Anda di halaman 1dari 36

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

3.1. Kota Bogor

Kotamadya DT II Bogor dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 18


tahun 1965 serta Undang-undang nomor 5 tahun 1974, dengan luas wilayah
administratif sebesar 2.156 ha, meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Bogor
Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor
Barat, dan Kecamatan Bogor Tengah. Lalu sejak tahun 1995, Kotamadya DT II
Bogor mengalami perluasan wilayah menjadi 11.850 ha dan mengalami
pemekaran menjadi enam kecamatan dengan penambahan kecamatan Tanah
Sareal. Senada dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999.
tentang pemerintahan daerah nama Kotamadya Bogor diubah menjadi Kota
Bogor.
Batas – batas administratif Kota Bogor adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan
Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Sebelah barat : Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor.
Sebelah selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten
Bogor.
Sebelah timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor.
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106º 43’30” BT - 106º
51'00” BT dan 6º 30’30” LS - 6º 41’00” LS. Kota Bogor berjarak lebih kurang 56
Km dari selatan Jakarta. Curah hujan kota Bogor rata-rata 4.000 mm/ tahun,
tingginya curah hujan di kota Bogor menyebabkan kota ini dijuluki “kota hujan".

25

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
3.2. Pembagian Fungsi Daerah Per Kecamatan Kota Bogor

Berdasarkan pembagian fungsi daerah Kabupaten Bogor diketahui bahwa


posisi Kota Bogor adalah merupakan daerah yang ditempatkan di tengah sebagai
pusat, sehingga membawa implikasi Kota Bogor adalah merupakan kota yang
melayani Kabupaten Bogor; terutama sebagai pusat pelayanan jasa . Ini juga
didukung dengan Peraturajn Daerah Kota Bogor nomor 1 tahun 2000 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 1999-2000 di mana kota Bogor memiliki fungsi
sebagai kota perdagangan, kota industri, kota pemukiman, kota wisata ilmiah dan
kota pendidikan.
Pembagian fungsi daerah Kota Bogor sendiri menggunakan Model Sistem
Kota Satelit, yaitu pusat yang dikelilingi kota satelitnya (www.bplhdjabar.go.id/
soe/deskripsi wilayah/17.Kota Bogor.pdf). Pusat Kota adalah Kecamatan Bogor
Tengah sedangkan kota satelitnya adalah Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan
Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan
Bogor Timur.
Adapun fungsi dari masing – masing kecamatan atau satelitnya adalah sebagai
berikut :

a. Kecamatan Bogor Tengah Sebagai Pusat Kota Satelit


Fungsi utamanya sebagai pusat kegiatan perkantoran/pemerintahan yang
ditunjang oleh kegiatan perdangan dan jasa, permukiman dan wisata.

b. Kecamatan Bogor Selatan sebagai Kota Satelit I


Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman dengan KDB rendah yang
ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa.

c. Kecamatan Bogor Barat sebagi Kota Satelit II


Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman yang ditunjang oleh kegiatan
perdagangan dan jasa serta merupakan daerah objek wisata dan daerah konservasi.

d. Kecamatan Tanah Sareal sebagi Kota Satelit III


Fungsi utamanya sebagai kegiatan perkantoran/pemerintahan yang ditunjang oleh
kegiatan permukiman serta perdagangan dan jasa.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
e. Kecamatan Bogor Utara sebagi Kota Satelit IV
Fungsi utamanya sebagai kegiatan industri non-polutan, yang ditunjang oleh
kegiatan permukiman serta perdagangan dan jasa.

f. Kecamatan Bogor Timur sebagai Kota Satelit V


Fungsi utamanya sebagai kegiatan permukiman yang ditunjang oleh kegiatan
industri non-polutan serta perdagangan dan jasa.

Kegiatan di pusat kota satelit adalah kegiatan yang tingkat pelayanannya


berskala regional dan skala kota, sedangkan untuk kegiatan di satelitnya adalah
kegiatan yang tingkat pelayanannya berskala kota dan skala lokal.

3.3. Penggunaan Tanah Kota Bogor

Kegiatan penduduk akan mencerminkan pola penggunaan tanah yang


terjadi. Secara garis besar, penggunaan tanah Kota Bogor dapat dibedakan
menjadi dua bagian (DLLAJ Kota Bogor, 2006), yaitu:
1. Kawasan Terbangun: dengan luas total penggunaan sebesar 7.855,616 ha atau
sekitar 66.3 % dari total luas Kota Bogor, berupa permukiman teratur dan
tidak teratur, industri, serta komersial dan lainnya.
2. Kawasan Belum Terbangun: dengan luas total sebesar 3994,384 atau 33.7 %.
Berupa lahan pertanian, badan air, dan daerah terbuka hijau.
Kota Bogor pada dasarnya berbentuk monosentris walaupun terdapat juga
pusat-pusat pelayanan yang telah dikembangkan di wilayah sekitar pusat kota
(seperti Warung Jambu dan Sukasari), serta pusat-pusat kegiatan yang tumbuh
mengikuti jaringan jalan (seperti di sepanjang Jalan Tajur dan Jalan Raya Baru).
Pusat Kota Bogor terdiri dari empat lokasi kegiatan yang semuanya saling
berdekatan (DLLAJ Kota Bogor, 2006), yaitu:
a. Bogor (Kebun Raya)
b. Merdeka
c. Ramayana
d. Pasar Anyar

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 3.1. Penggunaan Tanah di Kota Bogor Serta Pada Buffer 200 meter Dari
Jalan-jalan yang Mengelilingi Kebun Raya Bogor
Luas (ha) Persentase Penggunaan Tanah (%)
Jenis Penggunaan Buffer Buffer
No PT Buffer Kota Buffer Kota terhadap terhadap PT
Tanah
200m Bogor 200m Bogor Bogor masing2
1 Daerah komersil 14.87 119.135 15.73 1 0.13 12.48
2 Permukiman
teratur 28.055 1728.746 29.69 14.6 0.24 1.62
3 Permukiman tidak
teratur 47.836 5148.512 50.61 43.4 0.4 0.93
4 Daerah industri 2.144 390.921 2.27 3.3 0.02 0.55
5 Pertanian dan lahan
terbuka 0.725 3748.196 0.77 31.6 0.01 0.02
6 Badan air 0.876 173.587 0.93 1.5 0.01 0.5
7 Hutan - 72.601 - 0.6 - -
8 Lain-lain - 468.302 - 4 - -
Jumlah 94.506 11850 100 100 0.81
Sumber : Pengolahan Data Peta Penggunaan Tanah Tahun 2005

Dilihat dari tabel di atas, tampak bahwa kota Bogor masih banyak di
dominasi oleh pemukiman tidak teratur serta pertanian dan lahan terbuka. Jika
untuk keseluruhan kota Bogor jenis penggunaan tanah yang paling mendominasi
adalah penggunaan tanah untuk permukiman tidak teratur, begitu pula pada buffer
200 meter dari jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor. Untuk
penggunaan tanah pertanian dan lahan terbuka, jika di kota Bogor persentasenya
mencapai 31,6 %, maka pada Buffer 200 meter hanya mencapai 0,01 % atau
hanya 0.77% dari luas wilayah yang dilakukan buffer. Daerah komersil hanya
menempati area sebesar 1 ha dan 12,48% nya berada pada buffer 200 meter dari
jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor.
Sebenarnya daerah yang paling banyak digunakan untuk kegiatan
komersial adalah daerah di sekitar pasar anyar yang juga terdapat stasiun kereta
api bogor. Namun daerah komersial ini adalah berupa pasar beserta pertokoannya
dan pedagang kaki lima. Sedangkan jika memenuhi pendapat Burgess bahwa
pusat kota merupakan CBD (Central Business District) dengan ciri penggunaan
tanahnya adalah untuk gedung perkantoran pemerintah dan atau swasta, serta
pusat perbelanjaan, maka dari ke empat lokasi kegiatan tersebut, yang paling
memenuhi sebagai pusat kota Bogor adalah jalan-jalan yang mengelilingi kebun

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
raya di mana selain terdapat daerah komersial juga terdapat kantor-kantor penting
pemerintah kota Bogor serta kantor-kantor untuk swasta.

3.4. Transportasi Kota Bogor

Jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentris dengan


karakteristik sebagai berikut (DLLAJ, 2006):
1. Pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkari Kebun Raya
Bogor (ring). Jaringan jalan yang melingkar tersebut merupakan gabungan
dari ruas Jalan Juanda, Jalan Otista, sebagian Jalan Pajajaran dan Jalan Jalak
Harupat.
2. Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung secara konsentris
ke jaringan jalan melingkar ini. Beberapa jalan tersebut di antaranya adalah
Jalan Suryakencana, Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran, Jalan Muslihat, serta
Jalan Empang.
3. Pada bagian timur Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor,
terdapat Jalan Tol Jagorawi, yang menghubungkan pusat Kota Bogor dan
Ciawi dengan Jakarta maupun daerah lainnya.
Jaringan jalan dengan pola radial konsentris memiliki konsekuensi berupa
terakumulasinya seluruh pergerakan ke kawasan pusat kota, sebab kawasan ini
merupakan satu-satunya akses untuk mencapai daerah lain. Pergerakan ini tidak
hanya berupa pergerakan internal kota saja, tetapi termasuk juga pergerakan
internal-eksternal dan eksternal-internal yang melintas Kota Bogor, misalnya dari
arah Ciawi (di bagian selatan) ke arah Rangkasbitung dan Ciomas (di bagian
barat) atau ke arah Depok dan Cibinong (di bagian utara), maupun arah
sebaliknya. Besar pergerakan ini mencapai 675.314 perjalanan-orang/hari
(DLLAJ Kota Bogor, 2000:9).
Adanya akumulasi pergerakan ini (baik internal maupun eksternal) akan
menyebabkan beban lalu lintas yang tinggi di kawasan pusat kota. Oleh sebab itu,
dengan adanya jalan lingkar tersebut, pergerakan yang memasuki kawasan pusat
kota dapat dikurangi.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Sebagian besar trayek angkutan kota yang ada di Kota Bogor memiliki
lintasan yang menuju pusat kota. Jika dilihat lebih jauh lagi berdasarkan pusat-
pusat kegiatan yang dihubungkannya, secara umum ada empat tipe rute trayek
angkutan kota di Kota Bogor
1. Menghubungkan pusat kegiatan di pinggir kota secara radial ke pusat kota,
sesuai pola jaringan jalan. Trayek-trayek yang lintasan termasuk ke dalam
tipe ini adalah trayek 01A yang menghubungkan pusat kota (Terminal
Baranangsiang dengan Ciawi), trayek 02 dan 03 yang menghubungkan pusat
kota dengan Terminal Bubulak, trayek 15 yang menghubungkan daerah
Merdeka dengan Terminal Bubulak, serta trayek 16 yang menghubungkan
pusat kota dengan pusat-pusat kegiatan yang muncul di sepanjang Jalan
Raya Baru (ring road).
2. Menghubungkan antarpusat kegiatan di sekitar pusat kota. Yang termasuk
ke dalam tipe trayek ini adalah trayek 07 yang menghubungkan pusat
kegiatan di Warung Jambu dengan daerah Merdeka dan trayek 08 yang
menghubungkan Warung Jambu dengan daerah Ramayana.
3. Menghubungkan antarpusat kegiatan di sekitar pusat kota. Yang termasuk
ke dalam tipe trayek ini adalah trayek 09 yang menghubung-kan Warung
Jambu dengan Sukasari.
4. Menghubungkan daerah pemukiman dengan kawasan pusat kota. Ada
banyak trayek yang memiliki tipe ini, seperti trayek 01, 04, 05, 06, 10, 11,
12, dan 13.

3.5. Trayek Angkutan Kota Bogor

Kota Bogor yang selain dikenal sebagai kota hujan dikenal pula sebagai
kota sejuta angkot memiliki banyak trayek angkutan umum. Pada awalnya hanya
terdapat 13 trayek angkutan kota yang beroperasi di Kota Bogor (berdasarkan SK
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bogor No 551.2/SK.225-Ekon/97).
Pada tahun 1995 terjadi perluasan Kota Bogor yang mengakibatkan wilayah
operasi tiga trayek angkutan perkotaan, yakni trayek 01A, trayek 04, dan trayek
16 masuk keseluruhannya ke dalam wilayah Kota Bogor. Kemudian pada awal

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
tahun 2006 dilakukan penambahan trayek angkutan kota berdasarkan Keputusan
Walikota Bogor No. 551.23.45-67 Tahun 2006 Tanggal 17 Februari 2006,
menjadi 22 trayek. Rute semua trayek angkutan kota di Kota Bogor merupakan
fixed route, dimana kendaraan hanya diperkenankan melewati jalur yang telah
ditetapkan.
Dari hasil pengamatan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor,
didapatkan hasil bahwa rata-rata panjang trayek berkisar 4.81 Km. Trayek
terpanjang adalah trayek 04-AK dari Rancamaya-Ramayana dengan panjang
trayek 8.12 Km. Trayek terpendek adalah trayek Trayek 15-AK dengan rute
Merdeka-Bubulak dan jarak trayek 3.1 Km. Seluruh operasi angkutan umum di
Kota Bogor dilayani oleh 3358 kendaraan dengan jumlah rata-rata kendaraan tiap
trayek 174 kendaraan.
Berikut adalah data trayek angkutan kota Bogor:

Tabel 3.2. Trayek, Rute, Panjang Lintasan dan Jumlah Kendaraan Angkutan Kota
Bogor
PJG LINTASAN JML KDR
NO TRAYEK ASAL - TUJUAN
PP (KM) SAAT INI
AK-01 Cipinang Gading - Ps Bogor 11.04 13
AK-01A Baranangsiang - Ciawi 16.41 190
AK-02 Sukasari - Bubulak 21.01 660
AK-03 Baranangsiang - Bubulak 19.43 382
AK-04 Rancamaya - Ramayana 21.80 184
AK-05 Cimahpar - Ramayana 10.25 162
AK-06 Ciheuleut - Ramayana 9.37 169
AK-07 Warung Jambu - Merdeka 10.00 236
AK-07A Pasar Anyar - Pondok Rumput 7.19 53
AK-08 Warung Jambu - Ramayana 10.69 212
AK-09 Warung Jambu - Sukasari 12.86 144
AK-010 Bantar Kemang - Merdeka 15.65 92
AK-011 Pajajaran Indah - Ramayana 9.09 45
AK-012 Pasar Anyar - Cimanggu 10.10 182
AK-013 Bantar Kemang - Ramayana 13.46 147
AK-015 Merdeka - Bubulak 12.11 101
AK-016 Pasar Anyar - Salabenda 21.41 265
AK-017 Pomad - Tanah Baru - Bina Marga 18.40 55
AK-018 Ramayana - Mulyaharja 18.00 43
AK-019 Terminal Bubulak - Kencana 10.80 10
AK-020 Pasar Anyar - Kencana 8.40 15
TOTAL/RATA-RATA 13.69 3360
Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Angkutan Kota di Kota Bogor ini menunjukkan beragam perbedaan, tidak
hanya dari panjang lintasan maupun jumlah armada, namun juga dari segi
banyaknya penumpang, seperti ditunjukkan pada tabel berikut;

Tabel 3.3. Kapasitas Angkutan Kota di Kota Bogor


FREKWENSI KAPASITAS ANGKUT
NO TRAYEK ASAL - TUJUAN
(KDR/JAM) (PNP/JAM)
AK-01 Cipinang Gading - Ps Bogor 11 110
AK-01A Baranangsiang - Ciawi 145 1450
AK-02 Sukasari - Bubulak 376 3760
AK-03 Baranangsiang - Bubulak 219 2190
AK-04 Rancamaya - Ramayana 106 1060
AK-05 Cimahpar - Ramayana 138 1380
AK-06 Ciheuleut - Ramayana 143 1430
AK-07 Warung Jambu - Merdeka 206 2060
AK-07A Pasar Anyar - Pondok Rumput 54 540
AK-08 Warung Jambu - Ramayana 180 1800
AK-09 Warung Jambu - Sukasari 115 1150
AK-010 Bantar Kemang - Merdeka 60 600
AK-011 Pajajaran Indah - Ramayana 37 370
AK-012 Pasar Anyar - Cimanggu 158 1580
AK-013 Bantar Kemang - Ramayana 115 1150
AK-015 Merdeka - Bubulak 88 880
AK-016 Pasar Anyar - Salabenda 145 1450
AK-017 Pomad - Tanah Baru - Bina Marga 26 260
AK-018 Ramayana - Mulyaharja 26 260
AK-019 Terminal Bubulak - Kencana
AK-020 Pasar Anyar - Kencana
TOTAL/RATA-RATA 123.58 23,480.00
Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006

Dari ke semua trayek angkutan kota Bogor tersebut, berikut adalah jenis angkutan
kota yang melewati jalan penelitian
a. Jalan Jenderal Sudirman
AK 07. Warung Jambu – Merdeka : 236 unit
AK 07 A.Pasar Anyar – Pondok Rumput : 53 unit
AK 08. Warung Jambu - Ramayana : 212 unit
AK 16. Pasar Anyar – Salabenda : 265 unit
b. Jl. Kapten Muslihat
AK 07. Warung Jambu - Merdeka : 236 unit
AK 02. Sukasari – Bubulak : 660 unit

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
AK 03. Baranangsiang – Bubulak : 382 unit
AK 10. Bantar Kemang - Merdeka : 92 unit
c. Jl. Empang
AK 04. Rancamaya – Ramayana : 184 unit
AK 10. Bantar Kemang-merdeka : 92 unit
AK 02. Sukasari-Bubulak : 660 unit
d. Jl. Suryakencana
AK 02: Sukasari-bubulak : 660 unit
AK 01: Cipinang Gading - Pasar Bogor : 13 unit

3.6. Penduduk Kota Bogor

Jumlah penduduk di Kota Bogor pada tahun 2005 adalah sebanyak


855.085 jiwa, terdapat kenaikan rata-rata pertahun sebesar 3,85 %. Kenaikan
tersebut diduga karena adanya faktor-faktor penarik, antara lain semakin
banyaknya fasilitas sosial-ekonomi, juga merupakan kota penyangga Jakarta
sebagai Ibu Kota Negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal di Kota
Bogor.
Kepadatan penduduk Kota Bogor pada tahun 2005 sebesar 7.216
jiwa/Km2. Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah
penduduk terbesar yaitu 190.421 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil
terdapat di Kecamatan Bogor Timur yang hanya berjumlah 86.978 jiwa.
Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan luas wilayah
terkecil (8,33 Km2) dan mempunyai kepadatan tertinggi, yaitu sebesar 12.691
jiwa/Km2, hal ini disebabkan karena Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat
kegiatan sosial, perekonomian dan pemerintahan. Untuk lebih jelasnya mengenai
penyebaran dan kepadatan penduduk di Kota Bogor dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 3.4. Data Penduduk Kota Bogor per Kecamatan Tahun 2005
Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No
/Kelurahan (Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
1 Bogor Selatan 30,81 166.745 5.412
2 Bogor Timur 10,15 86.978 8.569
3 Bogor Utara 17,72 149.578 8.441
4 Bogor Tengah 8,13 103.176 12.691
5 Bogor Barat 32,85 190.421 5.797
6 Tanah Sareal 18,84 158.187 7.396
Jumlah 118,50 855.085 8.051
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2005/2006, BPS Kota Bogor

Berdasarkan hasil survey data instansional, diketahui bahwa


perkembangan penduduk di Kota Bogor pada tahun 2001 – 2005 pertumbuhan
terbesar adalah di Kecamatan Tanah Sareal dengan rata-rata pertumbuhan
terhadap kota sebesar 5,18% sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan
Bogor Tengah dengan pengaruh pertambahan terhadap kota adalah sebesar
0,51%. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan penduduk di Kota Bogor dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5. Persentase Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor


Kecamatan / Pertumbuhan Penduduk (Tahun) (%) Rata-Rata
No
Kelurahan 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan
1 Bogor Utara 2,02 1,52 4,30 2,43 2.11 2.48
2 Bogor Timur 1,32 4,83 3,79 0,02 3.66 2.72
3 Bogor Selatan 1,98 2,88 3,36 2,06 0.99 2.25
4 Bogor Tengah 10,62 3,52 4,11 1,37 1.99 4.32
5 Bogor Barat 1,60 5,09 3,66 1,36 3.23 2.99
6 Tanah Sareal 11,64 5,19 3,89 0,16 5.01 5.18
Sumber: Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2005/2006, BPS Kota Bogor

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
3.7. RTRW Kota Bogor

3.7.1. Pengembangan Sistem Perwilayahan

Pengembangan sistem pusat pelayanan di Kota Bogor didasari oleh


pedoman yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum yang terkait
dengan perencanaan fasilitas pelayanan umum yaitu:
1. “Pedoman Perencanaan Lingkungan Perumahan Kota, Ditjen. Cipta Karya,
Departemen. Pekerjaan Umum, tahun 1979” dan
2. “Pedoman Penelitian SPM hasil Kepmen Kimpraswil, No. 378/KPTS/M/2001,
Tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Pemukiman Kota”.
Di dalam pedoman tersebut dijelaskan mengenai penyediaan fasilitas
pelayanan umum minimal untuk suatu kawasan yang didukung oleh sejumlah
penduduk tertentu. Setiap kelompok fasilitas terdiri dari beberapa jenjang/hirarki
pelayanan yang didasari oleh jumlah penduduk maksimum yang harus dilayani.
Berdasarkan hal tersebut, maka sistem perwilayahan pelayanan di Kota Bogor
adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Kota Bogor, dengan penduduk yang dilayani maksimum 1.200.000
jiwa
2. Bagian wilayah kota (BWK), dengan penduduk yang dilayani maksimum
400.000 jiwa
3. Sub bagian wilayah kota (Sub BWK), dengan penduduk yang dilayani
maksimum 120.000 jiwa
4. Kawasan, dengan penduduk yang dilayani maksimum 30.000 jiwa
5. Lingkungan, dengan penduduk yang dilayani maksimum 6.000 jiwa

Dalam perkembangannya wilayah Kota Bogor mengalami perubahan


dalam proses perencanaan kotanya. Sebelumnya berdasarkan RTRW Kota Bogor
Tahun 1999/2009 terlihat bahwa perencanaan Kota Bogor mengarah ke
pendekatan pola satelit terukur. Perkembangan Kota Bogor yang demikian cepat
dan mengikuti perkembangan DKI Jakarta sebagai wilayah utama di kawasan
Jabodetabek mengakibatkan perubahan strategi perencanaan Kota Bogor. RTRW

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
2006/2015 menyatakan bahwa perencanaan Kota Bogor diarahkan ke sistem
radial konsentris.
Sistem radial konsentris ini merupakan sistem yang melegitimasi adanya
sub-sub pusat BWK yang dikembangkan secara bersamaan dengan Pusat Kota.
Sub-sub pusat BWK ini akan direncanakan menjadi pusat-pusat pendukung pusat
kota. Pengembangan di sub-sub pusat BWK ini akan disesuaikan sesuai arahan
selanjutnya. Transportasi hanya akan menggunakan legitimasi keberadaan sub-sub
pusat BWK ini dalam penentuan simpul-simpul transportasi dan lintas-lintas
strategis yang menghubungkan ketiga simpul ini. Gambar 3.1. memperlihatkan
pola perencanaan Kota Bogor berdasarkan RTRW 1999-2009 dan perubahannya
pada revisi RTRW 2005-2015.

Gambar 3.1. Perubahan Pola Perencanaan Kota Bogor


Sumber: Revisi RTRW Kota Bogor 2006, versi November 2006 dalam DLLAJ 2006

Dasar pertimbangan yang digunakan dalam pengembangan sistem jaringan


transportasi Kota Bogor adalah:
1. Rencana sistem pusat-pusat kegiatan Bagian Wilayah Kota Bogor
2. Sistem hierarki jaringan jalan yang didasarkan pada UU No 38 Tahun 2004
3. Rencana persebaran penduduk Kota Bogor

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Hasil analisis dari masalah transportasi Kota Bogor, diantaranya:
(a) Rasio luas jaringan jalan yang tersedia berbanding luas wilayahnya baru
mencapai 5 % dari ketentuan 25 %.
(b) Pertumbuhan kendaraan sebesar 7,51 % / tahun
(c) Pertumbuhan penduduk sebesar 3,5 % / tahun
(d) Pertumbuhan PDRB sebesar 5,89 % / tahun
(e) Pertumbuhan bangkitan sebesar 100 % / tahun

1) Rencana Sistem Jaringan Jalan

Rencana pengembangan jaringan jalan Kota Bogor dicirikan untuk


mengembangkan struktur kota dengan konsep konsentrik. Untuk mengimbangi
perkembangan Kota Bogor yang direncanakan dibagi kedalam 3 BWK, maka
dibangun jaringan jalan baru yang menghubungkan jaringan jalan hingga ke jalan
menuju Tajur. Hal ini diantisipasi untuk pergerakan akibat kegiatan yang
dikembangkan di pusat BWK baru di Kelurahan Tanah Baru akan tidak
mengganggu kegiatan yang bersifat internal perkotaan. Lebar jaringan jalan yang
direncanakan untuk fungsi tersebut disesuaikan dengan undang-undang yang
berlaku.

2) Rencana Pengembangan Angkutan Umum

Simpul-simpul terminal yang dikembangkan di Kota Bogor didasari pada


pertimbangan fungsi dan peranan jaringan jalan yang dikembangkan di Kota
Bogor. Di mana Kota Bogor pada tahun 2015 untuk kegiatan yang berfungsi
primer dikembangkan mengikuti jaringan yang berfungsi primer seperti Soleh
Iskandar dan R2 serta poros Pajajan atau poros R2 menuju Tajur. Selain itu pusat
kegiatan terbagi 3 bagian di kawasan Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor
Utara maupun Bogor Selatan.
Jumlah angkutan umum penumpang yang secara legal beroperasi di kota
Bogor merupakan angkutan yang berdaya angkut 14 penumpang. Sementara
hingga tahun 2015 jumlah penduduk Kota Bogor akan melebihi satu juta jiwa.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Dengan jumlah penduduk sebanyak itu maka sudah selayaknya Kota Bogor
mengembangkan moda angkutan umum masal. Salah satu rencana pengembangan
angkutan umum masal untuk Kota Bogor adalah Jenis Bus 3/4. Rute tersebut
merupakan rute untuk mereduksi angkutan-angkutan kota yang bermuatan kecil
menjadi angkutan bus. Disamping itu untuk mengantisipasi perpindahan moda
angkutan kereta api ke bis dan dari moda-moda kecil ke bis. Angkutan bis ini
didesain seperti bus way di Jakarta. Dengan demikian jaringan jalannya
memanfaatkan lajur paling kanan dari jaringan jalan yang tersedia. Dan tiap 500
meter disediakan shelter busnya. Untuk angkutan yang berdaya angkut kecil
disarankan melayani pusat-pusat BWK.

3.7.2. Bidang Transportasi

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan dari arahan tata
ruang yang harusnya dianut oleh sistem perencanaan lainnya. Perencanaan
bangunan dan struktur bangunan, perencanaan fasilitas kesehatan, perencanaan
wilayah lindung dan transportasi harus mengikuti arahan tata ruang tersebut.
Sistem perencanaan baik tata ruang maupun transportasi sebenarnya selalu
berdasarkan dua prinsip utama yaitu “Servicing Demand and Promoting Area”.
Servicing demand atau pelayanan kebutuhan transportasi dilakukan bagi
wilayah yang sudah berkembang dan cenderung tinggi kebutuhan perjalanannya.
Promoting area digunakan untuk wilayah yang belum berkembang agar disparitas
wilayah dan ekonomi tidak terlalu terasa dalam suatu kawasan atau wilayah.
Dalam suatu wilayah pasti ada suatu wilayah yang berkembang dengan pesat dan
wilayah yang marjinal perkembangannya. Kedua jenis wilayah ini harus disiasati
dengan suatu sistem perencanaan yang baik dan terpadu.
Setelah sistem perencanaan yang baik ini, sebaiknya dilanjutkan dengan
sistem monitoring yang baik terutama untuk tata ruang. Kontrol terhadap tata
ruang dan homogenisasi dari tata guna lahan sangat penting dalam perencanaan-
perencanaan lain yang mengikuti dibawahnya termasuk transportasi. Tata ruang
yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah akan mengusulkan suatu
perencanaan transportasi yang spesifik. Contoh jaringan transportasi yang

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
menghubungkan antar pusat BWK dan antar pusat BWK dengan pusat kota
merupakan jaringan yang bersifat mobilitas dengan hambatan samping yang
tinggi. Sangat berbeda dengan jaringan transportasi yang berada di dalam wilayah
pusat atau sub pusat BWK dimana hambatan samping dan akses di kanan-kiri
prasarana transportasi dapat direncanakan tinggi.
Perencanaan angkutan umum juga harus mengikuti perencanaan tata ruang
dan prinsip ideal transportasi. Angkutan umum sebaiknya menghubungkan
wilayah-wilayah antar Pusat BWK dan antara Pusat Kota dengan Pusat BWK.
Jaringan-jaringan rute yang langsung sebaiknya dibatasi. Arahan jaringan rute ini
juga harus disesuaikan dengan kesesuaian armada.

Pusat Kegiatan Wilayah

Jaringan Jalan
Terminal/
Prasarana Transportasi

Fasilitas Ekonomi

Fasilitas Perdagangan
Jaringan angkutan umum

Efisiensi

Gambar 3.2. Hubungan Antara RTRW dengan Sistem Perencanaan Lainnya di


Bawahnya
Sumber: Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
BAB IV

KEMACETAN DI PUSAT KOTA BOGOR

4.1. Volume Kendaraan

Berdasarkan kriteria jalan yang akan diteliti, terdapat empat jalan kolektor yang
bersimpangan dengan jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya Bogor, yaitu jalan
Jenderal Sudirman, jalan Kapten Muslihat, jalan Pulo Empang, serta jalan Suryakencana.
Dari survey yang telah dilakukan terhadap volume kendaraan pada jalan-jalan
yang diteliti, volume kendaraan dibagi menjadi lima kelas yaitu ;
Sangat Rendah (SR) : 0 - 564.8 smp
Rendah (R) : 564.8-1129.6 smp
Sedang (S) : 1129.6-1694.4 smp
Tinggi (T) : 1694.4-2259.2 smp
Sangat Tinggi (ST) : 2259.2-2824 smp

Masing-masing jalan penelitian menunjukkan perbedaan tingkat volume


kendaraan yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Tingkat Volume Kendaraan Pada Jalan Penelitian


Pagi Sore
Nama Jalan ke kebun dari kebun ke kebun dari kebun
raya raya raya raya
Tingkat Sudirman Tinggi Sedang Sedang Sangat Tinggi
Volume Muslihat Tinggi Sedang Sedang Sedang
Kendaraan Empang Tinggi Rendah Sedang Rendah
Suryakencana - Sedang - Sedang
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Berdasarkan tabel tersebut di atas, tampak bahwa pada pagi hari, volume
kendaraan lebih tinggi di jalan yang 40
arahnya ke kebun raya, sedangkan pada sore
hari, volume kendaraan lebih tinggi pada jalan dengan arah dari kebun raya,

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
itupun hanya pada jalan Sudirman saja, sedangkan pada jalan lain volume
kendaraannya rata-rata adalah sedang. Jumlah kendaraan pada masing-masing
arah jalan adalah sebagai berikut:

4.1.1. Pagi Hari

Volume kendaraan pada pagi hari dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.1. Volume Berdasarkan Jenis Kendaraan Pagi Hari


Sumber : Pengolahan Data, 2008

Berdasarkan gambar di atas, pada pagi hari, di setiap jalan volume


kendaraannya lebih tinggi pada jalan yang arahnya ke kebun raya di banding pada
arah sebaliknya. Pada jalan Suryakencana yang hanya merupakan jalan satu arah
yaitu dari kebun raya, volume kendaraannya lebih besar dibanding jalan-jalan
dengan arah sama lainnya.
Persentase penggunaan kendaraan tiap unitnya dapat dilihat pada gambar
berikut;

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 4.2. Persentase Penggunaan Kendaraan Pagi Hari
Persentase penggunaan kendaraan (%)
Dari Pusat Kota Ke Pusat Kota
Nama Jalan
Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis
A B C D A B C D
Sudirman 14 31.2 53.6 1.2 13.7 32.8 52.5 1
Muslihat 29.5 19.9 49.6 1 26.5 22.5 50.5 0.5
Empang 27.8 13.9 56.6 1.7 13.3 16.6 68.1 2
Suryakencana 23.2 17.9 57.9 1 - - - -
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Dari penggunaan jenis kendaraan, pada setiap jalan penelitian, sepeda


motor selalu menjadi moda transportasi utama yang dipilih oleh para pengguna
jalan yaitu sekitar 50% dari keseluruhan jenis kendaraan, sedangkan kendaraan
berat merupakan kendaraan yang paling jarang melintas pada setiap jalan
penelitian dengan persentase penggunaan tidak pernah lebih dari 2%. Sedangkan
untuk jenis kendaraan ringan yaitu mobil plat kuning dan plat hitam serta merah
berbeda-beda pada masing-masing jalan. Pada jalan Sudirman, mobil plat hitam
dan merah selalu menjadi pillihan utama bagi para pengguna jalan, begitu pula
dengan jalan Empang pada arah ke kebun raya. Sedangkan pada ke dua jalan
lainnya serta jalan Empang dengan arah dari kebun raya, mobil plat kuning yang
di dominasi oleh angkutan kota lebih banyak dipilih oleh para pengguna jalan.
Setiap jalan penelitian didominasi oleh jenis kendaraan yang berbeda-
beda. Angkutan kota (kendaraan jenis A) paling besar terdapat pada jalan
Muslihat, kendaraan pribadi (jenis B) paling besar terdapat pada jalan Sudirman,
sedangkan persentase penggunaan sepeda motor dan truk terbesar adalah pada
jalan Empang. Berikut persentase penggunaan kendaraan setelah disamakan
dalam satuan smp per jalan penelitian:

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 4.3. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Ke
Kebun Raya Pada Pagi Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang
Mobil plat kuning 7.5 11.5 7
Mobil plat hitam dan merah 18 9.8 8.8
Sepeda motor 11.6 8.8 14.5
Kendaraan berat 0.8 0.3 1.4
Total 37.9 30.4 31.7
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman
yaitu sebesar 18% dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian.
Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan
tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Sedangkan di
jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning
yang pengaruhnya hampir sama besar dengan sepeda motor di jalan Sudirman.

Tabel 4.4. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari
Kebun Raya Pada Pagi Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang Suryakencana
Mobil plat kuning 5.8 9.3 8.3 10.5
Mobil plat hitam dan merah 12.9 6.3 4.1 8.1
Sepeda motor 8.9 6.3 6.7 10.5
Kendaraan berat 0.6 0.4 0.7 0.6
Total 28.2 22.3 19.8 29.7
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya dari
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman
yaitu sebesar 12.9% dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian.
Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan
tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
banyak berpengaruh adalah mobil plat kuning. Di jalan Suryakencana, jenis
kendaraan yang paling mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda
motor dan mobil plat kuning. Sedangkan di jalan Muslihat, sama seperti pada pagi
hari, jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning.

4.1.2. Sore Hari

Volume kendaraan masing-masing jalan pada sore hari dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.2. Volume Berdasarkan Jenis Kendaraan Sore Hari


Sumber : Pengolahan Data,2008

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pada sore hari, tidak tampak adanya perbedaan volume kendaraan yang
besar antara tiap arah jalan, namun jalan Sudirman merupakan yang paling
mencolok dibanding jalan lainnya di mana volume kendaraan pada jalan arah dari
kebun raya jauh lebih besar dibanding pada arah sebaliknya.
Pada jalan Muslihat, ke dua arah menunjukkan tingkat volume yang sama-
sama berada pada tingkat sedang. Tidak tampak ada perbedaan yang mencolok
antara ke dua arah jalan. Pada jalan Empang, volume kendaraan justru lebih tinggi
pada jalan arah ke kebun arah dibanding sebaliknya, hal ini berarti sama dengan
pada pagi hari di mana volume kendaraan pada jalan ke arah kebun raya lebih
tinggi dari arah sebaliknya.
Persentase penggunaan kendaraan tiap unitnya dapat dilihat pada gambar
berikut;
Tabel 4.5. Presentase Penggunaan Kendaraan Sore Hari
Persentase penggunaan kendaraan (%)
Dari Pusat Kota Ke Pusat Kota
Nama Jalan
Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis
A B C D A B C D
Sudirman 21.4 31.8 45.6 1.2 10.9 33.8 53.7 1.6
Muslihat 29.2 20.4 48.7 1.7 28.5 20.9 48.3 2.3
Empang 22.1 12.6 62.3 3 21.4 18.7 57.4 2.5
Suryakencana 25.4 22.1 50.6 1.9 - - - -
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Untuk penggunaan jenis kendaraan, tampak bahwa sama halnya dengan


pada pagi hari, pada sore hari ini pada setiap jalan sepeda motor selalu menjadi
pilihan utama moda transportasi terutama pada jalan Empang. Sebaliknya,
kendaraan berat selalu merupakan jenis kendaraan yang paling jarang melintas
pada masing-masing jalan penelitian di mana persentase penggunaannya tidak
pernah melebihi 3% dari penggunaan seluruh jenis kendaraan, hal ini berkaitan
dengan fakta bahwa jalan penelitian merupakan jalan perkotaan sehingga
kendaraan berat jarang melintasi jalan-jalan tersebut . Sedangkan untuk
penggunaan kendaraan ringan, baik yang berupa mobil plat kuning maupun mobil

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
plat hitam dan merah yang merupakan mobil pribadi, berbeda-beda pada masing-
masing jalan.
Pada jalan Sudirman, sama dengan pada pagi hari, penggunaan mobil plat
hitam dan merah selalu lebih tinggi dibanding mobil plat kuning baik pada arah
ke kebun raya maupun sebaliknya. Selisih antara kedua jenis kendaraan ini pun
relatif besar. Berbeda dengan jalan Sudirman, pada jalan Muslihat dan Empang
penggunaan kendaraan ringan lebih didominasi oleh mobil plat kuning atau
angkutan umum, meskipun selisihnya dengan mobil plat hitam tidaklah terlalu
signifikan. Jalan Suryakencana merupakan jalan dengan satu arah saja, yaitu arah
menjauhi kebun raya. Pada jalan ini, penggunaan kendaraan ringan lebih
didominasi oleh mobil plat kuning meskipun selisihnya dengan kendaraan berplat
hitam dan merah tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.
Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari setiap jalan penelitian
didominasi oleh jenis kendaraan yang berbeda-beda. Angkutan kota (kendaraan
jenis A) paling besar terdapat pada jalan Muslihat, kendaraan pribadi (jenis B)
paling besar terdapat pada jalan Sudirman, sedangkan persentase penggunaan
sepeda motor dan truk terbesar adalah pada jalan Empang. Berikut persentase
penggunaan kendaraan setelah disamakan dalam satuan smp per jalan penelitian:

Tabel 4.6. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Ke
Kebun Raya Pada Sore Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang
Mobil plat kuning 4.6 10.1 10.4
Mobil plat hitam dan merah 14.3 7.4 9.1
Sepeda motor 22.7 6.8 11.2
Kendaraan berat 0.7 1.1 1.6
Total 42.3 25.4 32.3
Sumber: Pengolahan Data, 2008

Dari tabel di atas, tampak bahwa pada sore hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor di jalan Sudirman yaitu sebesar

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
22.7 % dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian. Jalan
Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan, tertinggi
dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor baru kemudian
kendaraan plat kuning. Sedangkan di jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling
berpengaruh adalah mobil plat kuning..

Tabel 4.7. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari
Kebun Raya Pada Sore Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang Suryakencana
Mobil plat kuning 12.7 7.7 5.6 7.9
Mobil plat hitam dan merah 18.8 5.4 3.2 6.9
Sepeda motor 10.8 5.2 6.3 6.3
Kendaraan berat 0.9 0.6 1 0.7
Tota 43.2 18.9 16.1 21.8
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman
yaitu sebesar 18.8 % dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian.
Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan
tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Di jalan
Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning.
Sedangkan untuk di jalan Suryakencana, jenis kendaraan yang paling banyak
mempengaruhi adalah mobil plat kuning.
Dilihat dari volume kendaraan pada jalan-jalan penelitian, tampak bahwa
pada pagi hari, pada semua jalan penelitian volume kendaraannya lebih tinggi
pada jalan dengan arah ke kebun raya dibanding dengan arah sebaliknya yaitu dari
kebun raya. Sedangkan pada sore hari, hampir pada semua jalan penelitian kecuali

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
jalan Empang, volume kendaraannya lebih padat pada jalan dengan arah dari
kebun raya dibanding dengan arah sebaliknya yaitu ke kebun raya.
Hal ini menunjukkan bahwa jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya
merupakan pusat kota di mana pada jam-jam sibuk pagi hari kendaraan
kebanyakan menuju jalan ini dan meninggalkan jalan ini pada jam-jam sibuk sore
hari.

4.2. Hambatan Samping

Berdasarkan survey yang telah dilakukan, masing-masing jalan penelitian


menunjukkan perbedaan tingkat hambatan samping. Tingkat hambatan samping
dibuat berdasarkan klasifikasi Manual Klasifikasi Jalan Indonesia (1997) dengan
tingkat hambatan samping mulai dari Sangat Rendah(SR), Rendah (R), Sedang
(S), Tinggi (T), hingga Sangat Tinggi (ST), klasifikasi hambatan samping pada
masing-masing jalan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8. Hambatan Samping Pada Jalan Penelitian


Pagi Sore
Nama Jalan ke kebun dari kebun ke kebun dari kebun
raya raya raya raya
Sudirman Rendah Rendah Rendah Rendah
Sangat Sangat Sangat Sangat
Tingkat Muslihat
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Hambatan
Empang Rendah Rendah Rendah Rendah
Samping
Sangat
Suryakencana Tinggi
- Tinggi -
Sumber : Pengolahan Data, 2008

4.2.1. Pagi Hari

Pada masing-masing jalan, hambatan samping menunjukkan perbedaan.


Perbedaan ini terutama tampak jelas pada jalan Muslihat seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut;

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Gambar 4.3. Jenis Hambatan Samping Pagi Hari
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Seperti terlihat pada grafik di atas, pada pagi hari, jalan Muslihat memiliki
hambatan samping paling tinggi di mana tingkat hambatan samping-nya baik pada
arah ke kebun raya maupun sebaliknya selalu sangat tinggi. Tingginya jumlah
pejalan kaki yang menyeberang serta berjalan kaki di badan jalan paling banyak
mempengaruhi tingginya hambatan samping di jalan ini. Lokasinya yang dekat
dengan stasiun kereta api Bogor membuat tingginya jumlah pejalan kaki pada
jam-jam sibuk.
Jalan Sudirman dan Empang tidak banyak memiliki perbedaan dalam
hambatan sampingnya. Ke dua jalan ini, baik pada arah ke kebun raya maupun
sebaliknya, tingkat hambatan sampingnya rata-rata adalah rendah. Kedua jalan ini
sama-sama memiliki trotoar yang lebar sehingga pejalan kaki hanya mengganggu
arus lalu lintas dalam jumlah pejalan kaki yang menyeberang di badan jalan saja.
Jalan Sudirman sendiri merupakan kawasan yang cukup bersih dari pedagang kaki
lima, sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas. Sedangkan jalan Suryakencana
memiliki hambatan samping yang sangat tinggi karena lokasi jalan ini yang sangat
dekat dengan pasar Bogor di mana aktivitasnya terutama pejalan kaki paling
ramai pada pagi hari

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Jika dihitung hambatan samping antara keseluruhan jalan, maka akan
terlihat pada tabel berikut;

Tabel 4.9. Persentase Hambatan Samping Antar Jalan Penelitian Pada Pagi Hari
Persentase (%)
Nama
Arah Ke Kebun Raya Arah Dari Kebun Raya
Jalan
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Sudirman 10.05 7.75 9 15.2 6.6 7.1 65.3 10.5
Muslihat 79.05 79.05 82.5 80.6 37.9 72.5 16.3 74.2
Empang 10.9 13.2 8.5 4.2 7.3 10.2 2.5 3.8
Suryakencana - - - - 48.2 10.2 15.9 11.5
100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Pada pagi hari dengan arah jalan ke kebun raya, untuk keseluruhan tipe
hambatan samping, jalan Muslihat selalu memiliki persentase tertinggi dibanding
ke dua jalan lainnya, yaitu di atas 50%, sedangkan ke dua jalan lainnya berbeda-
beda untuk setiap tipe hambatan samping. Untuk hambatan samping tipe I yaitu
jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di badan jalan dan tipe II
yaitu jumlah kendaraan parkir, angkot ‘ngetem’, serta jumlah pedagang kaki lima
yang berjualan di badan jalan, jalan Empang memiliki jumlah kejadian yang lebih
besar dibanding jalan Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe III
yaitu jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dari lahan samping serta
persimpangan dan tipe IV yaitu jumlah kendaraan tidak bermotor yang melewati
jalan penelitian, jumlah kejadiannya lebih tinggi pada jalan Sudirman dibanding
pada jalan Empang.
Pada jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian hambatan
samping antara jalan penelitian, berbeda-beda untuk setiap tipe hambatan
samping. Untuk hambatan samping tipe I, yaitu jumlah pejalan kaki yang berjalan
dan menyeberang di badan jalan, kejadiannya paling banyak terjadi pada jalan
Suryakencana yaitu sebesar 48,2%, kemudian pada jalan Muslihat yaitu sebesar
37,9%, disusul oleh jalan Empang dan terakhir jalan Sudirman. Lokasi jalan
Suryakencana yang dekat dengan pasar Bogor dan jalan Muslihat yang dekat

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
dengan stasiun kereta api Bogor serta trotoar yang sempit turut mempengaruhi
tingginya jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di jalan ini Untuk
hambatan samping tipe II yaitu berupa kendaraan parkir, angkutan kota ‘ngetem’
serta pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan, jumlah kejadian terbesar
terjadi pada jalan Muslihat dengan persentase sebesar 72,5%, kemudian jalan
Suryakencana dan Empang yang presentasenya sama-sama sebesar 10,2%, dan
terakhir jalan Sudirman yaitu sebesar 7,1%. Terdapat banyak rute serta unit
angkutan kota yang melewati jalan Muslihat, sehingga banyak pula angkutan kota
yang berhenti dalam waktu lama untuk menarik penumpang (ngetem) di badan
jalan. Di jalan Suryakencana hanya ada dua rute angkutan kota yang melewatinya,
sehingga jumlah angkutan kota yang ‘ngetem’ di jalan ini pun tidak sebanyak di
jalan Muslihat. Besarnya hambatan samping di jalan ini lebih disebabkan oleh
banyaknya kendaraan yang parkir di badan jalan. Pada jalan Empang tidak
terdapat adanya bangunan penting yang menyebabkan angkutan kota mengetem
pada jalan ini seperti halnya stasiun kereta api di jalan Muslihat serta pasar di
jalan Suryakencana sehingga hambatan samping tipe II di jalan ini tidak terlalu
tinggi. Begitu pula di jalan Sudirman yang rute serta unit angkutan kota yang
melintas adalah sedikit.
Untuk hambatan samping tipe III yaitu jumlah kendaraan yang masuk dan
keluar dari lahan samping serta persimpangan, kejadiannya justru paling banyak
terjadi di jalan Sudirman dibanding jalan-jalan lainnya yaitu sebesar 65,3%,
disusul oleh jalan Muslihat yaitu sebesar 16,3%, lalu jalan Suryakencana dengan
persentase sebesar 15,9%, dan terakhir jalan Empang dengan persentase kejadian
sebesar 2,5%. Pada arah dari kebun raya ini, pada jalan Sudirman terdapat sebuah
persimpangan di mana arus kendaraan masuk serta keluar persimpangan ini cukup
tinggi. Pada jalan Muslihat, kendaraan yang keluar dan masuk hambatan samping
adalah menuju ke sekolah Budi Mulia dan Plasa Matahari sehingga jumlah
kejadiannya tidak terlalu tinggi. Pada jalan Empang, bangunan penting yang
menyebabkan aktivitas keluar masuk lahan samping hanyalah Bogor Trade Mall
(BTM) dan beberapa pertokoan kecil sehingga kejadian hambatan samping untuk
tipe ini hanya sedikit. Begitu pula dengan jalan Suryakencana yang bangunan
pentingnya hanya Plasa Yogya Lama.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Untuk hambatan samping tipe IV yaitu kendaraan lambat/ tidak bermotor
yang melewati jalan penelitian, jumlah kejadiannya paling banyak terjadi pada
jalan Muslihat yaitu sebesar 74,2%, disusul kemudian oleh jalan Suryakencana
11,5%, lalu jalan Sudirman sebesar 10,5% dan terakhir adalah jalan Empang yaitu
sebesar 3,8%. Jenis kendaraan lambat yang paling banyak melintas pada jalan
penelitian adalah becak.

4.2.2. Sore Hari

Pada sore hari, selain jalan Muslihat jalan Suryakencana yang merupakan
jalan satu arah ini juga memiliki hambatan samping yang juga tinggi seperti
tampak pada gambar berikut ini;

Gambar 4.4. Jenis Hambatan Samping Sore Hari


Sumber : Pengolahan Data, 2008

Pada sore hari, jalan muslihat masih merupakan jalan dengan hambatan
samping terbesar, yaitu sangat tinggi. Sedangkan jalan Suryakencana berada pada
urutan ke dua, dengan tingkat hambatan samping yaitu rata-rata tinggi dengan
jalan arah dari kebun raya. Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari faktor
pejalan kaki masih menyumbang nilai terbesar untuk tingginya jumlah hambatan

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
samping di jalan Muslihat. Untuk jalan Suryakencana, tingginya hambatan
samping juga paling banyak dipengaruhi oleh tingginya jumlah pejalan kaki di
jalan ini. Persis di samping jalan, terdapat pasar tradisional yaitu pasar bogor yang
membuat tingginya jumlah pejalan kaki yang lalu lalang dan cukup menganggu
arus lalu lintas di jalan ini. Selain itu, banyaknya kendaraan yang di parkir di
badan jalan juga mempersempit ruang gerak kendaraan lain.
Tingginya jumlah pejalan kaki yang berjalan serta menyeberang di badan
jalan pada setiap jalan disebabkan oleh tidak adanya jembatan penyeberangan
bagi para pejalan kaki yang akan menyeberang, akibatnya pejalan kaki hanya
dapat menyeberangi jalan melalui badan jalan. Bahkan pada jalan-jalan seperti
jalan Muslihat dan jalan Suryakencana, trotoar yang disediakan kurang memadai
bagi para pejalan kaki. Sedangkan pada jalan Sudirman dan jalan Pulo Empang
trotoar yang ada sudah cukup memadai.
Tipe hambatan samping yang lain tidak banyak menunjukkan perbedaan
yang mencolok. Namun, hambatan samping tipe II yaitu berupa angkutan ngetem,
kendaraan parkir di badan jalan serta pedagang kaki lima termasuk yang paling
banyak terjadi pada masing-masing jalan, kecuali pada jalan Muslihat yang
arahnya dari kebun raya. Pada jalan dengan arah tersebut, hambatan samping tipe
III yaitu kendaraan yang keluar dan masuk lahan samping serta persimpangan
menempati urutan ke dua dalam jumlah hambatan samping. Pada jalan dan arah
ini, terdapat persimpangan yang harus dilewati oleh angkutan kota sehingga
banyak angkutan kota (angkot) yang keluar dari persimpangan tersebut.
Sedangkan untuk hambatan samping tipe IV yaitu kendaraan lambat/tak
bermotor yang melewati jalan penelitian merupakan jenis hambatan samping yang
jumlah kejadiannya paling sedikit. Biasanya jenis kendaraan tak bermotor yang
melewati jalan penelitian adalah berupa becak, yang terutama paling banyak
terdapat di jalan Muslihat.
Jika dihitung hambatan samping antara keseluruhan jalan, maka akan
terlihat pada tabel berikut;

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 4.10. Persentase Hambatan Samping Antar Jalan Penelitian Pada Sore Hari
Persentase (%)
Nama Jalan Arah Ke Kebun Raya Arah Dari Kebun Raya
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Sudirman 6.6 16.2 12.1 8.9 4.9 13 70.3 9.9
Muslihat 82.4 72.9 80.6 88.5 45.8 66 12.7 77
Empang 11 10.9 7.3 2.6 9.4 8.2 1.8 3.2
Suryakencana - - - - 39.9 12.8 15.2 9.9
100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari untuk jalan dengan arah ke
kebun raya, semua tipe hambatan samping menunjukkan jumlah kejadian terbesar
pada jalan Muslihat dengan jumlah persentase kejadian semuanya lebih dari 50%.
Sedangkan pada jalan Sudirman dan Empang, besarnya kejadian setiap tipe
hambatan samping berbeda-beda. Untuk hambatan samping tipe I, jumlah
kejadiannya lebih besar pada jalan Empang dibanding dengan pada jalan
Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe II,III, dan IV jumlah
kejadiannya lebih besar pada jalan Sudirman dibanding dengan pada jalan
Empang.
Untuk jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian antar jalan
nya lebih bervariasi dibanding dengan pada arah sebaliknya. Untuk hambatan
samping tipe I, jumlah kejadiannya paling besar pada jalan Muslihat yaitu sebesar
45,8%, kemudian pada jalan Suryakencana sebesar 39,9%, lalu jalan Empang
sebesar 9,4% dan terakhir jalan Sudirman sebesar 4,9%. Untuk hambatan
samping tipe I ini, berbeda dengan pada pagi hari di mana hambatan sampingnya
lebih besar pada jalan Suryakencana dibanding jalan Muslihat, maka pada sore
hari yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini karena berkurangnya aktivitas
masyarakat di pasar bogor yang menyebabkan pada pagi hari jumlah pejalan
kakinya sangat banyak yang tidak didukung oleh fasilitas pedestrian yang
memadai. Untuk hambatan samping tipe II yaitu jumlah kendaraan yang parkir,
angkutan kota ‘ngetem’ serta pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan
jumlah kejadian tertinggi berada pada jalan Muslihat dengan presentase jumlah
kejadian sebesar 66%, disusul kemudian oleh jalan Sudirman yaitu sebesar 13%,

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
lalu jalan Suryakencana sebesar 13%, dan terakhir adalah jalan Empang yaitu
sebesar 8,2%. Hambatan samping tipe III yaitu jumlah kendaraan yang
keluar/masuk dari lahan samping dan persimpangan, seperti pada pagi hari, justru
paling banyak terjadi pada jalan Sudirman yaitu sebesar 70,3%, kemudian pada
jalan Suryakencana yaitu sebesar 15,2%, lalu jalan Muslihat yaitu sebesar 12,7%,
dan terakhir pada jalan Empang yaitu sebesar 1,8%.
Hambatan samping tipe IV yaitu jumlah kendaraan lambat/tidak bermotor
yang melewati jalan penelitian, jumlah kejadiannya paling banyak pada jalan
Muslihat yaitu sebesar 77%. Sedangkan persentase kejadian hambatan tipe IV
untuk jalan Sudirman dan Suryakencana adalah sama-sama sebesar 9,9%.
Sedangkan jalan Empang memiliki jumlah kejadian hambatan samping tipe ini
hanya sebesar 3,2%.

4.3. Perbandingan Tingkat Kemacetan Dalam Kondisi Normal dan


Dengan Hambatan Samping

Berdasarkan survey yang telah dilakukan, berikut adalah data tingkat


kemacetan pada masing-masing jalan penelitian pada kondisi normal, yang dibagi
menjadi tidak macet, kemacetan tingkat rendah, kemacetan tingkat sedang, dan
kemacetan tingkat tinggi seperti berikut;

Tabel 4.11. Tingkat Kemacetan Jalan Penelitian Dalam Kondisi Normal


Tingkat Kemacetan
Nama Jalan Pagi Sore
ke kebun raya dari kebun raya ke kebun raya dari kebun raya
Sudirman Sedang Tidak macet Tidak macet Tinggi
Muslihat Tidak macet Tidak macet Tidak macet Tidak macet
Empang Tidak macet Tidak macet Tidak macet Tidak macet
Suryakencana - Tidak macet - Tidak macet
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Pada kondisi normal hampir semua jalan dengan volume kendaraan yang
diperoleh dari hasil survey lapang tidak mengalami kemacetan kecuali pada jalan

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Sudirman pada pagi hari pada arah ke kebun raya serta pada sore hari dengan arah
dari kebun raya. Sedangkan pada kondisi dengan adanya hambatan samping,
tingkat kemacetan pada masing-masing jalan penelitian dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 4.12. Tingkat Kemacetan Jalan Penelitian Dalam Kondisi Dengan


Hambatan Samping
Tingkat Kemacetan
Jalan Pagi Sore
ke kebun raya dari kebun raya ke kebun raya dari kebun raya
Sudirman Sedang Tidak macet Tidak macet Tinggi
Muslihat Sedang Tidak macet Tidak macet Tidak macet
Empang Rendah Tidak macet Tidak macet Tidak macet
Suryakencana Tidak macet Tidak macet
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Dari tabel di atas, tampak bahwa kemacetan lebih banyak terjadi pada pagi

hari di mana pada arah ke kebun raya semua jalan penelitian mengalami
kemacetan meskipun pada tingkat yang berbeda-beda. Sedangkan pada sore hari
kemacetan hanya terjadi pada jalan Sudirman dengan arah menjauhi kebun raya,
sedangkan pada jalan lainnya sama sekali tidak mengalami kemacetan. Jika
dibandingkan dengan pada kondisi normal tanpa hambatan samping, maka tampak
adanya peningkatan tingkat kemacetan pada beberapa jalan tertentu setelah faktor
hambatan samping dimasukan dalam penghitungan, yaitu pada jalan Muslihat dan
Empang arah ke kebun raya pada pagi hari. Pada jalan Muslihat yang hambatan
sampingnya sangat tinggi, tingkat kemacetannya langsung meningkat dari yang
seharusnya tidak mengalami kemacetan menjadi mengalami kemacetan dengan
tingkat sedang. Pada jalan Empang yang seharusnya tidak mengalami kemacetan,
maka setelah faktor hambatan samping dimasukkan dalam penghitungan, maka
jalan tersebut mengalami kemacetan namun masih dalam tingkat rendah karena
hambatan samping di jalan ini yang juga rendah. Perbedaan tingkat kemacetan
jika dilihat dari perubahan Level of Service nya dapat dilihat lebih jelas pada
grafik berikut:

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Gambar 4.5. Perbandingan Level of Service Dalam Kondisi Normal dan Dengan
Hambatan Samping
Sumber : Pengolahan Data, 2008

Dari gambar di atas tampak bahwa setelah faktor hambatan samping turut
dihitung, maka nilai Level of Service nya langsung meningkat, hal ini terutama
tampak pada jalan Muslihat dan jalan Suryakencana yang hambatan sampingnya
tinggi. Pada jalan Sudirman, karena hambatan sampingnya yang rendah, maka
nilai level of service nya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar, tingkat
kemacetannya pun tidak berubah antara sebelum dan sesudah faktor hambatan
samping turut diperhitungkan.
Pada jalan Muslihat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat
kemacetannya langsung meningkat dari yang seharusnya tidak mengalami
kemacetan jika tidak ada hambatan samping menjadi mengalami macet tingkat
sedang karena jalan ini memiliki hambatan samping yang sangat tinggi,
perubahan nilai level of service pada jalan ini tampak lebih jelas pada grafik di
atas. Sedangkan jalan Empang, meskipun tingkat volume kendaraannya sama
seperti pada jalan Muslihat yaitu tinggi, namun karena hambatan sampingnya
yang rendah, maka jalan ini hanya mengalami kemacetan tingkat rendah setelah
faktor hambatan samping turut diperhitungkan. Sedangkan pada jalan
Suryakencana, meskipun hambatan sampingnya tinggi , namun karena volume

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
kendaraannya yang berada pada tingkat sedang, maka tingginya hambatan
samping tetap tidak membuat jalan ini mengalami kemacetan pada jam-jam sibuk.
Jika dikaitkan dengan penggunaan jenis kendaraan, maka tampak bahwa
ternyata angkutan kota tidak mempengaruhi terjadinya kemacetan. Hal ini tampak
pada jalan Sudirman yang mengalami tingkat kemacetan tertinggi. Pada jalan ini,
penggunaan jenis kendaraan yang dominan justru merupakan kendaraan pribadi
dan volume kendaraannya sangat tinggi. Sedangkan pada jalan Muslihat, jalan
Empang, dan jalan Suryakencana dimana penggunaan kendaraannya yang
dominan merupakan kendaraan plat kuning (angkutan kota), volume
kendaraannya tinggi namun masih jauh lebih rendah daripada di jalan Sudirman.
Pada jalan-jalan Muslihat, Empang, dan Suryakencana yang penggunaan
angkutan kota nya lebih tinggi dibanding kendaraan pribadi, jika faktor hambatan
samping tidak di perhitungkan, maka jalan seharusnya tidak mengalami
kemacetan, ini artinya tingginya volume kendaraan tidak menyebabkan
kemacetan. Jalan-jalan seperti jalan Muslihat dan jalan Empang baru mengalami
kemacetan setelah faktor hambatan samping diperhitungkan dalam mengukur
kemacetan, dan faktor angkutan kota yang mengetem di badan jalan cukup banyak
mempengaruhi kemacetan meski jauh lebih kecil pengaruhnya dibanding faktor
pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di badan jalan. Hal ini menunjukkan
bahwa pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari, banyaknya angkutan kota tidak
menyebabkan kemacetan. Angkutan kota mengganggu kelancaran lalu lintas
berkait dengan perilaku pengemudinya yang tidak disiplin dengan mengetem di
badan jalan sehingga menimbulkan hambatan samping.

4.4. Kesesuaian Hasil Penelitian dengan RTRW Kota Bogor

Berikut adalah fakta kondisi tiap kecamatan yang dihubungkan oleh jalan
penelitian dengan pusat kota.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tabel 4.13. Fakta Tiap Kecamatan Yang Dihubungkan oleh Jalan Penelitian Ke
Pusat Kota

Menghubungkan Kepadatan Luas


Pertumbuhan
Nama Jalan Penduduk Pemukiman
Kecamatan Penduduk (%)
Pusat (jiwa/Km²) Teratur (Ha)
yang Dituju
Sudirman Kebun Raya Tanah Sareal 7.396 5,18 482,943
Muslihat Kebun Raya Bogor Barat 5.797 2,99 297,279
Empang Kebun Raya Bogor Selatan 5.412 2,25 196,369
Suryakencana Kebun Raya Bogor Selatan 5.412 2,25 196,369
Sumber : Pengolahan Peta Penggunaan Tanah, 2005

Dilihat dari fakta tiap kecamatan yang dihubungkan oleh setiap jalan penelitian
terhadap pusat kota, tampak bahwa pada kecamatan Tanah Sareal yang dihubungkan
oleh jalan Sudirman dengan pusat kota memiliki kepadatan penduduk, pertumbuhan
penduduk, serta pemukiman teratur yang paling tinggi. Hal ini mempengaruhi tingginya
volume kendaraan serta tingkat kemacetan pada jalan Sudirman. Kecamatan Bogor
Barat yang dihubungkan dengan pusat kota oleh jalan Muslihat memiliki kepadatan
penduduk, pertumbuhan penduduk, serta luas pemukiman teratur yang sedang jika
dibandingkan dengan kecamatan lain, dan jalan ini memiliki tingkat kemacetan sedang
serta volume kendaraan yang tinggi. Sedangkan kecamatan Bogor Selatan yang
dihubungkan dengan pusat kota oleh jalan Empang dan Suryakencana memiliki
kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, serta luas permukiman teratur yang
paling rendah dibanding kecamatan lain yang dihubungkan oleh jalan penelitian. Hal ini
menjelaskan mengapa volume kendaraan serta kemacetan di jalan ini paling rendah
dibanding jalan penelitian lain.
Berdasarkan RTRW Kota Bogor tahun 2005-2015, di Kota Bogor setelah pusat
kota terdapat pusat kegiatan (pusat BWK) yang terbagi menjadi tiga bagian di kawasan
Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan. Selain itu terdapat
pula pusat sub BWK yang terdapat pada setiap kecamatan. Jaringan transportasi yang
menghubungkan antar pusat BWK dan antar pusat BWK dengan pusat kota merupakan
jaringan yang bersifat mobilitas dengan hambatan samping yang tinggi. Perencanaan
angkutan umum juga harus mengikuti perencanaan tata ruang dan prinsip ideal
transportasi. Angkutan umum sebaiknya menghubungkan wilayah-wilayah antar Pusat

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
BWK dan antara Pusat Kota dengan Pusat BWK. Jaringan-jaringan rute yang langsung
sebaiknya dibatasi. Arahan jaringan rute ini juga harus disesuaikan dengan kesesuaian
armada.
Pada penelitian, pusat BWK di Bogor Utara tidak dapat dilihat kesesuaiannya
karena jalan yang menghubungkan pusat BWK ini dengan pusat kota yaitu jalan
Pajajaran tidak termasuk ke dalam jalan penelitian. Pusat BWK Tanah Sareal dan pusat
kota dihubungkan oleh jalan Sudirman. Jalan ini merupakan jalan dengan mobilitas
tertinggi dari seluruh jalan penelitian karena tingginya volume kendaraan di jalan ini,
namun memiliki hambatan samping yang rendah. Pusat BWK Bogor Selatan dan pusat
kota dihubungkan oleh jalan Suryakencana dan jalan Empang. Jalan Suryakencana
merupakan jalan satu arah sehingga hanya menghubungkan pusat kota dengan pusat
BWK di Bogor Selatan, namun tidak bisa sebaliknya. Jalan ini memiliki mobilitas sedang,
namun hambatan sampingnya tinggi. Jalan Empang merupakan jalan dua arah, memiliki
mobilitas yang cenderung tinggi dan hambatan samping yang cenderung rendah. Satu
lagi jalan penelitian adalah jalan Muslihat, jalan ini tidak menghubungkan pusat kota
dengan pusat BWK, namun menghubungkan pusat kota dengan pusat sub BWK, yang
berada di Bogor Barat. Jalan ini memiliki mobilitas yang cenderung tinggi, begitu pula
dengan hambatan sampingnya yang sangat tinggi.
Dari penelitian tampak bahwa jika dikaitkan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Bogor tahun 2005-2015, tampak bahwa jalan-jalan yang
menghubungkan antara pusat kota dengan pusat BWK dan sub BWK rata-rata memang
merupakan jalan dengan mobilitas yang tinggi, namun hambatan samping sampingnya
tidak selalu tinggi. Untuk jalan yang menghubungkan pusat kota dengan pusat BWK
seperti jalan Sudirman, jalan Empang, mobilitasnya memang cukup tinggi, namun
hambatan sampingnya cenderung rendah, namun hal ini justru lebih memudahkan akses
antara pusat kota dengan pusat BWK meskipun kemacetan tetap tidak dapat
dihindarkan karena tingginya mobilitas pada jalan ini. Pada jalan Suryakencana, dengan
mobilitasnya yang sedang meskipun dengan hambatan samping yang tinggi tetap tidak
menimbulkan kemacetan sehingga akses dari pusat kota menuju pusat kegiatan
cenderung lancar. Untuk jalan Muslihat, meskipun tidak menghubungkan pusat kota
dengan pusat BWK dan hanya dengan pusat sub BWK, mobilitasnya cenderung tinggi
dengan hambatan samping yang sangat tinggi, membuat akses melalui jalan ini sedikit
terhambat oleh terjadinya kemacetan.

Kemacetan di Pusat..., Endah Wahyuningtias, FMIPA UI, 2008


PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai