Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB, dengan ketentuan dan
komposisi sebagai berikut:
2) Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB.
Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein
diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein.
Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥ 60 %, akan tetapi pada saat
ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang
berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu.
3) Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan lemak tidak jenuh.
4) Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah IWL ± 500 ml.
5) Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan dalam tubuh.
Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari.
6) Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari ¾ Fosfor yang
dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari
1) Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepungtepungan,
madu, sirup, permen, dan gula.
Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang
kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi
menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan.
3) Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega.
Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium
diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan
nangka. Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan
tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan,
dikalengkan dan diasinkan.
Sumber: diet rendah protein dan penggunaan protein nabati pada penyakit ginjal kronik. Triyani
kresnawan, HMS Markun. Ahli Gizi Instalasi Gizi RSCM Jakarta. Divisi Ginjal Hipertensi Bag. penyakit
Dalam FK UI-RSCM. 2012.
Hemoglobin dapat ditemukan turun akibat anemia penyakit kronis yang terjadi pada penyakit ginjal
kronis.
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus pada pasien. Laju filtrasi
glomerulus (LFG) dapat diestimasi menggunakan metode-metode berikut:
CCr = mL/menit
LFG = 141 × min(Scr/κ, 1)α × max(Scr/κ, 1)-1.209 × 0.993Usia × 1.018 [bila wanita] × 1.159 [bila berkulit
hitam]
LFG (mL/min/1.73 m²) = (36.2 × tinggi badan dalam cm) / kreatinin dalam µmol/L
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan komplikasi berupa hiperkalemia dan metabolik asidosis. Untuk
itu diperlukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada analisa gas darah, perhatikan kadar
HCO3 dan pH untuk melihat ada tidaknya metabolik asidosis.
Urinalisis
Pada urinalisis, dapat ditemukan hematuria dan/atau proteinuria. Dapat juga ditemukan
mikroalbuminuria (30 – 300 mg/24 jam)
Pencitraan juga bermanfaat untuk diagnosis penyakit ginjal kronis, terutama untuk menentukan
penyebab penyakit ginjal kronis.[4]
Ultrasonografi Ginjal
Pada pemeriksaan USG, dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil, adanya obstruksi atau
hidronefrosis dan batu ginjal.
Foto polos abdomen dapat bermanfaat untuk melihat batu ginjal radioopak tetapi pemeriksaan ini
bersifat tidak spesifik.
CT-scan abdomen dapat melihat batu saluran kemih, massa atau kista ginjal. Kontras intravena
dikontraindikasikan pada pasien dengan LFG < 60 mL/min/1.73 m2.
MRI dapat melihat massa ginjal dengan lebih jelas, misalnya pada karsinoma sel renal. Kontras dengan
gadolinium tidak direkomendasikan pada laju filtrasi glomerulus < 30 mL/min/1.73 m2.
Biopsi Renal
Biopsi renal umumnya diindikasikan jika diagnosis etiologi penyakit ginjal kronis tidak jelas. Biopsi juga
bermanfaat untuk memandu tata laksana penyakit ginjal kronis yang diakibatkan oleh etiologi tertentu,
misalnya lupus.
Sumber: