Anda di halaman 1dari 59

SKRIPSI

STUDI LITERATUR PENGGUNAAN ADSORBEN


UNTUK MENURUNKAN KADAR MATTER ORGANIC
NON GLYCEROL (MONG) PADA PROSES
PEMURNIAN CRUDE GLYCEROL

DISUSUN OLEH :

Muhamad Andreyan Renaldo NIM. 1741420090

DOSEN PEMBIMBING

Anang Takwanto, ST., M.T

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

STUDI LITERATUR PENGGUNAAN ADSORBEN UNTUK


MENURUNKAN KADAR MATTER ORGANIC NON GLYCEROL (MONG)
PADA PROSES PEMURNIAN CRUDE GLYCEROL

Disusun Oleh:
Muhamad Andreyan Renaldo NIM. 1741420090

Tanggal Sidang Skripsi:


21 Juli 2021

Disetujui Oleh

Dr. Heny Dewajani, S.T, M.T.


NIP. 19700105 199702 2 001 (Penguji 1)

Dr. Ir. Eko Naryono, M.T.


NIP. 19610715 199003 1 001 (Penguji 2)

Agung Ari Wibowo, S.T, M.Sc.


NIP. 19890218 202012 1 004 (Penguji 3)

Anang Takwanto, S.T, M.T.


NIP. 19770530 200212 1 003 (Pembimbing)

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia Ketua Program Studi
D-IV Teknologi Kimia Industri

Dr. Ir. Eko Naryono, M. T. Profiyanti Hermien Suharti, S.T. M. T.


NIP. 19610715 199003 1 001 NIP. 19780323 200312 2 002

i
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Muhamad Andreyan Renaldo
NIM/Angkatan : 1741420090 / 2017
Program Studi : Teknologi Kimia Industri
Jurusan : Teknik Kimia

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:


1. Skripsi yang diujikan adalah benar-benar pekerjaan saya sendiri (bukan
jiplakan orang lain)
2. Apabila di kemudian hari terbukti/dapat dibuktikan Skripsi ini hasil jiplakan,
maka saya akan menanggung risiko diperkarakan oleh Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang

Mengetahui, Malang, 9 Agustus 2021


Ketua Jurusan Teknik Kimia Yang Menyatakan,
Mahasiswa yang bersangkutan

Dr. Ir. Eko Naryono, M.T. Muhamad Andreyan Renaldo


NIP. 19610715 199003 1 001 NIM. 1741420090

ii
Studi Literatur Penggunaan Adsorben untuk Menurunkan Kadar Matter
Organic Non Glycerol (MONG) pada Proses Pemurnian Crude Glycerol

Muhamad Andreyan Renaldo (1741420090)


Dosen Pembimbing : Anang Takwanto, S.T, M.T.
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang

ABSTRAK

Crude glycerol atau gliserol mentah dari hasil samping industri biodiesel
setiap tahun jumlahnya kian meningkat. Gliserol kasar tersebut umumnya hanya
memiliki kadar gliserol 50% sampai 60% sedangkan sisanya berupa pengotor
seperti : sisa metanol, sisa katalis, asam lemak, air, maupun bahan pengotor lainnya.
Gliserol kasar perlu ditingkatkan kemurniannya agar dapat digunakan di berbagai
macam industri dan dapat meningkatkan nilai jualnya. Pada proses pemurniannya,
gliserol kasar dimurnikan dengan cara asidifikasi, adsorpsi, filtrasi, destilasi, dan
evaporasi. Adsorpsi seringkali digunakan sebagai tahapan terakhir dalam
pemurnian gliserol untuk menghilangkan senyawa matter organic non glycerin
(MONG) dan betha-carotene sebagai komponen warna dengan menggunakan
bantuan adsorben. MONG harus dihilangkan agar gliserol yang dihasilkan aman
untuk dikonsumsi. Studi literatur dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi
adsorpsi terhadap kadar gliserol dan pengaruh jenis adsorben terhadap penurunan
kadar MONG. Hasil studi literatur didapatkan hasil terbaik kadar gliserol
menggunakan variabel ukuran adsorben 180 µm untuk karbon aktif dan zeolit alam
dengan suhu aktivasi 250℃ untuk karbon aktif dan 450℃ untuk zeolit alam. Selain
dilihat dari ukuran dan suhu aktivasi, kondisi adsorpsi juga dipengaruhi oleh suhu
dan waktu adsorpsi. Suhu adsorpsi terbaik didapatkan pada suhu 60℃ dan waktu
adsorpsi terbaik didapatkan pada waktu 90 menit. Dengan menggunakan semua
kondisi adsorpsi tersebut mampu menghasilkan kadar gliserol tertinggi setelah
adsorpsi yaitu sebesar 97,29% untuk karbon aktif dan 89,02% untuk zeolit alam
dengan total kenaikan kadar gliserol setelah diadsorpsi yaitu sebesar 17,63% untuk
karbon aktif dan 18,23% untuk zeolit alam. Sedangkan untuk penurunan kadar
MONG didapatkan hasil terbaik pada penggunaan variabel konsentrasi adsorben
12% dengan kadar MONG setelah adsorpsi yaitu sebesar 0,7% untuk karbon aktif
dan 0,72% untuk zeolit alam dengan total penurunan kadar MONG setelah
diadsorpsi yaitu sebesar 15,71% untuk karbon aktif dan 17,27% untuk zeolit alam.
Menurut SNI 06-1564-1995 kadar MONG yang diperbolehkan, harus kurang dari
2,5%. Jika lebih dari itu maka dapat meningkatkan masalah seperti bau, warna, dan
rasa pada gliserol.

Kata Kunci: Gliserol mentah, gliserol, Adsorpsi, Karbon aktif, Zeolit alam

iii
Literature Study on the Use of Adsorbents to Reduce Levels of Matter
Organic Non Glycerol (MONG) in the Crude Glycerol Purification Process

Muhamad Andreyan Renaldo (1741420090)


Advisor : Anang Takwanto, S.T, M.T.
Chemical Engineering Department, State Polytechnic of Malang

ABSTRACT

Crude glycerol from the by-product of the biodiesel industry is increasing


every year. The crude glycerol generally only has a glycerol content of 50% to 60%
while the rest is in the form of impurities such as: residual methanol, residual
catalyst, fatty acids, water, and other impurities. Crude glycerol needs to be purified
so that it can be used in various industries and can increase its selling value. In the
purification process, crude glycerol is purified by acidification, adsorption,
filtration, distillation, and evaporation. Adsorption is often used as the last step in
glycerol purification to remove matter organic non glycerol (MONG) and beta-
carotene as color components by using adsorbents. MONG must be removed so that
the resulting glycerol is safe for consumption. Literature study was conducted to
determine the effect of adsorption conditions on glycerol levels and the effect of the
type of adsorbent on decreasing MONG levels. The results of the literature study
showed the best results for glycerol levels using a variable size adsorbent of 180 m
for activated carbon and natural zeolite with an activation temperature of 250℃ for
activated carbon and 450℃ for natural zeolite. Apart from the size and temperature
of activation, adsorption conditions are also influenced by temperature and time of
adsorption. The best adsorption temperature was obtained at 60℃ and the best
adsorption time was obtained at 90 minutes. By using all adsorption conditions, the
highest glycerol content after adsorption was 97.29% for activated carbon and
89.02% for natural zeolite with a total increase in glycerol content after adsorption
which was 17.63% for activated carbon and 18.23 % for natural zeolite. As for the
decrease in MONG levels, the best results were obtained using the variable
concentration of 12% adsorbent with MONG levels after adsorption of 0.7% for
activated carbon and 0.72% for natural zeolite with a total decrease in MONG levels
after adsorption of 15.71%. for activated carbon and 17.27% for natural zeolite.
According to SNI 06-1564-1995, the permissible level of MONG must be less than
2.5%. If more than that it can increase problems such as odor, color, and taste in
glycerol.

Keywords: Crude glycerol, glycerol, Adsorption, Activated carbon, Natural zeolite

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat, serta hidayah – Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan
skripsi yang berjudul, “Studi Literatur Penggunaan Adsorben untuk
Menurunkan Kadar Matter Organic Non Glycerol (MONG) pada Proses
Pemurnian Crude Glycerol”. Terselesainya laporan skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Allah SWT atas nikmat, rahmat, dan ridho-Nya yang telah diberikan
sehingga laporan ini bisa diselesaikan.

2. Bapak Dr. Ir. Eko Naryono, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang.

3. Bapak Anang Takwanto, ST, MT. yang telah membimbing dengan baik dan
sabar dalam penyusunan proposal skripsi ini.

4. Dosen-dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang yang telah


memberikan ilmu serta bimbingannya.

5. Dan seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran


pembuatan proposal skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Saya selaku penyusun mohon maaf kepada semua pihak, apabila dalam
penyusunan proposal skripsi ini terdapat kesalahan baik disengaja maupun tidak.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang
membutuhkan informasi yang dibahas dalam skripsi ini, khususnya terkait bidang
Teknik Kimia.
Malang, 9 Agustus 2021

Penyusun

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ ii

ABSTRAK ............................................................................................................. iii

ABSTRACT ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Ruang Lingkup Masalah .......................................................................... 3

1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 4

1.4. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5

2.1 Crude Glycerol ......................................................................................... 5

2.2 Gliserol ..................................................................................................... 6

2.3 Pemurnian Crude Glycerol ....................................................................... 7

2.3.1 Asidifikasi ......................................................................................... 7

2.3.2 Netralisasi .......................................................................................... 8

2.3.3 Ekstraksi ............................................................................................ 9

2.3.4 Evaporasi ......................................................................................... 10

2.3.5 Adsorpsi .......................................................................................... 10

2.3.6 Filtrasi ............................................................................................. 11

vi
2.4 Pemilihan Jenis Adsorben ...................................................................... 11

2.4.1 Karbon Aktif ................................................................................... 12

2.4.2 Zeolit Alam ..................................................................................... 12

BAB III METODOLOGI STUDI LITERATUR .................................................. 13

3.1 Prosedur Studi Literatur ......................................................................... 13

3.1.2 Analisis Data ................................................................................... 14

3.2 Skema Kerja ........................................................................................... 15

3.3 Variabel Dianalisis ................................................................................. 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 16

4.1 Hasil Tabulasi Data ................................................................................ 16

4.1.1 Pemurnian Gliserol dengan Adsorben Karbon Aktif ...................... 16

4.1.2 Pemurnian Gliserol dengan Adsorben Zeolit Alam ........................ 20

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 23

4.2.1 Proses Pemurnian Gliserol dengan Bantuan Adsorben ................... 25

4.2.2 Pengaruh Kondisi Adsorpsi terhadap Uji Kadar Gliserol ............... 27

4.2.3 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Uji Kadar MONG ................... 33

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 38

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38

5.2 Saran ....................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

LAMPIRAN .......................................................................................................... 47

Lampiran 1 Tabel Uji Fisik Gliserol dengan Adsorben Karbon Aktif .............. 48

Lampiran 2 Tabel Uji Fisik Gliserol dengan Adsorben Zeolit Alam ................ 49

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema reaksi transesterifikasi (Jaichandar dan Annamalai, 2011) .... 5
Gambar 2.2. Distribusi penggunaan gliserol di industri (Ardi, dkk., 2015) ........... 7
Gambar 2.3. Reaksi asidifikasi dengan asam klorida (Nanda, dkk., 2014) ............ 8
Gambar 2.4. Pembentukan tiga lapisan: asam lemak, gliserol, dan garam ............. 8
Gambar 2.5. Reaksi netralisasi dengan natrium hidroksida (Naibaho., 2019) ........ 9
Gambar 2.6. Tiga langkah proses adsorpsi gliserol .............................................. 11
Gambar 3.1. Skema kerja penelitian ..................................................................... 15
Gambar 4.1. Skema proses pemurnian gliserol ..................................................... 25
Gambar 4.2. Perbandingan ukuran adsorben terhadap kadar gliserol ................... 28
Gambar 4.3. Perbandingan waktu adsorpsi terhadap kadar gliserol ..................... 31
Gambar 4.4. Perbandingan suhu adsorpsi terhadap kadar gliserol ....................... 32
Gambar 4.5. Perbandingan konsentrasi adsorben terhadap kadar MONG ........... 35
Gambar 4.6. Perbandingan ukuran adsorben terhadap kadar MONG .................. 36

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan gliserol mentah ................................................................... 6


Tabel 2.2. Kandungan gliserol ................................................................................ 6
Tabel 2.3. Nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan variasi tekanan ...... 10
Tabel 3.1. Sumber Jurnal Utama ........................................................................... 13
Tabel 4.1. Pemurnian gliserol mentah dengan adsorben karbon aktif .................. 16
Tabel 4.2. Pemurnian gliserol mentah dengan adsorben zeolit alam .................... 20
Tabel 4.3. Sifat fisika karbon aktif dan zeolit alam .............................................. 24
Tabel 4.4 Kelebihan dan kekurangan adsorben karbon aktif ................................ 24
Tabel 4.5 Kelebihan dan kekurangan adsorben zeolit alam .................................. 25
Tabel 4.6. Perbandingan kadar gliserol terhadap ukuran dan suhu aktivasi
adsorben ................................................................................................................ 27
Tabel 4.7. Komponen penyerap dan pengotor adsorben ....................................... 30
Tabel 4.8. Perbandingan kadar gliserol terhadap waktu adsorpsi ......................... 30
Tabel 4.9. Perbandingan suhu adsorpsi terhadap kadar gliserol ........................... 32
Tabel 4.10. Perbandingan kadar MONG terhadap konsentrasi adsorben ............. 34
Tabel 4.11. Perbandingan kadar MONG terhadap ukuran adsorben .................... 36

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring meningkatnya produksi biodiesel di Indonesia, meningkat pula


produk samping dari biodiesel yaitu crude glycerol. Crude glycerol atau gliserol
mentah yang dihasilkan sekitar 10% sampai 20 % dari total volume produk
biodiesel (Darnoko dan Cheryan., 2000). Pertahun diperkirakan Indonesia akan
memproduksi biodiesel sekitar 4 juta KL/tahun. Dengan jumlah biodiesel sebesar
itu akan dihasilkan gliserol mentah sekitar 400.000 – 600.000 ton pertahun (Hudha,
dkk., 2017). Selama ini gliserol mentah yang dihasilkan dari hasil samping industri
biodiesel memiliki tingkat kemurnian rendah yaitu sekitar 50% sampai 60% dan
sisanya berupa pengotor (Kocsisová dan Cvengroš., 2006). Pengotor pada gliserol
mentah meliputi : air, katalis garam, dan bahan organik non-glycerol (asam lemak
bebas, biodiesel, gliserida, metanol, dan sabun) (Sandra, dkk., 2016).

