Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN TUGAS KIMIA ANALISIS

KANDUNGAN LOGAM DALAM LIMBAH CAIR PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

DOSEN PENGAMPU:

DIAH AGUSTINA PUSPITASARI, S.T., M.T., Ph.D

DISUSUN OLEH:

Siti Zakhirah ( 225061107111041 )


Hanna Valida ( 225061107111042 )
Alya Zahrah Anandra Putri ( 225061107111043 )
Anggun Azmi ( 225061107111044 )
Aurellia Hayatunisa ( 225061107111045 )
Dimas Kartiko Aji ( 225061107111046 )
Kurnia Dyah Aulia Listanti ( 225061107111047 )

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
I. LATAR BELAKANG

Perkembangan industri kelapa sawit berlangsung sangat cepat di Indonesia saat ini.
Pembangunan pabrik-pabrik kelapa sawit semakin meningkat sebagai akibat dari semakin
tingginya produksi tandan buah segar yang dihasilkan. Pengolahan kelapa sawit tidak hanya
menghasilkan minyak kelapa sawit, namun juga menghasilkan limbah (Wulandari et al, 2016)

Limbah pada dasarnya adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil
aktivitas manusia, maupun proses-proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan
mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Nilai ekonomi yang negatif, karena pengolahan
memerlukan biaya yang besar disamping juga mencemari lingkungan (Said, 1996).

Limbah industri kelapa sawit merupakan limbah yang dihasilkan pada saat proses
pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah
cair dan limbah gas. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak sawit (CPO) dan inti
sawit (kernel) di pabrik kelapa sawit (PKS) termasuk limbah cair. Beberapa limbah yang
digolongkan sebagai limbah padat yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang atau
tempurung, serabut atau serat dan sludge atau lumpur. Limbah gas dapat berasal dari gas cerobong
dan uap air buangan pabrik kelapa sawit (Prayitno,dkk. 2008).

Pada proses produksi industri kelapa sawit, limbah cair merupakan limbah yang paling
banyak dihasilkan dibanding jenis limbah lainnya yakni sekitar 60% dari total 100% pada proses
pengolahan tandan buah segar. (Budianta,2004). Limbah cair industri umumnya mengandung
logam berat seperti Pb, Cu, Zn, Cd, dan lain-lain. Limbah cair tersebut jika dibuang ke lingkungan
secara langsung dapat merusak sumber daya alam dan lingkungan. (Wulandari,dkk. 2016).

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau palm oil mill effluent (POME) merupakan
salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik yang berasal
dari hasil samping proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit untuk menghasilkan
crude palm oil (CPO) . Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit (CPO) akan
menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup besar (Nasution, 2004)

Limbah cair pabrik kelapa sawit berwarna kecoklatan, terdiri dari padatan terlarut dan
tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan COD dan BOD tinggi 68.000ppm
dan 27.000ppm, bersifat asam (pH nya 3,5 - 4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahanbahan terlarut dan
tersuspensi (selulosa,protein,lemak) dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar berupa emulsi.
Kandungan TSS LCPKS tinggi sekitar 1.330 – 50.700 mg/L , tembaga (Cu) 0,89 ppm, seng (Zn)
2,3 ppm serta amoniak 35 ppm (Ma, 2000).

Untuk meneliti tingkat bahaya atau tidaknya logam berat yang dihasilkan dari limbah
industri kelapa sawit maka dibutuhkan alat ukur kadar logam berat. Salah satu alat yang digunakan
adalah Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). AAS merupakan suatu metode pengukuran
yang didasarkan pada jumlah radiasi yang diserap oleh atom-atom bila sejumlah radiasi dilewatkan
melalui sistem yang mengandung atom-atom itu. Jumlah radiasi yang terserap sangat tergantung
pada jumlah atom itu untuk menyerap radiasi. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diserap
(absorbansi) maka konsentrasi unsur dalam cuplikan dapat diketahui. Metode SSA
(Spektrofotometri serapan atom) atau AAS (Atomic Abssorption Spectrophometry), ini merupakan
salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur didalam suatu
bahan bahkan dapat menganalisis sampel dalam jumlah sedikit, karena metode ini memiliki
kepekaan, ketelitian dan selektifitas yang sangat tinggi (Wulandari et al, 2016).

