Anda di halaman 1dari 23

‘’FENOMENA DAN KOMPARASI PRESPEKTIF PERNIKAHAN DINI

DIKALANGAN GENERASI MILENIAL (1980-1995) DAN GEN Z (1996-


2009)’’

Bidang Sosial Science

Disusun Oleh:

1. SHIVA APRILIANO Y
2. KEYSHA ANGGITA S
3. NADILA YUNIAR
4. NAYLAH AISYAH M
5. VANIA SYAUQINA S

Guru Pembimbing:

Hikmah Prisia Yudiwinata, S. Sos.

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 7 SURABAYA


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Fenomena dan Komparasi
Prespektif Pernikahan Dini di Kalangan Generasi Milenial dan Gen Z. Sebagai pengetahuan
masyarakat mengenai pernikahan dini yang merajalela. Usaha dan doa selalu kami panjatkan
kepada Allah SWT, semoga pengetahuan yang kami miliki dapat digunakan untuk tim kami dalam
menjelaskan tentang materi kami.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Hikmah Prisia Yudiwinata, S. Sos. yang
telah memberikan bimbingan serta materi-materi yang terkait dengan karya tulis yang kami buat
sehingga dapat memberikan kemudahan kepada kami dalam menyusun karya tulis ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga kami ucapkan kepada orang tua kami, serta teman- teman atas doa dan dukungan
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
lancar.

Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, kami menyadari banyak kekurangan didalam
karya tulis ilmiah yang kami buat. Untuk itu kritik dan saran kami terima dengan besar hati jika
ada kesalahan dan kekurangan pada karya tulis ilmiah ini. Akhir kata kami ucapkan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat sasaran.

Surabaya, 15 Februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................2
1.3 TUJUAN ............................................................................................................2
1.4 MANFAAT ........................................................................................................2
BAB II ...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN PERSPEKTIF ...........................................................................3
2.2 PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI ...............................................................4
BAB III .............................................................................................................................7
METODELOGI PENELITIAN ......................................................................................7
3.1 JENIS PENELITIAN .........................................................................................7
3.2 LOKASI PENELITIAN .....................................................................................7
3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ..................................................................7
BAB IV............................................................................................................................. 9
PEMBAHASAN DAN PENELITIAN ........................................................................... 9
4.1 PERSPEKTIF KALANGAN REMAJA TERHADAP PERNIKAHAN DINI
.......................................................................................................................... 9
4.2 PERBEDAAN PERSPEKTIF GENERASI MILENIA DAN GEN Z
TERHADAP PERNIKAHAN DINI............................................................................ 9
4.3 FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI ............................................... 10
4.4 DAMPAK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI ........... 13
4.5 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 14
BAB V ............................................................................................................................. 15
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 17
5.1 KESIMPULAN ................................................................................................ 17
5.1 SARAN ............................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18

ii
ABSTRAK
FENOMENA DAN KOMPRASI PRESPEKTIF PERNIKAHAN DINI
DIKALANGAN GENERASI MILENIAL (1980-1995) DAN GEN Z
(1996-2009)

Shiva Apriliano Yulianto, Keysha Anggita Salsabila, Nadila Yuniar,


Naylah Aisyah Maulitha, Vania Syauqina Salsabilla

Fenomena pernikahan dini masih menjadi isu mencolok dalam gelombang hidup
masyarakat. Bahkan pada era millennium yang identik dengan generasi milenial yaitu
kelahiran tahun 1980-1995 hingga hari ini yang terjadi pada kelahirantahun 1996-2009 atau
yang sering disebut gen Z. Pada dasarnya generasi milenial memiliki karakter unik seperti
minat lebih besar untuk menempuh pendidikan dan penguasaan terhadap teknologi, yang
seharusnya memberikan dampak positif dalam kehidupan para anak-anak dan remaja
kalangan milenial dan gen Z. Mayoritas anak-anak dan remaja ini lulusan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), serta beberapa dari mereka belum tamat Sekolah Menengah
Atas (SMA). Namun, karena kondisi dan lain hal, banyak dari mereka menjadi pelaku atau
korban dari pernikahan dini. Hal ini juga terjadi dibanyak tempat di setiap sudut kota
Surabaya. Di kota terbesar kedua di Indonesia, ternyata juga masih banyak terjadi
pernikahan di bawah umur.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif. Lokasi penelitian ini


dilakukan dibeberapa tempat yang ada di kota Surabaya, yaitu di rumah beberapa informan.
Teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan yaitu observasi, wawancara,
kuisioner, dokumen, dan analisis data.

Hasil penelitian yang kami dapat bahwa pernikahan dini terjadi akibat beberapa
faktor. Contohnya yaitu akibat perjodohan, menghindari zina, dan yang paling mensohor
adalah akibat hamil diluar nikah.

Kata kunci : pernikahan dini, generasi milenial, dan gen z

iii
ABSTRAK

PHENOMENA AND COMPARATIVE PERSPECTIVES OF EARLY


MARRIAGE AMONG THE MILLENIAL GENERATIONS (1980-
1995) AND GEN Z (1996-2009)

Shiva Apriliano Yulianto, Keysha Anggita Salsabila, Nadila Yuniar,


Naylah Aisyah Maulitha, Vania Syauqina Salsabilla

The phenomenon of early marriage is still a prominent issue in


wavescommunity life. Even in the millennium era which is synonymous with the millennial
generation, namely those born in 1980-1995 to today which occurred inthose born in 1996-
2009 or what is often called gen z. Basically, the millennial generation has unique
characteristics, such as a greater interest in education and mastery of technology, which
should have a positive impact on the lives ofmillennial and gen z children and youth. The
majority of these children and youth have graduated from junior high school (SMP), and
some of them have not finishedhigh school. However, due to conditions and other things,
many of them become perpetrators or victims of early marriage. This also happens in many
places in everycorner of the city of Surabaya. In the second largest city in Indonesia, it turns
out that there are still many underage marriages.

