adalah berupa adanya konflik.

Kondisi desa di era modernisasi saat ini mereka sudah mulai menggunakan pemanfaatan
tekhnologi, pendidikan sumber daya manusia juga mulai berkembang. Produksi dilakukan dimasyarakat
desa sudah mulai menprioritaskan keuntungan yang sesuai, selain itu kehidupan perkotaan sudah mulai
ada didesa. Ciri desa di era modern sebagai berikut:

a. Memanfaatkan tekhnologi baru.

b. Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sehingga jenios komoditi yang diproduksi
selalu disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh keuntugan
sebesar-besarnya.

c. Mulai menerapkan sistem agrobisnis, paradigam pertanian berubah menjadi agrobisnis dan agroindustri
dan perdagangan berkembang.

d. Masyarakat sangat menghargai pendidikan, bersedia melakukan human investmen.

e. Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis
pedesaan seperti pertanian, industry desa, pertambangan, pariwisata dan lain lain.

(http://2frameit.blogspot.com/2012/03/ciri-desa-dan-beberapa-permasalahan.html)

3. Perkembangan Desa Era Globalisasi


Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru,
yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global). Sehingga tidak berlebihan bila
kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya
secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup
dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur. Globalisasi ini ditandai
dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi.(Mansyur,
1977)
Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini
dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama, secara potensial teknologi komunikasi
dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus
lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja,
jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan komunikasi serupa selama
beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri semakin canggih (sophisticated), baik
piranti lunak maupun piranti kerasnya. (Mansyur, 1977)

Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan
masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif Barat dan budaya
ekspresif Timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era
globalisasi ini hanya dalam hal tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas.
Berikut ini adalah pengaruh dari era globalisasi informasi:

1) Masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan
teknologisasi merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan
gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berpikir dan daya
cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan
dalam konteks yang nyata, seterusnya akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap
saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti.

Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan
ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola pikir dan daya kreasi
manusia sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di
alam raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan
susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan dari keadaan negara kurang maju (less
developed country) menuju kepada negara maju (more developed country). Karena itu, penguasaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup
modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa.

2) Globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas
budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi.
sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai perekat hidup bersama. Hal ini dipahami
karena istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common, commoness: Inggris)
berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam
sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya; ikut mengambil bagian.
Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang seolah-olah
memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan sosial yang tidak melibatkan
komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang
penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih banyak atau lebih baik. Setidak-tidaknya semua
kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial,
ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi. Memang komunikasi
sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam
hubungan antar manusia dan antara bangsa.
Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya
semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang selalu melukiskan
komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun.
Komunikasi merupakan sesuatu yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain
memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu
menjadi luas, ganda dan multi makna.
3) Tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan teknologi komunikasi yang dialami umat manusia
dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya.
Jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di
belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang semakin
dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi. Dengan
semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan umat manusia
kepada transformasi.

Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik
berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan
mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi sekaligus yang mencirikan
masyarakat informasi adalah: 1) masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi; 2) inovasi di
bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran
informasi dan percepatan arus informasi; 3) teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan
dalam tugas industri yang lama, kemudian secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses
produksi yang baru; 4) di dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis
dan kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa mendapatkan pada sistem
pendidikan yang tidak begitu terinci; 5) keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan
oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula. (Mansyur, 1977)

Alfin Toffler menggambarkan karena tumbuhnya karakter global dari teknologi, masalah-
masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik kultural yang baru mulai
beroperasi, sehingga kebijakan sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain. Selanjutnya ia
menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk
menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi kepentinga nasional.

4) Terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih memberi
kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada.
Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu
masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada masyarakat
sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan manusia modern bukan disebabkan
oleh kurangnya informasi yang diterima, namun karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui
berbagai media komunikasi (flood of information).
Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus
filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di
sebuah negara. Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional,
sementara kita belum lagi menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar.
Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan
kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benar-benar berlaku sebagai sebuah kekuasaan
(information is power).
Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat, dan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas. Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan
dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi
merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan
mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada
masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang.

