Anda di halaman 1dari 2

AGAMA BUKAN RITUAL SAJA

OLEH: NIZAR NURFADILLAH

Agama tidak pernah sekalipun memerintahkan manusia untuk memishakan diri dari
kehidupan sosial. Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial. Menyendiri atau menjauhkan diri dari
manusia adalah bunuh diri, baik itu kematian yang bersifat materi maupun maknawi. Penggambaran
melalui cerita tentang kehidupan manusia yang menyendiri dalam sejarah filsafat dan sastra seperti
dalam Hay Ibn Yaqzhan karya Ibnu Thufail dan Robinson Kruzo oleh Daniel Defo serta yang lainnya,
hanyalah fiksi dan tidak terwujud dalam realita.

Hakikat agama adalah untuk kehidupan. Menerapkan nilai-nilai agama ke dalam perilaku
nyata, sekaligus mengkorelasikan dengan kehidupan antar sesama manusia, dan memberikan
pengaruh yang baik dalam kehidupan sosial, merupakan inti dari agama. Akan tetapi bagi orang-
orang yang memiliki cara pandang yang cenderung kaku, melihat segala sesuatu dari aspek ritual
saja tanpa ada pertimbangan sama sekali pada aspek duniawi, menilai ketakwaan dari sisi lahir saja,
bahwa orang yang berjenggot panjang, celana cingkrang, selalu membawa tasbih, dan yang lainnya,
dianggap orang yang tinggi tingkat ketakwaannya. Sedangkan yang tidak seperti itu kurang atau tidak
bertakwa. Maka golongan seperti itu, tidak dapat sempurna dalam memahami ungkapan tersebut.
Padahal, kadar ketakwaan seseorang bukan diukur dengan penampilan, tetapi Allah Swt. Melihat
ketakwaan seseorang dari hati dan amal perbuatannya. Islam hanya menuntut kita agar berpakaian
yang sopan dan sesuai dengan syariat. Dan yang perlu diperhatikan bahwa terdapat sunnah yang
masuk ke dalam kategori ibadah dan ada juga yang bersifat adat. Dalam kacamata syariat, sunnah
Nabi yang bersifat adat tidak diharuskan untuk diikuti seperti, makanan, minuman, pakaian, dan
tempat tinggal. Bahkan Rasulullah Saw. Bersabda:

“Makanlah apa yang kamu mau dan pakailah apa yang kamu kehendaki” (HR. Bukhari)

Tentunya dengan catatan harus memenuhi standar syariat dan tidak bersikap berlebihan
juga tidak menunjukkan kesombongan.

Fenomena trend hijrah dikalangan remaja yang terjadi di Indonesia merupakan suatu hal
yang positif. Akan tetapi, jika kita amati, terdapat suatu kekeliruan dalam interaksi sosial antara
pemuda yang hijrah dan masyarakat sekitarnya. Mungkin karena semangat untuk berhijrah terlalu
tinggi, kemudian menyalahkan perilaku atau amalan bahkan pakaian yang ada di kalangan
masyarakat. Niat baik untuk hijrah tapi meresahkan masyarakat. Ataupun semisal seseorang yang
sangat khusyuk dalam beribadah tetapi tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut juga
keliru. Apa maknanya jika terlalu khusyuk dalam hal ibadah tetapi tetangga sedang dalam kesusahan
dan membutuhkan pertolongan, dia tidak tahu. Hal-hal semacam perlu diluruskan. Sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad Saw.:

“Tidak sempurna iman diantara kalian sampai ia mencintai saudaranya –seperti– apa yang ia
cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq menjelaskan dalam kitab al-Insan wa al-
Qiyam fi al-Tashawwur al-Islamiy, agar untuk memahami “Agama untuk kehidupan” adalah dengan
pemahaman yang komprehensif dari agama yang meliputi Akidah, Syariat, Ahlak, dan peradaban.
Jika seseorang mampu mewujudkan pemahaman menyeluruh dari agama ini, sejatinya dia adalah
orang yang beragama secara hakiki. Adapun jika pemahaman tersebut hilang atau menitik-beratkan
pada salah satu unsur saja, maka nilai keberagamaannya kurang sempurna.

Anda mungkin juga menyukai