Anda di halaman 1dari 8

BAB III

KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN

A. Kepribadian Sakit

Mengulas sedikit mengenai pengertian dari kepribadian. Bahwa


kepribadian adalah keseluruhan cara seseorang atau individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain (Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A.
2008: 126-127)

Menurut istilah, kepribadian adalah personality (bahasa Inggris);


persoonlijkheid (bahasa Belanda); personlichkeit (bahasa Jerman);
personalita (bahasa Italia); dan personalidad (bahasa Spanyol). Akar kata
istilah tersebut berasal dari bahasa Latin persona (topeng), yaitu topeng
yang dipakai oleh seorang aktor drama atau sandiwara (Uus Ruswandi dan
Badrudin, 2010: 51).

Kepribadian atau Pribadi yang sakit yaitu pribadi yang


menyimpang dari kebiasaan pada umumnya atau bertentangan dengan
norma, aturan, dan kaidah kepribadian yang seharusnya ditampilkan. Ciri-
ciri kepribadian yang sakit yaitu:

1. Mudah marah (tersinggung).


2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.
3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi).
4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya
lebih muda atau terhadap binatang.
5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
meskipun sudah diperingati atau dihukum.
6. Kebiasaan berbohong.
7. Hiperaktif.
8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.
9. Senang mengkritik atau mencemooh orang lain.
10. Sulit tidur.
11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab.
12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor
yang bersifat organis).
13. Kurang memiliki kesadaran untuk menaati ajaran agama.
14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan.
15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.

Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala


gangguan jiwa dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (Zakiah Darajat,
1983:11)

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang


bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat
dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa
kepada kebahagiaan diri dan orang lain ; serta terhindar dari gangguan-
gangguan dan penyakit jiwa ( Zakiah Darajat, 1983 : 12)

Kesehatan mental merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan


untuk penyesuaian diri yang baik. Apabila seseorang bermental sehat,
maka sedikit kemungkinan dia akan mengalami ketidakmampuan
menyesuaikan diri yang berat. Kesehatan mental adalah kunci untuk
penyesuaian diri yang sehat. Kesehatan mental berarti bebas dari simtom-
simtom yang melumpuhkan dan mengganggu, yang merusak efisiensi
mental, kestabilan emosi, atau ketenangan pikiran.
B. Kepribadian Sehat

Pribadi sehat adalah yang menyenangkan. Sikap tidak mudah


menyalahkan orang lain, kemauan untuk berkomitmen, penerimaan dan
rasa syukur membuat pribadi sehat lebih mampu menghargai orang lain
dan menjadikannya pribadi yang menyenangkan. Setiap individu memiliki
ciri- ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukan kepribadian
yang sehat atau justru yang tidak sehat.