5) Era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara
berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-
negara terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu
tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada
satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain ternyata juga
mempertajam ketidakseimbangan informasi antara negara-negara maju dengan negara-negara
berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai oleh negara-negara maju. Arus informasi
dunia memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negara-negara dunia
ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan penerimaan informasi.
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang
terhadap negara-negara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat terhadap
negara yang belum memiliki teknologi maju. (Sumber 1 s/d 5)

Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara sadar
memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan Barat. Penyaluran informasi
yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga
seringkali tidak berdasarkan objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber. Arus deras penyebaran
berita dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam Islam, seringkali
merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh kekuasaan yang emosional. Mereka
menggambarkan situasi ke dalam kaca yang pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang
dilakukan Barat adalah memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam,
dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa informasi merupakan
bagian integral dari rekayasa sosial.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Definisi desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.

Desa era pra modern ciri cirinya terdiri dari:

1. Isolasi,
2. Homogenitas,

3. Pertanian, dan
4. Ekonomi subsistensi

Desa era modern ciri-cirinya terdiri dari:


1) Memanfaatkan tekhnologi baru,

2) Produksi berorientasi pasar. Sebagian besar dijual untuk pasar sehingga jenios komoditi yang diproduksi
selalu disesuaikan dengan keadaan harga pasar. Tujuan produksi adalah untuk memperoleh keuntugan
sebesar-besarnya,
3) Mulai menerapkan sistem agribisnis, paradigam pertanian berubah menjadi agribisnis dan agroindustri
dan perdagangan berkembang, Masyarakat sangat mengahrgai pendidikan, bersedia melakukan human
investmen, dan

4) Masyarakat sudah mengadopsi kehidupan kota. Perbedaannya kegiatan ekonominya adalah berbasis
pedesaan seperti pertanian, industri desa, pertambangan, pariwisata dan lain lain
Desa di era globalisasi Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer
melahirkan sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global).
Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal
dari kata global yang artinya secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah
negara ke ruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur.
Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era
informasi.Berikut ini adalah pengaruh dari era globalisasi informasi:
1. Masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

2. Globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya.

3. Tingginya laju transformasi sosial.

4. Terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle).


5. Era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara
berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-
negara terbelakang.

B. Saran

Hendaknya setelah kita mempelajari tentang Teori Perkembangan Desa dapat mengetahui
bahwa suatu desa di wilayah tertentu mengalami perubahan progress dan regress. Oleh karena itu,
setiap masyarakat desa mengalami perubahan kita harus mengetahui desa terdapat tiga tahapan, yaitu
pra era modern, era modern, dan era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alvin, Toffler. 1992.Pergeseran KekuasaanBagian II. Jakarta: Panca Simpati.

Anwar, Arifin. 1995. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Asyari, Sapari Imam. 1990. Sosiologi Desa Kota. Surabaya: Usaha Nasional.

B. Aubrey Fisher. 1986. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.

ciri desa dan beberapa permasalahan http://2frameit.blogspot.com/2012/03/ciri-desa-dan-


beberapa-permasalahan.html diakses pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2014 pukul 19.00
WIB.
Horton & Paul. 1992. Sosiologi. Jakarta: Erlangga

Ifzanul. 2010. Masyarakat Tradisional. http://ifzanul.blogspot.com/2010/06/masyarakat-tradisional-


masyarakat.htmldiakses pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2014 pukul 19.30 WIB.

Malik, Dedy Djamaludin. 1993. Komunikasi dan Budaya Massa. Audientia Jurnal Komunikasi. LP3 K Bandung dan
Humas Pemda Jabar.

Mansyur, M. Cholil. 1977. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional.

Ptkom. 2010. Era Globalisasi Informasi Mengubah (http://ptkom.blogspot.com/2010/07/era-globalisasi-informasi-


mengubah.html) diakses pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2014 pukul 19.15 WIB.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2004. TeoriSosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2008.TeoriSosiologi. Yogyakarta : KreasiWacana.

Wikipedia. 2014. Desa. http://id.wikipedia.org/wiki/Desa diakses pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2014 pukul
19.00 WIB.

Zamroni. 2007. Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi. Jakarta :PSAP Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai