BUKU AJAR PAI (Baru)
BUKU AJAR PAI (Baru)
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Penulis:
Muhammad Haidlor, Lc., M.Pd.,I ; Dr. Mahfudz Sidiq, MM;
Suparman,S.Ag.M.H.I ; M.Erfan Muktasim Billah, M.H.I ;
Indah Rohmatuz Zahro, M.Pd.I ; Tohedi, M.Pd.I ; Sulaiman,
M.Pd.I; Suwardi,M.H.I; Fathan Fihrisi,M.Pd.I; Agus Arifandi,
M.Pd.I ; Muhammad Masykur Abdillah, Lc., M.Th.I
ISBN: 978-623-7226-86-4
Penerbit:
UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember
Redaksi:
Jl. Kalimantan 37
Jember 68121
Telp. 0331-330224, Voip. 00319
e-mail: upt-penerbitan@unej.ac.id
Distributor Tunggal:
UNEJ Press
Jl. Kalimantan 37
Jember 68121
Telp. 0331-330224, Voip. 0319
e-mail: upt-penerbitan@unej.ac.id
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................... iii
daftar isi ............................................................................................... iii
v
BAB 2 HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM ....................... 29
Capaian Pembelajaran ........................................................................ 29
2.1 Pendahuluan .................................................................................. 29
2.2 Hakekat Manusia Menurut Islam ................................................ 30
2.3 Uraian Materi ............................................................................... 31
2.3.1 Hakekat Manusia Dalam Islam ............................................ 31
2.3.2 Eksistensi Dan Martabat Manusia ..................................... 40
2.3.3 Tanggung Jawab Manusia ................................................... 42
2.3.4 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khilafah ........................ 45
2.3.5 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Mahluk Sosial ............... 48
2.3.6 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah ................ 51
2.4 RINGKASAN ................................................................................. 52
2.5 LATIHAN ...................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 55
vi
4.2.1 Demokrasi Dalam Islam ......................................................... 87
4.2.3 Rekonstruksi Ulang Demokrasi di Indonesia ........................... 93
4.3 LEMBAR KERJA MAHASISWA ............................................... 100
4.4 RANGKUMAN .............................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 100
vii
6.4 RANGKUMAN ............................................................................... 160
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 162
viii
9.2.1 Definisi Kebudayaan Islam ................................................... 219
9.2.2 Dialektika Islam Dan Budaya ................................................ 223
9.2.3 Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia ........................... 230
9.2.4 Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam ................................. 236
9.3 RANGKUMAN............................................................................... 240
9.4 RINGKASAN MATERI ................................................................ 240
9.5 LEMBAR KERJA MAHASISWA ............................................... 241
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 241
ix
BAB 1
FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM
1. 1 PENDAHULUAN
1.1.1 Deskripsi Materi
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang Tuhan dan Ketuhanan Yang
Maha Esa dalam Islam. Sebagai mahasiswa yang sekaligus sebagai
manusia pemeluk Agama Islam sudah sangat sewajarnya kalau dituntut
untuk mengkaji tentang kepercayaan terhadap Tuhan. Hal ini disebabkan
karena sekarang sudah banyak aliran kepercayaan yang masih dianggap
sesat dan menyesatkan dan sudah berkembang di kalangan mahasiswa,
apabila seorang mahasiswa sudah dibekali ajaran tentang kepercayaan
terhadap Tuhan yang sesuai dengan tuntunan yang benar, maka mahasiswa
1
tersebut akan dapat memilah dan memilih mana yang akan diikutinya agar
tidak tergolong orang yang tersesat. Di samping itu tentunya mahasiswa
wajib mengenal Rasulullah, beliaulah yang patut kita contoh baik secara
lahir dan bathin. Banyaknya pengetahuan dari waktu demi waktu tentang
Rasulullah dari berbagai aspeknya sangat perlu di kaji secara seksama,
sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang komprehensif. Hal ini
penting dilakukan, karena pemahaman mengenal Rasulullah bagi umat
Islam (muslim), sebagai cermin rasa cinta kepada Rasulullah dan
mengikuti seluruh ajarannya.
Untuk membantu Anda mencapai tujuan tersebut, maka modul ini
dibagi menjadi lima kegiatan belajar seperti berikut:
a. Kegiatan Belajar 1: Pengertian Tuhan secara umum dan mengenal
Allah (ma’rifatullah); Pengertian Iman; Mengakui keberadaan dan
eksistensi Allah; Memahami sifat, nama dan makhluk ciptaan Allah.
b. Kegiatan Belajar 2 : Rasul-rasul Allah, berkaitan dengan capaian
pembelajaran; Mendifinisikan pengertian Rasul; Percaya Kepada Rasul
Allah; dan Mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Terakhir
c. Kegiatan Belajar 3: Tugas Rasul, berkaitan dengan capaian
pembelajaran; Memahami Tugas Rasul; Mampu meneladani sifat-sifat
Rasul; dan Mematuhi Perintah dan Larangan Rasul
Kegiatan belajar tersebut, merupakan landasan atau dasar bagi Anda
dalam mempelajari modul berikutnya. Tingkat penguasaan Anda dalam
Modul ini akan sangat menentukan pencapaian Anda dalam modul-modul
berikutnya. Oleh karena itu, kesungguhan dan ketekunan Anda dalam
mempelajari Modul ini sangat dituntut. Baca dengan cermat setiap uraian,
catat kata-kata kunci dari setiap bagian, kerjakan latihan secara disiplin,
dan cocokkan kata-kata kunci yang telah Anda catat dengan rangkuman,
sebelum mengerjakan tes formatif. Jika petunjuk ini Anda ikuti dengan
cermat, mempelajari.modul ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan
bagi Anda, dan Anda pasti berhasil. Selamat belajar!
2
philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti
teman, selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan sophia
berarti kebijksanaan. Ada dua arti filsafat yang sedikit berbeda. Pertama,
apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philei dan sophos, artinya
mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (bijaksana dimaksudkan sebagai
kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan
sophia, artinya adalah teman kebijaksanaan (kebijaksanaan dimakdsudkan
sebagai kata benda)1.
Filsafat atau falsafah (Arab) berasala dari bahasa Yunani berasal dari
kata philosophia. Philo atau philein berarti cinta (loving), sophia berarti
pengetahuan, kebijaksanaan (hikmah, wisdom). Philosophia artinya cinta
kebijaksanaan. Orang cinta kebijaksanaan atau kebenaran disebut
philosophos (bahasa Arab failasuf). Pecinta pengetahuan atau kebenaran
adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan
hidupanya, atau orang yang mengabdikan dirinya kepadsa pengetahuan
dan kebenaran2.
Dengan demikian filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika)
dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan
sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya3.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat
adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang hikmah, 2. Pengetahuan
tentang prinsip atau dasar-dasar, 3. Mencari kebenaran, dan 4. Membahas
dasar-dasar apa yang akan dibahas.
Kata ilahi, yang selalu diterjemahkan “Tuhan“, dalam al-Qur’an
dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam (QS. Al-Jatsiyah : 23):
1 Tim Penyusun Fakultas Filsafat UGM. 1977. Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Intan Pariwara. Hal 11
2 1988. Islam dalam Disiplin Ilmu Filsafat, hal.84
3Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 1983/1984. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta. Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama Islam/IAIN di Jakarta, hal. 4
3
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya”4
Dalam (QS. Al-Qashash : 38), kata ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:
Artinya: “Dan Fir’aun berkata : ‘Wahai pembesar kaumku, aku tidak
mengetahui tuhan bagimu selain aku”5.
Contoh ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan
pribadi ) maupun benda konkret (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan
dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal
(mufrad: ilahun), ganda (mutsanna: ilahaini), dan banyak (jama’:
alihatun).
Berdasarkan logika Al-Qur’an dapat dipahami bahwa Tuhan (ilah)
ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Oleh karena itu, tidak bertuhan atau atheisme adalah tidak mungkin.
Perkataan “dipentingkan” harus difahami dalam arti luas. Tercakup
didalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harap dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu
yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Menurut Ibnu Taimiyah, al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya,
takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada
dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
disaat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.6
Berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa Tuhan itu bisa
berbentuk apa saja yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti manusia
tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
4
Al-Qur’an setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya.
Dengan demikian, orang- orang komunis pada hakikatnya bertuhan juga.
Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Sementara itu, dalam pemikiran Barat tentang Tuhan dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna. Teori tersebut mula–mula dikemukakan oleh Max Muller,
kemudian dikemukakan oleh E.B. Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
1.2.2 Dinanisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengaku
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula–mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama
yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera
dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun Mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.
1.2.3 Animisme
Di samping kepercayaan dinanisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peran ruh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai ruh. Oleh masyarakat primitif, ruh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, ruh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai
rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan–kebutuhan.
Ruh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan
ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari ruh–ruh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan ruh. Saji–sajian yang sesuai dengan advis
dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan ruh.
5
1.2.4 Politheisme
Kepercayaan dinanisme dan animisme lama–lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Ruh
yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempuyai tugas
dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang
bertanggungjawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air,
ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
1.2.5 Henotheisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendikiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain.
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
1.2.6 Monotheisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya diakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme dan teisme.
Teori evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan
sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan E.B. Taylor (1877),
ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme
dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang–orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang–orang Kristen.
Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada
wujud yang lain.
Seiring Dengan kelahiran pendapat Andrew Lang, maka berangsur-
angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana–
sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme
dan memperkenalkan teori baru untuk memehami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
6
dengan revelasi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam–macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti –
bukti bahwa asal– usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme berasal dari ajaran wahyu Tuhan7.
Islam mengajarkan kalimat tauhid “ la ilaaha illa Allah “ yang
berarti “tidak ada Tuhan melainkan Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan” kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini berarti bahwa seorang
muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.
7
iman hanya sebagai percaya tanpa konsekuensi yang nyata bisa tidak
bermakna. Mungkin mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada-
Nya terkandung pengertian sikap atau pandangan hidup yang penuh
kepasrahan diri kepada Allah. Salah satu wujud iman adalah sikap hidup
yang memandang Allah sebagai tempat bersandar.
8
hati, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal perbuatan.
Dengan demikian, iman merupakan kesatuan dan keselarasan antara hati,
ucapan dan tingkah laku, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan
dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam Al-Qur'an selalu dirangkaikan dengan kata lain
yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti
dalam (QS. Al-Nisa':51):
9
Artinya: “Katakanlah: “Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan
antaramu”. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. dan
orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada
Allah, mereka Itulah orang-orang yang merugi”10
Dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladzina amanu bil bathili.
Bathil berarti tidak benar menurut Allah.
Secara terminologis pengertian iman dapat dilihat pada hadits Nabi
SAW., yang diriwayatkan oleh Muslim, yakni iman adalah percaya
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya
dan hari kemudian serta percaya kepada qadar (ketentuan) yang baik dan
buruk.
Iman adalah suatu kekuatan yang ada dalam diri manusia yang
tidak mudah untuk diketahui secara pasti tentang keadaan yang
sebenarnya karena tidak mudah untuk dilihat dan dianalogikan. Iman
hanya dapat diketahui dari gejala lahiriyah yang nampak pada perilaku
lahiriyah seseorang, tanpa dapat diketahui keadaan sebenarnya.
10
tidak bisa diraba dan diketahui dengan panca indera. Tuhan dapat
diketahui dan dilihat melalui akal pikiran yang sehat.
Imam Abu Hanifah membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya
bermacam-macam ragam kehendak manusia, tetapi kadang-kadang
kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini
membuktikan adanya kekuasaan yang Maha Tinggi, yang menguasai diri
kita.
Imam Malik membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya manusia
yang beragam-ragam bentuk, rupa, kulit, suara, kemauan dan lain-lain.
Namun tidak ada yang serupa. Kalau dipikirkan tentu ada yang
mengaturnya di luar batas kemampuan manusia, yaitu Dzat Yang Maha
Kuasa, yakni Allah SWT.
Imam Syafi’i membuktikan kekuasaan Allah dengan memperhatikan
dari sebuah jenis daun tumbuh-tumbuhan yang dapat berubah menjadi
bermacam-macam benda, umpamanya: apabila dimakan oleh ulat sutera,
maka akan menjadi bahan kain yang halus (sutera) yang indah dipakai.
Kalau daun tadi dimakan oleh seekor lembu, maka ia akan menjadi susu
yang enak diminum dan besar manfaatnya untuk kesehatan kita.
Imam Hambali membuktikan adanya Dzat Yang Maha Kuasa itu
dengan kejadian makhluk-makhluk terutama manusia, yang asalnya dari
setitik sperma, akhirnya setelah mengalami proses yang ditentukan, maka
jadilah manusia yang sempurna.11
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil
ikhtira”. Disamping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu
“dalil ‘inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan
melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan
manusia12 Beberapa argumen/dalil yang dapat membuktikan eksistensi
Tuhan antara lain :
11
menjadikan dirinya sendiri. Bukan dia yang membuat anak. Bumi tempat
hidupnya pun bukan yang membuatnya. Semenjak dia lahir sudah
mendapati keberadaan bumi. Langit pun telah menjadi atap tempat
berlindung, dan tangannya tidak pernah ikut membinanya.
Ada beberapa orang manusia berusaha menyombongkan diri lalu
menyatakan dirinya sebagai Tuhan, meskipun menjadikan seekor nyamuk
pun dia tidak sanggup. Jelas sudah bahwa mengadakan dan menimbulkan
sesuatu dari yang dahulunya tidak ada bukanlah ada campur tangan
manusia. Jelas pula bahwa segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya.
Menurut akal sehat, terlepas tinggi atau rendahnya kualitas akal manusia,
akan terlintas dalam pikiran manusia bahwa segala yang ada di dunia ini
ada yang menjadikan, ada yang Maha Kuasa, ada Tuhan, ada Allah.
Adanya alam dan organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya
yang pelik, tidak boleh tidak, memberikan penjelasan bahwa ada suatu
kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “akal” yang tidak ada
batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya
pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan
inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus
percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan:
“Percaya adanya mahluk, tetapi menolak adanya Khaliq” adalah suatu
pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun
ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan
percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan
sendirinya tanpa pencipta?
Bangsa Arab yang mula–mula menerima Al-Qur’an dalam
masyarakat yang masih sederhana, dianjurkan melihat unta, bagaimana ia
diciptakan; melihat langit, bagaimana ia ditinggikan; melihat gunung-
gunung bagaimana ia dipancangkan; dan melihat bumi, bagaimana ia
dihamparkan (Q.S. al-Ghasyiyah : 17-20).
12
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan? dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?”13
Oleh karena itu, dengan melihat kejadian alam sekelilingnya, setiap
orang atau setiap bangsa yang berakal akan bertanya: siapa yang
menjadikan semua ini?. Jawabannya adalah Dialah Allah Tuhan Sang
Maha Pencipta.
13
Akhirnya, ke sudut mana pun manusia melihat dan menghadapkan
mukanya, tampaklah bahwa segala sesuatu ada yang mengaturnya dan ada
yang memeliharanya. Sudah pasti yang mengatur dan memelihara itu
sangat pintar, sangat teliti, tidak lalai dan tidak tidur. Adanya aturan, pasti
ada yang menjadi pengatur, penjaga, dan pemelihara. Dialah Tuhan,
Dialah Allah.
14
Disamping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk
bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar
bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis
edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada
ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar
pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar
pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000
tahun cahaya.
Kalau memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang
teliti ini, logika manusia akan berkesimpulan bahwa mustahil semua ini
terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa dibalik
semua ini ada kekuatan Maha Besar yang membuat dan mengendalikan
sistem yang luar biasa tersebut. Kekuatan maha besar tersebut adalah
Tuhan.
15
Pertama, meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan
makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya, didasarkan pada firman-Nya (QS.
As-Syuura:11), (QS. Al Nahl: 74), dan (QS. Al Ikhlas: 1-4):
16
dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.17"
Al-Wasith menafsirkan ayat “tidak ada sesuatu apapun yang sama
dengan Nya”, bahwa “ Tidak ada dzat yang sama dengan dzat-Nya, tidak
ada nama yang sama dengan nama-Nya, tidak ada perbuatan yang sama
dengan perbuatan-Nya, tidak ada sifat yang sama dengan sifat-Nya kecuali
dari sisi lafadz-Nya saja. Maha Suci Dzat Yang Qodim dari sifat-sifat
makhluk. Mustahil makhluk memiliki sifat-sifat Pencipta. Inilah madzhab
para pemegang kebenaran, yakni Ahlu al Sunnah wa al Jama’ah.
Asas pertama ini mencakup pula penyucian Allah SWT., dari segala
yang bertentangan dengan sifat yang Dia sedangkan untuk diri-Nya atau
yang disandangkan oleh Rasulullah SAW. Seorang muslim yang meng-
Esa-kan Allah dalam hal sifat-sifat-Nya berarti harus meyakini bahwa
Allah tidak mempunyai istri, teman, tandingan, pembantu, dan
menyucikan Allah dari tidur, lelah, mati, bodoh, lalai, dan sifat-sifat
kekurangan lainnya.
Kedua, setiap manusia Mukallaf (yang dibebani hukum syara’)
dituntut untuk mengimani semua sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam
Al- Qur’an dan Sunnah dan memahaminya sesuai dengan maknanya yang
jelas dan tampak menurut bahasa Arab. Kita diwajibkan membatasi diri
pada nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dalam Al- Qur’an
dan Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan
wahyu, bukan logika, sebab Allah Maha Tahu tentang diri-Nya, sifat-sifat-
Nya dan nama-nama-Nya. Dalam (QS. Al Baqarah:140) Allah berfirman :
17
Artinya: “Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani)
mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak
cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?"
Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan
siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang
menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" dan
Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Adapun sifat-sifat Asma’ul al-husna merupakan sifat Allah yang
didalamnya Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Tidak boleh
menyandangkan sifat kepada Allah selain dari apa yang disandangkan oleh
diri-Nya sendiri atau Rasul-Nya, tidak boleh melangkahi Al-Qur’an dan
Hadits”.
Ketiga, manusia (mukallaf) dituntut untuk mengimani segala nama-
nama dan sifat-sifat Allah yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah
tanpa bertanya tentang kondisinya dan esensinya. Manusia akan
mengetahui kondisi sifat Tuhan manakala mengetahui kondisi dzat,
sedangkan sifat-sifat itu berbeda-beda tergantung yang menyandangnya.
Oleh karena Dzat Allah tidak berhak dipertanyakan esensi dan kondisi-
Nya, maka sifat-sifat-Nya tidak boleh dipertanyakan pula kondisinya.
Menurut Abu al-Hasan al-Ash’ary untuk memahami eksistensi
Allah (rububiyah) perlu mengetahui melalui sifat-sifat-Nya, khususnya
sifat wajib yang ada pada-Nya, dan pula harus mengetahui sifat yang tidak
boleh ada pada-Nya (mustahil). Sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya dan
yang mustahil tertera berikut ini.
No Sifat Wajib Artinya Sifat Mustahil Artinya
1 Wujud Ada Adam Tidak ada
2 Qidam Dahulu Huduts Baru
3 Baqa’ Kekal Fana’ Rusak
4 Mukhalafatu lil- Berbeda Mumatsalah lil Menyerupai
hawaditsi dengan al-hawadits makhluk
18
makhluk
5 Qiyamuhu Berdiri Mukhtajun ila Membutuhka
binafsi sendiri ghairih n yang lain
6 Wahdaniyah Tunggal Ta’addud Berbilang
(Esa)
7 Qudrah Kuasa ‘Ajzun Tak berdaya
8 Iradah Berkehendak Kurhun Terpaksa
9 Ilmu Mengetahui Jahlun Bodoh
10 Hayat Hidup Mautun Mati
11 Sama’ Mendengar Summun Tuli
12 Basar Melihat ‘Umyun Buta
13 Kalam Berbicara Bukmun Bisu
14 Qadiran Maha ‘Ajizun Tak berdaya
berkuasa
15 Muridan Maha Mukrahun Terpaksa
berkehendak
16 ‘Aliman Maha Jahiln Bodoh
mengetahui
17 Hayyan Maha hidup Mayyitun Mati
18 Sami’an Maha Summun Tuli
mendengar
19 Basiran Maha ‘Amiyun Buta
melihat
20 Mutakalliman Maha Bakimun Bisu
berbicara
19
Adapun sifat-sifat asmau al husna merupakan sifat Allah yang di
dalamnya terkandung makna segala sifat eksistensi Allah dan perbuatan-
Nya, juga mengandung makna tauhid uluhiyyah dan ubudiyah. Artinya
untuk menuhankan dan mengabdi kepadaNya menggunakan pendekatan
asma’u al-husna. Sebagaimana firman Allah, (QS. Al A’raf: 180) :
20
menghidupkan dan mematikan makhluk. Dia pemberi pertolongan dan
musibah, mengabulkan do’a hamba, berkuasa atas siapa saja, memberi dan
menahan. Kepunyaan Dialah segala makhluk dan segala urusan.
Sebagaimana firman-Nya dalam (QS. Al-A’raf: 54) :
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.19”
21
penguasaan dan pengurusan Dia terhadap langit dan bumi dengan segala
isinya. Kedua, dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang
mulia. Ayat ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan (QS. Al Baqarah:
255):
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia
yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi
Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.20”
Maksud kata kursi Allah dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin
diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan
kekuasaan-Nya.
22
adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Tauhid praktis disebut juga tauhid ibadah, berkaitan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis.
Kalimat La ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih
menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah
adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang
disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata
dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan
langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian
beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan
Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan tanpa mengucapkan dengan lisan serta
tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang
sudah bertauhid secara sempurna.
Untuk menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman
dengan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks
dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam
pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan
dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan
perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan
bertaqwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat
asyhadu allaa ilaaha illa Allah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dalam (QS. An-Nisa’:59):
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
23
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.21”
Ayat ini memerintahkan manusia untuk selalu taat pada Allah dan
taat pada utusan-Nya ( Rasulullah ) dan apabila dalam menjalani hidup ini
menemui persoalan yang tidak dapat dipecahkan maka dikembalikan
kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Bila tidak mau menggunakan
petunjuk Allah dan Rasul-Nya maka termasuk golongannya orang-orang
kafir.
Permasalahan iman bukan suatu yang bersifat pelengkap sehingga
bisa dikesampingkan atau ditinggalkan begitu saja. Sungguh tidak
mungkin melakukan itu, karena iman merupakan perkara yang terkait
dengan wujud manusia dan terkait dengan penentuan nasibnya.
Keberadaan atau ketidakberadaan iman dapat mengantarkan manusia
kepada kebahagiaan yang abadi, atau membawa kepada kesesatan yang
tidak berujung.
Jikalau orang beriman itu sudah berma’rifat benar-benar kepada
Allah dengan jalan akal dan hati, maka hal itu akan menjadikan jiwanya
kokoh dan kuat dan meninggalkan kesan yang baik dan mulia. Selain itu
kema’rifatan itu pula yang akan mengarahkan tujuan dan pandangan
hidupnya kejurusan yang baik dan benar, malahan ketingkat keluhuran
budi dan keindahan. Diantara buah keimanan dalam kehidupan antara lain
:
1. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.
Sebabnya ialah karena keimanan yang sebenar-benarnya itu akan
memberikan kemantapan dalam jiwa seseorang bahwa hanya Allah
sajalah yang Maha Kuasa untuk memberikan kehidupan, mendatangkan
kematian, memberikan ketinggian kedudukan, menurunkan dari
pangkat yang tinggi, juga hanya Dia sajalah yang dapat memberikan
kemadlaratan atau kemanfaatan pada manusia. Selain Allah tidak ada
yang kuasa melakukannya.
2. Keimanan yang hakiki itu dapat menimbulkan jiwa keberanian dan
ingin terus maju karena membela kebenaran.
24
Kematian akan dianggap tidak berharga sama sekali, diremehkan
dan sebaliknya malahan akan dicarilah kematian secara syahid, demi
untuk menuntut tegaknya keadilan dan kejujuran serta hak.
3. Keimanan itu akan menimbulkan keyakinan yang sesungguh-
sungguhnya bahwa hanya Allah jualah yang Maha Kuasa memberikan
rizki Di samping, tertanam kesadaran bahwa rizki itu tidak dapat
dicapai karena kelobaannya orang yang bersifat tamak dan tidak dapat
pula ditolak oleh keengganannya orang yang tidak menyukainya.
4. Ketenangan atau thumakninah yaitu ketenangan hati dan ketentraman
jiwa.
5. Keimanan itu dapat mengangkat seseorang dari kekuatan maknawiyah
kemudian menghubungkannya dengan sifat dari Dzat yang Maha
Tinggi yakni Allah SWT yang merupakan sumber kebaikan serta pokok
dari segala kesempurnaan.
6. Kehidupan yang baik, adil dan makmur akan dipercepat oleh Allah
pelaksanaannya untuk seluruh kaum mukminin selagi mereka ada
didunia ini sebelum mereka menginjak alam akhirat nanti.
1.7 Latihan
1. Jelaskan makna ma’rifatullah, dan apa tujuan mempelajarinya?
2. Jelaskan konsep ketuhanan menurut Islam!
3. Sebut dan jelaskan empat metode pendekatan pembuktian dan
eksistensi Allah!
1.8 Ringkasan
1. Islam telah meluruskan konsep ketuhanan dengan metode
ma’rifatullah, yaitu pengenalan Allah melalui Asma wa sifat yang
telah digariskan melalui Al-Qur’an dan Hadits, (melalui wahyu)
sehingga dapat mendapatkan petunjuk tentang konsep ketuhanan,
agar tidak terjebak pada pemahaman konsep ketuhanan yang
pernah gagas oleh manusia, seperti: Dimanisme; Animisme;
Politheisme; Henotheisme; Monotheisme.
2. Konsep keimanan dalam Islam adalah tidak hanya diartikan
percaya akan adanya Tuhan, akan tetapi lebih menekan kan pada
sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah) oleh karena
25
orang yang beriman akan selalu melaksanakan ajaran Allah dan
menjauhi segala bentuk larangannya.
3. Metode pembuktian keberadaan dan eksistensi Allah dapat
melalui: Keberadaan Alam; Ketaruturan dan Keserasian Alam;
Pendekatan Fisika; Pendekatan Astronomi; dengan memperhatikan
metode tersebut, maka logika manusia akan berkesimpulan
mustahil semua alam ini terjadi dengan sendirinya, pasti ada
kekuatan yang Maha Besar yang membuat dan mengendalikan
semuanya, yaitu Tuhan.
4. Orang yang beriman meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah
tidak boleh melakukan pengubahan lafadz atau maknanya, tidak
mengabaikan, tidak pengadaptasian, tidak melakukan penyerupaan
dengan sifat-sifat mahluk. Adapun asas tauhid asma wa sifat
meliputi: meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan
mahluk; setiap manusia mukallaf dituntut untuk mengimani semua
sifat-sifat Allah; setiap manusia dituntut mengimani segala nama-
nama dan sifat-sifat Allah.
5. Keimanan seseorang dapat dilihat dengan buah keimanan dalam
kehidupan sehari-hari yang meliputi: kemerdekaan jiwa dari
kekuasaan orang lain; dapat menimbulkan jiwa berani dan ingin
terus maju; meyakini hanya Allah-lah yang Maha Kuasa member
rizki; thuma’ninah dan ketenangan hati; meyakini Allah sebagi
sumber kebaikan; kehidupan yang adil dan makmur.
26
Daftar Pustaka
27
BAB 2
HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM
2.1 PENDAHULUAN
Apakah manusia dapat melepaskan diri dari agama? Dan adakah
alternatif lain selain agama? Menurut Shihab (1996:366), kebutuhan
29
manusia terhadap agama dapat ditunda, namun tidak selamanya. Karena, ia
menilai bahwa dalam kondisi terhimpit, manusia akan kembali
membutuhkan kedamaian agama. Manusia adakalanya menjauh dari
agama, namun tidak selamanya.
Keberagamaan merupakan fitrah yang melekat pada diri manusia,
sebagaimana firman Allah dalam QS Ar-Rum: 30 yang artinya “fitrah
Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu”. Ini berarti bahwa
manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, meskipun manusia
menangguhkan kebutuhannya terhadap agama dalam jangka waktu yang
sangat lama, namun menjelang akhir hayatnya, manusia akan merasakan
pentingnya agama bagi dirinya. Memang, kebutuhan manusia terhadap
sesuatu bertingkat-tingkat.
Kebutuhan manusia terhadap makanan bisa ditunda, namun tidak
selama kebutuhan terhadap udara. Pun, kebutuhan manusia terhadap
agama dapat ditunda, namun tidak selamanya (Shihab, 1996:366-367).
Dalam Al-Qur'an, tujuan penciptaan manusia tidak lain hanyalah untuk
beribadah kepada Allah, sesuai dengan fitrahnya.
Relasi manusia dan agama merupakan diskursus yang selalu
menarik untuk dikaji mendalam, karena lahirnya diskursus ini seiring
dengan diciptakannya manusia. Berangkat dari urgensi mendalami relasi
manusia dan agama di atas, maka dalam modul 4 ini Anda diminta
mengkaji pengertian dan proses penciptaan manusia, potensi manusia dan
tujuan hidup manusia.
30
6. Mahasisiwa mampu dan memahami tugas dan tanggung jawab
manusia sebagai pemimpin (khalifah fi al-ardli) di bumi dalam
mengaktualisasikan ajaran tuhan
7. Mahasiswa mempresentasikan hasil kajiannya tentang hakikat manusia
menurut Islam dan aktif dalam diskusi kelas
8. Mampu menyebutkan tahapan evaluasi diri secara Islam
9. Mahasiswa/i mampu memahami Islam secara komprehensif tentang
konsep kemanusiaan dan Alam sekitar untuk menerapkan ajaran Islam
yang moderat (tawassuth/I’tidal), toleran (tasamuh), seimbang
(tawazun) serta mampu mempertanggung jawabkan pengetahuan dan
sikap keagamaan secara kritis, konsisten, dan ikhlas.
10. Mahasiswa/i mampu memahami Islam secara komprehensif tentang
konsep kemanusiaan dan Alam sekitar untuk menerapkan ajaran Islam
yang moderat (tawassuth/I’tidal), toleran (tasamuh), seimbang
(tawazun) serta mampu mempertanggung jawabkan pengetahuan dan
sikap keagamaan secara kritis, konsisten, dan ikhlas.
31
2.3.1 Hakikat Manusia Dalam Islam
2.3.1.1Konsep Manusia
Menurut bahasa artinya kebenaran atau seesuatu yang sebenar-
benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah
inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat
dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri.
Dikalangan tasauf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya
karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan
pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia. Disini
akan menjelaskan Konsep munusia menurut islam, keberadaan dan hakikat
manusia menurut isalam. Keberadaan manusia berbagai istilah yang
terdapat dalam al-Qur’an unuk penyebutan “manusia”22, sesuai dengan
sudut pandang dari aspek historis penciptaan manusia diebut dengan “Bani
Adam” sebagaimana firman Allah SWT yang berbinyi.
22 Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
sebagai khalifah di muka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari
tanah. Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat
bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
23 Depatemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Jumatul Ali-ART,2004),..
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah
atau ibadat-ibadat yang lain.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
32
24 Depatemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan, (Bandung: Jumatul Ali-ART, 2004),
25 Depatemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan, (Bandung: Jumatul Ali-ART, 2004),
33
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,(al-
Baqorah:2:21).26
Ini menandakan bahwa manusia sebagai cipt aanya Allah
diwajibkan untuk menyembah dan mengabdi kepadanya selaku ciptaanya.
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh allah untuk menyembah
dan tentunya taat kepadanya.
Kemudian dilihat dari aspek posisinya disebut “‘abdun”, (hamba)
yang menunjukkan kedudukan sebagai hamba allah harus tunduk dan
patuh kepadanya:
agama direktorat pendidikan tin ggi islam, (Jakarta: diertur jenderal pendidikan islam,
2009), 35
34
yang berbentuk bulat panjang, terletak disebelah kiri, yang sering disebut
jantung, dan pengertian yang halus yang bersipat ketuhanan seta ruhaniah,
yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengetahuan dan arif. Dengan demikian akal digunakan manusia dalam
rangkamemikirkan alam, sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan
yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya ruhani
untuk dapat memahami ebenaran, sehinga manuisa dapat menasuki
kesadaran tertinggi yang menyatu dengan keberanan ilahi.
Dengan demikian Manusia memiliki tanggujawab dan kewajiban
selaku hamba untuk mengabdi dan menyembah kepada sang kholiqnya,
kembali pada jalan kekuwasan Allah swt.
Adapaun nafsu dalam bahasa arab adalah al-hawa, nafsau adalah
suatau kekuatan untuk mendorong manusia untuk mencari keinginannya.
Mendorong pada hal-hal yang bersipat bebas tidak mengenal negative
positif (tanpa mengenal baik dan buruk). Dengan nafsu manusia dapat
bergerak dinamis dari suatau keadaan ke keadaan yang lain. Nafsu yang
terkendalikan oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjuk agama disebut
an-nafs al-muthmainnah, yang diungkapkan dalam al-qur’an (QS. AL-Fajr:
27-30)
29 Ibnu Sina yang dikenal dengan filsafat jiwanya menjelsakan, bahwa manusia adalah
makhluk sosial sekaligus mahkluk ekonomi. Manusia makhluk sosial unuk
penyempurnaan jiwa demi kebaikan hidupnya, karena manusia tidak bisa hidup dengan
35
Asalusul penciptaan manusia secara kronologis al-qur’an memberikan
jawaban yang sangat penting dari manakah kehidupaan itu bermula . ayat-
ayat al-quran menegaskan bahwa asal usul manusia bersifat air,
sebagaimana juga dimulai pembetukan alam semesta adalah dari air.
Artinya: Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman? (QS: 23:30)30
bai tanpa orang lain. Dengan kata lain, manusia baru bisa mencapai kebahagian hidup
nya dan memenuhi kebutuhannya apabila hidup bersama orang lain.
Menurut pandangan Murtadha Muttahari, manusia adalah makhluk serba deminsi, deminsi
pertama, secarafisik manusia hamper sama dengan hewan, memntuhkan makanan,
minuman, istirahat, berkembangbiak,supaya dapat tumbuh dan berkembang. Demindi
kedua, manusia memiliki sejumlah emosi yang bersipat etis, yaitu ingin memperoleh
keuntungan dan menghindari kerugian. Deminsi ketiga, manusia mempunyaiperhatian
terhadap keindahan. Deminsi keempat, manusia memiliki dorongan untuk menyembah
terhadap Tuhan. Deminsi kelima, mmanusia memiliki kemampuan dan kekuatan yang
berlipat ganda, karena ia dikaruniai akal pikiran dan kehendak bebas, sehingga ia
mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya.
Keenam, manusia mengendalikan diri sendiri. Jika ia mengenal dirinya maka ia akan
mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya. Mengapa diciptakan dari apa ia
ciptakan, bagaimana proses penciptaannya, dan untuk apa ia ciptakan.
30 Depatemen Agama RI, al-Qur’an dan terjemahan, (Bandung: Jumatul Ali-ART, 2004),
325, lihat juga dalam bukunya Nurhasanah, pendidikan agama islam di perguruan
tinggi umum, dan lihat pula abdu Malik, materi pembelajaran pengembangan
kepribadian pendidikan agama islam di perguruan tingi umum yang diterbitkan oleh
deriktorat pendidkan isalam,
36
Secara sosiologis manusia dibentuk dari komponen-komponen
yang ada dari dalam tanah. Komponen tersebut beranika ragam jenis tanah
antara lain yang dijelaskan antara lain:
325,
37
c. Tiinul lazib yaitu Tanah Lempung Yang Pekat
33 Depatemen agama RI, Alqur’an terjemahan, (bandung: jumatul, ali art, 2004,) [1273]
Maksudnya: malaikat, langit, bumi dan lain-lain.
34 Depatemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan, (Bandung: Jumatul Ali-ART,2004),
325,
35 Lihat nurhasah, pendidikan agama islam di perguruantingi umum,13
38
Artinya: “dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu
Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan
mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa”. (QS: al-
Furqon: 25:54)36
Darwin mengetengahkan banyak fakta yang nampaknya lebih berarti
dari pada pendahulunya. Darwin mengemukakan teori mengenai asal-usul
spesies melalui sarana seleksi alam atau bertahannya ras-ras yang
beruntung dalam memperjuangkan dan mempertahankan kehidupan. Teori
Darwin memuat dua aspek, yang pertama yaitu bersifat ilmiah, namun
ketika diungkapkan dan dilaksanakan aspek ilmiahnya sangat rapuh.aspek
kedua bersifat filosofis yang diberi penekanan oleh Darwin sangat kuat
dan diungkapkan secara jelas. Teori evolusi tidaklah segalanya, bahkan
Darwin sendiri menyadari. seperti yang diungkapkannya “tapi aku
mempercayai seleksi alam, bukan karena aku dapat membuktikan, dalam
setiap kasus, bahwa seleksi alam telah mengubah satu spesies menjadi
spesies lainnya. Tapi karena seleksi alam mengelompokkan dan
menjelaskan dengan baik (menurut pendapatku) banyak fakta mengenai
klasifikasi, embriologi, morfologi, organ-organ elementer, pergantian dan
distribusi geologis”.
Namun ada bantahan dari beberapa ilmuan dengan argumentasi lain
yang yang telah dikemukakan para ilmua sehingga menulak konsep
Darwin diantaranya adalah dipertanyakan apakah variasi dapat
terakumulasi sebagaimana yang dikatakan Darwin. Jangankan di alam
bahkan pada penyilangan buatan, yabg nerupakan dasar dari argumrntasi
Darwin, ada batasa derajat perubahan yang mungkin terjadi. Selanjutnya
banyak yang meragukan apakah usia bumi cukup lama untuk
39
memungkinkan seleksi alam terjadi sehingga menghasilkan demikian
beranikanya mahluk hidup. Selain itu beberapa ahli geologi
mempertanyakan karena bukti-bukti fosil tidak mendukung gambaran
terjadinya evolusi bertahap atau (gradual).37
Disisi lain al-Qur’an memberikan bantahan terhadap teori Darwin
yakni menjelaskan bahwa adam diciptakan oleh Allah SWT. Dari tanah
yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk sebaik-baiknya.
Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkanlah ruh kepadanya, maka dia
menjadi hidup. Hal tersebut dijelaskan dan ditegaskan oleh Allah SWT.
Dalan (QS. As-Sajadah [32]: 7) dan (QS. As-Shoof [38]: 72)
Artinya: yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
Artinya: “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya roh (ciptaan) Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadaNya".
40
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo
mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan
laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam
bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang
Nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak
disebabkan aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo
sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang
lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya,
makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat
yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan,
memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda
dengan makna manusia, akan tetapi memiliki substansi yang berbeda yaitu
kata basyar, Insan dan Al-Nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-
kahfi : innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada
sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-
hijr : 33 ; al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya
(al-alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat
psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi
ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang
menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 walakad
dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah
kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam
perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai
makhluk social atau secara kolektif.
Dengan demikian al-quran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai
41
makhluk social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau
makhluk lain. Sebenarnya maniusia itu terdiri dari 3 unsur yaitu: a)
Jasmani. Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah. b) Ruh. Terbuat dari
cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkanjasmani saja. c) Jiwa
(an nafsun/rasa dan perasaan.
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang
diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia
dapat di kelompokkan pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi rohania.
Ibnu sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa
manusia adalah makhluk social dan sekaligus makhluk ekonomi. Manusia
adalah makhluk social untuk menyempurnakan jiwa manusia demi
kebaikan hidupnya, karena manusia tidak hidup dengan baik tanpa ada
orang lain. Dengan kata lain manusia baru bisa mencapai kepuasan dan
memenuhi segala kepuasannya bila hidup berkumpul bersama manusia.
42
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan
Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah
yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang
beriman". dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan Dia berkata:
"Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung
dan Kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-
benar suatu kurnia yang nyata".
Belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al-Alaq adalah
mempelajari ilmu Allah dan pada ayat kedua dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan ilmu Allah adalah al-kitab. Istilah lain dari belajar yang
dinyatakan oleh Al-qur’an adalah Iqra’ Iqra’ adalah istilah yang
dipergunakan Allah terhadap nabi Muhammad SAW. Dan pengikutnya.
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa obyek belajar adalah ismi robbika alladzi
Khalaqal Insaana min Alaq, yang tidak lain adalah ilmu Allah yang
berwujud al-Qur’an dan ciptaan-Nya.38
b) Mengajarkan ilmu
43
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat
lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!", mereka
menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana, Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada
mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya
kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya
aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Ilmu yang diajarkan oleh kholifah Allah bukan hanya ilmu yang
dilarang manusia saja, tetapi juga ilmu Allah. Kalu ia mengajarkan sains
yang dikarang manusia, ia tak lupa memperhatikanilmu Allah. Pengertian
ilmu Allah tidak identik dengan ilmu agama. Dengan demikian tidak
terbentuk asumsi bahwa yang bukan ilmu agama adalah bukan ilmu Allah.
Ilmu Allah adalah al-Qur’an dan al-Bayan (ilmu pengetahuan). Al-qur’an
adalah aturan hidup dan kehidupan manusia serta hal-hal yang berhungan
dengan manusia. Mengajarkan al-Qur’an berarti mengajarkanhidup dan
kehidupan menurut aturan Allah, pencipta, manusia, dan alam semista.
44
c) Membudayakan ilmu
45
ini adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil allah di
muka bumi, serta pegolaan dan pemeliharaan alam. Sesuai dengan Firman
Allah dalam al-qur’an surat al-baqorah:2: ayat 30
46
47
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
Amat zalim dan Amat bodoh,41
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang
harus dipertanggung jawabkan di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul
manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan
memelihara danmelestarikan alamsemesta ini.
48
QS. Al-Mukminun (23), ayat 33;)
49
Artinya:Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa,
42 Ali Anwar yusuf, Study Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bandung:
Pustaka Setia, 2003), 239
50
bersifat ritual membawa implementasi dan implikasi terhadap kehidupan
sosialdi luar sholat, demikian zakat yang bermakna sosio-ekonomi, dan
sebagainya. Artinya disamping zakat menjadi ritual ubudiyah wajid bagi
manusia, juga mempunyai implikasi sosial dengan membantu manusia lain
yang membutuhkan. Aktivitas diatas merupakan perpaduan antara aktivitas
hubungan manusia dengan Alla “Hablum mina Allah” dan hubungan
manusia dengan manusia yang lain “Hablum minan Nas”
43 Al-qur’an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah
untuk menyembah dan mengabdi kepadanya dalam keadaan taqwa sebagai bentuk taat
dan patuh untuk menjalankan perintanya dan menjauhi larangangangannya.
51
menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di
muka bumi ini sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
Dalam hubungan dengan tuhan (hablun minallah), manusia
menempati posisi sebagai ciptaan, dan Tuhan sebagai pencipta. Posisi ini
mempunyai konsekwensi adanya keharusan manusia menghambakan diri
kepada Allah, dan dilarang menghabakan diri kepada nafsunya. Kesediaan
manusia untuk menghambakan hanya kepada Allah dengan sepenuh
hatinya, akan mencegah manusia pada penghambaaan terhadap
manusia.tanggung jawab Abdullah terhadap dirinya adalah memelihara
iman yang dimiliki yang bersifat fluktuatif., yang istilah dalam hadits nabi
Muhammad SAW adalah yaziidu wa yanquushu (menguat dan
melemah).44
2.4 RINGKASAN
Bagian bab ini akan membahas Pertama, Konsep manusia menurut
al-qur’an, dalam sudut pandang dari aspek historis penciptaan manusia
disebut dengan “Bani Adam”, aspek biologis disebut “Basyar”, yang
mencerminkan sifat-sifat fisik kimia biologisnya sesuai dengan al-Quran;,
aspek kecerdasan rohaniyah disebut dengan “Insan”, ialah makhluk yang
diberi akal sehingga manpu menyerap ilmu pengetahuan, aspek sosiologis
disebut “annas” yang menunjukkan berkelompok sesama manusia dan
sejenisnya, aspek posisinya disebut “‘abdun”, (hamba).
Secara sosiologis manusia dibentuk dari komponen-komponen yang
ada dari dalam tanah. Komponen tersebut beranika ragam jenis tanah
dijelaskan antara lain: a) Thurab yaitu tanah gemuk, b) Thiin yaitu tanah
lempung, c) Tiinul lazib yaitu tanah lempung yang pekat, d) Shalshalun,
yaitu lempung seperti tembikar, e) Shalshalun min hama’im masnun yaitu
lempung dari lumpur yang dicetak, f) Sulaalatun min tiin yaitu dari sari
pati lempung, g) Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan.
Keduan, Eksisistensi dan martabat manusia Manusia adalah makhluk
paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan
yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
52
mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa
manusia berasal dari tanah.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda
dengan makna manusia, akan tetapi memiliki substansi yang berbeda yaitu
kata basyar, Insan dan Al-Nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi
: innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat
biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ;
al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya
(al-alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat
psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi
ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang
menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 walakad
dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah
kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam
perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai
makhluk social atau secara kolektif.
Dengan demikian al-quran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai
makhluk social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau
makhluk lain. Sebenarnya maniusia itu terdiri dari 3 unsur yaitu: 1)
Jasmani. Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah. 2) Ruh, Terbuat dari
cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja. 3) Jiwa
(an nafsun/rasa dan perasaan.
Ketiga, Tanggung jawab manusia sebagai pemimpin (Khalifah),
makhluk sosial dan hamba (Abdun) diantaranya ialah a) Tanggung Jawab
Manusia Sebagai Khalifah Allah SWT. Manusia diserahi tugas hidup yang
merupakan amanat dan harus dipertanggung jawabkan dihadapannya.
Tugas hidup yang di muka bumi ini adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil allah di muka bumi, serta pegolaan dan
pemeliharaan alam. b) Tanggung jawa manusia sebagai mahluk sosial.