Gliserol mentah yang dihasilkan hanya memiliki sedikit manfaat seperti


dijadikan kompos, campuran pakan ternak, hidrokarbon, dan limbah pembakaran.
Padahal jika dilakukan proses pemurnian lebih lanjut, gliserol ini juga sangat
bernilai ekonomis dan penggunaannya sangat luas. Gliserol mentah yang sudah
dihilangkan kandungan pengotornya, memiliki tingkat kemurnian tinggi yaitu
sekitar 80% sampai 99%. Gliserol murni memiliki banyak kegunaan penting
sebagai bahan baku berbagai macam industri diantaranya : farmasi, kosmetik,
makanan, polyether, triacetin, alkyd resin, pengolahan tembakau, deterjen,
cellophane, bahan peledak, dan industri lainnya (Ardi, dkk., 2015).

Proses pemurnian gliserol hasil samping industri biodiesel telah banyak


dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan berbagai metode. Kocsisová dan
Cvengroš (2006), melakukan penelitian pemurnian gliserol mentah dengan metode
netralisasi menggunakan berbagai asam kuat H3PO4 85% pada suhu reaksi 60℃
serta pH 4,5. Penelitian ini berhasil meningkatkan kadar gliserol mentah dari 72%
menjadi 82% dengan penurunan kadar MONG dari 28,62% menjadi 15,19%.

1
Kemudian Gerpen dkk. (2004), melakukan penelitian dengan melakukan
pemurnian gliserol mentah menggunakan asam kuat HCl hingga pH sekitar 4,5.
Penambahan asam menyebabkan sabun menjadi asam lemak dan garam. Asam-
asam lemak akan terpisah pada lapisan bagian atas yang dapat diambil kembali.
Sedangkan sisa metanol dapat diambil melalui proses evaporasi. Proses ini berhasil
meningkatkan kemurnian gliserol mentah dari 50% menjadi 85% dengan
penurunan kadar MONG dari 23,32% menjadi 10,19%. Adapun Rahmi (2006),
melakukan proses pemurnian gliserol mentah dari hasil samping produksi biodiesel
minyak inti kelapa sawit melalui metode distilasi sederhana. Metode pemurnian ini
berhasil meningkatkan kadar gliserol mentah dari 55% menjadi 89,245% dengan
penurunan kadar MONG dari 18,55% menjadi 7,29%.

Sedangkan Manosak dkk. (2011), melakukan proses pemurnian gliserol


mentah dengan metode asidifikasi menggunakan asam kuat H2SO4 98% dan H3PO4
85% yang diikuti metode lain seperti netralisasi, ekstraksi, filtrasi, evaporasi, dan
adsorpsi menggunakan karbon aktif mampu meningkatkan kemurnian gliserol
mentah dari 36,7% menjadi 96,2% dengan penurunan kadar MONG dari 44,29%
menjadi 1,66%. Penelitian lain mengenai pemurnian gliserol mentah dilakukan oleh
Novitasari dkk. (2012) dengan menggunakan metode yang sama seperti Manosak
dkk. (2011), yang membedakan hanya konsentrasi dari asam kuat yang digunakan
yaitu H2SO4 6% dan H3PO4 6% dan jenis adsorben yang digunakan yaitu zeolit
alam mampu meningkatkan kemurnian gliserol dari 50% menjadi 92,93% dengan
penurunan kadar MONG dari 40,29% menjadi 1,98%.

Oleh karena kemurnian gliserol yang dihasilkan dari penelitian-penelitian


sebelumnya masih rendah maka perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki
proses pemurnian yang telah ada salah satu caranya adalah menggabungkan
berbagai macam metode seperti : pengasaman asidifikasi, netralisasi, ekstraksi,
filtrasi, evaporasi, dan adsorpsi. Hal ini dilakukan dengan harapan mendapatkan
kemurnian gliserol 90% sampai 99% dan kadar MONG kurang dari 2,5%. jika
kadar MONG lebih dari 2,5% akan meningkatkan masalah seperti bau, warna, dan
rasa pada gliserol.

2
Dalam metode adsorpsi pemilihan jenis adsorben sangat berpengaruh
terhadap tingkat kemurnian gliserol yang dihasilkan, dikarenakan daya serap tiap
adsorben tidak sama. Daya serap adsorben akan mempengaruhi warna dan
penurunan senyawa MONG (matter organic non glycerin) pada gliserol. MONG
terdiri dari campuran free fatty acid (FFA), fatty acid methyl ester (FAME),
gliserida, dan alkohol. MONG harus dihilangkan agar gliserol yang dihasilkan
aman untuk digunakan (Dhabhai, dkk., 2016).

Jika dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya seperti penelitian


Manosak dkk. (2011) dan Novitasari dkk. (2012) daya serap adsorben karbon aktif
dan zeolit alam lebih baik dibandingkan adsorben yang lain seperti lempung, resin,
semen putih, dan bentonit. Hal ini dikarenakan adsorben karbon aktif dan zeolit
alam memiliki sedikit pengotor dibanding adsorben yang lainnya memiliki banyak
pengotor yang terkandung di dalam adsorben. Dengan sedikitnya pengotor pada
adsorben maka adsorben memiliki pori dan luas permukaan lebih besar sehingga
daya serap adsorben juga meningkat. Selain dilihat dari daya serapnya, adsorben
karbon aktif dan zeolit alam mudah diregenerasi sehingga bernilai ekonomis, dan
ketersediaan adsorben karbon aktif dan zeolit alam juga melimpah di alam. Dari
hasil penelitian dengan menggunakan jenis adsorben karbon aktif dan zeolit alam
mampu menurunkan zat pengotor pada gliserol sebesar 20% sampai 30%. Dengan
menurunkan zat pengotor maka akan meningkatkan kemurnian gliserol.

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur proses pemurnian


gliserol menggunakan adsorben karbon aktif dan zeolit alam pada metode adsorpsi.
Penggunaan adsorben diharapkan membantu mengurangi zat pengotor yang
terkandung dalam gliserol sehingga kemurnian gliserol ikut meningkat.

1.2. Ruang Lingkup Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diketahui crude glycerol atau gliserol
mentah yang dihasilkan dari hasil samping industri biodiesel memiliki tingkat
kemurnian rendah yaitu sekitar 50% sampai 60% (Kocsisová dan Cvengroš, 2006).
Sehingga gliserol perlu dilakukan proses pemurnian lebih lanjut supaya lebih
bernilai guna. Dalam proses pemurniannya, penggunaan adsorben sangat

3
berpengaruh terhadap penyerapan zat pengotor yang terkandung dalam gliserol
terutama senyawa matter organic non glycerin (MONG) dan betha-carotene
sebagai komponen warna. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap adsorben
antara lain : karakteristik adsorben (ukuran, konsentrasi, suhu aktivasi), suhu
adsorpsi, dan lama waktu adsorpsi. Sehingga dalam pengujian daya serap tiap
adsorben dilakukan analisa sifat fisik gliserol meliputi kadar air, kadar abu, kadar
gliserol, dan kadar MONG yang dihasilkan.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada proses pemurnian gliserol dengan metode adsorpsi
yaitu:
• Penelitian fokus pada studi literatur proses pemurnian gliserol dengan
metode adsorpsi menggunakan adsorben karbon aktif dan zeolit alam.
• Penelitian menggunakan pendekatan teoritis dari studi literatur mengenai
pemilihan jenis adsorben yang dapat dijadikan sebagai solusi penurunan
kadar MONG dalam proses pemurnian gliserol mentah.

1.4. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kondisi adsorpsi meliputi ukuran adsorben, suhu


aktivasi adsorben, lama waktu adsorpsi, dan suhu adsorpsi terhadap kadar
gliserol yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh jenis adsorben terhadap penurunan kadar MONG pada
proses pemurnian gliserol mentah?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menentukan pengaruh kondisi adsorpsi meliputi ukuran


adsorben, suhu aktivasi adsorben, lama waktu adsorpsi, dan suhu adsorpsi
terhadap kadar gliserol yang dihasilkan dengan pendekatan teoritis.
2. Mengetahui dan menentukan pengaruh jenis adsorben terhadap penurunan
kadar MONG pada proses pemurnian gliserol mentah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crude Glycerol

Crude glycerol atau gliserol mentah, berasal dari reaksi transesterifikasi


antara trigliserida dengan alkohol (Adhani, dkk., 2016). Pada prosesnya trigliserida
dalam minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (dipercepat oleh
katalis) dan menghasilkan biodiesel atau FAME (fatty acid metyl ester) yang dapat
digunakan sebagai energi alternatif pengganti solar (Manurung, 2006). Selain
biodiesel, reaksi tersebut juga akan menghasilkan produk samping berupa crude
gliserol (Jaichandar dan Annamalai, 2011). Berikut merupakan reaksi umum
konversi trigliserida menjadi biodiesel yang menghasilkan gliserol sebagai produk
samping.

Trigliserida Metanol FAME (biodiesel) Gliserol

Gambar 2.1. Skema reaksi transesterifikasi (Jaichandar dan Annamalai, 2011)

Gliserol mentah yang dihasilkan dari reaksi diatas, bersifat basa, kental, dan
memiliki warna coklat kehitaman. Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E) yang terdapat pada minyak (Novitasari, dkk., 2012).
Gliserol mentah memiliki kemurnian 50% sampai 60% dan sisanya senyawa
pengotor (impurities) berupa : asam lemak bebas, asam lemak metil ester, garam-
garam inorganik, methanol dan air. Gliserol mentah ini umumnya dihasilkan 10%
sampai 20% dari total volume produk biodiesel (Darnoko dan Cheryan, 2000).
Berikut ini merupakan tabel kandungan gliserol mentah.

5
Tabel 2.1. Kandungan gliserol mentah

Kandungan Kadar (%)


Gliserol 50-60
Sisa katalis 15-18
Metanol 8-12
Air 2-3
Asam lemak bebas 16-17
(Sumber : Kocsisová dan Cvengroš, 2006)

2.2 Gliserol

Gliserol merupakan senyawa alkohol trihidrat yang dihasilkan dari proses


pemurnian lanjutan gliserol mentah dengan menggunakan berbagai macam metode
dalam peningkatan kadarnya. Gliserol yang dihasilkan bersifat netral (pH normal),
jernih, higroskopis, kental, dan tidak berwarna. Berikut ini merupakan tabel
kandungan gliserol.

Tabel 2.2. Kandungan gliserol

Kandungan Kadar (%)


Gliserol 80-99
Sisa katalis 0-1
Metanol 0-1
Air 5-10
Asam lemak bebas 0-1
(Sumber : Kocsisová dan Cvengroš, 2006)

Dengan dilakukan peningkatan kadar gliserol, nilai jual gliserol di pasaran


meningkat dan dapat dimanfaatkan secara luas di industri. Kegunaan gliserol di
industri antara lain sebagai bahan baku berbagai macam industri seperti kosmetik,
sabun, farmasi, resin alkil, makanan, minuman, rokok, selulosa, ester, kertas, dan
berbagai macam industri lainnya (Ardi, dkk., 2015).

6
Pada industri makanan gliserol digunakan sebagai humektan, pelarut,
pemanis, pengawet, pengemulsi makanan. Sedangkan di industri kosmetik dan
obat-obatan gliserol berguna untuk pembersih muka, lipstik, pelembab wajah, obat
batuk, shampoo, sabun, detergen, dan pasta gigi. Untuk kegunaan gliserol yang lain
yaitu sebagai zat pelembab, plasticizer, pelumas, dan bahan pelunak (benang, kain,
detergen, dan surfaktan) (Budiarto dan Adiwarna, 2013). Berikut merupakan
gambar distribusi gliserol dalam industri.

Gambar 2.2. Distribusi penggunaan gliserol di industri (Ardi, dkk., 2015)

2.3 Pemurnian Crude Glycerol

Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk meningkatkan kadar gliserol


mentah dengan menghilangkan kotoran yang tidak diinginkan sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh perusahaan (Ardi, dkk., 2015). Cara umum yang
digunakan untuk meningkatkan kemurnian gliserol diantaranya adalah dengan
distilasi, filtrasi, asidifikasi, adsorpsi, resin penukar ion, ekstraksi, filtrasi, dan
dekantasi. Untuk metode yang digunakan tergantung pada karakteristik gliserol
yang akan dimurnikan (Tan, dkk., 2013).

2.3.1 Asidifikasi

Asidifikasi adalah proses awal pemurnian gliserol dengan cara penambahan


asam yang bertujuan untuk menurunkan pH dan menguraikan gliserol agar lebih
mudah untuk dimurnikan (Chol, dkk., 2018). Pada proses asidifikasi melibatkan
reaksi kimia menggunakan asam kuat untuk menghilangkan katalis dan sabun.
Reaksi antara asam dengan sabun akan menghasilkan asam lemak bebas dan

7
reaksinya dengan katalis basa akan memberikan garam dan air (Ardi, dkk., 2015).
Berikut merupakan gambar reaksi asidifikasi.

R-COOK + HCL R-COOH + KCL


Sabun Asam Klorida Asam Lemak Garam

KOH + HCL KCL + H2O


Basa Asam Klorida Garam Air

Gambar 2.3. Reaksi asidifikasi dengan asam klorida (Nanda, dkk., 2014)

Dari hasil reaksi diatas akan terbentuk 3 lapisan yaitu 50% residu asam
lemak pada lapisan atas, 27% gliserol pada lapisan tengah, dan 23% endapan garam
pada lapisan bawah (Wita., 2015). Berikut merupakan gambar pembentukan tiga
lapisan dari proses asidifikasi.

Asam Lemak (50%)

Gliserol (27%)

Garam (23%)

Gambar 2.4. Pembentukan tiga lapisan: asam lemak, gliserol, dan garam

Dalam proses asidifikasi, jumlah asam yang ditambahkan ke dalam gliserol


mentah berpengaruh pada proses pemurnian. Pengotor sebagai residu sabun dan
katalis dalam gliserol mentah tidak akan terdegradasi secara sempurna menjadi
FFA atau garam, jika konsentrasi asam yang ditambahkan tidak sesuai
dibandingkan dengan jumlah pengotor (Dewajani, dkk., 2020).

2.3.2 Netralisasi

Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa, sehingga menghasilkan


senyawa yang memiliki pH netral. Pada proses netralisasi dilakukan penambahan
basa kuat untuk menetralkan pH gliserol hasil proses asidifikasi yang masih

8
mengandung asam kuat. Reaksi antara basa kuat dan asam kuat akan menghasilkan
garam dan air. Berikut merupakan gambar reaksi netralisasi.

NaOH + HCL NaCL + H2 O


Natrium Hidroksida Asam Garam Air

Gambar 2.5. Reaksi netralisasi dengan natrium hidroksida (Naibaho., 2019)

2.3.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan


kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Pada proses pemurnian
gliserol digunakan ekstraksi cair-cair untuk memisahkan senyawa selain gliserol
yaitu asam lemak dan garam. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua
tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan
pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada ekstraksi cair-cair, zat
terlarut pada gliserol (diluen) dipisahkan menggunakan pelarut cair. Campuran
gliserol dan pelarut ini adalah heterogen, jika dipisahkan terdapat 2 fase yaitu fase
diluen (rafinat) dan fase pelarut (ekstrak).

Untuk fase diluen berupa endapan garam dan sisa asam lemak pada gliserol
sedangkan pada fase pelarut berupa pelarut alkohol. Perbedaan konsentrasi zat
terlarut di dalam suatu fase dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan
pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) zat terlarut dari larutan yang ada. Gaya
dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat
ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang (Herdiana dan
Aji., 2020). Tujuan dilakukan ekstraksi untuk menghilangkan sisa asam lemak dan
mempercepat reaksi pembentukan garam pada gliserol (Rifa’i, dkk., 2020). Dari
hasil ekstraksi gliserol, larutan yang didapat didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan
yaitu gliserol alkohol pada lapisan atas dan endapan garam pada lapisan bawah
(Naibaho., 2019).

9
2.3.4 Evaporasi

Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang


terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non volatil.
Evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan pelarut sehingga didapatkan larutan
zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi (Rahayu., 2007). Pada proses
pemurnian gliserol, evaporasi dilakukan untuk menguapkan pelarut air dan alkohol
pada gliserol hasil ekstraksi yang memiliki titik didih rendah (Kongjao, dkk., 2010).
Berikut merupakan tabel dari nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan
berbagai variasi tekanan.

Tabel 2.3. Nilai titik didih gliserol, air, dan metanol dengan variasi tekanan

Tekanan (mmHg/ InHg/ Bar)


Nama Rumus 60/ 100/ 200/ 400/ 760/
senyawa molekul 2,4/ 0,1 3,9/ 0,1 7,9/ 0,3 15,7/ 0,5 29,9/ 1,0
Suhu (°C)
Gliserol C3H8O3 208 220,1 240 263 290
Air H2O 41,5 51,6 66,5 83 100
Metanol CH3OH 12,1 21,2 34,8 49,9 64,7
(Sumber : Speight., 2005)

2.3.5 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penyerapan senyawa pengotor dalam peningkatan


kualitas gliserol. Pengertian adsorpsi secara umum yaitu pemisahan komponen
tertentu dari suatu fase fluida ke permukaan zat padat yang menyerap. Bahan yang
diserap disebut adsorbat dan bahan yang berfungsi sebagai penyerap disebut
adsorben (Asip, dkk., 2008). Hal-hal yang mempengaruhi proses adsorpsi antara
lain jenis adsorben, luas permukaan adsorben, derajat keasamaan (pH), waktu
kontak, dan konsentrasi (Langenati, dkk., 2012). Proses adsorpsi gliserol bertujuan
untuk menghilangkan senyawa MONG (matter organic non glycerin) dan betha-
carotene sebagai komponen warna (Atkins dan Julio De Paula, 1998). Berikut
merupakan gambar proses adsorpsi gliserol.

10
Gambar 2.6. Tiga langkah proses adsorpsi gliserol

Pada proses adsorpsi gliserol, terjadi dalam tiga langkah. Langkah pertama
yaitu terjadi difusi adsorbat pengotor gliserol pada permukaan adsorben oleh gaya
antarmolekul antara adsorbat pengotor gliserol dan adsorben. Langkah kedua
melibatkan migrasi adsorbat pengotor gliserol ke dalam pori-pori adsorben. Dan
langkah terakhir terjadinya pendistribusian adsorbat pengotor gliserol ke
permukaan adsorben dan mengisi volume pori-pori adsorben. Partikel-partikel
adsorbat pengotor gliserol membangun monolayer molekul, ion dan atom yang
bereaksi ke situs aktif adsorben dan terikat di dalamnya (Musin., 2001).

2.3.6 Filtrasi

Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan sisa endapan


garam dan adsorben di dalam larutan gliserol. Setelah difiltrasi, dapat diperoleh
gliserol yang sudah bersih dari impurities, dan viskositas yang lebih rendah dari
sebelumnya (Suseno, dkk., 2019).

2.4 Pemilihan Jenis Adsorben

Adsorben adalah bahan padat yang berfungsi sebagai penyerap zat-zat


pengotor yang ada dalam suatu fluida. Adsorben memiliki luas permukaan dalam
yang sangat besar, permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori-pori
yang halus pada padatan tersebut. Disamping luas spesifik dan diameter pori, maka
kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data
karakteristik yang penting dari suatu adsorben (Asip, dkk., 2008).

11
Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi dengan cara dilakukan proses
aktivasi pada adsorben. Dengan dilakukan aktivasi, maka adsorben dapat
digunakan kembali pada proses adsorpsi. Aktivasi dilakukan untuk memperbesar
luas permukaan adsorben sehingga daya serap adsorben terhadap sisa-sisa zat
pengotor dalam gliserol meningkat (Triyanto., 2013).

2.4.1 Karbon Aktif


Karbon aktif atau disebut juga arang aktif berfungsi sebagai adsorben yang
dapat dibuat dari biomassa (biosorben). Penggunaan biomasa sebagai bahan dasar
karbon aktif memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih murah dan dapat
mengurangi limbah biomasa (Manosak dan Hunsom, 2011).

Karbon aktif dapat dipergunakan untuk berbagai industri, antara lain yaitu
industri obat obatan, makanan, minuman, pengolahan air (penjernihan air) dan lain-
lain. Hampir 70% produk karbon aktif digunakan untuk pemurnian dalam sektor
minyak kelapa, farmasi dan kimia. Bahan baku yang dapat dibuat menjadi karbon
aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, binatang ataupun barang tambang (Pambayun, dkk., 2013).

2.4.2 Zeolit Alam


Zeolit alam merupakan batuan mineral anorganik yang berpori dengan sifat
fisikokimia yang baik, seperti kapasitas tukar kation yang tinggi, selektivitas kation
dan volume pori besar. Kandungan utama mineral dalam zeolit ini adalah (Ca, Na2,
K2) Al2Si10O24. Penggunaan zeolit alam sebagai adsorben harus melalui proses
aktivasi yang bisa dilakukan secara kimia maupun fisika (Atikah., 2017).

Pemilihan zeolit sebagai adsorben dinilai cukup ekonomis karena


ketersediaannya cukup banyak dan harganya murah. Berdasarkan penelitian
(Widayat, dkk., 2006). Zeolit alam memiliki kemampuan untuk menyerap
senyawa-senyawa organik, peroksida, dan senyawa asam pada minyak goreng
bekas sehingga dapat meningkatkan mutu minyak goreng bekas (Widjajanti, dkk.,
2011).

12
BAB III
METODOLOGI STUDI LITERATUR

3.1 Prosedur Studi Literatur

Prosedur pencarian jurnal meliputi penentuan kata kunci yang dicari, tema
penelitian yang sama, pemilihan hasil penelitian berdasarkan variabel dan uji
analisa yang sama. Jurnal yang dicari berkaitan dengan proses pemurnian gliserol
mentah metode adsorpsi dari bahan adsorben karbon aktif dan zeolit alam.

Pemilihan jurnal diutamakan menggunakan jurnal 10 tahun terakhir dan


beberapa textbook literatur lama untuk mendukung data penelitian ini. Data-data
dari jurnal tersebut disusun pada hasil karakterisasi gliserol yang didapat meliputi
kondisi adsorpsi (ukuran adsorben, suhu aktivasi adsorben, lama waktu adsorpsi,
dan suhu adsorpsi) dan kualitas gliserol (% gliserol, % air, % abu, dan % MONG).
Pemilihan hasil penelitian berdasarkan variabel dan uji analisa yang sama bertujuan
untuk membandingkan hasil penelitian antar penelitian satu dengan penelitian
lainnya. Sehingga dapat dijadikan sebuah data, analisa, dan ditarik sebuah
kesimpulan. Berikut adalah kumpulan jurnal utama dalam menyusun data yang
akan dijadikan penyusunan pada penelitian ini.

Tabel 3.1. Sumber Jurnal Utama

Judul Sumber
Sequential-Refining of Crude Glycerol Derived from (Manosak, dkk., 2011)
Waste Used-Oil Methyl Ester Plant Via a Combined
Process of Chemical and Adsorption
Valorization of Biodiesel Production : Focus on (Muniru, dkk., 2016)
Crude Glycerine Refining/Purification
Peningkatan Kualitas Crude Glycerol dengan Proses (Aziz, Aristya, dkk., 2018)
Adsorpsi menggunakan Sekam Padi
Pengaruh Pelarut Kloroform dalam Pemurnian (Surbakti, dkk., 2016)
Gliserol dengan Proses Asidifikasi Asam Klorida

Purification of Crude Glycerol from Acidification (Aziz, Sulistina, dkk., 2018)


Using Tea Waste

13
Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam sebagai (Nadeak, dkk., 2019)
Adsorben pada Pemurnian Gliserol dengan Metode
Asidifikasi dan Adsorpsi
Purification of Crude Glycerol Derived from Waste (Kongjao, dkk., 2010)
Used-Oil Methyl Ester Plant
Preparation of Activated Charcoal from Acrocomia (Barbosa, dkk., 2020)
Aculeata for Purification of Pretreated Crude
Glycerol
Pemurnian Gliserol dari Hasil Samping Pembuatan (Aziz, dkk., 2008)
Biodiesel menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng
Bekas
Penggunaan H-Zeolit dan Tawas dalam Pemurnian (Aziz, dkk., 2017)
Crude Glycerol dengan Adsorpsi dan Koagulasi
Pemurnian Crude Glycerol dengan Cara Pengasaman (Aziz, dkk., 2014)
dan Adsorpsi menggunakan Zeolit Alam Lampung
Esterifikasi Gliserol dari Produk Samping Biodiesel (Sari, dkk., 2015)
menjadi Triasetin menggunakan Katalis Zeolit Alam
Purification of Crude Glycerol from Biodiesel By- (Anzar, dkk., 2018)
product by Adsorption using Bentonite
Peningkatan Kadar Gliserol Hasil Samping Pembuatan (Nadir dan Marlinda., 2013)
Biodiesel dengan Metode Adsorpsi Asam Lemak Bebas
(ALB) menggunakan Fly Ash
Pemurnian Gliserol dari Hasil Samping Pembuatan (Novitasari, dkk., 2012)
Biodiesel

3.1.2 Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis dengan membandingkan data satu dengan data
lainnya. Hasil dari data perbandingan literatur dapat digunakan dengan baik sebagai
penilaian untuk karakteristik adsorben terhadap proses pemurnian gliserol. Adapun
analisa dilakukan dengan statistik deskriptif. Statistik deskriptif memberikan
gambaran atau deskripsi data dari kualitas gliserol dan kondisi adsorpsi. Analisa
deskriptif yang digunakan antara lain:

• Kualitas gliserol (% gliserol, % air, % abu, dan % MONG)


• Kondisi adsorpsi (ukuran adsorben, suhu aktivasi adsorben, lama waktu
adsorpsi)

14
3.2 Skema Kerja

Start

Mencari Jurnal

Adsorben Karbon Adsorben Zeolit


Aktif Alam

Sortir

Berdasarkan proses Berdasarkan uji dan


Berdasarkan tahun
pemurnian gliserol analisa

Tabulasi dan
menyusun data

Analisa dan
pembahasan

Selesai

Gambar 3.1. Skema kerja penelitian

3.3 Variabel Dianalisis

Terdapat 2 macam variabel yang dianalisis yaitu variabel bebas dan terikat.

• Variabel Bebas
Variabel yang digunakan nilai yang berbeda yaitu adsorben dari karbon
aktif dan zeolit alam.

• Variabel Terikat
Variabel yang ingin dilihat hasil dari variabel bebas yaitu kondisi adsorpsi
(ukuran adsorben, suhu aktivasi adsorben dan lama waktu adsorpsi) dan
kualitas gliserol yang dihasilkan (% gliserol, % air, % abu, dan % MONG).

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Tabulasi Data

Tabulasi data dilakukan dengan merakaptulasi data dari pustaka yang


dijadikan studi literatur. Pustaka yang bersumber penelitian dari jurnal 10 tahun
terakhir. Rekapitulasi data berupa bahan utama, variabel penelitian, proses, dan
karakterisasi. Rekapitulasi karakterisasi berupa nilai data yang diambil pada jurnal
yang dijadikan review. Hasil rekapitulasi data dari karakterisasi ditabelkan dan
dibahas pada sub bab selanjutnya.

4.1.1 Pemurnian Gliserol dengan Adsorben Karbon Aktif

Berikut hasil rekapitulasi data dari jurnal penelitian pemurnian gliserol


dengan adsorben karbon aktif meliputi bahan utama, variabel penelitian, proses,
dan karakterisasi yang digunakan.

Tabel 4.1. Pemurnian gliserol mentah dengan adsorben karbon aktif

No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber


1 - Glycerol (300 gr) • Glycerol : solvent Acidification & Filtration Method • Glycerol (Manosak,
- Commercial (3:1 – 1:3 v/v) • Pencampuran dan pengadukan 300 gr content dkk., 2011)
activated carbon • Acid catalyst gliserol dengan salah satu asam • Ash content
(200 gr) (H3PO4 85%, H2SO4 • Endapkan 12 jam sampai terpisah menjadi • Water content
- NaOH (5 M) 98%, CH3COOH 3 fase, saring dan ambil gliserol • pH
- Acid catalyst 99,9%) pH 1-6 Neutralization Method • MONG
H3PO4 85%, • Type polar solvent • Penambahan 5 M NaOH 98% sampai pH • Color
H2SO4 98%, (CH3OH, C2H5OH, gliserol 7
CH3COOH and C3H7OH) Extraction & Filtration Method
99,9% • Particle size AC • Gliserol diekstraksi dengan pelarut polar
- Polar solvent 100-300 µm (3:1 – 1:3 v/v) pada suhu 80℃
CH3OH, • Campuran dikocok 30 menit dan endapkan
C2H5OH,
selama 1 jam sampai terpisah menjadi 2
C3H7OH
fase, saring dan ambil gliserol
Evaporation Method
• Panaskan gliserol suhu 80℃selama 20
menit untuk menguapkan pelarut polar dan
air
Adsorption & Filtration Method
• Pengeringan karbon aktif ukuran 149 µm
suhu 105℃ selama 30 menit
• Campuran diaduk pada kecepatan 200 rpm
selama 2 jam lalu saring karbon aktif

16
No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber
2 - Glycerol (50 gr) • Glycerol : solvent Acidification & Filtration Method • Glycerol (Muniru,
- Commercial IPA 99,5% (1:1, 1:2, • Pencampuran dan pengadukan 50 gr content dkk., 2016)
activated carbon 2:1, 3:1 v/v) gliserol dengan asam H3PO4 85% sampai • Ash content
(10 gr/300 mL) pH 3-7 selama 30 menit • Density
- Polar solvent IPA • Endapkan 2 jam sampai terpisah menjadi • pH
99,5% 3 fase, saring dan ambil gliserol • Color
- Acid catalyst Extraction & Filtration Method • GCMS
H3PO4 85%, • Gliserol diekstraksi dengan pelarut IPA analysis
99,5% dan aduk selama 30 menit • Elemental
• Campuran diendapkan selama 2 jam analys
sampai terpisah menjadi 2 fase, saring dan
ambil gliserol
Adsorption & Filtration Method
• Pengeringan karbon aktif ukuran 200 µm
suhu 105℃ selama 30 menit
• Campuran diaduk pada kecepatan 200 rpm
selama 5 jam lalu saring karbon aktif

Acidification & Filtration Method • Kadar gliserol


3 - Gliserol (200 gr) • Suhu adsorpsi (30, (Aziz,
• Pencampuran dan pengadukan 200 gr • Kadar air
- Karbon aktif 45, 60,75,90℃) Aristya,
sekam padi (200
gliserol dengan asam H3PO4 85% sampai • Kadar abu dkk., 2018)
• Waktu adsorpsi (30, pH 2,5 • Kadar MONG
gr) 60, 75, 90, 120
- KOH • Endapkan 12 jam sampai terpisah menjadi • Massa jenis
menit) 3 fase, saring dan ambil gliserol (g/mL)
- Pelarut polar • Ukuran partikel
CH3OH Neutralization Method • Kadar gula
biosorben (180, 250, • Penambahan 5 M NaOH 98% sampai pH
- Katalis asam • Kadar kalium
630 µm) gliserol 7
H3PO4 85% (ppm)
- HCL Extraction & Filtration Method • Densitas
- NaIO4 • Gliserol diekstraksi dengan pelarut • Analisa FTIR
- Etilen glikol CH3OH dengan perbandingan • Analisa SEM
- Bromtimol biru metanol:gliserol 2:1 (v/v) aduk 30 menit
• Campuran diendapkan selama 2 jam
sampai terpisah menjadi 2 fase, saring dan
ambil gliserol
Evaporation Method
• Panaskan gliserol suhu 60℃selama 20
menit untuk menguapkan pelarut CH3OH
Adsorption & Filtration Method
• Pengeringan karbon aktif dengan variasi
ukuran 180, 250, 630 µm dengan variasi
suhu 30, 45, 60, 75, 90℃.
• Campuran diaduk pada kecepatan 200 rpm
dengan variasi waktu 30, 60, 75, 90, 120
menit lalu saring karbon aktif

Acidification & Filtration Method


• Pencampuran dan pengadukan 30 gr
4 - Gliserol (30 gr) • Gliserol : pelarut gliserol dengan asam HCL sampai pH 2. • Kadar gliserol (Surbakti,
- Karbon aktif kloroform (1:1, • Endapkan campuran sampai terpisah • Kadar air dkk., 2016)
komersial
1:1,5, 1:2 v/v) menjadi 3 fase, saring dan ambil gliserol • Kadar abu
- Pelarut polar •
• Waktu ekstraksi (30, Neutralization Method Kadar MONG
Kloroform • Penambahan 12,5 M NaOH 98% sampai • Warna
40, 60 menit)
- NaOH (12,5 M) pH gliserol 7 • Densitas
- Katalis asam Extraction & Filtration Method
HCL • Gliserol diekstraksi dengan pelarut
kloroform dan aduk pada kecepatan 200
rpm dan suhu 50℃
• Campuran diendapkan sampai terpisah
menjadi 2 fase, saring dan ambil gliserol
Evaporation Method
• Panaskan gliserol suhu 95℃ untuk
menguapkan pelarut kloroform dan air
Adsorption & Filtration Method
• Campuran diaduk pada kecepatan 200 rpm
lalu saring karbon aktif

17
No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber
5 - Glycerol (10 gr) • Processing time (30, Acidification & Filtration Method • Glycerol (Aziz,
- Activated carbon 60, 75, 90, 120 • Pencampuran dan pengadukan 200 gr content Sulistina,
waste tea (100 gr) minute) gliserol dengan asam H3PO4 85% sampai • Ash content dkk., 2018)
- NaOH (0,05 M) • Adsorption pH 2,5 • Water content
- Acid catalyst temperature (30, 45, • Endapkan 12 jam sampai terpisah menjadi • Sugar content
H3PO4 85%, 60, 75℃) 3 fase, saring dan ambil gliserol • MONG
- Polar solvent • Biosorben Neutralization Method • Density
CH3OH concentration (6, 9, • Penambahan 0,05 M NaOH sampai pH • Color
- H2O gliserol 7
12, 15, 18%) • Potasium
- Bromtimol blue • Particle size from Adsorption & Filtration Method metal content
- NaIO4 biosorbent (180, • Aktivasi karbon aktif dengan NaOH 0,05 • FTIR analysis
- NH4CL M diamkan selama 4 jam lalu bilas dengan
- SnCL2.2H2O
250, 630 µm) • UV-VIS
aquades analysis
- CO(NH2)2 • Pengeringan karbon aktif dengan variasi
- C2H6O2 • SEM analysis
ukuran partikel (180, 250, 630 µm) pada
- HCL suhu 60℃ selama 24 jam
• Campuran diaduk pada variasi suhu (30,
45, 60, 75℃) dan variasi waktu (30, 45,
60, 75, 90, 120 menit) pada kecepatan 200
rpm lalu saring karbon aktif

6 - Gliserol (30 gr) • Gliserol : katalis


- Karbon aktif Acidification & Filtration Method • Kadar gliserol (Nadeak,
cangkang telur
asam H3PO4 (1:0,2, • Pencampuran, pemanasan, pengadukan 30 • Densitas dkk., 2019)
1:0,4, 1:0,6, 1:0,8, gr gliserol dengan asam H3PO4 85%,pada • Kadar abu
(25,5 gr/L)
1:1 w/w)
- Pelarut polar suhu 70℃ sampai pH 2,5 • Kadar air
• Berat adsorben (3, 6, • Endapkan 12 jam sampai terpisah menjadi
C2H5OH • MONG
9, 12, 15%)
- NaOH (12,5 M) 3 fase lalu saring dan ambil gliserol • Warna
- Katalis asam Neutralization Method • pH
H3PO4 85% • Penambahan 12,5 M NaOH sampai pH
- H2O gliserol 7
- H2SO4 Evaporation Method
- Etilen glikol • Panaskan gliserol untuk menghilangkan
- Bromtimol biru pelarut C2H5OH dan kadar air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi karbon aktif ukuran 300 µm
secara thermal suhu 600℃ selama 2 jam
• Campuran diaduk pada kecepatan 250 rpm
selama 2 jam lalu saring karbon aktif

7 - Glycerol (1 kg)
• Acid catalyst H2SO4 Acidification & Filtration Method • Glycerol (Kongjao,
- Commercial • Pencampuran dan pengadukan 1 kg content dkk., 2010)
98% pH 1-6 (1, 2,2,
activated carbon
3,5, 6) gliserol dengan asam H2SO4 98% 1,19 M • Ash content
- NaOH (12,5 M) sampai pH 1-6 • Water content
- Acid catalyst • Endapkan sampai terpisah menjadi 3 fase, • pH
H2SO4 98% saring dan ambil gliserol • MONG
- Polar solvent Neutralization Method • FTIR analysis
C2H5OH
• Penambahan 12,5 M NaOH 98% sampai • GCMS
pH gliserol 7 analysis
Extraction & Filtration Method
• Gliserol diekstraksi dengan pelarut
C2H5OH 99,9%
• Campuran diaduk 10 menit dan endapkan
sampai terpisah menjadi 2 fase, saring dan
ambil gliserol
Evaporation Method
• Panaskan gliserol suhu 80℃selama 20
menit untuk menguapkan pelarut C2H5OH
• Panaskan gliserol suhu 105℃selama 2 jam
untuk menguapkan air
Adsorption & Filtration Method
• Pengeringan karbon aktif suhu 120℃
selama 30 menit
• Campuran diaduk pada kecepatan 200 rpm
selama 3 jam lalu saring karbon aktif

18
No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber
8 - Glycerol (200 gr) • Characterized Acidification & Filtration Method • Glycerol (Barbosa,
- Activated carbon glycerol (GC/MS, • Pencampuran dan pengadukan 200 gr content dkk., 2020)
acrocomia 1
H-NMR, 13C-NMR, gliserol dengan asam H3PO4 85% sampai • Water content
aculeata fruit (50 DSC, TG) pH 2 selama 1 jam dan kecepatan • Density
gr) • Properties of pengadukan 200 rpm • 1H-NMR
- KOH activated charcoal • Endapkan 12 jam sampai terpisah menjadi analysis
- Acid catalyst (surface area 627 m2 3 fase, saring dan ambil gliserol • 13C-NMR
H3PO4 85%, g-1, pore volume Neutralization Method analysis
- Polar solvent 0,39 m3 g-1, • Penambahan KOH sampai pH gliserol 7 • GCMS
C3H7OH 99,9% Brownsted sites Extraction & Filtration Method analysis
- H2O 118,23 µmol g-1, • Gliserol diekstraksi dengan pelarut
- ZnCL2 Lewis sites 104,86 C3H7OH 99,9%
µmol g-1) • Campuran diaduk dan endapkan sampai
terpisah menjadi 2 fase, saring dan ambil
gliserol
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi karbon aktif dengan ZnCL2
diamkan selama 2 jam lalu bilas dengan
aquades
• Pengeringan karbon aktif dengan ukuran
partikel (250 µm) pada suhu 150℃ selama
2 jam
• Campuran diaduk pada kecepatan 250 rpm
selama 1,25 jam lalu saring karbon aktif

Acidification & Filtration Method • Kadar gliserol


9 - Gliserol (100 gr) • Katalis asam H3PO4 •
(Aziz, dkk.,
- Karbon aktif • Pencampuran, pemanasan, pengadukan Densitas
2008)
98% pH 1-7 (2, 3, 4, • Warna
- Pelarut polar 100 gr gliserol dengan asam H3PO4 5%,
5, 6, 7) • pH
sampai pH 2-7
CH3OH • Konsentrasi
- KOH • Endapkan sampai terpisah menjadi 3 fase
adsorben (2,5, 5, 7,5,
- Katalis asam lalu saring dan ambil gliserol
10%)
H3PO4 5% Evaporation Method
• Waktu adsorpsi (2,
- H2O • Panaskan gliserol suhu 60℃ tekanan
6, 12, 24, 48 jam)
vakum untuk menghilangkan kadar air
Adsorption & Filtration Method
• Tambahkan air pada gliserol dengan
perbandingan 2:3 dan variasi konsentrasi
karbon aktif (2,5, 5, 7,5, 10%)
• Campuran diaduk selama 30 menit lalu
endapkan dengan variasi waktu (2, 6, 12,
24, 48 jam) dan saring karbon aktif

19
4.1.2 Pemurnian Gliserol dengan Adsorben Zeolit Alam

Berikut hasil rekapitulasi data dari jurnal penelitian pemurnian gliserol


dengan adsorben zeolit alam meliputi bahan utama, variabel penelitian, proses, dan
karakterisasi yang digunakan.

Tabel 4.2. Pemurnian gliserol mentah dengan adsorben zeolit alam

No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber


1 - Gliserol (300 gr) • Massa zeolit 12% Acidification & Filtration Method • Kadar gliserol (Aziz, dkk.,
- Zeolit alam (12% massa gliserol • Pencampuran dan pengadukan 300 gr • Kadar air 2017)
gliserol) • Konsentrasi gliserol dengan asam H3PO4 85% sampai • Kadar abu
- NaOH 0,5 N campuran (60, 80, pH 2,5 • Kadar MONG
- Pelarut polar 100, 120 ppm) • Endapkan sampai terpisah menjadi 3 fase, • Massa jenis
CH3OH • Waktu adsorpsi (30, saring dan ambil gliserol • Kadar gula
- Katalis asam 60, 75, 90 menit) Neutralization Method • Kadar logam K
H3PO4 85% • Suhu adsorpsi (30, • Penambahan NaOH 0,5 N sampai pH • Kadar logam
- H2SO4 45, 60, 75℃) gliserol 7 AL
- Etilen glikol Evaporation Method • Intensitas
- Bromtimol biru • Panaskan gliserol untuk menguapkan air Warna
- NH4CL 1 M Adsorption & Filtration Method • Analisa FTIR
• Aktivasi zeolit dengan NH4CL 1 M • Analisa UV-
diamkan selama 24 jam lalu bilas dengan VIS
aquades
• Pengeringan zeolit alam 250 µm suhu 120
℃ selama 2 jam
• Aktivasi zeolit selama 24 jam dengan suhu
450℃
• Pencampuran dan pengadukan 50 g
gliserol hasil asidifikasi dengan h-zeolit 6
gr. Lakukan pada suhu 60℃ selama 75
menit
• Campuran diendapkan selama 24 jam,
2 saring zeolit alam • Kadar gliserol (Aziz, dkk.,
• Waktu adsorpsi (30, • Kadar air
- Gliserol (30 gr) 45, 60, 75, 90 menit) 2014)
- Zeolit alam • Kadar abu
• Konsentrasi zeolit
- NaOH 0,5 N Acidification & Filtration Method • Massa jenis
(6, 9, 12, 15, 18%
- Pelarut polar • Pencampuran, pengadukan, pemanasan • Kadar gula
gliserol)
CH3OH, C2H5OH gliserol dengan asam H2SO4 1,19 M • Kadar logam K
• Suhu adsorpsi (30,
(2,5 L) sampai pH 6 dengan suhu 60℃
40, 60, 80, 100℃)
- Aquades • Endapkan sampai terpisah menjadi 3 fase,
- Katalis asam • Ukuran adsorpsi (9,
saring dan ambil gliserol
H2SO4 1,19 M 25, 60 mesh)
Neutralization Method
- Etilen glikol • Penambahan NaOH 0,5 N sampai pH
- Bromtimol biru gliserol 7
- NH4CL 1 M Evaporation Method
- NaIO4 • Panaskan gliserol untuk menguapkan air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi zeolit dengan NH4CL 1 M
diamkan selama 24 jam lalu bilas dengan
aquades
• Pengeringan zeolit alam 200 µm suhu 120
℃ selama 2 jam
• Aktivasi zeolit selama 24 jam dengan suhu
450℃
• Pencampuran dan pengadukan 30 g
gliserol hasil asidifikasi dengan zeolit 6 gr.
Lakukan pada suhu 30℃ dengan variasi
waktu (30, 45, 60, 75, 90 menit)
• Campuran diendapkan selama 1,25 jam,
saring zeolit alam

20
No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber
3 - Gliserol • Konsentrasi katalis Acidification & Filtration Method • Densitas (Sari, dkk.,
- Zeolit alam (1, 3, 5% berat asam • Pencampuran, pengadukan, pemanasan • Viskositas 2015)
- Pelarut polar asetat) gliserol dengan asam CH3COOH pada • Kadar gliserol
CH3OH • Gliserol : asam suhu 100℃ • Kadar air
- Aquades asetat (1:3, 1:5, 1:7) • Endapkan 4 jam sampai terpisah menjadi • Kadar metanol
- Katalis asam 3 fase, saring dan ambil gliserol • Kadar
CH3COOH Evaporation Method impuritis
- HF 5% • Panaskan gliserol suhu 60℃untuk • Warna
menguapkan pelarut CH3OH
• Panaskan gliserol untuk menguapkan air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi zeolit dengan HF 5% aduk
selama 2 jam lalu refluk dengan HCL suhu
60℃selama 30 menit
• Pengeringan zeolit alam 149 µm suhu 500
℃ selama 3 jam
• Pencampuran dan pengadukan gliserol
hasil asidifikasi dengan zeolit. Lakukan
selama 30 menit
• Campuran diendapkan selama 24 jam,
saring zeolit alam

• Glycerol
4 - Glycerol (100 gr) • Adsorption time (30, Acidification & Filtration Method
content
(Anzar,
- Natural bentonite 45, 60, 75, 90 • Pencampuran, pengadukan, pemanasan dkk., 2018)
• Ash content
(12 gr) minute) 100 gr gliserol dengan asam H2SO4 1,19 M
• Density
- NaOH • Bentonite pada suhu 60℃ sampai pH 6
• pH
- Acid catalyst concentration (3, 6, • Endapkan 30 menit sampai terpisah
H2SO4 1,19 M • SEM analysis
9, 12, 15% glycerol) menjadi 3 fase, saring dan ambil gliserol
- H2SO4 0,6 M, • Elemental
• Adsorption Neutralization Method
analys
- HCL 0,5 M, temperature (30, 40, • Penambahan NaOH sampai pH gliserol 7
- HNO3 0,1 M 50, 60, 70℃) Evaporation Method
- Aquades • Panaskan gliserol untuk menguapkan air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi 10 gr bentonit dengan 100 mL
H2SO4 0,6 M, HCL 0,5 M, HNO3 0,1 M
aduk pada suhu 70℃selama 3 jam lalu
bilas dengan aquades.
• Pengeringan bentonit alam ukuran 60
mesh suhu 100-110℃ selama 3 jam
• Pencampuran dan pengadukan 100 gr
gliserol hasil asidifikasi dengan 12 gr
bentonit. Lakukan pada suhu 30℃ dengan
variasi waktu (30, 45, 60, 75, 90 menit)
• Campuran diendapkan selama 24 jam,
saring bentonit alam

5 - Gliserol Distillation Method • Kadar gliserol (Nadir dan


• Berat adsorben (2,5, •
- Fly ash (20 gr) • Gliserol di destilasi untuk menghilangkan Densitas Marlinda.,
5, 7,5, 10 gr)
- KOH 1,9 N pelarut CH3OH • pH 2013)
• Waktu adsorpsi (40,
- Pelarut polar Acidification & Filtration Method • Kadar ALB
50, 60, 70, 80, 90
CH3OH • Pencampuran, pengadukan gliserol • Kadar air
menit)
- Aquades dengan asam H3PO4 5% sampai pH 7 • Kadar abu
- Katalis asam • Endapkan gliserol sampai terpisah • Warna
H3PO4 5% menjadi 3 fase, saring dan ambil gliserol
- Evaporation Method
• Panaskan gliserol untuk menguapkan air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi 20 gr fly ash dengan KOH 1,9 N
aduk selama 2 jam lalu bilas dengan H2O
• Pengeringan fly ash ukuran 180 µm suhu
450℃ selama 2 jam
• Pencampuran dan pengadukan gliserol
hasil asidifikasi dengan 20 gr fly ash
dengan kecepatan pengadukan 468 rpm
• Campuran diendapkan sesaui variasi
waktu, saring fly ash

21
No Bahan Utama Variabel Proses Karakterisasi Sumber
6 - Gliserol • Glycerol : solvent Acidification & Filtration Method • Kadar gliserol (Novitasari,
- Zeolit alam (3:1 – 1:3 v/v) • Pencampuran dan pengadukan gliserol • Kadar air dkk., 2012)
- Pelarut polar • Katalis asam (H3PO4 dengan salah satu asam dengan • Densitas
CH3OH 6%, H2SO4 6%, perbandingan 3:10 • Warna
- Aquades HCL 6%) pH 1-6 • Endapkan sampai terpisah menjadi 3 fase,
- Katalis asam • Adsorben (karbon saring dan ambil gliserol
- H3PO4 6%, aktif 2%, bleaching Neutralization Method
H2SO4 6%, earth 2%, zeolit aktif • Penambahan larutan asam sampai pH
HCL 6% 2%) gliserol 7
• Endapkan campuran sampai terpisah
menjadi 2 fase, saring dan ambil gliserol
Evaporation Method
• Panaskan gliserol suhu 105℃ untuk
menguapkan pelarut polar dan air
Adsorption & Filtration Method
• Aktivasi zeolit alam dengan H2SO4 2 M
aduk selama 2 jam lalu bilas dengan H2O
• Pengeringan zeolit suhu 400℃
• Pencampuran dan pengadukan gliserol
hasil asidifikasi dengan zeolit alam
• Campuran diaduk selama 30 menit dan
diendapkan selama 2 jam, saring zeolit
alam

22
4.2 Pembahasan

Gliserol adalah produk samping utama dari pembuatan biodiesel yang telah
diproses atau dimurnikan lebih lanjut hingga mencapai tingkat kemurnian yang
tinggi. Pada proses pemurniannya gliserol mentah dapat dimurnikan dengan cara
asidifikasi, adsorpsi, filtrasi, destilasi, dan evaporasi (Dewajani, dkk., 2020).
Adsorpsi seringkali digunakan sebagai tahapan terakhir dalam pemurnian gliserol
dalam menghilangkan senyawa MONG (matter organic non glycerin) dan betha-
carotene sebagai komponen warna (Atkins dan Julio De Paula., 1998).

Pada proses adsorpsi, adsorben sangat berpengaruh terhadap penyerapan


zat-zat pengotor yang terkandung dalam gliserol. Sebelum digunakan, adsorben
harus diaktivasi terlebih dahulu untuk memperbesar daya serapnya. Penggunaan
adsorben dalam proses pemurnian gliserol terbilang cukup praktis dan ekonomis
karena sumbernya dari bahan alami. Hampir semua adsorben dari alam dapat
digunakan kembali dan terdegradasi (Kongjao, dkk., 2010).

Adsorben yang sering digunakan pada proses pemurnian gliserol adalah


karbon aktif dan zeolit alam. Karbon aktif atau arang aktif adalah bahan yang
mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun
barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi,
tulang binatang, cangkang telur, batu-bara, tempurung kelapa, dan lainnya. Karbon
aktif mengandung 85% sampai 95% karbon dan sisanya pengotor dari total karbon
yang ada dalam karbon aktif. Unsur karbon berperan besar dalam proses adsorpsi
(Siregar, dkk., 2015).

Sedangkan untuk zeolit alam adalah batuan mineral anorganik yang


terbentuk dari abu vulkanik yang telah mengendap menjadi batuan vulkanik, batuan
sedimen dan batuan metamorfosa yang mengalami proses pelapukan karena
pengaruh suhu yang ekstrim (Lestari., 2010). Zeolit alam mengandung 65,56%
SiO2, 11,04% AL2O3, dan sisanya Ca-silika dari total SiO2 dan AL2O3. Unsur silika
diduga memiliki kemampuan sorpsi yang tinggi (Atikah., 2017). Berikut ini
merupakan tabel sifat fisik dari karbon aktif dan zeolit alam.

23
Tabel 4.3. Sifat fisika karbon aktif dan zeolit alam

Sifat Karbon aktif Zeolit alam


Ukuran partikel (mm) 1,15-1,35 1-3
Porositas 0,578 0,325
3
Densitas padatan (g/cm ) 1,87 2,12
Densitas partikel (g/cm3) 0,79 1,43
Kadar abu (%) 5,0 -
(Meshko, dkk., 2001)

Beberapa adsorben dalam proses pemurnian gliserol memiliki kelemahan


yakni daya serap adsorben yang relatif kecil. Salah satu solusinya adalah dengan
melakukan aktivasi untuk memperbesar pori dan luas permukaan adsorben
sehingga dapat meningkatkan daya serap adsorben. Aktivasi adsorben dapat
dilakukan baik secara fisika maupun kimia dalam proses pemutusan rantai karbon
dari senyawa organik. Aktivasi fisika dilakukan dengan cara pemanasan dengan
suhu tinggi sekitar 200-450℃. Sedangkan aktivasi kimia dilakukan dengan
penambahan bahan pengaktif kimia seperti CaCL2, MgCL2, NaOH, NaCl, dan
lainnya (Sahraeni, dkk., 2019). Berikut alasan digunakan adsorben dari karbon aktif
dan zeolit alam.

Tabel 4.4 Kelebihan dan kekurangan adsorben karbon aktif

Karbon Aktif
Karakteristik Kelebihan Kekurangan Sumber
Fisik Kuat dan memiliki pori- Rapuh dan mudah hancur (Ramdja, dkk., 2008)
pori kompleks
Masih mengandung sedikit
Daya Serap Memiliki daya serap yang pengotor (Verayana, dkk., 2018)
tinggi
Proses aktivasi
Harga Ekonomis dan mudah di membutuhkan suhu tinggi (Anggraeni dan Yuliana.,
buat dan waktu lama sehingga 2015)
biaya proses mahal

24
Tabel 4.5 Kelebihan dan kekurangan adsorben zeolit alam

Zeolit Alam
Karakteristik Kelebihan Kekurangan Sumber
Fisik Kuat dan memiliki pori- Komposisi beragam dan (Lestari., 2010)
pori kompleks kristalinitasnya kurang
baik
(Atikah., 2017)
Daya Serap Memiliki daya serap yang Mengandung banyak
baik pengotor Na+, K+, Ca2+,
Mg2+, dan Fe3+

Harga Ekonomis dan melimpah Proses aktivasi (Kurniasari, 2010)


di alam membutuhkan suhu tinggi
dan waktu lama sehingga
biaya proses mahal

4.2.1 Proses Pemurnian Gliserol dengan Bantuan Adsorben

Crude Glycerol

Asidifikasi

Asam Lemak Bebas Gliserol Garam

Filtrasi

Netralisasi

Ekstraksi

Gliserol Garam

Filtrasi

Evaporasi
Karbon Aktif

Adsorpsi Zeolit Alam

Gambar 4.1. Skema proses pemurnian gliserol

25
Dari skema diatas, terdapat tahapan-tahapan dalam proses pemurnian
gliserol mentah. Pada proses pertama yaitu dilakukan asidifikasi atau pengasaman,
tujuan dilakukan pengasaman yaitu untuk menurunkan pH dan menguraikan
gliserol mentah agar lebih mudah untuk dimurnikan (Chol, dkk., 2018). Gliserol
mentah yang masih mengandung pengotor berupa sabun dan katalis dari pembuatan
biodiesel direaksikan dengan asam kuat. Reaksi antara asam dengan sabun akan
menghasilkan asam lemak bebas dan reaksinya dengan katalis basa akan
memberikan garam dan air (Ardi, dkk., 2015). Untuk reaksinya sebagai berikut :

R-COOK + HCL R-COOH + KCL


Sabun Asam Klorida Asam Lemak Garam

KOH + HCL KCL + H2 O


Basa Asam Klorida Garam Air

Dari reaksi asidifikasi, asam menetralisasi hampir semua basa yang


terdapat dalam crude gliserol sehingga saat dilakukan pengendapan membentuk 3
fasa. Lapisan paling atas merupakan gumpalan asam lemak bebas, lapisan tengah
adalah gliserol, dan lapisan paling bawah adalah garam anorganik atau katalis yang
mengendap (Nadeak, dkk., 2019). Selanjutnya setelah terjadi pemisahan, dilakukan
proses filtrasi untuk memisahkan gliserol dari endapan garam maupun asam lemak
bebas. Gliserol hasil asidifikasi mengandung kadar asam berlebih sehingga harus
di netralisasi menggunakan basa kuat untuk menetralkan pH gliserol (Chol, dkk.,
2018). Untuk reaksinya sebagai berikut :

NaOH + HCL NaCL + H2 O


Natrium Hidroksida Asam Garam Air

Dari reaksi diatas, gliserol diekstraksi dengan pelarut alkohol untuk


menghilangkan sisa asam lemak yang tidak bereaksi dan mempercepat reaksi
pembentukan garam. Campuran yang dihasilkan diendapkan sampai larutan
membentuk 2 fasa. Lapisan paling atas merupakan gliserol dan lapisan bawah
adalah endapan garam. Setelah itu dilakukan proses filtrasi untuk memisahkan
gliserol dari endapan garam (Aziz, dkk., 2018). Selanjutnya gliserol yang

26
dihasilkan di evaporasi untuk menguapkan pelarut alkohol dan air berdasarkan
perbedaan nilai titik didihnya. Gliserol hasil evaporasi diadsorpsi menggunakan
adsorben untuk menghilangkan senyawa MONG (matter organic non glycerin) dan
betha-carotene sebagai komponen warna (Atkins dan Julio De Paula, 1998).

Sebelum digunakan, adsorben diaktivasi baik secara fisika yaitu


menggunakan suhu tinggi ataupun kimia yaitu dengan penambahan bahan
pengaktif kimia. Hal ini bertujuan untuk memperbesar pori dan luas permukaan
adsorben sehingga daya serap adsorben meningkat. Dengan menerapkan rangkaian
proses ini, dapat memurnikan crude gliserol hingga tercapai gliserol dengan tingkat
kemurnian tinggi (Sahraeni, dkk., 2019).

4.2.2 Pengaruh Kondisi Adsorpsi terhadap Uji Kadar Gliserol

Pengujian kadar gliserol digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian


gliserol yang aman untuk dikonsumsi atau diproduksi sesuai dengan standar.
Menurut SNI 06-1564-1995 kadar gliserol yang diperbolehkan untuk digunakan
minimal 80% (Hazra dan Septiawan., 2014). Penelitian pada uji kadar gliserol
disatukan menurut variabel kondisi adsorpsi yang meliputi : ukuran adsorben, suhu
aktivasi adsorben dan lama adsorpsi dengan perbandingan adsorben karbon aktif
dan zeolit alam. Beberapa hasil uji kadar gliserol dengan menggunakan adsorben
karbon aktif dan zeolit alam sebagai berikut.

Tabel 4.6. Perbandingan kadar gliserol terhadap ukuran dan suhu aktivasi
adsorben

Ukuran Suhu aktivasi KG sebelum KG setelah KG


No. Sumber Jenis adsorben
(µm) (℃) Adsorpsi (%) Adsorpsi (%) (%)
1. (Barbosa, dkk., 2020) - Karbon aktif 250 µm 150℃ 90,66% 95,99% 5,33%
(Aziz, dkk., 2017) - Zeolit alam 250 µm 450℃ 72,80% 77,08% 4,28%
2. (Muniru, dkk., 2016) - Karbon aktif 200 µm 105℃ 86,48% 97% 10,52%
(Aziz, dkk., 2014) - Zeolit alam 200 µm 450℃ 78,05% 88,91% 10,86%
3. (Aziz, Aristya, dkk., 2018) - Karbon aktif 180 µm 250℃ 79,66% 97,29% 17,63%
(Nadir dan Marlinda, 2013) - Zeolit alam 180 µm 450℃ 70,79% 89,02% 18,23%
4. (Manosak, dkk., 2011) - Karbon aktif 149 µm 105℃ 86,97% 96,2% 9,23%
(Sari, dkk., 2015) - Zeolit alam 149 µm 500℃ 76,18% 85% 8,82%

27
Ukuran dan suhu aktivasi adsorben dapat mempengaruhi kadar gliserol.
Ukuran adsorben yang sangat besar memiliki volume dan luas permukaan yang
sangat kecil sehingga daya serap suatu adsorben terhadap sisa-sisa zat pengotor
yang terkandung dalam gliserol rendah (Naibaho., 2019). Penurunan daya serap
adsorben disebabkan karena semakin kecil luas permukaan adsorben maka
terbentuk dengan cepat lapisan kedua, ketiga, dan seterusnya di atas adsorbat yang
telah terikat di permukaan adsorben yang mengakibatkan permukaan adsorben
telah jenuh terhadap adsorbat (Nurafriyanti, dkk., 2017).