The research method uses a type of research. The location of this research was
carried out in several places in the city of Surabaya, namely at the house of several
informants. Data and information collection techniques used are observation, interviews,
questionnaires, documents, and data analysis.

The results of our research show that early marriage occurs due to several factors.
Examples are the result of arranged marriages, avoiding adultery, and the most famous is
the result of getting pregnant out of wedlock.

Keywords: early marriage, millennial generation, and gen z

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut World Health Organization (WHO), pernikahan dini adalah
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu dari pasangan yang masih
dikategorikan anak-anak atau remaja yang masih berusia dibawah usia 19 tahun.
Menurut United Nations Children’s Fund(UNICEF), pernikahan usia dini adalah
pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang dilakukan
sebelum usia 18 tahun.Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1
menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun, UU RI
Nomor 1Tahun 1974 sekarang isinya berubah menjadi laki-laki dan Perempuan
baru boleh diizinkan menikah bila telah berumur 19 Tahun, kecuali mendapatkan
dispensasi dari lembaga yudisial dengan alasan-alasan yang kuat.
Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung
untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan
keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak-anak pada masa peralihan antara masa
anak-anak ke masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan
cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak,baik dari segi fisik, psikologis,
perilaku dan perbuatan, namun bukan pula orang dewasa yang telah matang dari
segi fisik, psikologis, perilaku dan perbuatan.
Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan,pada
hakikatnya disebut masih berusia muda atau anak-anak yang ditegaskan dalam
Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, seseorang yang belum
berusia 18 tahun dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih
dalam kandungan, apabila melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah
pernikahan dibawah umur. Sedangkan pernikahan dini menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah pernikahan
yang berlangsung pada umur dibawah usia reproduktif yaitu kurang dari 25 tahun.
Pada pria dan kurang dari 20 tahun pada wanita.
Pernikahan di usia dinirentan terhadap masalah kesehatan reproduksi seperti
meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas,
melahirkan bayi prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami
stress bagi si ibu yang melahirkan. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan
RI, pernikahan adalah akad atau janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang
Maha Esa yang merupakan awal dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk
saling memberi ketenangan (sakinah) dengan mengembangkan hubungan atas
dasar saling cinta dan kasih (mawaddah warahmah).
Fenomena pernikahan dini sudah banyak terjadi di Indonesia. Bahkan,
pernikahan dini di beberapa daerah sudah menjadi hal yang lumrah bahkan sudah
menjadi budaya yang dilakukan secara turun menurun. Namun,seiring berjalannya
waktu, perspektif atau pemikiran masyarakat mulai berubah mengenai pernikahan
dini.
Fenomena pernikahan dini pada generasi milenial memiliki karakter unik
seperti minat lebih besar untuk menempuh pendidikan dan penguasaanterhadap
teknologi, yang seharusnya memberikan dampak positif dalam kehidupan para
anak-anak perempuan milenial dan gen Z.

1
Pola pikir masyarakat pada generasi milenial menganggap pernikahan dini
sebagai hal yang wajar karena pada masa itu ada beberapa faktor yang
menyebabkan pernikahan dini sebagai hal yang wajar, seperti kurangnya wawasan
tentang pendidikan sehingga mereka berpikir bahwa pernikahan adalah solusi yang
tepat setelah mereka menamatkan pendidikan singkat mereka pada masa itu. Hal
itu terjadi pada laki-laki dan perempuan pada zaman tersebut. Namun, kebanyakan
faktor penyebab tersebut lebih banyak dialami oleh perempuan. Pada intinya,
perspektif atau pemikiran masyarakat pada masa itu tentang pernikahan dini
cenderung positif meskipun tidak jarang dari beberapa kalangan juga banyak
beranggapan bahwa pernikahan dini bukan merupakan suatu solusi dari faktor
penyebab pernikahan dini.
Pada masa generasi Z atau yang sering disebut gen Z juga memiliki
perspektifnya sendiri karena dari masa ke masa pasti ada perubahan yang terjadi.
Menurut mereka, pernikahan dini merupakan sebuah hal yang harus dipertanyakan
dan hal tersebut masih menjadi hal yang tabu untuk dibahas. Hal itu terjadi karena
pada masa ini banyak faktor-faktor negatif penyebab pernikahan dini yang terjadi
di sekitar mereka. Saat, mendengar kata ”pernikahan dini” banyak dari gen Z selalu
beranggapan bahwa hal itu terjadi karena akibat dari pergaulan bebas sehingga
pada masa gen Zpernikahan dini merupakan aib yang harus ditutupi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sehingga rumusan
masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Apa perbedaan prespektif generasi milenial dan gen Z?
2. Apa faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dini?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan maka penelitian ini
digunakan untuk:
1. Untuk mengetahui perbedaan prespektif generasi milenial dan gen Z.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dan dampak dari pernikahan dini.

1.4 MANFAAT
Manfaat dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah supaya pembaca bisa mempunyai
wawasan yang lebih luas tentang pernikahan dini. Meliputi faktor-faktor penyebab
serta berbagai dampak yang akan ditimbulkan. Dengan ditulisnya Karya Tulis
Ilmiah ini diharapkan angka pernikahan dinidi Indonesia bisa berkurang serta
menjadi pengingat bahwa zaman telah berubah sehingga pernikahan dini tidak lagi
menjadi sebuah hal yang diwajarkan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN PERSPEKTIF
Perspektif merupakan sesuatu yang esensi di dalam diri seseorang, dimana
perspektif akan melahirkan rangsangan baik untuk mengetahui ataumelakukan
sesuatu yang memperoleh malalui alat indra, fakta maupunpengalaman. Individu
dalam hidupnya cendrung selalu menggunakan nalaratau intuisi yang ada padanya
untuk mempersiapkan, menanggapi gejala atau obyek yang terdapat di
lingkungannya, walaupun kemampuan berbeda.Kemudian dengan nalar tersebut
mereka dapat menentukan sikap, memberikan respon dan tanggapan atau pendapat
terhadap proses sosial yang sedang berlangsung dalam masyarakat.

