Anda di halaman 1dari 12

TRADISI PENGOBATAN BATIMUNG DALAM MASYARAKAT BANJAR DAN

DAYAK MERATUS DI KALIMANTAN SELATAN

BATIMUNG HEALING TRADITION OF THE BANJARESE AND


DAYAK MERATUS COMMUNITY IN SOUTH KALIMANTAN

Saefuddin* dan Sisva Maryadi**

*Balai Bahasa Kalimantan Selatan; Jalan Jenderal Ahmad Yani Km. 32,2, Loktabat, Banjarbaru 70712 Kalimantan
SelatanTelepon (0511) 4772641, Posel: kangasef@yahoo.co.id
**Balai Pelestarian dan Nilai Budaya; Jalan Sutoyo Pontianak 78121 Kalimantan Barat
Telepon (0561) 737906, Posel:s_yadi11@yahoo.co.id

Diterima 15 Agustus 2018 Direvisi 21 Agustus 2018 Disetujui 17 Oktober 2018

Abstrak. Batimung dalam masyarakat Banjar dan Dayak Meratus lebih banyak dikenal untuk acara prosesi pernikahan
dan sangat sedikit yang mengetahui bahwa batimung selain untuk kesehatan juga untuk pengobatan penyakit di antaranya
penyakit wisa (hepatitis). Oleh karena itu, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana tradisi pengobatan
batimung hidup dalam masyarakat Banjar dan Dayak Meratus. Tujuan penelitian ini akan menguraikan secara terperinci
keberadaan batimung Banjar dan Dayak Meratus sebagai warisan tradisi nenek moyang yang telah sejak lama di Kalimantan
Selatan yang berdampingan dengan budaya modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif ialah suatu metode untuk memperoleh informasi tentang tata cara pengobatan batimung dalam
masyarakat Banjar. Hasil penelitian memberi gambaran tentang pengobatan batimung dalam masyarakat Banjar dan
Dayak Meratus di Kalimantan Selatan.

Kata kunci: Tradisi, batimung, Dayak Meratus, Banjar.

Abstract. The healing tradition of Batimung in the communities of Banjar and Dayak Meratus is recognised as part of a
wedding ceremony, but only few knows that this tradition is benefitted also to cure hepatitis. Thus, a research question
arises regarding the continuous existence of batimung in the communities of Banjar and Dayak Meratus today. The
objective of this research was to understand how batimung healing tradition coexist with modern culture. This was a
descriptive-qualitative research which emphasised on observation and description on the procedure of batimung as a
healing therapy. Hence, the result provided a comprehensive information on batimung which has been practiced by the
communities of Banjar and Dayak Meratus until today.

Keywords: Tradition, batimung, Dayak Meratus, Banjar people

PENDAHULUAN Selatan mengetahui bahwa alam Kalimantan


banyak menyediakan sarana obat alami yang
Kalimantan Selatan memiliki potensi alam bermanfaat bagi kesehatan manusia. Selain itu,
yang sangat melimpah. Kekayaan alam itu bahan-bahan alam atau tumbuh-tumbuhan yang
berupa tumbuh-tumbuhan yang dapat diolah ada di hutan Kalimantan dapat dijadikan jamu
menjadi bahan obat-obatan atau rempah-rempah tradisional sebagai bahan alternatif untuk
sebagai bahan obat tradisional. Namun, tidak pengobatan bagi masyarakat yang memerlukan,
semua masyarakat yang ada di Kalimantan terutama untuk menjaga kesehatan tubuh, selain

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 147
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
obat-obatan modern yang dijual di apotek. Potensi dilaksanakan oleh masyarakat Banjar dan Dayak
alam ini sekaligus dapat memberikan kontribusi di Kalimantan Selatan. Batimung kesehatan
bagi mata pencaharian masyarakat yang mengandung arti membuang keringat dari badan
profesinya sebagai pedagang jamu tradisional. dengan cara diasapi serta ditambahkan bunga-
Hal ini dapat juga memudahkan terhadap bungaan dan ramuan alami untuk memberi
kelangsungan pengobatan tradisional, seperti keharuman kepada badan orang yang di-timung.
pengobatan batimung yang sewaktu-waktu Cara ini merupakan salah satu syarat bagi calon
memerlukan bahan-bahan ramuan untuk pengantin Banjar untuk menghadapi pesta
pengobatan tersebut. Ramuan-ramuan itu sudah perkawinannya nanti. Tujuan dilaksanakannya
ada dijual di pasar tradisional, seperti di pasar tradisi ini agar mempelai laki-laki dan perempuan
Martapura. Jadi, seseorang tidak perlu sulit lagi saat bersanding di pelaminan atau acara
mencari bahan ramuan untuk pengobatan berlangsung tidak mengeluarkan bau keringat
tradisional, seperti batimung walaupun atau aroma bau yang tidak sedap, tetapi berganti
sebagiannya masih harus mencari ke dalam menjadi bau harum yang menambah pesona
hutan. Selain itu, kita tidak perlu mengkhawatirkan (Rahmah 2016: 11), dan penelitian ini juga
bahwa pengobatan tradisional batimung secara berupaya menemukan jenis-jenis batimung
turun temurun masih dilestarikan oleh masyarakat pengobatan, baik batimung Dayak Meratus
Banjar dan Dayak Meratus, khususnya masyarakat maupun batimung Banjar di Kalimantan Selatan.
Banjar yang berdomisili di Rantau dan Dayak Selain sebagai tradisi, batimung juga
Meratus di Kabupaten Tapin yang menjadi lokus mempunyai fungsi kesehatan dan pengobatan
penelitian tentang pengobatan tradisional bagi yang melaksanakannya, terutama untuk
batimung di daerah tersebut. Hal ini memberikan mengobati penyakit wisa (liver atau hepatitis)
gambaran bahwa pengobatan tradisional ini masih dengan cara di-timung. Berlangsungnya tradisi
diperlukan oleh masyarakat, selain media batimung selain memiliki fungsi kesehatan juga
obatnya mudah didapatkan juga pengobatan masyarakatnya dapat merawat tradisi yang
batimung masih dipandang sebagai identitas dan mereka warisi dari nenek moyang mereka (Daud
kekhasan serta kekayaan budaya daerah yang 1997: 47). Oleh karena itu, batimung tidak hanya
ada di Kalimantan Selatan. Salah satu bentuk berlangsung di masyarakat yang merupakan
tradisi pengobatan ini terefleksikan dalam suatu bagian penting dari suatu tradisi turun temurun, di
tradisi di masyarakat, di antara wujud itu adalah antaranya dalam prosesi persiapan menjelang
tradisi pengobatan tradisional batimung yang pernikahan dan dipandang prosesi ini memiliki
masih berlangsung secara turun temurun dalam manfaat kesehatan dan sebagai bagian dari
masyarakat Banjar dan Dayak Meratus di pengobatan tradisional bagi masyarakat Banjar
Kalimantan Selatan (Damayanti 2016: 18). dan Dayak (Suriansyah dkk. 2015: 73). Selain itu,
Tradisi-tradisi yang berkembang saat ini tradisi ini tampaknya tidak hanya dilestarikan oleh
memiliki makna dan tujuan yang akan dicapai masyarakat sebagai pemilik tradisi, tetapi
karena merupakan keinginan bersama batimung juga dilestarikan dalam tulisan karya
antarmasyarakat dan diwariskan ke generasi sastra, yaitu dalam cerpen Darah Penanda. Dalam
berikutnya. Tradisi yang turun-temurun inilah yang cerpen ini penulis cerita hanya memberikan
nantinya lahir menjadi budaya yang menjadi gambaran secara ekplisit bagaimana ketika
identitas suatu masyarakat tertentu. Tradisi-tradisi seseorang sedang dilanda sakit, seperti terkena
seperti upacara tradisional, tari-tarian, lagu-lagu, sakit wisa dan tipus. Penulis cerita mengulas
permainan tradisional serta olahraga tradisional, sekilas tentang pengobatan batimung yang
termasuk tradisi pengobatan seluruhnya menurutnya merupakan tradisi nenek moyang
merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan yang mereka miliki. Batimung dalam masyarakat
dan dijaga keberadaannya. Begitu juga halnya Banjar dan Dayak Meratus pun memiliki variasi
dengan tradisi pengobatan batimung yang masih dan tata cara masing-masing pada setiap daerah

148 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
(terutama cara menyajikan ramuan). Selain itu, Metode yang digunakan pada tahapan ini ialah
penulis tampaknya ingin mengajak pembaca agar metode informal yang menyajikan (secara naratif)
tradisi nenek moyang dapat dijaga dan terus data hasil wawancara dengan informan di
dilestarikan, selama alam memberikan ruang dan lapangan dan disusun menjadi suatu informasi
sarana untuk pengobatan tersebut. Artinya, atau paparan lengkap dan terperinci mengenai
masyarakat tidak harus sepenuhnya selalu jenis-jenis batimung yang terdapat dalam
bergantung kepada dokter ketika sedang sakit. masyarakat Dayak Meratus dan Banjar di
Namun, sebagai pengobatan alternatif dapat pula Kalimantan Selatan. Metode formal digunakan
masyarakat mengobatinya dengan menggunakan penulis untuk memformulasikan data hasil
batimung dengan tata cara yang mudah dan wawancara itu ke dalam kata-kata biasa agar
bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia di informasi yang diperoleh dari hasil wawancara itu
sekitar kita. Hanya saja sebagian besar dari dapat dipahami oleh pembaca (Ratna 2004: 5).
masyarakat Banjar banyak yang belum
mengetahui pengobatan tersebut dan selama ini HASIL DAN PEMBAHASAN
yang banyak diketahui ialah batimung untuk
pengantin (Damayanti 2016: 69). Oleh karena itu, Pengobatan tradisional batimung ialah tata
penelitian ini akan membahas apa arti tradisi cara yang masih dilakukan oleh masyarakat
pengobatan batimung dalam masyarakat Dayak Dayak Meratus dan Banjar di Kalimantan Selatan.
Meratus dan Banjar. Tujuan penelitian ini akan Mereka masih berpegang pada tradisi leluhur
mengungkap bagaimana signifikasi tradisi nenek moyang mereka, karena pengobatan
pengobatan batimung dalam masyarakat Banjar tradisional ini masih dipandang relevan dengan
di Kalimantan Selatan tidak hanya berkaitan tata cara pengobatan modern seperti pengobatan
dengan batimung pengantin, tetapi akan yang dilakukan oleh para dokter ahli di rumah
membahas batimung pengobatan. sakit-rumah sakit yang ada di daerah, seperti
pengobatan di Rumah Sakit Ulin di Banjarmasin.
METODE Pengobatan batimung secara tidak langsung
dapat membantu penyembuhan klinis pasien
Pada tahapan pengumpulan data digunakan yang mengalami sakit, seperti penyakit tipus,
metode studi kepustakaan (library research) hepatitis, dan liver, sedangkan di masyarakat
dengan teknik pembacaan dan pencatatan. Dayak Meratus dan Banjar disebut wisa atau wisa
Penerapan metode dan teknik ini untuk sangga atau penyakit kuning.Pengobatan
mengumpulkan data yang dijadikan objek tradisional ini membantu pasien yang tidak
penelitian, mengumpulkan ulasan atau mampu untuk berobat ke rumah sakit dengan
pembahasan yang berkaitan dengan objek, dan pengobatan modern.
mengumpulkan penelitian-penelitian yang ada Tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman yang
hubungannya dengan penelitian ini. Pada tahapan sudah modern ini masih terdapat masyarakat
analisis data digunakan metode deskriptif analitik. yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk
Metode ini digunakan dengan cara mengobati penyakit seperti wisa, wisa sangga
mendeskripsikan data yang kemudian disusul atau penyakit kuning dengan cara dirawat di rumah
dengan analisis (Ratna 2004: 53). Nazir (1988: 65) sakit dan diobati oleh dokter yang ahli di
mengatakan bahwa metode deskriptif analitik bidangnya. Selain itu, masih banyak masyarakat
meliputi deskripsi, gambaran atau uraian secara yang masih percaya untuk mengobati penyakit
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, wisa, wisa sangga atau penyakit kuning dengan
sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang cara pengobatan tradisional. Tidak sedikit pasien
diteliti. Tahapan terakhir dari keseluruhan proses yang mengalami penyakit tersebut dapat sembuh
penelitian ialah penyajian analisis data. Hasil dengan pengobatan batimung.
analisis data disajikan dalam bentuk jurnal ilmiah.

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 149
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
Hal seperti ini dapat dipahami bahwa dalam Foster dan Anderson (1986: 61) menjelaskan
masyarakat cara melakukan pengobatan bahwa etnomedisin secara teoretis adalah istilah
tradisional sudah menjadi kebiasaan turun temurun kontemporer untuk kelompok pengetahuan luas
dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang berasal dari keingintahuan antropologi
suatu kelompok masyarakat, termasuk dalam untuk mengetahui seluk beluk pengetahuan
kelompok masyarakat Dayak Meratus dan Banjar medis tradisional dan pelaksanaan praktik-praktik
di Kalimantan Selatan (Tim Penyusun 2016: 523). penyembuhan pada berbagai masyarakat dari
Pengertian tradisonal tersebut, sejalan dengan kelompok budaya yang berbeda-beda. Lebih
pendapat Funk dan Wagnalls seperti yang dikutip lanjut, Foster dan Anderson (1986: 63)
oleh Muhaimin (2001: 23) bahwa istilah tradisi atau menjelaskan bahwa dua kategori besar ini
tradisional dimaknai sebagai pengetahuan, doktrin, dikenal dengan istilah personalistik dan
kebiasaan, praktik, dan lain-lain yang dipahami naturalistik. Secara ringkas sistem medis
sebagai pengetahuan yang telah diwariskan personalistik merupakan suatu sistem
secara turun-temurun termasuk cara penyampaian pengetahuan yang menyatakan bahwa penyakit
doktrin dan praktik tersebut. Muhaimin lebih lanjut disebabkan oleh intervensi agen yang aktif yang
mengatakan bahwa tradisi terkadang disamakan biasanya dipahami sebagai substansi
dengan kata-kata adat yang dalam pandangan supranatural. Terkadang sumber penyakit dalam
masyarakat awam, dipahami sebagai kebiasaan kategori ini juga dikenakan pada orang dengan
yang sulit untuk dihilangkan, di samping tradisi, kemampuan mistis tertentu seperti tukang sihir
seperti pengobatan tradisional masih dipandang atau tukang tenung. Sementara itu, korban yang
dapat memberikan manfaat dan pengobatan yang sakit dianggap sebagai objek agresi yang
cukup murah bagi masyarakat. menerima penyakit sebagai hukuman yang
Sementara Willa Huky (dalam Supardi dkk. ditujukan khusus kepadanya dengan alasan-
2003: 25--31), mengatakan bahwa tradisi alasan khusus yang hanya terkait dengan diri si
merupakan sumber yang paling berpengaruh dan sakit saja. Sistem naturalistik merupakan suatu
menonjol. Hal ini disebabkan anggapan bahwa keseimbangan; sehat terjadi karena adanya
tradisi mengandung pengetahuan arif dan unsur-unsur yang tetap ada dalam tubuh seperti
kebijaksanaan. Tradisi pengobatan sudah lama panas-dingin, cairan tubuh, yin-yang, berada
dikenal oleh masyarakat pedesaan di Nusantara. dalam keseimbangan menurut usia dan kondisi
Sumber pengobatan menurut Kalangie, yaitu individu dalam lingkungan alamiah dan
pengobatan rumah tangga atau pengobatan lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini
sendiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan terganggu, maka akan menimbulkan penyakit.
profesional (Supardi dkk. 2003: 25--31). Lebih Beberapa ahli lain menggunakan terminologi
lanjut dijelaskan bahwa persentase terbesar yang berbeda dengan pemahaman yang lebih
masyarakat memilih pengobatan tradisional atau kurang dapat dikatakan sama, yaitu supranatural-
pengobatan sendiri untuk mengatasi keluhan atas nonsupranatural, supranatural-natural (Foster dan
penyakit yang dideritanya. Pengobatan sendiri Anderson 1986: 48), serta Simmon (dalam Foster
ialah sebagai upaya pengobatan sakit dan Anderson 1986: 40) yang menggunakan
menggunakan obat-obat tradisional atau cara istilah magis dan empiris. Foster dan Anderson
tradisional tanpa petunjuk ahlinya. Dalam UU No. sendiri menambahkan adanya konsep ketiga
23 Tahun 1992 disebutkan bahwa obat tradisional dalam sistem kausalitas penyakit, yaitu konsep
ialah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan emosional yang memberikan pendekatan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, dan psikologis dalam memahami sebab penyakit.
sediaan sarian. Campuran dari bahan tersebut Dalam penjelasannya, kedua terminologi besar
yang secara turun temurun telah digunakan untuk ini meskipun dikotomik, tetapi tidak eksklusif satu
pengobatan berdasarkan pengalaman. sama lainnya. Masing-masing pendapat

150 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
mengakui bahwa adanya ketumpangtindihan Menurut Nini Panimungan (orang yang biasa
dalam mendiagnosis penyebab sakit dengan melaksanakan batimung) batimung ini menjadi
kecenderungan penjelasan pada satu pendapat. suatu keharusan sebelum memasuki hari
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa pelaksanaan perkawinan (bersanding). Apabila
batimung merupakan salah satu bentuk praktik kada batimung, pas basanding, tapaluh, (apabila
pengobatan tradisional, yang ditujukan untuk tidak batimung pas bersanding berkeringat) alamat
mengeluarkan dan menghimpun keringat orang keringatnya banyak dan berbau, sehingga bisa
yang di-timung, baik batimung kesehatan maupun mengganggu, karena itu harus batimung.
batimung pengobatan. Dalam makna yang lain, Batimung juga untuk menyegarkan awak (badan)
yang dipahami oleh masyarakat Banjar dan dan supaya kada tapi uyuh (mahilangkan uyuh;
masyarakat umum luar Banjar, bahwa batimung menghilangkan lelah) (Rahmah 2016: 7--8). Proses
atau timung yang berarti mandi uap khas Banjar, batimung, memerlukan waktu yang tidak sebentar,
makna ini merujuk pada makna penjelasan, yakni karena upaya yang ingin didapatkan dari proses
mengandung makna menampung atau tersebut ialah hasil yang maksimal. Prosesi
tertampung, karena cara dan polanya banyak batimung ini biasanya dilakukan satu minggu atau
memiliki kemiripan dengan pola yang tiga hari sebelum melaksanakan acara
berlangsung pada mandi uap (Tim Penyusun pernikahan, tergantung rencana yang disusun
Museum 1977: 5--7). Dilihat dari segi manfaatnya oleh kedua mempelai dan kedua belah pihak
batimung dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1) keluarga (responden; Siti Fatimah, Noer Abidin,
batimung untuk kesehatan dan 2) batimung untuk dan Monica Rahayu wawancara hari Kamis,
pengobatan (Putri 2015: 31). Kedua jenis batimung tanggal 9 Februari 2017 di Rantau, Kabupaten
atau pengobatan tradisional khas masyarakat Tapin).
Dayak Meratus dan Banjar secara lebih terperinci Dalam pelaksanaan batimung, menurut
akan diuraikan berikut ini. Rahmah (2016: 8--9), terdapat beberapa proses
yang harus dilaksanakan, yaitu: pertama, mencari
Batimung Kesehatan ramuan-ramuan berupa daun lengkuas, daun
dilam, pudak, serai wangi, limau purut, bunga-
Batimung yang kita kenal selama ini bungaan seperti mawar, melati, kenanga,
merupakan timung tradisional yang menjadi salah cempaka, dan lain-lain; kedua, meracik, yaitu
satu syarat bagi calon pengantin untuk proses memotong rempah-rempah menjadi
menghadapi pesta perkawinan. Tujuan beberapa bagian agar memudahkan proses
dilaksanakannya prosesi batimung ini agar pengadukan; ketiga, maaduk, yaitu proses
mempelai, baik laki-laki maupun perempuan, mencampurkan semua rempah-rempah yang
yang akan melangsungkan perkawinan pada saat sudah dipotong kedalam wadah kuantan yang
bersanding nanti tidak mengeluarkan bau keringat berisi air; keempat, ba’jajarang, yaitu proses
yang tidak nyaman, tetapi berganti menjadi bau mencampurkan semua ramuan-ramuan ke dalam
harum atau wangi. Meski sangat sederhana dan wadah yang disebut kuantan tanah yang berisi
tradisional, perawatan tubuh ini sudah cukup lama air secukupnya. Setelah itu, semua bahan direbus
dan telah dipraktikkan secara turun-temurun oleh di atas api; kelima, maurak tikar purun, yaitu
masyarakat Dayak Meratus dan Banjar di kegiatan menyiapkan alat-alat untuk menutup tubuh
Kalimantan Selatan. Perawatan tradisional ini yang akan di-timung agar uap air yang di dalam
dapat memberikan khasiat kesehatan serta tidak keluar. Perlengkapannya, yaitu tikar anyam
pengobatan bagi pasien yang menderita sakit, (tikar purun), kain-kain atau sarung, selimut yang
seperti sakit karena wisa (hepatitis) atau batimung berbahan tebal; keenam, maurai tikar purun, yaitu
kesehatan yang dilakukan ketika sepasang kegiatan menyiapkan tikar purun yang dibentuk
pengantin akan bersanding di pelaminan. seperti lingkaran, tujuannya untuk menutupi atau

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 151
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
melindungi badan selama proses batimung kelompok masyarakat ini memiliki persamaan dan
dilakukan; ketujuh, maangkut, yaitu proses perbedaan.
mengangkat jajarangan rempah-rempah yang Secara umum, proses pelaksanaan
sudah mendidih untuk dimasukkan ke dalam tikar batimung atau timung Banjar dan timung Dayak
purun yang telah disiapkan untuk batimung; Meratus, mulai dari cara timung, baik peralatan
kedelapan, batimung, yaitu proses pelaksanaan yang digunakan maupun lama proses
akhir orang yang akan di-timung didudukkan di pelaksanaan timung tersebut, adalah sama.
atas kursi kecil, di antara kedua kakinya di dekat Perbedaan dari timung Banjar dengan Dayak,
tempayan dia duduk diletakkan kuantan tanah yaitu pada jenis ramuan yang digunakan. Timung
yang berisi air panas dengan jajarangan ramuan- Banjar lebih banyak memakai jenis tumbuhan di
ramuan. Kemudian badan yang di-timung sekitar rumah, sementara batimung Dayak Meratus
tersebut ditutupi dengan gulungan tikar purun yang ramuannya dari tanaman obat yang tumbuh di
telah disiapkan, kecuali bagian kepala yang tidak hutan-hutan. Selain itu, ada jenis penyakit yang
ditutupi. Selanjutnya, orang tersebut dibungkus diobati, bagi masyarakat Banjar hanya bisa untuk
lagi dengan kain tebal atau sejenis selimut mengobati wisa saja, tetapi bagi masyarakat
dengan tujuan agar uap air yang di dalam tidak Dayak, selain sakit wisa juga dapat mengobati
keluar. Proses ini berlangsung selama beberapa sakit akibat kena sangga, sakit tulang, dan tipus
puluh menit sampai air dalam kuantan berisi (informan: Ibnu Mas’ud, Rusdiansyah, dan
jajarangan ramuan mendingin dan di situlah Pamung wawancara dilakukan hari Kamis, tanggal
proses batimung selesai; dan kesembilan, 9 Februari 2017, di Rantau, Kabupaten Tapin).
setelah keluar dari gulungan tikar purun dan kain-
kain, orang yang di-timung tersebut mengeringkan Jenis-Jenis Batimung Pengobatan
badannya dengan handuk, proses ini disebut
dengan istilah wanas. Batimung Obat pada Masyarakat Dayak Meratus
Selain menjalankan tradisi untuk mempelai Peralatan dan bahan dalam timung
pengantin, batimung juga dijadikan alternatif dalam pengobatan Dayak Meratus yaitu: 1) bahan
menjaga kebugaran tubuh, selain berolahraga. berupa daun sungkai, daun sambung, daun balik
Di berbagai tempat, banyak orang yang angin, daun kunyit, daun gulinggang, daun tandui,
membuka jasa batimung untuk tujuan menjaga daun teramba bisa, daun halaban (lihat gambar
kesehatan tubuh. Ramuan untuk batimung 1), dan daun tatawar; 2) peralatan yang digunakan
kesehatan dan ramuan untuk pengantin sama, dalam proses batimung adalah pengaduk air
sehingga penulis menggolongkan timung untuk (centong besar dengan gagang panjang) yang
pengantin ini ke dalam timung kesehatan. dibuat dari kayu yang keras, periuk untuk merebus
Pelaksanaan batimung kesehatan ini dapat ramuan, tikar purun yang digunakan untuk
dilakukan sendiri tanpa perlu bantuan orang lain. membungkus badan si sakit, kain (tapih bahalai)
Begitu pula batimung yang dilakukan oleh atau selimut digunakan untuk melapisi bagian luar
masyarakat yang berdomisili di Dayak Meratus, tikar purun agar tubuh si sakit benar-benar terbalut
tata caranya sama. dengan rapat, bangku rendah dipergunakan untuk
tempat duduk si sakit ketika proses timung
Batimung Pengobatan dilakukan; 3) proses batimung, dimulai dengan
menyediakan semua kebutuhan bahan yang
Batimung pengobatan merupakan tata cara diperlukan, mulai dari ramuan sampai pada
tradisional yang bertujuan untuk menyembuhkan bahan-bahan yang lain.
jenis-jenis penyakit tertentu, baik proses batimung Setelah semua ramuan tersedia kemudian
yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Meratus direbus dengan air sampai mendidih di dalam
maupun Banjar. Namun, tata cara batimung periuk atau panci yang cukup besar. Setelah
pengobatan yang dilakukan oleh kedua mendidih air rebusan tersebut diletakkan di depan

152 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
pagi, siang, sore, atau malam. Namun, waktu yang
tepat (wawancara dengan Ibnu Masud, pada hari
Kamis, tanggal 9 Februari 2017 di Rantau,
Kabupaten Tapin) ialah sore hari sebelum magrib,
antara pukul 18.00-19.00. Pemilihan waktu ini
disebabkan pada waktu-waktu tersebut suhu
tubuh tidak panas, dan sudah dingin. Kemudian
alasan lain, yaitu pada waktu itu, kita semua telah
menyelesaikan aktivitas pekerjaan, sehingga tidak
mengganggu aktivitas yang lain. Hal yang tidak
boleh dilupakan selama proses batimung adalah
harus banyak minum air putih, karena kalau tidak
banyak minum selama proses batimung tersebut
Sumber: Dok. Pribadi
akan menyebabkan si sakit akan mengalami
Gambar 1 Daun Halaban dehidrasi. Biasanya si sakit akan melakukan
proses batimung ini satu sampai tiga kali proses,
orang yang akan di-timung. Ada dua versi dalam sehingga penyakit yang diderita berangsur
tata cara meletakkan air rebusan ramuan tersebut, sembuh dan kemudian pulih seperti sediakala.
ada yang langsung di dalam panci tempat Dengan proses batimung si penderita penyakit
rebusan, dan ada pula yang dipindahkan ke panci kuning (liver) atau wisa dapat mengeluarkan
yang lain yang memiliki penutup karena batimung keringat sebanyak-banyaknya, sehingga penyakit
ini memanfaatkan uap air secara sedikit demi yang ada dalam tubuh si penderita secara
sedikit. Setelah itu, prosesnya si sakit duduk di perlahan-lahan berkurang dan si penderita dalam
atas bangku di depan air rebusan sambil waktu beberapa hari akan membaik dan akhirnya
badannya ditutup dengan tikar purun atau tikar dari sembuh.
daun pandan secara melingkar. Lingkaran tikar
tersebut sampai kepala dan diikat di atasnya, Batimung Batu
seperti ikatan pocong. Setelah di dalam, si sakit Setelah melakukan batimung beberapa kali,
harus membuka sedikit demi sedikit tutup panci tetapi kondisi si sakit belum berangsur pulih atau
rebusan tersebut, sehingga uap airnya keluar. belum maksimal kesembuhannya, maka pada
Apabila uap airnya makin sedikit si sakit harus masyarakat Dayak Meratus melakukan batimung
mengaduk air rebusan ramuan tersebut dengan batu. Cara yang harus dilakukan dalam proses
centong untuk menghasilkan uap air yang lebih batimung ini harus menyiapkan 1) bahan-
banyak. Lama waktu si sakit berada dalam bahannya, yaitu daun sungkai, daun sasambung,
lingkaran tikar tersebut ialah sebatas dari daun balik angin, daun kunyit, daun gulinggang
kemampuan si sakit dalam menahan panas dari (lihat gambar 2), daun tandui, daun teramba bisa,
uap air dan asap yang dikeluarkan. Ketika mulai daun halaban, daun tatawar, dan batu sungai
sesak nafas, ia bisa keluar dan nanti masuk (dengan ukuran kurang lebih 2--3 kepalan
kembali ke dalam tikar. tangan); kegunaan batu adalah setelah dibakar
Secara umum, lama proses batimung untuk akan mengeluarkan panas dan batu ini untuk
pengobatan ini rata-rata sekitar 30-60 menit dan melengkapi proses terapi batimung; 2) peralatan
dilakukan sekali dalam satu hari. Beberapa orang yang digunakan dalam proses batimung, yaitu:
ada yang melakukan timung setiap hari selama pengaduk air (centong besar) yang dibuat dari
tiga hari atau lebih, dan ada pula yang kayu yang keras, periuk untuk merebus ramuan,
melakukannya sekali dua hari selama beberapa tikar purun yang digunakan untuk membungkus
kali. Tidak ada waktu yang khusus untuk proses badan si sakit, kain atau tapih bahalai atau selimut
batimung ini. Batimung bisa dilakukan pada waktu digunakan untuk melapis bagian luar tikar purun

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 153
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
Batimung Pengobatan pada Masyarakat Banjar
Bahan yang digunakan, yaitu akar dan daun
tanaman tibarau (sejenis pohon tebu yang tidak
manis (biasanya tumbuh di pinggir sungai), daun
pandan yang aromanya wangi, gula batu soda
dengan gula yang kadar gliserolnya yang tinggi
(bisanya dijual di apotek atau di pasar tradisional),
serpihan susuk rumah yang dari kayu ulin, dan
akar riu-riu yang banyak tumbuh di hutan. Peralatan
yang dipergunakan, yaitu pengaduk air (centong
Sumber: Dok. Pribadi besar) yang dibuat dari kayu yang keras, periuk
Gambar 2 Daun Gulingan untuk merebus ramuan; dahulu yang dipakai untuk
merebus ialah kuali khusus dari tanah, tetapi
supaya tubuh si sakit benar-benar terbalut risikonya kuali itu bergoyang dan tumpah kena
dengan rapat, bangku rendah dipergunakan kaki si sakit, tikar purun untuk menutupi badan si
untuk tempat duduk si sakit ketika proses timung sakit, kain atau tapih bahalai atau selimut untuk
dilakukan; 3) proses pelaksanaannya sama melapisi tikar purun pada tempat-tempat tertentu,
seperti di atas, yaitu ramuan disatukan semua bangku rendah untuk tempat duduk orang yang
dan direbus dengan memakai panci dengan akan di-timung.
ukuran sedang. Perbedaannya dengan timung
pertama tersebut adalah proses pembakaran Proses Batimung Masyarakat Banjar
batu. Proses batimung dimulai dengan menyedia-
Pada saat perebusan ramuan ditambahkan kan semua kebutuhan bahan yang diperlukan,
dengan membakar batu sungai tersebut sampai mulai dari ramuan sampai pada bahan-bahan yang
batu tersebut benar-benar panas atau berubah lain. Setelah semua tersedia ramuan direbus atau
warna menjadi merah. Setelah batu yang dibakar di jarang dengan air sampai mendidih di dalam
warnanya sudah memerah dan rebusan ramuan periuk atau panci yang cukup besar. Setelah
sudah mendidih, maka batu dan ramuan tersebut mendidih air rebusan tersebut diletakkan di depan
dikeluarkan dari perapian dan diletakkan di orang yang akan di-timung. Sama seperti pada
bawah tempat duduk si sakit, secara timung masyarakat Dayak Meratus, pada timung
berdampingan. Ketika ramuan sudah mulai Banjar juga ada dua versi dalam tata cara
mendidih dan batu sudah menjadi panas, hal meletakkan air rebusan ramuan tersebut di mana
yang harus dipersiapkan adalah membungkus ada yang langsung di dalam panci tempat rebusan
si sakit dengan tikar purun dan dilapis dengan tersebut dan ada pula yang dipindahkan kepanci
selimut tebal. Setelah si sakit dibungkus dengan yang lain. Pemindahan ini biasanya panci tempat
tikar purun, seperti batimung obat, lalu panci rebusan ramuan tersebut tidak ada penutupnya,
ramuan tersebut tutupnya dibuka sedikit demi karena batimung ini memanfaatkan uap air secara
sedikit sehingga keluar uap air. Sambil sedikit demi sedikit.
mengaduk rebusan tersebut, si sakit harus Setelah itu, prosesnya si sakit duduk di atas
menyiram batu di sebelah panci rebusan tersebut bangku di depan air rebusan sambil badannya
dengan air rebusan. Dari perlakuan ini si sakit ditutup dengan tikar purun atau tikar dari daun
mendapat tambahan panas, dari batu yang pandan secara melingkar. Berbeda dengan
disiram dan dari uap rebusan air. Setelah selesai masyarakat Dayak Meratus yang lingkarannya
timung, ramuan bekas rebusan tersebut, sampai ke kepala, pada timung masyarakat Banjar
diusapkan ke kepala dan badan si sakit sambil lingkaran tikar purun tersebut hanya sampai
dibacakan mantra-mantra untuk mengusir roh jahat sebatas leher. Alasan lingkaran tikar tersebut
yang ada di badan si sakit. sampai sebatas leher saja ialah kenyamanan untuk

154 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
si sakit dalam melakukan proses batimung. Kalau Rusdiansyah, Pamung tanggal wawancara, hari
tikar dililitkan sampai ke kepala, si sakit bisa sesak Jumat dan Sabtu tanggal 7--8 Fabruari 2017 di
nafas terkena uap air, dan si sakit tidak akan dapat Rantau, Kabupaten Tapin). Tujuan dilakukannya
bertahan lama di dalam lingkaran tikar. Pada timung ini karena keinginan untuk sembuh dari
lapisan selanjutnya, dililitkan lagi selimut atau tapih sakit. Adapun ramuan yang dipakai untuk timung
bahalai tersebut. Setelah di dalam, si sakit harus ini, yaitu akar kudarang, akar tibarau dan kupiah
membuka sedikit demi sedikit tutup panci rebusan rabit (sobekan dari peci yang sudah rusak karena
tersebut, sehingga uap airnya keluar. Apabila uap usia/bukan sobek karena sengaja di rusak).
airnya makin sedikit, maka si sakit harus Sobekan yang dipakai tidaklah banyak, cukup
mengaduk air rebusan ramuan tersebut dengan selebar tiga jari tangan. Peralatan yang
centong untuk menghasilkan uap air yang lebih digunakan, yaitu pengaduk air (centong besar)
banyak. yang terbuat dari kayu yang keras, periuk untuk
Sama seperti masyarakat Dayak, lama merebus ramuan.
proses batimung untuk pengobatan ini rata-rata Proses Batimung Kupiah Rabit meliputi air
sekitar 30-60 menit dan hanya boleh dilakukan satu panci dicampur dengan akar-akaran (ramuan)
sekali dalam satu hari. Karena badan merasa agak dan direbus sampai mendidih. Dalam ramuan
mendingan, salah seorang masyarakat (Bapak yang direbus tersebut dimasukkan sobekan
Rusdiansyah) mencoba melakukan timung tiga kupiah rabit. Setelah mendidih lalu si sakit
kali dalam satu hari dan akibatnya dia mengalami membungkus badan dengan tikar purun dan
dehidrasi yang parah walaupun sudah meminum ditambah lagi dengan selimut tebal. Tikar purun
air putih yang banyak. Seperti pengakuan salah dililit sampai leher. Sebelum proses timung
seorang masyarakat (Pak Ibnu Mas’ud): ...”Karena dilakukan, panci berisi air yang sudah direbus
badan merasa nyaman setelah di-timung, maka tersebut ditutup. Kemudian, air rebusan di dalam
ulun melakukan timung tiga kali dalam satu hari panci itu dimasukkan ke bawah tempat duduk
itu juga. Ulun pingin cepat sembuh, malah ulun yang sedang di-timung. Setelah itu si sakit duduk
kena dehidrasi parah, badan lemas, kepala pusing”. di bangku dan air rebusan tersebut dimasukkan
Sama seperti masyarakat Dayak, dalam ke bawahnya. Sambil duduk, si sakit harus
timung Banjar ini tidak ada waktu yang khusus membuka sedikit demi sedikit tutup panci tersebut
untuk pelaksanaannya. Batimung bisa dilakukan dan pada saat-saat tertentu air rebusan ramuan
kapan saja bisa pagi, siang, sore, atau malam tersebut diaduk-aduk. Pada saat memulai timung,
hari. Namun, waktu yang tepat menurut (Pak Ibnu si sakit disarankan untuk membaca doa untuk
Mas’ud) ialah sore hari sebelum magrib, antara kesembuhannya. Lama proses timung ini sampai
pukul 18.00-19.00. Pemilihan waktu ini, menurut air ramuan tersebut sudah dingin atau selama si
masyarakat disebabkan pada waktu-waktu sakit mampu menahan panas saat di-timung.
tersebut suhu tubuh tidak dalam kondisi panas,
suhu tubuh sudah dingin. Alasan lain adalah pada Batimung dengan Kulit Ular
waktu itu kita semua telah menyelesaikan aktivitas Proses batimung ini merupakan lanjutan dari
kerja, sehingga tidak mengganggu aktivitas yang proses batimung dengan menggunakan media
lain. Bagi orang Banjar, pemilihan waktu tersebut air, baik bagi masyarakat Banjar maupun
memiliki makna, yaitu seiring berlalunya matahari, masyarakat Dayak. Proses ini biasanya
maka berlalu juga penyakit yang di derita. dilaksanakan karena si sakit terkena wisa
(hepatitis) yang sudah dianggap akut atau sakit
Batimung Kupiah Rabit (Peci Rusak) parah. Alasan menggunakan kulit ular
Selain melaksanakan timung dengan ramuan sebagaimana kepercayaan masyarakat di Tapin
seperti di atas, ada juga masyarakat yang dengan memanfaatkan itu sebagai salah satu obat
melaksanakan timung dengan menambahkan maka penyakit yang diderita oleh si pasien akan
beberapa ramuan lain (Informan: Ibnu Mas’ud, mengelupas dari badan seperti lepasnya kulit ular

