Anda di halaman 1dari 19

A.

Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Menurut Arif Mansjoer dalam Clevo dan Margareth (2012: 35-36),


penatalaksanaan untuk pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:

a) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam biasanya


diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan.

b) Diet tinggi kalori tinggi protein dan rendah garam, diet tinggi protein
(20-40 g/hari) dan tinggi kalori guna menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, dan diet rendah garam untuk menghindari
penumpukan cairan dalam tubuh.

c) Kontrol hipertensi, pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,


keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah.

d) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit, yang sering ditemukan adalah


hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari
masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat
kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya,
penghambat ACE dan obat antiinflamasi non steroid), asidosis berat, atau
kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaliuresis.

e) Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal, hiperfosfatemia


dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium
hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada
setiap makan.

f) Deteksi dini dan terapi infeksi, pasien uremia harus diterapi sebagai
pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
g) Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal, banyak obat-obatan yang
harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan
oleh ginjal.

h) Deteksi dini dan terapi komplikasi, awasi dengan ketat kemungkinan


ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.

i) Persiapkan dialisis dan program transplantasi, segera dipersiapkan


setelah gagal ginjal kronik dideteksi.

j) Pencegahan Perkembangan CKD

Pencegahan perkembangan CKD bertujuan untuk mengatasi faktor


risiko yang terkait dengan perkembangan penyakit CKD. Strategi yang
dapat dilakukan adalah mengontrol tekanan darah dan gangguan sistem
RAA (Renin Angiotensin Aldosteron) dengan menggunakan ACEI atau
ARB, serta pengendalian parameter metabolik seperti mengontrolgula
darah, asupan protein, asam urat dan asupan garam. Pasien CKD dengan
diabetes disarankan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan menggunakan ACEI atau ARB,
statin, dan terapi dengan antiplatelet sesuai dengan kondisi klinis pasien.

k) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis terdiri dari:

1) Mengontrol tekanan darah


2) Mengontrol gula darah untuk pasien GGK disertai dengan penyakit
diabetes mellitus. Hindari memakai metforminim dan obat-obatan
sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang.
3) Mengontrol target hemoglobin 10-12 g/dl untuk mencegah anemia
4) Mengontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
5) Mengontrol osteodistrol renal kalsitriol
6) Mengkoreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
7) Mengkoreksi hiperkalemia
8) Mengontrol dislipidemia dengan target Low Density
Lipoprotein (LDL) < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin

l) Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada pasien GGK stadium lima,


berupa hemodialisa, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Hemodialisa adalah suatu proses
terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengambil zat-zat toksik
dalam darah dan mengeluarkan cairan yang berlebih (Rahman, Kaunang,
& Elim, 2016).

m) Penanganan Konservatif Proses Asuhan Gizi Terstandar

Adapun terapi konservatif yaitu proses asuhan gizi terstandar pada


pasien GGK yaitu diet rendah protein. Diet tersebut dapat mengurangi
gejala anoreksia, mual dan muntah. Selain itu diet rendah protein mampu
mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga terjadi penurunan hiperfiltrasi
glomerulus, tekanan intraglomerulus dan cedera sekunder pada nefron
infark (Sukandar, 2006). Diet rendah protein berfungsi untuk mencegah
atau mengurangi azetomia, diet kalium untuk mencegah terjadinya
hiperkalemi yang membahayakan pasien, diet kalori untuk menambah
energi pasien gagal ginjal yang sering mengalami malnutrisi dan
pengaturan kebutuhan cairan, mineral, dan elektrolit berguna untuk
mengurangi kelebihan beban sirkulasi dan intoksikasi cairan.

n) Pembedahan

Tindakan pembedahan yang biasanya dilakukan adalah trasplantasi


ginjal. Keuntungan transplantasi ginjal adalah:

1) Menghentikan ketergantungan terhadap dialisis


2) Menghilangkan kebutuhan modifikasi diet
3) Kembali pada hidup yang normal
4) Tidak seperti dialisis yang berlangsung terus menerus (Baradero,
2009).