Menurut Hamner, perspektif adalah proses dimana seseorang


mengorganisasikan dalam pikirannya dan mendefinisikan serta menanggapi segala
sesuatu yang terjadi di lingkungannya, (1983:41). Sadeley dalam Mifta Toha,
(1984:26) mengatakan bahwa perspektif adalah proses mental yang menghasilkan
bayangan pada diri individunya sehingga dapat mengenal sesuatu dengan jalan
asisiasi pada sesuatu ingatan tertentu baik lewat indra penglihaltan, indera peraba
dan sebagai bayangan itu dapat disadari. Dari pemikiran di atas nampaknya bahwa
akan timbul apabila individu sudah mengalami sendiri proses pengamatan dan
secara dapat mempengaruhi tingkah lakunya.

Perspektif adalah proses akhir dari pengamatan dan merupakan yang


sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perspektif adalah suatu hasil proses
dalam pikiran manusia dan akan berpengaruh terhadap perilaku dan perilaku akan
melahirkan sikap untuk bertindak dan melakukan sesuatu (Bimo Walgito 1994:4).
Sikap yaitu sesuatu kecendrungan yang stabil untukberlaku dan bertindak secara
dalam situasi tertentu pula (Mayoe Polak, 1976:4).

Perspektif secara luas adalah kecepatan untuk melihat, memahami, akan


perasaan, sikap-sikap serta kebutuhan lingkungannya. Maka perspektif merupakan
suatu proses dimana seseorang menilai dan menanggapi apa yang sedang terjadi di
lingkungannya, serta adakah hubungan atau tidak terhadap dirinya. (Gerungan
1983:30).

1. Perspektif Penilaian
Perspektif yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah bagaimanacara
remaja memberikan penilaian dan menanggapi dari fenomena tentang
pernikahan dini yang ada di lingkungannya. Menurut Depag (2007:56)
penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan berbagai informasi
secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar
yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang
ditetapkan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah
selanjutnya. Sementara Suharsimi (2007:79) menyatakan penilaian adalah
suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap
sesuatudengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif.

3
2. Perspektif Tanggapan
Menurut Sri Hilmi (2008:21) menanggapi adalah tanggapanseseorang
terhadap stimulus atau rangsangan yang terjadi setelah memberikan
penilaian terhadap aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan
memahami objek-objek baik fisik maupun sosial. Serta meliputi cara- cara
dimana organisme sebagai suatu kesatuan yang aktif dan dinamis dalam
mengorganisasikan tanggapannya akibat dari pengalaman masa lalu.
Tanggapan atau respons itu sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu
komponen kognisi (pengetahuan), komponen afeksi (sikap) dan komponen
psikomotorik (tindakan), antara lain:
a. Pengetahuan berhubungan dengan faktor penyebab seseorang
memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya serta
bagaimana dengan kesadaran itu ia bereaksi terhadap
lingkungannya.
b. Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak,
beroperasi, berfikir dan merasakan dampak yang timbul dari
adanya pengalaman terhadap objek atau lingkungan sekitarnya.
c. Tindakan atau secara sosiologis disebut komponen psikomotorik
dengan tindakan. Yakni tindakan sebagai keseluruhan respons
(reaksi) dalam menyikapi terhadap pilihan seseorang yang
mempunyai efek terhadap suatu tindakan yang dilatarbelakangi
oleh pencapaian sesuatu tujuan agar kebutuhan tersebut terpenuhi
(Azwar,1998).

2.2 PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI


Dasar hukum perkawinan Bab 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 memuat
pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang priadengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengenai syarat-
syarat perkawinan pada Pasal 7 ayat 1, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun. Jika terdapat penyimpangan pada ayat pertama, dapat
memintadispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak wanita (Indonesia, 1983).

Faktor pendorong pernikahan dini menurut Mathur (2010) dalam Bannet


(2010), yakni ketidaksetaraan gender. Ditemukan indikasi perbedaan serta
minimnya peluang yang diberikan kepada remaja perempuan, seperti peluang
dalam memperoleh pendidikan, rekreatif, dan dalam pekerjaan. Faktor kedua, nilai
virginitas yaitu ketakutan para orang tua tentang aktivitas seksual pranikah. Terkait
dengan faktor kedua, hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa pernikahan
dini terjadi sebagai solusi remaja yang mengalami insiden hamil diluar nikah
(premaritalpregnant) (Parapat, 2016).

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pengertianpernikahan


adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Anwar Hartono (1985:284) pernikahan adalah suatu perjanjian


yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia.

4
Menurut Sudarsono (1995:41), tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi
tuntutan hajat tabiat manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengandasar cinta dan kasih
sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syari’ah.

Menurut Konopka (1976:241), pernikahan dini merupakan pernikahan


yang dimulai pada usia 16 tahun dan diakhiri pada usia 20 tahun,atau yang masih
bersekolah dan di kategorikan remaja. Sedangakan pernikahan yang ideal adalah
wanita 20 tahun keatas dan laki-laki 25 tahunkeatas.
Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan usia ideal
untuk menikah yaitu diusia 21 tahun, sedangkan pernikahan yang terjadi pada usia
16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki menurut Undang-
Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002, pernikahan tersebut termasuk pada
golongan pernikahan dini.

Pasal 26 UU R.I Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang


tua diwajibkan melindungi anak dari pernikahan dini, tetapi pasal ini sebagaimana
UU Pernikahan, tanpa ketentuan sanksi pidana sehingga ketentuan tersebut nyaris
tak ada artinya dalam melindungi anak-anak dari ancaman pernikahan dini.

1. Pernikahan Dini Dikalangan Milenial


a. Generasi Milenial dan Pemaknaan Terhadap Fenomena Sosial

Penggambaran karakteristik pola pikir milenial tidak dapat


memberikan acuan dasar karena kondisi lingkungan, sosial-ekonomi yang
menentukan pola pikir generasi milenial. Menurut Manullang & Gitting (1993)
karakter milenial perkotaan cenderung terbuka pada perubahan, lebih cerdas
disebabkan bergaul dengan teman-teman yang rata-rata tingkat intelektualnya
cukup tinggi, berbeda halnya pada milenial daerah pedesaan yang terbiasa
bergaul dengan teman sepermainan dengan tingkat intelektual yang rata-rata
atau cukup sehingga sulit menerima perubahan yang terjadi (Priambodo,
2016). Walaupun demikian dimanapun generasi milenial bertempattinggal,
mereka mempunyai kesempatan yang sama dari baik karakteristik komunikasi
yang terbuka, pengguna media sosial yang fanatik, kehidupannya sangat
terpengaruh dengan perkembangan teknologi, serta lebih terbuka dengan
pandangan politik dan ekonomi. Sehingga, mereka terlihat sangat reaktif
terhadap perubahan lingkunganyang terjadi disekelilingnya (Statistik, 2018).

b. Generasi Milenial dan Pemaknaan Pernikahan Dini

Bersumber pada kajian oleh Pew Research, mengungkapkan bahwa


generasi milenial sangat berambisi dengan pendidikan, karir, bisnis, dan
aktivitas lain yang mengarah pada kesuksesan. Generasi lebih menyukai untuk
mengekspresikan aktualisasi diri di lingkungan sosialnya. Dengan demikian,
banyak yang menyebut jika generasi milenial sebagai orang berpendidikan
serta anggapan pernikahan bukansatu-satunya tujuan utama. Sebagian besar
generasi ini berasumsi menikah akan membagi waktu mereka dengan keluarga,
kemudian untuk mencapai kesuksesan membutuhkan waktu dan tenaga yang
ekstra dalam memperolehnya (Silalahi, 2011).

5
2. Pernikahan Dini Dikalangan Gen Z

a. Gen Z dan Pemaknaan Terhadap Fenomena Sosial

Gen Z merupakan generasi selanjutnya setelah generasi milenial.


Kalangan gen Z yang tumbuh di perkotaan cenderung memiliki pemikiran yang
lebih terbuka jika dibandingkan dengan pemikiran gen Z yang tinggal di
pedesaan. Namun, semenjak adanya teknologi yang semakin berkembang dan
seiring berjalannya waktu, perbedaan itu semakin tidak terlihat. Sosial media kini
memiliki informasi yang sangat meluas sehingga membuat pemikiran gen Z
terhadap fenomena sosial bak pinang dibelah dua. Perkembangan teknologi juga
menjadikan gen Z yang memiliki alat komunikasi bisa mengakses internet untuk
kebutuhan mereka dalam mengikuti perkembangan zaman.

b. Gen Z dan Pemaknaan Pernikahan Dini

Setiap individu dan kelompok memiliki makna tersendiri tentang suatu


hal, contohnya pemaknaan terhadap pernikahan dini. Tak terkecuali kalangan gen
Z. perkembangan yang terjadi dibidang apa pun membuat banyak perubahan bagi
gen Z. pemaknaan pernikahan dini bagi mereka merupakan sebuah hal yang tabu
atau asing karena hal itu masih terlalu sensitif jika dibahas dikalangan mereka
meskipun tidak jarang diantara mereka juga menjadi pelaku maupun korban dari
pernikahan dini.

6
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN


Penelitian ini merupakan jenis penelitan kualitatif yang merupakansuatu teknik
yang akan menjadi langkah awal untuk mengumpulkan data dan informasi yang
mendalam terkait masalah yang penulis teliti.

3.2 LOKASI PENELITIAN


Agar penelitian ini dapat tercapai sebagaimana mestinya, maka penulis
memilih lokasi yaitu di kota Surabaya tepatnya di rumah para informan kami dan di
SMAN 7 Surabaya sebagai lokasi penelitian. Data lokasi rumah informan kami
sebagai berikut.
 Marsha Putri Olivia (Kelahiran tahun 2005 (Gen Z))
Alamat: Ngaglik DKA Barat no. 46
 Farah Nur Fahmiyah (Kelahiran tahun 2002 (Gen Z))
Alamat: Sidonipah I/16a, Surabaya
 Ayu Fatmawati (Kelahiran tahun 1984 (Generasi Milenial))
Alamat: Sidonipah I/16a, Surabaya
 Cici Wardah (Kelahiran tahun 1981 (Generasi Milenial))
Alamat: Kedung Mangu Timur 5
 Muhammad Fauzan (Ayah dari informan Farah Nur Fahmiyah)
Alamat: Sidonipah I/16a, Surabaya
 Cynthia, Dwiky, Bella, Rizal
Penelitian dilakukan di SMAN 7 Surabaya

3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi akan
menggunakan metode sebagai berikut:
A. Observasi
Penulis akan melihat langsung tentang bagaimana bentuk pernikahan dini,
Faktor dan dampak yang ditimbulkan dalam menjalin suatu ikatan pernikahan.
Tujuannya yaitu agar peneliti mendapatkan data dan informasi yang akurat.

B. Wawancara
Penulis akan mewawancarai masyarakat, melalui wawancara maka
ditargetkan penulis akan mendapatkan informasi sedalam-dalamnyamengenai
pernikahan dini di kalangan milenial dan gen Z.

C. Kuisioner
Penulis juga akan melakukan penelitian menggunakan kuisioner secara
online melalui Google Form untuk mendapatkan lebih banyak hasil yang
diperlukan.

D. Dokumentasi
Dalam penelitian, penulis juga menerapkan salah satu teknik pengumpulan
data yaitu dokumentasi. Dokumentasi dalam penelitian ini diambil dalam
bentuk video dan foto. Nantinya, video dari hasil penelitian ini akan
dilampirkan dalam ppt.

7
E. Analisis data
Setelah penulis memperoleh data atau informasi dari hasil penelitian, maka
penulis akan melakukan cara-cara analisis, sepertiproses analisis data dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
wawancara, pengamatan yang sudah dicatat di lapangan, dokumen pribadi,
gambar, foto, dan sebagainya.

8
BAB IV
PEMBAHASAN DAN PENELITIAN
4.1 PERSPEKTIF KALANGAN REMAJA TERHADAP PERNIKAHANDINI
Berdasarkan hasil penelitian, perspektif kalangan remaja dari gen Z
terhadap pernikahan dini menganggap bahwa pernikahan dini merupakan suatu hal
yang tabu. Hal tabu yang mereka maksud adalah bagaimana seorang remaja di
bawah umur bisa menjalin rumah tangga sedangkan diusia mereka yang
seharusnya masih mengenyam pendidikan justru harus menjalani kehidupan
pernikahan. Belum lagi jika dikaitkan dengan faktor-faktorpenyebab seorang remaja
melangsungkan pernikahan dini. Dalam perspektif mereka, pernikahan dini lebih
banyak dilakukan karena adanya kecelakaan akibat kenakalan remaja.

Maraknya kenakalan remaja yang terjadi menyebabkan banyak dari


kalangan gen Z berpikir bahwa pernikahan di bawah umur selalu disebabkanoleh
kenakalan remaja dimana kedua dari pasangan tidak bisa menjaga hawa nafsu
mereka. Namun, kenakalan remaja juga kerap disebabkan karena adanya konflik
internal antara seorang remaja dan kedua orang tuanya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa keharmonisan hubungan orangtua dan anak juga berperan
untuk mengurangi angka pernikahan dibawah umur yang terjadi di Indonesia. Di
samping itu, pendidikan juga menjadi faktor mengapa perspektif gen Z tentang
pernikahan dini menjadi tabu.

Perkembangan pendidikan di Indonesia selalu meningkat jika


dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan gen Z
memiliki perspektif bahwa pendidikan harus dijunjung setinggi mungkin,
meskipun tidak semua kalangan gen z mengenyam pendidikan sampai ke tingkat
tinggi atau sarjana. Tapi, tetap saja hal itu tidak menjadikan pembatas bahwa yang
mengenyam pendidikan tinggi atau sebaliknya menganggap pernikahan dibawah
umur sebagai hal yang wajar untuk dinormalisasikan.

4.2 PERBEDAAN PERSPEKTIF GENERASI MILENIA DAN GEN Z


TERHADAP PERNIKAHAN DINI
Perbedaan perspektif antara generasi milenial dan gen z sebagai berikut.
1. Generasi Milenial
Berdasarkan penelitian, perspektif generasi milenial terhadap pernikahan
dini yaitu mereka mewajarkan pernikahan dini yang terjadi pada masa mereka
(tahun 1980-1995). Pada masa itu, banyak terjadi pernikahan dini, bahkan
mereka juga menjadi pelaku dari pernikahan dibawah umur tersebut. Bukan
tanpa sebab, mereka mengatakan bahwa banyaknya pernikahan dini pada kala
itu dikarenakan minimnya minat untuk mengenyam pendidikan. Mereka juga
menambahkan bahwa beberapa dari mereka juga menjadi korban perjodohan
oleh kedua orangtua atau bahkan keluarga besar untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan dalam agama dan norma yang berlaku di lingkungan
mereka mereka.
Selain itu, kentalnya adat dan budaya dari suku mereka menjadikan
alasan pendukung bagi para orang tua menikahkan anak mereka pada usia yang
terbilang masih belia. Namun, setelah melakukan wawancarapada beberapa
informan generasi milenial, mereka mengatakan bahwa jika pada masa
sekarang hal ini sudah tidak seharusnya dijadikan budaya yang harus
dilestarikan. Mereka berkata bahwa ini bukan lagi zaman untuk menjadikan
pernikahan sebagai sebuah solusi supaya terhindar dari hal-hal yang tidak

9
diinginkan karena masih banyak hal positif lain yang bisa dijadikan pengganti,
seperti dengan menempuh pendidikan dengan layak dan setinggi mungkin.
Tidak memandang jenis kelamin dan kondisi ekonomi.

2. Gen Z
Menurut hasil penelitian, gen Z beranggapan bahwa pernikahan dini
merupakan sebuah hal yang harus dihindari. Bukan tanpa sebab, melainkan
berkaca pada dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dibawah
umur yang terjadi pada masa mereka, salah satunya adalah meningkatnya
angka perceraian pada usia pernikahan yang masih hangat. Selain itu, kalangan
gen Z juga berpikir resiko-resiko lain mengenai hal ini.
Jika dibandingkan dengan keuntungan dari pernikahan dini, kerugian
yang didapatkan jauh lebih besar. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa
pernikahan dini merupakan hal yang harus dihapuskan mulai darisekarang.
Termasuk budaya untuk menikahkan anak dibawah umur. Hal itu tidak
seharusnya terjadi pada anak yang masih duduk dibangku sekolah. Bukan sibuk
di rumah atau memeras keringat untuk mencari nafkah. Terlebih lagi,
pernikahan dini sangat beresiko bagi perempuan yang harus mengandung
apalagi melahirkan karena mereka belum siap secara psikis dan fisik.

4.3 FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI


Pernikahan dini dianggap sebagai jalan keluar dari adanya perilaku seks bebas
yang dianggap tabu dan aib di Indonesia. Akibatnya, apabila ada remaja yang
melakukan hubungan badan diluar pernikahan dan terjadi kehamilan, maka
menikahkan pasangan tersebut adalah solusinya. Hal inidilakukan untuk menutupi
aib keluarga dan menanggung rasa malu agar tidak menjadi cemoohan lingkungan
sekitar. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku pernikahan dini menurut
Noorkasiani, adalah:

1. Faktor Individu
a. Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.Makin
cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula
berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya
pernikahan pada usia muda.

b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat


pendidikan, makin mendorong berlangsungnya pernikahan usia
muda.

c. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Pernikahan usia muda dapat
berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang yang
dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan
orang tua menentukan terjadinya pernikahan usia muda. Dalam
kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja karena
ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.

d. Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi,
termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan
yang berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan
karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.

10
2. Faktor Keluarga
a. Sosial ekonomi keluarga
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan
untuk menikahkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan
memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak
gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan
adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan
sukarela membantu keluarga istrinya.

b. Tingkat pendidikan keluarga


Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan
pernikahan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat
dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.

c. Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.


Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga
menentukan terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan
orang tua menikahkan anak mereka dalam usia yang sangat muda
karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga,
mempererat hubungan antar keluarga, dan atau untuk menjaga garis
keturunan keluarga.

d. Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah


remaja.
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau
mengatasi masalah remaja, (misal: anak gadisnya melakukan
perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan
keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau
rasa bersalah.

3. Faktor Masyarakat Lingkungan


a. Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anakgadis
yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib”
bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah
menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin sehingga
mendorong terjadinya pernikahan usia muda.

b. Pandangan dan kepercayaan


Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula
mendorong terjadinya pernikahan di usia muda. Contoh pandangan
yang salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu anggapan bahwa
kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, status janda lebih
baik daripada perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari
seringnya melakukan pernikahan. Interpretasi yang salah terhadap
ajaran agama juga dapat menyebabkan terjadinya pernikahan usia
muda, misalnya sebagian besar masyarakat juga pemuka agama
menganggap bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan
haid pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal
akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita
melampaui masa remaja.

11
c. Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan pernikahan usia muda karena beberapa pemuka
masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan
yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan kedudukannya untuk
nikah lagi dan lebih memilih menikahi 8 wanita yang masih muda,
bukan dengan wanita yang telah berusia lanjut.

d. Tingkat pendidikan masyarakat


Pernikahan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan
masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang tingkat
pendidikannya amat rendah cenderung menikahkan anaknya dalam
usia yang masih muda.

e. Tingkat ekonomi masyarakat


Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering
memilih pernikahan sebagai jalan keluar dalam mengatasi kesulitan
ekonomi.

f. Tingkat kesehatan penduduk


Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum memuaskan
dengan masih tingginya angka kematian, sering pula ditemukan
pernikahan usia muda di daerah tersebut.

g. Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin
bebasnya hubungan antara pria dan wanita.

h. Peraturan perundang-undangan
Peran peraturan perundang-undangan dalam pernikahan usia muda
cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih membenarkan
pernikahan usia muda, akan terus ditemukanpernikahan usia muda.

12
4.4 DAMPAK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PERNIKAHAN DINI
Dampak pernikahan usia muda yaitu:
1. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam
proses pertumbuhan menuju kematangan sehingga belum siap
untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sampai terjadi hamil
dan melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, 21
robekan jalanlahir yang luas dan infeksi yang akan membahayakan
organ reproduksinya dan membahayakan jiwa. Pernikahan ideal
dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki saling menghormati
dan menghargai satusama lain. Akan tetapi, apabila hal tersebut
tidak terjadi, maka hal-hal yang harus dihindari dalam pernikahan
adalah melakukan:
a. Kekerasan secara fisik (misal: memukul, menendang,
menampar, menjambak rambut, menyundut dengan rokok,
melukai)
b. Kekerasan secara psikis (misal: mengina, mengeluarkan
komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri
mengunjungi saudara atau teman-temannya, dan
mengancam).
c. Kekerasan seksual (misal: memaksa dan menuntut
berhubungan seksual)
d. Penelantaran (misal: tidak memberi nafkah istri dan
melarang istri bekerja)
e. Eksploitasi (misal: memanfaatkan, memperdagangkan, dan
memperbudakkan)

2. Dampak Psikologis
Secara psikis anak belum siap mengerti tentang hubungan seksual,
sehingga akan menimbulkan trauma yang berkepanjangan dalam jiwa
anak dan sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali
hidupnya yang berakhir dengan pernikahan yang dia sendiri tidak
mengerti atas putusan hidupnya, sehingga keluarga mengalami
kesulitan untuk menjadi keluarga yang berkualitas.

3. Dampak Sosial
Pernikahan mengurangi kebebasan pengembangan diri,
masyarakat akan merasa kehilangan sebagai aset remaja yang
seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah di masyarakat.
Tetapi, karena alasan sudah berkeluarga, maka keaktifan mereka di
masyarakat menjadi berkurang.

4. Dampak Ekonomi
Menyebabkan sulitnya peningkatan pendapatan keluarga,
sehingga kegagalan keluarga dalam melewati berbagai macam
permasalahan terutama masalah ekonomi meningkatkan resiko
perceraian.

5. Dampak Pernikahan Dini pada Kehamilan


Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderung memiliki
resiko kehamilan dikarenakan kurang pengetahuan dan ketidakpastian

13
dalam mengahadapi kehamilannya. Kematian maternal pada wanita
hamil danmelahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lipat lebih tinggi
daripada kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun.

6. Dampak Pernikahan Dini pada Proses Persalinan


Melahirkan mempunyai resiko bagi setiap perempuan. Bagi
seorangperempuan melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko
yang lebih tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah:
a. Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu. Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat
pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya
kelahiran prematur.
b. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), yaitu berat badan lahir
kurang dari 2500 gram, remaja putri yang mulai hamil ketika
kondisi gizinya buruk beresiko melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang berstatus gizi baik.

