Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENTASI ANALITIK

SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

disusun untuk memenuhi salah satu laporan praktikum Instrumen Analitik Prodi D3 Teknik
Kimia jurusan Teknik Kimia
Dosen Pengampu : Sudrajat Harris Abdulloh, S.Si., M.T.

KELOMPOK 1

Aaniisa Nur Asyffa NIM 231411095


Adelia Wardah NIM 231411096
Alifa Ramadhani Zahra NIM 231411097
Azmi Wibisono NIM 231411098

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu obyek. Pada analisis
spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis senyawa atau
molekul kimia dan mempelajari interaksinya dengan radiasi elektromegnetik. Menurut
Planck, suatu foton memiliki energi tertentu dan dapat menyebabkan transisi tingkat energi
suatu atom atau molekul. Karena setiap atom atau molekul mempunyai tingkat-tingkat energi
yang berbeda, maka transisi perubahan energinya juga berbeda. Berarti setiap spektrum atom
atau molekul mempunyai frekuensi atau panjang gelombang yang karakterisitik. Sehingga
selama analisis, digunakan cahaya dengan satu panjang gelombang atau pada panjang
gelombang maksimum. Interaksi radiasi dengan atom atau molekul untuk spektroskopi ultra
violet dan daerah tampak, dinyatakan dengan pengukuran absorpsi energi radiasi oleh atom
atau molekul yang bersangkutan. Atom atau molekul yang mengabsorpsi dapat melakukan
transisi energi yang meliputi elektron, π, σ, n dan elektron electron d dan f.
Transisi yang meliputi elektron , π, σ, n terjadi pada molekul-molekul organik dan
sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi radiasi elektromagnetik pada
daerah ultra violet, yaitu pada daerah panjang gelombang < 380 nm. Kromofor, merupakan
gugus tak jenuh yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultra violet dan daerah sinar
tampak, misalnya: gugus yang mempunyai ikatan σ, ikatan π dan yang mempunyai elektron
bebas. Sedangkan Auxokrom adalah, gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor dapat
menyebabkan panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum berubah. Ciri auxokrom
adalah heteroatom yang terikat langsung pada kromofor, misalnya: -OCH3, -Cl, - OH dan
NH2. Spektra uv-sinar tampak pada umumnya digunakan utuk mendeteksi konjugasi.
Semakin banyak konjugasi dalam suatu molekul maka akan semakin panjang gelombang
serapan maksimumnya. Tabel 1 dibawah ini memperlihatkan contoh kromofor senyawa
organik yang pada umumnya mengabsorbsi radiasi ultra violet.
Kromofor Panjang gelombang
Alkana 177
Alkena 178 – 225
Karbonil 186 – 293
Karbosilat 204
Amida 214
Azo 339
Nitro 280
Nitroso 300 – 665
Nitrat 270
Keton 282 – 324
Benzena 204
Toluen 207
Fenol 211
Anilin 230

Absorpsi yang melibatkan elektron d dan f pada umumnya mengabsorpsi daerah sinar
tampak. Terjadinya transisi logam golongan d dan f , yaitu golongan unsur-unsur atau logam
transisi dalam. Spektrum atau puncak absorpsi yang sempit dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu
adanya ligan dan jenisnya.

Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar
yang terdiri dari panjang gelombang. Panjang gelombang dikaitkan dengan cahaya tampak
tersebut mampu mempengaruhi selaput mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan
subyektif akan ketampakan (vision). Namun banyak pula radiasi yang dipancarkan oleh benda
panas yang terletak di luar daerah mata yang peka, yaitu daerah ultra violet. Bila “cahaya putih”
yang terdiri dari spektrum panjang gelombang melewati suatu medium seperti kaca atau suatu
larutan kimia yang berwarna yang tembus cahaya tertentu , maka medium yang bersangkutan
akan tampak berwarna bagi pengamat. Karena hanya gelombang yang diteruskan yang sampai ke
mata, maka panjang gelombang itulah yang menentukan warna medium tersebut. Warna ini
disebut dengan warna komplementer.

Tabel 2 menunjukkan klasifikasi kasar antara warna dan panjang gelombang.

Panjang Gelombang (nm) Warnna yang diserap Warna komplementer


< 380 Ultra violet (UV) -
380 – 455 Ungu Hijau kekuningan
455 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu kemerahan
560 – 580 Hijau kekuningan Ungu kemerahan
580 – 600 Kuning Biru
600 – 620 Jingga Biru kehijauan
620 – 680 Merah Hijau kebiruan
680 – 780 Ungu kemerahan Hijau

1.2 Tujuan
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat:
 Menjelaskan prinsip Spektrofotometri Ultra Violet-Sinar Tampak
 Menentukan konsentrasi analit dalam sampel/cuplikan.
 Menentukan Konsentrasi Fe dalam air

1.3 Metoda
 O-Fenantrolin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektroskopi ultra violet adalah pengukuran
kuantitatif senyawa kimia berdasarkan nilai serapan cahaya atau absorbansi cahaya dari suatu
senyawa di daerah spektrum ultra-violet (200-300 nm). Dasar analisis spektroskopi adalah interaksi
radiasi dengan senyawa kimia. Bila radiaisi dilewatkan pada suatu senyawa kimia, sebagian radiasi
tersebut akan terabsorpsi. Serapan radiasi oleh molekul dalam daerah spektrum ultra violet tergantung
pada struktur dari molekul yang bersangkutan. Penyerapan sinar ultra violet tersebut dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari energi dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih
tinggi (excited state), atau dapat dikatakan menyebabkan transisi elektron valensi yang di cirikan
dengan pita absorbsi pada daerah panjang gelombang tertentu. Proses ini melalui dua tahap:
Tahap 1 -> M + hv -> M*
Tahap 2 -> M* -> M + Energi
Semua bahan kimia mampu menyerap gelombang elektromagnetik, namun kemampuan
penyerapan cahaya atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh ikatan atau struktur kimia yang
ada di dalam molekul yang bersangkutan. Karena elektron dalam molekul mempunyai energi yang
tidak sama, maka energi yang diserap dalam proses eksitasi dapat mengakibatkan terjadinya satu atau
lebih transisi tergantung pada jenis elektron yang terdapat dalam molekul. Hukum dasar dari
spektroskopi diterangkan oleh Lambert dan Beer, sehingga hukum atau persamaan yang digunakan
dikenal dengan “Hukum Lambert-Beer”. Jika suatu berkas radiasi melewati suatu medium homogen,
maka sebagian dari intensitas radiasi yang datang tersebut Io, akan diabsorbsi/diserap Ia, sebagian
dipantulkan Ir dan sisanya diteruskan/ditransmisikan It. Untuk antar muka udara-kaca sebagai akibat
penggunaan sel kaca, cahaya yang dipantulkan hanya sekitar 4%, sehingga Ir biasanya terhapus
dengan penggunaan suatu control ( misalnya dengan sel pembanding atau blanko), jadi:

Gambar 1. Hukum Lambert-Beer


Lambert menjelaskan bahwa absorbasi radiasi merupakan fungsi ketebalan medium,
sedangkan Beer menjelaskan bahwa absorbsi radiasi sebagai fungsi konsentrasi medium
(larutan senyawa) yang bersangkutan.
A = k b cd
Dengan, A adalah absorbansi, b adalah ketebalan medium, c adalah konsentrasi dan k
adalah tetapan atau koefisien absorpsi yang tergantung pada satuan konsentrasi yang
digunakan.
A = abc (gram/liter)
A = Ebc (gram/liter)
Dengan, log Io/It = A dan T = It/Io (T: radiasi yang diteruskan /transmitansi). I Sehingga,
A = log 1/T.Persamaan Lambert-Beer di atas menunjukkan bahwa absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi larutan (c), sehingga jika dibuat suatu kurva antara konsentrasi (b)
lawan absorbansi (A), maka akan diperoleh suatu kurva garis lurus (linier). Kurva linier
tersebut biasa dikenal dengan kurva kalibrasi atau kurva standar, yang dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi analit dari larutan uji (sampel) setelah absorbansi dari larutan uji
tersebut di interpolasikan ke dalam kurva kalibrasi tersebut.

Gambar 2. Kurva Kalibrasi


1. Spekfotometri
Sinar Tunggal Pada tipe ini, sinar yang berasal dari sumber cahaya (lampu
wolfram 320- 1000 nm, lampu hidrogen 200-350 nm) dipantulkan oleh cermin ke
celah masuk bagian monokromator. Untuk memperoleh spektrum, digunakan prisma
yang bagian belakangnya dilapis aluminium, supaya cahaya yang dibiaskan oleh
permukaan depan, dapat dipantulkan oleh permukaan 43 belakang dan masuk ke
celah keluar. Cahaya yang keluar dari monokromator, difokuskan oleh lensa ke kuvet
yang berisi larutan. Selanjutnya sampai ke fotosel atau fotomultiflier yang merupakan
detektor yang linier, artinya arus yang dihasilkan berbanding lurus dengan intensitas
cahaya yang jatuh pada larutan tersebut.

Gambar 3. Spekfotometer Sinar Tunggal


2. Spektrofotometer Sinar/Berkas Ganda
Berbeda dengan spektrofotometer sinar/berkas tunggal, pada spektrofotometer
sinar ganda ini zat contoh atau larutan cuplikan di persandingkan secara kontinyu
dengan larutan referensi (larutan blanko). Cahaya melintas secara bergantian
melewati zat contoh dan larutan blanko. Untuk itu pada lintasan cahaya dipasang
suatu sistem cermin chopper yang berotasi dengan cepat sekali. Cahaya yang datang
dari sumber cahaya melalui cermin dan filter, kemudian jatuh ke kisi yang
menimbulkan dispersi. Setelah melewati cermin berotasi (A dan C). Jika cahaya jatuh
pada cermin A, maka cahaya tersebut akan jatuh pada kuvet yang berisi zat contoh,
lalu dipantulkan oleh cermin B ke detektor. Pada saat itu cermin C berada pada posisi
yang tidak dapat menampung cahaya. Sesaat kemudian cermin A akan memutar dan
keluar dari lintasan cahaya sehingga cahaya akan jatuh ke cermin D dan setelah
melewati kuvet yang berisi larutan blanko akan jatuh ke cermin C. Akhirnya cahaya
dari cermin C tersebut akan sampai ke detektor. Isyarat detektor yang berasal dari
larutan zat contoh dan larutan blanko akan sampai ke ampliflier dan komparator.
Perbandingan kedua isyarat detektor tersebut merupakan ukuran absorpsi dan dapat
dibaca pada meteran atau pencatat.
Gambar 4. Spektrofotometer Sinar/Berkas Ganda
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan

Alat – alat Bahan – bahan


Spektrofotometer Larutan induk Fe3+ 1000 ppm,100 ppm
Pipet ukur 0,5 mL, 5 mL, 10 mL Larutan salt acid 10%
Pipet tetes Hidroksilamin hidroklorida 10 %
8 labu takar Na asetat 10%
Botol semprot O-fenantrolin 0,1%
Gelas kimia 500 mL, 100 mL Aquades
Bola hisap Tissue
Neraca analitik Kertas hisap
Batang pengaduk

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Persiapan larutan standar dan penentuan panjang gelombang maksimum
1. Buat larutan dengan komposisi seperti dalam tabel berikut

Larutan Hidroksilamin Na Asetat O- Aquades


Fe(II) 100 hidroklorida 10%, mL Fenantrolin sampai
ppm, mL 10%, mL 0,1%, mL batas, mL
0 0,5 5 5 50
1 0,5 5 5 50
1,5 0,5 5 5 50
2 0,5 5 5 50
2,5 0,5 5 5 50
3 0,5 5 5 50
3,5 0,5 5 5 50
Sampel 0,5 5 5 50
2. Diamkan larutan tersebut selama 5 menit.
3. Tentukan panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu, dengan cara
mengukur serapan/absorbansi larutan standar yang konsentrasinya sedang
(di tengah tengah deret larutan standar yang dibuat), dengan berbagai
variasi panjang gelombang.
4. Buat kurva antara panjang gelombang, ƛ lawan absorbansi, A dan tentukan
panjang gelombang maksimumnya.
2.2.2 Penentuan Kurva Kalibrasi
1. Tentukan/ukur absorbansi setiap larutan standar dan absorbansi larutan cuplikan
(pada panjang gelombang maksimum, dari 2.2.1 point 4
2. Buat kurva kalibrasi, antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya
BAB IV

PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


1. Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi(A)?Transmitansi (%T)


440 0,791
450 0,846
460 0,92
470 0,999
480 1,043
490 1,061
500 1,102
510 1,128
520 1,057
530 0,84
540 0,549
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi (ƛmaks :....nm)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi(A)/Transmitansi (%)


0 0
2 0,36
3 0,576
4 0,777
5 0,956
6 1,131
7 1,408

4.2 Pengolahan Data/Penentuan konsentrasi sampel


 Kurva Panjang Gelombang Maksimum
Kurva Panjang Gelombang Maksimum
1.2

0.8
Absorbansi 0.6

0.4

0.2

0
420 440 460 480 500 520 540 560
Panjang Gelombang (nm)

Kurva 1. Kurva Panjang Gelomang Maksimum

 Kurva Kalibrasi

Kurva Kalibrasi
1.6
1.4
1.2 f(x) = 0.194086330935252 x
R² = 0.999121301752721
absorbansi (A)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsentrasi (ppm)

Kurva 2. Kurva Kalibrasi

4.3 Pembahasan
Oleh Adelia Wardah NIM 231411096

Pada praktikum Spektrofotometri Visible kali ini bertujuan untuk menentukan


panjang gelombang dan nilai absorbansi serta nilai R2 (nilai linear). Larutan yang akan
diuji menggunakan metoda o-Fenantrolin, dengan cara membuat induk larutan Fe(II) 100
ppm yang dibagi kedalam 7 buah labu takar dengan volume yang berbeda – beda dan 1
labu takar berisi sampel. Selanjutnya dicampurkan dengan Hidroksilamin hidroklorida
10%, Na asetat 10%, ketika dicampurkan larutan o-Fenantrolin 0,1% larutan berubah
warna menjadi warna orange agak coklat, kemudian ditambahkan aquades hingga tanda
batas dan digojog agar larutan homogen. Pada pembuatan larutan harus dilakukan dengan
teliti dan hati hati karena dapat mempengaruhi nilai yang akan didapat pada absorbansi di
spektrofotometri yang mana akan berpengaruh juga pada nilai linear. Untuk menentukan
panjang gelombang dengan menggunakan alat spektrofotometer genesys 20 yang hanya
terdapat 1 kotak tempat penyimpanan kuvet. Dimana alat tersebut perlu dilakukan setting
sesuai warna larutan yang diserap yaitu dari 440 nm - 540nm. Kuvet diisi dengan larutan
blanko terlebih dahulu, setelah itu masukkan kuvet kedalam kotak penyimpanan,
kemudian larutan diganti dengan larutan selanjutnya dan setiap pergantian larutan perlu
dinetralkan dulu dengan kuvet berisi blanko. Pada grafik tersebut didapat 𝑅2 = 0,9991
dan persamaan linear y =0,1941x

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai linear adalah ketika pembuatan larutan
induk penambahan aquades hingga tanda batas, memipet larutan, pembacaan pada
spektrofotometri. Selain menentukan konsentrasi besi, kami juga menguji sampel dari air
keran, air bekas cucian kuvet, dan air limbah yang diduga mengandung kandungan besi,
ketika dilakukan pengecekan nilai absorbansi pada air keran tersebut bernilai 0.011; pada
air cucian kuvet bernilai 1.418; dan pada air limbah sebesar 0.159.

Oleh Aaniisa Nur Asyffa NIM 231411095

Spektrofotometri visible merupakan salah satu metode analisa kualitatif dan kuantitatif
suatu senyawa kimia. Spektrofotmetri VIS biasanya digunakan untuk menganalisa
senyawa kimia non-organik. Berbeda dengan spektrofotometri UV yang menggunakan
larutan bening tak berwarna, analisa menggunakan spektrofotmetri VIS ini menggunakan
larutan yang berwarna. Daerah panjang gelombang VIS atau tampak adalah 370 nm – 780
nm.

Hukum dasar spektrofotometri diterangkan oleh Lambert dan Beer atau biasa dikenal
dengan Hukum Lambert-Beer. Lambert menjelaskan bahwa absorbansi radiasi
merupakan fungsi ketebalan medium, sedangkan Beer menjelaskan absorbansi radiasi
sebagai fungsi konsentrasi medium yang bersangkutan. Jika suatu berkas radiasi melewati
suatu medium homogen, maka sebagian intensitas radiasi yang datang tersebut (Io) akan
diasborbsi atau diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian diteruskan (It).

Tujuan praktikum ini adalah untum menentukan konsentrasi besi dalam air menggunakan
fero alumunium sulfat sebagai bahan utama untuk membuat larutan induk, hidroksilamin
hidroklorida 10% untuk mereduksi, Na Asetat 10% sebagai buffer pada kondisi basa
untuk menjaga pH, dan O-fenantrolin 0,1% sebagai zat berwarna. Selanjutnya praktikan
membuat larutan sesuai dengan komposisi yang telah tersedia dengan konsentrasi 2 ppm,
3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, dan 7 ppm serta menambah larutan sampel yang berasal
dari air sisa bilasan, sampel air keran, dan sampel limbah. Warna larutan semakin lama
akan semakin pekat, berwarna orange muda hingga orange tua, hal ini disebabkan karena
reaksi Fe 2+ dengan O-fenantrolin 0,1% sebagai zat warna, semakin tinggi konsentrasi Fe
2+ maka akan semakin pekat pula warna larutan sampelnya.

Gambar 1. Larutan sampel yang dibuat berdasarkan komposisi

Setelah semua larutan siap, maka selanjutnya mengukur panjang gelombang dan
konsentrasi Fe. Alat yang digunakan oleh praktikan adalah spektrofotometri genesys 20.
Komponen utama spektrofotometer:

1. Sumber energi radiasi


2. Monokromator
3. Tempat cuplikan atau sel penyerap
4. Detektor dan pencatat hasil

Langkah pertama sebelum menentukan konsentrasi Fe adalah menentukan terlebih


dahulu panjang gelombangnya dengan rentang panjang 440 nm – 540 nm. Mengukur panjang
gelombang harus menggunakan larutan blanko, yaitu larutan yang mengandung semua pereaksi
yang digunakan tanpa sampel dan larutan standar yang konsentrasinya ada di tengah-tengah,
praktikan menggunakan larutan standar 6 ppm untum menghasilkan daerah yang paling teliti.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, praktikan mendapat panjang gelombang
maksimum sebesar 510 nm dengan absorbansi paling tinggi yairu 1,128 A.

Kemudian praktkan mengukur konsentrasi Fe untuk pembuatan kurva kalibrasi yang


kurvanya terlampir pada Kurva 2. Konsentrasi air sisa bilasan adalah 7 ppm; sampel air keran
adalah 0,15 ppm; sampel limbah adalah 0,9 ppm. Berdasarkan kurva, persamaan linearnya
adalah y=0,1941x dan nilai R2 yang didapat sebesar 0,9991. Angka tersebut cukup mendekati
nilai 1 namun, banyak sumber kesalahan dalam pelaksanaan praktikum yang membuat hasilnya
kurang teliti, seperti kebersihan alat yang digunakan, ketelitian dalam membuat larutan, serta
kesalahan dalam pengukuran.
BAB V

KESIMPULAN

 Analisis spektrofotometri VIS biasanya digunakan pada senyawa non-organik


 Radiasi pada daerah sinar tampak diabsorbsi oleh molekul yang mempunyai
elektron d dan f (golongan unsur/logam transisi dalam)
 Warna orange yang dihasilkan oleh O-fenantrolin adalah warna komplementer
atau warna yang tampak oleh mata
 Konsentrasi Fe pada air sisa bilasan adalah 0,15 ppm; sample limbah adalah 0,9
ppm; dan air bilasan adalah 7 ppm
 Kurva kalibrasi linear memiliki intersep y = ax = 0,1941 dengan R2= 0,9991
 Sumber kesalahan yang tak luput dalam pengerjaan praktikum ini seperti
kesalahan dalam pengukuram, kebersihan alat yang digunakan, penambahan
aquades hingga tanda batas, serta O-fenantrolin yang sudah terkontaminaasi.

Anda mungkin juga menyukai