Kita tahu bahwa manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup
53
sendiri tanpa orang lain, sebagaimana aries toteles mengatakan bahwa
manusia itu adalah mahkhluk zoon Politiocon artinya manusia selalu
mengantungkan dan tergantung pada selain dirinya. karena hanya
Tuhanlah yang mampu berdiri sendiri. c) Tanggung jawab manusia
sebagai hamba Allah SWT. Makna yang esensial dari kata abd’ (hamba)
adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya layak
diberikan dan dipersembahkan kepada Allah SWT yang dicerminkan
dalam ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
2.5 LATIHAN
6.
7. Jelsakan peran manusi sebagai mahluk sesial !
54
DAFTAR PUSTAKA
Ali Anwar yusuf, Study Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum,
Bandung: Pustaka Setia, 2003
Depatemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan, Bandung: Jumatul
Ali-ART,2004
M. Abdu Malik, dkk , Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama
Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Islam, 2009
Nurhasanah Bahktiar, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
Umum, Yogyakarta: Pressindo, 2013
55
BAB 3
HUKUM ISLAM
3.1 PENDAHULUAN
3.1.1 Ikhtisar Hukum dalam Ajaran Agama Islam
Menjadi konsensus (kesepakatan) di antara perbedaan yang terjadi
di kalangan para cendikiawan muslim bahwa setiap sesuatu yang muncul
dari umat manusia membutuhkan keputusan kepastian hukum. Baik hal
tersebut berkaitan dengan ibadah(hablu min Allah), muamalah (hablu min
nas), pidana Islam, hukum keluarga, hal yang berkaitan dengan macam
transaksi ataupun penggunaan harta benda.
Islam sebagai agama yang komprehensif, di dalamnya sudah barang
tentu membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagai
sumber utama, Al-Qur’an dan as- Sunnah adakalanya menjelaskan secara
gamblang tentang hukum suatu peristiwa dan adakalanya juga hanya
sebatas memberikan indikasi-indikasi tentang putusan hukum suatu
peristiwa. Sehingga dengan indikasi tersebut mengantarkan pada ilmuan
untuk memberikan keputusan hukum yang dihadapi.
Membahas hukum Islam sejatinya tidak bisa lepas dari pembahasan
agama (dalam hal ini agama Islam), karena hukum Islam sendiri
merupakan bagian dari agama.Al-Qur’an - sebagai sumber hukum pertama
dan utama dalam agama Islam- mengandung tiga pembahasan hukum.
Yaitu:
1. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang
dibebani hukum) berkaitan dengan keyakinan kepada Allah Swt, para
Malaikat, Kitab-kitab, para Rasul dan hari terakhir (kiamat). Hukum ini
dikenal dengan istilah Ahkam I’tiqadiyah.
57
2. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang
dibebani hukum) berkaitan dengan tata cara berhias dengan segala hal
yang diutamakan serta menjauhkan diri dari segala hal yang tercela atau
membuat seseorang menjadi hina. Hukum ini dikenal dengan istilah
Ahkam Khuluqiyah.
3. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang
dibebani hukum) berkaitan dengan segala ucapan, tingkah laku,
perjanjian-perjanjian dan penggunaan harta. Hukum ini dikenal dengan
istilah Ahkam ‘Amaliyah. Hukum yang ketiga ini merupakan
penjelasan-penjelasan hukum Islam yang terdapat dalam al-Qur’an
(Fiqh al-Qur’an).45
Ahkam ‘Amaliyah di dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua macam
a. Hukum-hukum ibadah. Yakni hukum yang diwujudkan untuk
mengatur tata cara hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
Seperti: hukum shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan lain
sebagainya.
b. Hukum-hukum muamalat. Yakni hukum yang diwujudkan untuk
mengatur tata cara hubungan orang mukallaf dengan orang lain.
Baik perseorang maupun berkelompok.
Dengan demikian, secara garis besar ajaran Islam mengandung tiga
pembahasan hukum, sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya. Namun seiring perkembangan zaman pembahasan hukum
Islam terkonsentrasi sesuai dengan tujuan tertentu dan topik utama dalam
pembahasan hukum tersebut. Di antaranya:
1. Ahkam al-Syakhshiah (Hukum Keluarga), yaitu hukum yang
berhubungan dengan keluarga, mulai dari pembentukannnya, dan
dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara suami istri dan kerabat
satu sama lain.
2. Ahkam al- Madaniyah (Hukum Perdata), yaitu hukum yang berkaitan
dengan perhubungan antara individu-individu dan pertukaran mereka,
baik berupa jual beli, penggadaian, jaminan, persekutuan, utang piutang
dan memenuhi janji dengan disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk
45 Abdul Wahhan Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (al-Azhar: Maktabah al- Dakwah al-
Islamiyyah, 1978) cet. ke-12 h. 23
58
mengatur hubungan harta kekayaan individu dan memelihara hak
masing-masing yang berhak.
3. Ahkam al- Jina’iyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang berkaitan
dengan tindak criminal yang timbul dari seorang mukallaf dan
hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya. Hukum ini dimaksudkan
untuk memelihara kehidupan manusia, harta mereka, kehormatan
mereka, dan hak-hak mereka, serta menentukan hubungan antara
pelakunya, korban tindak criminal, dan umat.
4. Ahkam al- Murafa’at (Hukum acara), yaitu hukum yang berkaitan
dengan pengadilan, kesaksian, dan sumpah. Hukum ini dimaksudkan
untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan di antara
manusia.
5. Ahkam al-Dustiriyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu hukum yang
berhubungan dengan pengaturan pemerintahan dan pokok-pokoknya.
Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan penguasa dan
rakyat, dan menetapkan hak-hak individu dan masyarakat.
6. Ahkam al- Dauliyah (Hukum Tata Negara), yaitu hukum yang
bersangkut paut dengan hubungan antara Negara Islam dengan Negara
lainnya, hubungan dengan orang-orang non Islam yang berada di
Negara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan
Negara Islam dengan Negara non Islam, baik dalam keadaan damai
maupun dalam suasana peperangan, serta menentukan hubungan umat
Islam dengan non Islam di berbagai Negara Islam.
7. Ahkam al- Iqtishadiyah Wa al- Maliyah (Hukum Ekonomi dan
Keuangan), yaitu hukum yang berhubungan dengan orang miskin, baik
yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta, berkenaan
dengan harta orang kaya, dan pengaturanberbagai sumber dan
perbankan.
Ulasan di atas merupakan gambaran tentang klasifikasi hukum yang
terjadi dalam ajaran Islam.Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
berkembang, karena sejatinya dimana ada kasus disitu pula Islam harus
tampil untuk memberikan putusan hukum. Hal ini senada dengan
karakteristik hukum Islam (fiqh):
تغير األحكام بتغير األزمنة واألمكنة واألحوال والنية واألواعد
59
(Perubahan hukum kerena perubahan zaman, tempat,kondisi, niat
da adat kebiasaan). 46
46 Sambutan Prof. DR (HC). KH.Ma’ruf Amin pada buku Membangun Nalar Islam
Moderat.
47 Muhammad Ali As-Saayis, Petumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh, Hasil Refleksi
60
dali-dali syar’iy menyangkut perilaku dan tingkah laku manusia dalam
hubungannya denga Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Ketentuan-
ketentuan seperti ini dikenal dengan nama “Hukum Syar’iy” atau “Hukum
Islam”.
Perlu digaris bawahi, suatu hukum tidak bisa diklaim sebagai hukum
syari’iy atau hukum Islam terkecuali memilki afiliasi dengan nash syar’iy
(Al- Qur’an dan As- Sunnah) baik secara langsung maupun melalui dali-
dalil sekunder, seperti ijma’ dan qiyas.
Hukum syar’iy dilihat dari segi dalilnya (petunjuknya) ada lima
macam, yaitu:
1. Hukum syar’iy (hukum Islam) yang diambil dari nash yang qath’iy,
baik wurud atau dalalah-nya, yakni nash yang diyakini validitasnya dan
mengandung makna yang jelas lagi tegas (monotafsir);
2. Hukum syar’iy yang diambil dari nash yang qath’i wurud-nya, tapi
dhanniy dalalah-nya, yakni nash yang diyakini validitasnya, tetapi tidak
tegas maknanya (multitafsir);
3. Hukum syar’iy yang diambol dari nash yang dhanniy wurudnya, namun
qath’iy dalalah-nya (diduga kuat validitasnya dan tegas maknanya);
4. Hukum syar’iy yang diambil dari nash yang dhanniy wurud dan
dalalah-nya;48
5. Hukum syar’i yang tidak memiliki acuan nash khusus.49
Sementara hukum syar’iy yang mengacu pada dalil yang tidak
sepenuhnya qath’iy, yaitu pada urutan ke-2 hingga ke-5, dalam
perumusannya memerlukan keterlibatan ijtihad, dan hukum macam ini
disebut fikih.
3.2.2 Fikih
Secara terminologis, Fikih sering dijelaskan dengan definisi sebagai
berikut:
48 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Al-Azhar: Maktabah al-Da’wah Islamiyah,
1978), cet ke-12, h. 42
49 Untuk dua kategori pertama terjadi pada nash al-Qur’an dan Hadist, sementara dua
kategori setelahnya hanya terjadi pada Hadist, dan kategori terakhir merupakan ruang
lingkup qiyas. (Kesimpulan ini disarikan dari buku: Membangun Nalar Islam Moderat,
2018, karya KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag)
61
العلم باألحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصلية
“Mengetahui ketentuan-ketentuan hukum syar’iy amaliy yang
diperoleh melalui proses istinbahtdari masing-masing dalilnya
(dalil tafshiliy)”.
Dalam definisi lain dinyatakan,
معرفة األحكام الشرعية العملية التى طريفها اإلجتهاد
“Mengetahui ketentuan-ketentuan hukum syar’iy amaliy yang
diperoleh melalui jalan ijtihad.”
62
5. Implikasi duniawi dan ukhrawi
Pelaksanaan hukum Fikih, baik berupa kepatuhan maupun
pelanggaran, berimplikasi pada kemaslahatan dan
kemafsadatan dunia dan akhirat.
6. Antara wazi’ qur’aniy dan wazi’ sulthaniy
Sifat ilahiyyah yang melekat dengan fikih Islam mendorong
kaum muslimin untuk menaati hukum-hukumnya atas dasar
kesadaran yang tumbuh dari nurani, sehingga tidak diperlukan
kekuatan pendorong dari luar (ektern).Akan tetapi, tidak semua
kaum muslimi memiliki kesadaran hati nurani. Untuk mereka
yang tidak memiliki kesadaarn tersebut diperlukan kesadaran
pendorong yang lain, yaitu kekuasaan formal atau kekuatan
sosio-kultural. Dengan demikian, Fikih Islam memiliki dua
kendali, kendali agama (wazi’ qur’aniy) dan kendali kekuasaan
(wazi’ sulthaniy). Inilah arti dari pernyataan Sayyidina Utsman,
إن هللا ليزع بالسلطان ما ال يزع بالقرأن
“Sesungguhnya Allah Swt. mengendalikan (manusia) dengan
kekuasaan formal ketika mereka (tidak tunduk) dengan kendali
al-Qur’an.”
Ini berbeda dengan hukum positif yang hanya memiliki kendali
kekuasaan saja.Oleh karena itu, pada dasarnya orang menaati hukum
positif bukan karena taat kepada Allah Swt. atau takut pada siksa di
akhirat, melainkan karena takut pada ancaman hukuman di dunia.
63
“Mintalah fatwa pada hati nuranimu, sekalipun para juru fatwa telah
memberimu fatwa”
Di tengah-tengah masyarakatsering terjadi sengketa antara dua pihak
tentang kepemilikan atas suatu barang, masing-masing mengaku bahwa
barang itu miliknya dan masing-masing sebenarnya tahu, siapa
sesuangguhnya pemilik barang itu, Kalau persoalan itu diangkat ke
pengadilan, ada kemungkinan hakim dengan ijtihadnya berdasarkan alat-
alat bukti yang diajukan di persidangan memberikan keputusan hukum
yang tidak sesuai dengan hakikat yang sebenarnya, yakni memenangkan
yang tidak berhak dan mengalahkan yang berhak.
Kalau ini terjadi, pihak yang dimenangkan tetap wajib berpegang
pada kebenaran diyaniy (kebenaran yang hakiki), meski itu pahit dan tidak
boleh berpegang pada kebenaran qadha’iy (kebenaran semu berdasarkan
putusan pengadilan) meski itu manis, karena keputusan pengadilan tidak
bisa menghalalkan yang haram dan tidak bisa mengharamkan yang halal.
Jadi, yang alal tetap halal dan yang haram tetap haram.50
50KH. Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat, (Situbondo, tanwirul Afkar,
2018), Cet I, h. 30-38
64
sejarah pembentukan al-Qur’an dan Sunnah, ia juga mencakup pemikiran,
gagasan, dan ijtihad ulama pada waktu atau kurun waktu tertentu. 51
Hukum Islam
3.2.3.2.Hukum Taklifiy
Hukum taklifi adalah sesuatu yang menuntut pengerjaan dari
seorang mukallaf, atau menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu, dan
atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan
meninggalkannya. Contoh hukum taklifiy:
1) Tuntutan untuk dikerjakan:
a. Firman Allah Swt (QS. at- Taubat: 103)
َ ُخ ْذ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم
……صدَقَة
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka.”
65
b. Firman Allah Swt (QS. Ali Imran: 97)
……..ت ِ علَى ٱلنه
ِ اس ِح ُّج ٱلبَي َ َِو ِ هّلِل
“Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia
terhadap Allah….”.
c. Firman Allah Swt (QS. al- Maidah: 1)
……..يَأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُواْ أَوفُواْ بِٱلعُقُو ِد
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu….”
2) Tuntutan untuk ditinggalkan:
a. Firman Allah Swt (QS. al- Hujurat: 11)
…….يَأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُواْ َال يَسخَر قَوم ِمن قَوم
“Wahai orang-orang beriman…!!! Janganlah suatu kaum mengolok-
olokkan kaum lain.”
b. Firman Allah Swt. (QS. al- Isra’: 32)
…..َقربُواْ ٱ ِلزنَى
َ َو َال ت
“Janganlah kamu mendekati zina….”
c. Firman Allah Swt. (QS. al- Maidah: 3)
……ير
ِ نز ِ ُح ِر َمتعَلَي ُك ُم ٱل َميتَةُ َوٱلده ُم َولَح ُم ٱ
ِ لخ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi….”
3) Hukum yang menghendaki boleh memilih
a. Firman Allah Swt. (QS. al-Maidah :5)
…….ْطادُوا
َ َوإِذَا َحلَلتُم فَٱص
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka boleh
berburu…”
b. Firman Allah Swt. (QS. al- Jumu’ah: 10)
66
Contoh macam-macam hukum di atas merupakan bagian dari hukum
taklifiy, disebut sebagai hukum taklifiy karena macam hukum tersebut
mengandung pentaklifan (pembebanan) bagi mukallaf untuk mengerjakan,
meninggalkan pekerjaan atau memberikan pilihan antara mengerjakan dan
meninggalkannya. Pembagian hukum taklifiy secara terperinci adalah:
a. Wajib, yaitu sesuatu yang dituntut oleh syari’ untuk dikerjakan oleh
mukallaf dengan suatu tuntutan yang mengharuskan, sebagaimana
tuntutan yang menunjukkan pada sebuah keharusan untuk
mengerjakannya. Contoh firman Allah Swt. QS. al-Baqarah: 183 yang
menjelaskan tentang wajibnya melaksanakan puasa.
ِ علَي ُك ُم ٱ
……لصيَا ُم َ ِ ُكت..
َ ب
“…diwajibkan atas kamu berpuasa….”.
b. Mandub, yaitu sesuatu yang dituntut pengerjaannya oleh syari’ dari
mukallaf dengan suatu tuntutan yang tidak pasti. Sebaimana bentuk
tuntutan yang tidak mengharuskan untuk dikerjakan. Contoh firman
Allah Swt. QS. al- Baqarah: 282:
َ يَأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَين إِلَى أ َ َجل ُّم
….ُسمى فَٱكتُبُوه
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalahtidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya…”
Perintah untuk menulis hutang (muamalah) itu adalah perintah
sunnah bukan perintah yang diwajibkan, dengan dalil qarinah
(indikator) yang ada dalam ayat itu sendiri, yaitu firman Allah Swt.
(QS. al-Baqarah: 283)
……ُض ُكم بَعضا فَلي َُؤ ِد ٱلهذِي ٱؤت ُ ِمنَ أ َ َمنَت َه
ُ …فَإِن أ َ ِمنَ بَع.
“…akan ttetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya)…”
Ayat ini memberikan isyarat bahwa seseorang yang memberi hutang
boleh percaya dan mempercayai orang yang menerima hutang tanpa
mengadakan penulisan hutang atasnya.
c. Muharram, ialah sesuatu yang dituntut oleh Syari’ untuk ditinggalkan
pelaksanaannya dengan suatu tuntutan yang pasti. Sebagaimana sighat
tuntutan untuk meninggalkan itu sendiri menunjukkan bahwa hal itu
pasti, seperti firman Allah Swt. (QS. al- Maidah: 3)
67
……ير
ِ نز ِ ُح ِر َمت َعلَي ُك ُم ٱل َميتَةُ َوٱلده ُم َولَح ُم ٱ
ِ لخ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi….”
d. Makruh, adalah sesuatu yang dituntut oleh syari’ terhadap mukallaf
supaya meninggalkan perbuatan dengan suau tuntutan yang tidak pasti
atau sesuatu yang menunjukkan bahwa larangan itu untuk karahah,
bukan untuk mengharamkan Sebagaimana firma Allah Swt. (QS. al-
Maidah: 10)
ُ َ عن أَش َيا َء ِإن تُبدَ لَ ُكم ت
….سؤ ُكم َ ْ… َال ت َسألُوا..
“ …janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan, niscaya akan munyusahkan…..
e. Mubah, ialah sesuatu yang diberikan oleh Syari’ kepada mukallaf untuk
memilih antara mengerjakannya dan meninggalkannya. Sebagaimana
firman Allah Swt. (QS. al- Baqarah: 229)
َ …فَإِن ِخفتُم أ َ هال يُ ِقي َما ُحدُودَ ٱ هّلِلِ فَ ََل ُجنَا َح
…علَ ِه َما فِي َما ٱفتَدَت ِب ِهۦ
“ …jika kamu kuatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada doisa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan istri untuk menebus dirinya…”
68
“…karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu,, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu….”
2. Syarat, yaitu sesuatu yang keberadaan suatu hukum tergantung pada
keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaan sesuatu itu diperoleh
ketetapan ketiadaan hukum tersebut. Yang dimaksudkan adalah
keberadaannya secara syara’, yang menimbulkan efeknya. Syarat
merupakan hal yang di luar hakekat sesuatu yang disyaratkan.
ketiadaan syarat menetapkan ketiadaaan yang disyaratkan, namun
adanya syarat tersebut tidak memastikan adanya yang disyaratka.
Seperti:
a. Perkawinan merupakan syarat bagi penjatuhan thalak. Apabila
perkawinan tidak ditemukan maka thalak tidak akan ada, dan tidak
pula dari keberadaan perkawinan, keberadaan thalak dipastikan.
b. Wudhu’ merupakan syarat bagi keabsahan mendirikan shalat.
Apabila tidak ada wudhu’, maka mendirikan shalat tidak sah, namun
keberadaan wudhu’ tidak memastikan pendirian shalat.
3. Mani’, yaitu sesuatu yang keberadaannya menetapkan ketiadaan
hukum, atau batalnya sebab. Atau Mani’ menurut ahli ilmu ushul fiqh
adalah suatu hal yang ditemukan bersama keberadaan sebab dan
terpenuhinya syarat-syaratnya, namun ia mencegah timbulnya
musabbab pada sebabnya. Seperti: Hutang bagi orang yang memiliki
senishab harta zakat. Sesuangguhnya hutangnya itu menghalangi
terhadap keberadaan sebab bagi pewajiban zakat atas dirinya, karena
harta kekayaan orang yang berhutang seakan-akan bukanlah miliknya
dengan suatu pemilikan yang sempurna.
4. Rukhshan dan ‘Azimah.
a. Rukhshah, yaitu sesuatu yang disyari’atkan oleh allah dari
berbagaihukum untuk maksud memberikan keringanan kepada
mukallaf dalam berbagai situasi dan kondisi khusus yang
menghendaki keringanan ini. Atau rukhshah adalah sesuatu yang
disyari’atkan karena suatu alasan yang memmberatkan dalam
keadaan khusus, atau rukhshah adalah pembolehan sesuatu yang
terlarang dengan suatu dalil, disertai adanya dalil larangan.
b. ‘Azimah, yaitu hukum-hukum umum yang disyari’atkan sejak
semula oleh Allah, yang tidak tertentu pada satu keadaan saja bukan
69
keadaan lainnya, bukan pula khusus orang mukallaf, dan bukan
mukallaf lainnya.
Contoh dari terjadinya Rukhshak dan ‘Azimah sebagai berikut:
1) Firman Allah Swt. QS. an-Nahl: 106
ِ ُ … ِإ هال َمن أ.
….كرهَ َوقَلبُهۥُ ُمط َمئِ ُّن ِبٱ ِإلي َم ِن
“…kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap
tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)…
2) Firman Allah Swt. QS. al- An’am: 119
ُ علَي ُكم إِ هال َما ٱض
….ط ِررتُم إِلَي ِه َ ص َل لَ ُكم هما َح هر َم
… َوقَد فَ ه..
“….padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada
kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya…”
3) Firman Allah Swt. QS. al- Baqarah: 173
4) Firman Allah Swt. QS. al- Baqarah: 184
5) Firman Allah Swt. QS. an- Nisa’: 101
5. Shah dan Batal
a. Shah adalah konsekuensi yang timbul secara syar’iyah atas suatu
perbuatan. Ketika perbuatan tersebut berkaitan dengan kewajiban,
seperti shalat, puasa, zakat dan haji, sedangkan pelaksanaan
mukallaf tersebut memenuhi semua rukun dan syaratnya, maka
gugurlah kewajiban dari mukallaf tersebut, dia terbebas dari
tanggungannya, dan tidak mendapat hukuman dunia serta
mendapatkan pahala di akhirat.
b. Tidak shah atau batal adalah tidak timbulnya konsekuensi yang
bersifat syara’. Jika sesuatu yang dikerjakan merupakan kewajiban,
maka tidak gugur darinya dan tanggungannya tidak terbebas
darinya, Jika ia merupakan sebab syari’ maka hukumnya tidak
timbul darinya, dan jika ia adalah syarat, maka yang disyaratkan
tidak terwujud. Hal ini disebabkan bahwa Syari’ hanya
menimbulkan berbagai konsekuensi terhadap perbuatan, sebab-
sebab, dan syarat-syarat yang terwujud sebaimana dituntut dan
disyari’atkannya. Jika tidak demikian, maka tidak diakui menurut
syara’.
70
3.2.4 TUJUAN HUKUM ISLAM
Secara umum tujuan dari pembentukan hukum Islam adalah
mengatur kehidupan di alam semesta dan membatasi ruang gerak manusia
agar tidak terjerumus pada kerusakan (mafasid).Dalam pembentukannya,
hukum Islam bermuara pada tiga kepentingan (maslahat).Yaitu dlaruriyat,
hajiyat dan tahsiniyat.
a. Dlaruriyat adalah Kemaslahatan yang sangat ditunggu demi kebaikan
kehidupan agama dan dunia. Kemaslahatan ini sangat urgent karena
kalau tidak terwujud, kehidupan dunia akan rusak, kerusakan
(mafsadat) akan meluas, kenikmatan yang abadi akan sempit dan sanksi
akhirat akan terjadi. Kemaslahatan tersebut terdiri dari lima hal, yaitu:
Agama, Jiwa, Akal, Keturunan dan Harta.
i) Kemaslahan agama. Demi terwujudnya kemaslahatan ini, Allah
mewajibkan untuk berpegang tegung dengan rukun Islam –akidah
dan ibadah-, disamping itu, untuk memelihara agama, Allah juga
men-syariatkan jihad dan sanksi bagi orang yang hendak
membatalkan agama.
ii) Kemaslahatan jiwa. Demi terwujudnya kemaslahatan ini, Allah
men-syariatkan pernikahan yang pada akhirnya akan melahirkan
anak, dan dengan lahirnya anak tersebut maka akan menjadi
langgeng spesien manusia. Di samping itu Allah mengharuskan
makan, minum dan memakai pakaian, serta adanya sanksi bagi
pembunuh jiwa baik berupa qishas, diyat dan kaffarat.
iii) Kemaslahatan akal. Demi terwujudnya kemaslahatan ini, Allah
membolehkan segala sesuatu yang menjadi perantara bagi
kesalamatan dan berkembangnya akal tersebiut, seperti
pengembangan akan dengan ilmu pengetahuan. Dan dalam waktu
yang bersamaan Allah juga mengharamkan segala sesuatu yang bisa
merusak atau melamahkan potensi akal, seperti: minum sesuatu
yang memabukkkan dan mengkonsumsi makanan yang dilarang.
Jika makan dan minuman terlarang tersebut tetap dikonsumsi, maka
pelaku wajib dikenakan sanksi sebagai bentuk tindakan pencegahan
dan menimbulkan efek jera bagi pelaku.
iv) Kemaslahatan keturunan (nasab). Demi terwujudnya kemaslahatan
ini, Allah men-syariat-kan pernikahan dan melarang perbuatan zina,
71
menuduh zina (qadzaf) serta men-syariat-kan hukuman had bagi
pelaku dua larangan tersebut. Larangan tersebut semata untuk
menghindari kekaburan nasab.
v) Kemaslahatan harta. Demi terwujudnya kemaslahatan ini, Allah
mewajibkan usaha mencari rizki dalam rangka menghasilkan harta.
Di antaranya dengan bentuk jual-beli, perdagangan, pemberian,
kerjasama, pinjaman dan lain-lain. Serta mengharamkan pencurian
dan wajibnya had bagi potong tangan bagi seorang pencuri.
Disamping itu, Allah juga mengharamkan penipuan, khianat, riba
dan makan harta secara batil.
b. Hajiyat adalah kemaslahatan yang diwujudkan semata-mata untuk
memberikan kemudahan dan menghilangkan kesulitan bagi umat
manusia. Ketika kemaslahatan ini tidak terwujud, maka tidak sampai
merusak tatanan kehidupan mereka, namun kehidupan mereka hanya
berbalut kesulitan. Tingkatan kemaslahatan ini berada di nomor dua
setelah kemaslahatan dlaruriyat. Contoh kemaslahatan hajiyat. Yaitu:
i) Dalam masalah ibadah. Seperti: Rukhsah (keringanan) bagi
muasafir untuk meng-qashar dan men-jamak shlat, boleh tidak
berpuasa ramadlan –wajib mengganti- bagi orang yang sedang
sakit dan musafir, boleh melaksanakan shalat dengan duduk ketika
tika mampu berdiri, gugur kewajiban shalat bagi orang haid dan
nifas, boleh mengusap sepatu bagi orang yang hadir dan sedang
melakukan perjalanan, dan lain-lain.
ii) Dalam masalah ‘adat (tradisi). Seperti: boleh berburu, boleh
bersenang-senang dengan makanan, minuman, pakaian dan rumah
yang bagus.
iii) Dalam masalah muamalat. Seperti: boleh mewujudkan transaksi
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya; jual-beli,
perdagangan, kerjasama, saling menanggung dan akad cuma-
Cuma serta boleh mengakhiri perkawinan dengan thalak dalam
kondisi dibituhkan atau mendesak, penguasaan wali bagi pernikan
putrinya yang masih kecil untuk mendapatkan pasangan yang
serasi dan lain-lain.
iv) Dalam masalah sanksi-sanksi (uqubat). Seperti: seorang wali
berhak mendapatkan maaf dari pidana qisahs, para sauadara dekat
72
menjadi penanggung jawab dalam pembayaran diyat, pencegahan
qishas jika bukti-bukti masih meragukan, dal lain-lain.
c. Tahsiniyat atau Kamaliyat adalah kemaslahatan yang harus terjadi
semata-mata untu memenuhi tuntutan muru'ah (harga diri/ pristise) dan
akhlak mulia. Ketika kemaslahatan ini tidak terwujud, maka tidak akan
sampai merusak struktur kehidupan manusia sebagaiman terjadi pada
kemaslahatan dharuriyat dan juga pula tidak akan terjadi kesulitan-
kesulitan sebagaimana terjadi pada kemaslahatan hajiyat. Namun
kehidupan meraka akan mendapatkan celaan semata.
Contoh kemaslaha52tan tahsiniyat atau kamaliyat :
i) Dalam masalah ibadah. Seperti: disyariatkannya bersuci (wudhu
atau mandi karena hadats), menutup aurat di dalam shalat, memakai
pakaian yang bagus serta menggunakan pengharum ketika hendak
ke masjid atau berkumpul dengan orang lain dan mendekatkan dir
kepada Allah Swt. dengan segala bentuk macam ketaatan. Di
antaranya; shalat, puasa dan shadaqah.
ii) Dalam masalah muamalah (transaksi). Seperti: ditetapkannya
hukum tentang larangan jual beli barang najis dan sesuatu yang
membahayakan, larangan jual beli yang masih ditransaksikan
dengan lain, larangan meminang seseorang yang masih dalam
pinangan orang lain, perintah bergaul dengan istri dengan pergaulan
yang lemah lembut dan terbaik, dan lain sebagainya.
iii) Dalam masalah 'adat (tradisi). Seperti: petunjuk syari'at terhadap
etika makan dan minum, penetapan agama terhadap larangan
mengkonsunsi barang yang kotor serta menjauhi minuman yang
berbahaya, meninggalkan berlebihan dalam hal makanan, minuma,
pakaian dan sebagainya.
iv) Dalam masalah sanksi-sanksi (uqubat). Seperti: diharamkannya
membunuh perempuan, anak-anak dan para pemuka agama ketika
peperangan, kewajiban memenuhi janji, dan lain sebagainya. Segala
perbuatan yang dilakukan sebagai bentuk tindakan preventif bagi
73
terjadinya kerusakan merupakan bagian dari kemaslahatan
tahsiniyat atau kamaliyat.53
53 Wahbah az- Zuhaili, Ushul Fiqh al- Islami, (Dar al- Fikr, 1986), Cet , h. 1020
74
B. Sumber hukum Islam yang diperselisikah. Di antaranya: istihsan,
mashlahah mursalah, 'urf, istishhab, syar'u man qablana dan madzhab
shahabi.
75
3.3 RANGKUMAN
Islam sebagai agama yang komprehensif, di dalamnya sudah barang
tentu membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum. Sebagai
sumber utama, Al-Qur’an dan as- Sunnah adakalanya menjelaskan secara
gamblang tentang hukum suatu peristiwa dan adakalanya juga hanya
sebatas memberikan indikasi-indikasi tentang putusan hukum suatu
peristiwa. Sehingga dengan indikasi tersebut mengantarkan pada ilmuan
untuk memberikan keputusan hukum yang dihadapi.
Secara umum tujuan dari pembentukan hukum Islam adalah
mengatur kehidupan di alam semesta dan membatasi ruang gerak manusia
agar tidak terjerumus pada kerusakan (mafasid).Dalam pembentukannya,
hukum Islam bermuara pada tiga kepentingan (maslahat).Yaitu dlaruriyat,
hajiyat dan tahsiniyat.
Sumber hukum yang disepakati terdiri dari empat. Yaitu: Al-
Qur'an, As- Sunnah, Al- Ijma' (kesepakatan) dan Al- Qiyas
(Analogi). Kesepakatan ini merujuk pada ayat al- Qur'an surat an-
Nisa' ayat 59.
3.4 SOAL-SOAL LATIHAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhan Khallaf, 1978,Ilmu Ushul Fiqh, (al-Azhar: Maktabah al- Dakwah al-
Islamiyyah,
Muhammad Ali As-Saayis, 1995,Petumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh, Hasil
Refleksi Ijtihad, (Jakarta, PT Raja Grafindi Persada)
1KH. Afifuddin Muhajir, 2018,Membangun Nalar Islam Moderat, (Situbondo, tanwirul
Afkar,).
1 Jaih Mubarok, 2000,Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya,).
76
BAB 4
HAM DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM
Capaian Pembelajaran
Mahasiswa Mampu Menginterelasi HAM dan Islam
4.1 PENDAHULUAN
Berbicara tentang hak asasi manusia kali ini merupakan keniscayaan
bagi manusia secara universal karena manusia pada hakikatnya memiliki
hak-hak pokok mulai hidup sampai meninggal. Karena itu didalam
pandangan Islam manusia sebagai mahkluk yang mulia yang harus dijaga
dan dihormati untuk memenuhi hak-haknya sebagaimana dalam Nabi
bersabda: Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas
kamu. Maka Negara harus menjamin hak haknya sebagai alat untuk
perlindungan secara sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis
kelamin, suku, golongan dan agama berdasarkan kedaulatan hukum
Negara.
Kepercayaan terhadap HAM saat ini semakin mendunia. Sebagai
produk dari pencerahan Eropa, ia tumbuh disamping perjuangan Barat
menentang monarkhi, dimana HAM terbukti menjadi sebagai senjata
bermanfaat bagi kaum borjouis untuk membangun tatanan sosial baru dan
kurang restriktif. Pada saat telah mapan, bahasa tentang hak-hak mulai di
ekspor ke suluruh dunia bersamaan dengan menancapkan dominasi Barat.
Pada saat itu pula HAM membantu menjustifikasi penaklukan Barat
dengan memohon kepada para pemberontak non Barat yang berupaya
menghempaskan penguasa despotik mereka. HAM juga terbukti
merupakan alat berguna bagi pribumi yang ingin bebas dari kendali Barat.
Bila semua orang dianugerahi oleh penciptanya dengan hak-hak yang
dapat diambil oleh orang lain.54
77
Kepedulian terhadap HAM agaknya merupakan cara termudah
untuk memoralisasi politik dan menggusur tirani. Semua ini mendapatkan
momentumnya pada Universal Declaration Of Human Rights (UDHR),
yang di adopsi dan di proklamasikan oleh United Nation General
Assembly pada tahun 1948. Dokumen ini mengkhususkan pada hak-hak
politik, sipil, sosial untuk menjamain warganya. HAM menjadi kekuatan
teoritik, jika tidak selalu kekuatan praktis di dunia. Kesepakatan semacam
ini tidak membawa hak-hak universal maupun perdamaian internasional.
Perang dingin mengadu dunia pertama yang demokratis/kapitalis dengan
tradisi hak-hak sipil dan politiknya melawan dunia kedua yang lebih
memilih persamaan ekonomi dan sosial. Dua tipe hak ini biasanya disebut
hak-hak generasi pertama dan generasi kedua, karena tatanannya berada
dalam filsafat sipil Barat. UDHR mengandung dua hak tersebut baik dari
tahun 1948 hingga 1989. Barat dan timur memperdagangkan tuntutan atas
pelanggaran hak-hak hamper terus-menerus. Masing-masing menuduh
Negara lain melanggar aturan.
Kita perlu lebih dekat melihat sistem ide yang mengitari HAM. Ada
empat doktrin pokok yang menjadi intinya; individualisme moral,
persamaan manusia, ketergantungan sosial dan universalisme. Dua dan
pertama berpasangan. UDHR secara gamplang menyatakan bahwa
individu adalah unit kunci dari masyarakat, ia juga menguatkan persamaan
individu dan martabat. Dokumen ini mulai dengan pernyataan: “pengakuan
atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari
semua anggota keluarga kemanusiaan, adalah dasar dari kebebasan,
keadilan dan perdamaian di dunia.” Di Indonesia juga memiliki struktur
politik dalam pemerintahan yang meungkinkan pelaksanaan dan
penegakan HAM dijalankan, yakni dengan keberadaan kementerian
hukum dan HAM. Selain itu, secara substantif kita juga banyak menjumpai
kata-kata “hak” dalam pembukaan maupun pasal-pasal UUD 1945. Oleh
karena itu, keberadaan pranata-pranata hukum dan HAM tersebut
mengafirmasi komitmen Indonesia dalam penegakan HAM sekalipun
dalam praktiknya penegakan HAM tidak sederhana dalam formulasinya.55
55 Masdar Hilmy, Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah. (Malang: Madani, 2016), hlm. 140.
78
Dalam pandangan HAM Barat mendapatkan pertentangan dari
agama-agama besar. Islam tradisonal misalnya, mempunyai kehidupan
sosial yang lebih komunal daripada prinsip-prinsip Eropa dalam
kepercayaan terhadap HAM. Kristen Barat utamanya protestan melihat
individu bertanggung jawab atas dosanya. Islam memahami Allah
memerintahkan setiap orang untuk mempertahankan tatanan sosial. Bila
para filsof pencerahan mulai dengan alam komunitas, jadi menurut Islam
tradisional, kita tidak memiliki hak mutlak untuk menikahi orang yang
disukai, dan muslim tidak punya hak untuk mengubah agamanya. Al-
Quran membangun komunitas melalui agama dan perkawinan,
membuatnya tidak sekedar pilihan individu.
Ketergantungan sosial, dalam artikel 25 (1) UDHR menyatakan:
setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan
keadaan baik dirinya dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan diwaktu mengalami, sakit, cacat,
janda/duda, lanjut usia atau mengalami pengangguran nafkah lain karena
keadaan di luar kekuasaannya. Ideal ketergantungan sosial ini menemukan
ekspresinya dalam hak-hak ekonomi dan sosial terutama dalam hak-hak
generasi kedua yang ditunjukkan utamanya oleh rezim komunis dalam
udhr ini termasuk hak atas pekerjaan dan pendidikan sekaligus standar
hidup yang memadai ini juga termasuk hak berpartisipasi dalam urusan-
urusan budaya dan politik hak-hak generasi kedua khususnya yang
diungkapkan dalam perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi
sosial dan budaya.
Pada sisi lain, HAM dan demokrasi harus saling membantu untuk
membangun kelangsungan bernegara dan berbangsa secara demokratis.
HAM dan demokrasi pada saat ini sudah tidak asing lagi untuk
dibicarakan, dimana setiap negara berlomba-lomba untuk menjadikan
suatu negaranya menjadi negara yang demokrasi dengan perlindungan
HAM yang baik. HAM dan demokrasi terus berkembang terutama di
negara barat dan terdapat beberapa ketetapan. Terlepas dari hal yang telah
dijelaskan diatas, bahwa HAM dan demokrasi yang saat ini masih
berkembang tentunya memiliki beberapa perbedaan dalam pandangan
Islam. Dalam kasus HAM perbedaannya dapat dilihat dari dari segi sumber
pengambilan hukum, dari segi konsekuensi hukuman, dari segi
79
perlindungan ham dan jaminannya, dari segi asalnya, dan dari segi
universal. Sedangkan sistem politik demokrasi pun terdapat beberapa
perbedaan yang dapat dilihat dari sumber hukum, pengambilan keputusan,
pembuat peraturan, kekuasaan yang tertinggi dan sifatnya.
Oleh karena itu, dijelaskannya konsep dari HAM dan demokrasi
secara umum serta kosep mengenai HAM dan demokrasi dalam pandangan
Islam untuk lebih memahami perbedaan-perbedaannya dan memahami
mengenai hal yang baik yang dapat dipelajari dari HAM dan demokrasi.
Selain itu, dalam konteks HAM dan demokrasi terdapat sebuah kasus
mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan negara Prancis atas larangan
berhijab. Padahal, Prancis merupakan negara yang menganut perlindungan
HAM yang cukup baik. Namun tetap saja terjadi pelanggaran HAM yang
fatal dimana larangan berhijab menjadi diskriminasi terhadap kaum
Muslim serta mengganggu kepercayaan seseorang.
Terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang saat ini masih
terjadi sebaiknya dilakukan musyawarah untuk menemukan titik terang
dan kesepakan yang lebih baik. Dimana musyawarah juga termasuk
kedalam bagian demokrasi. Musyawarah dalam Islam sangat dianjurkan,
maka demokrasi merupakan sistem politik yang baik, namun tetap saja
harus memperhatikan syariat Islam. Hak Asasi Manusia (HAM)
merupakan salah satu nilai dasar demokrasi dan sekaligus merupakan
indikator daripada supremasi hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 dijabarkan bahwa Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
80
perspektif HAM. paling tidak Gus Dur mencatat beberapa varian soal
HAM, hal ini yaitu:56
Pertama, HAM dalam perspektif liberalisme dimaknai sebagai hak-
hak yuridis dan politis setiap individu yang sering dikaitkan dengan hak-
hak sipil dan politik setiap individu. Gus Dur tidak menjelaskan ini lebih
detail, tetapi selalu mengulang ulang ketika menyebut pendekatan
liberalistis ini dengan hak-hak yuridis dan politis setiap orang (dalam
pengertian sekarang adalah hak-hak sipil dan politik).
Kedua, HAM meminjam pendapat Aswab Mahasin, yang
mempertanyakan kebenaran pengambilan peran begitu saja perspektif
HAM liberalistis sebagai kebutuhan rakyat kita. menurutnya kebutuhan
masyarakat kita adalah penemuan identitas diri melalui serangkaian upaya
Sosio-ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka sendiri.
perjuangan HAM diharapkan dari bangkitnya kelas menengah yang
berdimensi sosio-ekonomis.
Ketiga, dengan mengutip Henry Shue, Gus Dur mengemukakan
bahwa memperoleh kehidupan yang wajar sebagai kebutuhan yang tidak
bisa ditinggalkan sama sekali. Kalau Aswab Mahasin mengasumsikan
perlunya lahir kelompok sosial masyarakat tertentu (kelas menengah) dan
dikembangkan dari bawah yang nantinya akan berhadapan dengan
pemerintah Negara, sedangkan Shuwe menekankan beban
penyelenggaraan hak atas kehidupan yang wajar, pada dasarnya tidak
mengharapkan rakyat pada pemerintah yang mau memenuhi hak itu.
Keempat, dengan mengutip lacquer perjuangan HAM berarti adalah
perjuangan dengan menciptakan orde ekonomi internasional baru dengan
menyerang impotensi lembaga-lembaga internasional. setelah PBB
berhasil mengeluarkan deklarasi HAM universal, ia di Kebiri dengan
menghentikan kemungkinan PBB ikut campur tangan dalam urusan
anggota-anggotanya. Ini menjadi mustahil bagi mereka yang kehilangan
hak hak asasinya untuk protes ke PBB.
81
Kelima, varian lain yang disebut Gus Dur adalah varian “kekirian”
yang menyebutkan bahwa perjuangan HAM akan tegak manakala
demokrasi ekonomi dapat ditegakkan di mana-mana. dalam perkembangan
lebih lanjut pandangan ini berujung pada perjuangan Untuk
menghindarkan dunia dari Kancah perang dunia yang diakibatkan oleh
imoralitas militer yang dilancarkan negara negara Dunia Pertama.
Karenanya, solidaritas dunia kedua dan dunia ketiga perlu di Galang dan
menjadi perjuangan kemanusiaan penting dari perspektif ini. Pembebasan
dari penguasaan modal dan teknologi negara pertama atas negara ketiga,
yang meliputi hak konsumen untuk memperoleh kemajuan barat yang jujur
dan bersih, dan berupaya menentang kekuasaan ekonomi politik oligarki
ekonomi termasuk perusahaan-perusahaan multinasional, dan karena isu
lingkungan menjadi penting disini.
Pandangan kekirian itu, menurut Gus Dur perjuangan HAM harus
memiliki kerangka makro yang jelas dari hanya sekedar perjuangan
pengadilan terbuka dan adil, dan menegakkan kedaulatan hukum, termasuk
pola pengembangan lembaga lembaga pemerintah yang benar benar kuat.
Dalam perspektif terakhir ini (kekirian), perjuangan HAM meliputi
pembagian tanah secara adil dan pengaturan kembali struktur ekonomi
alasan-alasan keagamaan untuk menunjukkan Asas Persamaan
memberikan kredibilitas besar dalam pandangan ini.
Setelah menjelaskan varian-varian di atas, Gusdur mengemukakan
sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari, berupa “kesulitan
merumuskan hubungan antara wawasan liberalistis atas hak yuridis formal
dari perorangan dengan wawasan ekonomis yang menekankan pencarian
sebab-sebab terkikisnya pencarian hak-hak yang mendasar itu kita
merasakan kesulitan untuk mempertemukan kedua wawasan itu sehingga
ia tampak saling tolak menolak”.57 Kesulitan inilah yang menurut Gus Dur
menjadikan perjuangan HAM belum padu.
Gus Dur kemudian mengutip Fouad Adjami yang menolak
pemisahan kedua wawasan itu. wawasan social-ekonomis hanya akan
mengokohkan disparitas teknologi skala Global yang berakibat pada
penggunaan sumber-sumber dana bagi pembelian senjata senjata mutakhir
57Abdurahman Wahid, “hukum Pidana Islam dan Hak Asasi Manusia,” dalam Abdurahman
Wahid, Islam Kosmopolitan., hlm. 362.
82
yang membuat semakin parahnya pola penindasan sementara hanya
wawasan moral yuridis saja, misalnya hanya meneriakkan kedaulatan
hukum bagi kepentingan hak perorangan tidak bisa menghilangkan
pahitnya kenyataan akan berlangsungnya penindasan dalam jangka lama.
Pendekatan ini disebut pendekatan integral yang menyebutkan bahwa
penegakan hak-hak asasi manusia yang adil harus jauh lebih dari hanya
sekedar pencapaian kebutuhan-kebutuhan politis dan ekonomis.
Di luar itu Gus Dur juga mengutip Ashish Nandy, di mana
pendekatan integral juga perlu melibatkan aspek psikologis. Menurut
pandangan ini, kekuatan manusia untuk menanggung kan semua derita
yang dialaminya selama ini berkaitan dengan proyeksinya kepada sebuah
Utopia yang memperhitungkan kenyataan kenyataan psychologist tertentu.