Sedangkan aktivasi adsorben dilakukan untuk memperbesar luas


permukaan adsorben sehingga daya serap adsorben terhadap sisa-sisa zat pengotor
dalam gliserol meningkat. Peningkatan luas permukaan adsorben disebabkan
karena terjadi reaksi pemutusan ikatan hidrokarbon atau teroksidasinya molekul
permukaan adsorben (Triyanto., 2013). Aktivasi adsorben dapat dilakukan baik
secara fisika maupun kimia, aktivasi fisika dilakukan dengan cara pemanasan suhu
tinggi untuk menghilangkan senyawa organik pada adsorben. Sedangkan aktivasi
kimia dilakukan dengan penambahan bahan pengaktif kimia untuk menghilangkan
senyawa anorganik pada adsorben (Sahraeni, dkk., 2019).

Karbon aktif Zeolit alam

100 SA 105℃ SA 250℃ SA 105℃ SA 150℃

SA 450℃ SA 450℃
90 SA 500℃
Kadar gliserol (%)

80 SA 450℃

70

60

50
149 180 200 250
Ukuran adsorben (µm) Keterangan : SA :
Suhu aktivasi

Gambar 4.2. Perbandingan ukuran adsorben terhadap kadar gliserol

Pada gambar 4.2 menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gliserol seiring


berkurangnya jumlah ukuran partikel adsorben. Pada ukuran partikel adsorben 180

28
µm, menghasilkan kadar gliserol setelah adsorpsi paling besar untuk karbon aktif
sebesar 97,29% dan zeolit alam sebesar 89,02% dengan kenaikan kadar gliserol
untuk karbon aktif sebesar 17,63% dan zeolit alam sebesar 18,23%. Peningkatan
kadar gliserol disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel adsorben maka
volume dan luas permukaan adsorben semakin besar sehingga daya serap adsorben
terhadap pengotor gliserol ikut meningkat (Aziz, dkk., 2018). Selain dilihat dari
ukuran partikel, peningkatan kenaikan kadar gliserol disebabkan karena
penggunaan suhu aktivasi yang tinggi yaitu 250℃ untuk karbon aktif dan 450℃
untuk zeolit alam. Dengan dilakukan aktivasi, maka akan membantu memperbesar
pori atau luas permukaan adsorben sehingga daya serap adsorben terhadap pengotor
gliserol menjadi lebih besar. Selain itu, dengan adanya aktivasi akan memudahkan
molekul-molekul adsorbat pengotor gliserol untuk berdifusi dan berinteraksi
dengan pori-pori adsorben sehingga efisiensi penyerapan adsorben meningkat
(Aziz, dkk., 2014).

Sedangkan pada ukuran partikel adsorben 149 µm menghasilkan kadar


gliserol dan kenaikan kadar gliserol lebih rendah dari ukuran partikel 180 µm. Hal
ini disebabkan karena pada ukuran partikel 149 µm menggunakan suhu aktivasi
yang kurang optimal dibanding ukuran partikel 180 µm yaitu 105℃ untuk karbon
aktif dan 500℃ untuk zeolit alam. Menurut penelitian Saputri (2016) suhu aktivasi
adsorben yang optimal dalam penyerapan adsorbat pengotor berkisar pada suhu
200℃ sampai 450℃. Semakin tinggi suhu aktivasi yang digunakan, maka akan
menyebabkan rusaknya struktur adsorben sehingga daya serap adsorben terhadap
adsorbat pengotor menurun (Syauqiah, dkk., 2011). Pada proses aktivasi, adsorben
zeolit alam membutuhkan suhu aktivasi lebih besar dibandingkan adsorben karbon
aktif. Hal ini dikarenakan zeolit alam mengandung banyak pengotor seperti Na,
K, Ca, Mg, dan Fe sehingga pada proses aktivasi harus dilakukan pemanasan ekstra
untuk menghilangkan pengotornya (Rini dan Anthonius, 2010). Berikut ini
merupakan tabel komponen penyerap dan pengotor adsorben karbon aktif dan zeolit
alam.

29
Tabel 4.7. Komponen penyerap dan pengotor adsorben

Chemical components of adsorbent


Natural zeolite Wt.% Activated carbon Wt.%
Adsorbent Adsorbent
Si 64,46 C 92
AL 8,75
Impurity Impurity

K 11,53 H2O 5
Fe 11,34 Ash 3
Ca 2,91
Mg 0,725
Na 0,285
Ash 0

(Sumber : Ruíz-Baltazar, dkk., 2015)

Tabel 4.8. Perbandingan kadar gliserol terhadap waktu adsorpsi

Jenis Waktu Suhu KG sebelum KG setelah KG


No. Sumber
adsorben adsorpsi adsorpsi Adsorpsi Adsorpsi (%)
(Menit) (℃) (%) (%)

30 menit 77% 86,2% 9,2%


60 menit 77% 90,2% 13,2%
1. (Aziz, dkk., 2018) Karbon 75 menit 60℃ 77% 91,8% 14,8%
aktif 90 menit 77% 93,5% 16,5%
120 menit 77% 85,8% 8,8%

30 menit 72,8% 86,26% 13,46%


60 menit 72,8% 89,88% 17,08%
2. (Aziz, dkk., 2017) Zeolit alam 75 menit 60℃ 72,8% 93,8% 21%
90 menit 72,8% 94% 21,2%
120 menit 72,8% 83,99% 11,19%

Waktu adsorpsi berpengaruh terhadap kadar gliserol. Semakin


meningkatnya waktu adsorpsi yang digunakan maka senyawa pengotor yang
terserap oleh adsorben menjadi lebih banyak sehingga konsentrasi gliserol yang
dihasilkan ikut meningkat (Syauqiah, dkk., 2011). Namun dengan meningkatnya
waktu adsorpsi maka adanya kemungkinan sisi aktif atau luas permukaan adsorben
telah jenuh oleh adsorbat pengotor yang teradsorpsi, sehingga tidak mampu
mengadsorpsi kembali adsorbat pengotor yang lain (Aziz, dkk., 2008).

30
Karbon aktif Zeolit alam
100
95
90
Kadar gliserol (%)

85
80
75
70
65
60
55
50
30 60 75 90 120
Waktu (Menit)

Gambar 4.3. Perbandingan waktu adsorpsi terhadap kadar gliserol

Pada gambar 4.3 menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gliserol seiring


bertambahnya waktu adsorpsi. Pada waktu adsorpsi 90 menit dan suhu konstan
60℃, menghasilkan kadar gliserol setelah adsorpsi paling besar untuk karbon aktif
sebesar 93,5% dan zeolit alam sebesar 94% dengan kenaikan kadar gliserol untuk
karbon aktif sebesar 16,5% dan zeolit alam sebesar 21,2%. Peningkatan kadar
gliserol disebabkan karena semakin meningkatnya waktu adsorpsi akan
memberikan kesempatan adsorben dan senyawa pengotor berinteraksi, sehingga
senyawa pengotor yang terserap menjadi lebih banyak dan konsentrasi gliserol yang
dihasilkan menjadi lebih besar (Aziz, Aristya, dkk., 2018).

Sedangkan pada waktu adsorpsi 120 menit dan suhu konstan 60℃
menghasilkan kadar gliserol setelah adsorpsi lebih rendah dari waktu adsorpsi yang
lain yaitu 85,8% untuk karbon aktif dan 83,99% untuk zeolit alam dengan kenaikan
kadar gliserol untuk karbon aktif sebesar 8,8% dan zeolit alam sebesar 11,19%.
Menurut penelitian Aziz (2018) hal ini disebabkan karena meningkatnya waktu
adsorpsi yang digunakan, maka akan menyebabkan kejenuhan kapasitas pori
adsorben dalam menjerap adsorbat pengotor gliserol. Sehingga terjadi proses
desorpsi atau pelepasan kembali antara adsorben dan adsorbat pengotor gliserol.
Akibat dari hal ini adsorbat pengotor kembali ke arus fluida dan melakukan fusi
kembali dengan gliserol sehingga kemurnian gliserol menurun.

31
Tabel 4.9. Perbandingan suhu adsorpsi terhadap kadar gliserol

Jenis Waktu adsorpsi Suhu adsorpsi KG sebelum KG setelah KG


No. Sumber
adsorben (Menit) (℃) Adsorpsi (%) Adsorpsi (%) (%)

30℃ 77% 81,53% 4,53%

45℃ 77% 89,33% 12,33%


1. (Aziz, dkk., 2018) Karbon aktif 75 menit 77% 93,8% 16,8%
60℃
77% 87,09% 10,09%
75℃

30℃ 72,8% 89,7% 16,9%

45℃ 72,8% 91,6% 18,8%


2. (Aziz, dkk., 2017) Zeolit alam 75 menit 72,8% 93,5% 20,7%
60℃
72,8% 91,7% 18,9%
75℃

Suhu adsorpsi dapat mempengaruhi kadar gliserol. Semakin rendah suhu


adsorpsi yang digunakan maka energi kinetik dari senyawa pengotor yang terdapat
dalam gliserol menurun, sehingga senyawa pengotor ini berdifusi lebih lambat ke
dalam pori-pori adsorben (Hidayat dan Rahardjo., 2010). Peningkatan penyerapan
adsorbat pengotor menunjukkan sifat endotermik adsorpsi, dimana adsorben akan
menyerap panas dari lingkungan. Perlakuan pemanasan ini dapat menaikkan pori
Si/Al pada zeolit alam dan C pada karbon aktif sehingga proses adsorpsi menjadi
lebih efektif dan dapat meningkatkan kadar gliserol (Aziz, dkk., 2014).

Kadar gliserol Karbon aktif Zeolit alam

100
95
Kadar gliserol (%)

90
85
80
75
70
65
60
55
50
30 45 60 75
Suhu adsorpsi (℃)

Gambar 4.4. Perbandingan suhu adsorpsi terhadap kadar gliserol

32
Pada gambar 4.4 menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gliserol seiring
bertambahnya suhu adsorpsi. Pada suhu adsorpsi 60℃ dan waktu adsorpsi konstan
75 menit, menghasilkan kadar gliserol setelah adsorpsi paling besar untuk karbon
aktif sebesar 93,8% dan zeolit alam sebesar 93,5% dengan kenaikan kadar gliserol
untuk karbon aktif sebesar 16,8% dan zeolit alam sebesar 20,7%. Peningkatan kadar
gliserol disebabkan karena semakin meningkatnya suhu adsorpsi maka akan
meningkatkan energi kinetik atau kecepatan gerak partikel dalam sistem sehingga
semakin banyak tumbukan antar partikel dalam sistem termasuk antar adsorbat
pengotor dengan adsorben. Dengan banyaknya tumbukan maka molekul-molekul
adsorbat pengotor berdifusi lebih cepat ke dalam pori-pori adsorben (Hidayat dan
Rahardjo, 2010).

Sedangkan pada suhu adsorpsi 75℃ dan waktu adsorpsi konstan 75 menit,
terjadi penurunan kadar gliserol yaitu 87,09% untuk karbon aktif dan 91,7% untuk
zeolit alam dengan kenaikan kadar gliserol untuk karbon aktif sebesar 10,09% dan
zeolit alam sebesar 18,9%. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan suhu
adsorpsi yang lebih tinggi dapat membuat media berubah dalam hal kualitas, pH,
dan produksi garam selama pemurnian gliserol (Aziz, dkk., 2014). Disamping hal
tersebut, Hidayat (2010) menyatakan bahwa pada proses adsorpsi secara fisik,
penyerapan adsorbat pengotor gliserol akan semakin kecil dengan meningkatnya
temperatur. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya temperatur maka proses
desorpsi semakin besar, sehingga sebagian adsorbat yang teradsorpsi akan terlepas
dari pori atau luas permukaan adsorben secara linier. Oleh karena itu pada suhu di
atas 60℃ kadar gliserol yang diperoleh mengalami penurunan. Selain itu menurut
The Soap and Detergent Association (1990) pemanasan di atas suhu 60℃, dapat
meningkatkan tekanan uap gliserol sehingga mengurangi kadar gliserol yang
terdapat pada sampel.

4.2.3 Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Uji Kadar MONG

Pengukuran matter organic non glycerin (MONG) content test atau uji
kadar MONG pada prinsipnya sederhana. Pengujian kadar MONG digunakan untuk
mengetahui sisa bahan organik yang masih terkandung dalam gliserol. MONG
terdiri dari campuran free fatty acid (FFA), fatty acid methyl ester (FAME),

33
gliserida, dan alkohol. MONG harus dihilangkan agar gliserol yang dihasilkan
aman untuk dikonsumsi atau diproduksi sesuai dengan standar. Menurut SNI 06-
1564-1995 kadar MONG yang diperbolehkan, harus kurang dari 2,5% (Kongjao,
dkk., 2010).

Penelitian pada uji kadar MONG disatukan menurut variabel konsentrasi


adsorben dan ukuran adsorben dengan perbandingan adsorben karbon aktif dan
zeolit alam. Beberapa hasil uji kadar gliserol dengan menggunakan adsorben
karbon aktif dan zeolit alam sebagai berikut.

Tabel 4.10. Perbandingan kadar MONG terhadap konsentrasi adsorben

Jenis Waktu adsorpsi Suhu adsorpsi Konsentrasi KMONG sebelum KMONG sesudah KMONG
No. Sumber (%)
adsorben (Menit) (℃) (%) Adsorpsi (%) Adsorpsi (%)

6% 16,41% 1,21% 15,2%


9% 16,41% 0,82% 15,59%
1. (Aziz, dkk., 2018) Karbon aktif 75 menit 60℃ 12% 16,41% 0,7% 15,71%
15% 16,41% 2,3% 14,11%

6% 17,99% 1,35% 16,64%


9% 17,99% 0,86% 17,13%
2. (Aziz, dkk., 2014) Zeolit alam 75 menit 60℃ 12% 17,99% 0,72% 17,27%
15% 17,99% 2,1% 15,89%

Konsentrasi adsorben dapat mempengaruhi kadar MONG. Semakin sedikit


konsentrasi adsorben yang ditambahkan, maka sedikit pula adsorbat MONG yang
dapat diadsorpsi oleh adsorben. Dalam penambahan konsentrasi adsorben harus
ditentukan kondisi yang optimal. Penambahan konsentrasi adsorben yang terlalu
banyak maka gliserol akan ikut terjerap masuk ke dalam adsorben karena termasuk
senyawa organik (Aziz, dkk., 2014).