II. DAMPAK LIMBAH

Kandungan logam berat pada limbah industri kelapa sawit dikatakan berbahaya jika
melebihi baku mutu air limbah yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia nomor 5 tahun 2014. Sumber daya air yang tercemar oleh unsur-unsur logam berat dari
limbah cair industri kelapa sawit baru dapat dikatakan layak digunakan oleh manusia apabila
unsur-unsur yang dikandungnya sudah memenuhi standar baku mutu air (Junika,2016).
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak sawit (CPO) dan inti sawit
(kernel) di pabrik kelapa sawit (PKS) termasuk limbah cair. Limbah cair tersebut jika dibuang ke
lingkungan secara langsung dapat merusak sumber daya alam dan lingkungan, seperti gangguan
pencemaran alam dan pengurasan sumber daya alam, yang nantinya dapat menurunkan kualitas
lingkungan antara lain pencemaran tanah, air, dan udara bahkan bisa beracun bagi manusia karena
di dalam limbah cair bisa mengandung logam berat yang berbahaya dengan konsentrasi tinggi
(Junika,2016).

III. METODE ANALISIS

3.1 Jenis Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan logam pada limbah cair minyak
kelapa sawit adalah metode AAS. AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) merupakan suatu
instrumen yang digunakan pada metode pengujian unsur-unsur logam dan metaloid (Ayrus,2021).
Syarat analisis kadar logam menggunakan AAS yaitu murni, bebas dari partikel, mudah
larut dalam air, konsentrasi logam yang dapat ditetapkan harus di atas batas minimum deteksi
(cmd). Prinsip kerja metode AAS adalah melalui absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan
atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak tergantung pada temperatur. (Ayrus,2021).
Mekanisme kerja AAS sebagai berikut
Pada mulanya sampel disedot menggunakan selang yang sangat tipis, kecepatan selang
dalam menyedot sampel dikontrol oleh komputer, kemudian sampel tersebut masuk ke dalam
nebulizer. Di dalam nebulizer, Sampel diubah menjadi kabut asap/aerosol dalam bentuk kering
dan dikeringkan. Selanjutnya kabut asap diuapkan menuju flame/ nyala api. Di Dalam nyala api
aerosol disemburkan ke bagian burner menjadi atom netral dalam keadaan ground state/standar. Di
dalam flame terdapat lubang yang berfungsi sebagai jalan pancaran sinar yang berasal dari lampu
katoda. Pancaran sinar tersebut menembus api dan atom - atom ground state menyerap radiasi,
akibatnya atom tereksitasi dari keadaan standar menjadi keadaan tereksitasi. Selanjutnya, sinar
tersebut menuju monochromator, fungsi monochromator adalah mengubah sinar polikromatis
menjadi monokromatis. Sinar monokromatis menuju detector dan sinar diubah menjadi sinyal
listrik. Sinyal listrik diterima oleh komputer dengan melihat abrsopannya (Ayrus,2021).

3.2 Prosedur Metode Analisis


Menggunakan metode uji AAS (Atomic Absorption Spektrofotometri) dengan level
deteksi kadar logam Cu kisaran 0,2-10 mg/L pada panjang gelombang 324,7 nm, kadar logam Zn
kisaran 0,05-2,0 mg/L dengan panjang gelombang 213,9 nm, kadar logam Cd kisaran 0,2- 1
kg/ml pada panjang gelombang 228,8 nm, kadar Fe kisaran 0,3-6,0 mg/ml dengan panjang
gelombang 248,3 nm, kadar Pb kisaran 1-5 mg/ml dengan panjang gelombang 220,353 nm, dan
Cr kisaran 0,5 kg/ml dengan panjang gelombang 357,9 nm. Metode ini berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020.