Untuk itu agar dunia ketiga bisa terbebas dari penindasan dan
penderitaannya sekarang dia harus memperhitungkan hal-hal berikut: akar
ketahanan sistem itu sendiri, kontinuitas dialog penindas tertindas
pengamat, dan munculnya kesadaran yang opresif.
Menurut Gus Dur di tengah pencarian jawaban yang belum
memuaskan dia mengakui sulit untuk secara cepat dan tuntas menentukan
pilihan yang berbentuk apa untuk mengatasi masalah hak-hak asasi
manusia saat ini. Gus Dur melihat soal tanah misalnya beramai-ramai
menegakkan kedaulatan hukum dengan mempersoalkan pola penguasaan
tanah hanya akan mudah dipancing berbicara soal sektoral saja paling jauh
akan menghasilkan kelas penguasa baru dari apa yang kita miliki sekarang
ini masalah tanah adalah masalah kemiskinan yang belum tampak
tandanya bisa ditata secara manusiawi masalah bantuan hukum beserta
struktur kekuasaan itu sendiri dan masalah pelayanan kemanusiaan secara
praktis kepada mereka yang memerlukan.
Setelah melihat berbagai varian termasuk solusi integral. Gusdur
mengemukakan bahwa masing-masing hanya akan ada artinya jika
memberikan sumbangan kepada pencarian atas masalah utama Bagaimana
mengaitkan pendekatan liberalistis di bidang hak-hak yuridis dan politis
kepada pendekatan struktural untuk menjamin kesamaan kesempatan yang
lebih adil bagi semua warga masyarakat pencarian Inilah yang disebut Gus
Dur sebagai “perspektif baru” guna memperjuangkan HAM secara lebih
matang.
83
Perspektif baru itu tampak dalam pendekatan HAM pada hukum
Islam yang dipikirkan Gus Dur, dan tampak dalam gagasannya tentang
hukum pidana Islam dan hak asasi manusia di bagian ini, Gus Dur
mengusulkan agar melihat pandangan Islam terhadap HAM, Bukan
sebaliknya. kemudian dicari aspek-aspek mana dari hukum pidana Islam
dapat ditemukan perspektif Baru Gus Dur kaitanya dengan penegakan
HAM yang dibicarakan di atas dan tema hukum Islam ini dapat dilihat dari
dua arah:
Pertama, secara internal Islam pandangan Gusdur mengharuskan
aspek-aspek tertentu hukum Islam disegarkan dan ditinjau ulang agar
kompatibel dengan perspektif HAM sehingga kontekstual dan bisa
diterima masyarakat secara luas.
Kedua, dengan mengaitkan hukum Islam dan HAM, Gus Dur
melihat penegakan HAM tidak serta merta semuanya harus bersumber dari
barat, tetapi juga bisa digali dari masyarakat yang dalam konteks ini adalah
Islam Dalam perspektif baru di mana penegakan HAM perlu menyeluruh
dan integralistik. salah satunya Gus Dur menyebutkan perlu
mempertimbangkan psikologi masyarakat, aspek struktur pedas tertindas
dan pengamat dan lain-lain di sinilah aspek psikologis dan sumber nilai
penghormatan terhadap HAM, oleh Gus Dur digali dari sumber Islam di
samping Gus Dur juga menerima aspek-aspek luar yang relevan.
Menurut Gus Dur, dalam Islam, latar belakang kultural bagi sikap
untuk menghargai sesama manusia dan menghormati orang lain terdapat
dalam cakupan luas ajaran Islam. beberapa di antaranya disebutkan oleh
Gus Dur yaitu:58
1. Penempatan manusia sebagai makhluk Mulia dalam tata alam
menunjukkan dengan jelas pada keharusan memperlakukan manusia
dengan perlakuan yang sesuai dengan derajatnya itu.
2. Penekanan prinsip untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam sebuah
tata hukum yang berwatak universal menunjukkan dengan jelas pada
penghargaan Islam secara umum pada HAM.
3. Pandangan untuk memperlakukan seluruh kehidupan sebagai kerja
peribadatan yang melandasi kehidupan akan membuat pelakunya
58Nur Khalik Ridwan, Gus Dur dan Negara Pancasila, (Yogyakarta: Tanah Air, 2010),
hlm 94-98.
84
berpegang yang jelas antara hak dan kewajiban dalam mengatur hidup
masing-masing.
Menurut Gus Dur, saat ini masih sedikit muncul perumusan dari
prajurit muslim tentang hak-hak perorangan dan serikat dalam Islam.
meski begitu, Betapapun terbatasnya hak-hak perorangan dan serikat
dirumuskan dalam tata hukum Islam, kenyataan ini tidak dapat
mengingkari adanya hak-hak tertentu itu sendiri yang menuntut
dikembangkan dan dilestarikan. Menurut Gus Dur, adanya wilayah
kebebasan itu sendiri telah menunjukkan kokohnya landasan bagi
penegakan HAM dalam Islam.
Gus Dur menunjukkan telah ada yang merumuskan tentang hak-hak
perorangan dalam Islam diantaranya dengan mengutip Ishaque (1974)
yang mengemukakan adanya 14 hak yaitu :
1. Hak memperoleh perlindungan hidup
2. Hak memperoleh persamaan perlakuan
3. Hak memperoleh keadilan
4. Kewajiban mengikuti yang benar dan hak untuk menolak apa yang
tidak benar secara hukum
5. Hak untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat dan negara
6. Hak memperoleh kemerdekaan
7. Hak memperoleh kebebasan dari pengejaran dan penuntutan.
8. Hak menyatakan pendapat
9. Hak atas perlindungan dari penuntutan karena perbedaan agama
10. Hak memperoleh ketenangan perorangan
11. Hak hak ekonomi termasuk hak-hak memperoleh pekerjaan imbalan
atas upah
12. Hak hak memperoleh perlindungan atas kehormatan dan nama baik
13. Hak atas harta benda dan milik
14. Hak memperoleh imbalan yang pantas dan kerugian yang sepadan.
Selain mengutip Ishaque di atas Gus Dur juga mengemukakan hal
penting yang sering dikemukakan yaitu:
1. Hak memperoleh keselamatan fisik pria dan wanita sama saja dari
serangan alat-alat pemerintahan dengan dalih apapun.
2. Hak dasar bagi keselamatan keyakinan
3. Hak dasar bagi kesucian dan keturunan keluarga
4. Hak atas keselamatan profesi dan pekerjaan
85
5. Hak memperoleh bantuan dalam memperjuangkan tuntutan hukum bagi
mereka yang teraniaya untuk mempertahankan hak milik yang menjadi
bagiannya
6. Dan seterusnya.
Gus Dur kemudian menjelaskan adanya hubungan penting antara
hukum pidana Islam dan HAM yaitu dalam sektor-sektor.
1. Dalam hukum acara yang mengatur tentang pengaduan perkara,
pembuktian dan jalannya proses peradilan, di antaranya adalah ada
hak-hak yang fundamental; tuduhan dan tuntutan harus dilakukan
dengan kesaksian yang cukup, diakui kejujurannya, sehat jasmani dan
rohani, mengetahui secara langsung, sanksi berat bagi saksi palsu, harus
ada bukti-bukti tertulis untuk soal yang menyangkut transaksi barang
dan uang, tertuduh berhak atas status tidak bersalah sebelum dibuktikan
kesalahannya; dan keharusan adanya sejumlah saksi yang cukup dalam
tuntutan yang berakibat hukuman badan atau mati.
2. Persyaratan administratif yang cukup untuk menjamin terlaksananya
peradilan yang tertib, berwibawa, ditunjang oleh kepastian hukum dan
dipimpin oleh mereka yang benar-benar memenuhi persyaratan yang
jujur dan bersih.
3. Pemberian keputusan perkara pidana dalam hukum Islam didasarkan
atas pendekatan yang saling melengkapi. satu sisi tentang aspek
keadilan hukum dijunjung tinggi tetapi juga diberi kesempatan seluas-
luasnya untuk memperoleh keringanan hukuman; kalau perlu
pembebasan dari hukuman dengan janji dan kesediaan melakukan
tindakan korektif secara bersungguh-sungguh.
4. Dalam pelaksanaan hukuman yang telah dijatuhkan, masih terbuka
adanya penggantian hukuman dengan kompensasi material atau
finansial terhadap yang dirugikan, di mana ini tergantung kemampuan
meyakinkan pihak yang dirugikan akan timbal balik itu. Gus Dur di sini
mencatat bahwa pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan selalu dikaitkan
dengan persyaratan yang baik ia mengutip Ibnu Abdussalam hidup 8
abad lalu yang menulis khusus soal penundaan hukuman. bahkan
menurut juris hukum potong tangan dan dilempari batu, praktis tidak
mungkin dilaksanakan, karena sulitnya memenuhi persyaratan itu.
Menurut Gus Dur, aspek sejarah umat Islam belum mampu
memanfaatkan kelengkapan hukum Islam di atas untuk menjamin hak-hak
86
asasi para warga, baik karena meningkatnya kekuasaan pelaksanaan
pemerintah (Imam), pada kemutlakan kekuasaan itu sendiri atau karena
munculnya birokrat berintikan kekuatan kekuatan militer akibat imam-
imam yang lemah. Gus Dur sendiri mengakui bahwa pembahasan soal
Pidana dari aspek HAM Ini, belum menyangkut banyak masalah teknis
hukum pidana Islam: asas legalitas, tujuan, dan filsafat tugas kita menurut
Gus Dur perlu merinci melanjutkan dan mengembangkan hubungan antara
hukum pidana Islam dan HAM dalam kerangka yang lebih konkrit.
59 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999),
hlm. 50.
60 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 220. Lihat
juga, Triana Rosantini, “Demokrasi” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta:
Cipta Adi Pustaka, 1989), hlm. 293-294.
61 Komarudin Hidayat, Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis Modernisme,
(Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 04.
62 Moh. Mahfud MD, “Kongfigurasi Politik dan Hukum Pada Era Orde Lama dan Orde
Baru,” dalam M. AS. Hikam dkk., Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia,
hlm. 20.
87
Dengan demikian Demokrasi adalah hasil kreasi manusia dengan
kata lain dalam perumusan demokrasi tidak ada campur tangan Tuhan
karena itu demokrasi dianggap sebagai kesepakatan di antara orang-orang
dalam suatu kawasan dan disepakati untuk dilaksanakan sebagai ideologi
mereka sebab menurut penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO
tahun 1949 maka mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi
dikatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem
organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung
pendukung yang berpengaruh.63
Jika demikian halnya maka Demokrasi adalah ideologi Adapun
ideologi bersifat subjektif normatif tertutup.64 pada saat yang sama
demokrasi pasti akan dianggap sangat subjektif cenderung normatif dan
tertutup dengan sistem demokrasi lain.65 Akibatnya demokrasi dalam Islam
tidak diterima sebagaimana adanya karena dalam perumusan demokrasi
agama tidak dilibatkan sama sekali dengan begitu maka Demokrasi adalah
Sekuler.66 Untuk menentang konsep demokrasi maka dilakukan secara
terang-terangan dengan mencanangkan program program yang tidak
demokratis biasanya mewakili sekte atau kelompok Marginal dalam
spektrum religio politik yang ekstrem.67
Kendati demikian dewasa ini model demokrasi yang diakui secara
resmi di dunia barat telah berpengaruh pada proses demokratisasi di dunia
muslim di samping itu munculnya preferensi bahwa secara normatif ada
anggapan Islam kompatibel dengan demokrasi karena demokrasi adalah
bentuk masyarakat ideal Demokrasi adalah keharusan sejarah yang tidak
terelakan atau karena demokrasi dianggap sebagai sistem politik yang
paling efektif dan rasional yang mampu melindungi manusia dari
penindasan dan eksploitasi manusia lain.68
Political Development, (The Little, Brown Series In Comparative, 1970), hlm. 85.
67John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, (Bandung:
88
Dari pernyataan di atas setidaknya ada dua hal yang menyebabkan
wacana demokrasi terus berkembang di dunia islam pengaruh hubungan
Islam dengan barat dan reaksi intelektual muslim dengan konsep
demokrasi yang setelah melihat beberapa ajaran Islam ternyata berkaitan
dengan konsep demokrasi di samping itu sejauh ini mengenai hubungan
antara Islam dan demokrasi secara umum R William liddle dan Saiful
Mujani,69 membagi ke dalam tiga kelompok pemikiran pertama Islam dan
demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda Islam tidak bisa di
subordinasi kan ke dalam demokrasi Islam merupakan sistem politik yang
self sufient Isa dan demokrasi bersifat mutually exckusive.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi kalau demokrasi
didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di
negara negara demokrasi maju (seperti as dan negara-negara Eropa Barat).
Tapi, Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi
didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan ditangan rakyat dan
negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokratis seperti yang dipraktikan negara-
negara maju pandangan bahwa “suara rakyat adalah suara Tuhan” yang
diterjemahkan ke dalam politik elektoral dan politik kepartaian Hidup
Diantara pemikir Islam, walaupun barangkali bukan mainstream.
Jadi pada hakikatnya, demokrasi tidak terlepas dari Islam. Namun,
dalam Islam muncul perbedaan pendapat tentang demokrasi yang islami.
Misalnya tokoh politik Islam Indonesia Muhammad Natsir,70 memandang
demokrasi Islam adalah perumusan kebijaksanaan politik, ekonomi,
hukum dan lain-lainnya harus mengacu pada asas-asas yang telah
69 R.William Liddle dan Syaiful Mujani, “Islam Kultur Politik dan Demokratisasi”,
Demokrasi & HAM, Vol. 1. (2000), hlm. 133-135.
70 Mengenai Biografi Muhammad Natsir, baca Yusril Ihza Mahendra ,”Combining
Activism and Intelektualisme: the biography of Muhammad Natsir (1908-1993),” studi
Islamika vol. 2 No. 1 (1995), hlm. 111-47; Ali Muhanif, “Muhammad Natsir Pemadu
politik dan dakwah, dalam Az-zumardi Azra dan Saiful Umam (ed) Tokoh dan Pemimpin
Agama; biografi Sosial Intelektual, (Jakarta: Badan Litbang agama Departemen Agama
RI dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, 1998), hlm. 219-280; Kamaruzaman,
‘Relasi Islam Dan Negara Dalam Perspektif Modernisme Dan Fundamentalisme Islam
(Studi Pemikiran Muhammad Natsir dan Abu Al A'la Al-Maududi,’’ Skripsi Fak Syariah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2000), hlm.76-86
89
ditetapkan oleh Alquran dan sunnah Nabi. Atau sekurang-kurangnya
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
doktrin Islami.71 Lebih lanjut, dalam sidang Konstituante 1957, Natsir
menamakan demokrasi dalam Islam ada dengan istilah “theistic
democracy”, yakni demokrasi yang dilandaskan pada nilai-nilai
ketuhanan.72 Selain Natsir, Abu al-A’la Al Maudhudi,73 seorang politikus
muslim dari Pakistan, memperkenalkan model demokrasi Islam “Teo-
Demokrasi” yaitu suatu sistem pemerintahan Demokrasi Ilahi, karena di
bawah naungan-Nya kaum muslim telah dibagi kedaulatan rakyatnya
menjadi terbatas di bawah pengawasan Tuhan.74 Menurut Yusril Ihza
Mahendra sistem demokrasi yang dikemukakan oleh madhudi adalah a
divine democratic government (pemerintah yang berdasarkan
Ketuhanan).75 Selain tokoh-tokoh tersebut Ahmad Syafii Ma'arif
mengatakan bahwa umat Islam Indonesia baik modernis dan sayap
Pesantren, telah memilih sistem politik demokrasi. Menurut pandangan
mereka, Demokrasi adalah mekanisme politik yang lebih baik dan dapat
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan atas cita-cita politik Islam.76
Dari pemahaman demokrasi di atas tampak bahwa yang ingin dituju
dari sistem demokrasi Islam adalah pelaksanaan ajaran ajaran Islam secara
utuh dan konsekuen sehingga menciptakan suatu kemaslahatan
sebagaimana yang dicita-citakan siyasah asy- Syar’iyyah. Untuk
merealisasikan demokrasi tersebut, Kuntowijoyo menawarkan enam
Nashar Mahdudi dan Jama’t-i-slami Islami: Asal Usul Teori dan Praktek Kebangkitan,
dalam Ali Rahmena (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan, 1996),
hlm. 101-125 idem “Sayyid Abu a’la Al Mawdudi.’ dalam John L Esposito et. Al), The
Oxford Ensiklopedia Of The Modern Islamic World ,(New York Oxford University Press
1995) III:71-75; H.A Mukti Ali Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, cet.
III ( Bandung: Mizan, 1998), hlm. 238 -264 Kamaruzaman, Relasi Islam dan Negara,
hlm. 104-109
74Abu al-A’la Al-Mahdudi, Hukum dan Konstitusi; Sistem Politik Islam, cet. IV (Bandung:
90
kaidah-kaidah demokrasi yaitu; (1) ta’aruf (saling mengenal); (2) syura
(musyawarah); (3) ta’awun (kerja sama); (4) Maslahah (menguntungkan
masyarakat); (5) ‘adl (adil); dan (6) taghyr (perubahan).77 Selain kaidah-
kaidah tersebut Muhammad Arkoun mengemukakan bahwa Muna dharah
(tukar pikiran) adalah jantung demokrasi, karena dalam munadzarah setiap
orang bebas mengeluarkan pendapatnya.78
Namun demikian dari ketujuh kaidah-kaidah (plus kaidah Arkoun)
hemat penulis, muara dari demokrasi dalam Islam adalah terciptanya
kemaslahatan. Hal ini disebabkan oleh tujuan Syari’ah Islam adalah
terciptanya kemaslahatan. Oleh karena itu, jika keenam kaidah terpenuhi,
akan tetapi kemaslahatan belum tercipta maka negara tersebut belum
melaksanakan demokrasi. Untuk itu kiranya penting untuk di Jelaskan apa
yang dimaksud dengan Maslahah dalam sistem politik Islam.
Istilah Maslahah menurut Imam Al-Ghazali, bermakna mengambil
manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan
syara’.79 definisi ini sejalan dengan definisi siyasah syar'iyah diatas,
dengan demikian aktivitas politik dalam Islam, baik itu demokrasi atau
selainnya sejatinya menjiwai maslahat tersebut.
Karena itu, konsep maslahat merupakan titik kendali dalam perilaku
politik Islam menurut Ali Yafie,80 dalam kajian al-ijtihad ada tiga jenis
Maslahah yaitu:81
Pertama, maslahah yang diakui ajaran syariah yang terdiri dari tiga
tingkat kebutuhan manusia yaitu a. dharuriyah bersifat mutlak karena
menyangkut komponen kehidupan sendiri sebagai manusia yakni hal-hal
yang menyangkut terpelihara dirinya Jiwa raga dan kehormatannya akal
pikirannya harta Bendanya nasab keturunan nya dan kepercayaan
keagamaannya kalimat tersebut biasanya disebut Al-kulliyat Al-khams atau
77 Lihat Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, Alih Bahasa Ihsan Ali Fauzi, (Jakarta:
Gramedia, 1994), hlm. 194-202.
78Mohammad Arkoun: Kejayaan Islam Melalui Pluralisme Pemikiran, Kompas, 11 April
hlm.23.
81 KH. Ali Yafie, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina,
91
Al-dharuriyat hal-hal yang menjadi dasar Maslahah kepentingan dan
kebutuhan manusia. b. Azizah kebutuhan pokok Untuk menghindarkan
kesulitan dan kemelaratan dalam kehidupannya. c. Tahsiniyah kebutuhan
pelengkap dalam rangka memelihara sopan santun dan tata krama dalam
kehidupan. Kedua, maslahah yang tidak diakui ajaran Syariah yakni
kepentingan yang bertentangan dengan Maslahah yang diakui terutama
pada tingkat pertama. Ketiga, maslahah yang tidak terikat pada jenis
pertama dan kedua.
Sementara itu mengenai sesuatu dapat dikatakan Maslahah menurut
Amir Mu’alim dan Yusdani dalam buku konfigurasi pemikiran hukum
Islam dengan mengutip pendapat Al buthi menyebutkan bahwa ada lima
kriteria dalam menentukan kemaslahatan yaitu; (1) memprioritaskan
tujuan-tujuan syara’; (2) tidak bertentangan dengan Alquran; (3) tidak
bertentangan dengan sunnah; (4) tidak bertentangan dengan prinsip kelas;
(5) memperhatikan kemaslahatan yang lebih penting (besar)82.
Demikian nilai-nilai demokrasi dalam Islam. apa yang ingin
dikatakan bahwa dalam Islam, kelengkapan dasar-dasar demokrasi telah
diatur sedemikian rupa.83 Namun pada tataran aplikasi, nilai-nilai tersebut
tidak diterapkan secara benar dalam kehidupan suatu bangsa tambahan
lagi, selama ini, konsep konsep Islam tentang demokrasi cenderung hanya
pada tataran ide yang pada gilirannya menyebabkan polemik yang tidak
pernah selesai.84 akibatnya seolah-olah Islam tidak mempunyai konsep
demokrasi yang jelas. Sehingga banyak negara yang mayoritas
penduduknya muslim tidak menjadikan Islam sebagai landasan
demokrasinya.
82Amir Mu’alim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta: UII
Press, 1999), hlm. 39.
83Teuku May Rudy, “Politik Islam dalam Pemerintahan Demokrasi”, dalam Abu Zahra,
92
4.2.3 REKONTRUKSI ULANG DEMOKRASI DI
INDONESIA.
Sebelum masuk ke jantung masalah, untuk lebih jelas tentang kajian
pulang demokrasi di Indonesia penulis mengutip pendapat Miriam
Budiardjo yang mengatakan bahwa ada tiga masa perkembangan
demokrasi di Indonesia yaitu; (1) masa Republik Indonesia I (1945- 1959),
yakni masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan
parlemen dan partai-partai yang karena itu dapat dinamakan demokrasi
parlementer; (2) masa Republik Indonesia II (1959- 1965) yakni masa
demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional yang cara formil merupakan landasan dan
menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat; (3) masa Republik
Indonesia III (1965-) yakni masa Demokrasi Pancasila yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensil.85
Dari periode di atas hampir semuanya dipimpin oleh Soekarno
Namun demikian pada 1966 pimpinan negara ini diambil alih oleh
Soeharto lebih lanjut setelah Soeharto Lengser periode ini dilanjutkan oleh
Habibie selama kurang lebih satu tahun dan akhirnya mulai 1999 hingga
sekarang ini, demokrasi di Indonesia berada di bawah pimpinan
Abdurrahman Wahid.86 keempat presiden ini semuanya beragama Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pada masa periode pertama bangsa
Indonesia baru menyelesaikan satu babak sejarah panjang dari belenggu
penjajah setidaknya pada masa tersebut nuansa politik di Indonesia masih
mencari format yang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia ketika itu Para
founding fathers bangsa Indonesia membuat fondasi bagi bangsa ini yakni
dasar Negara: Pancasila dan UUD 1945. Dua hasil jerih payah ini, sampai
sekarang masih digunakan meski baru-baru ini UUD 1945 telah
diamandemen beberapa pasalnya Namun demikian apa yang terjadi pada
awal awal kemerdekaan sebagai catatan sejarah yang sampai sekarang
masih perlu dikaji.
Seperti di singgung diatas, bahwa pada masa ini sistem yang dianut
adalah sistem demokrasi parlementer kendatipun demikian penting dicatat
93
bahwa pada awal kemerdekaan konfigurasi demokrasi yang dituntut oleh
UUD 1945 tidak bisa dipenuhi karena pada waktu itu sebelum dibentuk
lembaga-lembaga Negara.87 Karenanya semua kekuasaan diatur oleh
Presiden melalui pasal IV, aturan peralihan UUD 1945 akibatnya timbul
kesan kekuasaan terpusat di tangan Presiden sehingga presiden bisa
dianggap diktator di dalam sistem kedaulatan rakyat.88
Lebih lanjut, pada periode kedua, bangsa Indonesia menganut sistem
demokrasi terpimpin pada dasarnya, prinsip-prinsip demokrasi terpimpin
dapat dijelaskan ke dalam 2 prinsip; (1) tiap-tiap orang diwajibkan untuk
berbakti pada kepentingan umum masyarakat dan Negara; (2) tiap-tiap
orang berhak mendapat penghidupan layak dalam masyarakat bangsa dan
negara.89
Namun demikian menurut sejarah seperti yang diutarakan A. Syafi'i
Ma'arif bahwa, seminggu setelah dekrit 5 Juli 1959 Soekarno
mengumumkan kabinetnya yang baru menggantikan Kabinet Djuanda
yang mengembalikan mandatnya pada 6 Juli. Kabinet Djuanda adalah
kabinet peralihan dari periode demokrasi parlementer ke periode
demokrasi terpimpin.90 Lebih dari itu menurut Sofyan demokrasi gaya baru
ini telah membawa Soekarno ke Puncak kekuasaannya yang sudah lama ia
dambakan tapi karena fondasinya tidak kokoh, sistem itu pulalah pada
akhirnya yang membawanya ke jurang kehancuran politik untuk selama-
lamanya.91 Meskipun beberapa tokoh politik mengecam cara-cara
Soekarno dalam menjalankan demokrasi terpimpin tampaknya kritikan
tersebut tidak merubah sikapnya yang cenderung otoriter.92 akibatnya
menurut Miriam Budiardjo, pada periode ini mencuatnya dominasi dari
87Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1998), hlm. 33.
88Lebih lanjut mengenai demokrasi ini, baca A. Syafie Ma’arif, Islam dan Politik di
Indonesia: Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 1988), hlm. 38-43. Baca juga, Bernard Dahm, Soekarno dan
Perjuangan Kemerdekaan, alih bahasa Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 389-
401.
89Lihat Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 2 Jilid, (Jakarta: Panitia Penerangan di
94
Presiden, terbatasnya peranan partai politik berkembangnya pengaruh
komunis dan meluasnya peran ABRI sebagai unsur sosial politik.93
Periode ketiga sering dikenal dengan demokrasi Pancasila.94
Demokrasi ini lahir bersamaan dengan Munculnya istilah Orde Baru.
Gambaran demokrasi pada masa ini kiranya menarik untuk mengutip
pendapat Moh Mahfud, yaitu:
"memang pada kira-kira 3 tahun awal perjalanannya
pemerintah Orde Baru menampilkan corak yang cukup
demokratis ditandai dengan kehidupan pers yang relatif bebas
produk-produk MPRS yang penuh dengan komitmen atas
demokrasi HAM dan hukum dan sebagainya tetapi corak ini
hanya berjalan kira-kira 3 tahun yakni selama pemerintahan
mempersiapkan format baru politik Indonesia yang kemudian
mengkristal dalam bentuk undang-undang nomor 15 tahun
1969 tentang pemilu dan undang-undang nomor 16 tahun 1969
Tentang susduk MPR /DPR/ DPRD"95
Dengan demikian pada masa ini juga Indonesia belum merasakan
alam demokrasi.96 Akibat dari tersumbatnya peran demokrasi. epatnya
pada 21 Mei 1998 jembatan tersebut “jebol” seiring dengan lengser-nya
Jenderal Purn H. Muhammad Soeharto97 orang inilah yang sekarang
disebut dengan era reformasi daerah ini dimana keterbukaan terhadap
sesuatu yang mutlak, bangsa Indonesia akan memasuki suatu gelombang
demokrasi baru untuk itu menurut Huntington dalam rangka melihat
demokrasi disuatu negara masyarakat adanya tiga hal yaitu; (1)
berakhirnya sebuah rezim yang otoriter; (2) dibangunnya sebuah rezim
demokratis; dan (3) pengkonsolidasian rezim demokratis.98
hlm.152.
97Ibid, hlm. 152.
98Samuel Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta: Grafiti, 1997), hlm. 45.
95
Jika demikian halnya, maka apabila yang dilakukan oleh Gus Dur
sekarang ini merupakan dua hal terakhir dari tahap-tahap yang ditawarkan
oleh Huntington. Karena itu dari beberapa uraian diatas, tampaknya ada
beberapa hal yang perlu dicermati dalam rangka membangun iklim
demokrasi di Indonesia. Pertama, sebagai agama samawi Islam pada
dasarnya tidak bertentangan dengan demokrasi asumsi ini untuk menepis
anggapan bahwa demokrasi tidak sesuai dengan ajaran Islam dan
karenanya demokrasi dapat diterapkan dalam komunitas muslim terutama
dalam masyarakat indonesia yang mayoritas penduduknya menganut
agama Islam.99 dengan demikian diskursus yang dibangun sekarang adalah
merakit sistem demokrasi yang islami dengan kata lain demokrasi yang
diterapkan dalam masyarakat hendaklah demokrasi yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
Untuk itu kedua, Islam menawarkan kaidah-kaidah demokrasi yang
bisa diterapkan masyarakat manapun dengan begitu sesungguhnya
demokrasi Islam bersifat universal Maksudnya, nilai-nilai yang termaktub
dalam demokrasi Islam sejalan dengan ajaran agama manapun di dunia ini.
Sebab, Muara demokrasi Islam adalah kemaslahatan bagi semua umat
yang pada gilirannya sejalan dengan tujuan Islam, yakni rahmat bagi
sekalian alam.
Ketiga, dalam konteks Indonesia karena ketiga sistem demokrasi
yang telah diterapkan tidak menghasilkan kemaslahatan maka dalam
kaitan ini tampaknya demokrasi Islam dapat dijadikan sebagai acuan untuk
membangun iklim demokrasi di Indonesia. Dalam sistem demokrasi Islam
perangkat kenegaraan hampir semuanya menjadikan agama sebagai tujuan
dari segala kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dengan demikian
wacana demokrasi Islam layak untuk dipertimbangkan sebagai dasar
ideologi bangsa Indonesia hanya saja bangsa Indonesia bukan negara Islam
untuk itu penulis menawarkan istilah “demokrasi agama” (the democracy
of religion) yakni demokrasi yang berdasarkan pada nilai-nilai agama yang
diakui oleh bangsa Indonesia dalam konteks ini Islam sebagai agama yang
diakui di Indonesia dapat dijadikan sebagai landasan dalam merakit sistem
demokrasi agama hemat penulis bahwa nilai-nilai demokrasi dalam Islam
tidak akan bertentangan dengan agama-agama lain di Indonesia. Sebab
96
Sesungguhnya setiap agama membawa kedamaian bagi sekalian
manusia.100
Lebih jauh demokrasi agama dianggap penting sebab menurut
penyimak penyimak masa depan yang meramalkan kebangkitan kembali
agama pada abad yang akan datang kemungkinan itu menurut T. Jacob
memang ada terutama karena hal-hal berikut:
1. Penganut Agama bertambah banyak dengan bertambahnya penduduk.
2. Ilmu pengetahuan dianggap terlalu rasional sehingga ada kebutuhan
emosional dan spiritual yang tak terpenuhi.
3. Industrialisme yang menyebabkan manusia kehilangan otonomi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang oleh sebagian orang diharapkan dapat
mengganti agama malah menjadi budak kapitalisme.
4. Deklinasi masyarakat dengan disintegrasi keluarga inti sehingga yang
banyak terdapat adalah materifokalitas ( keluarga dengan perempuan
sebagai kepala dan anak-anak) serta kriminalitas yang meningkat.
5. Hidup menjadi terlalu kompleks dengan komersialisasi waktu dan
penghidupan sehingga manusia terdesak dan lari ke kecanduan.
6. "Insekuritas” karena perang dan ancaman perang masa depan yang tidak
menentu dan manusia tak berdaya menghadapinya.
7. Agama menjadi pemenang dalam Gejolak perubahan yang besar cepat
dan berminyak.
8 .Ketinggalannya pembangunan manusia dibandingkan dengan
pembangunan lingkungan fisik dan material.
9. Karena sekularisasi birokrasi agama berperan sebagai lembaga swadaya
masyarakat secara efektif.
10. Karena etika sekuler tidak memadai maka agama diperlukan sebagai
penuntun hidup modern.
11.Tersudutnya nya suatu agama dapat menimbulkan radikalisasi dan
reaktivitas.
12. Kekecewaan terhadap keadaan sosial demokrasi komunisme ilmu
pengetahuan dan hak-hak manusia.101
97
Dengan demikian signifikansi agama dan demokrasi menjadi suatu
hal yang mutlak untuk dipertimbangkan oleh kita sekarang ini lebih jauh
lagi sistem demokrasi ini sesuai dengan apa yang diciptakan oleh bangsa
ini yakni "Indonesia baru" atau sering diungkapkan dengan istilah
"masyarakat madani" (Civil Society) tujuan tersebut senyawa dengan
model sistem demokrasi yang penulis tawarkan.
Keempat, untuk membumikan sistem demokrasi agama maka
diperlukan reinterpretasi terhadap posisi agama dalam kehidupan bangsa
Indonesia khususnya umat Islam untuk itu penting dicatat bahwa
kehidupan demokrasi agama memberi kebebasan kepada rakyat untuk
mengeluarkan pendapat sesuai dengan kaidah demokrasi di atas kebebasan
dalam demokrasi agama bukanlah kebebasan dimana harga diri seorang
manusia tidak bernilai sama sekali pelebaran nilai-nilai anarkis yang
cenderung mengakibatkan kekacauan (chaos), dan juga nilai kemanusiaan
diukur dari materi dalam demokrasi ini kemaslahatan adalah tujuan utama
karenanya, setiap usaha dalam negara ini harus melihat sisi sisi maslahat
misalnya jika hutang bangsa Indonesia ini makin hari makin menumpuk
Maka timbul pertanyaan Apakah anak anak cucu nanti akan hidup dengan
dililit hutang. Sebab hutang adalah janji dan tanggung jawab yang harus
dibayar (al-wa'du ad-dain) jika hal tersebut terjadi maka nilai nilai
kemaslahatan bagi Al-kulliyah al-khams tercerabut dengan sendirinya
dengan demikian juga potensi pemilihan presiden akan mengakibatkan
terjadinya berbagai kerusuhan yang tentunya bertentangan dengan tujuan
Syariah Islam untuk menjaga harta maka sejatinya pemilihan presiden
langsung dipilih oleh rakyat agar mereka tahu bahwa kandidatnya betul
betul mengerti masalah rakyat.102 Hal ini akan terealisasi makalah semua
unsur bangsa Indonesia punya kemauan (political will) bagi terciptanya
negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun Ghofur.
Dalam situasi demikian peran umat Islam sangat urgen dan
signifikan maksudnya kekuatan politik muslim merupakan suatu kekuatan
yang tidak dapat diabaikan di Indonesia. Letak urgensi tas peran umat
101Lihat T. Jacob, “Beberapa Buah Pikiran Tentang Agama Pada Abad XXI,” dalam
Abdurahman dkk. (eds), 70 tahun H.A Mukti Ali: Agama dan Masyarakat, (Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, 1993), hlm. 159-160.
102Jimly Asshiddiqie, “Demokratisasi Pemilihan Presiden dan Peran MPR di Masa Depan,”
98
Islam karena Islam adalah agama yang dianut oleh Mayoritas penduduk
Indonesia. Dengan demikian, kehidupan bangsa ini sedikit atau banyak
akan diwarnai oleh umat tersebut. Kendati dalam konteks bangsa
Indonesia. SARA (suku agama ras dan antar golongan) salah satu
penyebab terjadinya persinggungan di kalangan umat beragama di
Indonesia dalam demokrasi agama SARA tidak dijadikan sebagai
“momok” bagi kehidupan bangsa tapi cara menjadi peka terhadap rasa
nasionalisme kecuali itu Sara seharusnya dimaknai sebagai dinamika yang
harus dikembangkan bukan malah ditutup-tutupi untuk diperbincangkan di
sinilah letak signifikansi umat Islam dalam rangka mensosialisasikan
demokrasi agama dengan melihat sejarah sebagai salah satu potensi bagi
terciptanya kehidupan bangsa yang makmur dan sejahtera.
Dari kajian diatas ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi
pertama, demokrasi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Islam. Akan
tetapi, pertentangan justru terjadi ketika demokrasi dipakai oleh penguasa
untuk menjustifikasi pendapatnya dengan mengabaikan nilai-nilai agama.
Kedua, di Indonesia ketika sistem demokrasi yang pernah diterapkan
ternyata tidak membawa kemaslahatan bagi rakyatnya karena itu tawaran
demokrasi agama merupakan sistem demokrasi alternatif yang bisa
diterapkan di Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme dalam
keberagaman. Dalam sistem demokrasi ini keberagaman dalam segala hal
sangat dihormati sejauh tidak bertentangan dengan kemaslahatan ketiga
meskipun Masih pada tataran ide sistem demokrasi agama masih dapat
dikaji oleh agama agama lain artinya masing-masing agama menawarkan
nilai-nilai demokrasi yang ada dalam agamanya setelah itu nilai-nilai
tersebut dimusyawarahkan untuk mencari titik temu.
Dengan demikian iklim demokrasi yang dicita-citakan justru
muncul dari kalangan umat yang beragama yang sadar bahwa agama tidak
membawa kekacauan untuk mengakhiri tulisan ini penulis mengutip
pendapat Amin Abdullah yang mengatakan bahwa:
Secara doktrinal tekstual orang Islam akan menyatakan dengan
sungguh-sungguh bahwa kata pertama yang diucapkan seorang muslim
ketika bertemu dengan orang lain adalah Assalamualaikum karena itu
Islam adalah agama perdamaian orang Katolik mengklaim bahwa agama
Kristiani adalah agama cinta yang diimplementasikan lewat ajaran
diakonia orang Hindu begitu juga akan mengatakan bahwa agamanya
99
menekankan dharma orang Budha mengklaim bahwa agamanya
bermaksud melepaskan dari penderitaan manusia dari segi konsepsi ke
semuanya mengacu pada titik dan cita-cita yang sama yakni perdamaian
dan kerukunan.
4.4 Rangkuman
1. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara
yang menjunjung tinggikedaulatan rakyat.
2. Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah,
mendengarkan pendapatorang banyak untuk mencapai keputusan
dengan mengedepankan nilai- nilai keagamaan.
3. HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di
dalam kandungan.
4. HAM dalam Islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh
individu dan kewajiban bagi negara dan individu tersebut untuk
menjaganya.
5. Hukum menurut Islam dapat diartikan sebagai hukum yang
terdapat dalam sumber-sumber seperti Al-Quran dan Al-Hadis.
DAFTAR PUSTAKA
100
Abdurahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta:
LKiS, 2000).
Abu al-A’la Al-Mahdudi, Hukum dan Konstitusi; Sistem Politik Islam, cet.
IV (Bandung: Mizan, 1998).
Abu Zahra, Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Regilius di Indonesia,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1999).
Ali Muhanif, “Muhammad Natsir Pemadu politik dan dakwah, dalam Az-
zumardi Azra dan Saiful Umam (ed) Tokoh dan Pemimpin Agama;
biografi Sosial Intelektual, (Jakarta: Badan Litbang agama
Departemen Agama RI dan Pusat Pengkajian Islam dan
Masyarakat, 1998).
Ali Rahmena (ed), Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan,
1996).
Ali Yafie, Fiqih Sosial: Wacana Baru 70 Tahun KH. Ali Yafi, (Bandung:
Mizan, 1997).
Amir Mu’alim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam,
(Yogyakarta: UII Press, 1999).
Bernard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, alih bahasa
Hasan Basri, (Jakarta: LP3ES, 1987).
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan
Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990).
Donal Eugene Smith, Religion and Political Development, (The Little,
Brown Series In Comparative, 1970).
Faishal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama; Wacana
Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999).
H.A Mukti Ali Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, cet. III (
Bandung: Mizan, 1998).
Jimly Asshiddiqie, “Demokratisasi Pemilihan Presiden dan Peran MPR di
Masa Depan,” Demokrasi & HAM, Vol, 1 No. Mei-Agustus
(2000).
John L Esposito et. Al), The Oxford Ensiklopedia Of The Modern Islamic
World ,(New York Oxford University Press 1995).
Kamaruzaman, ‘Relasi Islam Dan Negara Dalam Perspektif Modernisme
Dan Fundamentalisme Islam (Studi Pemikiran Muhammad Natsir
101
dan Abu Al A'la Al-Maududi,’’ Skripsi Fak Syariah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (2000).
Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, Dinamikan Studi Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Galang Press, 2002).
KH. Ali Yafie, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta:
Paramadina, 1995).
Komarudin Hidayat, Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis
Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1998).
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1996).
Lihat Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, Alih Bahasa Ihsan Ali Fauzi,
(Jakarta: Gramedia, 1994).
M. Amin Abdullah, Relevansi Studi Agama-Agama dalam Milenium
Ketiga (Mempertimbangkan kembali Metodologi dan Filsafat
Keilmuan Agama dalam Upaya Memecahkan Persoalan
Keagamaan Kontemporer), Ulumul Quran, No.5 VII/ (1997).
M. Deden Ridwan dan Asep Gunawan (ed.), Membangun Indonesia Baru:
Menabur Gagasan Demokrasi di Kalangan Kelas Menengah
Bisnis, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999).
Masdar Hilmy, Pendidikan Islam dan Tradisi Ilmiah. (Malang: Madani,
2016).
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1999).
Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1998),
hlm. 33.
Mohammad Arkoun: Kejayaan Islam Melalui Pluralisme Pemikiran,
Kompas, 11 April (2000).
Muhammad Natsir, baca Yusril Ihza Mahendra ,”Combining Activism and
Intelektualisme: the biography of Muhammad Natsir (1908-
1993),” studi Islamika vol. 2 No. 1 (1995).
Nur Khalik Ridwan, Gus Dur dan Negara Pancasila, (Yogyakarta: Tanah
Air, 2010).
R. William Liddle dan Syaiful Mujani, “Islam Kultur Politik dan
Demokratisasi”, Demokrasi & HAM, Vol. 1. (2000).
Samuel Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta: Grafiti,
1997).
102
Sidney Hook, “Demokracy” Artikel dalam The Encyclopedia Americana,
(Connecticut: Grolier Incorporated, 1980).
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 2 Jilid, (Jakarta: Panitia
Penerangan di Bawah Bendera Revolusi, 1964).
T. Jacob, “Beberapa Buah Pikiran Tentang Agama Pada Abad XXI,”
dalam Abdurahman dkk. (eds), 70 tahun H.A Mukti Ali: Agama
dan Masyarakat, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1993).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua cet. III, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994).
Triana Rosantini, “Demokrasi” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia,
(Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1989).
Umaruddin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang
Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
Yusril Ihza Mahendra, “Modernisme Islam dan Demokrasi: Pandangan
Politik Mohammad Natsir, “Islamika,No.3 (1994).
Yuzril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam politik
Islam, (Jakarta: Paramadina, 1999).
Zakiyuddin Baidhawy, Ambivalensi Agama Konflik & Nirkekerasan.
(Yogyakarta: LESFI, 2002).
103
BAB 5
ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
Capaian pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu menghayati dan mengamalkan etika,
moral, dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari
5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Deskripsi
Dalam kehidupan modern saat ini, banyak terjadi degradasi etika
moral dan akhlak.Dalam pemerintahan, masyarakat baik tua maupun
muda, dan anak-anak dan orang tua dalam keluarga.Sehingga seringkali
terjadi perepecahan karena kesalahpahaman.Terjadi kejahatan kriminal
karena tersinggung dengan ucapan yang tidak baik, perilaku yang tidak
sopan bahkan karena pengaruh obat-obatan terlarang.Etika, moral dan
akhlak merupakan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh manusia.Dalam
agama apapun pasti tidak mengajarkan kejahatan, tidak mengajarkan hal-
hal yang berkaitan dengan pelanggaran etika, moral dan akhlak.
Khususnya pada agama Islam, seorang muslim seharusnya mengikuti
ajaran Allah SWT dan Rasulullah saw. Seorang muslim haruslah
menjunjung tinggi nilai-nilai etika moral dan akhlak sebagai cerminan
agama yang Rahmatan lil Aalamiin dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan manusia melanggar aturan
sosial maupun agama.Baik factor ekstern atau intern.Apalagi saat ini
kehidupan semakin sulit.Kebutuhan hidup semakin kompleks namun
sarana pra sarana belum memadai.Sehingga beberapa dari mereka
menghalalkan segala cara agar mendapatkan apa yang mereka
butuhkan.Terutama bagi orang-orang yang lebih mementingkan duniawi
(Money Oriented).
105
5.2 ISI MATERI
5.2.1 KONSEP ETIKA, MORAL DAN AKHLAK
5.2.1.1 Pengertian Etika
Sebagai ilmu pengetahuan etika tidak berdiri sendiri.Etika merupakan
cabang dari ilmu filsafat. Secara bahasa kata etika berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu “ethos” yang artinya adat atau kebiasaan atau “ethikos”
yang berarti timbul dari kebiasaan. Sedangkan menurut istilah etika berarti
kebiasaan atu perbuatan manusia yang beradab berdasarkan sifat dasar
manusia seperti baik dan buruk, salah dan benar, dan tanggung jawab.103
Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai ,
pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan
keburukan didalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-
gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan
sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan”.
Pendapat lain dari Muhammad Amin mengatakan, “etika adalah ilmu
pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh
manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat manusia.”104
Jadi etika merupakan bentuk refleksi adab manusia untuk mencari
tahu bagaimana seharusnya manusia bertindak atau berbuat yang sesuai
dengan nilai dalam kehidupan.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang
sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran
tingkah laku yang baik dan buruk yang dapat diketahui oleh akal pikiran
manusia.Dengan demikian bahwa pokok persoalan etika ialah segala
perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan
sengaja dan ia mengetahui kapan ia melakukannya.