o) Kontrol tekanan darah dan glukosa darah

Gagal ginjal kronik sering terjadi bersama dengan penyakit


kardiovaskular dan diabetes. Kontrol tekanan darah dan kadar glukosa darah
akan berdampak besar dalam memperlambat perkembangan gagal ginjal
kronik dan penyakit kardiovaskular (Lubis, tanpa tahun).

p) Diet

Pengaturan nutrisi pasien GGK diutamakan pada asupan cairan, garam,


dan asupan protein. Selain itu asupan vitamin, mineral, dan kadar kalium
dalam tubuh juga penting diperhatikan (Hakim, 2014). Asupan protein
normal harus dibatasi sampai 1-1,5 g/kgBB ideal, sedangkan diet rendah
protein 0.6–0.8 g/kg/hari dan diet sangat rendah protein 0.3–0.4 g/kg/hari.
Rasio BUN/Kreatinin menunjukan 10:1 menandakan asupan protein yang
cukup. Asupan protein yang terlalu banyak dapat mengakibatkan mual,
muntah dan apatis (Baradero et al, 2009). Sedangkan menurut Mubin 2016,
rendah kalori yang dapat dikonsumsi adalah 40-50 Kal/kg/hari. Cairan dan
elektrolit untuk pertama diberikan 3000 mL IV lalu diberikan sampai
dieresis cukup 40 mL/jam (Mubin, 2016).

q) Medikamentosa

Obat pertama adalah jika asidosis metabolik, diberikan Natrium


bikarbonat 20-30 mmol/d atau Natrium sitrat lebih baik apabila
dikombinasikan dengan loop diuretik. Obat alternatif yang bisa diberikan
adalah Eritropoitin jika ada anemi dengan dosis 25-50 unit/kg BB
3x/minggu, IV/SC, lalu dinaikkan setelah 8-12 minggu, Preparat kalsium
diberikan 3x650 mg jika ada hipokalsemi dan hiperfosfatemi, Alupurinol
diberikan jika ada hiperurisemia dan terjadi arthritis gout (Mubin, 2016).

r) Dialisis
s) Tranfusi darah (jika sangat perlu)

B. Diet Rendah Protein

Diet rendah protein merupakan diet yang diberikan pada pasien rawat inap
dengan diagnosa medis gagal ginjal kronik. Syarat diet rendah protein adalah
(Almatsier, 2013) :

1. Energi cukup yaitu 35 kkal/kgBB


2. Protein rendah yaitu 0,6-0,75 g/kg BB
3. Lemak cukup yaitu 20-30% dari total energi. Diutamakan lemak tak
jenuh.
4. Karbohidrat cukup 55-65% dari total energi kebutuhan dikurangi energi
yang berasal dari protein dan lemak.
5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau
anuria. Banyaknya natrium yang diberikan 1-3 gram.
6. Kalium dibatasi yaitu 40-70 mEq. Apabila ada hiperkalemia, oliguria,
atau anuria.
7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml)
8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat,
Vitamin C, dan Vitamin D.

Kebutuhan gizi pasien penyakit gagal ginjal kronik sangat bergantung pada
keadaan dan berat badan perorangan, maka jenis diet dan indikasi pemberian
dibedakan menjdi tiga menurut berat badan pasien, yaitu (Almatsier, 2013) :

1. Diet Rendah Protein I : 30 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan


berat badan 50 kg.
2. Diet rendah Protein II : 35 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan
berat badan 60 kg.
3. Diet Rendah Protein III : 45 gram. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan 65 kg.

Bahan makanan sehari :


Tabel 1. Bahan makanan sehari

Bahan Makanan 30 gram protein 35 gram protein 40 gram protein


Beras 100 g (1,5gls nasi) 150 g (2 gls nasi) 150 g (2 gls nasi)
Telur ayam 50 g (1 butir) 50 g (1 butir) 50 g (1 butir)
Daging 50 g (1 ptg sdg) 50 g (1 ptg sdg) 75 g (1 ptg bsr)
Sayuran 100 g (1 gls) 150 g (1 ½ gls) 150 g (1 ½ gls)
Buah pepaya 200 g (2 ptg sdg) 200 g (2 ptg sdg) 200 g (2 ptg sdg)
Minyak 35 g (3 ½ sdm) 40 g (4 sdm) 40 g (4 sdm)
Gula pasir 60 g (6 sdm) 80 g (8 sdm) 100 g (10 sdm)
Susu bubuk 10 g (2 sdm) 15 g (3 sdm) 20 g (4 sdm)
Kue RP 150 g (3 porsi) 150 g (3 porsi) 150 g (3 porsi)
Madu 20 g (2 sdm) 20 g (2 sdm) 30 g (3 sdm)
Sumber : Sunita Almatsier, 2013

C. Konsep Hemodialisa

1) Definisi Hemodialisa

Hemodialisis adalah pembuangan elemen-elemen tertentu dari darah


dengan memanfaatkan pekerjaan laju difusinya melalui selaput
semipermeabel ketika disirkulasikan di luar tubuh (Tanoe Riyanto, 2015).

2) Prinsip Hemodialisa

Darah penderita dipompa melalui suatu dialiser kuprofan yang dikelilingi


oleh larutan garam fisiologis dan glukosa. Urea, kreatinin, kalium dan
substansi toksis lainnya berdifusi ke luar dari darah melalui membran
kuprofan ke dalam larutan dialisis (Anderton & Thomson, 1992).

3) Indikasi Hemodialisa

Pernefri (2003) dalam konsensus dialisis juga memberikan panduan saat


memulai secara ideal semua pasien dengan LFG <15 ml/menit dapat mulai
menjalani dialisis (Niken, 2011). Indikasi untuk dialisis menurut Niken
(2011) meliputi:
a) Kegagalan penanganan konservatif, gejalanya memburuk
b) Mual, muntah, nafsu makan hilang
c) Kadar ureum dan kreatinin tinggi
d) Hiperkalemia (indikasi absolut)
e) Asidosis berat (indikasi absolut)
f) Kelebihan cairan bila sampai mengalami edema paru (indikasi
absolut)
g) Perikarditis (indikasi absolut)

Dialisis harus dimulai lebih awal pada pasien dengan:

a) Diabetes, karena lebih banyak mengalami komplikasi lebih sulit untuk


mengatur diit ginjal dan diabetes.
b) Neuropati perifer, karena indikasi efek uremia pada sistem saraf
perifer.
c) Encephalopathy uremikum, karena indikasi efek yang berat pada
sistem saraf pusat.
d) Hipertensi maligna, karena dapat membaik dengan pengeluaran cairan
pada dialisis.

4) Pentingnya Diit pada Pasien Hemodialisis

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa,


mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal tidak mampu mengekskresikan
produk akhir metabolisme maka substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal dengan gejala
uremik dan akan mempengaruhi setiap system tubuh. Lebih banyak toksin
yang menumpuk maka gejala yang akan timbul akan lebih berat.

Diet rendah protein akan mengurangi penumpukkan limbah nitrogen dan


dengan demikian dapat meminimalkan gejala. Penumpukkan cairan juga
dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema
paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep
diet untuk pasien gagal ginjal kronik. Dengan penggunaan hemodialisa yang
efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya
memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium dan cairan.

5) Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penderita Gagal Ginjal


Kronik dengan Hemodialisa dalam Memenuhi Kebutuhan Nutrisi

1. Faktor usia, pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan


bahwa ketaatan terhadap aturan pengobatan pada anak-anak dan
remaja merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada pasien
dewasa. Pada penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rata
berusia 52 tahun dan penderita yang tidak patuh berusia 46 tahun, ini
dapat diartikan bahawa usia yang lebih tua cenderung patuh dan
sebaliknya usia yang lebih muda muda cenderung tidak patuh.

2. Faktor lama menjalani hemodialisa, semakin lama pasien menjalani


hemodialisa maka adaptasi pasien akan semakin baik karena pasien
telah mendapat banyak pendidikan kesehatan atau informasi yang
diperlukan dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan
bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisa maka pasien
tersebut akan semakin patuh karena telah mencapai tahap accepted
(menerima) dengan penyakit yang dialaminya.

3. Faktor keterlibatan tenaga kesehatan, keterlibatan tenaga kesehatan


sangat diperlukan oleh pasien dalam segala hal, sebagai pemberi
pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga,
serta rencana pengobatan selanjutnya.

4. Faktor keterlibatan keluarga pasien, pada penderita yang patuh lebih


mempunyai kepercayaan pada kemampuannya sendiri untuk
mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini
dikarenakan individu memiliki faktor internal yang lebih dominan
seperti tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman yan pernah
dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat
mengambil keputusan yang tepat, sementara keterlibatan keluarga
dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat
menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian
dari keluarga. Schwarzt dan Griffin (1995) mengatakan perilaku
kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit,
dan program pengobatan. Berbeda denga pernyataan Baekeland dan
Luddwall (1975) bahwa keluarga juga merupakan faktor yang
berpengaruh dalam menentukan program pengobatan pada pasien,
derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain,
isolasi sosial secara negative berhubungan dengan kepatuhan.

D. Kebutuhan Nutrisi pada Penderita Gagal Ginjal Kronik

Nutrisi adalah makanan yang mengandung gizi, sedangkan nutrisi yang cukup
adalah makanan yang mengandung gizi yang cukup untuk kebutuhan gizi tubuh
seseorang (Adriani & Wirjatmadi, 2014).

Seseorang yang sudah mengalami gagal ginjal harus menjaga pola makannya
karena banyak makanan yang justru bisa memperparah kondisi penyakitnya.
Penderita sakit ginjal tidak bisa mengonsumsi buah dan sayur sesukanya, dengan
jumlah yang sama seperti orang sehat. Harus dipahami bahwa ada sayur dan buah
yang berpotensi memperparah kondisi kesehatan penderita. Oleh karena itu,
penderita gagal ginjal harus benar-benar mengetahui kandungan buah dan sayur
yang mereka konsumsi. Kadar kalium yang sangat tinggi (hiperkalemia) dapat
menyebabkan irama jantung terganggu. Penderita harus bisa membatasi jumlah
konsumsi buah setiap harinya. Misalnya buah apel, penderita ginjal hanya bisa
mengonsumsi setengahnya saja. Namun yang juga harus diingat, jika kondisi
penderita ginjal sudah tidak bisa lagi berkemih, maka sebaiknya hentikan
konsumsi buah dan sayur hingga lancar berkemih.

Sementara itu, bagi penderita yang belum menjalani cuci darah. dianjurkan
untuk melakukan diet rendah protein 40-45 gram/hari. Hal ini tentunya tergantung
fungsi ginjal penderita yang dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium.
Jika fungsi ginjal kurang dari 15 persen, maka pertu melakukan cuci darah. Lain
lagi pada penderita gagal ginjal yang sudah lama alias menahun atau kronis.
Penderita gagal ginjal kronis harus menjalani diet ketat dengan beberapa tujuan
yaitu untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan untuk
menjaga agar penderita dapat beraktivitas seperti orang normal. Prinsip diet bagi
penderita gagal ginjal kronis adalah:

1. Diet lunak atau biasa.

2. Sebagai sumber karbohidrat: gula pasir, selai, sirup, dan permen.

3. Cukup energi dan rendah protein.

4. Sebagai sumber lemak, diutamakan lemak tidak jenuh, dengan


kebutuhan sekitar 25 persen dari total energi yang diperlukan.

5. Untuk kebutuhan air, dianjurkan sesuai dengan jumlah urine 24 jam;


sekitar 500 mililiter melalui minuman dan makanan.

6. Untuk kebutuhan kalium dan natrium dengan keadaan penderita.

7. Untuk kebutuhan kalori, sekitar 35 kkal/kg berat badan/hari.

8. Membatasi asupan garam dapur jika ada hipertensi(darah tinggi) atau


edema (bengkak).

9. Dianjurkan juga mengonsumsi agar-agar karena selain mengandung


sumber energi juga mengandung serat yang larut.

Makanan yang sebaiknya dibatasi bagi penderita gagal ginjal kronik antara
lain:

1. Sumber karbohidrat seperti: nasi, jagung, kentang, makaroni, pasta,


hevermout, ubi.

2. Protein hewani, seperti: daging kambing, ayam, ikan, hati, keju, udang,
telur.

3. Sayuran dan buah-buahan tinggi kalium, seperti: apel, alpukat, jeruk,


pisang, pepaya dan daun pepaya, seledri, kembang kol, peterseli, buncis.
National Kidney Foundation telah mempublikasikan panduan praktik klinis
untuk terapi nutrisi pada pasien gagal ginjal kronik. Badan tersebut
menggarisbawahi kebutuhan pasien-pasien yang tidak membutuhkan dialysis
(penyakit ginjal stadium pra-akhir) dan pasien yang membutuhkan dialysis
(penyakit ginjal stadium akhir). Nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien gagal ginjal
yang menjalani dialisa diminta mengonsumsi 1,2 sampai 1,5 gr/kg protein per
harinya (Lippincott & Wilkins, 2008).

Nutrient Stadium 1-4 Hemodialisis Peritoneal Dialisis


LFG >30
mL/min/1.73 m2:
≥0.8 ≥1.2 ≥1.2-1.3
g/kg/hari g/kg/hari g/kg/hari paling
Protein
LFG 15-29 dengan sedikit 50%
mL/min/1.73 m2: 0.6- paling HBV
0.75 g/kg/hari sedikit 50%
Sindrom Nefrotik: HBV
0.8-
1.0 g/kg/hari
Energi (jika
≥60 tahun : 30-35
pasien
≥60 tahun: 30- kkal/kg termasuk
<90% 35-40 kkal/kg,
35 kkal/kg <60 kalori dialisat
atau tergantung status
nutrisi dan faktor tahun : <60 tahun: 35
>115%
stres 35 kkal/kg termasuk
dari
ratarata kkal/kg kalori dialisat
BB
standar,
gunakan
aBWef)
10-20 mg/g protein 900 mg/hari 900 mg/hari atau
Fosfat atau 600- atau <17 mg/kg/hari
800 mg/hari or <17
mg/kg/ha
ri
Bervariasi 2000-3000 Tergantung
menurut mg/hari (88- pemeriksaan fisik
Sodium penyebab 130 CAPD dan APD,
CKD; biasanya “no mmol/hari) 3000-
added salt” (i.e., 4000 mg/hari (130-
2-4 g/hari) 175 mmol/hari)
40 mg/kg Tidak dilarang pada
atau kira- CAPD and APD:
Biasanya tidak kira kira- kira 3000-4000
dilarang 20003000 mg/hari
Potassium sampai LFG
<10 mg/hari (50-80 (80-105
mmol/hari). mmol/hari)
mL/min/1.73 m2 kecuali serum
level meningkat
atau
menurun.
CAPD dan APD, kira-
kira 20003000 mL/hari
500-1000 berdasarkan
mL/hari status klinis; tidak
Cairan Berdasarkan status klinis ditambah jumlah
dilarang jika BB dan
urin perhari TD terkontrol dan sisa
fungsi ginjal 2-3 L/hari
800 mg/hari atau bila Sama seperti
perlu untuk menjaga Sama seperti CKD
Calcium CKD stadium 1-
target level serum stadium 1-4
4
Vitamin C, 60-
100 mg; vitamin
B6, 510 mg; folic
RDA untuk vitamin B acid, 0.8-1 mg;
Vitamins and complex dan C; zinc, DRI for others; Sama seperti
minerals iron, calcium, and individualize hemodialysis
vitamin D zinc, calcium,
iron, and vitamin
D
Tabel 2. Rekomendasi nutrisi harian pada pasien GGK stadium 1-5.

Terapi nutrisi pada pasien gagal ginjal kronik hanya bersifat membantu
memperlambat progresivitas gagal ginjal kronik, adapun tujuan lain dari diet
tersebut yakni untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal agar tidak memberatkan kerja ginjal, untuk
mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia), untuk
mengatur keseimbangan ciran dan elektrolit, serta mencegah atau mengurangi
proresivitas gagal ginjal dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus
(Almatsier, 2008).