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 155
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
tersebut dari badannya. Ramuan untuk proses selimut (pada masyarakat Dayak tetap dibungkus
batimung ini kadang agak sulit didapat. Ramuan sampai menutupi kepala).
yang sulit di dapat adalah selimung ular tadung Setelah itu, si sakit duduk di bangku yang
atau kulit ular kobra yang sudah berganti disediakan dan di bawahnya diletakkan tempurung
kulitnya. atau perapian tersebut yang telah dimasukkan kulit
Sebagian masyarakat akan menyimpan kulit ular. Lama prosesnya sama seperti batimung yang
ular kobra ini apabila secara kebetulan memakai media air. Permasalahan dalam
menemukannya. Bahan untuk timung ini sama, melaksanakan batimung dengan kulit ular ini ialah
baik pada masyarakat Banjar maupun bau dari kulit ular yang dibakar itu sangat menyengat.
masyarakat Dayak Meratus. Adapun bahan yang Di kampung Rantau apabila tercium bau aroma
digunakan untuk proses batimung ini, yaitu menyengat pembakaran kulit ular kobra, hampir
serabut buah pinang dan serabut kelapa yang dapat dipastikan bahwa orang-orang yang ada di
sudah dipisahkan dengan buahnya (banyaknya sekitar rumah tempat si sakit sedang melakukan
pemakaian serabut buah pinang ini tergantung timung. Pada masyarakat Banjar, selain timung
dari yang mengobati, sedangkan serabut dengan kulit ular kobra, ada juga timung lain yang
kelapa ini adalah sebagai pemancing untuk dilakukan oleh pasien yang disebutnya dengan
menyalakan api), kulit ular tadung (ular kobra timung cambai (bentuknya mirip cabai). Batimung
yang berganti kulit maka kulit yang dilepaskan ini hanya memakai cambai (lihat gambar 3) sebagai
itu yang dipakai), arang kayu (arang yang bagus ramuan pokok. Cambai ini sejenis cabai kecil, yang
adalah arang dari pembakaran akar kayu pohon pohonnya menjalar di pohon dengan warna seperti
birik), dan tempurung kelapa. Peralatan yang lada/merica dan sangat pedas. Selain cambai,
dibutuhkan, yaitu tikar purun, tapih bahalai atau peralatan yang dipergunakan antara lain selimut
selimut, bangku atau kursi biasa yang tidak ada tebal, kapas, minyak goreng, tikar purun, dan
sandarannya. Ada juga yang memakai bangku perapen (perapian). Proses pelaksanaannya adalah
rendah seperti batimung yang memakai media cambai dibakar dengan kapas dan ditambah minyak
air perapen atau perapian. Proses pengobatan goreng, kemudian dioleskan ke badan. Setelah itu,
batimung ini dimulai dengan menyiapkan semua badan dikurung dengan tikar dan dibungkus, serta
perlengkapan yang akan dibakar. Sabut di depan si sakit diletakkan perapen (di bawah
(serabut) buah pinang dimasukkan ke dalam tempat duduk). Lama proses ini biasanya satu hari.
perapian, lalu dimasukkanlah arang kayu/bara
kemudian dibakar. Bara yang bagus untuk
membakar ramuan-ramuan itu ialah bara yang
terbuat dari arang kayu.
Pada beberapa informan, ada juga yang
memakai tempurung kelapa sebagai tambahan
dari arang kayu untuk menjaga agar apinya
menyala lebih lama. Kayu yang cocok untuk
dijadikan arang ialah kayu yang ketika dibakar
memiliki daya tahan panas yang cukup lama
seperti kayu meranti. Setelah api menyala di
perapian, baru dimasukkan kulit ular kobra
(dengan ukuran sekitar tiga jari tangan). Sambil
membakar bahan-bahan tersebut, si sakit
dibungkus dengan tikar purun sampai batas
lehernya supaya tertutup dengan rapat bagian Sumber: Dok Pribadi
leher tersebut juga dilapisi dengan kain atau Gambar 3 Daun Cambai

156 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan
Pengobatan ular tadung (ular kobra), tujuan dan tiga kali sehari dan meminumnya dilakukan
khasiatnya sama, yaitu untuk menyembuhkan setelah batimung saat siang hari, malam, dan pagi
pasien atau si sakit. hari. Takaran untuk membuat air janar (kunyit) ialah
sebanyak lima potong kunyit seukuran jempol jari
Batimung Mayat atau Batimung Matahari tangan. Ada juga yang meminum air rendaman
Batimung ini adalah timung yang dilakukan lancar kuning begitu selesai timung. Takaran untuk
dengan memanfaatkan sengatan atau sinar panas meminumnya juga tidak ada, tetapi meminumnya
matahari. Timung ini menurut pemahaman satu gelas untuk satu hari. Air kunyit boleh
masyarakat adalah timung pamungkas di antara diminum diselang beberapa waktu dan tidak
timung lainnya. Apabila setelah melakukan timung harus langsung habis sekali minum. Akar ini
ini masih belum sehat atau berangsur sehat, maka banyak kita temukan di hutan pedalaman di sekitar
menurut keyakinan masyarakat Dayak Meratus daerah perbatasan antara Kalimantan Timur
dan Banjar di Kabupaten Tapin, si sakit hanya dengan Kalimantan Selatan (wawancara dengan
menunggu waktunya saja. Maksudnya ialah si Pak Ibnu Masud; dan Rusdianyah hari Jumat,
sakit dan keluarga harus pasrah dengan kondisi tanggal 7 Februari 2017,di Rantau, Kabupaten
si sakit dan hanya takdir yang Maha Kuasa lah Tapin).
dan ajal yang menyembuhkan penderitaan si sakit.
Proses timung mayat ini berlangsung pada pukul PENUTUP
12.00 siang atau pada saat matahari sedang terik-
teriknya. Bahan yang diperlukan hanya beberapa Tradisi batimung merupakan tradisi turun
helai daun pisang. Ada informan yang temurun dari nenek moyang hingga ke generasi
mengatakan bahwa daun pisang yang dipakai berikutnya yang ada di masa sekarang. Tradisi
adalah daun pisang yang masih muda, tetapi ada itu haruslah berlangsung sampai kapanpun
juga yang mengatakan kalau daun pisangnya walaupun dalam keadaan apapun, termasuk oleh
boleh daun pisang mana saja, asal belum kering. adanya serbuan bermacam-macam kosmetik
Pada saat pelaksanaan timung ini, si sakit akan modern dan berbagai perawatan kesehatan di
dijemur atau dibaringkan telentang di halaman salon-salon kecantikan, yang aktivitasnya sama
rumah dengan posisi matahari tepat di atas badan dengan aktivitas batimung. Namun, batimung tidak
si sakit. Daun pisang tersebut dipakai sebagai kalah menarik dengan jenis perawatan yang ada,
alas tidur dan penutup bagian atas badan si sakit. termasuk jenis perawatan yang ada di zaman
Si sakit berada di tengah di antara daun pisang sekarang ini sudah menggunakan pola yang
tersebut. Si sakit dibaringkan dan dilapisi seluruh modern, batimung akan tetap dipertahankan
badannya dengan daun pisang. Lama proses ini dengan pola tradisional, karena hal itu merupakan
ialah semampu si sakit menahan panas yang ciri atau identitas bagi masyarakat pendukungnya,
dapat dia terima dalam proses pengobatan yaitu masyakat Banjar dan Dayak Meratus.
batimung matahari. Selain itu, tradisi batimung merupakan ciri dan
Setelah di-timung biasanya si sakit dianjurkan identitas, yaitu masyarakat Banjar dan Dayak
untuk meminum air janar (kunyit) atau air sirih. Air Meratus walaupun harus berdampingan dengan
janar bertujuan untuk mengobati penyakit bagian perawatan modern, batimung tidaklah surut oleh
dalam (antiobiotik alami), sedangkan air sirih adanya jenis perawatan dan sauna yang sudah
mengobati bau badan. Janar atau kunyit diparut, modern. Batimung tetap akan menjadi pilihan
lalu diperas dan airnya diminum. Untuk sirih masyarakat sebagai warisan tradisi leluhur nenek
biasanya direbus terlebih dahulu dan airnya moyang, karena faktanya masih ada sebagian
diminum. Tidak ada takaran yang pasti untuk besar masyarakat Banjar dan Dayak Meratus yang
ramuan ini, biasanya memakai ukuran air yang mempertahankan tradisi pengobatan tradisional
direbus, dua gelas air direbus untuk dijadikan satu tersebut. Oleh karena itu, masyarakat Banjar dan
gelas. Ramuan itu biasanya diminum dilakukan Dayak Meratus masih melaksanakan pengobatan

Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus 157
di Kalimantan Selatan-Saefudddin dan Sisva Maryadi (147-158)
tradisional batimung dalam kehidupan sehari-hari pengobatan penyakit yang disebabkan wisa atau
terutama batimung yang akan menjadi pasangan penyakit kuning (liver), wisa sangga, dan penyakit
pengantin. Pengobatan tradisional ini dipandang tipus.
sebagai warisan para orang tua mereka yang Berdasarkan jenisnya, batimung dapat
dapat dipandang perlu untuk dilestarikan. Inilah dikelompokkan menjadi batimung kesehatan dan
alasan mengapa tradisi batimung itu harus tetap batimung pengobatan. Berdasarkan jenisnya,
ada, karena masih dianggap menjadi bagian dari batimung Banjar dan Dayak Meratus dapat
prosesi yang sakral bagi masyarakat Banjar. Di dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yakni 1)
samping untuk persyaratan sakral dalam batimung basah, 2) batimung kering, dan 3)
melaksanakan perkawinan, juga karena alasan batimung mayat (batimung matahari). Pada
higienis. Batimung juga dilakukan untuk kesehatan mayarakat Banjar batimung pengobatan dapat
badan dan juga untuk melakukan ritual dibagi lagi berdasarkan bahannya, yaitu batimung
kupiah rabit dan batimung kulit ular.

DAFTAR PUSTAKA

Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar Kecamatan Sungai Tabuk”. Laporan
Deskripsi dan Analisis Kebudayaan Banjar. Penelitian Budaya. Banjarmasin: Fakultas
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam
Damayanti, Devi. 2016. Meratus Nyanyi Sunyi di Negeri Antasari Banjarmasin.
Pegunungan Borneo. Yogyakarta: Lemalera Ratna, Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik
Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Kesehatan (Terjemahan). Jakarta: Yayasan Suriansyah, M. Jantra Kawi, H.Bachtiar Sanderta,
Obor Indonesia. dan Syamsiar Semar. 2015. Urang Banjar
Muhaimin, Ag. 2001. Islam dalam Bingkai Budaya dan Kebudayaannya. Yogyakarta: Ombak.
Lokal: Potret dari Cirebon (terjemahan Supardi, Sudibyo, Sarjaini Jamal, dan Agnes M.
Suganda). Ciputat: Logos Wacan Ilmu. Laupatty. 2003. “Beberapa Faktor yang
Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. Berhubungan dengan Obat Tradisional
Putri, Eka Rosdiana. 2015. “Tari Wanas Timungan dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia”.
Refleksi dan Budaya Batimung Masyarakat Buletin Penelitian Kesehatan 31 (1): 25-32.
Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Tim Penyusun. 2016. Kamus Besar Bahasa
Selatan”. Skripsi. Banjarmasin: STKIP-PGRI Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Banjarmasin. Tim Penyusun Museum. 1977. Adat Banjar:
Rahmah, Siti. 2016. “Tradisi Batimung Menjelang Batimung. Banjarbaru: Proyek Rehabilitasi
Perkawinan di Daerah Sungai Pinang Lama, dan Perluasan Museum Kalimantan Selatan.

158 Naditira Widya Vol. 12 No. 2 Oktober 2018-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Anda mungkin juga menyukai