Selanjutnya perlu diketahui karakteristik etika Islam yang berbeda
dengan etika filsafat, yaitu sebagai berikut:105
106
a) Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia pada tingkah laku
yang baik dan menjauhkan yang buruk.
b) Etika Islam menetapkan bahwa sumber moral, ukuran baik buruknya
perbuatan didasarkan pada ajaran Allah SWT. (Al Quran) dan ajaran
RasulNya (Sunnah).
c) Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia dalam segala waktu dan tempat.
d) Dengan rumus-rumus yang praktis dan tepat, sesuai dengan fitrah
(naluri) dan akal pikiran manusia, etika Islam dapat dijadikan pedoman
oleh seluruh manusia.
e) Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia pada jenjang
akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah
pancaran sinar petunjuk Allah SWT. menuju keridhaanNya, sehingga
manusia selamat dari pikiran dan perbuatan yang keliru dan
menyesatkan.
a) Etika Deskriptif
Etika deskripif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas,
misalnya adat, kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk dan
apa yang diperbolehkan atau tidak.106 Etika yang menelaah secara kritis
dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar
oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya
Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya,
107
yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait
dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa
tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu
masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
b) Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika
normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Etika normatif itu tidak deskriptif tapi prespektif (memerintahkan),
tidak melukiskan tapi menentukan benar tidaknyatingkah laku atau
anggapan moral. Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis
yang dapat dipertanggung jawabkan dengan cara rasional dan dapat
digunakan dalam praktek.107
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas
dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.Jenis
kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan
baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi
tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena
adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu
yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik
buruknya terhadap perilaku manusia.Dalam hal ini tidak perlu
menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan.Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan
reflektif.
108
c) Etika metaetika
Metaetika merupakan sebuah cabang dari etika yang membahas dan
menyelidiki serta menetapkan arti dan makna istilah-istilah normatif yang
diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang membenarkan atau
menyalahkan suatu tindakan. Awalan meta- berasal dari bahasa yunani
yang berarti melampaui, melebihi. Metaetika seolah-olah bergerak pada
taraf lebih tinggi daripada perilaku etis yaitu bahasa etis atau bahasa yang
dipergunakan dalam bidang moral.108Istilah-istilah normatif yang sering
mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar,
salah, yang terpuji, tercela, yang adil, yang semestinya.
5.2.2 MORAL
Kata moral berasal dari bahasa latin yaitu “mores” dari kata “mos”
yang artinya adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia, moral diterjemahkan
sebagai susila. Secara istilah moral berarti sesuai dengan ide-ide yang
umum diterima tentang tindakan manusia yang baik dan wajar, sesuai
dengan ukuran tindakan yang oleh umum diterima, meliputi kesatuan
sosial atau lingkungan tertentu.109
Menurut E. Sumaryono, moralitas adalah kualitas yang terkandung
dalam perbuatan manusia, yang denga nnya, kita dapat menilai perbuatan
itu benar atau salah, baik atau jahat.
Secara etimologis terdapat persamaan antara etika dan moral. Kata
“etika” sama dengan “moral” karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti, yaitu kebiasaan, adat.110
Macam- macam moral ada dua,
1. Moral keagamaan merupakan moral yang selalu berdasarkan pada
ajaran Agama Islam.
2. Moral sekuler yaitu moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama
dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
109
5.2.3 AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa arab “akhlaq”. Menurut bahasa
akhlak adalah perangai, tabiat dan agama. kata tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan kata “khalq” yang berarti kejadian, serta erat
kaitannya dengan kata “khaliq” yang artinya pencipta dan “makhluq” yaitu
yang diciptakan. Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata akhlak
diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabi’at.111
Al fairuzzabadi berkata, “ketahuilah, agama pada dasarnya adalah
akhlak.Barang siapa memiliki akhlak mulia, kualitas agamanya pun
mulia.Agama diletakkan di atas empat landasan akhlak utama yaitu
kesabaran, memelihara diri, keberanian dan keadilan.”
Kata akhlak lebih luas artinya dari pada moral dan etika yang sering
dipakai dalam Bahasa Indonesia karena akhlak meliputi segi –segi
kejiwaan dan tingkah laku lahiriyah dan batiniyah seseorang.
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai mendia yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluq dan
antara mahluk dengan makhluk. Ini tercantum pada surat Al Qalam : 4
111Ibid
112Asy Syaikh Makarim Asy Syiraz. Al akhlaq fi Quran, Qumm: Madrasah Al Imam Ali
bin Abi Thalib: 14
110
“hamida” yang artinya dipuji.Akhlak mahmudah juga disebut akhlak
karimah atau akhlak mulia.113 Istilah yang kedua berasal dari hadits Nabi
Muhammad SAW yang terkenal yaitu “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR.Ahmad).
Berikut ini adalah pengertian akhlak terpuji menurut beberapa pakar :
(1) Menurut Al Gozali, akhlak terpuji merupakan sumber ketaatan dan
kedekatan kepada Allah SWT seingga mempelajari dan
mengamalkannya merupakan kewajiban individual setiap muslim.
(2) Menurut Al Quzwaini, akhlak terpuji adalah ketetapan jiwa dengan
perilaku yang baik dan terpuji.
(3) Menurut Ibnu Hazm, pangkal akhlak tepuji ada empat yaitu adil,
paham, keberanian, dan kedermawanan.
(4) Menurut Al Mawardi, akhaq terpuji adalah perangai yang baik dan
ucapan yang baik.
Adapun indikator akhlak mahmudah antara lain sebagai berikut:114
(1) Bertaubat, yaitu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah
diperbuat dan berusaha menjauhinya serta melakukan perbuatan baik.
(2) Bersabar, yaitu suatu sikap yang menahan diri dari kesalahan yang
dihadapinya. Maksud sabar disini adalah sikap yang diawali dengan
ikhtiar lalu mengakhiri dengan ridho dan ikhlas bila seseorang dilanda
musibah dari Tuhan.
(3) Bersyukur, yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan Allah SWT. kepada-Nya
disertai dengan pendekatan kepada Allah.
(4) Bertawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah
berbuat semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu yang
diharapkan dengan syarat harus berusaha sekuat tenaga terlebih dahulu,
baru menyerahkan ketentuannya kepada Allah.
(5) Ikhlas, yaitu sikap menjauhkan diri dari sikap riya’ ketika mengerjakan
amal baik.
(6) Raja’, yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu atau mengaharapkan
sesuatu yang disenangi-Nya (Allah) setelah melakukan hal-hal yang
menyebkan sesuatu yang diharapkan.
111
(7) Bersifat takut (khauf) yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu
yang tidak disenangi-Nya dari Allah SWT, maka ia perlu berupaya agar
apa yang ditakutkan tidak terjadi.
115 A. zainuddin dan muhammad jamhari. Al Islam 2: Muamalah dan Akhlak, Bandung.
Pustaka setia: 1999: 100.
116 Mahjuddin. Pendidikan hati, kajian tasawuf amali, kalam mulia. Jakarta. 2000: 20
112
6) Rakus atau tamak, yaitu suatu sikap yang merasa tidak pernah
cukup selalu ingin menambah apa yang ia miliki tanpa melihat
atau memperhatikan hak-hak orang lain.
113
3. Warisan atau keturunan (teori natisivisme: tokohnya:
Schopenhouwer, teori empirisme/tabularasa, tokohnya: John
Lock, dan teori convergensi tokohnya: William Stem),
4. Lingkungan yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia
yang dapat memberikan pengaruh kepada setiap manusia.
b. Usaha dan Kebebasan Dalam Berbuat
Jika setiap manusia ada kesadaran mendalam, tentu tidak akan
putus-putusnya seandainya telah terlanjur melakukan kesalahan
untuk memperbaikinya, demikian sebaliknya jika mampu berbuat
kebaikan ataupun tidak akan membusungkan dada. Setiap
perbuatan apapun bentuknya tidak akan secara serta merta terjadi,
tetapi harus didahului oleh :
1) Karena keyakinan : yaitu setelah mendengar, melihat, maka
terjalin suatu daya tarik untuk berbuat yaitu setelah mantap dan
yakin bagaimana seharusnya ia berbuat. Sebelumnya telah
dipikirkan sebaik-baiknya dengan memperhatikan berbagai
kemungkinannya
2) Karena terbawa: yaitu orang terbawa oleh arus situasi, tidak
tertuju pada tujuan tertentu, tidak dilengkapi dengan persiapan
yang matang dan tidak memikirkan akibat dari perbuatannya,
3) Karena terpedaya: yaitu tatkala manusia melihat orang lain
berbuat sesuatu. Ia beranggapan sesuatu yang ada pada orang
lain tentu cocok pula bagi dirinya, sebab karena terpesona saja,
tanpa berpikir sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Laksana
orang mengukur bayang-bayang sendiri dengan bayang-bayang
orang lain.
4) Karena asal ada: bagi orang yang dalam kesepian atau
kekosongan, tidak ada yang dapat diperbuat, ia secara iseng
berbuat sesuatu. Hal ini biasanya dilakukan tanpa ada
perncanaan yang terarah dan matang.
114
kali baca Al Fatihah, mungkin sekian kali istighfar, mungkin setiap
minggu membaca surat Yasin sekian kali, bersedekah sekian
rupiah, asal tekun dan disiplin.
117Mustofa HA. Akhlak tasawuf, untuk mahasiswa fakultas tarbiyah, cet. II, CV. Pustaka
Setia. 1999: 96
115
lain tentu cocok pula bagi dirinya, sebab karena terpesona saja,
tanpa berpikir sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Laksana
orang mengukur bayang-bayang sendiri dengan bayang-bayang
orang lain.
4) Karena asal ada: bagi orang yang dalam kesepian atau
kekosongan, tidak ada yang dapat diperbuat, ia secara iseng
berbuat sesuatu. Hal ini biasanya dilakukan tanpa ada
perncanaan yang terarah dan matang.
Orang berbuat baik atau buruk karena dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu Pertama kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan, dan
yang kedua menerima kesukaan itu, yang akhirnya manampilkan
perbuatan, dan diulang secara terus menerus.Ketentuan sifat adat
kebiasaan meliputi : 1. Mudah diperbuat, dan 2. Menghemat waktu
dan perhatian.
Ada beberapa cara, menurut Mustofa untuk merubah
kebiasaan buruk yaitu:118
1. Berniat sungguh-sungguh ; dalam niat tidak didasari keraguan
sedikitpun. Seseorang dapat menempatkan diri pada posisi
kebiasaan yang lebih baik, langkah selanjutnya melakukan
perlawanan terhadap kebiasaan buruk, dan jangan sekali-kali
mengulangi perbutan yang buruk.
2. Jangan mengijinkan diri untuk menjalani kebiasaan yang buruk,
Karena setiap tindakan kebiasaan yang buruk akan menjauhkan
dari hasil yang diharapkan.
3. Carilah waktu lain yang baik untuk metahfidzkan niat.
Kemudian ikuti segala gerak-gerik jiwa yang menolong tahfidz
tersebut. Karena kesukaran bukan dalam niat tetapi dalam
mengtahfidzkannya. Walau keinginan seseorang itu baik, tetapi
tidak akan baik akhlaknya kecuali jika dapat mencari waktu
yang baik.
4. Menjaga dan memelihara diri dari perbuatan sederhana (sepele),
setiap hari dengan mengendalikan hawa nafsu, karena yang
demikian akan dapat menolong seseorang untuk menghadapi
segala penderitaan jika tiba sewaktu-waktu.
118Ibid: 98
116
Disamping beberapa penjelasan tersebut di atas, pada bahasa
berikut ini akan dikembangkan pemahaman bagaimana proses atau
cara membentuk akhlak dalam Islam. Terdapat beberapa hal yang
bisa dikaji cara membentuk akhlak Islam antara lain :
1) Mewujudkan hubungan harmonis antara diri seseorang dengan
Allah; sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh-Nya
melaui Al Qur’an dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. misalnya ;
a. Cara komunikasi yang wajib dan yang sunnah setiap hari
melalui nomor komunikasi 42443 (Shalat wajib lima waktu;
isya, subuh, dzuhur, ashar, dan maghrib) dan ditambah lagi
dengan shalat-shalat sunnah lainnya (QS.Thaha:14)
Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan
(yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
salat untuk mengingat Aku”.
b. Komunikasi dengan Allah melalui dzikrullah diluar salat,
dalam segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan berdiri,
duduk, dan berbaring (QS Ali Imron:191) ;
Artinya ; “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
meikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata) : “Ya Tuhan Kami, tiadalh Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka perihalah kami dari
siksa neraka”
Dzikirullah bukan hanya sekedar bertasbih, bertahmid
dan bertakbir disertai tasbih ditangan, akan tetapi meliputi
segala gerak gerik, tingkahlaku, tutur kata yang sesuai
dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga
bertafakur tentang ciptaan Allah dan penciptaan dirinya
sendiri,
c. Berkomunikasi dengan Allah melaui do’a atau permohonan
yang baik berupa apasaja baik untuk dirinya maupun orang
lain untuk memperoleh kebehagiaan didunia dan diakhirat
(QS. Al Mukmin:60). Adapun syarat dalam berdo’a; beriman
hanya kepada Allah, memnuhi perintah Allah, dan yang
diminta bukanlah sesuatu yang dilarang agama.
117
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Dalam hadits, Rasulullah bersabda; “Orang-orang
yang beriman, itu laksana satu tubuh jika sebagian tubuhnya
sakit maka sakitlah seluruh tubuhnya, dan apabila kepalanya
sakit maka sakitlah sekujur tubuhnya”. (HR. Muslim)
b. Sesama muslim harus saling mencintai. Hadist Nabi artinya :
“Tidak beriman seseorang dari kamu sekalian, sehingga ia
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri”
(HR.Bukhari-Muslim),
c. Keharusan pernikahan antara sesama muslim sebagai salah
satu perwujudan rasa cinta (QS. Al- Baqarah: 221):
118
119
Artinya : “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan
bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu),
jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan
120
dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
g. Orang Islam tidak boleh bertengkar dan berdebatkan suatu
masalah dalam situasi yang sangat membutuhkan kesatuan
dalam menghadapi musuh Islam (QS. Al Anfal; 46).
121
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Ada beberapa muatan pelajaran dari ayat tersebut diatas
misalnya (a) semua manusia adalah ciptaan Allah bukan dibuat
oleh ayah dan ibu, keduanya hanyalah perantara (b) secara
sunnautllah manusia diciptakan Allah dengan bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa, sebagai kemaha besaran Allah, (c) Perbedaan
suku dan bangsa antar umat manusia itu akan dapat mendorong
untuk saling mengenal, bertukar pengalaman guna menciptakan
kedamaian dunia dan bukan untuk saling bermusuhan,
memerangi dan atau membunuh, (c) menusia antara yang satu
dengan yang lainnya tidak dibenarkan untuk saling
menyombongkan diri karena merasa lebih tinggi dari yang lain,
(d) kelebihan dan kemuliaan suatu bangsa bukan ditentukan oleh
kecantikan, kekayaan, pangkat dan jabatan serta keturunan
melainkan ditentukan oleh ketakwaan kepada perintah dan
larangan Allah.
Dalam mewujudkan hubungan atara muslim dan non muslim
sehingga terbentuk akhlak mulia dapat dijabarkan sebagai aktivitas
seling membantu dan saling mengenal antara lain :
a. Antar keduanya harus saling berperilaku baik, saling berbuat
adil dan tidak boleh saling mendzalimi (QS. Al – Mumtahanah;
8).
122
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku
adil.
b. Syari’at Islam tidak mengenal perbedaan agama dalam
bertetangga, artinya seorang muslim boleh hidup berdampingan
dengan pemeluk agama manapun dan harus menghormati hak
tetangganya, Sabda Nabi SAW, Artinya: tetangga itu ada tiga
macam : Tetangga yang mempunyai satu hak, dan itulah yang
paling sedikit haknya, tetangga yang mempuyai dua hak, dan
itulah, dan tetangga yang mempunyai tiga hak, dan itulah
tetangga yang paling mulia haknya. Adapun tetangga yang
mempunyai satu hak itu adalah tetangga yang musyrik, yang
tidak ada hubungan turunan (keluarga) dengannya; Dia hanya
mempunyai hak tetangga. Adapun tetangga yang mempunyai
dua hak itu adalah tetangga yang muslim : dia mempuyai hak
Islam (sesama muslim) dan hak tetangga. Adapun tetangga yang
mempunyai tiga hak itu, adalah tetangga yang muslim dan
mempuyai tiga hak itu, adalah tetangga yang muslim dan
mempuyai hubungan keluarga dekat. Dia mempuyai hak sebagai
tetangga, hak Islam (sesama muslim) dan hak keluarga (HR. Al-
Bazzar, dari Jabir bin Abdullah)
c. Antar keduanya mempunyai hak sama, dalam hal pemeliharaan
kepercayaan (amanat) dan kesetiaan pada janji yang telah
mereka buat dan sepakati untuk selalu menjaga dan menepatinya
(QS. An-Nisa’ ; 58)
123
124
125
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya,
lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu".
lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. sungguh
tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-
masing)[55]. Makan dan minumlah rezki (yang diberikan)
Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan
berbuat kerusakan.”
[55] Ialah sebanyak suku Bani Israil sebagaimana tersebut
dalam surat Al A'raaf ayat 160.
dan ( Al-A’raf ; 85):
126
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
bukti yang nyata dari Tuhanmu.Maka sempurnakanlah
takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya.yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman".
[552] Mad-yan adalah nama putera Nabi Ibrahim a.s.
kemudian menjadi nama kabilah yang terdiri dari
anak cucu Mad-yan itu. Kbilah ini diam di suatu
tempat yang juga dinamai Mad-yan yang terletak di
pantai laut merah di tenggara gunung Sinai.
c. Merusak ekosistem dengan berbagai larangannya: misalnya:
larangan membunuh binatang secara langsung maupun tidak
langsung, larang menebang kayu dan mencabut rumput
(terutama bagi jamaah haji di tanah haram).
119Mustofa HA. Akhlak tasawuf, untuk mahasiswa fakultas tarbiyah. Cet II. CV. Pustaka
Setia. 1999: 152
127
mudah atau tidak memberatkan agar dapat dinikmati, dirasakan dan di
terima oleh akal sehat.
c. Kemantapan : Akhlak dalam Islam menjamin kebaikan mutlak dan
sesuai dengan fitrah manusia. Akhlak Islam bersifat permanen dan
mantap karena dicptakan langsung oleh Allah SWT. yang Maha
Mutlak.
d. Kewajiban yang dipatuhi : Akhlak dalam Islam wajib dipatuhi oleh
semua orang yang beriman untuk berpegang teguh padanya. Sebagai
motivasi untuk mendapatkan pahala dan takut akan siksaNya.
e. Pengawasn yang menyeluruh : Agama Islam berperan sebagai
pengawas hati nurani dan akal sehat, Islam menghargai hati nurani
bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha.
Dalam pendapat lain menyebutkan ciri-ciri akhlak dalam Islam
sebagai berikut:
1. Menyeluruh, meliputi seluruh perilaku manusia, baik hubungannya
terhadap diri sendiri maupun dengan orang lain, baik personal, dengan
kelompok, negara dll.
2. Komitmen, baik dalam sarana maupun tujuan. (Akan tetapi) jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap
kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Anfaal: 72)
3. Mendapat balasan yang baik bagi yang melakukannya. Demikianlah
diberikan pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS.65: 2)
4. Sesuai dengan fitrah yang benar. “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik
dan dosa itu adalah yang tidak nyaman dalam dirimu dan engkau tidak
suka dilihat orang lain.” (HR. Muslim)
5. Selalu dikaitkan dengan nilai-nilai iman. “Hai orang-orang yang
beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung.”(QS. Ali imran: 200)
“ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
128
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah,
Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS: 5: 8). Rasulullah bersabda: “Demi Allah tidak beriman,
demi Allah tidak beriman.” Shahabat bertanya: “Siapa ya Rasulallah?”
RasulAllah menjawab: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari
gangguannya.”(HR.Bukhari)
129
manusia dengan Allah dimanifestasikan dalam wujud ibadah yang
dilandasi oleh ajaran keimanan. Disamping itu, akhlak juga mengatur
hubungan sesama manusia dan juga dengan alam semesta.
8. Objek akhlak adalah semua perbuatan manusia yang dilakukan
dengan pengertian dan sadar serta tidak dipaksa oleh pihak luar, untuk
dinilai baik dan buruknya. Bagi umat Islam, parameternya adalah
ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
9. Etika berasal dari bahasa yunani (ethos) yang artinya adat, watak atau
kesusilaan. Parameternya akal dari filsafat.
10. Moral (mos) yang jamaknya mores berasal dari bahasa latin yang
artinya adat atau cara hidup. Berbicara baik dan buruk parameternya
adalah tradisi.
11. Etika lebih merupakan kesepakatan masyarakat pada suatu waktu dan
tempat tertentu. Etika merupakan penjabaran dari moral dalam bentuk
formula, peraturan atau ketentuan pelaksanaan. Contoh : etika
mengajar, etika belajar, etika dokter dsb.
12. Moral merupakan penjabaran dari nilai, tetapi tidak seoperasional
etika. Nilai identitas yang memberikan corak khusus kepada pola
pemikiran, perasaan, keterikatan dan perilaku. Contoh : nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai keadilan dsb.
Ketiganya adalah manakala sumber atau budaya sesuai
dengan prinsip-prinsip akhlak.Akan tetapi moral dan etika dapat
bertentangan dengan akhlak manakala produk budaya yaitu
menyimpang dari fitrah Agama Islam yang suci.
130
ketakwaannya kepada Allah sekaligus akan memperoleh
kebahagiaan, antar lain :120
a. Akan mendapat tempat baik di dalam masyarakat,
b. Akan disenagi orang dalam pergaulan,
c. Akan dapat terperihala dari hukum yang sifatnya manusiawi dan
sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan,
d. Orang yang bertakwa dan berakhlak alan mendapat pertolongan
dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan
sebutan yang baik,
e. Jasa manusia yang berakhlak akan mendapat perlindungan dari
segala penderitaan dan kesukaran,
f. Orang yang berakhlak akan memeroleh Irsyad artinya dapat
membedakan antara yang baik dan buruk,
g. Orang yang berakhlak akan memperoleh Taufiq artinya
perbuatannya sesuai dengan tuntutan Rasulullah dan dengan
akal sehat,
h. Orang yang berakhlak akan memeperoleh Hidayah artinya akan
gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang
buruk dan tercela.
120 Mustofa HA. Akhlak tasawuf, untuk mahasiswa fakultas tarbiyah, cet. II, CV. Pustaka
Setia. 1999: 26
121 Rosihon anwar. Akhlak tasawuf. Pustaka setia. Bandung. 2010:42
131
5.2.10 Indikator Manusia Berakhlak
Manusia disebut berakhlak apabila manusia tersebut mempunyai
hati suci dan sehat. Sedangkan manusia yang tidak berakhlak atau yang
biasa kita sebut amoral merupakan manusia yang mempunyai jiwa yang
sakit, hati yang dipenuhi dengan ketidaktaatan kepada Allah. Namun
manusia sering tidak menyadari.Seringkali manusia sudah menyadari
bahwa sesuatu yang dilakukan melanggar aturan agama, namun manusia
tidak menjauhinya karena diliputi oleh hawa nafsu.
Menurut Al Ghozali, indikator manusia berakhlak merupakan
manusia yang telah tertanam iman didalam qalbunya. Mempercayai Allah
dengan ikrar dilisannya dan mentaati perintahNya serta
menjauhilaranganNya.Manusia yang tidak berakhlak melakukan
sebaliknya.Tertanam nifaq dalam qalbunya.Nifaq merupakan sikap
menduakan Tuhan.Tidak keluar dari agama Islam tetapi antara hati dan
perbuatannya tidak ada kesesuaian. Iman merupakan dasar dari seorang
muslim. Bagaikan benteng yang kokoh apabila pondasi imannya kuat.
Iman sebagai pondasi yang menentukan ketaatan bagi seorang muslim.
Tanpa harus melihat dengan kasat mata siapa yang
mengawasinya.Manusia berakhlak meyakini dengan iman bahwa setiap
perbuatannya pasti diawasi dan dihitung pahala baginya.
Al Ghazali mengemukakan tanda-tanda manusia beriman,
diantaranya :
a. Manusia beriman adalah manusia yang khusu’ dalam shalatnya
b. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faedahnya)
c. Selalu kembali kepada Allah
d. Mengabdi hanya kepada Allah
e. Selalu memuji dan mengagungkan Allah
f. Bergetar hatinya jika nama Allah disebut
g. Berjalan di muka bumi dengan tawadhu’ dan tidak sombong
h. Bersikap arif menghadapi orang-orang awam
i. Mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri
j. Menghormati tamu
k. Menghargai dan menghormati tetangga
l. Berbicara selalu baik, santun dan penuh makna
132
m. Tidak banyak berbicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala
persoalan
n. Tidak menyakiti orang lain baik dengan sikap maupun perbuatan
Sufi yang lain mengungkapkan tanda-tanda manusia berakhlak,
antara lain : Memiliki budaya malu dalam interaksi dengan sesamanya,
tidak menyakiti orang lain, banyak kebaikannya, benar dan jujur dalam
ucapannya, tidak banyak bicara tapi banyak bekerja, penyabar, hatinya
selalu bersama Allah, tenang, suka berterima kasih, ridha terhadap
ketentuan Allah , bijaksana, hati-hati dalam bertindak, disenangi teman
dan lawan, tidak pendendam, tidak suka mengadu domba, sedikit makan
dan tidur, tidak pelit dan hasad, cinta karena Allah dan benci karena Allah.
133
seharusnya diaktualisasiakan dalam kehidupan seorang muslim seperti
dibawah ini:
1. Akhlak pribadi :
a. Yang diperintahkan
b. Yang dilarang
c. Yang dibolehkan
d. Akhlak dalam keadaan darurat
2. Akhlak berkeluarga :
a. Kewajiban antara kedua orang tua dan anak
b. Kewajiban suami istri
c. Kewajiban terhadap karib kerabat.
3. Akhlak bermasyarakat :
a. Yang dilarang
b. Yang diperintahkan
c. Kaidah-kaidah adab
4. Akhlak bernegara :
a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat
b. Hubungan international
5. Akhlak beragama :
a. Kewajiban terhadap Allah SWT
b. Kewajiban terhadap Rasul
Dalam ilmu akhlak dijelaskan bahwa kebiasaan yang baik
harus dipertahakan dan disempurnakan, serta kebiasaan yang buruk
harus dihilangkan, karena kebiasaan merupakan faktor yang sangat
penting dalam membentuk manusia berakhlak.Kita harus berusaha
semaksimal mungkin untuk memiliki akhlakul karimah dan berupaya
dapat menjauhi akhlak jelek. Jika kita ingin memiliki negara yang baik
makmur dan senantiasa dalam ampunan-Nya kuncinya adalah
masyarakat bangsa tersebut harus berakhlak baik jika tidak kehancuran
dan kehinaan akan meliputi masyarakat bangsa tersebut.
134
5. Bagaimana bentuk aktualisasi akhlak dalam kehidupan ?
5.4 RANGKUMAN
Konsep etika moral dan akhlak memiliki perbedaan dan persamaan.
Persamaannya yaitu ajaran tentang baik dan buruk perilaku manusia dalam
hubungannya dengan Allah, dengan alam. Perbedaannya yaitu antara satu
dengan yang lainnya adalah dasar atau ukuran baik dan buruk itu sendiri.
Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Allah tapi malah dapat
mengenal Allah. Pengetahuan yang hakiki tentang Allah adalah
pengetahuan yang disertai dengan kesucian hati. Telah dijelaskan bahwa
akhlak adalah sifat hati yang mendasari perilaku manusia. Jika hatinya
bersih dan suci, yang akan keluar adalah perbuatan atau perilaku yang baik
dan mulia. Sedangkan tasawuf adalah cara untuk membersihkan dan
mensucikan hati maka hubungan antara tasawuf dan akhlak menjadi sangat
erat dan penting karena satu sama lain saling mendukung. Tasawuf akhlaki
merupakan gabuungan dari tasawuf dan akhlak.Erat kaitannya dengan
perilaku manusia dalam interaksi pada lingkungan sosial.Tasawuf akhlaki
dapat terjadi secara utuh jika tasawuf dan ibadah kepada Allah
direalisasikan dalam kehidupan sosial.Indikator manusia yang beriman dan
memiliki akhlak mulia yaitu manusia yang istiqomah atau konsekuen
dalam pendirian, suka berbuat kebaikan, memenuhi amanah dan berbuat
adil, kratif dan tawakal, disiplin waktu dan produktif, melakukan sesuatu
secara profesional dan harmonis. Aktualisasi akhlak adalah bagaimana
seseorang dapat mengimplementasikan iman yang dimilikinya dan
mengaplikasikan seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah laku sehari-
hari.
135
DAFTAR PUSTAKA
136
BAB 6
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN
SENI DALAM ISLAM
Capaian Pembelajaran
a. Mampu mengembangkan konsep iptek dan seni dalam Islam ke dalam
disiplin keilmuan-nya
b. Mampu mensintesiskan tanggung jawab ilmuwan sebagai manusia
(antroposentrisme) terhadap alam lingkungannya (kosmosentrisme
religius)
6.1 PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) disatusisi berdampak
positif,yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia.Berbagai sarana
modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti sangat
bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa
dilakukan sekitar7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit
dengan tangan,hanya bisa 23 tusukanper menit.122Dulu Ratu Isabella
(Italia) diabad XVI perlu waktu 5bulan dengan sarana komunikasi
tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh
Columbus. Lalu diabad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk
memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Akan tetapi
pada tahun 1969,dengan sarana komunikasi yang canggih,dunia hanya
perlu waktu1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong
dibulan.123Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu17-
122 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).
hlm, 35
123 Budi Winarto, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru, (Yogyakarta: Tajidu Press, 2004),
hlm, 125
137
20 hari untuk sampai keJeddah. Sekarang dengan pesawat terbang, hanya
perlu 12jamsaja.
Pada sisiyang lain, Iptek menimbulkan problemakarena
merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.Bom
atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki
pada tahun1945.Pada tahun1995,Elizabetta,seorang bayi Italia,lahir dari
rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal.
Ovum dan sperma orang tuanya yang asli,ternyata telah disimpan di
“bank”dan kemudian baru dititipkan pada bibinya,Elenna adik Luigi. Bayi
tabung di Barat bisa berjalan walaupun asalusul sperma dan ovumnya
bukan dari suami istri.124 Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah
mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih
berbahaya,misalnya mengubah sifat genetic virus influenza hingga mampu
membunuh manusia dalam beberapa menit saja.125 Kloning hewan
rintisanIan Willmut yang sukses menghasilkan domba kloningbernama
Dolly,dicobauntuk diterapkanpadamanusia (human cloning). Lingkungan
hidup seperti laut,atmosfer udara,dan hutan juga tak sedikit mengalami
kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa
varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan
berbahaya bagi kesehatan manusia.Tak sedikit juga yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya
(cybercrime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan,judi online serta
sebagai sarana menebar Hoax, Fitnah, dan Ujaran Kebencian di era post truth
seperti sekarang ini.
Islam sebagai pedoman hidup manusia diharapkan dapat
memberikan solusi ditengah-tengah kemajuan iptek yang tidak hanya
berdampak positif, tetapi juga negatif. Dapatkah Islam memberi tuntunan
agar kitamemperoleh dampak iptek yang positif saja,seraya meminimalisir
dampak negatifnya semiminal mungkin? Sejauh manakah agama Islam
dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan teknologi modern?
Materi ini bertujuan menjelaskan bagaimana Islam memandang Iptek,
124 Syeichul Hadipermono, Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika, (Surabaya: Wali Demak
Press, 19995), hlm.18
125 Nurchalis Bakry et.al, 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern
138
pentingnya Integrasi antara Iptek, Iman dan Amal, kutamaan orang
yang berilmu serta tanggungjawab ilmuan terhadap alam dan
lingkungan.
126 Jujun Suriasumantri, S. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. (Jakarta: PT
Gramedia, 1986), hlm. 52
127 Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda
139
wujud sekularisme. Tetapi, Islam tidak mendekati persoalan sains ini dari
perspektif tersebut karena al-Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan
sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau penyelidikan-
penyelidikan ilmiah. Jadi, kegiatan ilmiah merupakan bagian integral dari
keseluruhan sistem Islam di mana masing-masing bagian memberikan
sumbangan terhadap yang lainnya.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca:
mengamati) gejala alam dan merenungkannya. Al-Qur’an mengambil
contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran dan lainnya
sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Tidak
kurang dari tujuh ratuslima puluh ayat sekitar seperdelapan al-Qur’an yang
mendorong orang beriman untuk menelaah alam, merenungkan dan
menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta berusaha memperoleh
pengetahuan dan pemahaman alamiah sebagaibagian dari hidupnya. Kaum
muslim zaman klasik memperoleh ilhamdan semangatuntukmengadakan
penyelidikanilmiahdibawah sinarpetunjukal-Qur’an,di samping
doronganlebihlanjut darikarya-karya Yunani dan sampaibatas-batastertentu
olehterjemahannaskah-naskah HindudanPersia.Dengan semangatajaranal-
Qur’an,para ilmuwanmuslimtampil dengansangat mengesankandalam
setiapbidangilmu pengetahuan.Pengaruh al-Qur’anini tidak sajadiakui oleh
kalangan ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al-Ghazali,(1983:45-48)
danal-Suyuthi, (Dhahabi,1961: 420) bahkansarjana Baratpun
mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400)(1975:400) dan George Sarton.130
Dalam kapasitasnya sebagai hudan li al-nas, al-Qur’an yang terdiri
atas 6.236 ayat itumemberikan informasi stimulan mengenai fenomena
alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh
ayat.Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara
tersirat.Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan
berarti bahwa Al-Quran sama dengan Kitab Ilmu Pengetahuan, atau
bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika Al-Quran
memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan
maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi
130 Jamal Fakhri Jurnal TA’DIB, Vol. XV No. 01. Edisi, Juni 2010. hlm. 122-123
140
bahwa dalam Al-Quran terdapat segala pokok petunjuk menyangkut
kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.131
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu
atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai
istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat,
memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir:27;al-
Hajj:5;Luqman:20;al-Ghasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30),
membaca (al-‘Alaq:1-5)supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:97;
Yunus:5),supaya mendapat jalan (al-Nahl:15),menjadi yang berpikir atau
yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl:11; Yunus:101;al-Ra’d:4;al-
Baqarah:164;al-Rum:24;al-Jatsiyah:5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali
‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).
Pesan al- Qur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani,
dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam
Yang Maha Mulia dan Maha bijaksana dengan mempertanyakan dan
merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang
mendekat kepada-Nya.132 Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah
tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam
itu diharapkan akan membawa manusia semakin dekat dengan Tuhannya
yakni Allah Subhanuahu Wata’ala.
Bahkan, Spirital-Qur’an tentang pentingnya sains danteknologi
itu,dapat diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad
SAW. sebagai berikut:
131 Baca: Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung; Mizan Cetakan 13, 1996) hlm. 22
132 Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1993) hlm. 78
141
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam (tulis baca).Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.”(QS al-‘Alaq:1-5)
َقُل هَل يَست َ ِوي ٱلهذِينَ يَعلَ ُمونَ َوٱلهذِينَ َال يَعلَ ُمون
“Katakanlah:adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui.”
Ayat lain yang senada diantaranya QSAl-Baqarah :31;QS Yusuf
:76; QSAn-Nahl:70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwailmu itu
tidakhanya berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja.
Misalnya,firman Allah pada surat Fathir ayat 27-28:
133 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 433
142
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
ragam jenisnya.Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih
dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula)yang hitam
pekat. Dan demikian (pula)diantaramanusia,binatang-binatang
melatadan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya).Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hamba-Nya hanyalah“ulama”. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasalagi Maha Pengampun."
Dengan tegas kata ulama (pemilik pengetahuan)pada ayat di atas
dihubungkan dengan orang yang menyadari sunnatullah (dalam bahasa
sains:“hukum-hukum alam”) dan misteri-misteri penciptaan,serta merasa
rendah diri di hadapan Allah SWT. Dzat yang maha agung dan Maha
pencipta.
3. Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun.
143
“Qarun berkata:Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang
ada padaku.”(QSal-Qashash:78)134
Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-
‘Alaq: 1-5) adalah manusia, karena potensi ke arah itu hanya diberikan
oleh Allah swt. k epada jenis makhluk ini. Pemberian potensiini tentunya
tidak terlepas dari fungsi dan tanggungjawab manusia sebagai khalifah
Allah di atas muka bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya
telah‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari perhatikan
firmanAllah di dalam surat al-Jatsiyah ayat 13:
134 Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 1993) hlm. 44-
45
144
lebarnyamelengkungke bawah, akan mengganggu aliran udara karena pada
bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain.
Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada
bagianlainnya sehingga benda itu terangkat. Orang yang melakukan
pengamatan dan penelitian itu menemukan sunnatullahyangdalamilmu
pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan pengetahuan yang lengkap
dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat material
tertentu manusia mampu menerapkan ilmun yaitu untuk membuat pesawat
terbang yang dapat melaju dengan kecepatan tertentu.135
Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan dialam semesta
ini,manusia telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu
potensi fitriyah (didalam diri manusia) dan potensi sumber daya
alam(diluar diri manusia). Di samping itu, al-Qur’an juga memberikan
tuntunan praktis bagi manusia berupa prosedur penting bagaimana
memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara atau
pendekatan yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjuk
kanal-Qur’an dalams uratal-Mulkayat 3-4 yang intinya mencakup proses
kagum, mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains,al-Qur’an
mengembangkan beberapa langkah/prosessebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusiauntuk
mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat
dan proses-proses alamiah yang terjadi didalamnya. Perintah
ini,misalnya,ditegaskan didalam surat Yunus ayat 101.
ِ ت َوٱأل َر
ض ُ قُ ِل ٱن
ظ ُرواْ َماذَا فِي ٱل ه
ِ س َم َو
“Katakanlah (wahai Muhammad):Perhatikan (dengan nazhor)apa yang
ada dilangit dan di bumi….”
Kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak sekedar
memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang
seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang
diamati.136Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di
surat al-Ghasyiyah ayat 17-20:
135 Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Primayasa, 1997), hlm. 15-16
136 Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Primayasa, 1997), hlm. 20
145
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor)onta
bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan gunung-
gunung bagaimana mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia
dibentangkan.”
146
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan
siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan
(bagimu)dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang memahami-NYA.”
Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang
sesungguhnya dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi
(pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-
hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk terus
mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, karena itu merupakan
perintah langsung dari Allah yang terdapat dalam al-qur’an sebagaimana
telah dipaparkan di atas. Dikotomi anatar ilmu agama dan ilmu umum
tidaklah tepat, karenaIlmu pengetahuan (sains) merupakan bagian integral
dari Islam melalui penjelasan tentang fenomena atau gejala-gejala alam
yang kita kenal dengan ayat-ayat kauniyah.
137WJS.Poerwadarminta,KamusUmumBahasaIndonesia,(Jakarta:BalaiPustaka,2000),hlm.
18.
138WJS.Poerwadarminta,KamusUmumBahasaIndonesia,(Jakarta:BalaiPustaka,
2000),hlm. 18.
147
artinya :mengetahui, mempercayai, meyakini yang didalamnya
tidak terdapat keraguan apapun”.139Iman berasal dari bahasa Arab
dengan kata dasar amana-yu‟minu- imanan.“Artinya
berimanataupercaya. Percaya dalam bahasa Indonesia artinya
meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu,memang
benar ata unyata adanya”.140
Sedangkan menurut syari’at Iman adalah membenarkan
dan mengetahui adanya Allah dan membenarkan adanya sifat-
sifat- Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan
disunahkan serta menjauhi segala larangan dan kemaksiatan. Iman
adalah keterikatan antara hati(qalbu),lisan, dan arkan. Ma’rifat
artinya mengetahui. Qolbu adalah hati,lisan artinya ucapan,
danarkanartinyaperbuatan. Istilah iman identik dengan
kepribadian manusia seutuhnya,atau pendirian yang konsisten.
Orang yang beriman berarti orang yang memillikikecerdasan,
kemauan, dan ketrampilan.141
c. Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “ilmu”yang berarti
pengetahuan. Dari segi bahasa, ilmu berarti jelas, baik dari arti
maupunobyeknya.Ilmuyangberartipengetahuan yang jelas itu
adadua macam,yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah
Pengetahuan bisa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya
kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra,
dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek,
cara,dan kegunaannya. Dalam bahasa Inggris,jenis ilmu
disebut“knowledge”.142
Ilmudalampengertianpengetahuan ilmiahsekalipun juga
merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk
mengetahui sesuatu,Tetapi disertai dengan memperhatikan obyek
139 Abu A'la Al-Maududi, Toward Understanding, (Comiti Riyadh: Islamic Dakwah, 1985),
hlm. 18.
140 Kaelany HD, Islam, Iman dan Amal Saleh, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 58.
141 Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu, Al-Wafi terj Kitab Arba’in An- Nawawiyah,
63-64.
142 Rohman N, M, Mujilah dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Teknologi, (Jakarta:
148
yang ditelaah,carayang dipergunakan, dan digunakannya. Dengan
demikian, pengetahuan ilmiah memperhatikanobyek
ontologis,landaasan epistemologis,dan aksiologisnya. Dalam
bahasa inggris,jenis pengetahuan ilmiah disebut“science”,dan
diIndonesia disebut dengan sains.
d. Pengertian Amal
Amal adalah perwujudan dari sesuatu yang menjadi
harapan jiwa, baik berupa ucapan, perbuatan anggota badan
ataupun perbuatan hati. Amal harus berdasarkan niat, tiada amal
tanpa niat. Setiap amaldinilai Tuhan berdasarkan niatnya.Diantara
pengertian amal yang dikenal adalah amal jariyah, amal Ibadah,
dan amal saleh.
Syarat sahnya suatu amal ada dua. Pertama, amal harus
dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih. Kedua, untuk amal ibadah
dalam arti khusus, dilakukan sesuai dengan tuntutan al-Qur’an
dan Hadits, sedangkan untuk amal dalam arti umum, syarat
tersebut ditambah dengan berdasarkan dengan Ilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar (39): 2.
Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan dan kenikmatan
yang baik dapat berubah menjadi ibadah jika disertai niat tulus
untuk menjaga anugrah hidup dan memanfaatkannya, serta
menghormati niat pemberinya. Jika iman merupakan ruh dan
rahasia amal, maka amal merupakan tubuh dan bentuk iman.
Memisahkan keduanya akan menghasilkan bentuk kehidupan
yang timpang. Orang yang beriman tetapi tidak bekerja, maka ia
hidup dalam kehampaan dan kelumpuhan, tidak ada hasil
kongkret dalam hidupnya, dan tidak ada tanda-tanda
keimanannya. Sebaliknya orang yang bekerja tanpa iman akan
hidup seperti robot dan tidak mampu merasakan eksistensi nilai-
nilai di balik penciptaannya. Islam menetapkan amal tanpa iman
adalah perjuangan sia-sia, bagaikan debu yang yang berhamburan
ditiup angin kencang. Allah Swt berfirman dalam QS. Furqan: 23.
Dalam pengertian umum, amal dalam Islam merupakan
149
aktivitasterpenting bagi seorang muslim dalam kehidupan
didunia.143
e. Integrasi Iman, Ilmu dan Amal
Integrasi antara Iman, ilmu dan amal akan membentuk
suatu kesatuan yang lengkap. Di dalam al Qur’an banyak terdapat
ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk menggunakan
akalnya untuk berpikir tentang bagaimana keagungan dan
kebesaran Allah SWT dan selalu mengingat Nya. Sebagai satu
contoh adalah (Q.S. Ali ‘Imron /3:190-191).
143 Abdul Hamid Mursi, SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1999), hlm. 121.
144 Departemen RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, hlm.76.
150
Makna ayat Al Qur’an diatas adalah untuk
menegaskan tentang perlunya suatu integrasi antara pikir dan
dzikir, antara akal dan spiritual. Manusia yang berhasil secara
lahir dan batin adalah orang-orang yang memiliki tingkat
kecerdasan intelektual dan spiritual yang tinggi secara
seimbang, sehingga tercipta suatu kekuatan sumber daya
manusia yang mampu memadukan unsur intelektualitas dan
spiritual secara komprehensif yang pada akhirnya akan
terbentuk suatu pondasi masyarakat yang kokoh dalam
menghadapi tantangan zaman.145
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini yang
begitu maju dan canggih, menandakan bahwa manusia sudah
berupaya mengembangkan akal mereka untuk menggali
berbagai pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi manusia
itu sendiri, akan tetapi tidak bisa dipungkiri dengan
perkembangan teknologi yang begitu canggih, ternyata
mengakibatkan spiritualitas keagamaan semakin menurun.
Perkembangan teknologi yang sekarang berasal dari
Negara Barat misalnya, mereka dapat menggunakan dan
mengembangkan potensi akal mereka untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, akan tetapi mereka
mengabaikan satu hal yang penting bahwa sesungguhnya
mereka juga harus kembali kepada fitrah manusia yaitu
sebagai hamba yang harus mengabdi kepada Tuhannya.
Pengabdian yang berupa tindakan spiritual yang telah
disyariatkan oleh agama yaitu dengan melakukan ritual-ritual
ibadah yang berfungsi untuk mengingat Tuhan. Disisi lain
umat Islam sekarang yang hanya mengedepankan spiritual
saja sehingga hal ini menyebabkan orang Islam semakin
ketinggalan dengan orang non muslim di dalam masalah
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..
Berdzikir kepada Allah SWT adalah suatu rangkaian
dari Iman dan Islam yang mendapat perhatian khusus dan
145 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Mambangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(ESQ), (Jakarta: Arga, 2001), hlm. XII.
151
istimewa dari al Qur’an dan Sunnah. Orang yang berdzikir
berarti ia mengikuti apa yang dibawa oleh nabi Muhammad
dan meyakini akan kemaslahatan yang akan didapatkan dari
aktivitas tersebut. Dzikir merupakan hal yang penting bagi
manusia, hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat al Qur’an
dan Hadits Nabi yang menyinggung dan membahas masalah
ini.Semakin banyak manusia mengingat Allah SWT maka
akan semakin dekat dia dengan Allah SWT. Ia akan merasa
bahwa Allah selalu mengawasinya dan selalu
memperhatikannya sehingga seseorang akan malu dan tidak
berani melakukan suatu kesalahan atau dosa karena ada yang
selalu mengawasi setiap gerak-geriknya.
Bahkan, Al-qur’an mendefinisikan ulama’ atau ilmuan
itu bukan hanya unggul dalam bidang ilmu (sains) saja, tetapi
dia yang memeiliki rasa khosyah atau takut kepada Allah
sebgaimana firman allah SWT dalam Surat Fathir ayat 28:
ِإنه َما يَخشَى ٱ هّلِلَ ِمن ِعبَا ِد ِه ٱلعُلَ َماء
“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya
adalah ulama"
Menurut Syekh MJamaluddin Al-Qasimi mengutip
Al-Qasyani. Menurutnya, ulama memiliki banyak tingkatan.
Ulama yang dimaksud pada ayat ini adalah ulama yang
sampai pada derajat makifatullah. Al-Qasyani juga
menambahkan bahwa takut yang dimaksud pada ayat ini
bukan takut dalam arti kengerian dari siksa. Rasa takut yang
dimaksud di sini adalah sebentuk perasaan tunduk dan
menyerah ketika membayangkan keagungan Allah dan
melalui pengalaman batin secara sadar. Mereka yang tidak
memiliki kesadaran akan keagungan-Nya, tidak mungkin
memiliki rasa takut. Oleh karenanya, ketika Allah tampak
pada seseorang melalui keagungan-Nya, maka orang yang
bersangkutan akan mengalami rasa takut yang
sesungguhnya.146
152
Sedangkan amal, sangat erat kaitannya dengan iman.
Banyak dijumpai dalam al-qur’an ketika menyebut amanu
maka bergandeng dengan kata amilu al- sholihah misalnya
dalam surat al-‘asr ayat 3:
153
maka hendaknya berkata baik atau diam, dan siapa yang
percaya (beriman) kepada Allah dan hari kemudian, maka
jangan mengganggu tetangganya. Dan siapa yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, maka harus menghormat
(menjamu) tamu-nya.”
154
…
149 Lihat Aḥmad Muṣṭafā al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, jilidX, (Bairūt: Dār al-Fikr, t.th),
hlm. 16.
155
al-‘ilm kelihatannya semakna dengan term (1) ūlū al-‘ilm dalam QS. ‘Alī
al- ‘Imrān [3]: 18; (2) al-rāsikhūn fī al-‘ilm dalam QS. ‘Alī ‘Imrān [3]: 7;
(3) al-ālimūn dalam QS. AlAnkabūt [29]: 43; (4) al-ulamā dalam QS. Fāṭir
[35]: 28; (5) ūlū al-bāb dalam QS. al-Ṭalaq [65]:10. Semua term ini
menunjuk pada pengertian bahwa prasyarat orang berilmu menurut
alQur’an adalah harus beriman. Di samping itu, ilmu-ilmu yang
dikuasainya harus didasari atas nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt. dan
disertai dengan niat ikhlas dan dimanfaatkan di jalan yang benar sesuai
tuntunan ajaran agama. Dengan kata lain, orang yang berilmu harus juga
mengantarkan dirinya kepada amal dan karya yang bermanfaat.
Berdasar pada interpretasi di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
orang yang beriman tidak diangkat derajatnya bilamana ia tidak berilmu.
Sebaliknya, orang yang berilmu tidak diangkat derajatnya bila ia tidak
beriman. Karena itu, ilmuwan yang diangkat derajatnya yang dimaksud
dalam ayat tersebut adalah mereka yang memiliki spritualitas keagamaan
yang tinggi.
156
kecenderungan pada ketaqwaan dan kecenderungan kepada perbuatan
fasik. Dengan ke dua kecenderungan tersebut Allah berikan petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya
kepada keimanan dan ketaqwaan bukan pada kejahatan yang selalu
didorong oleh nafsu amarah.
Fungsi yang ke dua sebagai khalifah/ wakil Allah di muka bumi, ia
mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan
lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan untuk
mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta memanfaatkannya
dengan sebesar-besar kemanfaatan. Karena alam diciptakan untuk
kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi dan memanfaatkannya
diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai. Hanya orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan yang cukuplah atau para ilmuwan dan para
intelektual yang sanggup mengeksplorasi sumber alam ini. Akan tetapi
para ilmuwan itu harus sadar bahwa potensi sumber daya alam akan habis
terkuras untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia apabila tidak dijaga
keseimbangannya.
Oleh sebab itu tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada
para ilmuwan dan cendikiawan. Mereka mempunyai tanggung jawab jauh
lebih besar disbanding dengan manusia-manusia yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan. Bagi mereka yang memiliki ilmu pengetahuan tidak mungkin
mengeksploitasi alamini secara berlebihan, paling hanya sekedar
kebutuhan primernya bukan untuk pemenuhan kepuasan hawa nafsunya,
karena mereka tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk
mengeksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber alam ini. Demikian
pula mereka tidak akan sanggup menjaga keseimbangan dan
kelestariannya secara sistematis.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena
ulah manusia sendiri. Mereka banyak yang berkhianat terhadap
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat Allah
sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian ala mini
sebagaimana firman Allah dalam QS. 30 (Al-Rum): 41.
َ ض ٱلهذِي
ْع ِملُوا ِ سبَت أَي ِدي ٱلنه
َ اس ِليُذِيقَ ُهم بَع َ سادُ فِي ٱلبَ ِر َوٱلبَح ِر بِ َما َك َ
َ َظ َه َر ٱلف
َلَعَله ُهم يَر ِجعُون
157
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).
150 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1996.) hlm. 156
158
informasi, energi, dan materi. Dengan demikian pada hakekatnya seni
adalah dialog intersubjektif dan kosubjektif yang mewujud dalam
komponen seni. Hal tersebut mengisyaratkan adanya hubungan vertikal
dan horizontal, sedangkan dalam perspektif Islam dikenal dengan istilah
hablumminallah dan hablum-minannas.
Seni Islam adalah seni yang dapat mengungkapkan keindahan dan
konsep tauhid sebagai esensi aqidah, tata nilai dan norma Islam, yaitu
menyampaikan pesan Keesaan Tuhan. Seni Islam diilhami oleh
spiritualitas Islam secara langsung, sedangkan wujudnya dibentuk
karakteristik-karakteristik tertentu. Seuatu bentuk seni yang dilandasi oleh
hikmah atau kearifan dari spiritualitas atau kearifan dari spiritualitas Islam
tidak hanya berkaitan dengan penampakan lahir semata (wujud), akan
tetapi juga realitas batinnya (makna).
Seni yang islami merujuk pada penilaian dan norma abadi dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah, karena seni Islam pada satu segi dibatasi oleh
nilai-nilai azasi, etis dan norma-norma Illahi yang umum serta pada segi
lain dibatasi oleh kedudukan manusia sendiri sebagai ‘abd Allah. Berbagai
tantangan terhadap kreatifitas estetis telah dialami sejak sejak awal
perkembangan kesenian Islam. Pada mulanya seniman Muslim mengenal
bahan, teknik dan motif dari para pendahulunya seperti seni Byzantium
atau Sassanide. Kemudian mereka mengembangkannya sesuai dengan
inspirasi yang tumbuh dari nilai-nilai dan norma Islam. Mereka
telahmenemukan model baru yang diambil dari budaya lokalnya yang
disesuaikan dengan ajaran Islam dan kesadarannya sebagai pribadi-pribadi
Muslim. Model ini telah ditetapkan sebagai dasar kesatuan estetika dalam
dunia Islam tanpa mengabaikan keberagaman budaya lokal.
Secara khusus seni yang bernafaskan Islam dasar pemikirannya
adalah niat beribadah dan keikhlasan pengabdian kepada Allah, dengan
mengakomodasi nilai tradisi budaya lokal. Setelah mamahami alam
semesta dan qira’ah Al quran, penciptaan karya seni dilandasi oleh
kretifitas dan rasa estetis, logis, etis, serta azas manfaat. Kemudian
dirumuskan konsep dangagasan serta dipertimbangkan tekhnis
pelaksanaannya hingga terwujudnya sebuah karya. Demikian seni yang
dihasilkan merupakan ekspresi syukur dan dzikir sebagai rahmatan
lil’alamin.
159
6.3 LEMBAR KERJA MAHASISWA
a) Jelaskan Pengertian IPTEK.!
b) Bagaimana Al-Qur’an memandang IPTEK?
c) Jelaskan Urgensi Integrasi Iman, Ilmu dan Amal dalam Pandangan
Islam.!
d) Jelaskan Tanggungjawab Manusia terhadap alam dan lingkungan.!
e) Bagaimana Seni dalam Perspektif Islam?
6.4 RANGKUMAN
1. Ilmu Pengetahuan (sains) adalah sejenis pengetahuan manusia yang
diperoleh dengan riset terhadap objek-objek yang empiris; benar
tidaknya suatu teori sains ditentukan oleh logis-tidaknya dan ada
tidaknya bukti empiris, maka teori sains itu benar. Bila hanya logis, ia
adalah pengetahuan filsafat.Al-Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan
sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau
penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Jadi, kegiatan ilmiah merupakan
bagian integral dari keseluruhan sistem Islam di mana masing-masing
bagian memberikan sumbangan terhadap yang lainnya.Oleh karena itu,
tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk terus mengembangkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, karena itu merupakan perintah langsung
dari Allah yang terdapat dalam al-qur’an sebagaimana telah dipaparkan
di atas. Dikotomi anatar ilmu agama dan ilmu umum tidaklah tepat,
karena Ilmu pengetahuan (sains) merupakan bagian integral dari Islam
melalui penjelasan tentang fenomena atau gejala-gejala alam yang kita
kenal dengan ayat-ayat kauniyah.
2. Integrasi antara Iman, ilmu dan amal akan membentuk suatu kesatuan
yang lengkap. Di dalam al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang
memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya untuk berpikir
tentang bagaimana keagungan dan kebesaran Allah SWT dan selalu
mengingat Nya. Sebagai satu contoh adalah (Q.S. Ali ‘Imron /3:190-
191).Makna ayat Al Qur’an tersebut adalah untuk menegaskan tentang
perlunya suatu integrasi antara pikir dan dzikir, antara akal dan
spiritual. Orang yang berhasil secara lahir dan batin adalah orang-orang
yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual dan spiritual yang tinggi
secara seimbang, sehingga tercipta suatu kekuatan sumber daya
160
manusia yang mampu memadukan unsur intelektualitas dan spiritual
secara komprehensif yang pada akhirnya akan terbentuk suatu pondasi
masyarakat yang kokoh dalam menghadapi tantangan zaman.
3. Orang yang beriman tidak diangkat derajatnya bilamana ia tidak
berilmu. Sebaliknya, orang yang berilmu tidak diangkat derajatnya bila
ia tidak beriman. Karena itu, ilmuwan yang diangkat derajatnya yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah mereka yang memiliki spritualitas
keagamaan yang tinggi.
4. Secara umum manusia memiliki dua fungsi utama yaitu ‘abdullah dan
khalifatullah. Fungsi yang ke dua sebagai khalifah/wakil Allah di muka
bumi, ia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan
alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan
kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta
memanfaatkannya dengan sebesar-besar kemanfaatan. Karena alam
diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi
dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai.
Hanya orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukuplah
atau para ilmuwan dan para intelektual yang sanggup mengeksplorasi
sumber alam ini. Akan tetapi para ilmuwan itu harus sadar bahwa
potensi sumber daya alam akan habis terkuras untuk pemenuhan
kebutuhan hidup manusia apabila tidak dijaga keseimbangannya.
5. Secara khusus seni yang bernafaskan Islam dasar pemikirannya adalah
niat beribadah dan keikhlasan pengabdian kepada Allah, dengan
mengakomodasi nilai tradisi budaya lokal. Setelah mamahami alam
semesta dan qira’ah Al quran, penciptaan karya seni dilandasi oleh
kretifitas dan rasa estetis, logis, etis, serta azas manfaat. Kemudian
dirumuskan konsep dangagasan serta dipertimbangkan tekhnis
pelaksanaannya hingga terwujudnya sebuah karya. Demikian seni yang
dihasilkan merupakan ekspresi syukur dan dzikir sebagai rahmatan
lil’alamin.
161
DAFTAR PUSTAKA
162
Shihab, Quraish,Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat,Bandung; Mizan Cetakan 13, 1996
Shihab, Quraish, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
Suriasumantri, S,Jujun. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik.
Jakarta: PT Gramedia, 1986
Tafsir, Ahmad,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif IslamBandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2005
Winarto, Budi, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru, Yogyakarta: Tajidu
Press, 2004
163
BAB 7
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
7.1 PENDAHULUAN
7.1.1 Latar Belakang
Pada masa kontemporer saat ini, kita seringkali dihadapkan pada
persoalan-persoalan krusial terutama yang berkaitan dengan agama.
Agama menunjukkan keunikannya karena selama ia tumbuh dan
berkembang pada diri seseorang, mampu menghadirkan kedamaian dan
ketenangan. Namun, ketika agama telah dihadapkan pada problema sosial,
agama sering kali hadir dalam wajah keras, garang dan tak kenal
kompromi. Agama seringkali dijadikan landasan untuk membenarkan
sebuah tindakan, ironinya, agama dijadikan alat untuk menggapai sebuah
tujuan.
Sejarah mencatat bahwa agama seringkali dibawa pada daerah
konflik, agama dijadikan justifikasi dalam membangun dan merebut
sebuah kekuasaan. Sejarah perkembangan agama seringkali menodai
lembaran-lembaran sejarah dengan pola dan bentuk kekerasan yang
bermacam-macam. Salah satu bentuk kekerasan yang masih tercatat rapi
dalam lembaran sejarah adalah perang Salib. Perang yang melibatkan dua
agama besar yaitu agama Islam dan Kristen. Islam dengan label jihadnya
mengalami penyempitan makna, jihad seringkali dijadikan alat justifikasi
dalam menyebarkan misi-misi dakwah. Begitu pula dengan agama Kristen
dengan dokma Perang Suci-nya telah menghimpun para kaum Kristiani
untuk melancarkan serangan kepada umat Islam. Masing-masing agama
165
meyakini bahwa jalan menuju surga adalah dengan membunuh pihak
lawan yang mereka golongkan dalam diksi kaum kafir.151
Peristiwa perang Salib menyadarkan bangsa Eropa terhadap
kekayaan khazanah keilmuan Islam. Eropa betul-betul kewalahan dalam
menghadapi berbagai perlawanan umat Islam. Pun demikian, umat Islam
mulai tersadarkan kembali akan munculnya kekuatan baru yang mampu
menandingi kedigdayaan Islam. Pada abad ke-XVIII M, Eropa dengan
kolonialismenya mampu menguasai perekonomian dan perpolitikan dunia,
khususnya di Timur Tengah. Di sisi lain, Bangsa Timur di bawah
kekuasaan Mamalik dan Turki Uthmani mengalami pergolakan luar biasa.
Pergolakan yang bersumber dari keinginan untuk hidup lebih baik
layaknya bangsa Barat.
Bukan sebuah keanehan jika Karl Marx, tokoh pencetus sosialis
mengatakan bahwa agama merupakan candu yang harus dihindari. Dengar
berbagai kekerasan yang terjadi, maka muncullah para tokoh reformasi
yang berusaha mereinterpretasi ajaran-ajaran agama. Kaum Kristiani yang
mayoritas berdomisili di kawasan Barat, mulai menyadari dan menentang
otoritas agama yang dimonopoli Gereja. Dalam tubuh umat Kristiani,
sosok Martin Luther dengan reformasi Protestannya pada abad ke-16 di
Eropa menegaskan bahwa manusia dilahirkan dalam kadaan bebas, dan
mengapa mereka harus menyerahkan diri kepada para tiran152 (gereja.Red).
Sejarawan dan bangsawan perancis Francois Guizot (1787-1874)
mengatakan dalam pidato sejarah Eropa abad ke-19 bahwa salah satu
penyebab utama kemajuan peradapan Barat adalah munculnya kelompok
yang mengatakan “meskipun agama kita Kristen, kita mencari pembuktian
atas hal-hal mendasar dalam keyakinan kita”.153.
Para toko reformasi Kristen tersebut telah mampu membawa dunia
Barat kembali menemukan makna kehidupan dan keberadaan masyarakat
dalam kehidupan sosial. Barat lebih terkenal sebagai bangsa yang memiliki
jiwa sosial yang tinggi, sehingga Barat diklaim sebagai bangsa yang
menjunjung tinggi humanisme. Masa renaisans (kebangkitan kembali)
151 Hamid Zayyan Ghanim, Dirasat Tarikh al-‘Alam al-Islami fi al-‘Usur al-Wusta, (Kairo;
al-Ma’had al-‘Ali li al-Dirasat al-Islamiah, 2008), 293.
152 Sukidi, Protestanisme Islam dan Reformasi Protestan, Kolom Harian Kompas, 2/3/2005
153 Ibid.
166
Barat berawal pada abad ke-12, masa itu melahirkan kembali pengetahuan,
kebudayaan dan gaya klasik.154
Di tubuh umat Islam lahir tokoh-tokoh reformis semisal Muhammad
Abduh, Rasyid Ridla, Jamaluddin al-Qasimi dan sebaginya. Rasyid Ridla
mengisahkan:
‘ketika saya mencapai usia remaja, saya melihat para pemuka agama
Kristen dari Tripoli dan Lebanon berkumpul di rumah. Bahkan saya
seringkali melihat para pendeta-pendeta berdatangan khususnya di hari
raya. Saya melihat ayahku berbicara dengan penuh keakraban sebagaimana
beliau berbicara dengan para penguasa dan para tokoh masyarakat Islam.
Ayahku menceritakan kebaikan-kebaikan mereka yang beliau ketahui
secara objektif, namun tidak di hadapan mereka. Ini adalah salah satu
sebab mengapa saya menganjurkan untuk bertoleransi dan mencari titik
temu dan kerja sama antara semua penduduk negeri atas dasar keadilan,
kebajikan yang dibenarkan agama, demi kemajuan negara’.155
Penggalan kisah tersebut menjadi bukti sejarah, betapa toleransi
akan menghadirkan kemajuan. Tak jauh dengan Rasyid Ridla, Al-Qasimi
dinilai mampu menjembatani antara dunia Barat dan Timur. Ia dikenal
sebagai pemikir Muslim yang mampu mensinergikan pola pikir Barat yang
rasional dalam menghidupkan kembali khazanah intektual Islam yang
lama mati suri.156
Para agamawan Amerika khususnya agama serumpun yaitu Yahudi,
Kristen dan Islam bersepakat bahwa klaim kebenaran sepihak, konflik dan
saling tuding antar agama adalah sejarah masa lalu yang harus dilupakan.
Upaya memaksa penganut agama lain untuk ikut serta meyakini kebenaran
agama tertentu tidak lagi menjadi cermin bagi komitmen, kesalehan atau
ketaatan kepada ajaran-ajaran agama masing-masing, justru hal tersebut
154 Joel L. Kraemer, Renaisans Islam: Kebangkitan Intelektual Dan Budaya Pada Abad
Pertengahan, Penerjemah Asep Saefullah, (Bandung, Mizan, Cet. I, 2003), hal. 23.
155 Ibid., 59-60.
156 Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci Tafsir Reformasi atas Kritik al-Qur’an Terhadap
Agama Lain, Penerjemah Cecep Lukman Yasin, (Bandung, PT Gramedia, 2013), hal.
xl-xli
167
akan menjadi penyebab utama retaknya hubungan dan kerukunan antar
umat beragama.157
Pada makalah ini akan dibahas pentingnya kesadaran dan
tanggungjawab kolektif antar pemuka agama dalam membangun tatanan
kehidupan yang toleran, rukun, adil, damai dan sejahtera.
157 Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung,Mizan,
2001), hal. 201.
158 Dendy Sugono dkk, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta, 2008, hal. 1226.
159 Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2000), 277.
168
tersebut pada gilirannya menuntut tanggungjawab manusia.160 Masing-
masing individu mengharuskan mereka saling memahami, menghargai,
dan menghormati. Keharusan tersebut karena pada faktanya manusia
tercipta dalam ragam bentuk suku, dan bangsa.161 Keragaman dalam
bahasa lain dikenal dengan istilah Bhineka atau Plural. Hanya saja,
pluralisme atau bhineka tidak dapat dipahami semata sebagai masyarakat
majemuk, beraneka ragam, terdiri dari suku, agama dan sebagainya. Hal
itu karena hanya akan menghasilkan pemaknaan yang bersifat fragmentasi.
Ia juga tidak boleh hanya dimaknai dari segi kegunaannya yaitu untuk
menyingkirkan fanatisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian
sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.162
160 Sachiko Murata, The Tao of Islam Kitab Rujukan tentang Relasi Gender dalam
Kosmologi dan Teologi Islam, diterjemah: Rahmani Astuti dan MS. Nasrullah,
(Bandung: Mizan, 1998), 38.
161 Qurasih Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 13,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 260.
162 Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman,
(Jakarta: Paramadina, 2001), 31.
169
unsur-unsur lain yang terpisah. Kebhinekaan atau kemajemukan dinilai
sebagai sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Ia bagaikan undang-
undang Ilahi yang asli dan abadi dalam perjalanan tata kosmo. Al-Qur’an
menjelaskan;
“Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lain bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui” (QS. al-Rum: 22).
Ayat di atas menegaskan bahwa adanya perbedaan antar matahari
dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi, perbedaan bahasa dan kulit
pada diri manusia adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Betapa
tidak, semua lahir dari asal-usul dan sumber yang sama. Namun pada
perkembangannya berbeda-beda.163 Dengan kata lain, kebhinekaan hanya
berupa bentuk, adapun ketunggal-ikaan adalah sama-sama menunjukkan
kebesaran Allah Swt. Malam tanda siang selamanya akan menghadirkan
kegelapan, rembulan tanpa matahari tidak akan pernah menimbukan sinar,
bumi tanpa langit tidak akan melahirkan kehidupan. Perbedaan-perbedaan
tersebut tak ubahnya wadah yang memiliki kesamaan fungsi.
Ayat lain yang menegaskan kebhinnekaan manusia adalah Surat al-
Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”.
Para ahli tafsir memaknai ayat tersebut sebagai seruan kepada semua
manusia. Bahwa manusia diciptakan dari asal yang sama yaitu Adam dan
Hawwa, atau dari saripati berupa sperma laki-laki dan ovum perempuan.
Kemudian Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
163 Qurasih Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 11.,..
260.37-38.
170
agar saling kenal-mengenal, saling bantu-membantu, serta saling
melengkapi.164
Penggalan pertama dari ayat di atas ‘Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan’ merupakan penegasan bahwa
manusia memiliki derajat yang sama di sisi Allah. Tidak ada perbedaan
pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua
diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Keragaman hanya bentuk
lahiriah, adapun esensinya adalah satu. Keragaman lahiriah bertujuan agar
saling mengenal. Semakin kuat pengenalasan satu pihak kepada pihak
lainnya, maka akan terbuka peluang selebar-lebarnya untuk saling
memberi manfaat. Perkenalan dibutuhkan untuk saling mengambil
pelajaran guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Sehingga akan
melahirkan kedamaian dan kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan
ukhrawi.165
Kebhinekaan dalam rupa etnis, suku, bahasa, golongan, bangsa dan
sebagainya adalah keragaman lahiriah. Ia memiliki tujuan utama berupa
saling menghormati dan menghargai. Sehingga akan melahirkan
tanggungjawab sosial sebagai mahluk yang tercipta untuk memakmurkan
bumi. Ketunggal-ikaan dalam konteks tersebut adalah, bahwa semua
memiliki asal-usul yang sama. Asal-muasal yang akan menyadarkan diri
manusia, bahwa pada esensinya kita adalah sama (tunggal ika).
Kebhinekaan dalam al-Qur’an juga berfungsi sebagai pendorong
untuk saling berkompetisi dalam melakukan kebaikan, dan berlomba-
lomba menciptakan prestasi yang baik. Kebhinekaan juga berfungsi
sebagai motivator yang mengevaluasi dan memberikan petunjuk menuju
kemajuan dan kemaslahatan. Dalam surat al-Maidah ayat 48 Allah
berfirman:
“....Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat aneka kebajikan. Hanya
kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada
kamu apa yang kamu telah berselisih dalam menghadapinya”.
164 Qurasih Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 13.,..
260-261.
165 Ibid., 262.
171
Quraish Shihab menafsirkan, kata lau (sekiranya) pada ayat di atas
menggambarkan bahwa hal tersebut (menjadi satu umat) tidaklah
dikehendaki Allah. Karena kata lau (sekiranya) hanya digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang mustahil terjadi. Dalam arti kata, Allah tidak
menghendaki menjadikan manusia semua sejak dulu hingga mendatang
satu umat saja. Atau menjadikan mereka hanya satu pendapat, satu
kecenderungan, satu keyakinan, satu agama dan sebagainya. Seandainya
Allah menghendaki semua manusia satu, niscaya manusia tidak akan
memiliki kebebasan dalam memilah dan memilih. Dengan memilah dan
memilih, manusia akan terus berlomba-lomba meraih yang terbaik. Namun
demikian,perlu dipahami bahwa yang dimaksud tidak menjadi satu bukan
dalam kebersamaan dan kekompakan meraih kebaikan dan kesuksesan,
melainkan keragaman dan kebhinekaan dalam bentuk dan
kecenderungan.166 Kebhinekaan adalah motivator bagi tiap manusia untuk
menghadapi ujian, cobaan, kesulitan, rintangan, dan untuk berlomba-
lomba dalam berkarya dan berkreasi di antara masing-masing pihak yang
berbeda. Ketunggal-ikaan dalam ayat tersebut lebih menekankan pada
tujuan kebhinekaan. Dan meberikan penekanan bahwa kemajemukan
bukan untuk diperdebatkan, dipertentangkan, diperselisihkan atau
diingkari.
Bhineka tunggal ika dalam perpektif agama tidak hanya dapat
dipahami sebagai upaya menghilangkan radikalisme dan fanatisme.
Kebhinekaan juga harus dipahami sebagai keharusan bagi keselamatan
umat manusia, yaitu melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan.
Mekanisme tersebut merupakan bagian dari rahmat Allah yang diciptakan
untuk manusia agar memelihara keutuhan bumi. Allah Swt berfirman
dalam surat al-Baqarah ayat 251:
“Seandainya Allah tidak mengimbangi segolongan manusia dengan
golongan yang lain, maka pastilah bumi hancur; namun Allah mempunyai
kemurahan yang melimpah kepada seluruh alam”.
Penekanan kebhinekaan dalam agama mengindikasikan adanya
masalah besar dalam kehidupan beragama yang ditandai oleh realita
kemajemukan, kebhinekaan atau pluralisme dewasa ini. Persoalan paling
166 Qurasih Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 3.,..
108.
172
mendasar adalah, bagaimana seorang pemeluk agama mendifiniskan
keselamatan agamanya di tengah agama-agama yang lain. Meskipun pada
realitanya, masing-masing pribadi umat beragama memiliki kedekatan
personal dengan penganut agama lainnya.167
Persoalan teologis tersebut membawa kebingungan yang serius.
Lebih-lebih jika masing-masing pemeluk agama memiliki standar ganda,
yakni menerapkan standar-standar yang berbeda untuk diri sendiri, dan
orang lain. Seringkali standar yang digunakan untuk diri sendiri lebih
bersifat ideal dan normatif, sedangkan bagi pihak lain bersifat realistis dan
historis.168 Persoalan teologis mencapai puncaknya dengan munculnya
berbagai tindakan kekersan dan intoleransi yang mengatas-namakan
agama.
Sejarah agama mencatat berbagai peristiwa yang menggambarkan
ketidak-harmonisan antara penganut-penganut agama. Berbagai konflik
keagamaan menimbulkan asumsi bahwa suatu golongan cenderung
membenci dan takut kepada golongan lain yang berbeda. Ironinya,
kebencian dan ketakutan tersebut seringkali menutup pintu kemungkinan
adanya kebenaran dari golongan lain. Sehingga menimbulkan kesalah-
pahaman dalam memaknai dan menafsirkan ajaran-ajaran agama. Kesalah-
pahaman tersebut kemudian menjadi problem serius bagi terciptanya relasi
yang harmonis antara kaum Muslim dan non Muslim.
Untuk mengatasi konflik teologis, Bhineka tunggal ika harus
dipahami bahwa setiap penganut agama memiliki hak dan kewajiban
menjalankan keyakinan masing-masing. Tanpa harus meninggalkan
keyakinan atau memaksakannya kepada orang lain. Adapun titik temu dari
masing-masing agama terletak pada keinginan bersama menggapai
kebahagian dunia dan akhirat melalui keyakinan dan keimanan masing-
masing.
167 Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman,... 31-
32.
168 Ibid., 34.
173
masing-masing agama memiliki aturan yang bersumber dari Kitab Suci.
Aturan tersebut bertujuan untuk mengatur, mengarahkan manusia dalam
mencapai kebahagiaan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, kebaikan
dan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Aturan-aturan yang agama
tawarkan merupakan penguat bagi logika atau akal yang dimiliki manusia
sejak lahir.169 Aturan agama tersebut dikemas dalam bentuk ajaran.
Secara garis besar, ajaran Islam terdiri dari perintah dan larangan.
Perintah adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing
penganut agama. Meninggalkan kewajiban sama halnya dengan melanggar
perintah agama. Adapun larangan adalah hal-hal yang wajib ditinggalkan.
Perintah dan larangan yang dimaksud bersumber dari Allah Swt.
Kewajiban menjalankan perintah dan menjauhi larangan bersumber dari
keyakinan masing-masing penganut agama bahwa ajaran yang Allah Swt
perintahkan melalui para RasulNya bukan sesuatu yang sia-sia.
Pada tiap perintah dan larangan tersimpan di dalamnya maslahat
bagi manusia serta alam semesta. Secara etimologi, kata maslahat berasal
dari bahasa Arab yang bermakna ‘kebajikan’ (Al-shalah) dan manfaat (al-
manfa’ah). Secara terminologi, kata maslahat dimaknai sebagai ‘segala
sesuatu yang mengandung manfaat’.170 Manfaat yang ditawarkan agama
mencakup kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Setidaknya ada empat
hal yang ingin dicapai dalam tiap-tiap perintah atau larangan yang terdapat
pada ajaran agama, antara lain; pertama; aspek teologis, yaitu mengetahui
tentang Tuhan, kedua; aspek ritual, yaitu aspek tentang tata cara beribadah
kepada Allah Swt, ketiga; aspek perintah dan larangan, dan keempat;
mencegak para perusuh agar tidak melakukan pengrusakan.171
Aspek teologis bertujuan memperkuat keimanan, keyakinan dan
kepercayaan pada masing-masing orang beragama. Aspek ini memiliki
disiplin ilmu yang sering dikenal dengan sebutan ilmu teologis. Aspek
ritual lebih pada tata cara yang diajarkan agama dalam menggapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Aspek ini lebih pada tata-cara beribadah
semisal shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebaiknya. Aspek ketiga
169 Umar Shibab, Ketulusan beragama, ed., Hasan M. Noer, Agama di Tengah Kemelut,
(Jakarta, MediaGita), hal. 24-25.
170 Zuhairi Misrawi dan Novriantoni, Doktrin Islam Progresif Memahami Islam Sebagai
174
merupakan bentuk kepatuhan hamba kepada Tuhannya. Aspek keempat
mengarahkan orang-orang beragama untuk ikut serta menjaga, merawat
dan melindungi alam semesta.
Keempat aspek tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw,
sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Anbiya’ ayat 107.
َس ْلنَاكَ ا هِال َرحْ َمة ِل ْل َعالَ ِميْن
َ َو َما أ َ ْر
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan (menjadi) rahmat
bagi semesta alam”
Quraish Shihab menafsirkan dengan mengatakan bahwa ada empat
hal pokok penting yang terkandung dalam ayat tersebut di atas, pertama:
Rasul/utusan Allah dalam konteks ayat tersebut adalah Nabi Muhammad
Saw, kedua: Allah Swt sebagai Dzat yang mengutus, ketiga: objek sasaran
atau yang diutus kepada mereka (al-‘alamin), dan keempat: Risalah atau
ajaran. Keempat hal pokok tersebut disifat dengan sifat Rahmat Allah.172
Quraish Shihab menegaskan, bahwa kehadiran Nabi Muhammad
Saw adalah rahmat bagi semesta alam. Hal itu diperkuat oleh temuan
Quraish Shihab bahwa tidak ada satupun orang yang dijuluki atau disifati
dengan rahmat di dalam al-Qur’an kecuali Nabi Muhammad Saw. Dan
tidak ada satupun makhluk yang disifati al-rahim kecuali Nabi Muhammad
Saw. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Taubah 128:
172 Qurasih Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 8.,..
518-519.
173 Ibid., 519-520
175
secara etimologi bermakna kumpulan sejenis makhluk hidup, baik yang
terlihat maupun tidak. Semisal alam manusia, alam malaikat, alam jin,
alam hewan dan alam tumbuh-tumbuhan.174
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam adalah ajaran yang
memenuhi kebutuhan batiniah makhluk hidup berupa kasih sayang,
ketenangan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, mengakui adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menjunjung tinggi fitrah
lahiriah.
176
disandarkan pada titik kesamaan yang menyatukan antar dua belah pihak.
Dalam konteks agama, kita mengenal istilah ukhuwah islamiah. Dalam
konteks negara kita kenal istilah ukhuwah wathaniah, dan dalam konteks
kita sebagai manusia kita mengenal istilah ukhuwah basyariah.
175 Zuhairi Misrawi dan Novriantoni, Doktrin Islam Progresif Memahami Islam Sebagai
Ajaran Rahmat,..121
176 Ismail Ali Muhammad, al-Ukhuwwah al-Islamiayah Fardliyatun Syar’iyyatun wa
hal, 247.
177
Kata ikhwatun) (اخوةbentuk jamak dari kata akh yang bermakna
saudara, sahabat atau yang sama. Persaudaraan yang didasarkan adanya
kesamaan antara dua belah pihak. Quraish Shihab mengutip pendapat
Thabathaba’i seorang ulama tafsir dari Iran yang mengatakan bahwa
persaudaraan dalam ayat tersebut di atas merupakan ketetapan syariah,
sehingga berdampak pada hak dan kewajiban yang ditetapkan Islam
semisal hak waris, keharaman pernikahan, hak mendapatkan nasfkah dan
lainnya.178 Ayat di atas memberikan isyarat bahwa persaudaraan yang
mengarah kepada kesatuan dan persatuan akan melahirkan limpahan
rahmat kasih sayang bagi mereka. Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan
hanya akan menghadirkan bencana dan pertumpahan darah.179 Karenanya,
apabila ada permusuhan atau perpecahan di antara umat Islam, hendaknya
ada pihak berupaya menyatukan kembali. Sebagimana dalam al-Qur’an
surat al-Hujurat ayat 9:
ْ َ َان ِمنَ ال ُمؤْ ِمنِيْنَ ا ْقتَتَلُ ْوا فَأ
...ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ُه َما َ َوا ِْن
ِ طائِفَت
“Dan jika ada dua kelompok dari orang-orang mukmin bertikai maka
damaikanlah antara keduanya...”
Ayat tersebut menggunakan kata in ( )انyang bermakna jika.
Dalam kaidah bahasa arab, kata tersebut menunjukkan adanya keraguan
atau sesuatu yang jarang terjadi.180 Secara psikis, pertikaian, pertentangan,
perebutan kepentingan, keinginan untuk menguasai adalah hal manusiawi
dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah al-Qur’an sebagai
pedoman utama Islam memberikan batasan agar pertikaian sehebat apapun
yang terjadi di antara umat Islam tidak berujung pada perpecahan dan
kehancuran. Ia harus dikembalikan pada cita-cita bersama dalam semangat
ukhuwah (persaudaraan) dan ishlah (perdamian). Di sinilah pentingnya
spirit persaudaraan dan perdamaian.
178
7.2.4.2 Ukhuwah Wathaniah
Kata wathan berasal dari bahas Arab yang bermakna tempat
tinggal manusia.181 Makna tersebut kemudian berkembang dalam lingkup
yang lebih besar menjadi bangsa atau negara. Negara yang menjadi wadah
bagi tiap-tiap individu manusia dari sejak lahir hingga tiada. Setiap
individu-individu memiliki ciri khas dan pandangan hidup yang berbeda-
beda. Meskipun demikian, masing-masing ciri khas tersebut jika dikelolah
dengan baik akan menjadi sumber kekuatan yang sulit dihancurkan.
Kekuatan bersama yang lahir dari individu-individu tersebut
dikemudian membentuk komunitas yang disebut masyarakat. Hal itu
karena manusia sejatinya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lainnya. Keberadaan masing-masing individu menjadi penentu
bentuk dan corak masyarakat, apakah bercorak agamis, nasionalis, sosialis
atau lainnya. Keinginan, kesamaan, dan cita-cita bersama menjadi penentu
pergerakan masyarakat. Sehingga tidak berlebihan kiranya jika masyarakat
diartikan sebagai kumpulan dari individu-individu yang terikat oleh
aturan-aturan, kebiasaan, tradisi, hukum dan keinginan bersama. Dari
masyarakat kemudian berkembang menjadi negara atau bangsa.
Secara kebahasaan, kata ‘bangsa’ bermakna kesatuan orang-orang
yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, sejarah dan
memiliki sistem pemerintahan sendiri. Ukhuwah wathaniah dalam konteks
ini bermakna persaudaraan sesama warga negara yang memiliki misi dan
visa yang sama. Berbagai perbedaan yang ada bukan menjadi penghalang
bagi terbentuknya kerjasama antar penduduk negara yang multikultural.
Indonesia termasuk negara multikultural yang memiliki
keragaman suku, budaya, agama, golongan dan sebaginya. Kebhinekaan
yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan fakta kehidupan yang harus
dijaga, dipelihara dan dikembangkan. Keragaman adalah sesuatu yang
harus dipahami secara arif dan penuh toleransi. Hefner menilai bahwa
Indonesia adalah ‘lokus klasik’ (tempat terbaik/rujukan) bagi terciptanya
masyarakat majemuk.182 Posisi Indonesia sebagai lokus klasik sangat
bergantung kepada sikap dan sifat masyarakat Indonesia dalam menyikapi
181 Muhammad bin Abi Bakrin bin Abdil Qadir al-Razi, Mukhtar al-Shihah, (Kairo, Darrul
Ma’arif) hal. 728
182 C. Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustak Pelajar, 2005), 83.
179
persamaan dan perbedaan. Kondisi ini akan berdampak pada kekayaan dan
kekuatan bangsa Indonesia, namun pada sisi lain, kondisi tersebut
berpotensi menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Untuk itu, tidak ada
pilihan lain bagi rakyat Indonesia kecuali bersama-sama berkomitmen
merawat, menjaga, dan mengembangkan budaya keragaman menuju
kemaslahatan rakyat.
Di beberapa daerah, penerapan kebhineka-tunggal-ikaan hingga
saat ini masih mempertahankan budaya atau kearifan lokal masing-masing
daerah. Mereka hidup saling berdampingan dengan damai dan penuh
toleransi. Hal itu terwujud karena masing-masing individu menjadikan
budaya sebagai landasan perilaku, dengan diiringi dan diimbangi sifat
dasar manusia yang baik, jujur, cerdas, murah hati, suka menolong, ramah
dan cinta damai.183 Sifat dasar tersebut membentuk tabiat, kebiasaan
sehingga mengakar dan membudaya pada diri masing-masing individu.
Dan budaya itulah yang kemudian secara turun-temurun terwariskan
dengan baik.
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan
yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks
pemahaman masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia terdiri dari
kebudayaan daerah yang bersifat kewilayahan. Ia merupakan pertemuan
dari pelbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka mendiami wilayah dengan kondisi geografis
yang variatif. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah,
pedesaan, hingga perkotaan.
Pertemuan antara kebudayaan lokal dan kebudayaan luar ikut serta
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan di Indonesia, sehingga
menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Berbagai
agama-agama besar juga ikut mendukung pembentukan dan perkembangan
kebudayaan Indonesia. Kesemua menjadikan Indonesia sebagai negara
dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya tinggi.
Sejarah membuktikan bahwa berbagai kebudayaan di Indonesia
berjalan berdampingan, saling mengisi secara paralel. Kebudayaan
183Ray, Vironica, Spritualitas Alam: Renungan tentang Masuk ke dalam Dunia di Luar
Diri Sendiri, diterjemah: Rita S.S, (Jakarta: Profesional Book, 1997), 83.
180
berfungsi sebagai pedoman untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
biologi, sosial, dan adab. Tak jarang, nilai-nilai budaya dijadikan tolok-
ukur mengetahui kebenaran sebagai lawan dari kesalahan, mengetahui
yang suci dari yang kotor, yang indah dari yang buruk, yang baik dari yang
jelek dan sebagainya. Peran budaya dalam memenuhi hajat orang banyak
berjalan secara sistemik dengan nilai-nilai budaya sebagai dasar
pokoknya.184
Nilai-nilai budaya tersebut berisikan kesepakatan yang diyakini
kebenaarannya secara turun-temurun. Namun demikian, selalu muncul
fenomena kebudayaan yang melibatkan masyarakat lokal dan pendatang.
Kebudayaan seakan-akan tidak dapat bergerak karena adanya pandangan
hidup dan sistem kepercayaan yang kental, sehingga melahirkan sikap
etnosentris, yaitu sikap yang mengangungkan budaya suku bangsa sendiri
dan menganggap rendah suku bangsa lain.
Fenomena etnosentris di tengah kebhinekaan menjadi masalah
serius yang tak kunjung usai. Fenomena tersebut timbul karena beberapa
latar belakang, antara lain: perbedaan sudut pandang, warisan kebudayaan
yang turun-temurun, perasangka buruk, dan minimnya komunikasi dan
interaksi antar kebudayaan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dicarikan beberapa solusi, antara lain; penyerapan budaya-budaya luar
secara bertahap, penyebaran budaya, dan menciptakan komitmen bersama
berupa keinginan meraih keberhasilan secara bersama.
Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki landasan dasar berupa
Pancasila dan UUD 1945. Pada Pancasila sila pertama diakui bahwa
agama yang dianut rakyat Indonesia berfungsi sebagai etika dan sumber
moral. Dengan kata lain, rakyat Indonesia yang bermoral atau beretika
adalah mereka yang menjalankan ajaran agama masing-masing. Sila kedua
mengandung nilai-nilai demokrasi dan HAM. Kemanusian dan keadilan
menjadi ciri-wanci keberhasilan demokrasi dan penegakan hak asasi
manusia. Pada sila ketiga menekankan pada pentingnya persatuan. Sila
ketiga ini menekankan pentingnya semboyan bhineka tunggal ika.
Semboyan yang menyatukan keragaman dalam tujuan dan cita-cita
bersama menuju keadilan sosial yang beradab.
184 P. Suparlan “Kebudayaan dan Pembangunan”, Media Ika 14(11): 1986, 106-135.
181
Pancasila dan UUD 1945 menjadi pedoman bagi tiap-tiap
penduduk yang lahir dan tumbuh subur di Indonesia. Setiap perbedaan
sikap dan sudut pandang yang melahirkan polemik berkepanjangan harus
dikembalikan kepada sila-sila Pancasila dan UUD 1945. Di sinilah
ukhuwah wathaniah dapat kita maknai sebagai persaudaraan sebangsa atau
senegara dalam membangun tempat tinggal yang kita tempati.
7.2.4.3.Ukhuwah Basyariah
Dalam kamus bahas Arab, kata basyariah terambil dari akar kata
basyara-yabsyuruh yang bermakna kulit luar, makhluk, dan memberi
kabar gembira.185 Kata basyar juga bermakna penampakan sesuatu
dengan baik dan indah. Manusia dikatakan basyar karena memiliki kulit
yang jelas dan indah. Kata basyar juga digunakan untuk menunjukkan
kedudukan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesamaan antar
sesamanya, semisal; memiliki pancaindra, merasa lapar dan dahaga,
memiliki kebutuhan psikis dan sebagainya.
Al-Qur’an mengulang kata basyar sebanyak 36 kali. Dari
pengulangan tersebut kesemua berbentuk kata tunggal, dan hanya satu
yang menggunakan kata mutsanna (dual). Dari pengulangan kata basyar
dalam al-Qur’an, setidaknya ada tiga arti penting yang dihadirkan al-
Qur’an. Pertama; kata basyar bermakna manusia dalam arti fisik atau
jasmani. Secara fisik, manusia memiliki kesamaan dari segi struktur tubuh
luar maupun struktur tubuh dalam. Dalam arti kata, kesemua organ tubuh
yang dimiliki manusia memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Kedua; kata
basyar bermakna manusia yang mengalami proses kehidupan. Ia melalui
tahapan-tahapan kehidupan sehingga menjadi makhluk yang dewasa dan
bertanggungjawab.186
Ukhuwah basyariah bermakna persaudaraan antar sesama manusia
yang memiliki kesamaan dalam bentuk, fungsi, dan tanggungjawab.
Bentuk persaudaraan ini lebih bersifat universal, terbuka dan lebih luas. Ia
tidak dibatasi oleh kesamaan ideologi atau kepercayaan seperti halnya
185 Muhammad bin Abi Bakrin bin Abdil Qadir al-Razi, Mukhtar al-Shihah,.. hal. 53
186 Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,..
279
182
ukhuwah islamiyah, dan juga tidak terbatas oleh wilayah-wilayah tertentu
sebagaimana ukhuwah wathaniah.
183
dan pluralisme.187 Tolerasi mejadi syarat utama terbentuknya dialog antara
agama. Toleransi akan terbangun jika masing-masing penganut agama
saling memahami, menghargai, menghormati serta menjauhi sifat angkuh,
sombong, otoriter, radikal dan sebagainya.
Konsep pluralisme dapat dipetakan, pertama; pluralisme tidak
bermakna kemajemukan semata, melainkan sebuah kesadaran bersama
dalam upaya ikut serta terlibat mengakui keberadaan agama lain dan
berupaya memberikan pemahaman bahwa perbedaan adalah bagian dari
realita kehidupan yang memiliki landasan hukum agama. Kedua; konspe
pluralisme harus dibedakan dengan konsep relativisme. Relativisme
mengakui bahwa semua agama memiliki kebenaran, sehingga akan
berpengaruh pada keyakinan masing-masing individu. Dalam hal ini,
plurarisme lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk tidak bersifat otoriter
atau menonjolkan kelebihan kepada agama lain. Ketiga; plurarisme harus
dibedakan dengan sinkritisme, yaitu sebuah keyakinan baru yang tercipta
dari hasil perkumpulan atau penyatuan kebenaran dari berbagai agama
yang ada.188 Pluralisme harus dipahami sebagai bagian dari realita
kehidupan, tanpa harus mengorbankan keyakinan masing-masing.
Cara kedua; kerjasama ekonomi, sosial dan budaya. Agama secara
signifikan telah mempengaruhi pola pikir dan pola hidup penganutnya.
Pengaruh agama mampu membagi dan mengkalisifikasikan kehidupan
manusia dalam bentuk sakral dan profan. Hal tersebut karena manusia
secara umum memiliki kenginan untuk selamat, dan upaya untuk
mempertahankan kehidupan. Kerjasama ekonomi, sosial dan budaya
merupakan salah satu cara untuk memenuhi keduanya. Kebutuhan
ekonomi akan terpenuhi jika tiap individu bahu-membahu saling berbagi
dan membantuk, pun demikian dalam persoalan sosial kemasyrakatan dan
budaya.
187 Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, 41
188 Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, 41-42.
184
3) Islam adalah agama paling sempurna, jelaskan bagaimana Islam
menjunjung tingga kerukunan!
4) Sebutkan trilogi ukhuwah, jelaskan!
5) Syarat utama terbentuknya dialog antar umat beragama adalah
toleransi dan pluralisme, Bagaimana cara menerapkan keduanya,
jelaskan!
7.4 RANGKUMAN
Sejarah agama mencatat bahwa agama memiliki dua sisi yang
secara kasat mata terlihat saling bertentangan. Sisi pertama, agama dinilai
telah ikut serta menyebar kebencian, permusuhan, sehingga membuat
masyarakat tidak lagi merasa aman, damai, tentram, melainkan saling
bermusuhan, membunuh dan menghancurkan. Sisi lain, kehadiran agama
sangat diharapkan sebagai penyebar cinta dan kasih sayang. Ajaran agama
yang memerintahkan tiap radikalisme dengan toleransi, membuat kita
semakin optimis bahwa agamalah yang kita harapkan untuk hari esok yang
lebih cerah.
Ayat-ayat cinta dan kasih sayang semakin memiliki ruang yang
lebih luas. Sebuah upaya membawa manusia dari kemelut yang telah
merenggut kebersamaan, kerukunan dan kententraman. Upaya yang
melahirkan kesadaran bahwa masing-masing individu tidak dapat hidup
sendiri tanpa peran aktiv pihak lain. Punca dari upaya tersebut yang paling
berkesan adalah ketika kebencian, kekerasan dibalas dengan cinta dan
kasih sayang. Dengan cinta dan kasih sayang, melahirkan sikap saling
menghargai dan menghormati, sehingga terciptalah kerukunan antar umat
beragama.
DAFTAR PUSTAKA
al-Razi, Muhammad bin Abi Bakrin bin Abdil Qadir, Mukhtar al-Shihah,
Darrul Ma’arif, Kairo.
Ghanim, Hamid Zayyan, Dirasat Tarikh al-‘Alam al-Islami fi al-‘Usur al-
Wusta, Kairo; al-Ma’had al-‘Ali li al-Dirasat al-Islamiah, 2008.
185
Kraemer, Joel L., Renaisans Islam: Kebangkitan Intelektual Dan Budaya
Pada Abad Pertengahan, Penerjemah Asep Saefullah, Mizan,
Bandung, 2003.
Mahfud C., Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustak Pelajar, 2005.
Murata, Sachiko, The Tao of Islam Kitab Rujukan tentang Relasi Gender
dalam Kosmologi dan Teologi Islam, diterjemah: Rahmani Astuti
dan MS. Nasrullah, Bandung: Mizan, 1998.
186
Sirry, Mun’im, Polemik Kitab Suci Tafsir Reformasi atas Kritik al-Qur’an
Terhadap Agama Lain, Penerjemah Cecep Lukman Yasin, PT
Gramedia, 2013.
187
BAB 8
MASYARAKAT MADANI DAN
KESEJAHTERAAN UMAT
8.1 PENDAHULUAN
Persoalan kemiskinan dan kesejahteraan umat menjadi problem
akut yang dihadapi oleh setiap negara. Khususnya di negara-negara islam
yang memiliki jumlah penduduk miskin yang cukup banyak. Hal ini
menjadi ironi, karena ajaran islam sangat tidak menghendaki kaum
muslim menjadi orang miskin. Bahkan Nabi SAW pun “mewanti-wanti”
umatnya agar tidak terjebak kepada kemiskinan karena hal tersebut dapat
berakibat kepada kekafiran. Sebagaimana sabdanya:
، « َكادَ ْالفَ ْق ُر أ َ ْن َي ُكونَ ُك ْفرا:سله َم َ ُصلهى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ِسو ُل هللاُ قَا َل َر:َ قَال،ع ْن أَنَس َ
»ب ْالقَدَ َر
َ َل
ِ ْ
غ ي ْ
ن َ أ ُ دس ح
َ َ ْ
ال َ دا َ
ك َو
Dari Anas, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Kefakiran dapat
mendekatkan pada kekafiran. Dan sifat dengki bisa mengalahkan taqdir
Allah” (HR. Abu Nu’aim)
Untuk menangani permasalahan kemiskinan ini, umat islam bisa
belajar dan kembali kepada teladan agung tentang keberhasilan nabi
Muhammad SAW membangun masyakarat Madinah. Kemudian
memaksimalkan fungsi zakat dan wakaf sebagai instrument yang telah
dibuat dalam islam untuk mengentaskan kemiskinan.
189
8.2 ISI MATERI
8.2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Fenomena masyarakar modern dengan segala dengan segala dampak
positif dan negatif yang menyertainya mengantarkan seluruh masyarakat
kembali kepada kesadaran kolektif akan pentingnya suatu masyarakat ideal
yang beradab dan tunduk dibawah norma yang telah disepakati bersama.
Masyarakat yang menjanjikan keteraturan, perlindungan terhadap hak
asasi manusia, kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Globalisasi yang menyertai perkembangan iptek, tidak hanya
membawa dampak positif bagi kehidupan manusia, tetapi dampak negative
ditimbulkannya juga sulit dihindari bahkan pada titik terjauh telah
mencerabut eksistensi manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial atau
sebagai individu yang memiliki hak-hak atas dirinya sendiri.
Dari individu-individu yang teralienasi tersebut, akhirnya berujung
pada perilaku menyimpang, yang akhirnya berpengaruh pada stabilitas dan
keteraturan masyarakat. Masyarakat modern. Globalisasi telah membabat
batas kehidupan manusia, baik secara teritorial ataupun social. Kemajuan
teknologi komunikasi seperti yang dirasakan saat ini berdampak pada
kebebasan tampa batas. Semua bisa menyalurkan pendapat dan aspirasinya
melalui sosial media, bahkan dengan ucapan yang tidak pantas sekalipun.
Ujaran kebencian, hoax, dan sebagainya dapat dengan mudah dilakukan.
Masyarakat akhinya kembali kepada kesadaran kolektif mereka akan
pentingya menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera. Menyadari
betapa pemenuhan hak–hak asasi setiap manusia adalah persoalan
fundamental. Kebutuhan tersebut bukanlah kewajiban dari satu individu
saja, tetapi masyarakat atau negara dan seluruh umat manusia. Merupakan
tanggung jawab kolaborasitif, yakni pemerintah dan seluruh manusia.
Sudah tentu, yang diinginakn tentunya adalah masyarakat yang
damai, sejahtera, terbuka, maju, dan modern. Bukan sebagai masyarakat
yang totaliter, yang menginjak–injak akan hak asasi manusia. Ada yang
mengistilah model masyarakat ini dengan “civil society”. Ada pula yang
mengistilahkannya dengan Masyarakat Madani.
190
8.2.2 Antara Civil Society dan Masyarakat Madani.
Sebagian kalangan ada yang menyamakan antara civil society
dengan masyarakat madani. Hal ini karena karena adanya kesamaan cita-
cita dari dua tipe masyarakat ini. Kata madani, dalam kamus bahasa besar
Indonesia berarti sesuatu yang berhubugan dengan hak-hak sipil. Bisa juga
berarti menjunjung tinggi nilai dan norma hokum yang ditopang oleh
penguasaan iman, ilmu dan teknologi yang berperadaban.189 Dari
pengertian ini, masyaralat madani berarti masyarakat sipil atau masyarakat
yang menjunjung tinggi nilai moral dan norma hukum. Pengertian ini sama
dengan makna dari civil society yang berarti masyarakat sipil.
Namun jika ditelisik lebih jauh, akan ditemukan perbedaan antara
masyarakat madani dan civil society. Minimal bahwa masyarakat madani
adalah berasal dari konsep islam. Sementara civil society berasal dari barat
sehingga lebih identik dengan sekularisme. Bahkan kecendrungan yang
lebih popular bahwa gerakan civil society itu berasal dari sosialisme.190
Diskursus civil society dimunculkan sebagai perlawanan pada
kapitalisme, yang dimotori oleh Karl Max, Antonio Gramci, F.Hegel dan
lain sebagainya. Jika melihat sejarah, sosialisme itu lahir sebagai
perlawanan atas kapitalisme. Berciri khas kesamarataan, pembebasan
kaum tani dan buruh. Begitu pula sosialisme ala Indonesia yang
dikembangkan oleh Soekarno sebagai upaya menggerakkan semangat
masyarakat Indonesia untuk melakukan revolusi.191
Pada sisi lain, terdapat gerakan civil society dengan berpijak pada
faham liberalisme. Memperjuangkan kebebasan masyarakat, debirokrasi,
deregulasi menuju pasar bebas.192 Faham sosialisme yang menempatkan
negara pada posisi yang sangat dominan dianggap tidak merepresntasikan
civil society yang sesungguhnya. Maka muncullah gerakan civil society
Islam), Jurnal Risalah, Vol 26, No 1 Maret 2015 (Riau: Universita Negeri Sultan Syarif
Kasim) hal 24
191
yang benar-benar menempatkan peran sipil secara penuh. Dan kapitalisme
adalah solusinya.
Masyarakat madani memiliki akar sejarah berbeda dengan civil society
dalam perspektif sosialis ataupun kapitalis. Jika civil society memiliki
sejarah yang panjang sejak dari para filosof yunani, berbeda halnya dengan
masyarakat madani. Secara istilah, masyarakat madani tidak pernah
dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. Istilah ini temuan dari pemikir
kontemporer Prof. Naquib Al Attas ketika menterjemahkan civil society.193
Akan tetapi para pemikir islam selanjutnya, tidak sepakat untuk
menyamakan kedua istilah. Bahwa walaupun istilah masyarakat madani
terinspirasi dari civil society, namun dalam masyarakat madani ada benang
merah yang dapat disambungkan kepada sejarah islam pada masa nabi
Muhammad SAW. Inilah yang kemudian dapat membedakan antara antara
kedua istilah tersebut. 194
Kata madani diambil dari kata madinah, yang merupakan kota yang
dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Penisbatan ini dipilih didasari atas
keyakinan dan fakta sejarah akan keberhasilan Nabi Muhammad SAW
membangun suatu masyarakat ideal di kota Madinah. Yatsrib yang
merupakan nama kota Madinah sebelum kedatangan Nabi Muhammad
SAW tidak jauh berbeda dengan tempat-tempat lain di jazirah arab. Penuh
pertikaian dan pertumpahan darah yang didasari atas fanatisme suku dan
golongan. Namun setelah kedatangan Nabi Muhammad SAW keadaan ini
berubah seratus delapan puluh derajat. Nabi SAW berhasil membangun
suatu masyarakat egaliter yang didasari atas persamaan hak dan kewajiban,
dilandasi atas nilai-nilai ukhuwah yang sangat erat terbangun antara
seluruh elemen masyarakat. Masyarakat madinah yang berhasil dibangun
Nabi Muhammad SAW adalah masyarakat demokratis, menjunjung dan
menghargai tinggi HAM, memiliki komitmen tinggi akan tegaknya serta
masyarakat yang professional. 195
Sebagai Rasul Allah SWT yang mengemban misi risalah, sudah pasti
misi tersebut tidak akan dipisahkan dari usaha beliau membangun
193 Ibid, 25
194 Ibid, 25
195 Umar, Bukhari. 1999. ”Pembinaan Masyarakat Madani dan Konstribusi Pendidikan
192
masyarakat madinah. Karena itu, religiusitas adalah menjadi dasar dari
masyarakat ideal yang beliau bangun. Rasulullah SAW membangun
masyarakat madinah dengan berlandaskan nilai-nilai agama kuat. Sehingga
yang terbangun adalah masyarakat religius yang berlandaskan agama.
Di dalam al quran didokumentasikan dua masa ideal yang hidup
makmur dan sejahtera. yaitu Masyarakat Saba dan Masyarakat Madina.
Kaum Saba’ adalah masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Kaum ini
diabadikan dalam Al Qur’an bahkan dijadikan nama salah satu surat Al
Qur’an, yaitu surat ke-34. Masyarakat Saba’ dalam Al Qur’an dikisahkan
berada negeri yang tentram dan sejahtera. Terdapat kebun yang ditumbuhi
tanaman yang subur. Menjadi rizki yang mencukupi kebutuhan hidup
masyarakat. Negeri yang indah itu merupakan wujud dari kasih sayang
Allah yang disediakan bagi masyarakata Saba’. Kisah masyarakat Saba’
ini dalam al Quran sangat populer dengan ungkapan Baldatun thayyibatun
wa Rabbun ghafuur. Firman Allah SWT:
ِ ع ْن يَ ِمين َو ِش َمال ُكلُوا ِم ْن ِر ْز
ق َربِ ُك ْم ِ سبَإ فِي َم ْس َكنِ ِه ْم آيَةٌ َجنهت
َ َان َ لَقَ ْد َكانَ ِل
)15 ،ور (سبأ َ ٌّطيِبَةٌ َو َرب
ٌ ُغف َ ٌ َوا ْش ُك ُروا لَهُ بَ ْلدَة
Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan
dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah
olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
(QS.Saba’: 15)
193
berkaitan dengan kaum yahudi, Point yang berkaitan dengan ketentuan
umum.
Secara singkat, inti piagam madinah adalah tentang :
1. Prinsip kebebasan beragama
2. Prinsip persaudaraan seagama
3. Prinsip persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama
4. Prinsip saling membantu.
5. Prinsip persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara
6. Prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara
7. Prinsip penegakan hukum.
8. Prinsip perdamaian dan kedamaian.
9. Prinsip pengakuan hak atas setiap orang atau individu.
Piagam Madinah menjadi pemersatu seluruh warga Madinah yang
heterogen menjadi satu kesatuan masyarakat. Piagam tersebut merupakan
suatu terobosan besar dari Nabi Muhammad SAW yang memandang jauh
ke depan untuk kesejahteraan umat, dan merupakan suatu kebijakan politik
luar biasa dari Nabi Muhammad SAW untuk menghadapi masyarakat
multikultural di madinah. Nabi merajut benang-benang ukhuwah diantara
mereka sehingga mereka merasa menjadi komunitas baru yang disebut
ummah. Kisah masyarakat madinah diabadikan dalam Al Quran:
س هجدا ِ علَى ْال ُكفه
ُ ار ُر َح َما ُء بَ ْينَ ُه ْم ت ََرا ُه ْم ُر هكعا َ سو ُل هللاِ َوالهذِينَ َمعَهُ أ َ ِشدها ُءُ ُم َح همدٌ َر
َ
َس ُجو ِد ذلِك َ َ
ُّ يَ ْبتَغُونَ فَضَْل ِمنَ هللاِ َو ِرض َْوانا ِسي َما ُه ْم فِي ُو ُجو ِه ِه ْم ِمن أث ِر ال
ْ
َ ََطأَهُ فَآزَ َرهُ فَا ْست َ ْغل
ظ ْ اإل ْن ِجي ِل كَزَ ْرع أ َ ْخ َر َج ش ِ ْ َمثَلُ ُه ْم فِي الت ه ْو َراةِ َو َمثَلُ ُه ْم فِي
ّللاُ الهذِينَ آ َمنُوا عدَ ه َ ظ بِ ِه ُم ْال ُكفها َر َو َ ع ِليَ ِغي ُّ ب
َ الز هرا ُ سوقِ ِه يُ ْع ِجُ علَى َ فَا ْست ََوى
)29 ،ع ِظيما (الفتح َ ْ ْ
َ ت ِمن ُه ْم َمغ ِف َرة َوأجْ را ع ِملُوا ال ه
ِ صا ِل َحا َ َو
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak
194
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar. ( QS. Al Fath, 29)
196 Karni, Asrori S. 1999. Civil Society & Ummah, Jakarta : Logos. Hal, 85-102
195
8.2.3 Karakteristik Masyarakat Madani
Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur unsur sosial dalam
tatanan masyarakat. Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling
bmengikat dan menjadikan karagter khas masyarakat madani. Ada
beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Masyarakat religius
2. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif
kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
3. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-
kekuatan alternatif.
4. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
5. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
6. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh
rejim-rejim totaliter.
7. Meluasnya kesetiaan (loyality) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
8. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga
sosial dengan berbagai ragam perspektif.
9. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
10. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu
maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
11. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang
dapat mengurangi kebebasannya.
12. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa
terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
13. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
196
14. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki
kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
15. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya
197
8.2.5 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan
ekonomi haruslah berlandaskan pada tauhid (keesaan Allah). Setiap
hubungan seseororang dengan orang lain dan penghasilan dari hubungan
tersebut yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah hubungan yang
tidak Islami. Dengan demikian tidak ada hak mutlak dalam ajaran islam
sebab itu mengingkari ajaran tauhid. Maka, hanya ada pada Allah saja hak
Mutlak tersebut. Hal ini berarti hak yang ada pada manusia hanyalah hak
milik nisbi, dan manusia berhak mempertukarkan haknya itu dalam batas-
batas yang ditentukan dalam hukum-hukum islam.
Di dalam ajaran islam, islam memandang umat manusia sebagai
keluarga, maka setiap manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan
Allah. Tetapi konsep persaudaraan terhadap seluruh anggota masyarakat
tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang
memungkinkan setiap orang memperoleh hak atau sumbangan terhadap
masyarakat. Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S. al-Syu’ara ayat 183: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan.”
Dalam ajaran islam yang mendalam terhadap persaudaraan antara
semua umatnya, dijelaskan bahwa ketidakadilan dalam pendapatan dan
kekayaan bertentangan dengan hukum islam. Akan tetapi, konsep islam
dalam distribusi pendapatan dan kekayaan tidaklah menuntut bahwa semua
orang harus mendapatkan upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya terhadap masyarakat Islam.
Sistem ekonomi islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur‟an dan sunnah, dan merupakan
bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan dasar-dasar tersebut
yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.
Beberapa pakar ekonomi islam memberikan definisi tentang
ekonomi islam. Pertama, Ilmu ekonomi yang berdasarkan ajaran islam.
Kedua, sistem ekonomi islam. Yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam
198
suatu masyarakat atau negara berdasarkan ajaran Islam. Ketiga,
perekonomian dunia Islam. 197
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam yaitu:
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah
Pada sistem ekonomi islam, masyarakat diajarkan untuk hidup
hemat menggunakan semua dengan seperlunya tanpa ada kemewahan yang
diperlihatkan kepada masyarakat lain.
2.Pelarangan Riba
Islam melarang adanya riba, karena riba telah diharamkan oleh
Allah dalam firman-Nya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.” (Q.S Al Baqarah :275)
3. Menjalankan usaha-usaha halal
Islam membebaskan segala bentuk usaha yang akan dilakukan oleh
masyarakat, asalkan usaha yang dilakukan tersebut halal dan tidak
merugikan orang lain.
197 Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 1999) hal 4
199
pemerataan dalam distribusi harta, dan membantu untuk mensejahterakan
kaum lemah sehingga diharapkan akan harmoni tata ekonomi dapat
terwujud.198 Begitu Pula dengan wakaf. Harta wakaf jika dapat dikelola
dengan baik dapat menjadi salah satu penggerak ekonomi umat. Tanah
wakaf dapat dibangun rumah sakit, lahan pertanian, pusat pendidikan,
pabrik dan lain sebagainya, kemudian hasilnya dapat diberikan kepada
orang-orang yang membutuhkan untuk mengentas mereka dari jurang
kemiskinan.199
198 Dadang Muljawan, et all, Pengelolaan Zakat yang Efektif: Konsep dan Praktik di
Beberapa Negara (Jakarta: Departemen Ekonomi dan keuangan syariah-Bank
Indonesia, 2016) hal 31
199 Dadang Muljawan, et all, Wakaf: Pengaturan dan tata kelola yang efektif (Jakarta:
200
Adapun makna terminologi zakat adalah mengeluarkan sebagian
harta tertentu yang sudah mencapai nishab dan diberikan kepada mereka
yang berhak menerimanya dan harta tersebut merupakan sempurna milik
sendiri serta haul.
Dalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat, pasal 1 ayat 2 yang dimaksud zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang memiliki oleh orang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
Adapun arti penting dari zakat adalah: 200
a. Menunaikan zakat merupakan upaya untuk menolong orang lemah dan
memiliki keterbatasan, membantu dan menompang mereka yang lemah
agar dapat melaksanakan sesuatu yang diwajibkan oleh ALLAH SWT.
Menolong kefakiran agar tidak terjerumus kedlam kekafiran.
b. Membayar zakat dapat membersihkan diri pelakunya dari dosa dan
menumbuh rasa kepekaan dan pemurah terhadap sesama sehingga akan
tumbuh rasa saling simpati, empati, dan solidaritas yang tinggi terhadap
sesamanya.
c. Menumbuhkan rasa syukur atas nikmat dan kelimpahan rizki yang telah
diberikan oleh ALLAH SWT kepada kaumnya dan bahkan akan
melimpahkannya berlipat ganda dan menggolongkannya kepada
infestasi masuk ke dalam syurga-Nya.
Menurut M.A.Mannan (1992) zakat memiliki enam prinsip yaitu :
a. Keyakinan keagamaan yaitu dengan membayar zakat orang tersebut
melakukan manifestasi dari keyakinan keagamaan bahwa dengan
membayar zakat orang tersebut telah mematuhi kewajiban
agamanya dan menjadi wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas
nikmat dan rezeki yang telah ia terima.
b. Pemerataan dan keadlian, yaitu zakat adalah salah satu instrument
dalam pemerataan yang mengurangi ketimpangan distribusi
pendapatan yang ada di masyarakat.
c. Produktivitas, yaitu individu yang membayar zakat adalah orang
yang mempunyai harta kecukupan, harta di dapat dari suatu
produktivitas dari individu tersebut. Sehingga dengan membayar
200 Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis, (Surabaya: khalista, 1997) hal 161
201
zakat individu tersebut akan dipacu untuk meningkatkan etos kerja
dan produktivitasnya untuk mencari harta yang cukup untuk
mengeluarkan zakat.
d. Nalar, yaitu suatu hal yang nyata sebagai umat islam kita wajib
mengeluarkan zakat
e. Kebebasan, yaitu zakat hanya di bayar bagi orang yang bebas dan
sehat jasmani serta rohaninya.
f. Prinsip etika dan kewajaran
2. Syarat Zakat.
Secara umum, obyek harta yang wajib dizakati adalah berkembang
(an-namaa’), dalam arti bahwa harta itu berkembang baik secara alami
mapun berdasarkan ikhtiar manusia. Harta tersebut dapat memberikan
keuntungan bagi si pemilik maupun bagi orang lain.
Sedangkan syarat khusus harta wajib zakat apabila memenuhi syarat-
syarat berikut:
a. Harta telah mencapai satu Nishab, yakni jumlah minimum harta
kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya.
b. Waktu kepemilikan sudah mencapai haul, adalah jangka waktu yang
ditentukan jika seorang wajib mengeluarkan zakat. Biasanya haul itu
adalah satu tahun. Tapi dalam beberapa jenis zakat tidak sampai satu
tahun, contoh harta pertanian memiliki haul yang berbeda yaitu setiap
panen.
c. Harta yang dimiliki adalah harta kepemilikan sendiri yang didapatkan
berdasarkan jalan yang halal. Yakni harta tersebut diperoleh melalui
proses transaksi ekonomi yang dibenarkan dalam Islam, seperti jual
beli, warisan, sewa, hibah, dan lain sebagainya.
a. Melebihi kebutuhan pokok. Bahwa harta tersebut sudah melebihi
kebutuhan pokok atau kebutuhan rutin di dalam keluarga, seperti
makan, minum, berpakaian, dan sebagainya.
b. Bebas dari utang–piutang. Harta yang dimiliki oleh individu tersebut
terbebas dari utang, baik utang kepada Allah maupun utang kepada
sesama manusia.
202
3. Waktu Mengeluarkan Zakat.
a. zakat wajib dikeluarkan setelah ia memenuhi syarat-syarat wajib
mengeluarkan zakat.
b. Jika pembayaran zakat tidak tepat waktu berdasarkan haul, dan
sudah memasuki tahun berikutnya maka seseorang tetap diwajibkan
membayar zakat tahun tersebut sebagai hutang yang harus dilunasi.
c. apabila harta tersebut yang akan dikeluarkan untuk zakat rusak
setelah cukup pada haul, maka kewajiban mengeluarkan zakat
dibebaskan dengan 2 syarat yaitu : harta tersebut rusak bukan karena
kelalaian pemilik harta dalam menjaganya dan harta tersebut rusak
sebelum mampu membayar zakatnya
d. apabila hasil tanaman atau buah-buahan rusak karena disebabkan
oleh bencana alam maka zakat akan gugur, apabila masih terdapat
sisa yang memenuhi nishab maka pantas untuk dikeluarkan zakat.
g. tanggung jawab harta zakat terletak di tangan seorang amil yang
bertugas memngut atau mengumpulkan zakat, apabila terdapat harta
yang rusak karena tidak kesengajaan atau bukan karena kelalaian
sang amil maka tidak wajib menggantikannya.
4. Macam-Macam Zakat
Zakat dibagi menjadi dua yakni Zakat Fitrah dan Zakat Harta.
a. Zakat Fitrah
Zakat Fitrah disebut pula zakat jiwa (nafsi) adalah zakat yang
diwajibkan kepada setiap muslim setelah matahari terbenam akhir bulan
Ramadan. Zakat ini memiliki dua tujuan, pertama untuk membersihkan
orang yang berpuasa dari kekurangan dan kekhilafan dilakukan saat
menjalankan puasa Ramadhan, dan kedua adalah jaminan dari agama agar
tidak ada orang muslim yang kelaparan pada hari kemenangan dan
kebahagiaan umat Islam setelah berpuasa ramadhan, yakni hari idul fitri.
Lebih utama jika dibayarkan sebelum sholat idul fitri, karena jika
dibayarkan setelah shalat ied, maka sifatnya seperti sedekah biasa bukan
zakat.Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW:
صلى- ِسو ُل هللاُ ض َر َ " فَ َر:َ قَال- رضي هللا عنهما- عبهاس َ ع ْن اب ِْن
َ
ُ
ث َوط ْع َمة َ
ِ الرف ْ ه ْ ُ ْ ْ َ ه
زَ كاة َ ال ِفط ِر ط ْه َرة ِلل ه- هللاُ عليه وسلم
صائِ ِم ِمن اللغ ِو َو ه
203
َ َو َم ْن أَدهاهَا َب ْعد, ٌي زَ َكاة ٌ َم ْقبُولَة ين َم ْن أَدهاهَا قَ ْب َل ال ه
َ ص ََل ِة فَ ِه ِ سا ِك َ ِل ْل َم
"ت صدَقَةٌ ِم ْن ال ه
ِ صدَقَا َ ي َ ص ََل ِة فَ ِهال ه
“Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat ied,
maka itu zakat fitrah yang diterima. Dan barang siapa yang
mengeluarkannya sesudah shalat ied, maka itu termasuk salah
satu sedekah dari sedekah-sedekah biasa’. (HR Bukhari)
Seorang muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang-
orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak, dan
pembantunya yang muslim. Akan tetapi boleh bagi seorang istri atau anak
atau pembantu membayar zakat sendiri.
Orang dikenai kewajiban zakat fitrah apabila dia hidup di akhir bulan
ramadhan dan awal bulan syawal.201 Dari syarat ini muncul beberapa
hukum berikut:
1. Orang yang meninggal dunia sebelum matahari terbenam di akhir bulan
ramadhan tidak wajib zakat fitrah
2. Orang yang meninggal dunia di malam idul fitri wajib zakat fitrah
3. Orang yang lahir pada hari terakhir bulan ramadhan wajib zakat firtah
4. Orang yang lahir pada malam takbir tidak wajib zakat fitrah.
Zakat fitrah tidak mengenal nisab, dan dibayar sebesar 1 (satu) sha’
makanan pokok suatu masyarakat, satu sha’ adalah 4 mud’ dan ukuran 1
mud’ adalah genggaman 2 tangan orang dewasa ( kira-kira 2,176 Kg). jika
ingin dibayar dengan uang (menurut Imam Abu Hanifah) diperbolehkan
walaupun sebaiknya yang diberikan adalah makanan.
b. Zakat Harta (Maal)
Zakat Harta adalah zakat yang boleh dibayarkan pada waktu yang
tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil
laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi)
yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri-sendiri.
Pada masa Rasulullah kelompok harta yang ditetapkan menjadi
objek zakat terbatas pada
a. Emas dan perak
b. Tumbuh-tumbuhan tertentu seperti gandum, kurma dan anggur
c. Hewan ternak tertentu seperti domba atau biri-biri, sapi dan unta
201 Hasyiyah Bujairimi Ala Al Khatib, (Beirut: Dar Al Kutub, TT) juz 2 hal 250
204
d. Harta perdagangan (tijarah)
e. Harta kekayaan yang ditemukan dalam perut bumi (rikaz)
Seiring perkembangan zaman, jenis objek zakat terus berkembang.
Para ahli hokum Islam terus mengadakan pengkajian, melakukan ijtihad
untuk menentukan harta-harta objek zakat yang belum dikenal pada
zaman Raseulullah SAW. Hal ini karena saat ini sangat banyak model
transaksi ekonomi yang berkembang di tengah masyarakat dan terbukti
telah menghasilkan uang yang sangat banyak, bahkan melebihi lima
objek zakat pada masa Nabi SAW.
Maka atas dasar pemerataan dan keadilan, para ulama juga
mengatakan bahwa sektor-sektor ekonomi modern juga merupakan objek
zakat yang potensial. Misalnya penghasilan yang diperoleh dari
keahlian/profesi, peternakan ayam, lebah, perkebunan, usaha-usaha
property, dan surat-surat berharga seperti saham, dan lainnya.202
Penjelasan tentang seluruh obyek zakat bisa dijabarkan sebagai
berikut :
a. Zakat Binatang Ternak (Zakat An’am)
Dalam berbagai hadist dikemukakan bahwa ada tiaga jenis hewan
ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan
tertentu yaitu unta, sapi, dan domba. Sedangkan di luar ketiga jenis
tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa
pada binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki
dan Imam syafi’i tidak mewajibkan, kecuali bila kuda itu diperjual belikan.
Syarat zakat binatang ternak adalah apabila sudah mencapai jumlah
tertentu yang ditetapakan syariah (cukup nisbah) telah dimiliki selama satu
tahun (haul), digembalakan atau sengaja diurus sepanjang tahun untuk
maksud memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya, dan tidak
diperkerjakan untuk kepentingan pemiliknya. Jika di perkerjaaan misalnya
untuk membajak sawah bukan objek zakat.
b. Zakat Emas dan Perak
Berdasarkan hadist riawayat abu daud, nisab zakat emas, perak dan
uang adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200
dirham. Banyak perbedaan pendapat tentang 20 misqal tersebut setara
dengan berapa gram emas, ada ulama yang menyatakan 96 gram emas,
205
93,91,85 bahkan ada yang 70 gram emas. Menurut Yusuf al Qardhawi,
yang sekarang banyak dianut oleh masyarakat, 20 misqal adalah sama
dengan 85 gram emas murni. Dua ratus dirham perak sama dengan 595
gram perak. Cukup hul dan dengan tarif zakat 2,5%.
Jumhur ulama menyepakati pengenan zakat untuk perhiasan (emas
dan perak) yang disimpan dan tidak dipergunkan, seperti; untuk koleksi
dan hiasan rumah, untuk perhiasan yang dipakai laki-laki, untuk peralatan
makan dan minum. Jumhur ulama juga menyepakati bahwa tidak wajib
sakat untuk perhiasandi luar emas dan perak yang dipakai perempuan
seperti; intan, mutiara, dsan permata, karean dianggap tidak berkembang.
d. Zakat Barang Temuan (Rikaz) dan Barang Tambang (Al ma’adin) serta
Hasil Laut
206
Rikaz Menurut jumhur ulama adalah harta peninggalan yang
terpendam dalam bumi disebut harta karun. Kewajiban pembayaran zakat
adalah saat ditemukan dan tidak ada haul, dengan nisab 85 gram emas
murni.
Ma’din adalah seluruh barang tambang yang ada dalam perut bumi
baik berbetuk cair, padat, atau gas, diperoleh dari perut bumi ataupun dari
dasar laut. Nisab zakat barang tambang adalah 85 gram emas murni. Nisab
ini berlaku terus (akumulasi) baik barang tambang itu diperoleh sekaligus
dalam sekali penggalian ataupun dengan beberapa kali penggalian. Barang
tambang tidak disyaratkan haul, jadi zakatnya harus segera dibayar ketika
barang tambang itu berhasil digali, dengan besarnya zakat adalah sebesar
2,5% menurut pendapat sebagian besar ulama fikih.
207
f. Zakat Produksi Hewani
Para ulama fikih berpendapat bahwa hasil ternak yang belum
dikeluarkan zakatnya, wajib dikeluarkan zakat dari produksinya. Seperti
hasil tanaman dari tanah, madu dari lebah, susu dari binatang ternak,telur
dari ayam, dan sutera dari ulat sutera dan lainnya. Maka si pemiliki harus
menghitung nilai benda-benda tersebut bersama dengan produknya pada
akhir tahun, lalu mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% seperti zakat
perdagangan. Khusus madu, zakatnya 10% dengan syarat nisab sebesar
635 kg dan tidak harus mencapai haul.
g. Zakat Investasi
Investasi adalah semua kekayaan yang ditanamkan pada berbagai
bentuk aset jangka panjang baik untuk tujuan mendapatkan pendapatan
atau untuk diperdagangkan. Investasi saham yang tidak sesuai syariah
tidak dikenakan zakat, karena sesuatu yang berasal dari hal yang haram
tidak wajib zakat. Besaran zakat yang harus dikeluarkan menurut Yusuf
Qhardhawi adalah : jika saham tersebut diperdagangkan dan bergerak
dibidang industri atau perdagangan, maka dikenakan zakat 2,5% atas harga
pasar saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan
urudh tijarah (komoditi perdagangan). Sedangkan jika saham tersebut
tidak diketahui harganya atau bergerak di bidang nonindustri, maka tidak
dikenakan zakat, tetapi keuntungannya harus di zakati sebesar 10%, karena
dianalogikan dengan zakat pertanian. Hanya saja harus diperhatikan agar
tidak ada pembebanan zakat 2 kali, untuk investasi yang sama.
208
2) Menganalogikan nisabnya dengan zakat hasil pertanian, sedangkan
kadar zakatnya dianalogikan dengan emas 2,5%. Hal tersebut
berdasarkan qiyas atsa kemiripan (qiyas syabah) terhadap karakteristik
harta zakat yang telah ada, yakni :
a) Model perolehan harta tersebut mirip dengan panen hasil pertanian.
Dengan demikian maka dapat diqiyaskan dengan zakat pertanian
dalam hal nisabnya.
b) Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan adalah
berupa mata uang. Oleh sebab itu, bentuk harta ini dapat di-qiyas-
kan dengan zakat emas dan perak (naqd) dalam hal kadar zakat yang
harus dikeluarkan yaitu 2,5%.
209
mewajibkan ada yang tidak. Bagi yang mewajibkan, maka atas simpanan
yang dimiliki dikenakan zakat sebesar zakat emas baik nisab maupun haul
sebesar 2,5%.
210
f. Gharimin adalah individu yang terlilit utang dan utang tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk
keperluan maksiat, seperti judi.
g. sabilillah, merupakan orang-orang yang berperang untuk menegakkan
agama Allah SWT.
h. ibnu sabil, yaitu individu yang sedang berada di perjalanan dan
perjalanan yang dilakukan adalah untuk kebajikan, bukan untuk
maksiat. Contohnya beasiswa bagi para pelajar atau mahasiswa.
211
8.2.7.1 Badan Amil Zakat (BAZ)
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga resmi yang dibentuk oleh
pemerintah di tingkat pusa sampai kabupaten. Di tingkat pusat disebuat
Badan Amil Zakat Nasiolan (BAZNAS), sedangkan di propinsi dan
kabupaten disebut BAZDA.
Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS mendapatpakn Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (BAZNAS pusat), Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (BAZNAS kabupaten/kota) serta dibiayai dengan hak
amil.
212
ketaatan pada pemerintah, yang keduanya merupakan dua pihak yang
harus ditaati menurut agama islam.
Terkait kewajiban pajak, ada pihak yang mengatakan bahwa umat
islam tidak wajib bayar pajak, bahkan penarikan pajak hukumnya haram.
Atas klaim tersebut, mereka menggunakan hadits Nabi SAW:
ع َلىَ ض َم ْسلَ َمةُ ب ُْن َم ْخلهد َو َكانَ أ َ ِميرا َ ع َر َ ع ْنهُ قَا َل ي ه
َ ُّللا َ ض ِ ع ْن أ َ ِب ْي ْال َخي ِْر َر َ
ِ هللا ل
َ و س
ُ
ْ َ ر ُتعْ مِ س ي
َ ْ ِ ن
ِ إ ل
َ ا َ ق َ ف ر و ُ
ش ع ْ
ال
َ ْ ُ َ َ ُ ه يلِ ُو ي ْ
ن َ أ ُ هللا ي ض ر
َ ِ َ ِ ِ ت ب اَ ث ْنب ع ف
ِ ي
ْ و
َ ُ َ ِم
ر رصْ
“اح َب ْال َم ْك ِس فِ ْي النه ِار ِ ص َ سله َم يَقُ ْو ُل إِ هن َ ُصلهى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ
Dari Abu Khair RA, beliau berkata: ‘Maslamah bin Makhlad (dia adalah
gubernur Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan al-usyur
kepada Ruwafi bin Tsabit RA, maka ia berkata: ‘Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya para penarik al-maksi (diazab)
di neraka”(HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930)
Mereka mengartikan al maksi pada hadits ini adalah pajak.
Sehingga kesimpulan yang diambil, “orang yang memungut pajak akan
masuk neraka”. Namun sebenarnya kata maksi pada hadits tersebut tidak
identik dengan pajak. Imam al-Nawâwi menjelaskan pengertian al-maksu
adalah pungutan yang diambil oleh pemungut liar. Jadi maksudnya ada
pungli atau upeti yang diberikan secara terpaksa kepada penguasa.203
203 Muhammad ibn Ali al-Bakri al-Syâfi’i, Futuhat al-Rabbaniyah ala al-Adzkari al-
Nawâwiyah, (Beirut: Dâr al-Kutub Al-Ilmiyah, tt). juz 7 hal 84
213
Hukum asal wakaf adalah sunnah sebab ia merupakan salah satu
bentuk sedekah sunnah. Tapi apabila seseorang individu bernadzar, maka
wakaf tersebut menjadi wajib. Adapun Dasar hukum wakaf adalah:
ُ س
ان ِ َ " إِذَا َمات:سله َم َقا َل
َ اإل ْن َ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ ُّللا ُ أ َ هن َر،َ عََ ْن أَبِي ُه َري َْرة
سو َل ه
َ ِّللا
ُعو لَه َ ٌ َو َولَد، َو ِع ْل ٌم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه،ٌاريَة
ُ ْصا ِل ٌح يَد ِ صدَقَةٌ َج
َ :ع َملُهُ إِ هال ِم ْن ث َ ََلث
َ ط َعَ َا ْنق
"
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila
seorang manusia meninggal dunia, maka putuslah seluruh amalnya
kecuali tiga hal, 1) shadaqah jariyah, 2) ilmu yang bermanfaat, 3) anak
shalih yang mendoakan kepadanya. (HR. Al Darimi)
Para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud shadaqah jariyah
adalah wakaf. Ilmu yang bermanfaat adalah mengajar, menulis dan
menyusun buku dan anak yang shalih adalah doa dari anak kepada orang
tuanya.204
Namun, terdapat unsur kedzaliman pada akad wakaf atau mewakafkan hal
yang diharamkan, maka wakaf tersebut bersifat haram.Hukum wakaf juga
akan bersifat makruh apabila wakaf tersebut menyulitkan ahli waris. Jadi,
dalam hukum wakaf terdapat 5 hukum yaitu mubah, wajib, sunnah, haram
dan makruh.
204 Muhammad bin Isma’il bin Shalah, Al Tanwir Syarh al Jami’ Al Shaghir, (Riyadh:
Maktabah Dar al Salam, 2011 ) juz 2 hal 208
214
b) Syarat mauquf (harta yang diwaqafkan), harta yang diwakafkan
dipandang sah, bila harta tersebut memenuhi lima syarat yaitu harta
itu bernilai, harta itu berupa benda tidak bergerak atau benda
bergerak, harta itu diketahui kadar dan batasannya, harta itu milik
wakaf, harta itu terpisah dari harta perkongsian atau milik bersama.
c) Syarat muaquf’alaih(tujuan waqaf atau orag yang diserahi untuk
mengelola harta waqaf) adalah tujuan wakaf, maka tujuan wakaf itu
harus mengarah pada pendekatan diri kepada allah, untuk kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama
islam.
d) Syarat sighat (pernyataan wakaf) pernyataan wakaf (sighat) sangat
menentukan sah atau batalnya suatu perwakafan. Oleh karena itu,
pernyataan wakaf harus tegas, jelas kepada siapa ditunjukan dan
untuk keperluan apa. Dari definisi wakaf diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa sighat harus jelas tujuannya, tidak dibatasi dengan
waktu tertentu, tidak tergantung pada suatu syarat kecuali mati, tidak
mengandung suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang
sudah dilakukan.
3. Macam-macam wakaf
a. Wakaf ahli atau wakaf keluarga. Yakni wakaf yang khusus
diperuntukan orang-orang tertentu, seorang atau lebih baik ia keluarga
wakif ataupun orang lain.
b. Wakaf Khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukan bagi
kepentingan atau kemasyarakatan umum.
c. Wakaf Benda Tidak Bergerak. Yakni harta yang tidak dapat
dipindahkan baik dalam jangka waktu pendek atau dalam jangka
waktu panjang.
d. Wakaf Benda Bergerak. Adalah harta benda yang tidak bisa habis
karena dikonsumsi seperti logam mulia, surat berharga, kendaraan.
e. Wakaf Produktif. Yakni memproduktifkan harta wakaf, hingga dapat
menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Dapat berupa benda
bergerak, seperti uang dan logam mulia, ataupun benda tidak
bergerak, seperti bangunan dan tanah.
215
f. Wakaf Uang. Berupa modal tunai yang diinvestasikan ke dalam
sektor-sektor ekonomi yang dengan ketentuan persentase tertentu
digunakan untuk pelayanan sosial.
g. Wakaf Haki. Hak cipta adalah salah satu benda bergerak yang dapat
dijadikan harta benda wakaf. Hasil dari hak cipta tersebut digunakan
sesuai dengan tujuan orang yang mewakafkan hak ciptanya.
h. Wakaf Surat Berharga, misalnya deposito, saham, sukuk, reksadana
dan lain sebagainya
i. Wakaf Wasiat Polis Asuransi Syariah Yaitu menanggung suatu
kerugian yang terjadi, berkenaan dengan ketenangan jiwa dan
meniadakan rasa takut.
216
8.3 LEMBAR KERJA MAHASISWA
a. Apakah civil society dan masyarakat madani memiliki konsep
yang sama?
b. Mengapa zakat dan wakaf menjadi instrumen penting untuk
pemberdayaan ekonomi umat Islam?
c. Apakah yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem
ekonomi konvensional?
d. Bagaiamanakah pengelolaan zakat yang efektif?
e. Mengapa banyak terjadi sengketa wakaf di tengah masyarakat?
Dan bagaimana cara meminimalisir sengketa tersebut?
217
DAFTAR PUSTAKA
Abdusshomad, Muhyiddin, Fiqh Tradisionalis, (Surabaya: Khalista 1997)
al-Bakri, Muhammad ibn Ali, Futuhat al-Rabbaniyah ala al-Adzkari al-
Nawâwiyah, (Beirut: Dâr al-Kutub Al-Ilmiyah, tt)
bin Shalah, Muhammad bin Isma’il, Al Tanwir Syarh al Jami’ Al Shaghir,
(Riyadh: Maktabah Dar al Salam, 2011 )
David, Moeljadi, , dkk, KBBI V.0.2.1 Beta (Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementria Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 20116)
Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi (Jakarta:
Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999)
Hasyiyah Bujairimi Ala Al Khatib, (Beirut: Dar Al Kutub, TT)
Karni, Asrori S. 1999. Civil Society & Ummah, Jakarta : Logos. Hal, 85-
102
Khali, Abu Thalib, Masyarakat Madani dan Sosialisme (Jurnal Tapis Vol 8
Juli-Desember 2012)
Muhajir, KH. Afifuddin, Fath Al Mujib al Qarib (Sukorejo: As Syarif,
2016)
Muljawan, Dadang, et all, Wakaf: Pengaturan dan tata kelola yang
efektif (Jakarta: Departemen Ekonomi dan keuangan syariah-Bank
Indonesia, 2016)
Muljawan, Dadang, et all, Pengelolaan Zakat yang Efektif: Konsep dan
Praktik di Beberapa Negara (Jakarta: Departemen Ekonomi dan
keuangan syariah-Bank Indonesia, 2016)
Soim, Muhammad, Miniatur Masyarakat Madani (Perspektif
Pengembangan Masyarakat Islam), Jurnal Risalah, Vol 26, No 1
Maret 2015 (Riau: Universita Negeri Sultan Syarif Kasim)
Umar, Bukhari. 1999. ”Pembinaan Masyarakat Madani dan Konstribusi
Pendidikan Keluarga” dalam Jurnal Ilmiah Ta’dib, vol.3, no.3,
September– Desember.
218
BAB 9
ISLAM DAN KEBUDAYAAN
Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Kebudayaan
Islam, mampu mengetahui budaya islam di Indonesia, serta mampu
mamahami hubungan budaya dan agama
9.1. Pendahuluan
Antara agama yang berasal dari Tuhan dan budaya yang merupakan
hasil cipta karya dan karsa manusia memiliki hubungan yang cukup erat
dan tidak dapat dipisahkan. Dari hasil dialektika antara agama dan budaya
akan menghasilkan corak keberegamaan yang berbeda antara satu tempat
dan tempat yang lainnya.
Materi diawali dengan kajian tentang definisi budaya dalam teori
sosiologi. Dari teori sosiologi ini, kemudian dihubungkan dengan
pengertian budaya islam. Selanjutnya dijelaskan dengan hubungan agama
dan budaya. Dimulai dari dialektika antara agama dan budaya pada masa
Nabi Muhammad SAW sebagai dasar idiologis untuk menilai dan
memahami dialektika antara islam dan budaya nusantara. Pada bagian
akhir dibahas tentang peran masjid sebagai salah satu unsur penting untuk
membangun budaya dan peradaban Islam.
219
diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin, akal budi manusia
seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Budaya juga diartikan
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi
pedoman tingkah lakunya.
Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah. Bentuk
jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. EB Tylor
memberikan pengertian budaya kesatuan kompleks yang mencakup
pengetahuan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selo
Soemarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai
hasil cipta, karya dan rasa masyarakat.
Karya menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah yang dibutuhkan oleh manusia untuk menguasai
sekitanya, atau hasilnya diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Rasa
mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang diperlukan untuk
mengatur masalah sosial kemasyarakatan, misalnya masalah agama,
idiologi, kebatinan, kesenian, serta semua unsur yang menjadi ekspresi
jiwa manusia sebagi bagian dari anggota masyarakat. Sedangkan cipta
adalah kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat yang kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan, berwujud
dalam teori-teori murni ataupun yang telah disusun untuk diamalkan
masyarakat. Rasa disebut juga kebudayaan rohaniah (spiritual atau
immaterial cultur).205
Kebudayaan diklasifikasikan cultural universal dan cultural activity.
Istilah cultural universal menunjukkan kepada unsur-unsur kebudayaan
yang bersifat universal. Dapat dijumpai pada setiap kebudayaan apapun di
dunia ini. Pendapat para ahli merujuk pada tujuh unsur kebudayaan yang
dianggap sebagai cultural universal, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian dan sistem ekonomi
3. Sistem kemasyarakatan
4. Bahasa (lisan ataupun tulisan)
205 Soekanto, Soerjono, “Sosiologi, Suatu Pengantar” (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000)
189
220
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Sistem kepercayaan (religi)
Sedangkan cultural acvity merupakan penjabaran dan menifestasi
dari cultural universal ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Misalnya
pencaharian hidup dan ekonomi adalah cultur universal yang membawahi
pertanian, peternakan, sistem distribusi dan konsumsi. Kesenian meliputi
kegiatan seperti seni lukis, seni tari, seni suara dan lain sebagainya.
Selanjutnya, setiap unsur dari cultural activity dapat dipecah-pecahkan lagi
ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. 206
Dari pembahasan kebudayaan dalam pandangan sosiologi ini, maka
dapat ditarik pemahaman tentang budaya Islam. Dalam konteks cultural
universal budaya islam adalah semua yang berasal dari agama islam dan
merupakan ajaran-ajaran universal semua berlaku untuk semua umat Islam
tanpa terpengaruh oleh tempat dan waktu. Misalnya sistem nilai yang ada
dalam setiap aturan-aturan agama Islam, seperti kesopanan kepada orang
yang lebih tua, penghormatan kepada guru, anjuran berdzikir, perinsip-
perinsip menutup aurat dan lain sebagainya.
Budaya islam universal memuat prinsip prinsip moralitas ketaqwaan
yang berwujud pada terciptanya perdamaian dan kasih sayang.
Menghilangkan kecabulan dan tidak senonoh dalam kehidupan dan dari
prilaku manusia. Melenyapkan semua ketegangan dan konflik serta
mengembangkan perasaan senasib, saling pengertian dan saling mencintai
antar sesama. Meletakkan tekanan besar kepada humanitas, kesopanan
dan rasa hormat kepada manusia dan lingkungannya.207
Pada konteks cultural acvity budaya islam berarti penjabaran dari
budaya universal tersebut. Berada pada wilayah praktis yang berwujud
dalam perbuatan konkrit. Buah dari dialektika antara prinsip-prinsip islam
dan budaya lokal. Terwujudkan dalam kebudayaan umat Islam di suatu
tempat yang merupakan pengamalan ajaran agama Islam mereka yakini.
Misalnya tata cara pelaksanaan shalat, berwudhu’, puasa dan haji menurut
berbagai madzhab, cara menutup aurat, cara menghormati orang tua, cara
berdzikir, cara bersedekah, dan lain sebagainya.
221
Budaya dalam arti cultural acvity biasa disebut dengan urf. Dr.
Abdul Wahab Khalaf dalam bukunya menjelaskan bahwa ‘urf adalah
semua yang telah dikenal dan telah menjadi kebiasaan atau tradisi oleh
manusia karena, baik berbentuk perkataan, perbuatan.208 Selain kata urf,
dikenal pula istilah al-adah. Keduanya memiliki makna yang berbeda
tetapi memiliki maksud yang sama. Sesuatu yang disebut urf juga disebut
adah. Dan adah juga disebut juga dengan urf. Dengan demikian urf dan
adah adalah dua kata yang sinonim yang dalam bahasa indonesia disebut
tradisi dan budaya. 209
Dalam kajian ushul fiqh dikenal dua klasifikasi urf, yakni urf amm
dan urf khash. Adapun yang dimaksud dengan urf amm adalah kebisaan
yang berlaku umum di semua tempat dalam waktu tertentu. Dalam kajian
sosiologi urf ini masuk pada kategori cultural universal. Kategori kedua
adalah urf khash memiliki pemahaman yang sama dengan cultural
activity, yakni tradisi yang berkalu pada komunitas tertentu dan pada
masa tertentu.210
Selanjutnya ulama memperkenalkan dua kategori budaya. Pertama,
urf shahih, yakni kebiasaan umat islam yang tidak bertentangan dengan
hukum islam. Kedua, urf fasid, yakni budaya yang tidak sejalan dengan
ajaran agama islam. Urf shahih adalah budaya yang tidak bertentangan
dengan hukum islam, diakui keberadaannya, boleh diamalkan oleh umat
islam. Bahkan memiliki kedudukan yang tidak berbeda dari hukum yang
ditetapkan berdasarkan nas syar’i. sedangkan urf fasid tidak dapat
dibenarkan. Dalam kaidah fiqh:
ِ ت بِالنه
ص ِ اَلثها ِبتُ ِب ْالعُ ْر
ِ ف َكالثها ِب
“Yang berlaku berdasarkan ‘urf, (seperti) berlaku berdasarkan dalil syara.”
Ucapan sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Mas’ud berkata:
2018) hal 99
210 Ibid, 100
222
Artinya : “Sesuatu yang dinilai baik oleh kaum muslimin adalah baik di
sisi Allah, dan sesuatu yang dinilai buruk oleh kaum muslimin
adalah buruk di sisi Allah.”211
211 Al Syaibani, Ahmad bin Hanbal “Fadhail al Shahabah” (Beirut: Mu’sasah al Risalah,
1983) Juz, 6 hal 84
223
dari budaya atau agama. Hal ini bisa terlihat ketika ulama ushul fiqih
mendefinisikan hadits dengan semua ucapan, perbuatan dan pengakuan
Nabi Muhammad SAW yang ditujukan untuk menjadi syariat agama.
Berarti ada hadits nabi yang tidak ditujukan sebagai hukum. Dilakukan
Nabi SAW sebagai bagian dari kebiasaan masyaarakat arab. Tidak menjadi
hukum yang pasti dan bisa berubah sesusai dengan kondisi masyarakat
setempat. 212
Salah satu cara untuk mengetahui apakah perbautan nabi ditujukan
untuk untuk tasyri’ atau bagian dari budaya arab adalah, dengan melihat
apakah perbuatan tersebut hanya dilakukan oleh Nabi dan umat islam saja,
ataukah dilakukan juga oleh orang kafir. Menjadi bagian syariat agama
apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan oleh nabi dan sahabatnya.
Tetapi jika non muslim juga melakukan yang sama, maka menjadi indikasi
bahwa perbuatan tersebut dilakukan Nabi berdasarkan adat dan budaya
arab. Dalam persoalan seperti ini, Nabi Muhammad SAW hanya
memberikan identitas pembeda antara muslim dan non muslim. 213
Misalnya perintah Nabi Muhammad SAW untuk memelihara
jenggot dan mencukur kumis. Sabda Nabi SAW dalam hadits Bukhari-
Muslim:
،ب
ِ ش َو ِار ِ «أ َ َم َر ِبإِحْ َف:ُسله َم أ َنهه
اء ال ه َ ُصلهى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ِ ع ِن النه ِبي
َ ع َم َر ُ ع ِن اب ِْن َ
ِ ََو ِإ ْعف
»اء اللِحْ يَ ِة
Dari Ibn Umar, dari Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya Rasulullah
SAW memerintahkan untuk merapikan kumis dan membiarkan jenggot
(HR. Bukhari Muslim)
212 Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, (Beirut: Dar Al Qalam, 1977), hal 37
213 Zahrah, Muhammad Abu, Ushul al Fiqh, (Beirut: Dar al Fikr Al Airobi,1958), hal 115
224
semakin rupawan.214 Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang kafir lainnya
semua berjenggot. Untuk memberikan identitas yang berbeda antara umat
islam dengan orang-orang kafir, budaya jenggot sebagi lambang
kejantanan, tetap dipertahankan, kemudian nabi memerintahkan untuk
merapikan kumis agar menjadi identitas pembeda antara seorang muslim
dengan orang-orang kafir. Berarti bahwa perintah memelihara jenggot
tidak bisa berlaku sepenuhnya di Indonesai atau wilayah lain yang
memiliki budaya yang berbeda, atau pada etnis tertentu yang wajahnya
sulit untuk ditumbuhi jenggot.
225
(tahrim).216 Dalam kategori yang pertama (tahmil), Nabi SAW
melanjutkan tradisi sosial keagamaan masyarakat sebelum islam.
Diwujudkan dalam beberapa hal berikut ini:
1. Perintah khitan yang merupakan ajaran nabi Ibrahim yang diteruskan
oleh umat Muhammad SAW. Firman Allah
Nabi bersabda:
سٌ " خ َْم:َسله َم قَال
َ علَ ْي ِه َوَ ُصلهى هللا سو َل ه
َ ِّللا ُ أ َ هن َر،َ ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ
ُ َو َح ْلق،اإلب ِْط
ِْ ف ْ
ُ َونَت،ب ِ ار ه
ِ ص الش َ
ُّ َوق،ار َ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ
ِ تق ِلي ُم األظف:ِِمنَ ال ِفط َرة
ُ ْالعَانَ ِة َو ِاال ْختِت
َان
Artinya: “Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda,
Ada lima macam fitrah ,yaitu memotong kuku, mencukur,
memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu
kemaluan dan khitan.” (HR. Bukhari)
2. Anjuran puasa Asyuro (10 Muharram).
ُصلهى هللا َ ِسو ُل هللا ُ قَ ِد َم َر:َ قَال،ع ْن ُه َما َ ُي هللا َ ض ِ عبهاس َر َ ع ِن اب ِْن َ
ع ْن ُ
َ سئِلوا ُ َورا َء ف
َ ش ُ عا َ صو ُمونَ يَ ْو َم ْ َ ْ
ُ َ فَ َو َجدَ اليَ ُهودَ ي،سل َم ال َمدِينَة ه َ علَ ْي ِه َو َ
َوبَنِي ِإس َْرائِي َل،سى ْ َ ه ْ
َ َهذَا اليَ ْو ُم الذِي أظ َه َر هللاُ فِي ِه ُمو:ذَلِكَ ؟ فَقَالواُ
علَ ْي ِه
َ ُصلى هللا ه َ ي ُّ فَقَا َل النه ِب،ُصو ُمهُ ت َ ْع ِظيما لَه ُ َ فَنَحْ ُن ن، َع ْونَ علَى فِ ْر َ
»ص ْو ِم ِه َ
َ ِسى ِم ْن ُك ْم فَأ َم َر ب َ
َ «نَحْ ُن أ ْولَى ِب ُمو:سل َم ه َ َو
Dari Ibn Abbas RA, ia berkata, ketika Nabi SAW tiba di
Madinah, beliau menyaksikan orang-orang yahudi
melaksanakan puasa asyuro. Nabi kemudian bertanya tentang
hal tersebut. Mereka menjawab, “pada hari ini Allah SWT
226
memberikan kemenangan kepada nabi Musa dan Bani Israil atas
raja Fir’aun, maka kami berpuasa untuk merayakannya”.
Kemudian nabi bersabda, “Kami lebih pantas untuk merayakan
kemenangan nabi Musa AS dari pada kalian”. Maka kemudian
nabi memerintahkan untuk melaksanakan puasa”. (HR. Muslim)
227
ْ ُضبُوا ق
طنَة َ ص ِبي ِ َخ ع ِن ال ه َ عقُّوا َ َكانُوا ِفي ْال َجا ِه ِليه ِة ِإذَا:ت ْ َقا َل،َشة َ عا ِئ َ ع ْن َ
صلهى ي ب
َ ُّ ِ َه ن ال لا َ ق َ ف ،ه س ْ أ
ِ ِ َ َر ى َ لع ا ه
َ و عض و
ُ َ َ ِ ِه ي ب ص ال س ْ
َ َ أر واُ ق َ لح َ َ
َ ِ ِ ِ َ ِ َ ِب
ا ذإ ف ،ة َ ق ي ق ع ْ
ال م د
» «اجْ َعلُوا َم َكانَ الد ِهم َخلُوقا:سله َم َ علَ ْي ِه َو ه
َ ُّللا
Dari Aisyah, ia berkata, “Salah satu tradisi kaum jahiliyah ketika
melaksanakan aqiqah untuk bayi, mereka meletakkan darahnya di
kapas. Ketika mencukur rambut bayi, darah tersebut diolehkan di
kepada anak tersebut. Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
“lumurilah kepala bayi itu dengan dengan minyak wangi” (HR. Ibn
Hibban)
2. Tradisi pengagungan Ka’bah dan masjidil haram dalam bentuk
penyembahan berhala-berhala yang diletakkan di sekitar ka’bah, diganti
dengan ibadah thawaf, umrah dan haji. Firman Allah SWT:
ٌ) فِي ِه آيَات96( َاركا َو ُهدى ِل ْلعَالَ ِمين َ َاس لَلهذِي بِبَ هكةَ ُمب ِ ِإ هن أ َ هو َل بَيْت ُو
ِ ض َع ِللنه
ت َم ِن ِ اس ِح ُّج ْالبَ ْي
ِ علَى النهَ ِِيم َو َم ْن دَ َخلَهُ َكانَ ِآمنا َو ِ هّلِل َ بَيِنَاتٌ َمقَا ُم ِإب َْراه
ْ
)97( َع ِن ال َعالَ ِمين َ ي
ٌّ ِغن َ ع ِإلَ ْي ِه
سبِيَل َو َم ْن َكفَ َر فَإ ِ هن ه
َ َّللا َ َ ا ْست
َ طا
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu
(bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali
Imron 96-97)
3. Sistem anak angkat dalam budaya jahiliyah diakui dan diluruskan.
Boleh melakukan adopsi anak, namun status anak tersebut tidak sama
seperti anak kandung. Tidak dapat menyebabkan terjadinya
kemahraman dan tidak berhak mendapatkan warisan. Ayah angkat
boleh memberikan wasiat, namun tidak boleh melebihi seperti jumlah
harta warisan.
4. Budaya poligami. Nabi Muhammad SAW diutus menghadapi realitas
masyarakat yang melakukan poligami tanpa batas dan tanpa aturan.
Islam datang kemudian memberikan batasan yang jelas tentang
228
poligami. Dari poligami tanpa batas, kemudian dibatasi maksimal
empat, itupun dengan aturan dan syarat-syarat yang sangat ketat.
Firman Allah SWT:
اء َمثْنَىِ س َ ِاب لَ ُك ْم ِمنَ الن َ طوا فِي ْاليَت َا َمى فَا ْن ِك ُحوا َما
َ ط ُ َوإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ هال ت ُ ْق ِس
َت أ َ ْي َمانُ ُك ْم ذَلِك
ْ احدَة أ َ ْو َما َملَ َك
ِ ع فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ هال ت َ ْع ِدلُوا فَ َوَ ث َو ُربَا َ َوث ُ ََل
)3 ،أ َ ْدنَى أ َ هال تَعُولُوا (النساء
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya. (QS. Al Nisa’ 3)
Selanjutnya untuk kategori ketiga yakni tahrim, nabi Muhammad
SAW menghapus beberapa tradisi yang bertentangan dengan islam, karena
tidak mungkin lagi dilakukan adopsi ataupun adaptasi. Namun proses
penghapusan budaya itu tidak dilakukan serampangan dan tergesa-gesa.
Ada prinsip graduasi217 yang selalu dikedepankan agar tidak menimbulkan
kegaduhan budaya (shoc culture). Adapun contoh dari kategori ini adalah:
1. Pelarangan minum khamar yang telah membudaya di masyarakat arab.
Larangan diawali dengan menyatakan bahaya yang lebih besar dari
pada manfaat mengkonsumi khamar (QS. Al Baqarah, 219).
Selanjutnya kebiasaan itu mulia dibatasi, dengan larangan mabuk ketika
melaksanakan shalat (QS. Al Nisa’, 43). Tahap terakhir penegasan
akan keharaman khamar serta perintah untuk menjauhinya. (QS. Al
Maidah, 10)
2. Pelarangan praktek riba, judi, mengundi nasib dan perbuatan sejenis.
3. Menghapus budaya masyarakat yang menganggap perempuan seperti
barang.
4. Penghapusan tradisi nikah mut’ah.
217 Ada tiga prinsip utama dalam menerapkan hukum islam. Pertama, adamul haraj
(menghilangkan kesulitan), kedua, taqlilut takalif (mempersedikit beban), ketiga, al
Tadrij fi tasyri’ (Graduasi dalam menerapkan hukum). Lihat.. Bik, Hudari, Tarikh
Tasyri’ al Islami, (Beirut: Dar Al Fikr, tt) hal ........
229
9.2.3. Nilai-nilai Islam dalam budaya Indonesia
Dalam konteks sosial budaya, kedatangan islam ke bumi nusantara
memiliki banyak kesamaan pada saat Nabi SAW menyampaikan risalah
di semenanjung arab. Sebagaimana terutusnya Nabi Muhammad SAW
di arab dan menghadapi budaya setempat, maka jauh sebelum
kedatangan Islam di nusantara, wilayah ini sudah memiliki budaya dan
peradaban yang sudah mapan.
Menghadapi kondisi ini, para penyebar islam di Indonesia
dihadapkan kepada dua pilihan model dakwah. Pertama, menyebarkan
islam dan memaksakan budaya Arab masuk menggantikan budaya
indonesia. Kedua, Islam didorong untuk melakukan adaptasi dengan
budaya Indonesai secara cair. Di Nusantara, pilihan kedua yang diambil
oleh para penyeru Islam generasi awal. Mereka berusaha mensinergikan
Islam dan budaya setempat, agar Islam dapat tersebar dengan baik di sana.
218
230
penolakan secara damai. Atau dengan istilah lain, “menolak, merevisi dan
menyetujui budaya setempat. 219
1. Pribumisasi bahasa agama.
Agar lebih mudah diterima oleh penduduk lokal, para penyebar islam
di Indonesia banyak menggunakan bahasa lokal dalam menyempaikan
ajaran agama. Istilah-istilah agama diterjemahkan dalam bahasa
keseharian masyarakat Indonesia. Dengan jalan ini islam tidak
menjadi tidak orang asing dan kemudian dapat menyatu dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Pribumisasi bahasa agama ini dapat dilihat pada contoh berikut:
a. “Mengganti” kata shalat dengan sembahyang.
b. Surau atau langgar untuk tempat ibadah.
c. Menggunakan kata pangeran atau gusti untuk menyebut Allah
SWT.
d. Kata kyai, ajengan, tuan guru dan lainnya untuk menyebut ulama
atau tokoh agama.
e. Lebaran mengganti istilah idul fitri dan idul adha.
2. Tahlilan
Tahlilan adalah sebuah kebiasaan di masyarakat yang bertujuan
untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Biasanya
dilakukan setelah hari kematian sampai tujuh hari, kemudian empat
puluh hari, seratus hari, satu tahun, dan seterusnya. Tidak jarang juga
dibaca pada kegiatan tertentu misalnya ketika ziarah kubur, pengajian
dan semacanya.
Pada saat Tahlilan dibaca ayat al Quran semisal Al Fatihah, surat
Yasin, dan semacamnya. Juga dilantunkan berbagai macam dzikir
berupa tasbih, tahmid, takbir, tahlil serta shalawat kepada Nabi SAW.
Di antara bacaan tersebut, tahlil (la ilaaha illah) dibaca dengan porsi
yang paling banyak. Inilah asalan kenapa kebiasaan tersebut dinamai
dengan tahlilan.
Dalam bentuk formal seperti yang telah mentradisi di masyarakat,
pelaksanaan tahlilan ini tidak pernah ada pada masa Nabi SAW
ataupun para sahabat dan tabi’in. Namun jika melihat esensi dari
219 Luthfi, Khabibi Muhammad, Jurnal Shahih, Vol I, Nomor I, Januari-Juni 2016 (LP2M,
IAIN Surakarta) hal 8
231
pelaksanaan, serta memperhatikan setiap butir acara tersebut, tidak
satupun yang bertentangan dengan ajaran Agama.
Tradisi ini berawal dari kebiasaan masyarakat Indonesia sebelum
kedatangan islam ke bumi nusantara. Ketika ada kerabat, tetangga
atau sahabat yang meninggal dunia, mereka berkumpul di rumah duka
untuk menyatakan bela sungkawa dan duka cita. Namun yang mereka
lakukan adalah main kartu, minum-minuman keras dan sebagainya.
Menghadapi budaya ini, para penyebar islam nusantara melakukan
revisi. Karena secara esensi sangat baik, namun salah dalam
praktiknya. Maka dengan sabar dan secara perlahan-lahan, mereka
diajak mengucapkan kalimat thayyibah. Setelah baratus tahun, jadilah
kegiatan tahlilan seperti yang banyak diamalkan oleh masyarakat
Indonesia. 220
3. Istigotsah
Secara bahasa istigotsah berarti meminta pertolongan.
Sedangkan yang dimaksud dengan istigotsah dalam konteks ini adalah
meminta pertolongan kepada Allah SWT melalui doa-doa yang
dipanjatkan kepada-Nya. Makna inilah yang kemudian dikenal dan
diamalkan oleh masyarakat, bahwa istigotsah dimaksudkan untuk
orang meminta bantuan kepada Allah. Pelaksanaan istigotsah
dilaksanakan secara berjamaah, di mana sekelompok orang bersama-
sama pada satu waktu dan tempat serta dengan satu tujuan. Membaca
dzikir dan berdo’a yang sama dipimpin oleh seseorang yang mereka
percayai kealimannya. Dalam tradisi Indonesia, istigotsha dilakukan
ketika akan menghadapi suatu yang sangat penting, baik dalam sekala
besar ataupun kecil. Dalam lingkup yang luas biasanya disebut
dengan istilah istigotsah kubro.
Istigotsah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW pada saat perang
Badar. Beliau beristigotsah meminta bantuan Allah SWT, dan Allah
SAW kemudian memberikan bantuan-Nya dengan seribu pasukan
malaikat. Peristiwa ini diabadikan di dalam al-Qur’an surat Al-Anfal
ayat 9:
َاب لَ ُك ْم أَنِي ُم ِمدُّ ُك ْم بِأ َ ْلف ِمنَ ْال َم ََلئِ َك ِة ُم ْر ِدفِين
َ إِ ْذ ت َ ْست َ ِغيثُونَ َربه ُك ْم فَا ْست َ َج
220 Muzadi, KH. Muchit, dalam Muhydiddin Abdusshomad, Tahlil dalam Perspektif Al
Quran dan Sunnah (Surabaya: Khalista, 2006) hal xiv
232
”(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan (istigotsah) kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang
datang berturut-turut". (QS. Al-Anfal, 9)
4. Model Pakaian
Dalam islam terdapat kewajiban menutup aurat. Kewajiban itu
memuat aturan-aturan tentang tata cara menutup aurat. Sedankan
model pakaian tidak disebutkan secara khusus dalam al Quran
ataupun Al Hadits. Adapun jubah, gamis, cadar dan semacamnya
adalah salah satu contoh model pakaian yang sesuai dengan syariat
islam yang merupakan produk budaya arab. Rasulullah SAW
berpakaian menggunakan jubah karena beliau sangat menghargai
budaya lokal.
Atas dasar inilah, para ulama penyebar islam Indonesia tidak
memaksanakan model pakaian arab kepada masyarakat Indonesia.
Tradisi berpakaian masyarakat Indonesia yang tidak sesuai dengan
syariat Islam direvisi tanpa menghilangkan aspek keindonesiaannya.
Maka jadilah sarung, songkok hitam atau blangkon sebagai identitas
muslim Indonesia. Bahkan saat ini, baju koko yang berasal dari
budaya Cina diterima menjadi bagian dari budaya muslim Indonesia,
sampai ada menyebutnya dengan istilah “baju muslim”. Begitu pula
dengan busana untuk muslimah. Baju batik dan kebaya yang menjadi
budaya khas indonesia tetap dipertahankan dengan tambahan
kerudung untuk menutup aurat.
5. Halal bihalal.
satu kebiasaan masyarakat Indonesia setelah melaksanakan puasa
Ramadhan adalah melaksanakan halal bihalal dan silaturrahim kepada
kerabat, sanak famili, rekan kerja dan semacamnya. Dilaksanakan dengan
Salah cara berkunjung secara pribadi atau dilaksanakan secara bersama-
sama dalam satu forum. Untuk yang terakhir ini dalam tradisi masyarakat
Indonesia biasa disebut dengan halal bihalal.
Saat ini tradisi halal bihalal, merambah ke berbagai kelompok
masyarakat hingga instansi pemerintah ataupun swasta. Dirangkai dalam
kegiatan seremonial tertentu yang intinya saling memaafkan antara sesama
teman, rekan kerja, bawahan dan atasan dan sebagainya.
233
Tradisi ini dilaksanakan didasarkan atas keyakinan bahwa setelah
melaksanakan puasa ramadhan selama satu bulan penuh disertai berbagai
amal ibadah yang lain, maka semua umat Islam kembali kepada kondisi
fitrah (idul fitri), bersih dari dosa karena dosa telah diampuni oleh Allah
SWT. Kondisi fitrah ini tentu tidak sempurna jika dosa kepada sesama
manusia tidak juga bisa dilebur. Untuk mewujudkan kesempurnaan itu,
maka perlu bermaaf-maafan merelakan dan menghapus segala dosa antar
sesama manusia.
Budaya halal bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH. Wahab
Chasbullah pada tahun 1948 ketika menyaksikan gejala disitegrasi bangsa
karena pertentangan para elit politik. Presiden Soekarno kemudian
meminta KH. Wahab Chasbullah untuk mencari solusi agar para
pemimpin negara mau bersatu dan duduk satu meja. Kemudian KH.
Wahab mencetuskan istilah ini sebagai solusi atas persoalan yang dialami
bangsa saat itu. Dan sejak semenjak itulah tradisi ini dimulai dan
berkembang sampai saat ini. 221
6. Tradisi Kupatan (ketupat)
Selain halal bihalal, tradisi ketupat atau kupatan dalam bahasa jawa,
menjadi salah satu ciri khas perayaan lebaran idul fitri pada sebagian
daerah di Indonsia. Misalnya di Jawa dikenal dua istilah lebaran, yakni
lebaran idul fitri tanggal satu syawal dan lebaran ketupat, yang
dilaksanakan pada tanggal delapan syawal atau setelah umat islam
menyelesaikan perintah puasa sunnah enam hari bulan syawal. Tradisi ini
sangat kuat di tengah masyarakat Indonesia, sehingga menjadi salah satu
lambang dari perayaan idul fitri di Indonesia.
Ketupat adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras yang
dimasukkan ke dalam kantong yang terbuat dari daun kelapa muda
kemudian dimasak dan dibagi-bagikan kepada tetangga dan kerabat
sebagai simbol kebersamaan.
Sunan Kali Jogo sebagai orang pertama yang memperkenalkan
tradasi ini, sengaja mempopulerkannya karena ada makna filosofi yang
mendasarinya. Ketupat atau kupat dalam bahasa jawa berarti “ngaku
lepat” (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan). Ngaku
221 A. Khoirul, “KH. Wahab Chasbullah Penggagas Istilah Halal Bihalal” , www.nu.or.id
jumat 17 Juli 2015
234
salah diwujudkan dengan tradisi sungkeman anak kepada orang tuanya,
saling memaafkan antara tetangga dan kerabat dan halal bihalal. Filosofi
kedua, Laku papat (empat tindakan), yaitu lebaran, luberan, leburan, dan
laburan. Lebaran artinya akhir dan usai. Menandakan pelaksanaan puasa
Ramadhan telah selesai. Luberan bermakna meluber atau melimpah.
Simbol bahwa setelah menuntaskan hubungan vertikal melalui puasa, umat
islam hendaknya membagi sebagian harta yang lebih (luber) kepada yang
membutuhkan. Leburan berarti habis dan melebur. Setelah puasa dan idul
fitri menghapus dosa kepada Allah SWT, momen selanjutnya adalah
melebur kepada sesama manusia. Saling memaafkan satu sama lain.
Terakhir adalah laburan berasal dari kata labur atau kapur yang berwarna
putih. Artinya setelah lebaran, hati muslim haruslah menjadi seperti kapur,
kembali putih dan bersih.222
7. Kalender Jawa.
Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan yang memadukan
sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu, dan
sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat. Sistem
kalender ini memakai dua siklus hari: siklus mingguan yang terdiri dari
tujuh hari (Ahad sampai Sabtu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri
dari lima hari pasaran.
Pertama kali digunakan oleh kesultanan Mataram dan berbagai
kerajaan pecahannya. Salah satu upaya Sultan Agung sebagai penguasa
Mataram untuk menanamkan agama Islam di Jawa adalah mengganti
penanggalan Saka (berbasis perputaran matahari) dengan sistem kalender
qamariah (berbasis perputaran bulan). Uniknya, angka tahun Saka tetap
dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun
Hijriyah (saat itu 1035 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan,
sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka diteruskan menjadi
tahun 1547 Jawa. 223
222 Pratama, Dito Alif. Lebaran Ketupat dan Tradisi Masyarakat Jawa, http: //www.
nu.or.id/post/ read/39434/ lebaran-ketupat-dan-tradisi-masyarakat-jawa
223 https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa
235
8. Budaya Tumpeng
Tumpeng adalah nasi yang dibentuk mengerucut seperti gunung
yang dihidangkan pada saat perayaan atau acara-acara tertentu. Kadang
berupa nasi kuning atau nasi putih atau nasi gurih yang disajikan dalam
tampah dikelilingi berbagai macam lauk pauk di sekitarnya. Tumpeng
merupakan singkatan dari “tumapaking penguripan, tumindak
lempeng tumuju Pangeran.” Artinya, berkiblatlah kepada pemikiran
bahwa manusia itu harus hidup menuju jalan Tuhan.224
Tradisi tumpengan sudah berkembang sebelum islam masuk ke
nusantara. Menjadi lambang memujaan dan penyembahan kepada tuhan.
Tumpeng adalah simbolisasi memohon perlindungan kepada yang maha
kuasa. Bentuk krucut tumpeng adalah melambangkan gunung-gunung
yang terdapat di nusantara dan dipercaya sebagai tempat dewa-dewi
bersemayam.
Setelah islam datang, tradisi ini diteruskan namun dengan merubah
tujuan dan tempat meminta. Sebagaimana menilai budaya pra islam lain
yang menyimpang, dengan kearifan dan kebijaksanaan para penyebar
Islam masa lalu, budaya tumpengan tidak serta merta dihapus, dibid’ahkan
atau dikafirkan, tetapi diluruskan dengan memasukkan nilai-nilai ajaran
Islam ke dalamnya. Kalau sebelum islam tempat meminta adalah kepada
dewa-dewi, maka dalam islam, tujuan tersebut dirubah kemudian diganti,
bahwa dzat tempat meminta yang disimbolkan dalam acara tersebut adalah
Allah SWT.
Hingga saat ini tradisi ini sudah sangat melekat dalam budaya
masyarakat indonesia. Sangat sulit untuk dihilangkan. Terus diamalkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai tradisi lainnya,
misalnya pada acara syukuran kelahiran, ulang tahun, dan acara penting
lainnya.
224 http://www.femina.co.id/food-trend/mengenal-filosofi-tumpeng
236
patuh. Jadi hakikat masjid adalah tempat untuk melakukan segala kegiatan
mengandung unsur kepatuhan dan pendekatan diri kepada Allah SWT.225
Masjid memegang peran yang sangat penting dalam agama Islam.
Tempat pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW ketika hijrah ke
Madinah. Dalam sejarah hijrah Nabi SAW, ketika singgah di daerah Quba,
beliau membangun masjid Quba’. Dan setelah sampai di Madinah, Nabi
SAW membangun masjid Nabawi sebelum membangun fasilitas umum
lainnya.
Peran penting masjid pada masa nabi SAW, bisa dilihat dari fungsi
masjid Nabawi yang tidak hanya dijadikan tempat ibadah. Tetapi memiliki
peran sosial, ekonomi, politik hingga masalah keamanan. M. Quraish
Shihab226, sejarah mencatat tidak kurang sepuluh fungsi masjid pada masa
Nabi, yaitu:
1. Tempat ibadah
2. Tempat konsultasi masalah ekonomi, sosial dan budaya.
3. Tempat pendidikan
4. Tempat santunan sosial
5. Tempat latihan militer dan persiapan alat alatnya
6. Tempat pengobatan korban perang
7. Tempat perdamain dan pengadilan sengketa
8. Aula dan tempat menerima tamu
9. Tempat menawan tahanan
10. Tempat penerangan dan pembelaan agama.
225 Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan Al Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung: Penerbit Mizan, 2000) hal 459
226 Ibid, 462
227 Mas’udi, KH. Masdar Farid, Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat. (Jakarta:
237
Masjid Rasulullah tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat,
tetapi juga pusat peradaban untuk kemaslahatan dan kemartabatan umat
secara menyeluruh. Pusat mengatur dan mengembangkan masalah sosial,
ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan keamanan. Dengan fungsi ini
diharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat dapat dicapai secara seimbang.
Sebagaimana doa yang diajarkan Al Quran dan banyak dipanjatkan umat
islam.
َ َعذ
ِ اب النه
.ار َ سنَة َوفِي ْال ِخ َرةِ َح
َ سنَة َوقِنَا َ َو ِم ْن ُه ْم َم ْن يَقُو ُل َربهنَا آتِنَا فِي الدُّ ْنيَا َح
ب َ س ِري ُع ْال ِح
ِ سا سبُوا َو ه
َ ُّللا َ َصيبٌ ِم هما َك ِ أُولَئِكَ لَ ُه ْم ن
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami
dari siksa neraka" Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian
daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-
Nya. (Al Baqarah, 201-202)
Fungsi masjid melambangkan keseimbangan antara hablun minallah
dan hablun minannas. Menjadi pusat untuk mengembangkan dan
menyebarkan agama islam yang moderat (tawassuth) dan seimbang
(tawazun) yang membawa rahmat untuk seluruh alam semesta.
Keseimbangan inilah yang menjadi hakikat iman dan taqwa yang
sesungguhnya. Jadi sangatlah wajar jika masjid menjadi tumpuan utama
terbentuknya peradaban Islam.
Dari dalam masjid harus dicontohkan hal-hal yang baik. Cinta kasih,
kedamian, khutbah-khutbah yang menyejukkan, kepedulian kepada
sesama serta persaudaraan harus memancar dari dalam masjid. Jangan ada
ujaran kebencian, fitnah, kata-kata kotor, caci maki, permusuhan dan lain
sebagainya. Tidak boleh ada pihak-pihak yang mengambil keutungan
pribadi sesaat dengan mengatasnamakan masjid, misalnya untuk
kepentingan politik golongan dan ekonomi segelintir orang. Rasulullah
SAW bersabda:
"إِذَا َرأ َ ْيت ُ ْم َم ْن يَبِي ُع أ َ ْو:سله َم قَا َلَ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ ُّللا َ ِّللا ُ أ َ هن َر،َ ع ْن أَبِي ُه َري َْرة
سو َل ه َ
،ضالة ه َ شدُ فِي ِه َ
ُ َوإِذَا َرأ ْيت ُ ْم َم ْن يَ ْن، َّللاُ تِ َجا َرت َك َ ُ ُ
َال أ ْربَ َح ه: فَقولوا،ِع فِي ال َمس ِْجد ُ يَ ْبت َا
)عليْكَ (رواه الترميذي َ َال َرده ه:فَقُولُوا
َ ُّللا
Dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila
kalian melihat seseorang melakukan transaksi jual beli di masjid, maka
238
doakanlah, “Mudah-mudahan Allah SWT tidak memberikan keutungan
pada perdaganganmu”. Dan jika engkau melihat orang yang mencari-cari
barangnya yang hilang, maka ucapkanlah “Mudah-mudahan Allah SWT
tidak mengembalikan barangmu yang hilang” (HR. Tirmidzi)
Untuk mencapai tujuan ini maka masjid harus diisi dan diurus oleh
orang-orang memiliki intergitas dan keimanan yang kuat. Yang menjadi
takmir masjid adalah mereka yang memiliki kesalihan individual dan
sosial yang baik. Mereka inilah yang dapat memakmurkan masjid dan
menjadikan masjid dapat berperan baik di tengah masyarakat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
ص ََلة َ َوآتَى َ اّلِلِ َو ْال َي ْو ِم ْال ِخ ِر َوأ َ َق
ام ال ه ّللا َم ْن آ َمنَ ِب ه
ِ اجدَ هِ س
َ ِإنه َما َي ْع ُم ُر َم
،سى أُولَئِ َك أ َ ْن يَ ُكونُوا ِمنَ ْال ُم ْهتَدِينَ (التوبة َ ش ِإ هال ه
َ ّللا فَ َع َ الز َكاة َ َولَ ْم يَ ْخ
ه
)18
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah.
Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Taubah, 18)
Memakmurkan masjid tidak bermakna memperindah bangunan
masjid. Tetapi menghidupkan kegiatan yang di dalam masjid. Orang yang
memakmurkan masjid adalah orang yang sering datang ke masjid
kemudian meramaikan masjid dengan berbagai macama ibadah dalam
bentuk dzikir, shalat, kegiatan sosial, pendidikan dan sebagainya.
Sedangkan yang dapat memakmurkan masjid serta memerankan
semua fungsi masjid adalah mereka yang telah memiliki sifat-sifat yang
disebutkan QS. Al Taubah 18. Yakni pribadi yang beriman kepada Allah
SWT dan hari kepada hari akhir, seimbang dalam melaksanakan shalat,
sebagai salah satu bentuk ibadah individual, dan telah mampu
menunaikan zakat sebagai lambang ibadah sosial.
QS. Al Taubah 18 tidak bermakna bahwa orang yang
memakmurkan masjid atau rajin datang ke masjid, pasti akan memiliki
sifat-sifat ini. karena tidak semua orang yang datang ke masjid memiliki
239
tujuan mulia ini.228 Ada orang-orang yang menjadikan masjid sebagai
basis untuk menebarkan kebencian, permusuhan dan sebagainya. Dengan
diisi dan dikelola oleh orang-orang yang baik, moderat dan toleran maka
masjid akan memancarkan cahaya keagungan islam sebagai agama
rahmatan lil alamin.
9.3 Rangkuman
1. Dalam perbuatan Rasulullah SAW satu sisi ada unsur tasyri’ yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama Islam, dan
di sisi lain dilakukan sebagai bagian dari budaya tempat Rasulullah
SAW berada, yakni budaya arab.
2. Terdapat hubungan yang erat antara agama dan budaya. Keduanya
berdialektika dengan sangat intens sehinga bisa menghasilkan suatu
budaya baru yang unik dan khas dari masig-masing daerah.
3. Agama Islam sangat menghargai budaya lokal selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dan dalil-dalil ajaran dasar
agama Islam.
4. Dalam konteks keindonesiaan, umat islam bisa beragama dengan
baik tanpa meninggalkan akar dan nilai-nilai luhur budaya
nusantara.
228 Al Wahidi, Abu al Hasan Ali bin Ahmad bin Muhammad, Tafsil Al Basith, (Saudi
Arabia: Jami’ah Al Imam Muhammad bin Sa’ud, 1430H) juz X hal 332
240
penyebar agama Islam, mendakwahkan islam melalui persenyawaan
budaya ini sehingga islam dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia.
3. Masjid berfungsi sebagai tempat melakukan penghambaan kepada
Allah SWT dalam pengertian yang luas. Oleh karena itu, masjid
harus tampil untuk menjawab persoalan kemasyarakatan. Masjid
menjadi satu pusat untuk mengembangkan peradaban islam. Untuk
mencapai tujuan ini masjid harus dikelola oleh orang-orang yang
bebas dari kepentingan ekonomi atau politik praktis.
DAFTAR PUSTAKA
241
Khalaf, Prof. Dr. Abdul Wahab. Ilmu Ushulul Fiqh. (Beirut: Dar Al
Qalam, 1997)
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, (Beirut: Dar Al Qalam, 1977)
Luthfi, Khabibi Muhammad, Jurnal Shahih, Vol I, Nomor I, Januari-Juni
2016 (LP2M, IAIN Surakarta)
M. Anis, Islam Syariat dan Budaya,
(https://islamindonesia.id/berita/kolom-islam-syariat-dan-
budaya.htm)
Mas’udi, KH. Masdar Farid, Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat.
(Jakarta: Lajnah Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM-NU)
2007)
Muhajir, KH. Afifuddin, Membangun Nalar Islam Moderat (Situbondo:
Tanwirul Afkar, 2018)
Muzadi, KH. Muchit, dalam Muhydiddin Abdusshomad, Tahlil dalam
Perspektif Al Quran dan Sunnah (Surabaya: Khalista, 2006)
Pratama, Dito Alif. Lebaran Ketupat dan Tradisi Masyarakat Jawa, http:
//www. nu.or.id/post/ read/39434/ lebaran-ketupat-dan-tradisi-
masyarakat-jawa
Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan Al Quran, Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Penerbit Mizan, 2000)
Soekanto, Soerjono, “Sosiologi, Suatu Pengantar” (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2000)
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul al Fiqh, (Beirut: Dar al Fikr Al
Airobi,1958)
Zainul Ma’arif, http://syiarnusantara.id/2017/07/26/islam-dan-budaya
http://www.femina.co.id/food-trend/mengenal-filosofi-tumpeng
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa
242
BAB 10
NKRI DALAM PERSPEKTIF POLITIK
ISLAM
Capaian Pembelajaran
a. Mahasiswa mampu membangun pemikiran Islam secara komprehensif
tentang konsep ketuhanan
b. Mahasiswa mampu menampilkanajaranIslam yang moderat
(tawassuth/I’tidal), toleran (tasamuh), seimbang (tawazun).
c. Mahasiswa mampu mengkombinasikan pengetahuan dan sikap
keagamaan secara kritis dan konsisten
10.1 PENDAHULUAN
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril
dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di
sisi Allah SWT. Islam bukanlah suatu ilmu yang hanya sekedar
diimplementasikan dalam bentuk tulisan atau dengan ceramah belaka,
namun ajaran islam juga diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena
islam sangat identik dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan
manusia dalam kehidupan sehari- hari untuk mendekatkan diri kepada
Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara
tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat
manusia.
Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai
ketaqwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”.
Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah
sesuatu yang negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu
243
begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Oleh
karena itu, islam sudah mengenalkan kepada manusia tentang politik yang
sesuai dengan ajaran islam. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dengan mayoritas warga negaranya yang beragama muslim perlu adanya
penyesuaian politik berdasarkan perspektif politik islam. Sebagai warga
negara Indonesia yang beragama islam sepatutnya kita mempelajari lebih
dalam mengenai politik dalam islam itu sendiri dan diharapkan bisa
menjadi panutan bagi pemerintah dalam menjalankan sistem politik di
Indonesia sehingga terciptalah politik yang sehat dan dapat memakmurkan
bangsanya.
Politik dalam pandangan Islam didefinisikan sebagai ilmu
pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara. Pengertian dan
konsep politik dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian dan konsep
yang digunakan oleh orang-orang yang bukan Islam. Politik dalam Islam
menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan
melaksanakan syariat Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan
serta bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam dalam satu
institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menyetujui dan
melaksanakan undang undang.
Keberadaan partai politik Islam di Indonesia yang semakin marak
memicu banyak kekhawatiran dan melahirkan satu pertanyaan besar,
apakah partai-partai politik ini benar-benar berjuang demi Islam dan bisa
dikatakan sebagai partai politik ideologis Islam yang beranggotakan orang
Islam dan memilih serta menentukan pemikiran Islam secara jelas dan
rinci hingga mampu mewujudkan Islam sebagai sebuah sistem hidup yang
akan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat atau partai-partai politik
ini hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri dengan
mengatasnamakan kelompok/partai.
Oleh karena itu, sebelum membahas seluk-beluk politik Islam, kita
harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana pandangan Islam mengenai
politik yang berbasis Islam. Selanjutnya, perlu dikaji pula apakah partai
politik Islam tetap mengedepankan syariat Islam dalam melaksanakan
fungsi politik.Untuk lebih mendalami mengenai NKRI dalam perspektif
politik islam maka tersusunlah bahan ajar ini.
Untuk itulah penulis sangat berharap kepada pembaca semua,
semoga setelah membaca atau membahas makalah ini, kita semua mampu
244
menjadikan agama islam agama yang kembali sempurna untuk mengubah
akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya, Amin
10.2 MATERI
10.2.1 Pengertian Politik dalam Islam
Secara etimologi kata “politik” berasal dari bahasa yunani,yaitu
dari perkataan “polis” yang dapat mempunyai arti kota dan Negara kota.
Kata “polis” tersebut berkembang menjadi kata lain seperti “politis” yang
berarti warga Negara dan “politikus” yang berarti kewarganegaraan
(civic).229
Dalam bahasa Indonesia kata politik mempunyai beberapa
pengertian, yaitu: (i) ilmu/pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan; (ii) segala urusan dan tindakan ( kebijakan, siasat, dan
sebagainya ) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain;
dan (iii) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani
suatu masalah ).230
Politik dalam bahasa Inggris Politik yang berarti ilmu yang
mengatur ketatanegaraan.231 Sedangkan dalam kamus politik, ada empat
definisi politik, yaitu:
1. Perkataan “politik“ berasal dari bahasa Yunani dan diambil alih oleh
banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Pada zaman klasik Yunani,
negara atau lebih tepat negara-kota disebut polis. Plato (± 347 sebelum
Masehi) menamakan bukunya tentang soal-soal kenegaraan politea, dan
muridnya bernama Aristoteles (± 322 sebelum Masehi) menyebut
karangannya tentang soal-soal kenegaraan Politikon. Maka “politik”
memperoleh arti seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu
kenegaraan. Politik mencakup kebijaksanaan atau tindakan yang
bermaksud mengambil bagian dalam urusan kenegaraan/pemerintahan
229A.P .Cowie, Oxford Leaner’s Dictionary , Oxford: Oxford University Press, 1990, hlm.
190.
230Departemen P dan K, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, cet. Ke-8.
hlm. 694
231Wojo Wasito dan Poerwadaminta, Kamus Lengkap (Inggris-Indonesia/Indonesia
245
termasuk yang menyangkut penetapan bentuk, tugas dan lingkup urusan
negara.
2. “Politik” adalah masalah yang mencakup beraneka macam kegiatan
dalam suatu sistem masyarakat yang terorganisasikan (terutama
negara), yang menyangkut pengambilan keputusan baik mengenai
tujuan–tujuan sistem itu sendiri maupun mengenai pelaksanaannya.
3. “Politik” berarti sebuah kebijakan, cara bertindak dan kebijaksanaan.
4. Dalam arti yang lebih luas “politik” diartikan sebagai cara atau
kebijaksanaan (policy) untuk mencapai tujuan tertentu.Menurut Deliar
Noer “Politik” adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem
politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik juga
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan
bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagi pula politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik.232
Dalam kamus bahasa Arab siyasah secara etimologi mempunyai
beberapa arti; mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat
kebijaksanaan, pemerintahan dan politik.233 Sedang secara istilah
(termologi), Ibnu al-Qayim memberi arti siyasah adalah suatu perbuatan
yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari
kerusakan walaupun Rasul tidak menetapkannya dan Allah tidak
mewahyukannya.234 baik kepentingan agama, sosial dan politik. Oleh
karena itu ilmu siyasah sangatlah dibutuhkan dalam merefleksikan suatu
sikap untuk membuat kemaslahatan kepada masyarakat umum.
Secara epistemologis siyasah tercakup dalam tema pembahasan
yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia tersebut, yang disebut
dengan fiqh siyasah atau siyasah syar’iyah.Abdul Wahab Khalaf memberi
arti fiqh siyasah atau siyasah syar’iyah adalah pengelolaan masalah umum
bagi negara bernuansa Islami yang menjamin terealisasinya kemaslahatan
dan terhindar dari kemadharatan dengan tidak melanggar ketentuan
syari’ah dan prinsip-prinsip syari’ah yang umum meskipun tidak sesuai
232Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Medan : Dwipa, 1965, cet.I. Hlm 56
233 J Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, cet. Ke-5, 2002, hlm. 23.
234Ibid. Hal 24
246
dengan pendapat-pendapat imam mujtahid.235 Siyasah yang terbaik adalah
mengintgrasikan kepentingan agama dan bangsa guna kemaslahatan umat
yang semakin terabaikan dikarenakan ada seorang oknum politik yang
tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan kepentingan kelompok
atau kepentingan pribadinya.
Al-Qur’an tidak mengemukakan secara eksplisit fungsi dan struktur
dari sistem politik, namun dari uraian terdahulu dapat ditemukan adanya
unsur-unsur tersebut. Sosialisasi politik misalnya, dapat ditemukan dalam
tugas pembangunan spiritual. Dengan pembangunan ini, norma-norma dan
ajaran-ajaran agama, termasuk di dalamnya yang berkenaan dengan
kehidupan politik, dikembangkan dengan sistem pendidikan dan
pengajaran sehingga masyarakat dapat memiliki persepsi dan budaya yang
sama. Konsepsi rekruitmen politik dapat ditemukan dalam kenyataan
adanya syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi pemimpin. Adanya
syarat-syarat subyektif yang relevan dengan kemampuan individual dan
komitmen terhadap kepentingan rakyat, menghendaki proses seleksi dalam
pengangkatan pejabat, dan juga pengisyaratan keterbukaan fungsi tersebut
bagi setiap warga yang memenuhi syarat. Dengan demikian kita berusaha
untuk tetap objektif dalam memandang semua permasalahan tanpa adanya
sebuah diskriminasi untuk kemajuan bersama dan berkomitmen untuk
kepentingan rakyat.
Tiga fungsi utama yang dikenal sebagai fungsi out put atau fungsi
pemerintahan dapat ditemukan dalam kewajiban pemerintah membuat
aturanaturan hukum yang adil (fungsi legislative), melaksanakan hukum-
hukum agama dan hukum perundang-undangan (fungsi eksekutif), dan
melaksanakan tugas pengadilan terhadap tindakan tindakan yang
menyerang dan melanggar hukum (fungsi yudikatif).
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
235Ibid
247
248
249
dipakai oleh Indonesia, masing-masing memiliki kekurangan. 11
Formalisme memiliki resiko penyalahgunaan agama terhadap syakhwat
politik, sementara substativisme terkendala pada biasnya langkah
strategis.
Bentuk pemerintahan yang sudah disepakati dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan pilar yang terdiri
dari Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika 238,
menjadi local wisdom tersendiri bagi umat muslim Indonesia. 13 Tak
jarang menuai pertanyaan tentang kandungan nilai filosofis Islam
dalam terbentuknya NKRI.
10.2.2.1Paradigma Integralistik
Menurut paradigma integralistik, konsep hubungan agama dan negara
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini memberikan
pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus
lembaga agama. Konsep ini menegaskan bahwa Islam tidak mengenal
pemisahan antara agama dan politik (negara). Paradigma integralistik ini
dianut oleh kelompok Islam Syi’ah.
250
10.2.2.3 Paradigma sekularistik
Menurut paradigma sekularistik, ada pemisahan (disparitas) antara
agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua (2) bentuk yang
berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing,
sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi (campur tangan).239
Dalam Islam, hubungan agama dan negara menjadi perdebatan yang
cukup panjang di antara para pakar Islam hingga kini. Bahkan menurut
Azyumardi Azra, perdebatan ini telah belangsung sejak hampir satu abad,
dan berlangsung hingga dewasa ini. lebih lanjut Azra mengatakan bahwa
ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara diilhami oleh
hubungan yang agak canggung dalam Islam sebagai agama dan negara.
Berbagai eksperimen dilakukan dalam menyelaraskan antara din dan
konsep kultur politik masyarakat muslm, dan eksperimen tersebut dalam
banyak hal sangat beragam.
Samir Amin mengungkapkan bahwa selayaknya dunia Islam
melakukan diferensiasi antara utopia-utopia yang muncul di masa lalai dan
mengekspresikan konflik sosial antarkalangan yang dieksploitir, penguasa
yang dizalimi, dan kalangan yang menyeru pada gerakan-gerakan
kontemporer untuk mendirikan Negara Islam. Hanya saja menurut Amir,
sejarah yang benar membukktikan bahwa penyatuan agama dan kekuasaan
tidak terwujud kecuali pada masa-masa belakangan dari perkembangan
masyarakat Islam.240
Dalam memahami hubungan agama dan negara, ada beberapa
konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran, antara lain
paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.
1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi
Menurut paham ini, negara menyatu dengan agama karena
pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan aturan-aturan
atau firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan
negara dilakukan atas titah Tuhan.
2. Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
239Alfian
Suhendrasah, Hubungan Agama dan Negara
240HuseinMuhammad, Islam dan Negara Kebangsaan: Tinjauan Politik, dalam Ahmad
Suaedy, Pergulatan Pesantren dan Demokrasi, (Yogyakarta: LKIS, 2000), hlm. 88
251
Menurut paham ini, norma hukum ditentukan atas kesepakatan
manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan meskipun
mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
3. Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme
Menurut paham ini, kehidupan manusia adalah dunia manusia itu
sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan
agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia dan agama
merupakan keluhan makhluk tertindas
Dalam lintasan historis Islam, hubungan agama dengan negara dan
sistem politik menunjukkan fakta yang sangat beragam. Banyak para
ulama tradisional yang berargumentasi bahwa Islam merupakan sistem
kepercayaan di mana agama memiliki hubungan erat dengan politik. Islam
memberikan pandangan dunia dan makna hidup bagi manusia termasuk
bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya dalam Islam
tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Ketegangan perdebatan
tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak
canggung antara Islam sebagai agama dan negara.
4. Hubungan Agama Dan NegaraMenurut Islam
Tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama
yang paripurna yangmencakup segalagalanya termasuk masalah negara
oleh karena itu agama tidak dapatdipisahkan dari negara dan urusan negara
adalah urusan agama serta sebaliknya aliran keduamengatakan bahwa
islam tidak ada hubungannya dengan negara karena islam
tidak mengaturkehidupan bernegara atau pemerintahan menurut aliran ini
Nabi Muhammad tidakmempunyai misi untuk mendirikan negara.Aliran
ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-
galanya tapimencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang
kehidupan bermasyarakat termasukbernegara.
5. Hubungan Negara dan Agama Menurut Konstitusi Indonesia
Persoalan relasi antara negara dan agama juga ada di dalam
kehidupan bernegara diIndonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia
selalu mengalami pasang surut karena relasiantar keduanya tidak berdiri
sendiri melainkan dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lainseperti politik,
ekonomi, dan budaya.Pembahasan mengenai relasi negara dan agama yang
akan berlaku di Indonesia sudahdimulai oleh para pendiri bangsa.
Menjelang kemerdekaan 17 Agustus 1945, para tokohpendiri negara dari
252
kelompok Nasionalis Islam dan Nasionalis, terlibat perdebatan
tentangdasar filsafat dan ideologi negara Indonesia yang akan didirikan
kemudian.The FoundingFathers kita menyadari betapa sulitnya
merumuskan dasar filsafat negara Indonesia yangterdiri atas beraneka
ragam etnis, ras, agama serta golongan politik yang ada di Indonesia
ini.Perdebatan tentang dasar filsafat negara dimulai tatkala Sidang
BPUPKI pertama, yang padasaat itu tampillah tiga pembicara, yaitu Yamin
pada tanggal 29 Mei 1945, Soepomo padatanggal 31 Mei, dan Soekarno
pada tanggal 1 Juni, tahun 1945. Berdasarkan pidato dariketiga tokoh
pendiri negara tersebut, persoalan dasar filsafat negara (Pancasila)
menjadipusat perdebatan antara golongan Nasionalis dan Golongan Islam.
Pada awalnya golonganIslam menghendaki negara berdasarkan Syari‟at
Islam, namun golongan nasionalis tidaksetuju dengan usulan tersebut.
Kemudian terjadilah suatu kesepakatan dengan ditandatanganinya Piagam
Jakarta yang dimaksudkan sebagai rancangan Pembukaan UUDNegara
Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945.
Bangsa Indonesia yakin bahwa kemerdekaan yang dikumandangkan
pada tanggal 17Agustus 1945 bukan semata-mata perjuangan rakyat,
namun semua itu tidak akan pernah terwujud jika Tuhan Yang Maha
Kuasa tidak menghendakinya. Jadi sejak negara Indonesialahir, didasari
oleh nilai-nilai Ketuhanan. Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-
empatdinyatakan secara tegas bahwa: ”Kemerdekaan Indonesia adalah
berkat Rahmat Allah YangMaha Kuasa”. Selain itu, dalam batang tubuh
UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) diperkuat lagi pengakuan negara atas
kekuatanTuhan yang menyatakan bahwa “Negara berdasakan Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Sesuai dengan prinsip “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa” maka agama-agama di Indonesia merupakan roh atau spirit dari
keutuhan Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI). Menurut Adi
Sulistiyono,agama diperlakukan sebagai salah satu pembentuk cita negara
(staasidee).241
241Adi
Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, Dan Paradigma Moral, Penerbit
Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS
(UNS Press), Surakarta, 2008 : 3
253
Namun hal itu bukan berarti bahwa Indonesia merupakan negara
teokrasi. Relasi yangterjalin antara negara Indonesia dan agama ialah relasi
yang bersifat simbiosis-mutualistis dimana yang satu dan yang lain saling
memberi. Dalam konteks ini, agama memberikan“kerohanian yang dalam”
sedangkan negara menjamin kehidupan keagamaan.
Indonesia bukan negara agama melainkan negara hukum. Hukum
menjadi panglima,dan kekuasaan tertinggi di atas hukum. Artinya bahwa
Undang-Undang dibuat oleh lembagalegislatif yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Anggota DPR terdiri dari berbagai suku, etnis,agama, jenis
kelamin dan sebagainya. Hukum di Indonesia tidak dibuat oleh
kelompokagama. Jadi agama tidak pernah mengatur negara, begitu juga
sebaliknya negara tidaksemestinya mengatur kehidupan beragama
seseorang.
Penataan hubungan antara agama dan negara juga bisa dibangun atas
dasarchecks andbalances(saling mengontrol dan mengimbangi). Dalam
konteks ini, kecenderungan negarauntuk hegemonik sehingga mudah
terjerumus bertindak represif terhadap warga negaranya,harus dikontrol
dan diimbangi oleh nilai ajaran agama-agama yang
mengutamakanmenebarkan rahmat bagi seluruh penghuni alam semesta
dengan menjunjung tinggi HakAsasi Manusia. Sementara di sisi lain,
terbukanya kemungkinan agama-agamadisalahgunakan sebagai sumber
dan landasan praktek-praktek otoritarianisme juga harusdikontrol dan
diimbangi oleh peraturan dan norma kehidupan kemasyarakatan
yangdemokratis yang dijamin dan dilindungi negara.
Jadi, baik secara historis maupun secara yuridis, negara Indonesia
dalam hal relasinyadengan agama menggunakan paradigma pancasila.
Mahfud M.D. menyebut pancasilamerupakan suatu konsep prismatik.
Prismatik adalah suatu konsep yang mengambil segi-segiyang baik dari
dua konsep yang bertentangan yang kemudian disatukan sebagai
konseptersendiri sehingga dapat selalu diaktualisasikan dengan kenyataan
masyarakat Indonesia dalam setiap perkembangannya. Negara Indonesia
bukan negara agama karena negara agama hanyamendasarkan diri pada
satu agama saja, tetapi negara pancasila juga bukan negara sekulerkarena
negara sekuler sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan agama. Negara
pancasilaadalah sebuah religions nation state yakni sebuah negara
kebangsaan yang religius yangmelindungi dan memfasilitasi
254
perkembangan semua agama yang dipeluk oleh rakyatnyatanpa pembedaan
besarnya dan jumlah pemeluk. Oleh karena itu, Indonesia merupakan
sebuah bangsa yang nasionalis-religius atau negara yang religus-
nasionalis.
242 Rijal Mumazziq Zionis, “Relasi Agama dan Negara Perspektif KH. A. Wahid Hasyim
dan Relevansinya dengan Kondisi Sekarang,” al-Daulah: Jurnal Hukum dan
Perundangan Islam 5, no. 2 (2015): 111-112
243 Sahri, “Konsep Negara Dan Pemerintahan Dalam Perspektif Fikih Siyazah Al-
Gazzali,” 520–21
255
akan menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai dasar negara. Hal demikian ini
tentu saja tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan dapat dikatakan
sejalan dengan misi Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam
sebagaimana firman Allah yang tersebut dalam al-Qur’an Surat al-
Anbiyaa’ 107 sebagai berikut:
256
lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini.
Tata pikir seluruh bangsa ditentukan lingkupnya oleh sebuah falsafah yang
harus terus menerus dijaga keberadaan dan konsistensinya oleh negara,
agar kontinuitas pemikiran kenegaraan yang berkembang juga akan terjaga
dengan baik.245
Nasionalisme yang tumbuh dari kalangan umat Islam terbentuk atas
dorongan nilai islam yang menekankan kecintaan kepada negara yang
dianggap sebagai bagian dari keimanan (Hubbul wathan min al-iman).
Pada umumnya nasionalisme sebagai paham yang terkait dengan konsep
negara bangsa (nation-state) menguat di negara muslim pada abad ke-20
yang kemudian mengantarkannya kepada kemerdekaan dari penjajahan.
Akan tetapi dalam banyak kasus, nasionalisme yang berkembang di dunia
muslim bukan lagi nasionalisme relegius tapi lebih pada nasionalisme
sekuler.
Di Indonesia, nasionalisme Islam melahirkan Pancasila sebagai
ideologi negara. Digantinya sila pertama Piagam Jakarta “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sidang PPKI 18
Agustus 1945 merupakan bagian terpenting dari kesadaran nasionalisme
umat Islam secara kolektif. Tidak ada unsur paksaan, melainkan sebuah
sikap patriotisme guna untuk merekatkan semua elemen agama yang ada
di Indonesia. Maka dengan kesadaran tersebut para cendekiawan merevisi
sila pertama dengan harapan bisa membuat keutuhan bangsa Indonesia.
Mayoritas umat Islam Indonesia menilai tidak ada pertentangan
antara Islam dan Pancasila. Namun demikian, tidak sedikit pula yang
beranggapan bahwa Islam dan pancasila tidak dapat berdampingan sebagai
ideologi dan keyakinan. Sebagian kelompok muslim yang coba
mempertentangkan antara Pancasila dengan islam kiranya termasuk
muslim yang tak mampu memahami ajaran pancasila secara utuh (kaffah).
Bukankah sila-sila yang terangkum dalam Pancasila merupakan bagian
dari ajaran-ajaran Islam, mulai dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
keadilan, dan persaudaraan universal? Pancasila adalah falsafah negara
257
Indonesia yang mencerminkan kondisi bangsa kita sangat plural, baik dari
segi agama, suku, budaya, dan sebagainya.
Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa antara Islam dan
nasionalisme bukan sesuatu yang bertentangan. Nilai-nilai nasionalisme
ada dalam ajaran Islam. Nasionalisme Islam tidak sebatas dilandasi oleh
tanggung jawab sosial berbasis pada geografis dan etnis, melainkan lebih
didasari pada keimananan dan kecintaan kepada sesama umat manusia.
Terkait dengan bentuk negara Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa
menegakkan negara merupakan keharusan doktrinal dan praktis, dan sesuai
dengan pandangan klasik dari al-Asy‟ari beserta tokoh-tokoh lainnya.
Menurutnya Allah telah membuat manfaat-manfaat agama dan manfaat
dunia tergantung kepada para pemimpin, tidak perduli apakah Negara
tersebut merupakan salah satu asas agama atau bukan. Ia tidak tertarik
dengan institusi imamah (teokratis); ia hanya menginginkan supremasi
agama. Baginya bentuk dan struktur pemerintahan tidak penting atau
paling-paling merupakan hal yang sekunder baginya, yang terpenting
adalah pelaksanaan syari’ah.246 Secara teologis, bagi kaum muslimin,
Islam sebagai agama dipandang sebagai sebuah perangkat sistem
kehidupan yang komplek dan mumpuni dan diyakini merupakan
mekanisme yang ampuh dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan
yang dihadapi, karena sifat sakralitasnya yang kuat disebabkan ia berasal
dari Tuhan, dan sempurna disebabkan karena ia merupakan risalah
penutup bagi umat manusia. Universalitas Islam di atas akan berubah
bentuknya ketika Islam sebagai agama dilihat dari sudut pandang
sosiologis. Ada dua keadaan ketika pemaknaan terhadap Islam dilakukan,
sehingga meniscayakannya turun pada tataran-tataran partikular dalam
kehidupan seorang muslim. Pertama, perubahan zaman yang selalu
ditandai dengan hal-hal yang belum terpikirkan sebelumnya. Kedua,
perbedaan karakteristik tempat dimana Islam itu tumbuh. Kedua keadaan
ini mutlak berimplikasi langsung pada tatanan sosial masing-masing
masyarakat. Dapatlah dipahami bahwa penegakan atau penerapan syari’ah
secara struktural tidaklah penting, namun yang lebih penting adalah
substansi penerapan syari’ah itu di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
246 Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taymiyyah, Pen: Anas Mahyuddin, Cet II,
Pustaka, Bandung, 1995, Hlm.63-64
258
10.3 RANGKUMAN
1. Politik menurut Islam merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan
syariat Allah. Asas-asas politik Islam meliputi Hakimiyyah Ilahiyyah
yang berarti hukum tertinggi hanyalah hak mutlak Allah, Risalah yang
berarti mengikuti jejak Nabi dan Khalifah yang berarti manusia sebagai
wakil Allah. Sedangkan konsep dasar dalam politik Islam
meliputi imamah (kepemimpinan), syura (konsultasi) atau musyawarah,
‘adalah atau keadilan, kebebasan, persamaan atau musawah, dan hak
untuk menghisab pihak pemerintah dan mendapat penjelasan atas
tindakannya. Adapun prinsip-prinsip dasar politik (siyasah) Islam
meliputi kedaulatan, syura dan ijma’, semua warga negara dijamin
hak-hak pokok tertentu, hak-hak negara, hak-hak khusus dan batasan-
batasan bagi warga negara yang non-Muslim, dan ikhtilaf dan
konsensus yang menentukan. Sistem politik Islam secara keseluruhan
bertujuan untuk mensejahterakan umat Islam pada khususnya dalam
segala aspek kehidupan.
2. Korelasi agama dan negara dalam Islam dapat dibagi atas tiga pendapat
yakni paradigma integralistik, paradigma simbiotik, dan paradigma
sekularistik
3. Sebagai wujud keterlibatan umat Islam dalam sistem politik di
Indonesia, maka bermunculanlah berbagai partai politik Islam yang
secara konseptual dan praktek dijalankan menurut syariat agama. Partai
ini baru benar-benar disebut sebagai partai politik Islam apabila
memenuhi beberapa syarat yang ditentukan, seperti beranggotakan
orang Islam dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar keberadaannya.
Kehadiran partai politik ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi umat
Islam dalam menyuarakan aspirasi dan berperilaku politik sesuai
dengan syariat Islam yang berlaku.
259
4) Bagaimana reaksi kita jika ada orang yang mengatakan “ Pisahkan
antara agama dan negara”?
5) Bagaimana analisa kalian dalam mengkolaborasikan politik dalam
islam kedalam bingkai sebuah negara?
DAFTAR PUSTAKA
260
Wojo Wasito dan Poerwadaminta,1980, Kamus Lengkap (Inggris-
Indonesia/Indonesia Inggris), Bandung : HASTA,
Muhammad, Sawir, 20016, “Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan
Bernegara,” JIAP: Journal of Administration Science and
Governmental Science 1, no. 1
261
BAB 11
TEOLOGI KEBANGSAAN
11.1 Pendahuluan
Pancasila sebagai teologi bukan berarti pancasila dapat
menggantikan kedudukan agama. Atau bukan pula menjadikan pancasila
sebaga “Tuhan” yang diyakini oleh agama-agama. Namun, menjadikan
pancasila sebagai landasan teologis kehidupan umat beragama.
Dalam menjalin hubungan baik antar pemeluk agama, untuk saling
toleran diperlukan kekuatan yang sifatnya kultural diterima oleh semua
agama. Oleh karenanya pancasila memiliki kedudukan sebagai basis nilai
dalam membangun sikap keberagamaan di tengah kemajemukan agama
dan juga budaya. Sebagaimana dasar falsafah negara ini sebagai “negara
beragama”. Identitatas keagamaan adalah fondasi kebangsaan paling
fundamental. Sehingga pantas saja para leluhur bangsa menjadikan sila
pertama sebagai visi dasar berketuhanan. Dengan maksud akan melahirkan
kekuatan yang begitu mendasar lintas agama dalam menjaga kedaulatan
bangsa.
Gus Dur pernah mengungkapkan bahwa agama dan kebangsaan
adalah sebuah ikatan. Antara agama dan berbangsa adalah jodoh yang
tidak bisa ditawartawar lagi.247 Agama memiliki peran begitu penting
dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Agama merupakan representasi
sebuah perjuangan teologis berkebangsaan. Maka tidak bisa dipungkiri
oleh siapapun jika agama menjadi kekuatan paling penting bagi bangsa,
melalui toleransi, mengingat di mana Indonesia memiliki kemajemukan
agama yang luar biasa.
247Abdurahman Wahid. Tuhan Tidak Perlu Dibela. (Yogyakarta: LKiS. 2010), 21.
263
Pentingnya toleransi dan kerukunan umat beragama bertujuan
mempertahankan sikap kebangsaan yang kuat. Bhineka tunggal ika bukan
sekedar slogan tanpa nilai. Ia merupakan representasi sistem kebudayaan
atas berbagai keragaman kehidupan berbangsa. Leluhur bangsa telah jauh
lebih dahulu menyadari pentingnya kesadaran bertoleransi antar agama
demi kehidupan berbangsa dan berbhineka.
Olehsebabitu, teologi kebhinekaan atau kepancasilaan adalah sebuah
keniscayaan. Prinsip teologi ini lahir dari bumi pertiwi. Teologi pancasila
merupakan budaya masyarakat pribumi yang menjunjung kesantunan dan
kerahamahan dalam budaya beragama. Itulah kemudian pancasila
mengabadikan semua nilai tersebut dalam sistem kebhinekaan dan
kepancasilaan.
Teologi pancasila lahir dari budaya majemuk. Yudi Latif pernah
mengungkapkan bahwa Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna.
Artinya, kemajemukan adalah keniscayaan sejarah. Kemajemukan adalah
sunnatullah yang tidak bisa ditolak. Kemajemukan adalah nilai kehidupan
berbangsa bagi kesatuan dan persatuan. Melalui budaya majemuk ini
perjuangan Indonesia dalam memerdekakan diri menjadi langkah gerakan
kolektif demi mewujudkan Negara yang maju dan berkembang.248
Teologi pancasila adalah nafas perjuangan dan pembebasan, yang
dapatmenggerakkan para pejuang bangsa merebut dan menegakkan
kemerdekaan. Melalui teologi ini semua elemen bangsa, kyai, santri,
pesantren, turut serta berjuang melawan penjajah demi kemerdekaan
bangsa.
Dari segi istilah teologi pancasila memiliki kesamaan maksud
dengan teologi pembebasan maupun teologi kemanusiaan. Teologi
pancasila adalah semangat perjuangan. Teologi pancasila memiliki
semangat kebangsaan dan nasionalisme yang kuat. Teologi pancasila
mampumencerminkan sikap budaya yang mencerminkan nilai-nilai
kepancasilaan, yang jelas terinci pada kelima sila di dalamnya. Bagi
Indonesia, teologi pancasila sudah sejak lama menjadi semangat
pembebasan. Bahkan teologi pancasila lah yang menjadi pelopor semangat
kemerdekaan. Termasuk dalam perumusan pancasila sendiri juga
248YudiLatif.
Bhineka Tunggal Ika: Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya. Dalam W.
Gunawan (ed), Fikih Kebhinekaan. (Jakarta: Mizan, 2015). 282.
264
merupakan representasi teologi pancasila. Di mana semua elemen lintas
agama dan budaya duduk bersama merumuskan pentingnya menjaga
harmoni kehidupan mejamuk bangsa Indonesia.
249 Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu kalan, (Pustaka Setia: Bandung, 2006), Cet II,
hlm. 14
265
berpartisipasi dalam kehidupan politik negara, diantaranya
dengan memberikan suara atau berdiri untuk pemilihan. Namun, di
sebagian besar negara-negara modern yang semua warganegara adalah
warga negara, dan warga negara penuh selalu warga negara.
250 Yudi Latif. Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas dan Aktualisasi Pancasila.
(Jakarta: Gramedia. 2011), 201.
251SaifulArif.Falsafah Kebudayaan Pancasila: Nilai dan Kontradiksi Sosialnya. (Jakarta:
266
Pertama, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada sila ini bahwa
Indonesia adalah negara berketuhanan. Indonesia tidak pimpin oleh satu
agama atau golongan tertentu. Indonesia adalah representasi nilai dari
keragaman agama. Melalui sila pertama ini menegaskan bahwa keragaman
agama adalah kekuatan kebangsaan.
Toleransi merupakan unsur penting dalam membangun kebangsaan.
Nilai dari sila pertama iniadalah perwujudan penghargaan kepada agama-
agama. Tidak ada agama satupun yang menjadi hukum ataupun ideologi
Negara. Semua agama telah membuat kesepakatan budaya dan politik
bahwa pancasila adalah satu-satunya ideologi negara.
Dengan begitu Indonesia bukanlah negara agama namun negara
pancasila. Agama dan negara tidak bisa dikatakan sekuler di Indonesia,
karena negara dan agama adalah kesatuan nilai kebangsaan. Tidak pula
menjadikan agama tertentu sebagai prinsip kebangsaan. Namun semua
agama membangun sebuah dialog kebangsaan yang tertuang dalam
pancasila. Sebagaimana sila pertama yang mendasarkan akar-akar
berketuhanan sebagai prinsip paling dasar kehidupan berbangsa. Dengan
demikian maka Indonesia adalah “negara beragama”, bukan negara agama.
Kedua, sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Tegas melalui
sila ini adalah visi kebangsaan yang mulia. Yakni melahirkan kemanusiaan
yang memiliki keadilan dan keadaban. Prinsip ini adalah humanisme
kebangsaan, di mana mementingkan budaya saling menghargai antara
manusia satu dengan lainnya. Sedangkan nilainya adalah adil dan beradab.
Selain berketuhanan, pancasila menegaskan pentingnya
kemanusiaan. Prinsip ini menjadi terang, bahwa berketuhanan harus
diiringi dengan kemanusiaan. Dengan kata lain, berketuhanan yang
berkemanusiaan. Sebagaimana ungkapan Presiden Soekarno,
“berketuhanan yang berkebudayaan”, maksudnya beketuhanan yang
menjalankan visi kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban. Nilai
berketuhanan benar-benar menjadi motif dalam kehidupan manusiawi
yang adil dan beradab.
Ketiga, sila “persatuan Indonesia”. Sila ini adalah visi kebangsaan.
Nilai dari sila ketiga ini adalah pentingnya sejarah hidup berbangsa. Itulah
kenapa hidup dalam berketuhanan juga perlu berkebangsaan. Tidak akan
melahirkan apa-apa jika beragama tanpa menjalankan sejarah kebangsaan
267
yang baik. Termasuk dalam hal beragama, sejarah membuktikan bahwa
agama memiliki peran penting dalam membangun hidup berbangsa.
Visi kebangsaan adalah misi politik, budaya dan juga agama. Semua
elemen berbangsa harus menyadari pentingnya menjaga nasionalisme dan
berbangsa. nasionalisme mestinya juga menjadi ibadah kebangsaan dalam
tujuan kebersamaan dan demokrasi. Kebangsaan adalah inti dari kehidupan
bernegara, di mana semua lintas kehidupan bersinergi menjaga kedaulatan
bangsa.
Keempat, sila “kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”. Selain kemanusiaan dan kebangsaan,
demokrasi permusyawaratan juga adalah visi berbangsa. Sila keempat ini
menegaskan bahwa demokasi Indonesia adalah demokrasi
permusyawaratan.
Dalam demokrasi seperti ini, partisipasi rakyat merupakan sebuah
kedaulatan, rakyat adalah tuan rumah bagi bangsanya. Adapun eleman
pembangunan hidup berbangsa merupakan tugas bersama, wujud
partisipasi semua elemen itu merupakan wujud dari demokrasi
permusayaratan.
Demokrasi permusyaratan bukan sekedar partisipasi politik.
Partisipasi dalam kehidupan berbangsa mesti diwujudkan oleh semua sendi
kehidupan lintas budaya dan agama. Itulah sebabnya kenapa pancasila
merupakan sistem kebudayaan kebangsaan.
Dengan melalui nilai-nilai ini sendi kehidupan berbangsa memiliki
kesamaan visi dan tujuan, yakni menjadikan Indonesia sebagai Negara
pancasila yang maju, demokratis, dan bermartabat.
Kelima, sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akhir
dari semua visi sila sebelumnya adalah keadilan sosial. Mewujudkan
keadilan sosial adalah visi kebangsaan yang mulia.
Sebagaimana sangat awal ditegaskan dasar-dasar teologis bangsa ini
adalah negara berketuhanan (negara beragama), kemudian
manandaskansikap kemanusiaan yang adil dan beradab, berkebangsaan,
dan mewujudkan demokrasi permusyaratan, dengan tujuan mewujudkan
keadilan sosial yang merata. Visi keadilan sosial harus menjadi tujuan
bersama baik agama maupun politik.
Agama hendaknya juga mementingkan keadilan sosial dalam
bingkai kemanusiaan dan demokrasi permusyawaratan. Begitu pula harus
268
politik menjadi sebuah perjuangan kebangsaan dalam mewujudkan
keadilan sosial. Politik bukanlah perjuangan golongan malainkan
kepentingan bangsa. Agama dan politik harus menjadi cermin berbangsa
dalam menjalankan visi kebangsaan dalam bingkai kepancasilaan. Tanpa
ideologi pancasila agama dan politik bisa saja berbelok arah, hingga gagal
menyelesaikan visi kebangsaan yang sesuai dengan amanah pancasila.
252 A.Wijaya. Menusantarakan Islam. (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), 184.
253 M. Abdul Karim. Islam Nusantara. (Yogyakarta: Pustaka Book Publiser. 2007), 47.
269
yang ada, hal ini memberikan ruang positif bagi berkembangnya Islam di
bumi Nusantara.
Dengan demikiran, konflik agama jelas bukan budaya bangsa kita.
Budaya bangsa Indonesia adalah kesantunan, keramahan, dan juga budi
pekerti. Nilai-nilai budi dan etika kultural bangsa Indonesia ditanamkan
dalam pancasila. Pancasila menjadi nilai “abadi” bagi berlangsungnya
kehidupan berbangsa dan juga beragama. Para leluhur bangsa
menempatkan nilai-nilai luhur dalam pancasila sebagai fondasi bagi
terbangunya Indonesia yang berbudi dan maju dalam berbangsa. Jadi bisa
dikatakan pancasila adalah sistem kebudayaan, sistem nilai, sistem
perilaku, sistem politik, dan juga cara beragama bagi masyarakat
Indonesia.
Belum lagi sejarah kemerdekaan Indonesia, erat kaitannya landasan
teologis menjadi pemicu semangat perjuangan kemerdekaan. Semua
elemen lintas suku, budaya, agama, bahu membahu menumpahkan darah
juang demi Indonesia.
Dengan demikian teologi kebangsaan merupakan teologi
perjuangaan dan pembebasan. Sudah semestinya perjuangan teologis
kebangsaan ini hingga sekarang menjadi titik gerakan dalam
memperjuangkan kedaulatan bangsa dan nasionalisme.
Olehsebab itu, teologi pancasila harus menjadi landasan prinsipil
kehidupan umat beragama di Indonesia. Tidak untuk satu agama saja,
melainkan semua agama.
Tujuannya untuk menjalin sikap harmoni, toleransi dan kerukunan
umat beragama. Dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan
menegaskan nasionalisme dalam bingkai kehidupan umat beragama.
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin pernah menerangkan
(dalam konteks fikih kebhinekaan), bahwa representasi kebangsaan dalam
kehidupan keagamaan harus menampilkan budaya arif, wujud dari sikap
itu maka konsep keagamaan harus menghadirkan Islam moderat, toleran,
dan ramah budaya. Nilai-nilai ini terkandung dalam pancasila, maka
teologi pancasila posisinya sangat penting dan perlu dikuatkan dalam
kehidupan umat beragama di Indonesia.254
270
11.2.4 Pancasila Sebagai Ideologi dan Falsafah Bangsa
Dalam ajaran Islam iman adalah mengikuti perintahNya (Tuhan),
dan menjauhi segala larangan-Nya (Tuhan). Konsekuensi dari iman adalah
ketundukan kepada aturan ketuhanan dalam ajaran agama, di samping juga
harus meninggalkan segala bentuk larangan. Lalu bagaimana “iman”
kepada pancasila? Yang pasti “beriman” kepada pancasila bukanlah
sebagaimana menjadikan pancasila seperti Tuhan ataupun agama. “Iman”
yang dimaksud adalah implementasi penegasan sikap terhadap ideologi
pancasila. Di mana semua umat beragama menjadikan pancasila sebagai
aturan dan pandangan hidup beragama demi toleransi dan kerukunan
beragama.
Istilahlain “iman” kepada pancasila adalah menjalankan amanah
konstitusional dan menjauhi segala bentuk larangannya. Dengan kata lain,
semua pemeluk agama wajib patuh kepada konstitusi, undang-undang,
norma, dan etika budaya bernegara. Selain itu, umat beragama juga
dilarang merusak sistem negara-bangsa, baik dengan sikap makar, aksi
teror, dan radikalisme agama.
Pancasila sebagai pandangan hidup umat beragama akan
membangun kesadaran kolektif pentingnya kebersamaan. Kesadaran ini
ditandaskan pada nilainilai kultural bahwa Indonesia memang beragam.
Atas pandangan ini maka kesatuan dan persatuan akan menjadi visi
dinamis membangun kultur kebangsaaan. Sehingga tidak akan ada saling
klaim antar agama soal identitas dan ideologi bangsa, karena pancasila
adalah final.
Landasan “iman” kepada pancasila adalah penguatan mental
kebangsaan secara kultural-religius. Pancasila mesti disosialisasikan dalam
wacana-wacana keagamaan. Semua agama baik Islam, Kristen, Hindu,
Budha, Khonghucu memiliki visi sama menjaga kebhinekaan dengan
menjadikan pancasila sebagai panandasan ajaran-ajaran keagamaan.
Melalui penguatan mentalitas pancasila semua pemeluk agama akan
menyadari pentingnya perbedaan dan menghargainya.
Konflik sosial-keagamaan bisa diminimalisir ketika internal umat
beragama bersedia memahami kehadiran orang lain yang berbeda. Bukan
itu saja tapi juga mengakui keberadaaan kelompok lain yang
berseberangan. Melalui kesadaran multikultural demikian tidak akan lagi
ada riak-riak fitnah antar agama. Hubungan antar agama akan saling
271
harmoni menjaga kerukunan. Bahkan lebih besar lagi semua agama dalam
sebuah ikatan kebangsaan akan benar-benar aktif partisipatif mencapai
cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial
yang merata.255
Dengan demikian, “beriman” kepada pancasila akan menjadi salah
satu “ibadah kebangsaan”. Ibadah ini dimaksudkan sebagai ritual
nasionalisme menjaga demokrasi dan merawat kebhinekaan. Melalui
“ibadah kebangsaan” semua elemen lintas agama berada dalam kondisi
siap menumpahkan darah mempertahankan kemerdekaan, baik
kemerdekaan sosial, politik dan juga ekonomi.
Masdar Farid Mas’udi juga pernah mengungkapkan bahwa manusia
selain sebagai makhluk individual juga sosial. Artinya, kemerdekaan
individu tanpa kemerdekaan kolektif sebagai bangsa akan sangat rapuh dan
mudah runtuh. Jelas dimaksudkan bahwa jika agama-agama masih saling
tuduh benar salah dan menaruh rasa saling curiga, maka bangsa akan
mudah rapuh. Kembali mengingat perjuangan agama-agama dalam upaya
kemerdekaan, merupakan upaya kolektif lintas agama dalam menguatkan
nilai kebangsaan. Kerja sama agama-agama begitu penting dalam
membangun kemerdekaan dari segala bidang.256
Demikian pentingnya pancasila sebagai ideologi dan falsafah
negara, di sana diperlukan peranan agama dalam menguatkan
mentalitasnya. Maka dari itu pancasila layak “diimani” sebagai ideologi
hidup berbangsa dalam kehidupan umat beragama. Bahkan nilai pancasila
perlu ditegaskan sebagai upaya menjaga toleransi dan kerukunan umat
beragama, dengan kesadaran bahwa Indonesia memang multidimensional,
multi-agama dan multikultural.
272
Indonesia adalah negara pancasila bukan negara agama, Indonesia
adalah negara beragama berdasarkan pancasila. Sebagaimana ungkapan
Azyumardi Azra, Indonesia bukan negara agama (Negara Islam) karena
penduduknya mayoritas Islam. Juga bukan negara sekuler, karena
pancasila dan undang-undang memberikan tempat bagi agama-agama.
Menurutnya, pancasila adalah jalan tengah di mana ada tempat
khusus bagi agama. Dalam ungkapan ini dapat dipahami bahwa Indonesia
adalah negara berdasarkan pancasila. Ungkapan yang sama juga
disampaikan oleh Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa Indonesia
adalah Negara pancasila. Bukan Negara agama maupun Negara sekuler.
Agama mendapatkan tempat khusus bagi agama, karena memang agama
berperan penting dalam menjaga kepentingan-kepentingan bangsa. Sampai
di sini maka terang sudah bahwa agama mesti menjadikan pancasila
sebagai ideologi agama dalam hidup bernegara.257
Dengan demikian, maka penting sekali menguatkan pancasila
sebagai basis kehidupan harmoni umat agama-agama di Indonesia. Akhir-
akhir ini sentiment agama dan politik sedang hangat diperbincangkan.
Bahkan ada aksi bela agama yang banyak dikhawatirkan berindikasi makar
dan berusaha melawan negara. kekhawatiran ini wajar terutama untuk
menjaga stabilitas kehidupan berbangsa.
Sangattepat sikap pemerintah menguatkan kembali pancasila dan
kebhinekaan di tengah gelombang radikalisme agama. Penguatan pancasila
sebagai ideologi agama menjadi benteng kedaulatan bangsa. aksi teror dan
sejenisnya merupakan penyakit demokrasi yang perlu ditindak tegas.
Apalagi radikalisme agama yang berujung pada sikap makar. Maka
mentalitas pancasila diperlukan dalam menjaga kekuatan kebangsaan linta
sosial dan budaya. Semua elemen bangsa harus memahami betul
kewajibannya sebagai warga negara dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Munculnya konflik internal agama, bahkan eksternal hingga
menganggu stabilitas kehidupan berbangsa adalah karena lemah dan
rapuhnya pancasila. Untuk menjaga harmoni hidup berbangsa, pancasila
harus ditegaskan sebagai ideologi agama dalam kehidupan bernegara.
Sehingga tidak akan ada kecurigaan sikap saling cemburu antar pelbagai
273
kepentingan. Karena tujuan semua elemen kehidupan berbangsa adalah
untuk mewujudkan keadilan sosial yang merata.
11.4 Rangkuman
Pancasila sebagaiteologibangsamerupakan representasi masyarakat
Indonesia yang multietnis, multikultural dan multi-agama. Pancasila
sebagai ideologi dan falsafah negara menjadi acuan nilai bagi kerukunan
dan toleransi antar pemeluk agama. Prinsi-prinsip pancasila, yakni
berketuhanan, berkemanusiaan, berkebangsaan, berdemokrasi, dan
berkeadilan sosial, mesti menjadi visi bersama bagi tiap sendi kehidupan
berbangsa. Melalui nilai-nilai tersebut dengan mudah akan terjalin
kehidupan harmoni agama, politik, sosial, budaya, dan juga ekonomi.
Mengingat Indonesia memiliki keragaman agama dan budaya,
pancasila adalah jalan kunci bagi terbangunnya stabilitas nasional.
Pancasila harus menjadi landasan teologis, sehingga kehidupan umat
beragama dapat terwujud dengan tidak ada saling klaim tuduh salah benar,
dan sebagainya.
274
DAFTAR PUSTAKA
275