Menurut E. B. Hurlock (1986) karakteristik kepribadian yang sehat


ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realistik; mampu menilai


diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara
fisik, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.
2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi
situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara
realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang
sempurna.
3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik;
dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan
mereaksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex apabila memperoleh
prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami
kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustasi, tetapi
dengan sikap optimistik.
4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan
terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah
kehidupan yang dihadapinya.
5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir dan
bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma
yang berlaku di lingkungannya.
6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya,
dapat menghadapi situasi frustasi, depresi, atau stress secara
positif atau konstruktif tidak destruktif (merusak).
7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam
setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan
secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar,
dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati
terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi
atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel
dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti
dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain,
tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi
korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena
kekecewaan dirinya.
9. Penerimaan sosial; mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan
sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan
dengan orang lain.
10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan
filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang
dianutnya.
11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagian yang
didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi),
acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).
12. Sikap positif; seorang psikolog bernama Kobassa
menemukan tiga sikap positif yang sangat mendukung
kesehatan pribadi, yaitu:
a. Control, yaitu orang yang memiliki keyakinan bahwa
dirinya dapat menjadi penentu nasibnya sendiri. Cara
pandang ini menyehatkan karena orang tidak mudah
menyalahkan orang lain, situasi atau tuhan untuk
kegagalan atau masalah-masalah yang dialami. Untuk
setiap peristiwa baik itu yang menyenangkan atapun
yang menyusahkan orang dengan keyakinan control
yang tinggi ini cenderung akan melakukan refleksi
atau introsfeksi diri. Dengan refleksi, orang dapat
belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya
sehingga pengertiannya akan terus bertambah untuk
menghadapi masalah-masalah kehidupan.
b. Komitmen, yaitu perasaan bertujuan dan keterlibatan
dengan kegiatan-kegiatan, maupun hubungan-
hubungan dengan orang lain. Dengan komitmen ini,
orang-orang tidak cepat menyerah dengan banyaknya
tekanan hidup, karena ia dapat meminta bantuan
kepada orang lain disaat mengalami banyak tekanan.
Orang dengan komitmen yang rendah seringkali
memandang keterlibatan dalam kegiatan dan
hubungan dengan orang lain hanya akan manjeratnya
pada kewajiban-kewajiban yang melelahkan.
Akibatnya, ia tidak memiliki sumber bantuan social
yang dapat membuatnya bertahan ketika menghadapi
tekanan hidup.
c. Tantangan, yaitu cara memandang kesulitan sebagai
sesuatu yang dapat mengembangkan diri bukan
mengancam rasa aman diri. Orang yang demikian
adalah orang yang mau mengarahkan segenap sumber
dayanya untuk menghadapi persoalan bukan
menghindarinya, karena ia tahu manfaatnya untuk
mengembangkan kemampuan atau keterampilan diri.
Sebaliknya orang yang memandang persoalan hidup sebagai
sesuatu yang mengancam rasa amannya, cenderung akan menghindarinya
sehingga ia kehilangan kesempatan untuk lebih meningkatkan dirinya.
Psikolog lain Fiktor Frank menemukan bahwa ternyata sikap penerimaan
dan syukur membuat orang lebih mampu menghadapi penderitaan.

Jadi, pribadi sehat bukanlah pribadi yang bebas dari masalah,


pribadi sehat bukan juga yang senang terus menerus, pribadi yang sehat
adalah pribadi yang mampu menghadapi setiap persoalan hidup dengan
tersenyum karena ia memiliki sikap positif terhadap setiap persoalan untuk
pengembangan pribadi, membuatnya lebih mau terbuka pada setiap
pengalaman manis maupun getir, menerima dan mensyukurinya.

Adapun kepribadian sehat memiliki ciri-ciri utama, yaitu:

a) Seseorang memiliki kepribadian sehat sampai pada tingkat


dimana ia selalu dengan sengaja mencari kebaikan pada diri
setiap orang atau setiap situasi. Kepribadian seseorang tidak
sehat sampai pada tingkat dimana ia dengan sengaja mencari
keburukan pada diri setiap orang atau pada situasi apapun.
b) Seseorang memiliki kepribadian sehat sampai pada tingkat
dimana ia bisa dengan leluasa memaafkan orang lain.
Tindakan memaafkan membebaskan diri kita dari beban yang
berat yang tidak selayaknya dipikul kemana-mana.
c) Seseorang memiliki kepribadian sehat sampai pada tingkat
dimana ia bisa dengan mudah rukun dengan banyak orang
yang jenisnya berbeda-beda. Siapa saja bisa rukun dengan
beberapa orang. Namun orang dengan kepribadian yang benar-
benar sehat memiliki kemampuan mudah rukun dengan banyak
jenis orang yang perangainya, kepribadiannya, sikapnya, dan
norma- normanya berbeda-beda. Itulah ukuran dan ujian yang
sesungguhnya bagi kepribadian yang sehat.
C. Kepribadian Dalam Islam

Beberapa Terminologi yang Merujuk Kepribadian dalam Studi


Keislaman yang maknanya sering dipadankan dengan kepribadian, yaitu:
huwiyyah, aniyyah, dzatiyyah, nafsiyyah, khuluqiyyah, dan syakhshiyyah
(Abdul Mujib, 2006).

Masing-masing istilah tersebut walaupun terkait dengan


kepribadian, tetapi memiliki keunikan tersendiri. Huwiyyah berasal dari
kata huwa yang berati dia. Istilah ini sepadan dengan istilah identity dan
individuality dalam bahasa Inggris. Identity adalah diri atau aku-nya
seseorang, kepribadian, atau suatu kondisi kesamaan dalam sifat-sifat
karekteristik yang pokok. Sedangkan individuality adalah segala sesuatu
yang membedakan individu dengan individu yang lain.

Aniyyah berasal dari kata ana, yang bermakna aku. Aniyyah


mempunyai kesamaan dengan huwiyyah, hanya cara atau sudut pandang
yang berbeda. Huwiyyah menunjukkan persepsi individu terhadap individu
lain yang menghasilkan satu konsep kepribadian, sedangkan aniyyah lebih
menekankan pada persepsi diri yang menghasilkan konsep kepribadian.
Istilah dzatiyah juga bermakna identity, personality, dan subjectivity.

Dzatiyah adalah tendensi individu pada dirinya yang berasal dari


subtansi dirinya. Kata zat yang yang dinisbahkan pada diri manusia
memiliki arti jasad atau ruh atau kedua-duanya. Berarti bahwa struktur
manusia terdiri dari sinergi dua zat, yaitu zat jasad dan zat ruh.

Selanjutnya, istilah nafsiyyah berasal dari kata nafs yang berarti


diri atau pribadi. Ia bisa bermakna kepribadian, diri pribadi atau tingkat
perkembangan kepribadian. Namun maknanya tidak hanya terbatas pada
kepribadian saja. Ia bisa juga bermakna nyawa, hawa nafsu, dan struktur
kepribadian yang terdiri dari gabungan antara jasmani dan rohani. Istilah
berikutya yang dianggap mampu menampung konsep kepribadian adalah
istilah syakhshiyyah.
Menurut pemahaman dari pemikir islam lain, Syaikh Taqiyuddin An-
Nabhani misalnya menjelaskan bahwa kepribadian manusia tidak ada
kaitannya dengan bentuk tubuh, wajah, keserasian fisik dan hal lain
sejenisnya. Manusia memiliki keistimewaan disebabkan akalnya, sementara
baik atau buruknya kepribadian manusia ditunjukkan oleh perbuatannya (An-
Nabhani, 2003). Dengan demikian kepribadian manusia dinilai dari perbuatan-
perbuatan yang dilakukannya, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan
seseorang menjadi identitas kepribadiannya.

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani juga, Perbuatan ialah aktifitas


yang dilakukan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan
nalurinya. Perbuatan manusia terkait erat dengan mafahimnya serta tidak bisa
dipisahkan (An-Nabhani, 2003). Sedangkan mafahim adalah pemahaman
terhadap fakta/realitas berdasarkan landasan tertentu yang diyakini sebagai
informasi yang tersimpan di dalam otak. Pemahaman terbentuk pada seseorang
ketika memusatnya antara fakta dengan informasi atau sebaliknya (An-
Nabhani, 2003). Inilah fungsi akal dalam diri manusia, yakni menghukumi
fakta berdasarkan landasan tertentu yang diyakini. Aktifitas ini disebut dengan
pola berpikir atau aqliyah, sedangkan hasil dari aqliyah ini disebut dengan
mafahim. Adapun aktifitas pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri
berdasarkan mafahim yang dimiliki oleh seseorang disebut dengan pola sikap
atau nafsiyah, sedangkan hasil dari nafsiyah ini disebut dengan perbuatan.
Berdasarkan hal ini, mafahim dan perbuatan merupakan inti dan dasar dari
kepribadian seseorang (An- Nabhani, 2003). Berdasarkan penjelasan di atas,
kepribadian dapat didefinisikan sebagai, “satu kesatuan integrasi dari cara
kerja aqliyah dan nafsiyah berdasarkan akidah tertentu yang diyakini
kemudian melahirkan perbuatan”. Dimana pengertian atau definisi ini bersifat
umum untuk seluruh definisi kepribadian manusia.

Anda mungkin juga menyukai