Anda di halaman 1dari 2

-BENCANA SOSIAL KASUS LUMPUR PT.

LAPINDO BRANTAS SIDOARJO, JAWA TIMUR

Aditya, wartawan sebuah surat kabar digital menuliskan bahwa, Hasil penelitian Kersam
Sumanta, anggota Diling Engineers Club mengungkapkan, luapan lumpur Lapindo di
Sidoarjo, Jawa Timur, diakibatkan oleh kesalahan operasional pengeboran yang disengaja
atau intentional default. Kesalahan utama yang disengaja tersebut memuat tidak
dipatuhinya ketentuan dalam prosedur operasi baku yang telah digunakan seluruh industri
minyak dan gas di dunia.

Semburan lumpur di Desa Siring yang bersumber dari pengeboran PT. Lapindo Brantas tidak
disebabkan oleh bencana alam. Diperkirakan bahwa rencana pihak PT. Lapindo, Direktur PT.
Lapindo sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis
pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona
pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborunnya adalah formasi Kujung.
Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil,
mereka merencanakan memasang
easing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formuasi Kujung yang
sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena
kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, Iumpur overpressure
(bertekanan tinggi) dari forrasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out)
tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).Kersam menjelaskan,
Lapindo tidak mematuhi kaidah operasional yang telah dibakukan para ahli pemboran
sebagai Prosedur Operasi Standar. Ia menuturkan, uji kekuatan formasi di bawah casing 13
5/8 inci yang dipasang di 1.092 meter, Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis
tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa
sampai ke permukaan, sehingga mengakibatkan perhitungan menjadi salah. Selain,
perencanaan dan perancangan kegiatan pengeboran, salah satu Chemical Engineer ( Budi
Suyanta) yang bekerja di PT. Lapindo juga melakukan identifikasi pemilihan lingkungan yang
akan digunakan untuk pelaksanaan pengeboran. Budi Suyanta mengidentifikasi mulai dari
alasan pemilihan lingkungan dan mengidentifikasi apakah lingkungan tersebut sudah cocok
atau belum untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi. Namun, ternyata hal tersebut
belum terlaksana secara maksimal sehingga menimbulkan beberapa dampak negatif yang
terjadi.

Dari observasi yang di lakukan oleh Aditya, Masyarakat korban lumpur lapindo harus
berpindah ke lingkungan baru akibat dari pengeboran yang dilakukan oleh PT Lapindo.
Secara tidak langsung akan mengalami perubahan social dan berdasarkan komponen-
komponen di atas masyarakat korban lumpur lapindo dihadapan dengan beberapa factor
yaitu, social, politik, ekonomi, dan budaya di lingkungan baru tersebut.

-ANALISIS MASALAH ETIKA DARI PARA PELAKU


Pada umumnya bencana meluapnya lumpur lapindo qterjadi karena adanya mud volcano
atau lumpur bawah tanah. Yang kedua adalah karena fenomena UGBO di mana fluida bawah
tanah seperti air, minyak, atau gas keluar tanpa melalui lubang pengeboran.Penjelasan
ilmiah atau secara umum semata-mata akan membawa pada kesimpulan bahwa banjir
lumpur di Sidoarjo adalah sebuah bencana alam. Namun ,dibalik itu semua pastilah ada
factor manusia yang bekerja dibelakangnya sehingga alam pun bertindak. Aktivitas
pengeboran, teknik apa yang digunakan, serta lokasi pengeboran adalah keputusan-
keputusan yang diambil oleh manusia. Seperangkat keputusan inilah yang menjadi titik awal
terjadinya bencana, para ahli kebanyakan hanya menduga tanpa memperhitungkan lebih
dalam tentang pengeboran ini. Dari sudut pandang ini, tragedi lumpur panas bukanlah
bencana alam, tetapi bencana teknologi yang terjadi karena kegagalan pengoperasian
sistem teknologi.Kasus lumpur Lapindo menunjukkan ketiadaan etika rekayasa yang
merupakan salah satu kode etik engineer. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
pengeboran yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo kebanyakan hanya
berpikir kaku yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa pernah peduli implikasi
dari teknologi yang mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang awalnya bertujuan untuk
menyejahterakan masyarakat malah sebaliknya menyusahkan masyarakat. Perencanaan
pengeboran dengan membuat prognosis pengeboran yang salah itulah yang menjadi
masalah etika yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo(Direktur PT.Lapindo), tindakan
mereka tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang menjadi bagian dari
kompetensi wajib W.1.4.3 menyelidiki kebutuhan dan menjaga keselamatan masyarakat.
Selain itu, perencanaan dan perancangan dalam pemilihan lingkungan untuk dilakukan
pengeboran tidak terlaksana dengan maksimal karena tidak memikirkan dampak negatif
yang dapat terjadi dari kegiatan proyek tersebut. Tindakan Chemical Engineer ( Budi
Suyanta) tersebut melanggar kompetensi wajib W.1.3.6 Memperhatikan dampak produk &
proyek. Dampak yang ditimbulkan dari masalah etika yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo
idalah masyarakat sekitar yang harus berpindah ke lingkungan baru karena tindakan
pengeboran tersebut. Dalam permasalahan tersebut, Kersam Sumanta, anggota Diling
Engineers Club melakukan penelitian mengenai kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
oleh PT. Lapindo dalam hal pelaksanaan pengeboran tersebut. Tindakan Kersam Sumanta,
anggota Diling Engineers Club sesuai dengan penerapan kompetensi wajib W.1.4.3
menyelidiki kebutuhan dan menjaga keselamatan masyarakat .

Anda mungkin juga menyukai