3.2.1 Pengawetan Sampel


Bila sampel tidak dapat segera diuji, maka sampel diawetkan sesuai petunjuk SNI
6989.84.2019, bahwa logam total diasamkan dengan HNO3 sampai pH < 2 dengan
menggunakan wadah botol plastik (polyethylene) atau botol gelas.

3.2.2 Preparasi Larutan Pengencer


Larutan pengencer dibuat dengan menambahkan HNO3 65% ke dalam aquatrides
1000 mL pada gelas piala yang berukuran 1000 mL, kemudian campuran ini diaduk hingga
tercampur sempurna (homogen).

3.3.3 Preparasi Sampel


Sampel yang akan diuji digojlok hingga homogen, kemudian sampel diambil 100 mL
dan ditambahkan 5 mL HNO3 65% di dalam gelas piala yang berukuran 100 mL.
Penambahan HNO3 ini dilakukan di dalam lemari asam. Setelah itu, dilakukan proses
destruksi atau pemanasan pada pemanas listrik dalam lemari asam. Proses destruksi ini
berlangsung sampai volume sampel yang didapatkan berkisar 10 mL - 20 mL, proses ini
juga dapat dilihat dari warna sampel yang pekat dan masih terdapat endapan menjadi larutan
yang jernih. Selanjutnya, sampel dengan volume yang berkisar 10 mL - 20 mL ini disaring
menggunakan media penyaring 0,45 μm ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan
aquatrides sampai batas tera labu ukur yang digunakan. Campuran ini kemudian digojlok
hingga tercampur sempurna (homogen) dan sampel dapat diuji dengan instrumen AAS.

3.3.3 Preparasi larutan standar

3.3.3.1 Pembuatan larutan baku logam 100 mg/L


Larutan baku 100 mg/L dibuat dari larutan induk 1000 mg/L dengan mengambil
10 mL larutan induk dan ditambahkan larutan pengencer hingga batas tera dalam labu
ukur 100 mL. Kemudian larutan ini digojlok hingga tercampur sempurna.

3.3.3.2 Pembuatan Larutan Standar Logam


Larutan Standar dibuat dengan mengencerkan larutan baku 10 mg/L. Setiap
logam memiliki rentang larutan standarnya masing-masing, rentang larutan standar
logam Cu adalah 0,2 - 10 mg/L , logam Zn adalah 0,005 – 2,0 mg/L,dll. Larutan
standar yang digunakan minimal 3 (tiga) kadar yang berbeda secara proporsional dan
berada pada rentang pengukuran.

3.3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi


Kurva kalibrasi unsur Pb, Cu, Zn dan Cd diperoleh dengan mengukur serapan
larutan standar masing-masing unsur pada kondisi optimum unsur Larutan Cu standar,
Cd standar, Pb standar dan Zn standar dengan seri kadar masing-masing larutan yaitu
larutan Cu kadar 0,5; 1;1,5; 2; dan 2,5 mg/L, larutan Cd kadar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1
mg/l, larutan Pb kadar 1; 2; 3; 4 dan 5 mg/L dan larutan Zn kadar 0,2; 0,4; 0,6 dan 0,8
mg/L diinjeksikan pada alat AAS. Hasil absorbansi digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi dan persamaan regresi linear, nilai kemiringan dan perpotongan. Persamaan
garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan y = ax + b, dimana
a adalah kemiringan dan b adalah perpotongan. Secara statistik harga a dan b
diperoleh dari persamaan berikut :
𝑛 (∑𝑥𝑦)−(∑𝑥)(∑𝑦)
𝑎 = ……………(1)
2 2
𝑛(∑𝑥 )−(∑𝑥)

Harga b diperoleh dari substitusi persamaan regresi :


𝑏 = 𝑦 − 𝑎 .............................................. (2)
Nilai regresi yang diperbolehkan yaitu mendekati angka 1 dan memenuhi syarat yang
telah ditentukan oleh SNI 6989.84:2019 bahwa koefisien korelasi regresi linier yang
diperbolehkan yaitu r ≥ 0,995. Maka kurva kalibrasi di atas dapat digunakan sebagai
acuan dalam penentuan kandungan logam pada sampel.
Contoh :
Penentuan kandungan Logam Cu pada limbah cair minyak kelapa sawit

Sampel Konsentrasi Cu Absobansi


(mg/L) Rata-Rata

Standar 1 0,5000 0,0884

Standar 2 1,0000 0,1698

Standar 3 1,5000 0,2490

Standar 4 2,0000 0.3350

Standar 5 2,5000 0,3965

Linieritas kurva kalibrasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) pada
persamaan garis regresi linier. Persamaan garis regresi linier dihitung dari konsentrasi
larutan standar Cu (mg/L) sebagai variabel x dan serapan sebagai variabel y, sehingga
persamaan garis linear untuk standar Cu yaitu y = 0,15628 x + 0,01332 dan
membentuk garis linier dengan nilai R = 0,999 Nilai regresi yang diperolehkan yaitu
mendekati angka 1 dan memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh SNI
6989.84:2019 bahwa koefisien korelasi regresi linier yang diperbolehkan yaitu r ≥
0,995. Maka kurva kalibrasi di atas dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan
kandungan logam Cu pada sampel.

3.4 Dasar Pemilihan Metode


Metode Spektrofotometri serapan atom ini merupakan salah satu metode analisis
yang dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur didalam suatu bahan bahkan dapat
menganalisis sampel dalam jumlah sedikit, karena metode ini memiliki kepekaan,
ketelitian dan selektivitas yang sangat tinggi. Selain itu, beberapa unsur yang berlainan
dapat diukur, pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan sampel, output data
(absorbance) dapat dibaca langsung. (Jaya Farida, dkk., 2013). AAS mampu mendeteksi
adanya logam berat seperti Pb dalam kadar yang sulit dideteksi dengan metode lain
(Khopkar, 1990).
DAFTAR PUSTAKA

Ayrus Suci.2021.Penentuan Kandungan Logam Berat Cu DAN Zn Pada Sampel Air Limbah Kelapa
Sawit Dengan Metode AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometry).Karya Ilmiah, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Jambi.

Jaya, Farida, Guntarti, A., Kamal, Zainul. 2013. Determination Of Pb Levels in Various Shampoo Brands
by Atomic Adsorption Spectrophotometry Metods.Pharmaciana. Vol. 3(2):9-13.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Ma.A.N. 2000. Management of palm oil industrial effluent. In. Basiron,Y., B.S. Jailani and k.w.
Chan . Advances in oil palm research. Vol II. Malaysian palm oil board, Ministry of primary
industrie , Malaysia.

Nasution.D.Y. 2004. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari kolam akhir
(final pond) dengan proses koagulasi melalui elektrolisis. Jurnal Sains Kimia. 8(2): 38-40.

Said, E. G., 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Bogor:
Trubus Agriwidya.

Sapto Prayitno, dkk. 2008. Produktivitas Kelapa Sawit (elaeis guineensis jacq.) Yang Dipupuk
Dengan Tandan Kosong Dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Ilmu Pertanian Vol. 15 No.
1, 2008 : 37 – 48

Wulandari, J., Asrizal, & Zulhendri. (2016). Analisis Kadar Logam Berat Pada Limbah Industri
Kelapa Sawit Berdasarkan Hasil Pengukuran Atomic Absorption Spectrophotometry (Aas).
Pillar of Physics, 8, 57–64.

Anda mungkin juga menyukai