34
2.5

Kadar MONG (%) 2 Karbon aktif Zeolit alam

1.5

0.5

0
6 9 12 15
Konsentrasi adsorben (%)

Gambar 4.5. Perbandingan konsentrasi adsorben terhadap kadar MONG

Pada gambar 4.5 menunjukkan terjadinya penurunan kadar MONG seiring


bertambahnya jumlah konsentrasi adsorben. Pada konsentrasi adsorben 12%, suhu
adsorpsi 60℃, dan waktu adsorpsi 75 menit, menghasilkan kadar MONG setelah
adsorpsi paling rendah untuk karbon aktif sebesar 0,7% dan zeolit alam sebesar
0,72% dengan penurunan kadar MONG untuk karbon aktif sebesar 15,71% dan
zeolit alam sebesar 17,27%. Penurunan kadar MONG disebabkan karena semakin
bertambahnya konsentrasi adsorben, maka semakin banyak molekul adsorbat dan
adsorben yang saling berinteraksi dalam proses adsorpsi. Sehingga adsorbat
pengotor MONG seperti : free fatty acid (FFA), fatty acid methyl ester (FAME),
gliserida, dan alkohol semakin banyak yang teradsorp oleh adsorben (Aziz, dkk.,
2014).

Sedangkan pada konsentrasi adsorben 15%, suhu adsorpsi 60℃, dan waktu
adsorpsi 75 menit, menghasilkan kadar MONG setelah adsorpsi lebih tinggi dari
konsentrasi adsorben yang lain yaitu 2,3% untuk karbon aktif dan 2,1% untuk zeolit
alam dengan penurunan kadar MONG untuk karbon aktif sebesar 14,11% dan zeolit
alam sebesar 15,89%. Menurut penelitian Aziz (2014), hal ini disebabkan karena
terlalu banyak konsentrasi adsorben yang ditambahkan maka terdapat kemungkinan
terjadinya interaksi antara gliserol dan adsorben sehingga gliserol ikut terserap ke
dalam adsorben sedangkan adsorbat pengotor MONG tidak terserap secara optimal.
Sifat ini terjadi karena gliserol memiliki tiga gugus -OH yang bersifat polar, dapat
membentuk ikatan kimia dengan situs-situs aktif pada permukaan adsorben.

35
Tabel 4.11. Perbandingan kadar MONG terhadap ukuran adsorben

Ukuran Suhu aktivasi KMONG sebelum KMONG setelah KMONG


No. Sumber Jenis adsorben
(µm) (℃) Adsorpsi (%) Adsorpsi (%) (%)
1. (Barbosa, dkk., 2020) - Karbon aktif 250 µm 150℃ 7,28% 6,78% 0,5%
(Aziz, dkk., 2017) - Zeolit alam 250 µm 450℃ 7,04% 6,20% 0,84%
2. (Muniru, dkk., 2016) - Karbon aktif 200 µm 105℃ 16,87% 0,83% 16,04%
(Aziz, dkk., 2014) - Zeolit alam 200 µm 450℃ 17,99% 0,71% 17,28%
3. (Aziz, Aristya, dkk., 2018) - Karbon aktif 180 µm 250℃ 21,34% 0,132% 21,21%
(Nadir dan Marlinda, 2013) - Zeolit alam 180 µm 450℃ 20,67% 0,146% 20,524%

Ukuran adsorben dapat mempengaruhi kadar MONG. Ukuran adsorben


yang besar memiliki luas permukaan adsorben yang kecil sehingga daya serap suatu
adsorben terhadap adsorbat pengotor organik yang terkandung dalam gliserol
rendah (Rifa’i, dkk., 2020). Penurunan daya serap adsorben terhadap MONG
disebabkan karena adsorben telah jenuh oleh adsorbat pengotor organik yang
teradsorpsi, sehingga tidak mampu mengadsorpsi kembali adsorbat pengotor
organik yang lain (Yong, dkk., 2001).

6.5
6 Karbon aktif Zeolit alam
5.5
Kadar MONG (%)

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
180 200 250
Ukuran adsorben (µm)

Gambar 4.6. Perbandingan ukuran adsorben terhadap kadar MONG

Pada gambar 4.6 menunjukkan terjadinya penurunan kadar MONG seiring


berkurangnya jumlah ukuran partikel adsorben. Pada ukuran partikel adsorben 180
µm, menghasilkan kadar MONG setelah adsorpsi paling rendah untuk karbon aktif

36
sebesar 0,132% dan zeolit alam sebesar 0,146% dengan penurunan kadar MONG
untuk karbon aktif sebesar 21,21% dan zeolit alam sebesar 20,524%. Penurunan
kadar MONG disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel adsorben maka
daya serap adsorben terhadap adsorbat pengotor MONG ikut meningkat (Wita.,
2015).

Sedangkan pada ukuran partikel adsorben 250 µm menghasilkan kadar


MONG setelah adsorpsi lebih tinggi daripada ukuran partikel adsorben lain yaitu
6,78% untuk karbon aktif dan 6,20% untuk zeolit alam dengan penurunan kadar
MONG untuk karbon aktif sebesar 0,5% dan zeolit alam sebesar 0,84%. Kenaikan
kadar MONG disebabkan karena semakin besar ukuran partikel adsorben maka
daya serap suatu adsorben terhadap sisa-sisa zat pengotor organik yang terkandung
dalam gliserol rendah (Rifa’i, dkk., 2020). Pada hasil ini kadar MONG belum sesuai
standar mutu SNI 06-1564-1995 dikarenakan kadar MONG maksimum adalah
2,5%. Menurut Shahidi (2005), jika kadar MONG sekitar 3-5% akan meningkatkan
masalah seperti bau, warna, dan rasa pada gliserol.

37
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sesuai dengan rumusan


masalah pada bab pertama maka dapat disimpulkan :

1. Kondisi adsorpsi pada proses pemurnian gliserol yang memberikan hasil


kadar gliserol tertinggi berdasarkan parameter yang dikaji adalah sebagai
berikut :
a. Berdasarkan ukuran partikel adsorben didapatkan hasil terbaik pada
ukuran partikel 180 µm, dengan suhu aktivasi 250℃ untuk karbon
aktif dan 450℃ untuk zeolit alam. Kadar gliserol sebelum adsorpsi
yaitu sebesar 79,66% untuk karbon aktif dan 70,79% untuk zeolit
alam. Sedangkan kadar gliserol setelah adsorpsi yaitu sebesar 97,29%
untuk karbon aktif dan 89,02% untuk zeolit alam. Total kenaikan
kadar gliserol setelah diadsorpsi yaitu sebesar 17,63% untuk karbon
aktif dan 18,23% untuk zeolit alam.
b. Berdasarkan waktu adsorpsi didapatkan hasil terbaik pada waktu
adsorpsi 90 menit. Kadar gliserol sebelum adsorpsi yaitu sebesar 77%
untuk karbon aktif dan 72,8% untuk zeolit alam. Sedangkan kadar
gliserol setelah adsorpsi yaitu sebesar 93,5% untuk karbon aktif dan
94% untuk zeolit alam. Total kenaikan kadar gliserol setelah
diadsorpsi yaitu sebesar 16,5% untuk karbon aktif dan 21,2% untuk
zeolit alam.
c. Berdasarkan suhu adsorpsi didapatkan hasil terbaik pada suhu
adsorpsi 60℃. Kadar gliserol sebelum adsorpsi yaitu sebesar 77%
untuk karbon aktif dan 72,8% untuk zeolit alam. Sedangkan kadar
gliserol setelah adsorpsi yaitu sebesar 93,8% untuk karbon aktif dan
93,5% untuk zeolit alam. Total kenaikan kadar gliserol setelah
diadsorpsi yaitu sebesar 16,8% untuk karbon aktif dan 20,7% untuk
zeolit alam.

38
2. Pemilihan jenis adsorben pada proses pemurnian gliserol yang
memberikan hasil kadar MONG terendah berdasarkan parameter yang
dikaji adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan konsentrasi adsorben didapatkan hasil terbaik pada
konsentrasi adsorben 12%. Kadar MONG sebelum adsorpsi yaitu
sebesar 16,41% untuk karbon aktif dan 17,99% untuk zeolit alam.
Sedangkan kadar MONG setelah adsorpsi yaitu sebesar 0,7% untuk
karbon aktif dan 0,72% untuk zeolit alam. Total penurunan kadar
MONG setelah diadsorpsi yaitu sebesar 15,71% untuk karbon aktif
dan 17,27% untuk zeolit alam.
b. Berdasarkan ukuran partikel adsorben didapatkan hasil terbaik pada
ukuran partikel 180 µm, dengan suhu aktivasi 250℃ untuk karbon
aktif dan 450℃ untuk zeolit alam. Kadar MONG sebelum adsorpsi
yaitu sebesar 21,34% untuk karbon aktif dan 20,67% untuk zeolit
alam. Sedangkan kadar MONG setelah adsorpsi yaitu sebesar 0,132%
untuk karbon aktif dan 0,146% untuk zeolit alam. Total penurunan
kadar MONG setelah diadsorpsi yaitu sebesar 21,21% untuk karbon
aktif dan 20,524% untuk zeolit alam.

5.2 Saran

Pada pembahasan yang telah diuraikan, studi ini dapat direkomendasikan


untuk dilakukan studi lapang lebih lanjut. Karena potensi penelitian ini dapat
digunakan sebagai cara mendapatkan adsorben yang memiliki daya serap yang
lebih baik untuk penghilangan adsorbat pengotor yang terkandung dalam gliserol.
Dengan adanya penelitian pemilihan jenis adsorben ini diharapkan dapat
menghasilkan gliserol dengan kadar kemurnian tinggi dan kadar MONG yang
rendah.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adhani, L., Aziz, I., Nurbayti, S., & Oktaviana, C. O. (2016). Pembuatan Biodiesel
dengan Cara Adsorpsi dan Transesterifikasi dari Minyak Goreng Bekas.
Jurnal Kimia VALENSI, 2(3), 71–80.

Anggraeni, I. S., & Yuliana, L. E. (2015). Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah
Tempurung Siwalan (Borassus Flabellifer L.) dengan Menggunakan Aktivator
Seng Klorida (ZnCl2) dan Natrium Karbonat (Na2CO3). Tugas Akhir, 1–19.

Anzar, E., Yusi, M. S., & Bow, Y. (2018). Purification of Crude Glycerol from
Biodiesel By-product by Adsorption using Bentonite. Indonesian Journal of
Fundamental and Applied Chemistry, 3(3), 83–88.

Ardi, M. S., Aroua, M. K., & Hashim, N. A. (2015). Progress, Prospect and
Challenges in Glycerol Purification Process: A Review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 42, 1164–1173.

Asip, F., Mardhiah, R., & Husna. (2008). Uji Efektifitas Cangkang Telur dalam
Mengadsorbsi Ion Fe dengan Proses Batch. Jurnal Teknik Kimia, 15(2), 22–
26.

Atikah, W. S. (2017). Potensi Zeolit Alam Gunung Kidul Teraktivasi sebagai


Media Adsorben Pewarna Tekstil. Arena Tekstil, 32(1), 17–24.

Atkins, P., & Julio De Paula. (1998). Atkins’ Physical Chemistry. In The Laws of
Thermodynamics (8th ed.). Online Resource Centre.

Aziz, I., Aristya, M. N., Hendrawati, & Adhani, L. (2018). Peningkatan Kualitas
Crude Glycerol dengan Proses Adsorpsi menggunakan Sekam Padi. Jurnal
Kimia VALENSI, 4(1), 34–41.

Aziz, I., Fadhilah, N. H. B., & Hendrawati, H. (2017). Penggunaan H-Zeolit dan
Tawas dalam Pemurnian Crude Glycerol dengan Proses Adsorpsi dan
Koagulasi. Jurnal Kimia VALENSI, 3(1), 35–43.

Aziz, I., Las, T., & Shabrina, A. (2014). Pemurnian Crude Glycerol dengan Cara

40
Pengasaman dan Adsorpsi menggunakan Zeolit Alam Lampung. Chemistry
Progress, 7(2).

Aziz, I., Nurbayti, S., & Luthfiana, F. (2008). Pemurnian Gliserol dari Hasil
Samping Pembuatan Biodiesel menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng
Bekas. Jurnal Kimia VALENSI, 1(3).

Aziz, I., Sulistina, R. C., Hendrawati, & Adhani, L. (2018). Purification of Crude
Glycerol from Acidification Using Tea Waste. IOP Conference Series: Earth
and Environmental Science, 175(1).

Barbosa, S. L., de Freitas, M. S., dos Santos, W. T. P., Nelson, D. L., de Freitas
Marques, M. B., Klein, S. I., Clososki, G. C., Caires, F. J., Nassar, E. J.,
Zanatta, L. D., Agblevor, F. A., Afonso, C. A. M., & Moraes Baroni, A. C.
(2020). Preparation of Activated Charcoal from Acrocomia Aculeata for
Purification of Pretreated Crude Glycerol. Biomass Conversion and
Biorefinery.

Budiarto, H., & Adiwarna. (2013). Pengaruh Konsentrasi Gliserin terhadap


Viskositas dari Pembuatan Pasta Gigi Cangkang Kerang Darah. Jurnal
Konversi, 2(1), 13–22.

Chol, C. G., Dhabhai, R., Dalai, A. K., & Reaney, M. (2018). Purification of Crude
Glycerol Derived from Biodiesel Production Process: Experimental Studies
and Techno-Economic Analyses. Fuel Processing Technology, 178(December
2017), 78–87.

Darnoko, D., & Cheryan, M. (2000). Kinetics of Palm Oil Transesterification in a


Batch Reactor. JAOCS, Journal of the American Oil Chemists’ Society,
77(12), 1263–1267.

Dewajani, H., Hakim, A. R., Iswara, M. A., Susanti, T., & Pratiwi, D. (2020). The
Effect of Concentration and Acid Types on the Acidification Process for
Improving the Glycerol Concentration and its Application as a Bio additive.
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 732(1).

Dhabhai, R., Ahmadifeijani, E., Dalai, A. K., & Reaney, M. (2016). Purification of
Crude Glycerol Using a Sequential Physico-Chemical Treatment, Membrane

41
Filtration, and Activated Charcoal Adsorption. Separation and Purification
Technology, 168, 101–106.

Hazra, F., & Septiawan, I. (2014). Pemurnian Gliserol dari Hasil Samping
Produksi Biodiesel Minyak Kelapa Sawit. 4.

Herdiana, I., & Aji, N. (2020). Fraksinasi Ekstrak Daun Sirih dan Ekstrak Gambir
serta Uji Antibakteri Streptococcus mutans. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
19(Mei), 33–42.

Hidayat, Y., & Rahardjo, S. B. (2010). Optimasi Kapasitas Adsorpsi Gliserol pada
γ-Al2O3 dan Efek Tegangan Permukaannya terhadap Daya Serap
Adsorpsinya sebagai Kajian Awal Pemisahan Gliserol pada Limbah
Biodiesel. II(2).

Hudha, M. I., Daryono, E. D., & R, E. K. (2017). Spray Anti Jamur Biocompatible
dari Pemurnian Crude Gliserol pada Tanaman Mangga dengan Variasi Rasio
KOH terhadap Ester dan pH Asidifikasi. 1–8.

Jaichandar, S., & Annamalai, K. (2011). The Status of Biodiesel as an Alternative


Fuel for Diesel Engine – An Overview. Journal of Sustainable Energy &
Environment, 2, 71–75.

Kocsisová, T., & Cvengroš, J. (2006). G-Phase from Methyl Ester Production –
Splitting and RefininG. Petroleum & Coal, 48(2), 1–5.

Kongjao, S., Damronglerd, S., & Hunsom, M. (2010). Purification of Crude


Glycerol Derived from Waste Used-Oil Methyl Ester Plant. Korean Journal
of Chemical Engineering, 27(3), 944–949.

Kurniasari, L. (2010). Potensi Zeolit Alam sebagai Adsorben Air pada Alat
Pengering. Jurnal Momentum, 6(1), 17–20.

Langenati, R., Mordiono, R., Mustika, D., Wasito, B., & Ridwan. (2012). Pengaruh
Jenis Adsorben dan Konsentrasi Uranium terhadap Pemungutan Uranium dari
Larutan Uranil Nitrat. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN, Serpong,
8(2), 67–122.

Lestari, D. Y. (2010). Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari

42
Berbagai Negara. Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia
2010, 6.

Manosak, R., & Hunsom, M. (2011). Sequential-Refining of Crude Glycerol


Derived from Waste Used-Oil Methyl Ester Plant Via a Combined Process of
Chemical and Adsorption. Fuel Processing Technology, 92(1), 92–99.

Manosak, R., Limpattayanate, S., & Hunsom, M. (2011). Sequential-Refining of


Crude Glycerol Derived from Waste Used-Oil Methyl Ester Plant Via a
Combined Process of Chemical and Adsorption. Fuel Processing Technology,
92(1), 92–99.

Manurung, R. (2006). Transesterifikasi Minyak Nabati. Jurnal Teknologi Proses,


5(1), 47–52.

Meshko, V., Markovska, L., Mincheva, M., & Rodrigues, A. E. (2001). Adsorption
of Basic Dyes on Granular Acivated Carbon and Natural Zeolite. Water
Research, 35(14), 3357–3366.

Muniru, O. S., Ezeanyanaso, C. S., Fagbemigun, T. K., Akubueze, E. U., Oyewole,


A. O., Okunola, O. J., Asieba, G., Shifatu, A. O., Igwe, C. G., & Elemo, G. N.
(2016). Valorization of Biodiesel Production: Focus on Crude Glycerine
Refining/Purification. Journal of Scientific Research and Reports, 11(5), 1–8.

Musin, E. (2001). Adsorption Modeling. June, 577–708.

Nadeak, S., Mentari Hasibuan, J., Widya Naibaho, L., & Suriani Sinaga, M. (2019).
Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam sebagai Adsorben Pada
Pemurnian Gliserol dengan Metode Asidifikasi dan Adsorpsi. Jurnal Teknik
Kimia USU, 8(1), 25–31.

Nadir, M., & Marlinda. (2013). Peningkatan Kadar Gliserol Hasil Samping
Pembuatan Biodiesel dengan Metode Adsorpsi Asam Lemak Bebas (ALB)
menggunakan Fly Ash. Konversi, 2(Vol 2, No 2 (2013): Oktober 2013), 1–8.

Naibaho, L. W. (2019). Pemurnian Crude Gliserol dengan Proses Asidifikasi


dilanjutkan dengan Adsorpsi menggunakan Daum Bambu sebagai Adsorben.
In Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

43
Nanda, M. R., Yuan, Z., Qin, W., Ghaziaskar, H. S., Poirier, M. A., & Xu, C. C.
(2014). Thermodynamic and Kinetic Studies of a Catalytic Process to Convert
Glycerol into Solketal as an Oxygenated Fuel Additive. Fuel, 117(PART A),
470–477. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2013.09.066

Novitasari, D., Ratnasari, D., & Setyawardhani, D. A. (2012). Pemurnian Gliserol


dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel. Ekuilibium, 11(1), 13–17.

Nurafriyanti, Prihatini, N. S., & Syauqiah, I. (2017). Pengaruh Variasi pH dan Berat
Adsorben dalam Pengurangan Konsentrasi Cr Total pada Limbah Artifisial
menggunakan Adsorben Ampas Daun Teh. Jukung Jurnal Teknik Lingkungan,
3(1), 56–65.

Pambayun, G. S., Yulianto, R. Y. E., Rachimoellah, M., & Putri, E. M. M. (2013).


Pembuatan Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator
ZnCl2 dan Na2CO3 sebagai Adsorben Untuk Mengurangi Kadar Fenol dalam
Air Limbah. Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 116–120.

Rahayu, I. (2007). Praktis Belajar Kimia.

Rahmi, U. (2006). Pengaruh Jenis Asam dan pH pada Pemurnian Residu Gliserol
dari Hasil Samping Produksi Biodiesel.

Ramdja, A. F., Halim, M., & Handi, J. (2008). Pembuatan Karbon Aktif dari
Pelepah Kelapa (Cocus nucifera). Jurnal Teknik Kimia, 15(2), 1–8.

Rifa’i, A., Yuliani, H., Purnamastuti, F. N., Kalembang, E., Mayasari, R. D.,
Fitriani, D. A., & Hidayat, A. S. (2020). Pemurnian Gliserin dengan
Menggunakan Metode Adsorpsi Karbon Aktif Lokal. Jurnal Inovasi Dan
Teknologi Material, 1(2), 1–6.

Rini, D. K., & Anthonius, F. (2010). Optimasi Aktivasi Zeolit Alam untuk
Dehumidifikasi. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Semarang :
Universitas Diponegoro, 024, 1–11.

Ruíz-Baltazar, A., Reyes-López, S. Y., Tellez-Vasquez, O., Esparza, R., Rosas, G.,
& Pérez, R. (2015). Analysis for the Sorption Kinetics of Ag Nanoparticles on
Natural Clinoptilolite. Advances in Condensed Matter Physics, 2015.

44
https://doi.org/10.1155/2015/284518

Sahraeni, S., Syahrir, I., & Bagus. (2019). Aktivasi Kimia menggunakan NaCL pada
Pembuatan Karbon Aktif dari Tanah Gambut. 2019, 145–150.

Sandra, S., Konstantinović, Danilović, B. R., Ćirić, J. T., Ilić, S. B., Savić, D. S., &
Veljković, V. B. (2016). Valorization of Crude Glycerol from Biodiesel
Production. Chemical Industry and Chemical Engineering Quarterly, 22(4),
461–489.

Saputri, D. E. (2016). Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Aktivator KOH pada Proses
Pembuatan Karbon Aktif dari Cangkang Sawit untuk Mengolah POME.

Sari, N., Helwani, Z., & Rionaldo, H. (2015). Esterifikasi Gliserol dari Produk
Samping Biodiesel menjadi Triasetin menggunakan Katalis Zeolit Alam. Jom
F Teknik, 2(1), 1–7.

Shahidi, F. (2005). Bailey ’S Industrial Oil and Fat Oil and Fat Products. In Bailey’s
Industrial Oil and Fat Products (Vol. 1).

Siregar, Y. D. I., Heryanto, R., Lela, N., & Lestari, T. H. (2015). Karakterisasi
Karbon Aktif asal Tumbuhan dan Tulang Hewan menggunakan FTIR dan
Analisis Kemometrika. Jurnal Kimia VALENSI, 1(November), 103–116.

Speight, J. G. (2005). Lange’s Handbook of Chemistry (16 th).

Surbakti, W. M., M.H, G. R., & Sinaga, M. S. (2016). Pengaruh Pelarut Kloroform
dalam Pemurnian Gliserol dengan Proses Asidifikasi Asam Klorida. Jurnal
Teknik Kimia USU, 5(3), 38–43.

Suseno, N., Adiarto, T., Alviany, R., & Novitasari, K. (2019). Pemurnian Gliserol
Hasil Produk Samping Biodiesel dengan Kombinasi Proses Adsorpsi-
Mikrofiltrasievaporasi. Jurnal Teknik Kimia, 13(2).

Syauqiah, I., Amalia, M., & Kartini, H. A. (2011). Analisis Variasi Waktu dan
Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan
Arang Aktif. Info Teknik, 12(1), 11–20.

Tan, H. W., Aziz, A. R. A., & Aroua, M. K. (2013). Glycerol Production and its

45
Applications as a Raw Material: A Review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 27, 118–127.

Triyanto, A. (2013). Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas menggunakan


Arang Ampas Tebu Teraktivasi dan Penetralan Dengan NaHSO3. In FMIPA
Universitas Negeri Semarang.

Van Gerpen, J., Shanks, B., Pruszko, R., Clements, D., & Knothe, G. (2004).
Biodiesel Analytical Methods August 2002 - January 2004. Nrel/Sr-510-
36240, July 2004, 100.

Verayana, Paputungan, M., & Iyabu, H. (2018). Pengaruh Aktivator HCl dan H
3PO4 terhadap Karakteristik (Morfologi Pori) Arang Aktif Tempurung Kelapa
serta Uji Adsorpsi pada Logam Timbal (Pb). Jurnal Entropi, 13(1), 67–75.

Widayat, Suherman, & Haryani, K. (2006). Optimasi proses Adsorbsi Minyak


Goreng Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam: Studi Pengurangan Bilangan
Asam. Jurnal Teknik Gelagar, 17(01), 77–82.

Widjajanti, E., P, R. T., & Utomo, M. P. (2011). Pola Adsorpsi Zeolit terhadap
Pewarna Azo Metil Merah dan Metil Jingga. Prosiding Seminar Nasional
Penelitan, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011, 115–122.

Wita, M. (2015). Perbaikan Proses Pemurnian Gliserol Hasil Samping Industri


Biodiesel menggunakan Distilasi Vakum mulia wita. Institut Pertanian Bogor.

Yong, K. ., Ooi, T. L., Dzulkefly, K., Wan Yunus, W. M. Z., & Hazimah, A. .
(2001). Refining of Crude Glycerine Recovered from Glycerol Residue by
Simple Vacuum Distillation. Journal of Oil Palm Research, 13(2), 39–44.

46
LAMPIRAN

Kadar gliserol (SNI-06-1564-1995)


Metode :
Crude glycerol sebanyak 0.1 g dilarutkan dalam 10 mL aquadest lalu
ditambah 1 tetes indikator biru bromtimol. Larutan kemudian diasamkan dengan
H2SO4 0.2 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan. Larutan dinetralkan dengan
NaOH 0.05 N secara hati-hati sampai terbentuk warna biru. Setelah itu, larutan
tersebut ditambah NaIO4 sebanyak 10 mL lalu diaduk secara perlahan. Larutan
selanjutnya ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama
30 menit. Larutan kemudian ditambah etilena glikol sebanyak 2 mL lalu ditutup
dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 20 menit. Larutan
diencerkan dengan 60 mL aquadest kemudian ditambah 3 tetes indikator bromtimol
biru. Larutan hasil campuran tersebut ditirasi perlahan-lahan dengan NaOH 0.5 N
sampai terbentuk warna biru. Proses tersebut juga dilakukan untuk blanko atau
penambahan reagen tanpa sampel. Kadar gliserol dihitung dengan rumus dalam
persamaan (1) sebagai berikut :
(𝑇 – 𝑇 ) x N x 9,209
KG (%) = 1 2 𝑊

Keterangan :
KG = Kadar Gliserol (%)
T1 = Volume NaOH untuk titrasi contoh (mL)
T2 = Volume NaOH untuk titrasi blanko (mL)
N = Normalitas NaOH (N)
W = Bobot contoh (g)
9.209 = Faktor gliserol

Kadar air (SNI-06-1564-1995) secara Karl Fischer Method


Metode :
Sampel sejumlah 5 g ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah
dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan
dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang,
kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) sebagai berikut :
b−(c−a)
KAir (%) = 𝑏

Keterangan :
KAir = Kadar Air (%)
a = Bobot cawan (gram)
b = Bobot sampel (gram)
c = Bobot cawan + sampel (setelah pengeringan)

47
Kadar abu (SNI-06-1564-1995)
Metode :
Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen
yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel
tersebut dibakar dengan pemanas dalam ruang asap, sampai sampel tidak berasap
dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550 °C sampai dihasilkan abu yang
berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali
didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang.
Cara perhitungan kadar abu total ditunjukkan pada persamaan (3) berikut ini :
𝑊
KAbu (%) = 𝑊1 x 100
2

Keterangan:
KAbu = Kadar abu (%)
W1 = Massa gliserol setelah pembakaran (g)
W2 = Massa gliserol sebelum pembakaran (g)

Kadar MONG (SNI-06-1564-1995)


Metode :
Kadar MONG dapat dihitung dengan perbedaan dari 100% dari tiga
komposisi sebelumnya (Manosak dan Hunsom, 2011). Cara perhitungan kadar abu
total ditunjukkan pada persamaan (4) berikut ini :
KMONG (%) = (100 – (% KG + % KAir + % KAbu))

Keterangan:
KMONG = Kadar zat organik selain gliserol (%)
KG = Kadar Gliserol (%)
KAir = Kadar Air (%)
KAbu = Kadar Abu (%)

Lampiran 1 Tabel Uji Fisik Gliserol dengan Adsorben Karbon Aktif

Sumber Physical properties


No. Kadar Kadar Kadar Kadar
(Karbon aktif)
Gliserol (%) Air (%) Abu (%) MONG (%)
1. (Manosak, dkk., 2011) 96,2 0,06 2,08 1,66

2. (Muniru, dkk., 2016) 97 0,03 1,30 0,83

3. (Aziz, Aristya, dkk., 2018) 97,29 1,698 0,885 0,132

4. (Surbakti, dkk., 2016) 90,9082 0,2183 8 1,1357

5. (Aziz, Sulistina, dkk., 2018) 96 3 0,3 0,7

6. (Nadeak, dkk., 2019) 67,222 2,796 13,852 16,130

7. (Kongjao, dkk., 2010) 93,34 1,5 0,00045 5,16

48
Sumber Physical properties
No. Kadar Kadar Kadar Kadar
(Karbon aktif)
Gliserol (%) Air (%) Abu (%) MONG (%)
8. (Barbosa, dkk., 2020) 95,99 - - 6,78

9. (Aziz, dkk., 2008) 76,43 - - -

Lampiran 2 Tabel Uji Fisik Gliserol dengan Adsorben Zeolit Alam

Sumber Physical properties


No. Kadar Kadar Kadar Kadar
Zeolit Alam
Gliserol (%) Air (%) Abu (%) MONG (%)
1. (Aziz, dkk., 2017) 77,079 10,76 5,96 6,20

2. (Aziz, dkk., 2014) 88,91 7,38 3 0,71

3. (Sari, dkk., 2015) 85 10 4 1

4. (Anzar, dkk., 2018) 89,5 4,3 3,6 2,6

5. (Nadir dan Marlinda, 2013) 89,02 - - 0,146

6. (Novitasari, dkk., 2012) 92,93 - - 1,98

49

Anda mungkin juga menyukai