4.5 HASIL PENELITIAN


Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan,
didapatkandata sebagai baerikut.
a. Informan pelaku pernikahan dini era milenial (1980-1995)
1. Cici Wardah (kelahiran tahun 1981)
Menurut Ibu Cici yang berusia 42 tahun ini definisi dari
pernikahan dini adalah pernikahan di bawah umur yang
dilakukan dimana pengantinnya merupakan seorang
remaja berusia di bawah 19-20 tahun. Baginya,
pernikahan dini tidak wajar dilakukan untuk masa
sekarang karena anak-anak perlu pendidikan yang lebih
untuk masa depan mereka. Bagi Ibu Cici perbedaan
kehidupan sebelum pernikahan dan setelah menikah
beliau menjawab bahwa salah satu akibat dari pernikahan
dini yang dia lakukan saat usianya 17 tahun adalah
penyesalan yang mendalam. Penyesalan akibat
berkurangnya kebebasan mereka, tidak lagi seperti masa
remaja sebelum berkeluarga. Jam main dengan teman
yang terbatas dan rasa euforia bersama teman-teman
menghilang seketika. Selain itu, terbatasnya waktu untuk
menuntut ilmupun menjadi berkurang. Faktor penyebab
Bu Cici melakukanpernikahan dini adalah korban dari
perjodohan kedua orang tuanya. Menurut Bu Cici
pernikahan dini tidak bisa dijadikan sebuah budaya
dijaman sekarang karena menurutnya dimasa sekarang
yang paling penting adalah pendidikan.

2. Ayu Fatmawati (Kelahiran tahun1984)


Menurut Ibu Ayu yang berusia 39 definisi dari
pernikahan dini adalah pernikahan dibawah umur yang
dilakukan dimana pengantinnya merupakan seorang
remaja berusia dibawah 17 tahun. Bagi Ibu Ayu
pernikahan dini tidak wajar dilakukan pada jaman
sekarang karena faktor usia yang sangat muda dan
kurangnya pengetahuan tentang berumah tangga.

14
kurangnya pengetahuan tentang berumah tangga.
Perbedaan yang Ibu Ayu rasakan sebelum menikah dia
masih fokus terhadap diri sendiri dan kehidupannya
bergantung kepada orang tua. Namun, setelah menikah
Ibu Ayu kehidupannnya ditanggung oleh suami dan Ibu
Ayu juga memiliki kesibukan untuk mengurusi anak
suami dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Faktor
penyebab Ibu Ayu melakukan pernikahan dini adalah
korban dari perjodohan kedua orang tua sekaligus adat di
keluarga Ibu Ayu jika memiliki pasangan meskipun
usianya dibawah 17 tahun ituharus dinikahkan karena adat
dari ayahnya (orang Madura). Baginya pernikahan dini
bisa dilakukan denganmegikuti zaman dan harus hati-hati.

b. Informan pelaku pernikahan dini era gen z (1996-2009)


1. Farah Nur Fahmiyah (kelahiran tahun 2001)
Menurut Ibu Farah yang berusia 22 tahun definisi
pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan
dibawah umur sesuai Undang-Undang negara, yaitu 19
tahun. Baginya pernikahan dini bisa diwajarkan atau tidak
tergantung kondisi tiap-tiap individu. Ibu Farah sendiri
melakukan pernikahan dini karena untuk menghindari
pandangannegatif dari masyarakat dan menghindari zina.
Menurutnya perbedaan sebelum menikah yaitu hati
menjadi tidak tenangkarena takut warga berfikiran negatif
karena masih berpacaran, waktu bersama teman dan orang
tua tidak terbatas. Sedangkan setelah menikah Ibu Farah
merasa lebih aman dan tenang karena terhindar dari
pandangan negatif masayarakat. Tapi, waktu bermain
bersama teman dan orang tua menjadi terbatas karena
harus megurus suami dan pekerjaanrumah tangga. Faktor
penyebab Ibu Farah melakukan pernikahan dini karena
keadaan dia ingin membuktikan kepada masyarakat
bahwa tidak sepenuhnya nikah dini bedampak negatif dan
masyarakat bisa melihat dari sisi positifnya. Baginya
pernikahan dini tidak harus dijadikan budaya. Namun, dia
berpikir bahwa setiap orang ada dalam kondisi yang
berbeda. Jadi, pernikahan di bawah umur boleh
dilangsungkan jika terpaksa.

2. Marsha Putri Olivia (kelahiran tahun 2005)


Menurut Marsha yang berusia 17 tahun pernikahan dini
adalah pernikahan yang dibawah umur 17. Baginya
pernikahan dini tidak wajar untuk dilakukan karena
usianya masih belum mencukupi. Baginya umur yang
mencukupi untuk menikah minimal 19 tahun. Perbedaan
yang dirasakan oleh Marsha sebelum menikah yaitu
ekoniminya tercukupi dan waktu bermain bersama teman
terlampau bebas. Dan sebaliknya, setelah menikah
ekonominya menurun karena untuk kebutuhan rumah
tangga serta waktu bermain bersama teman berkurang
bahkan cenderung tidak memiliki waktu untuk bermain,
semua waktunya habis untuk mengurus keluarga kecilnya.

15
c. Informan kalangan gen z (kelahiran tahun 1996-2009)
Menurut Cynthia, pernikahan dini adalah umur yang
masih sangat muda untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Menurutnya, pernikahan dini tidak wajar untuk dilakukan
karena pelaku masih terlalu muda dan masih memiliki masa
depan yang panjang untuk melanjutkan hidupnya. Batas usia
yang bisa dikatakan pelaku pernikahan dini menurutnya adalah
17-21 tahun. Pergaulan bebas atau sering disebut seks bebas
bisa menjadi salah satu factor penyebab pernikahan dini terjadi.
Jika pernikahan dini terjadi di sekitarnya, Cynthia berpikir
maka pengantin sudah melakukan seks bebas dan harus
bertanggung jawab atas perbuatannya. Baginya, pernikahan
dini tidak cocok jika dijadikan sebuah budaya karena faktor usia
yang terlalu muda untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan
Menurut Dwiky, pernikahan dini adalah sebuah
pernikahan yang dilakukan di bawah umur 18 tahun. Bagi
Dwiky, hal ini tidak diwajarkan karena pelaku cendung tidak
siap dan masih banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti
materi, pengalaman kerja, mental, dan lain-lain. 15-18 tahun
menurut Dwiky adalah batas usia yang bisa dikatakan sebagai
pelaku pernikahan dini. Hal-hal yang bisa menyebabkan
pernikahan dini salah satunya adalah hamil diluar nikah dan
mempunyai orang tua yang religious. Pemikiran Dwiky jika
pernikahan dini terjadi pada salah satu remaja di sekitarnya, dia
berpikir bahwa pelaku pernikahan dini mengalami hal yang
tidak diinginkan seperti hamil di laur nikah. Dia juga berpikir
bahwa bisa saja remaja tersebut menjadi korban atas perjodohan
orang tua. Dwiky tidak mewajarkan pernikahan dini menjadi
sebuah budaya karena bisa menyebabkan banyak hal negatif.
Menurut Bella, pernikahan dini adalah pernikahan yang
dilakukan sebelum batas usia yang ditentukan. Bella tidak
mewajarkan hal ini krena memiliki resiko yang besar dan
memotong waktu para pelaku untuk belajar. 19 tahun
menurutnya batas dari seorang remaja bisa dikatakan pelaku
pernikahan dini. Pengaruh lingkungan dan rendahnya
pendidikan orang tua juga bisa menjadi faktor penyebab
pernikahan dini berlangsung. Bella sangat prihatin jika hal ini
terjadi di sekitarnya dan dia berharap banyak remaja yang
menjauhi faktor-faktor penyebab dari pernikahan dini. Bella
juga tidak mewajarkan pernikahan dini menjadi sebuah budaya
karena resikonya terlalu besar.
Menurut Rizal, pernikahan dini adalah pernikahan yang
dilangsungkan di bawah umur 19 tahun. Baginya, tidak wajar.
Namun, dikalangan Madura hal itu sudah menjadi hal yang
wajar. Rizal berkata 21 tahun adalah batas usia wajar untuk
menikah. Perjodohan dan hamil di luar nikah juga bisa menjadi
faktor pendorong pernikahan dini. Hal yang ada dipikiran Rizal
jika pernikahan dini terjadi di lingkungannya adalah hal itu
terjadi karena faktor perjodohan, bisa juga terjadi karena faktor
budaya suatu suku. Rizal mengatakan bahwa pernikahan dini
diperbolehkan dikalangan suku Madura. Namun, dia tidak tahu
perihal budaya suku atau kalangan lain.

16
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 KESIMPULAN
Pernikahan dini merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan
sebelum menginjak batas usia yang telah ditentukan oleh hukum negara karena
banyaknya faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan serta hal tersebut
bukanlah budaya yang harus dilestarikan. Pada generasi milenial, pernikahan dini
merupakan hal yang diwajari karena hal tersebut terkadang menjadi solusi dari
beberapa masalah yang tidak bisa diselesaikan. Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dari kedua generasi tersebut memiliki prespektif berbeda
tentang pernikahan dini.Bedanya, prespektif masyarakat tentang pernikahan dini
pada generasi milenial lebih luas dibandingkan gen Z. Gen Z cenderung berpikir
bahwa pernikahan dini disebabkan karena pergaulan bebas. Padahal menurut
generasi milenial penyebab pernikahan dini tidak selalu disebabkan karena
pergaulan bebas saja.

5.1 SARAN
Saran yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Para remaja hendaknya menyibukkan diri dengan kegiatan positif seperti
belajar dan meningkatkan potensi diri supaya terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
2. Orang tua sebaiknya juga harus memiliki pemikiran yang terbuka sehingga
tidak selalu berpikir bahwa pernikahan adalah sebuah solusi dari perilaku anak
yang terkadang tidak bisa terkontrol dan merujuk pada ketakutan pada hal-hal
yang belum tentu terjadi.
3. Faktor lingkungan juga bisa menjadi penyebab pernikahan dini. Oleh karena
itu, harus lebih bijak menyeleksi dimana kita harus berbaur dan berinteraksi.
Selain itu, harus menyeleksi mana yang harus dijadikan teman.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://sepositif.com/pengertian-perspektif-adalah-arti-jenis-teknik-dan-aspek- perspektif/

https://www.fikriamiruddin.com/2020/01/pengertian-perspektif-sikap-dan-
perilaku.html?m=1

https://www.rifka-annisa.org/id/berita/blog/item/329-pernikahan-dini-dan- dampaknya
https://purbalingga.kemenag.go.id/resiko-perkawinan-usia-muda/
https://www.rifka-annisa.org/id/berita/blog/item/329-pernikahan-dini-dan- dampaknya

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pelita-bangsa/perpajakan/ki-
pernikahan-dini-karya-ilmiah/30783171

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2249/3/BAB%20II_Latifa%20FZ_Reg%20A.pd f
http://journal.stikessuakainsan.ac.id/index.php/jksi/article/download/109/77/
Cici Wardah.2023.pembahasan mengenai pernikahan dini
Ayu Fatmawati.2023.definisi pernikahan dini generasi milenial Farah Nur
Fahmiyah.2023.penjelasan pernikahan dini generasi z Marsha Putri
Olivia.2023.pendapat tentang pernikahan dini
Cynthia, Dwiky, Bella, Rizal.2023.pendapat tentang pernikahan dini

18

Anda mungkin juga menyukai