0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
131 tayangan9 halaman
PT Lapindo melakukan pengeboran minyak di daerah pemukiman yang menyebabkan bencana lumpur panas pada 2006. Kelalaian PT Lapindo dalam prosedur pengeboran dan keengganannya bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan sosial membuktikan eksploitasi berlebihan dan ketidakpedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
PT Lapindo melakukan pengeboran minyak di daerah pemukiman yang menyebabkan bencana lumpur panas pada 2006. Kelalaian PT Lapindo dalam prosedur pengeboran dan keengganannya bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan sosial membuktikan eksploitasi berlebihan dan ketidakpedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
PT Lapindo melakukan pengeboran minyak di daerah pemukiman yang menyebabkan bencana lumpur panas pada 2006. Kelalaian PT Lapindo dalam prosedur pengeboran dan keengganannya bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan sosial membuktikan eksploitasi berlebihan dan ketidakpedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
Fathul Fajar Muktiawan Lapindo Brantas, Inc (LBI/saat ini bernama PT Minarak Lapindo Jaya) bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. LBI melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan PT Lapindo Brantas antara lain PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi Tbk. (32%) dan Santos Australia (18%), di mana keluarga Bakrie melalui investasinya memegang kendali atas PT. Energi Mega Persada Tbk. Pada tanggal 29 Mei 2006, PT Lapindo mulai menuai banyak kecaman atas kelalaiannya karena meluapnya lumpur panas di daerah Porong, Sidoarjo. Tidak hanya merusak lingkungan, kelalaian ini berimbas pada berbagai aspek seperti perubahan social dan budaya masyarakat, hingga perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Perlu kita tahu, didalam dunia pertambangan seharusnya tidak dilakukan didaerah pemukiman warga. Tetapi, apa yang telah dilakukan PT Lapindo berbeda 1800 dari yang telah ada dalam aturan. Entah bagaimana pemerintah meloloskan izin PT Lapindo untuk melakukan pengeboran didaerah pemukiman, sehingga ketika terjadi kelalaian berdampak pada semua aspek kehidupan. Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpang siuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut. Tanggal 18 Mei 2006, PT. Lapindo melakukan pengeboran mencapai 8500 kaki. PT. Medco Energi telah memperingatkan agar operator segera memasang selubung (casing) berdiameter 9 5/8 Inci. Hingga kedalaman 9297 kaki, prosedur pengeboran tersebut diabaikan. Casing hanya dipasang sampai kedalaman 3580 kaki. Tanggal 27 Mei 2006, saat pengeboran mencapai kedalaman 9297 kaki, Lapindo mengakui kehilangan lumpur atau Loss. Ini terjadi karena masuknya lumpur pengeboran yang berfungsi sebagai pelumas & mengangkat serpihan batu hasil pengeboran. Rangkaian alat dicabut hingga kedalaman 4241 kaki, saat itu terjadilah letupan gas/well kick Tanggal 28 Mei 2006, Well Kick ditutup dengan Kill mud. Saat itu, lapindo berusaha mencabut mata bor hingga permukaan tetapi gagal karena terjepit. Tanggal 29 Mei 2006, Lumpur menyembur hingga ketinggian 40 m pada jarak 150 m dari lokasi pengeboran. Luapan lumpur menggenangi sawah, pabrik,rumah2 & ruas jalan tol Perusahaan Bakrie mengklaim Blow out lumpur terjadi karena gempa yang berada di jogja. Berbeda pendapat dari para peneliti termasuk ilmuan dari Jepang Prof Mori bahwa posisi Lapindo berada jauh diluar episentrum gempa jogja yang artinya getaran yang sampai ke sidoarjo tidak cukup kuat untuk menimbulkan aktivitas gunung api lumpur Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial. Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan. Tidak menggunakan selubung pengaman (casing) pada saat melakukan pengeboran/prosedur keamanan Lumpuhnya sektor industri di Kabupaten Sidoarjo. Lumpuhnya sektor ekonomi sebagai akibat rusaknya infrastruktur darat seperti rusaknya jalan, jalan tol dan jalur ekonomi darat lainnya seperti jalur transportasi kereta api dll. Kerugian di sektor lain seperti pertanian, perikanan darat dll. Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar seperti sarana tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dll. Hasil uji laboratorium juga menemukan adanya kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya yaitu kandungan (B3) yang sudah melebihi ambang batas. PT. Lapindo, tidak bertindak adil dalam hal persamaan, prinsip penghematan adil, dan keadilan sosial. PT. Lapindo pun dinilai tidak memiliki kepedulian terhadap sesama manusia atau lingkungan, karena menganggap peristiwa tersebut merupakan bencana alam yang kemudian dijadikan alasan perusahaan untuk lepas tanggung jawab. Dengan segala tindakan yang dilakukan oleh PT. Lapindo secara otomatis juga berarti telah melanggar etika kebajikan.