Anda di halaman 1dari 9

Resi Intan Penatari

Edwin Quirira Zolandre


Fathul Fajar Muktiawan
 Lapindo Brantas, Inc (LBI/saat ini bernama PT
Minarak Lapindo Jaya) bergerak di bidang usaha
eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang
beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. LBI
melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah
kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini
total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah
3.042km2.
 komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating
Interest) perusahaan PT Lapindo Brantas antara lain
PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi
Tbk. (32%) dan Santos Australia (18%), di mana
keluarga Bakrie melalui investasinya memegang
kendali atas PT. Energi Mega Persada Tbk.
 Pada tanggal 29 Mei 2006, PT Lapindo mulai menuai
banyak kecaman atas kelalaiannya karena meluapnya
lumpur panas di daerah Porong, Sidoarjo. Tidak hanya
merusak lingkungan, kelalaian ini berimbas pada
berbagai aspek seperti perubahan social dan budaya
masyarakat, hingga perubahan struktur dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
 Perlu kita tahu, didalam dunia pertambangan
seharusnya tidak dilakukan didaerah pemukiman
warga. Tetapi, apa yang telah dilakukan PT Lapindo
berbeda 1800 dari yang telah ada dalam aturan. Entah
bagaimana pemerintah meloloskan izin PT Lapindo
untuk melakukan pengeboran didaerah pemukiman,
sehingga ketika terjadi kelalaian berdampak pada
semua aspek kehidupan.
 Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui
perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra
Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie
Group.
 Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo
Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal
perijinannya telah terjadi kesimpang siuran prosedur
dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh
lapindo.
 Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh
pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola
Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya
diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur
sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang
memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk
melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata
Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan
rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
 Tanggal 18 Mei 2006, PT. Lapindo melakukan
pengeboran mencapai 8500 kaki.
 PT. Medco Energi telah memperingatkan agar operator
segera memasang selubung (casing) berdiameter 9 5/8
Inci. Hingga kedalaman 9297 kaki, prosedur
pengeboran tersebut diabaikan. Casing hanya
dipasang sampai kedalaman 3580 kaki.
 Tanggal 27 Mei 2006, saat pengeboran mencapai
kedalaman 9297 kaki, Lapindo mengakui kehilangan
lumpur atau Loss. Ini terjadi karena masuknya lumpur
pengeboran yang berfungsi sebagai pelumas &
mengangkat serpihan batu hasil pengeboran.
 Rangkaian alat dicabut hingga kedalaman 4241 kaki,
saat itu terjadilah letupan gas/well kick
 Tanggal 28 Mei 2006, Well Kick ditutup dengan
Kill mud. Saat itu, lapindo berusaha mencabut
mata bor hingga permukaan tetapi gagal karena
terjepit.
 Tanggal 29 Mei 2006, Lumpur menyembur hingga
ketinggian 40 m pada jarak 150 m dari lokasi
pengeboran. Luapan lumpur menggenangi sawah,
pabrik,rumah2 & ruas jalan tol
 Perusahaan Bakrie mengklaim Blow out lumpur
terjadi karena gempa yang berada di jogja.
 Berbeda pendapat dari para peneliti termasuk
ilmuan dari Jepang Prof Mori bahwa posisi
Lapindo berada jauh diluar episentrum gempa
jogja yang artinya getaran yang sampai ke sidoarjo
tidak cukup kuat untuk menimbulkan aktivitas
gunung api lumpur
 Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi
yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga
menyebabkan terjadinya bencana besar yang
mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan
sosial.
 Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo
membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan
segala cara untuk memperoleh keuntungan.
 keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab
membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk
melindungi aset-aset mereka daripada melakukan
penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan
dan sosial yang mereka timbulkan.
 Tidak menggunakan selubung pengaman (casing) pada
saat melakukan pengeboran/prosedur keamanan
 Lumpuhnya sektor industri di Kabupaten Sidoarjo.
 Lumpuhnya sektor ekonomi sebagai akibat rusaknya
infrastruktur darat seperti rusaknya jalan, jalan tol dan
jalur ekonomi darat lainnya seperti jalur transportasi
kereta api dll.
 Kerugian di sektor lain seperti pertanian, perikanan
darat dll.
 Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar seperti
sarana tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, sarana
air bersih dll.
 Hasil uji laboratorium juga menemukan adanya
kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya yaitu
kandungan (B3) yang sudah melebihi ambang batas.
PT. Lapindo, tidak bertindak
adil dalam hal persamaan,
prinsip penghematan adil,
dan keadilan sosial. PT.
Lapindo pun dinilai tidak
memiliki kepedulian
terhadap sesama manusia
atau lingkungan, karena
menganggap peristiwa
tersebut merupakan bencana
alam yang kemudian
dijadikan alasan perusahaan
untuk lepas tanggung jawab.
Dengan segala tindakan
yang dilakukan oleh PT.
Lapindo secara otomatis juga
berarti telah melanggar etika
kebajikan.

Anda mungkin juga menyukai