Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH MANAGEMEN DAN KEPEMIMPINNAN

ANALISIS FAKTOR IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD KANJURUHAN
KABUPATEN MALANG

Dosen Pengajar :
Elfira Nurul Aini, SST., M.Keb.

Disusun Oleh :
Linda Eka Pratiwi
NIM : P27824423230

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI STR KEBIDANAN KELAS ALIH JENJANG
TAHUN 2023/2024
ANALISIS IMPLEMENTASI 10 LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN
MENYUSUI DI RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

A. Latar Belakang
Kebijakan tentang pemberian ASI secara eksklusif yang dimulai sejak lahir sampai
dengan usia anak 6 bulan dan dapat dilanjutkan hingga 2 tahun lamanya akan mencetak
manusia yang sehat dan tangguh dimasa yang akan datang. Sepuluh langkah menuju
keberhasilan menyusui yang dicetuskan oleh WHO/ UNICEF dalam deklarasi Innocenti
tahun 1990 bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung keberhasilan
menyusui. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui telah terbukti memiliki
dampak langsung pada tingkat menyusui di rumah sakit yang nantinya juga akan
berdampak pada angka keberhasilan menyusui secara nasional bahkan internasional
Peran rumah sakit sangat menonjol dalam menentukan memulai kegiatan
menyusui, karena sembilan dari sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui tersebut
dilakukan di Rumah Sakit. Berkaitan dengan hal tersebut maka tatalaksana dan manajemen
menyusui di rumah sakit memegang peranan yang sangat besar dalam keberhasilan ibu
menyusui bayinya.
Program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) telah dijalankan sejak 2001
dan kemudian dilakukan revisi pada 2008 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 603/Menkes/SK/VII/2008 tentang Pemberlakuan Program Rumah Sakit
Sayang Ibu dan Bayi. Keputusan tersebut antara lain adalah bahwa rumah sakit diharuskan
melaksanakan 10 langkah perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna dalam
rangka menurunkan AKI dan AKB serta harus dilaksanakan secara konsisten dan
kontinyu. Hal ini kemudian dirinci dengan diterbitkannya Buku Pedoman Pelaksanaan
Program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi, pedoman ini kemudian menjadi panduan
seluruh rumah sakit di Indonesia untuk menjalankan progam tersebut.
Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang merupakan salah satu
rumah sakit tipe B milik Pemerintah Kabupaten Malang yang menjadi pusat rujukan bagi
masyarakat Kabuapaten Malang terutama di wilayah Malang selatan. RS ini juga
merupakan RS pendidikan yang telah bekerjasama dengan beberapa intitusi pendidikan.
Saat ini RSUD Kanjuruhan memiliki kapasitas 240 buah tempat tidur untuk pasien rawat
inap dan memiliki karyawan sebanyak 783 orang baik tenaga medis maupun non medis
(per Desember 2022). Untuk melaksanakan Program RSSIB, RSUD Kanjuruhan
senantiasa berusaha melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui, hal ini
dapat dilihat di dalam tabel berikut.

Implementasi 10 LMKM di RSUD Kanjuruhan Kab. Malang


No Standart 10 LMKM Implementasi
1 Kebijakan tertulis Ada
2 Pelatihan staf RS Ada, 1 orang bidan (ruang nifas), 2 orang perawat
(ruang bayi dan IGD), 1 orang ahli gizi (Instalasi
Diklat)
3 Penjelasan manfaat dan Sudah dilakukan tapi belum rutin karena
penatalaksanaan keterbatasan tenaga di poli Kandungan.
menyusui pada ibu hamil
4 Membantu ibu menyusui Dilakukan IMD pasien yang melahirkan normal
segera setelah bayi lahir Tidak dilakukan IMD pada pasien yang melahirkan
secara SC.
5 Mengajarkan ibu cara Dilakukan rutin pada saat rawat gabung
menyusui
6 Tidak memberi minum Tidak ada susu formula di ruang Rawat Gabung
lain selain ASI, kecuali akan tetapi terkadang keluarga pasien membeli
bila ada indikasi sendiri secara sembunyi - sembunyi.
7 Melakukan rawat gabung Rawat gabung dilakukan penuh di kelas 3 dan VIP,
untuk kelas 1 dan 2 sering tidak bisa dilakukan
karena ruangan penuh atau karena bercampur
dengan pasien jenis penyakit yang lain.
8 Mendukung ibu memberi Dilakukan di kelas 3 dan VIP, karena ibu dan bayi
ASI sesuai kemauan bayi berada dalam satu ruangan.
9 Tidak memberi Tidak ada dot/ kempeng karena tidak tersedia susu
dot/kempeng formula diruangan kecuali keluarga pasien membeli
sendiri tanpa sepengetahuan petugas.
Mengajarkan ibu memerah ASI.
Masih terdapat dot/kempeng diruang bayi karena
bayi terpisah dengan ibunya
10 Membentuk KP-ASI Belum terbentuk KP-ASI
B. Analisis
1. Standar dan sasaran Kebijakan
Untuk menjalankan implementasi sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui
harus ada kebijakan secara tertulis dan dikomunikasikan dengan seluruh karyawan. Setiap
karyawan dalam melakukan tugasnya harus mengacu pada kebijakan tersebut, mengetahui
isi dan tempat kebijakan diletakkan dan bagaimana mengakses kebijakan tersebut.
Standar tentang 10 LMKM di rumah sakit ini sudah ada, yaitu SK Direktur tentang
penerapan 10 LMKM, SK Direktur tentang pelaksanaan Rawat Gabung, SK Direktur
tentang Pemberian ASI Eksklusif dan SK Direktur tentang Pelaksanaan PMK.
2. Sumber Daya
Sumber daya manusia sebagai implementor mempunyai peranan penting dalam
pengendalian implementasi kebijakan. Kegagalan implementasi juga dapat disebabkan
karena sumber daya manusia yang tidak memadai dan kurangnya dukungan sumber daya
lainnya.
a. Kuantitas
Jumlah Dokter SpOG ada 4 orangJumlah bidan di RSUD Kanjuruhan ada 58 orang
dan ini sudah cukup bahkan lebih akan tetapi distribusinya kurang optimal. Beberapa bidan
ada yang ditempatkan di ruangan bukan OBGYN ( IPD dll). Untuk di kamar operasi hanya
ada 2 bidan padahal idealnya harus ada 4 orang agar tiap sift bisa terisi 1 orang untuk bisa
mendampingi Ibu bersalin SC untuk dilakukan IMD. Untuk Bidan di Poli Kandungan ada
2 orang akan tetapi yang 1 orang mobile ke poli lain jika petugas poli lain berhalangan,
hal inilah yang menyebabkan langkah ke 3 dari 10 LMKM yakni menjelaskan manfaat dan
penatalaksanaan menyusui pada ibu hamil belum berjalan optimal. Di Ruang VIP jumlah
bidan juga belum memenuhi tiap sift 1 orang.
b. Kualitas
Jumlah konselor laktasi sangat kurang. Dukungan dalam pendanaan diperlukan
untuk kegiatan pelatihan. Dari 58 bidan yang ada di RS Kanjuruhan, sebagian besar sudah
pernah mendapatkan pelatihan managemen laktasi, akan tetapi yang sudah mendapatkan
pelatihan konselor laktasi hanya 1 orang ( bertugas di ruang Nifas). Hal ini sangat
berpengaruh pada pelaksanaan 10 LMKM karena peran konselor ini sangat dibutuhkan
untuk memberikan informasi yang akurat kepada ibu, memberikan dukungan emosional,
mengatasi tantangan, mendorong ASI eksklusif, serta membantu meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai menyusui di seluruh sistem perawatan kesehatan.
Konselor selain bidan ada 3 orang yang terdiri dari 1 orang nutrisionis yang sekarang
bertugas di Instalasi Diklat, 2 orang perawat yang sekarang bertugas di Ruang Perinatologi
dan IGD. Jadi peran dari konselor yang bertugas di Ruang Diklat dan Igd ini tidak optimal.
Semua Dokter SpOG dan Dokter SpA juga belum mendapatkan pelatihan konselor laktasi.

3. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh rumah sakit ini kurang memadai untuk
pelaksanaan 10 LMKM, karena ruang Rawat Gabung masih bercampur dengan ruang
ginekologi. Untuk jumlah TT ibu dan bayi di kelas 3 sudah cukup akan tetapi kelas 1 dan
2 masih bercampur dengan penyakit lain (non Obgyn) yang mana hal ini seringkali
menjadi penyebab bayi tidak bisa dilakukan rawat gabung karena ruangan penuh atau di
sebelahnya ada kasus penyakit menular.

4. Karakteristik Agen Pelaksana


Mekanisme dalam pembuatan kebijakan di RS ini menggunakan mekanisme
bootom-up. Ada usulan dari ruangan nanti kebutuhannya apa lalu diusulkan ke kabid
perawatan nanti dibahas dalam rapat kemudian diusulkan ke direktur. Bila disetujui akan
menjadi SK, disosialisasikan lagi dalam rapat dengan manajerial dan karu untuk bisa
dilakukan di unit masing-masing. Pada dasarnya respon agen pelaksana dalam mendukung
program ini cukup baik akan tetapi terkadang kurang optimal. Hal ini kemungkinan
disebabkan kurangnya pengetahuan yang cukup tentang bagaimana seharusnya seorang
pendamping laktasi bersikap dalam mendampingi ibu menyusui.

5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan


Komunikasi dalam suatu organisasi sangat penting untuk dilakukan secara rutin
dan konsisten sehingga program atau kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan jelas.
Monitoring dan evaluasi di rumah sakit ini sudah dilakukan, akan tetapi supervisi
yang rutin yang dilakukan oleh pihak managerial belum ada. Monitoring dan evaluasi
dilakukan melalui rapat rutin yang dilakukan sebulan sekali serta melalui laporan bulanan
dari ruangan.

6. Disposisi atau sikap pelaksana ( Implementor)


Komitmen SDM di Rumah Sakit Kanjuruhan mendukung kebijakan yang
dilakukan rumah sakit dengan tidak menyediakan susu formula di ruang bayi kecuali
dengan indikasi dan selalu memotivasi pasien untuk tetap menyusui bayinya atau
memotivasi pasien untuk memberikan ASI perah.

7. Lingkungan eksternal
Respon pasien di RS Kanjuruhan terhadap pelaksanaan 10 LMKM khususnya
pelaksanaan insiasi menyusu dini, maupun rawat gabung sebagian besar sudah mengikuti
kebijakan yang ada di rumah sakit. Akan tetapi sebagian pasien dengan pendidikan dan
sosial ekonomi yang rendah sering tidak mengikuti anjuran untuk memberikan ASI
eksklusif dengan alasan bayi rewel dan ibu masih kesakitan atau kelelahan. Akhirnya
keluarga dengan sembunyi-sembunyi memberikan susu formula pada bayi yang sudah
dirawat gabung. Kurangnya informasi tentang manfaat ASI, bahaya susu formula serta
penatalaksanaan jika terjadi masalah selama menyusui menjadi salah satu sebab
terhambatnya program 10 LMKM. Justru untuk pasien dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi biasanya lebih mematuhi anjuran pemberian ASI eksklusif dikarenakan tingkat
pengetahuan mereka yang cukup perihal manfaat ASI.

Anda mungkin juga menyukai