Menurut Almatsier (2008), syarat –syarat diet nutrisi pada pasien gagal ginjal
kronik dengan dialisi yakni sebagai berikut :
1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kgBB.

2. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 gr/kgBB, sebagian harus mengandung nilai


biologi tinggi.

3. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total. Diutamakan


lemak tidak jenuh ganda.

4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energy yang


berasal dari protein dan lemak.

5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau


anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1-3 gr.

6. Kaliem dibatasi (40-7- mEq) apabila ada hyperkalemia (kalium darah


>5,5 mEq), oliguria, atau anuria.

7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran


cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).

8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat,


vitamin C, dan vitamin D.

Asupan kalori yang cukup diperlukan untuk mencegah penurunan berat badan
dan katabolisme protein. Kegagalan mengonsumsi cukup kalori menyebabkan
meningkatnya kadar BUN karena protein tubuh dipecah menjadi energi. Pasien
yang tidak memerlukan dialisis harus mengonsumsi 35 kkal/kgBB/hari, dan
pasien dengan dialisis harus mengurangi asupan kalori mereka sebanyak 680
kkal/kgBB/hari untuk kompensasi kalori yang diserap melalui dialisis.

Pada banyak kasus, penderita gagal ginjal kronik harus mengonsumsi


karbohidrat sederhana dengan maksud untuk menyediakan cukup kalori tanpa
menambahkan lagi protein ke dalam makanan. Sumber kalori bebas-protein
meliputi minuman buah dan punch, makanan ringan buah yang dapat dikunyah,
sorbet, minuman limun, madu, sirup jagung, dan margarin atau mentega.
Retraksi natrium dan cairan ditentukan oleh tekanan darah pasien, kadar
elektrolit, keluaran urine, dan berat badan. Sebagian besar pasien dengan berhasil
mengonsumsi 2 sampai 4 gram natrium per hari. Pada pasien yang tekanan
darahnya normal, tidak ada edema, dan kadar natrium serumnya normal, asupan
cairan harus 500 ml lebih banyak daripada keluaran urine pasien selama 24 jam.
Contohnya, jika keluaran urine pasien mencapai 600 ml selama 24 jam pasien
dapat dengan aman mengonsumsi 1100 ml cairan. Jika pasien menjalani dialisis
maka pasien harus membatasi penambahan berat badan sampai 2,5 kg diantara
terapi seperti dalam teori Cahyaning, 2009 tanda kelebihan cairan misalnya edema
dan sesak nafas akan muncul apabila kenaikan berat badan pasien lebih dari 2,5
kg diantara dua waktu dialisis, dan pertambahan berat badan di rentang 2 sesi
hemodialisa yang dapat di toleransi oleh tubuh adalah 1,0 – 1,5 kg.

Biasanya penderita infusiensi ginjal dan penderita yang menjalani dialisis


peritoneal tidak perlu membatasi asupan kalium mereka. Pasien yang mengalami
hyperkalemia dan menjalani hemodialisis harus membatasi asupan kalium mereka
menjadi 2 sampai 3 gram/hari.

Defisiensi vitamin D sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik karena
ginjal tidak dapat mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Metabolisme
kalsium, magnesium, dan fosfat mengalami perubahan dan menyebabkan
terjadinya hiperfossatemia, demineralisasi tulang, nyeri tulang, dan kemungkinan
kalsifikasi jaringan lunak. Komplikasi ini dapat dicegah dengan membatasi
asupan fosfat dan menyediakan suplemen vitamin D, serta pengikat fosfat.

Penderita gagal ginjal kronik biasanya mengalami defisiensi vitamin larut air.
Tidak cukupnya asupan disebabkan oleh anoreksia dan retriksi makanan,
perubahan metabolisme akibat uremia dan obat-obatan, atau peningkatan
kehilangan vitamin yang disebabkan oleh dialisis. Baikpasien yang menjalani
dialisis dan yang tidak harus mendapatkan suplementasi berdasarkan
Recommended Dietary Allowances (RDAs). Pasien harus mendapat vitamin B6
dan asam folat melebihi daripada RDA untuk meningkatkan produksi sel darah
merah. Asupan vitamin C harus dibatasi sampai 100 mg untuk mencegah
terjadinya batu ginjal.
Defiesiensi mineral kalumit (trace mineral) seperti seng dapat terjadi pada
pasien yang mengalami dialisis. Dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen jika
ditemukan adanya defisiensi seng. Suplemen besi mungkin dibutuhkan pada terapi
anemia, namun suplemen besi tidak boleh dionsumsi dengan suplemen kalsium
(Lippincott & Wilkins, 2008).

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak


Dianjurkan/Dibatasi
Sumber Karbohidrat nasi, bihun, jagung, kentang,
makroni, -
mie, tepung-tepungan, singkong,
ubi, selai, madu, dan permen.
Sumber Protein telur, daging, ikan, ayam. kacang-kacangan
dan hasil olahnya,
seperti tempe dan
tahu.
Sumber Lemak minyak jagung, minyak kacang kelapa, santan,
tanah, minyak kelapa sawit, minyak kelapa,
minyak kedelai, margarin dan margarin/mentega
mentega rendah garam. biasa dan lemak
hewan.
Sumber Vitamin semua sayuran dan buah, kecuali Sayuran dan buah
dan Mineral pasien dengan hyperkalemia tinggi kalium pada
dianjurkan yang mengandung pasien dengan
kalium rendah/sedang. hyperkalemia.
Ket : pada pasien yang tidak mengalai dialisis, protein yang diberikan adalah
50% protein nabati dan sisanya protein hewani. Kacang-kacangan tidak
dianjurkan pada diet rendah protein <40 gr.
Tabel 3. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan (Almatsier, 2008).

Berikut ini merupakan panduan nutrisi untuk pasien yang menjalani dialisis
baik hemodialisis maupun peritoneal yang sering mengalami efek samping seperti
mual, muntah, diare, penambahan dan penurunan berat badan, pelisutan otot,
pruritis, dan mulut kering.

Masalah Lakukan Jangan Lakukan


1. Beri makanan dalam jumlah  Jangan berikan makanan tinggi
sedikit, tapi sering. kalium. Makanan yang harus
2. Anjurkan pemberian sejumlah dihindari : alpokat, pisang,
kecil cairan sepanjang hari. buah yang dikeringkan, kiwi,
3. Rekomendasikan pasien makan melon, jeruk, kacang dan
Mual dan minum saat mual berkurang. buncis yang dikeringkan,
4. Sajikan makanan rendah lemak jamur, dan tomat.
(misalnya serbat, wafer vanilla,  Jangan sajikan pengganti
roti panggang, buah rendah garam, soda kue rendah
kalium yang dikalengkan, dan natrium, dan benih gandum.
suplemen ginjal.  Jangan berikan kacang-
5. Coba minuman yang dingin, kacangan (yaitu almond,
hindari minuman panas kacang tanah, kacang merah,
yang tidak dapat kacang mete, kacang kedelai).
ditoleransi.  Jangan sajikan makanan yang
tinggi fosfor. Makanan yang
harus dihindari : susu dan
produk susu lainnya (keju, es
krim).
 Jangan rekomendasikan
minuman yang tinggi kalium
dan fosfor (misal : jus jambu
biji, jus jeruk, jus pepaya, dan
jus tomat).
 Jangan sajikan makanan yang
digoreng atau makanan yang
tinggi kalium dan fosfor.
 Jangan izinkan mengonsumsi
cairan yang jernih dalam waktu
lama.
 Jangan sajikan kafein.
1. Laporkan muntah yang 1. Jangan rekomendasikan
berulang kepada dokter. makanan atau minuman yang
Setelah muntah terkendali, tinggi kalium dan fosfor seperti
berikan sejumlah kecil yang tercantum sebelumnya.
Muntah cairan jernih (air, kaldu, jus
tanpa ampas) sebelum
beralih ke makanan padat.
Jangan pertahankan cairan
yang jernih selama lebih
dari sehari, kecuali
jika diarahkan oleh dokter
umum.
1. Beri tau pasien bahwa diare 1. Jangan sajikan makanan
menyebabkan malabsorpsi berlemak dan makanan yang
makanan dan kehilangan digoreng, buah dan sayuran
elektrolit. mentah.
2. Lanjutkan diet denga makanan 2. Jangan berikan makanan dan
yang lunak dan rendah serat minuman yang tinggi kalium
(ikan, sayuran rendah kalium dan juga fosfor.
Diare yang dibuat sup kental, nasi dan
roti tawar putih) ketika diare
berkurang.
3. Anjurkan psien minum cairan
yang jernih.
Penambahan 1. Batasi asupan cairan dan 1. Jangan berikan cairan yang
Berat Badan makanan yang mencair berlebihan.
pada suhu ruangan (misal : 2. Jangan berikan makanan yang
di antara tinggi garam dan natrium yang
gelatin, sup, kaldu, sup
Terapi buah) di antara terapi dapat menyebabkan haus
karena ginjal tidak lagi berlebihan.
berfungsi secara normal.
2. Batasi asupan natrium.
3. Gunakan makanan rendah garam.

Penambahan 1. Batasi asupan kalori, dengan 1. Jangan berikan diet rendah


Berat Badan memastikan pemberian protein.
protein yang cukup dalam
akibat
diet (1-1,4 gr/kgBB)
Asupan
Kalori yang
berlebihan

1. Anjurkan makanan protein 1. Jangan sajikan makanan


bernilai protein tinggi bernilai biologis rendah.
Pelisutan (misal : ikan, telur) dan 2. Jangan sajikan produk susu
Otot suplemen ginjal. Penurunan yang tinggi fosfor dan tinggi
nafsu makan dapat natrium.
menyebabkan pelisutan otot.

1. Beri tau pasien asupan fosfor 1. Jangan sajikan makanan


yang berlebihan dapat dan minuman yang tinggi
menyebabkan pruritis. fosfor.
Pruritis 2. Berikan makanan dan minuman
yang rendah fosfor.
3. Berikan pengikat fosfor bersama
makanan dan kudapan.

1. Beri tau pasien bahwa 1. Jangan berikan cairan yang


dengan asupan cairan yang berlebihan.
terbatas, pasien seringkali 2. Jangan berikan cairan tinggi
mengalami gejala mulut fosfor dan kalium.
Mulut kering. Berikut cara
mengatasi mulut kering
Kering
yakni berikan permen
bertekstur keras atau
permen karet, coba
kepingin es, gunakan saus
rendah natrium, kuah
daging untuk membasahkan
makanan.
Tabel 4. Panduan nutrisi pada pasien gagal ginjal dengan dialisis (Herbold & Edelstein, 2011)

Sumber:

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2014). Gizi dan Kesehatan Balita Peranan Micro
Zinc pada Pertumbuhan Balita. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Almatsier, S. 2008. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Almatsier. (2013). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Baradero Mary. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarata: Perpustakaan Nasional
Hakim, Andi. 2014. Diet Khusus Bagi Penderita Gagal Ginjal Kronik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Herbold dan Edelstein. 2011. Buku Saku Nutrisi. EGC. Jakarta
Lippincott & Wilkins. 2008. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah, Ed. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
M.Clevo Rendy, Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam Edisi 1, Nuha Medika : Yogyakarta
Mubin, H. (2016). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Niken D, C. (2011). Hemodialisis (Cuci Darah) Panduan Praktis Perawatan
Gagal Ginjal. Mitra Cendikia Press
Rahman, M. T. S. A., Kaunang, T. M. D. and Elim, C. (2016). Hubungan antara
lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien yang
menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis, 4.
Sukandar, E. (2006). Gagal ginjal Kronis dan Terminal: Nefrologi Klinik, Edisi
III. Bandung: ITB, hlm 378-382
Suwitra , K. (2009) Penyakit Gijal Kronis. Dalam A. W. Sudoyo, S. Bambang, A.
Idrus, K. Marcellus Simadibrata ,& S. Setiadi (Ed.) , Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. (pp. 1035-1040). Jakarta :Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai