25
Dilihat dari tabel di atas, tampak bahwa kota Bogor masih banyak di
dominasi oleh pemukiman tidak teratur serta pertanian dan lahan terbuka. Jika
untuk keseluruhan kota Bogor jenis penggunaan tanah yang paling mendominasi
adalah penggunaan tanah untuk permukiman tidak teratur, begitu pula pada buffer
200 meter dari jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor. Untuk
penggunaan tanah pertanian dan lahan terbuka, jika di kota Bogor persentasenya
mencapai 31,6 %, maka pada Buffer 200 meter hanya mencapai 0,01 % atau
hanya 0.77% dari luas wilayah yang dilakukan buffer. Daerah komersil hanya
menempati area sebesar 1 ha dan 12,48% nya berada pada buffer 200 meter dari
jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya bogor.
Sebenarnya daerah yang paling banyak digunakan untuk kegiatan
komersial adalah daerah di sekitar pasar anyar yang juga terdapat stasiun kereta
api bogor. Namun daerah komersial ini adalah berupa pasar beserta pertokoannya
dan pedagang kaki lima. Sedangkan jika memenuhi pendapat Burgess bahwa
pusat kota merupakan CBD (Central Business District) dengan ciri penggunaan
tanahnya adalah untuk gedung perkantoran pemerintah dan atau swasta, serta
pusat perbelanjaan, maka dari ke empat lokasi kegiatan tersebut, yang paling
memenuhi sebagai pusat kota Bogor adalah jalan-jalan yang mengelilingi kebun
Kota Bogor yang selain dikenal sebagai kota hujan dikenal pula sebagai
kota sejuta angkot memiliki banyak trayek angkutan umum. Pada awalnya hanya
terdapat 13 trayek angkutan kota yang beroperasi di Kota Bogor (berdasarkan SK
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bogor No 551.2/SK.225-Ekon/97).
Pada tahun 1995 terjadi perluasan Kota Bogor yang mengakibatkan wilayah
operasi tiga trayek angkutan perkotaan, yakni trayek 01A, trayek 04, dan trayek
16 masuk keseluruhannya ke dalam wilayah Kota Bogor. Kemudian pada awal
Tabel 3.2. Trayek, Rute, Panjang Lintasan dan Jumlah Kendaraan Angkutan Kota
Bogor
PJG LINTASAN JML KDR
NO TRAYEK ASAL - TUJUAN
PP (KM) SAAT INI
AK-01 Cipinang Gading - Ps Bogor 11.04 13
AK-01A Baranangsiang - Ciawi 16.41 190
AK-02 Sukasari - Bubulak 21.01 660
AK-03 Baranangsiang - Bubulak 19.43 382
AK-04 Rancamaya - Ramayana 21.80 184
AK-05 Cimahpar - Ramayana 10.25 162
AK-06 Ciheuleut - Ramayana 9.37 169
AK-07 Warung Jambu - Merdeka 10.00 236
AK-07A Pasar Anyar - Pondok Rumput 7.19 53
AK-08 Warung Jambu - Ramayana 10.69 212
AK-09 Warung Jambu - Sukasari 12.86 144
AK-010 Bantar Kemang - Merdeka 15.65 92
AK-011 Pajajaran Indah - Ramayana 9.09 45
AK-012 Pasar Anyar - Cimanggu 10.10 182
AK-013 Bantar Kemang - Ramayana 13.46 147
AK-015 Merdeka - Bubulak 12.11 101
AK-016 Pasar Anyar - Salabenda 21.41 265
AK-017 Pomad - Tanah Baru - Bina Marga 18.40 55
AK-018 Ramayana - Mulyaharja 18.00 43
AK-019 Terminal Bubulak - Kencana 10.80 10
AK-020 Pasar Anyar - Kencana 8.40 15
TOTAL/RATA-RATA 13.69 3360
Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2006
Dari ke semua trayek angkutan kota Bogor tersebut, berikut adalah jenis angkutan
kota yang melewati jalan penelitian
a. Jalan Jenderal Sudirman
AK 07. Warung Jambu – Merdeka : 236 unit
AK 07 A.Pasar Anyar – Pondok Rumput : 53 unit
AK 08. Warung Jambu - Ramayana : 212 unit
AK 16. Pasar Anyar – Salabenda : 265 unit
b. Jl. Kapten Muslihat
AK 07. Warung Jambu - Merdeka : 236 unit
AK 02. Sukasari – Bubulak : 660 unit
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan dari arahan tata
ruang yang harusnya dianut oleh sistem perencanaan lainnya. Perencanaan
bangunan dan struktur bangunan, perencanaan fasilitas kesehatan, perencanaan
wilayah lindung dan transportasi harus mengikuti arahan tata ruang tersebut.
Sistem perencanaan baik tata ruang maupun transportasi sebenarnya selalu
berdasarkan dua prinsip utama yaitu “Servicing Demand and Promoting Area”.
Servicing demand atau pelayanan kebutuhan transportasi dilakukan bagi
wilayah yang sudah berkembang dan cenderung tinggi kebutuhan perjalanannya.
Promoting area digunakan untuk wilayah yang belum berkembang agar disparitas
wilayah dan ekonomi tidak terlalu terasa dalam suatu kawasan atau wilayah.
Dalam suatu wilayah pasti ada suatu wilayah yang berkembang dengan pesat dan
wilayah yang marjinal perkembangannya. Kedua jenis wilayah ini harus disiasati
dengan suatu sistem perencanaan yang baik dan terpadu.
Setelah sistem perencanaan yang baik ini, sebaiknya dilanjutkan dengan
sistem monitoring yang baik terutama untuk tata ruang. Kontrol terhadap tata
ruang dan homogenisasi dari tata guna lahan sangat penting dalam perencanaan-
perencanaan lain yang mengikuti dibawahnya termasuk transportasi. Tata ruang
yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah akan mengusulkan suatu
perencanaan transportasi yang spesifik. Contoh jaringan transportasi yang
Jaringan Jalan
Terminal/
Prasarana Transportasi
Fasilitas Ekonomi
Fasilitas Perdagangan
Jaringan angkutan umum
Efisiensi
Berdasarkan kriteria jalan yang akan diteliti, terdapat empat jalan kolektor yang
bersimpangan dengan jalan-jalan yang mengelilingi kebun raya Bogor, yaitu jalan
Jenderal Sudirman, jalan Kapten Muslihat, jalan Pulo Empang, serta jalan Suryakencana.
Dari survey yang telah dilakukan terhadap volume kendaraan pada jalan-jalan
yang diteliti, volume kendaraan dibagi menjadi lima kelas yaitu ;
Sangat Rendah (SR) : 0 - 564.8 smp
Rendah (R) : 564.8-1129.6 smp
Sedang (S) : 1129.6-1694.4 smp
Tinggi (T) : 1694.4-2259.2 smp
Sangat Tinggi (ST) : 2259.2-2824 smp
Berdasarkan tabel tersebut di atas, tampak bahwa pada pagi hari, volume
kendaraan lebih tinggi di jalan yang 40
arahnya ke kebun raya, sedangkan pada sore
hari, volume kendaraan lebih tinggi pada jalan dengan arah dari kebun raya,
Volume kendaraan pada pagi hari dapat dilihat pada gambar berikut:
Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman
yaitu sebesar 18% dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian.
Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan
tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Sedangkan di
jalan Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning
yang pengaruhnya hampir sama besar dengan sepeda motor di jalan Sudirman.
Tabel 4.4. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari
Kebun Raya Pada Pagi Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang Suryakencana
Mobil plat kuning 5.8 9.3 8.3 10.5
Mobil plat hitam dan merah 12.9 6.3 4.1 8.1
Sepeda motor 8.9 6.3 6.7 10.5
Kendaraan berat 0.6 0.4 0.7 0.6
Total 28.2 22.3 19.8 29.7
Sumber : Pengolahan Data, 2008
Volume kendaraan masing-masing jalan pada sore hari dapat dilihat pada
gambar berikut:
Tabel 4.6. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Ke
Kebun Raya Pada Sore Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang
Mobil plat kuning 4.6 10.1 10.4
Mobil plat hitam dan merah 14.3 7.4 9.1
Sepeda motor 22.7 6.8 11.2
Kendaraan berat 0.7 1.1 1.6
Total 42.3 25.4 32.3
Sumber: Pengolahan Data, 2008
Dari tabel di atas, tampak bahwa pada sore hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor di jalan Sudirman yaitu sebesar
Tabel 4.7. Presentase Nilai smp per Jenis Kendaraan Pada Setiap Jalan Arah Dari
Kebun Raya Pada Sore Hari
Persentase per Jalan (%)
Jenis Kendaraan
Sudirman Muslihat Empang Suryakencana
Mobil plat kuning 12.7 7.7 5.6 7.9
Mobil plat hitam dan merah 18.8 5.4 3.2 6.9
Sepeda motor 10.8 5.2 6.3 6.3
Kendaraan berat 0.9 0.6 1 0.7
Tota 43.2 18.9 16.1 21.8
Sumber : Pengolahan Data, 2008
Dari tabel di atas, tampak bahwa pada pagi hari, di jalan yang arahnya ke
kebun raya ini, jenis kendaraan yang memiliki persentase terbesar dalam
tingginya volume kendaraan adalah mobil plat hitam dan merah di jalan Sudirman
yaitu sebesar 18.8 % dari total keseluruhan kendaraan di seluruh jalan penelitian.
Jalan Sudirman sekaligus merupakan jalan yang memiliki volume kendaraan
tertinggi dibanding jalan lainnya. Di jalan Empang, jenis kendaraan yang paling
mempengaruhi tingginya volume kendaraan adalah sepeda motor. Di jalan
Muslihat jenis kendaraan yang paling berpengaruh adalah mobil plat kuning.
Sedangkan untuk di jalan Suryakencana, jenis kendaraan yang paling banyak
mempengaruhi adalah mobil plat kuning.
Dilihat dari volume kendaraan pada jalan-jalan penelitian, tampak bahwa
pada pagi hari, pada semua jalan penelitian volume kendaraannya lebih tinggi
pada jalan dengan arah ke kebun raya dibanding dengan arah sebaliknya yaitu dari
kebun raya. Sedangkan pada sore hari, hampir pada semua jalan penelitian kecuali
Seperti terlihat pada grafik di atas, pada pagi hari, jalan Muslihat memiliki
hambatan samping paling tinggi di mana tingkat hambatan samping-nya baik pada
arah ke kebun raya maupun sebaliknya selalu sangat tinggi. Tingginya jumlah
pejalan kaki yang menyeberang serta berjalan kaki di badan jalan paling banyak
mempengaruhi tingginya hambatan samping di jalan ini. Lokasinya yang dekat
dengan stasiun kereta api Bogor membuat tingginya jumlah pejalan kaki pada
jam-jam sibuk.
Jalan Sudirman dan Empang tidak banyak memiliki perbedaan dalam
hambatan sampingnya. Ke dua jalan ini, baik pada arah ke kebun raya maupun
sebaliknya, tingkat hambatan sampingnya rata-rata adalah rendah. Kedua jalan ini
sama-sama memiliki trotoar yang lebar sehingga pejalan kaki hanya mengganggu
arus lalu lintas dalam jumlah pejalan kaki yang menyeberang di badan jalan saja.
Jalan Sudirman sendiri merupakan kawasan yang cukup bersih dari pedagang kaki
lima, sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas. Sedangkan jalan Suryakencana
memiliki hambatan samping yang sangat tinggi karena lokasi jalan ini yang sangat
dekat dengan pasar Bogor di mana aktivitasnya terutama pejalan kaki paling
ramai pada pagi hari
Tabel 4.9. Persentase Hambatan Samping Antar Jalan Penelitian Pada Pagi Hari
Persentase (%)
Nama
Arah Ke Kebun Raya Arah Dari Kebun Raya
Jalan
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Sudirman 10.05 7.75 9 15.2 6.6 7.1 65.3 10.5
Muslihat 79.05 79.05 82.5 80.6 37.9 72.5 16.3 74.2
Empang 10.9 13.2 8.5 4.2 7.3 10.2 2.5 3.8
Suryakencana - - - - 48.2 10.2 15.9 11.5
100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Pengolahan Data, 2008
Pada pagi hari dengan arah jalan ke kebun raya, untuk keseluruhan tipe
hambatan samping, jalan Muslihat selalu memiliki persentase tertinggi dibanding
ke dua jalan lainnya, yaitu di atas 50%, sedangkan ke dua jalan lainnya berbeda-
beda untuk setiap tipe hambatan samping. Untuk hambatan samping tipe I yaitu
jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang di badan jalan dan tipe II
yaitu jumlah kendaraan parkir, angkot ‘ngetem’, serta jumlah pedagang kaki lima
yang berjualan di badan jalan, jalan Empang memiliki jumlah kejadian yang lebih
besar dibanding jalan Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe III
yaitu jumlah kendaraan yang keluar dan masuk dari lahan samping serta
persimpangan dan tipe IV yaitu jumlah kendaraan tidak bermotor yang melewati
jalan penelitian, jumlah kejadiannya lebih tinggi pada jalan Sudirman dibanding
pada jalan Empang.
Pada jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian hambatan
samping antara jalan penelitian, berbeda-beda untuk setiap tipe hambatan
samping. Untuk hambatan samping tipe I, yaitu jumlah pejalan kaki yang berjalan
dan menyeberang di badan jalan, kejadiannya paling banyak terjadi pada jalan
Suryakencana yaitu sebesar 48,2%, kemudian pada jalan Muslihat yaitu sebesar
37,9%, disusul oleh jalan Empang dan terakhir jalan Sudirman. Lokasi jalan
Suryakencana yang dekat dengan pasar Bogor dan jalan Muslihat yang dekat
Pada sore hari, selain jalan Muslihat jalan Suryakencana yang merupakan
jalan satu arah ini juga memiliki hambatan samping yang juga tinggi seperti
tampak pada gambar berikut ini;
Pada sore hari, jalan muslihat masih merupakan jalan dengan hambatan
samping terbesar, yaitu sangat tinggi. Sedangkan jalan Suryakencana berada pada
urutan ke dua, dengan tingkat hambatan samping yaitu rata-rata tinggi dengan
jalan arah dari kebun raya. Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari faktor
pejalan kaki masih menyumbang nilai terbesar untuk tingginya jumlah hambatan
Sama seperti pada pagi hari, pada sore hari untuk jalan dengan arah ke
kebun raya, semua tipe hambatan samping menunjukkan jumlah kejadian terbesar
pada jalan Muslihat dengan jumlah persentase kejadian semuanya lebih dari 50%.
Sedangkan pada jalan Sudirman dan Empang, besarnya kejadian setiap tipe
hambatan samping berbeda-beda. Untuk hambatan samping tipe I, jumlah
kejadiannya lebih besar pada jalan Empang dibanding dengan pada jalan
Sudirman. Sedangkan untuk hambatan samping tipe II,III, dan IV jumlah
kejadiannya lebih besar pada jalan Sudirman dibanding dengan pada jalan
Empang.
Untuk jalan dengan arah dari kebun raya, persentase kejadian antar jalan
nya lebih bervariasi dibanding dengan pada arah sebaliknya. Untuk hambatan
samping tipe I, jumlah kejadiannya paling besar pada jalan Muslihat yaitu sebesar
45,8%, kemudian pada jalan Suryakencana sebesar 39,9%, lalu jalan Empang
sebesar 9,4% dan terakhir jalan Sudirman sebesar 4,9%. Untuk hambatan
samping tipe I ini, berbeda dengan pada pagi hari di mana hambatan sampingnya
lebih besar pada jalan Suryakencana dibanding jalan Muslihat, maka pada sore
hari yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini karena berkurangnya aktivitas
masyarakat di pasar bogor yang menyebabkan pada pagi hari jumlah pejalan
kakinya sangat banyak yang tidak didukung oleh fasilitas pedestrian yang
memadai. Untuk hambatan samping tipe II yaitu jumlah kendaraan yang parkir,
angkutan kota ‘ngetem’ serta pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan
jumlah kejadian tertinggi berada pada jalan Muslihat dengan presentase jumlah
kejadian sebesar 66%, disusul kemudian oleh jalan Sudirman yaitu sebesar 13%,
Pada kondisi normal hampir semua jalan dengan volume kendaraan yang
diperoleh dari hasil survey lapang tidak mengalami kemacetan kecuali pada jalan
Dari tabel di atas, tampak bahwa kemacetan lebih banyak terjadi pada pagi
hari di mana pada arah ke kebun raya semua jalan penelitian mengalami
kemacetan meskipun pada tingkat yang berbeda-beda. Sedangkan pada sore hari
kemacetan hanya terjadi pada jalan Sudirman dengan arah menjauhi kebun raya,
sedangkan pada jalan lainnya sama sekali tidak mengalami kemacetan. Jika
dibandingkan dengan pada kondisi normal tanpa hambatan samping, maka tampak
adanya peningkatan tingkat kemacetan pada beberapa jalan tertentu setelah faktor
hambatan samping dimasukan dalam penghitungan, yaitu pada jalan Muslihat dan
Empang arah ke kebun raya pada pagi hari. Pada jalan Muslihat yang hambatan
sampingnya sangat tinggi, tingkat kemacetannya langsung meningkat dari yang
seharusnya tidak mengalami kemacetan menjadi mengalami kemacetan dengan
tingkat sedang. Pada jalan Empang yang seharusnya tidak mengalami kemacetan,
maka setelah faktor hambatan samping dimasukkan dalam penghitungan, maka
jalan tersebut mengalami kemacetan namun masih dalam tingkat rendah karena
hambatan samping di jalan ini yang juga rendah. Perbedaan tingkat kemacetan
jika dilihat dari perubahan Level of Service nya dapat dilihat lebih jelas pada
grafik berikut:
Dari gambar di atas tampak bahwa setelah faktor hambatan samping turut
dihitung, maka nilai Level of Service nya langsung meningkat, hal ini terutama
tampak pada jalan Muslihat dan jalan Suryakencana yang hambatan sampingnya
tinggi. Pada jalan Sudirman, karena hambatan sampingnya yang rendah, maka
nilai level of service nya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar, tingkat
kemacetannya pun tidak berubah antara sebelum dan sesudah faktor hambatan
samping turut diperhitungkan.
Pada jalan Muslihat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat
kemacetannya langsung meningkat dari yang seharusnya tidak mengalami
kemacetan jika tidak ada hambatan samping menjadi mengalami macet tingkat
sedang karena jalan ini memiliki hambatan samping yang sangat tinggi,
perubahan nilai level of service pada jalan ini tampak lebih jelas pada grafik di
atas. Sedangkan jalan Empang, meskipun tingkat volume kendaraannya sama
seperti pada jalan Muslihat yaitu tinggi, namun karena hambatan sampingnya
yang rendah, maka jalan ini hanya mengalami kemacetan tingkat rendah setelah
faktor hambatan samping turut diperhitungkan. Sedangkan pada jalan
Suryakencana, meskipun hambatan sampingnya tinggi , namun karena volume
Berikut adalah fakta kondisi tiap kecamatan yang dihubungkan oleh jalan
penelitian dengan pusat kota.
Dilihat dari fakta tiap kecamatan yang dihubungkan oleh setiap jalan penelitian
terhadap pusat kota, tampak bahwa pada kecamatan Tanah Sareal yang dihubungkan
oleh jalan Sudirman dengan pusat kota memiliki kepadatan penduduk, pertumbuhan
penduduk, serta pemukiman teratur yang paling tinggi. Hal ini mempengaruhi tingginya
volume kendaraan serta tingkat kemacetan pada jalan Sudirman. Kecamatan Bogor
Barat yang dihubungkan dengan pusat kota oleh jalan Muslihat memiliki kepadatan
penduduk, pertumbuhan penduduk, serta luas pemukiman teratur yang sedang jika
dibandingkan dengan kecamatan lain, dan jalan ini memiliki tingkat kemacetan sedang
serta volume kendaraan yang tinggi. Sedangkan kecamatan Bogor Selatan yang
dihubungkan dengan pusat kota oleh jalan Empang dan Suryakencana memiliki
kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, serta luas permukiman teratur yang
paling rendah dibanding kecamatan lain yang dihubungkan oleh jalan penelitian. Hal ini
menjelaskan mengapa volume kendaraan serta kemacetan di jalan ini paling rendah
dibanding jalan penelitian lain.
Berdasarkan RTRW Kota Bogor tahun 2005-2015, di Kota Bogor setelah pusat
kota terdapat pusat kegiatan (pusat BWK) yang terbagi menjadi tiga bagian di kawasan
Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan. Selain itu terdapat
pula pusat sub BWK yang terdapat pada setiap kecamatan. Jaringan transportasi yang
menghubungkan antar pusat BWK dan antar pusat BWK dengan pusat kota merupakan
jaringan yang bersifat mobilitas dengan hambatan samping yang tinggi. Perencanaan
angkutan umum juga harus mengikuti perencanaan tata ruang dan prinsip ideal
transportasi. Angkutan umum sebaiknya menghubungkan wilayah-wilayah antar Pusat