1
TUTORIAL B BLOK 7
Dosen Pengampu :
dr. Pulong Wijang Pralampita,Ph.D
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER 2021
SKENARIO 4
TRAUMA DADA
❖ KLARIFIKASI ISTILAH
1. Memar
Alyatul Himma
202010101129
Memar adalah perubahan warna yang terjadi pada bagian kulit tertentu akibat
pecahnya pembuluh darah kecil yang ada di bawah kulit. Memar akan menimbulkan
warna kulit berubah menjadi kebiru-biruan atau kehitaman. Kondisi pecahnya
pembuluh darah dapat terjadi akibat adanya cedera traumatis seperti sayatan ataupun
benturan. Faktor yang mempengaruhi memar yaitu besarnya kekerasan, jenis benda
penyebab memar (karet, kayu, besi), usia, umur, dan kondisi tipe jaringan luka.
Imroatul Mufliha
182010101140
Memar merupakan perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya
kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar adalah
luka tertutup di mana kerusakan jaringan di bawah kulit hanya tampak sebagai
benjolan jika dilihat dari luar. Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau
kehitaman pada kulit. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan di
daerah yang terbatas disebut hematoma. Letak, bentuk, dan luas luka memar
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab
(karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak),
usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, dan penyakit
(hipertensi, penyakit kardio vaskular, diathesis hemoragik).
Sumber : Hariri, A. T., Moallem, S. A., Mahmoudi, M., Memar, B., & Hosseinzadeh,
H. (2010). Sub-acute effects of diazinon on biochemical indices and specific
biomarkers in rats: protective effects of crocin and safranal. Food and chemical
toxicology, 48(10), 2803-2808.
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya
kapiler dan vena yang di sebabkan oleh kekerasan benda tumpul Memar dapat
diakibatkan oleh adanya tekanan atau pukulan, namun dapat juga timbul secara spontan,
yang dapat terjadi pada orang lanjut usia dan pada orang memiliki kelainan pembekuan
darah misalnya pada hemofilia. Ekstravasasi darah berdiameter lebih dari beberapa
millimeter disebut memar atau kontusio, ukuran yang lebih kecil disebut dengan ekimosis
dan yang terkecil seukuran ujung peniti disebut dengan petekie.12
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Memar
1. Kondisi dan Tipe Jaringan Luka
Disaat darah dari pembuluh darah keluar dari pembuluh darah, harus ada tempat
yang cukup di luar pembuluh darah untuk darah yang keluar berakumulasi. Hal
ini menjelaskan mengapa memar terilhat pada jaringan yang longgar seperti
mata atau skrotum dan kejarangannya timbul pada telapak kaki ataupun telapak
tangan, dimana ada jaringan fibrous yang padat dan bidang fasia yang terbatas
yang mencegah akumulasi dari darah. Memar yang terjadi dengan tekanan yang
sama yang diberikan akan lebih kurang dibandingankan dengan daerah dimana
ada tulang yang bertindak sebagai landasan dengan kulit antara tulang dan
tekanan. Contohnya seperti kepala, dada dan tulang kering.
2. Umur Penderita
Pada anak-anak dan orangtua lebih mudah terkena memar. Volume dari darah
yang hilang ke jaringan dapat dipengaruhi oleh kerentanan pembuluh darah dan
koagulasi dari darah. Pada orang tua, kulit kurang fleksibel dan lebih tipis
karena terdapat sedikit lemak di bawah kulit sehingga efek bantalan kulit
menurun dan menyebabkan atrofi dermal. Sedangkan pada anak-anak lebih
mudah untuk terjadi memar daripada orang dewasa, karena jaringan yang lebih
lunak dan volume yang lebih kecil dari jaringan yang melindungi.
3. Tekanan pada trauma
Kerusakan dari pembuluh darah biasanya searah dengan besarnya tekanan yang
diaplikasikan : lebih besar tekanan yang diberikan, maka lebihbanyak pembuluh
darah yang rusak sehingga kebocoran dari darah juga semakin besar dan
menyebabkan makin besarnya memar yang terjadi.
4. Penyakit lainnya
Perdarahan dapat terjadi segera dan mungkin terus terjadi selama beberapa
menit atau bahkan sampai berjam-jam setelah cedera. Durasi perdarahan
tergantung pada kekerasan yang dialami, jenis jaringan yangterluka, waktu
pendarahan (untuk menilai fungsi platelet) dan waktu pembekuan (untuk
menilai konversi fibrinogen dan fibrin). Setiap orang mempunyai beberapa
variasi dalam kerentanan terhadap terjadinya memar, seperti mereka yang
mengalami obesitas atau menderita penyakit kronis misalnya pecandu alkohol
kronis, mempunyai jaringan subkutan yang lebih luas
Aspirin dan OAINS adalah penyebab tersering disfungsi trombosit. Aspirin
bekerja dengan melebarkan pembuluh darah dan melenyapkan keping darah
atau trombosit yang menyebabkan darah sulit untuk membeku. Dengan jumlah
trmbosit yang berkurang, memar akan semakin mudah terjadi.
Pada orang dengan kekurangan Vitamin C juga akan lebih mudah mengalami
memar karena vitamin C merupakan unsur penting dalam penyembuhan luka
dan pembentukan lapisan kolagen.
Sumber :
Damitrias, P. T., Bhima, S. K. L., & Dhanardhono, T. (2017). Hubungan kadar
lemak tubuh dengan perubahan warna memar yang dilihat dengan menggunakan
teknik fotografi forensik (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).
5. Defek struktural
1) Suara Vesikular
Merupakan suara yang terdengar sebagai bunyi yang tenang, bernada rendah.
Suara ini terdapat pada paru yang normal, di mana suara inspirasi lebih keras dan
lebih tinggi nadanya serta 3x lebih panjang daripada ekspirasi. Suara vesikular
diproduksi oleh udara jalan nafas di alveol.
Suaranya menyerupai tiupan angin di daun-daunan. Antara inspirasi dan
ekspirasi , tidak ada bunyi nafas tambahan. Bunyi ini normalnya terdengar di seluruh
bidang paru, kecuali di atas sternum atas dan di antara skapula. Bunyi nafas vesikular
disertai ekspirasi yang memanjang dapat terjadi pada emfisema paru.
2) Suara Bronkial.
Bunyi bronkial terdengar biasanya terdengar lebih keras dan dengan nada yang
lebih tinggi dibandingkan bunyi vesikular. Turbulensi udara di dalam bronkus
kartilaginosa dapat menimbulkan bunyi pernafasan ini. Dibandingkan dengan bunyi
vesikuler, bunyi bronkial lebih kasar dan nadanya lebih tinggi.Bunyi pernafasan
bronkialhampir hilang seluruhnya ketika mereka melintasi sekat alveolus. Oleh karena
itu, mereka biasanya tidak terdengar di bagian perifer paru-paru normal.
Dalam keadaan normal, dapat terdengar di daerah interskapular, juga di atas
trakea. Biasanya, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi lumen
bronkus atau bronkial masih terbuka. Baik suara inspirasi maupun ekspirasi sama atau
lebih panjang dari inspirasi. Suara bronkial ini terdapat pada daerah konsolidasi atau
dibagian atas daerah efusi pleura.
3) Suara Bronkovesikula
Merupakan bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial, di mana
ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya, dan lebih memanjang hingga
hampir menyerupai inspirasi. Bunyi ini dapat didengar pada tempat-tempat yang ada
bronkiolus besar yang ditutupi satu lapisan tipis alveolus. Suara ini secara spesifik
dapat didengar antara skapula dan pada kedua sisi sternum. Penyakit yang
menyebabkan misalnya adalah penyakit paru dengan infiltrat misalnya
bronkopneumonia, tuberkulosis paru.
4) Suara Amfotrik
Didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan terbuka
dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Vesicular breath sounds are soft, low pitched, and are heard through inspiration
continue about one third of way through expiration
Characteristic :
2) Inspiratory phase lasts longer than the expiratory phase with an inspiratory-
expiratory ratio (I:E) of about 2:1 during tidal breathing
Sumber :
Sarkar, M., Madabhavi, I., Niranjan, N., & Dogra, M. (2015). Auscultation of the
respiratory system. Annals of thoracic medicine, 10(3), 158–168.
https://doi.org/10.4103/1817-1737.160831
7. NRM
Imroatul Mufliha
182010101140
Nonrebreathing oxygen mask (NRM) mengalirkan oksigen dengan konsentrasi
oksigen 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang
fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada
saat ekspirasi. Indikasi : Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi.
Ayu Diana
202010101140
Masker non rebreather mask (NRM) mirip dengan masker Hudson tadisional,
tetapi juga menggabungkan sistem katup sederhana sehingga aliran inspirasi puncak
dipenuhi dengan oksigen dari kantong reservoir daripada kebocoran udara di sekitar
masker. Masker ini digunakan pada lingkungan rumah sakit dan pra rumah sakit.
Selain itu, pada jurnal yang saya baca terkait pengaruh penggunaan NRM pada pasien
dengan cedera kepala sedang didapatkan kesimpulan bahwa
1) Nilai pH darah setelah terapi menggunakan non rebreather mask berada dalam
kondisi normal.
2) Nilai darah setelah terapi oksigen menggunakan non rebreather mask sebagian
besar berada di bawah normal.
3) Terjadi penurunan darah pada terapi oksigen menggunakan non rebreather mask.
Sumber :
Robinson, A. and A. Ercole. 2012. Evaluation of the self-inflating bag-valve-mask
and non-rebreather mask as preoxygenation devices in volunterrs. 2(5):e001785.
Availabe at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3488733/
8. Pemeriksaan FAST
Zalzabila Ariyanto
202010101148
Ferliana Nurmalita
202010101120
FAST scan terdiri dari 6 posisi dasar dalam mendeteksi ada atau tidaknya
cairan pada rongga peritoneum dan pericardium. Mampu mendeteksi lebih dari 100-
250 ml cairan bebas.
5) Regio Pelvis
Montoya J, Stawicki SP, Evans DC, Bahner DP, Sparks S, Sharpe RP, et al. From
FAST to E-FAST: an overview of the evolution of ultrasound based traumatic injury
assessment. Eur J Trauma Emerg Surg. 2015 Mar 14. [Medline].
Sumber :Bloom BA, Gibbons RC. Focused Assessment with Sonography for Trauma.
[Updated 2021 Jul 31]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470479/
❖ RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hubungan antara terseruduk sapi dengan terjadinya kesulitan bernafas
dan nyeri dada kanan ?
Sumber :
Bastos R, Calhoon JH, Baisden CE. Flail chest and pulmonary contusion. Semin
Thorac Cardiovasc Surg. 2008 Spring;20(1):39-45.
Thomas B. Perer dan Kevin C. King. 2021. Flail Chest. Hofstra Northwell: StatPearls
Publishing.
Zalzabila Ariyanto
(202010101148)
Keadaan Umum : masih sadar, mampu mengikuti perintah dokter untuk
menggerakkan anggota tubuh.
Heart Rate = 90x/menit = normal
Respiration Rate = 35x/menit = takipnea, normalnya 12-20. takipnea menandakan
adanya gangguan pada respirasi. kesulitan bernapas akan mengakibatkan naiknya
respiration rate. kesulitan bernapas bisa disebabkan karena adanya fraktur atau
perdarahan atau adanya obstruksi jalan napas. secara patofisiologis syok merupakan
gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan
perfusi jaringan.
Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel
dan sangat kecilnya curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disbabkan oleh
bermacam-macam proses baik primer pada sistim kardiovaskuler, neurologis ataupun
imunologis. Diantara berbagai penyebab syok tersebut, penurunan hebat volume
plasma intravaskuler merupakan faktor penyebab utama. Terjadinya penurunan hebat
volume intravaskuler dapat terjadi akibat perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga
menyebabkan yang balik ke jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan
tidak optimal dan akhirnya menyebabkan syok. Pada tahap awal dengan perdarahan
kurang dari 10%, gejala klinis dapat belum terlihat karena adanya mekanisme
kompensasi sisitim kardiovaskuler dan saraf otonom. Baru pada kehilangan darah
mulai 15% gejala dan tanda klinis mulai terlihat berupa peningkatan frekuensi nafas,
jantung atau nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, penurunan tekanan nadi,
kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler yang lambat dan produksi urin berkurang.
Sumber :
Hardisman. “Memahami Patofisiologi Dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update
Dan Penyegar.” Jurnal Kesehatan Andalas, vol. 2, no. 3, 2013, pp. 178–182.
Nuraini, Bianti. “RISK FACTORS of HYPERTENSION.” Risk Factors of
Hypertension J MAJORITY |, vol. 4, no. 5, Feb. 2015.
a) TD 140/90 mmHg
Pasien termasuk lansia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena
interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan
meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada
usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.6 Penurunan elastisitas pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer sebagai hasil temuan akhir
tekanan darah meningkat karena merupakan hasil temuan kali curah Jantung (HR x
Volume sekuncup) x Tahanan perifer.
Pendarahan
Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor penyebab
utama. Terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler dapat terjadi akibat
perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga menyebabkan yang balik ke jantung
berkurang dan curah jantungpun menurun. Penurunan hebat curah jantung
menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal dan akhirnya
menyebabkan syok. Pada tahap awal dengan perdarahan kurang dari 10%, gejala
klinis dapat belum terlihat karena adanya mekanisme kompensasi sisitim
kardiovaskuler dan saraf otonom. Baru pada kehilangan darah mulai 15% gejala dan
tanda klinis mulai terlihat berupa peningkatan frekuensi nafas, jantung atau nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, penurunan tekanan nadi, kulit pucat dan
dingin, pengisian kapiler yang lambat dan produksi urin berkurang.
b) RR 35 x/menit
Sumber :
Pemayun, T. P. D., & Suryana, K. (2019). Seorang penderita syok anafilaktik dengan
manifestasi takikardi supraventrikular. Jurnal Penyakit Dalam Udayana, 3(2), 41-45.
Interpretasi :
• Heart rate 90 x/menit → range normal
• Tekanan darah 140/90 → hipertensi
Patofisiologi :
Trauma → pembuluh darah pecah → terjadi perdarahan → gangguan
hemodinamik → pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sebagai
bentuk kompensasi → hipertensi
• SpO2 98% → range normal
• Respiratory rate 35 x/menit → takipneu
➢ INSPEKSI
Golden Diagnosis
Nyeri tekan dada dan bertambah sewaktu batuk, bernafas dalam/bergerak, sesak
nafas,krepitasi, deformitas.
Definisi
Etiologi
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana
pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya
berurutan
d) Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri.
f) Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior diafiagma, hati,
limpa,ginjal dan usus
Diagnosis
❖ Sebanyak 25% dari kasus fraktur costae tidak terdiagnosis dan baru
terdiagnosis setelah timbul komplikasi, sperti hematothoraks dan
pneumothoraks.
❖ Nyeri dada : biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat bernafas.
Bernafas --> Rongga dada mengembang ---> menggerakkan fragmen costae yang
patah ---> timbul gesekan ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitar --- >
rangsangan nyeri
❖ Sesak napas atau batuk keluar darah --- > indikasi adanya komplikasi cedera
paru
❖ Mekanisme trauma
➢ PALPASI
✓ Ditemukan emfisema subkutan dan defek struktural di sekitar tulang rusuk ke-5
dan ke-6 di sisi kanan, dengan gerakan paradoks dari bagian yang cedera.
✓ Emfisema subkutan dengan fraktur tulang rusuk terbentuk saat paru-paru rusak
dan udara menembus ke dalam jaringan subkutan. Jika pembuluh darah
interkostal rusak, maka mungkin ada perdarahan yang cukup banyak di rongga
pleura atau di jaringan lunak.Hal ini bisa saja terjadi karena adanya srudukan sapi
yang cukup keras.
➢ PERKUSI
❖ Pada perkusi, terdengar suara redup di daerah basal kanan.
❖ Hal tersebut bisa saja terjadi akibat adanya cairan atau benda padat ketika
melakukan perkusi.
❖ Jika dikorelasikan,bisa saja ini merupakan tanda adanya hematothoraks
❖ Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber perdarahan
dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh
darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml,
apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif
❖ Terjadinya hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul,
tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada
tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi
pembuluh darah internal. Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya
trauma pada dinding dada yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada
dinding dada kemudian terjadi ruptur masuk kedalam cavitas pleura, atau
ketika terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur costae, yang
diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk
➢ AUSKULTASI
❖ Pada auskultasi dada, terdengar suara vesikuler di area basal kanan lebih
sedikit daripada di kiri
❖ Bisa saja terjadi adanya kontusio paru
❖ Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi
pada cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda
berat.
Sumber :
Noor Z, Lestari PP, editor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. 2nd ed. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika; 2016
Stefany Meidina Gabriela Sijabat
(202010101028)
Indikasi:
Sumber :
Bloom BA, Gibbons RC. Focused Assessment with Sonography for Trauma.
[Updated 2021 Jul 31]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470479/
Ayu Diana
(202010101140)
Kontusio paru adalah cedera pada jaringan parenkim paru tanpa adanya
laserasi atau struktur vaskular lainnya. Biasanya hasil dari (penyebabnya adalah
karena) trauma dada tumpul, trauma dada tembus, atau cedera ledakan (cedera
ledakan yang dulu terjadi pada perang dunia satu dan dua). Cedera ini dapat
menyebabkan gagal paru dan kematian sehingga harus segera ditangani dengan baik.
Kontusio paru dapat disebut juga dengan memar paru. Berdasarkan tingkat
keparahan memar paru dan cedera bersamaan lainnya, presentasi klinis dapat
bervariasi. Presentasi klinis antara lainnya adalah kesulitan bernapas dan batuk, area
dada yang terkena trauma (dan atau area dada yang terdapat memar) mungkin terasa
nyeri, suara napas dapat menurun pada auskultasi, hemoptisis juga merupakan gejala
yang dapat muncul (pada kasus yang parah).
4. Apa diagnosis dan diagnosis banding yang tepat bagi pasien tersebut ?
Ferliana Nurmalita
(202010101120)
Fototoraks adalah alat diagnostik lini pertama yang menyediakan informasi
tambahan dalam diagnosis dan evaluasi cedera toraks. Radiografi awal termasuk
penilaian cedera dan gangguan secara langsung atau berpotensi mengancam
kehidupan pasien. Terlepas dari keterbatasan metode berdasarkan temuan klinis,
dalam banyak kasus ahli bedah dapat memutuskan tentang perawatan bedah yang
tepat.
1) Flail chest adalah kondisi medis ketika beberapa tulang rusuk yang berdekatan
mengalami fraktur segmental secara unilateral atau bilateral terjadi di area costo-
chondral yang dapat berhubungan dengan / tanpa fraktur sternum. Frekuensi flail
chest sekitar 5%, dan kecelakaan di jalan raya. Pada kelainan ini, segmen dinding
toraks bergerak secara paradoks, selama fase inspirasi tertarik ke dalam,
sedangkan fase ekspirasi terdorong keluar, mencegah aliran udara ke sisi yang
terluka. Ciri khas : flail segment, pernapasan paradoksal, nyeri dada hebat saat
bernapas)
2) Emfisema subkutis terjadi saat udara masuk kedalam jaringan lunak maupun
jaringan dibawah kulit seperti dinding dada atau leher, tetapi dapat juga terjadi
pada bagian lain dari tubuh. Emfisema subkutis dapat terjadi melalui berbagai
macam proses, termasuk terjadinya trauma tumpul, trauma penetratif,
pneumotoraks barotrauma, infeksi, keganasan atau sebagai suatu komplikasi dari
prosedur bedah hingga bahkan dapat terjadi secara spontan.
4) Kontusio paru. Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema,
perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum yang
berpotensi mematikan. Kegagalan pernafasan mungkin lambat dan berkembang
dari waktu daripada yang terjadi seketika. Kontusio paru adalah memar atau
peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul dada akibat
kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat. Kontusio Paru menghasilkan
perdarahan dan kebocoran cairan ke dalam jaringan paru-paru, yang dapat
menjadi kaku dan kehilangan elastisitas normal. Kandungan air dari paru-paru
meningkat selama 72 jam pertama setelah cedera, berpotensi menyebabkan
edema paru pada kasus yang lebih serius. Sebagai hasil dari ini dan proses
patologis lainnya, memar paru berkembang dari waktu ke waktu dan dapat
menyebabkan hipoksia. Perdarahan dan edema, robeknya parenkim paru
menyebabkan cairan kapiler bocor ke dalam jaringan di sekitarnya. Membran
antara alveoli dan kapiler robek.
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang paling
umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul pada
dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim, edema
interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru.
Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh darah
besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
(adanya suara gurglingpada auskultasi), foto toraks, dan CT scan toraks. Kontusio
lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan ventilasi mekanik.
a) Pneumothorax
Pneumotoraks didefinisikan sebagai kumpulan udara di luar paru-paru tetapi
di dalam rongga pleura. Ini terjadi ketika udara terakumulasi antara pleura parietal
dan visceral di dalam dada. Akumulasi udara dapat memberikan tekanan pada paru-
paru dan membuatnya kolaps. Derajat kolaps menentukan gambaran klinis
pneumotoraks. Udara dapat masuk ke rongga pleura melalui dua mekanisme, baik
melalui trauma yang menyebabkan komunikasi melalui dinding dada atau dari paru
melalui ruptur pleura visceral. Ada dua jenis pneumotoraks: traumatis dan atraumatik.
Dua subtipe pneumotoraks atraumatik adalah primer dan sekunder.
Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi secara otomatis tanpa peristiwa
pemicu yang diketahui, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder (SSP) terjadi
setelah penyakit paru yang mendasarinya.Pneumotoraks traumatis dapat disebabkan
oleh trauma tumpul atau tembus. Pneumotoraks dapat diklasifikasikan lebih lanjut
sebagai sederhana, tegang, atau terbuka. Pneumotoraks sederhana tidak menggeser
struktur mediastinum, seperti halnya tension pneumotoraks. Pneumotoraks terbuka
adalah luka terbuka di dinding dada tempat udara masuk dan keluar.
Salah satu penyebab pneumotoraks karena trauma adalah trauma tembus atau tumpul
maupun patah tulang rusuk.
Gejala yang paling umum pada pneumothorax adalah nyeri dada dan sesak napas.
Pada pemeriksaan, pasien dengan pneumothorax tercatat mengalami gejala berikut:
✓ Ketidaknyamanan pernapasan
Sumber : McKnight CL, Burns B. Pneumothorax. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441885/
b) Hemothorax
Sumber : Singh, S. K., Katyal, S., Kumar, A., & Kumar, P. (2014). Massive
hemothorax: A rare complication after supraclavicular brachial plexus block.
Anesthesia, essays and researches, 8(3), 410–412. https://doi.org/10.4103/0259-
1162.143170
c) Flail Chest
Flail chest adalah kondisi traumatis pada thorax. Ini dapat terjadi ketika 3 atau
lebih tulang rusuk patah di setidaknya 2 tempat. Ini dianggap sebagai diagnosis klinis
karena setiap orang dengan pola fraktur ini tidak mengalami flail chest. Flail chest
muncul ketika cedera ini menyebabkan segmen dinding dada bergerak secara
independen dari sisa dinding dada. Flail chest dapat menyebabkan gangguan yang
signifikan pada fisiologi pernapasan. Gangguan fungsi pernapasan ini penting pada
pasien yang lebih tua atau yang memiliki penyakit paru kronis. Flail chest adalah
cedera penting dengan komplikasi yang signifikan. Flail chest biasanya berhubungan
dengan trauma dinding dada tumpul yang signifikan. Ini sering terjadi dalam
pengaturan cedera lain dan merupakan kondisi yang sangat menyakitkan.Kedua faktor
tersebut secara signifikan berkontribusi terhadap kesulitan dalam mengelola kondisi
ini. Flail chest sering unilateral tetapi bisa bilateral. Ini mungkin dicurigai berdasarkan
temuan radiografi tetapi didiagnosis secara klinis.
Trauma tumpul toraks menghasilkan 70 hingga 80% trauma yang terlihat pada
kecelakaan lalu lintas. 3 Penyebab lain cedera dada termasuk cedera alam dan
olahraga serta jatuh dari ketinggian. Fraktur iga menghasilkan 35 hingga 40% trauma
toraks, sedangkan flail chest merupakan 10 hingga 15%. Flail chest menunjukkan
setidaknya dua patah tulang dari setidaknya tiga tulang rusuk berturut-turut, yang
disebabkan oleh cedera thorax anterior atau lateral, atau fraktur sternum dan
dekomposisi beberapa sendi costochondral. Dalam sistem penilaian trauma, flail chest
dianggap sebagai salah satu kasus paling serius dan angka kematian bisa mencapai
40% dengan tambahan masalah serius ekstratoraks.
Gerakan flail chest disebabkan oleh gerakan paradoks yang ditandai dengan
kompresi segmen yang patah ke dalam saat inspirasi dan pergeseran ke luar saat
ekspirasi. Pada flail chest, area yang terkena tidak memiliki hubungan dengan struktur
tulang. 5 Sternal flail terjadi karena ketidakstabilan yang disebabkan oleh patah tulang
rusuk multipel bilateral atau pemisahan persimpangan costochondral di bagian
anterior. Gerakan paradoksal menciptakan gaya inspirasi negatif pada sisi flail chest
dengan atau tanpa pneumotoraks dan mencegah perluasan paru ipsilateral. Akibatnya,
karena pembengkokan vena cava superior dan inferior akibat perubahan gradien
tekanan intrapleural, aliran balik vena ke jantung berkurang, curah jantung menurun,
dan hipotensi, sinkop, dan kematian jantung mendadak dapat terjadi. Ini adalah
kondisi patofisiologis terpenting yang mempengaruhi hemodinamik. 1
Kondisi lain
Flail chest terjadi secara terpisah pada kurang dari 40% kasus. Lebih sering
disertai dengan kontusio paru, hemo/pneumotoraks, cedera kepala, dan terkadang
cedera vaskular mayor. Segmen flail dinding dada akan berdampak negatif pada
respirasi dalam tiga cara: ventilasi yang tidak efektif, kontusio paru, dan hipoventilasi
dengan atelektasis. Ada ventilasi yang tidak efektif karena peningkatan ruang mati,
penurunan tekanan intratoraks, dan peningkatan kebutuhan oksigen dari jaringan yang
terluka. Memar paru di jaringan paru yang berdekatan hampir universal dengan flail
chest. Memar paru menyebabkan edema, perdarahan dan akhirnya mungkin memiliki
beberapa elemen nekrosis. Kontusio paru mengganggu pertukaran gas dan
menurunkan komplians.
Pemeriksaan
Selalu dengarkan suara napas bilateral kemudian palpasi nyeri, deformitas,
atau krepitasi. Periksa dada untuk memar atau pendarahan, tanda sabuk pengaman.
Pasien biasanya mengeluh nyeri dinding dada yang parah dan mungkin mengalami
takipnea dan belat atau insufisiensi pernapasan yang nyata.
Sumber :
Perera TB, King KC. Flail Chest. [Updated 2021 Jul 23]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534090/
Evman, S., Kolbas, I., Dogruyol, T., & Tezel, C. (2015). A Case of Traumatic Flail
Chest Requiring Stabilization with Surgical Reconstruction. The Thoracic and
cardiovascular surgeon reports, 4(1), 8–10. https://doi.org/10.1055/s-0035-1558433
d) Kontusio paru
Kontusio paru atau memar paru adalah cedera pada parenkim paru tanpa
adanya laserasi pada jaringan paru atau struktur vaskular lainnya. Biasanya hasil dari
trauma dada tumpul, gelombang kejut yang terkait dengan cedera dada tembus, atau
cedera ledakan. Cedera ini dapat menyebabkan gagal paru dan kematian.
Kontusio paru adalah cedera paru yang paling sering diidentifikasi (30%
hingga 75%) pada trauma tumpul dada dengan angka kematian 10-25%. Anak-anak
memiliki tulang dada yang lebih fleksibel, menghasilkan kekuatan besar yang
ditransmisikan ke jaringan paru-paru dan memar yang lebih parah secara signifikan
tanpa cedera eksternal yang jelas setelah trauma dada tumpul.
Patofisiologi
Kontusio paru menyebabkan cedera pada parenkim paru, menyebabkan
gangguan pada alveoli dan kapiler, mengakibatkan kebocoran darah dan cairan
interstisial lainnya (air dan serum) melintasi membran kapiler-alveolar ke jaringan
paru dan ruang alveolar. Cairan dalam ruang alveolar menyebabkan edema alveolar
dan penurunan jumlah surfaktan, yang menyebabkan kolaps alveolar dan atelektasis.
Penurunan komplians paru, ketidaksesuaian ventilasi-perfusi, dan pirau intrapulmonal
terjadi sebagai akibat dari memar. Ventilasi bagian paru yang terkena terganggu
karena udara beroksigen tidak dapat masuk ke dalam alveoli yang berisi cairan selama
inspirasi yang menyebabkan refleks vasokonstriksi dan penurunan perfusi,
mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Sumber :
Choudhary S, Pasrija D, Mendez MD. Pulmonary Contusion. [Updated 2021 Jul 22].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558914/
5. Bagaimana tatalaksana yang tepat sesuai dengan skenario tersebut?
Imroatul Mufliha
(182010101140)
Tatalaksana yang tepat bisa diberikan setelah diagnosis yang tepat, kronologi
yang mungkin terjadi yaitu pasien tertubruk sapi kemudian terjadi fraktur segmental
multiple pada costae atau nama lainnya adalah flail chest. kemudian fraktur tersebut
membuat perdarahan pada cavum pleura yang membuat pasien mengalami hemato
thorax. gambaran foto thorax yang opak menandakan adanya cairan pada cavum
pleura dan membuat pasien sulit bernafas, namun cairan tersebut bisa jadi cairan
eksudat/darah. kalau eksudat berarti efusi pleura dan apabila darah berarti hemato
thorax, tapi kemungkinan besar pada skenario ini hemato thorax. tindakan yang bisa
dilakukan yaitu thorakocentesis untuk mengeluarkan darah yang terjebak pada cavum
pleura. thorakocentesis dilakukan dengan cara menusuk dada dan mengeluarkan
cairan/darah pada cavum pleura. apabila pada saat di thorakocentesis perdarahan lebih
besar dari 1.5L dalam 1 jam pertama (hematothorax massive) maka harus dilakukan
operasi terbuka thorakotomi untuk mengeluarkan/menguras darah yang ada di cavum
pleura. untuk flail chest bisa dilakukan imobilisasi bagian costae yang fraktur dan
nyeri bisa diberikan NSAID untuk menghilangkan nyeri
2) Emfisema Subkutis
Tidak diperlukan penatalaksanaan khusus pada emfisema subkutis yang
bersifat ringan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Emfisema
subkutis akan sembuh dalam waktu kurang dari 10 hari jika ditangani dengan tepat.
Pada emfisema subkutis derajat berat, terdapat beberapa pilihan pendekatan terapi
minimal invasif, seperti subcutaneous incision agar udara yang ada pada subkutis
dapat keluar, needles (ditusuk menggunakan jarum), hingga penggunaan drain atau
chest tubes.
3) Hematothorax
Prinsip penatalaksanaan hematotoraks adalah stabilisasi hemodinamik pasien,
menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga
pleura. Langkah pertama stabilisasi hemodinamik adalah dengan melakukan resusitasi
yaitu dengan pemberian oksigenasi, rehidrasi cairan, serta dapat dilanjutkan dengan
pemberian analgesik serta antibiotik. Setelah hemodinamik pasien stabil dapat
direncanakan untuk pengeluaran cairan (darah) dari rongga pleura dengan
pemasangan chest tube yang disambungkan dengan water shield drainage dan
didapatkan cairan (darah). Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru ke ukuran normal. Adapun langkah-langkah dalam
pemasangan chest tube adalah sebagai berikut:
Sumber :
Kukuruza K, Aboeed A. Subcutaneous Emphysema. [Updated 2021 Jul 26]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542192/
Perera TB, King KC. Flail Chest. [Updated 2021 Jul 23]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534090/
Ferliana Nurmalita
(202010101120)
Initial Assessment adalah suatu penilian kondisi awal korban maupun pasien
yang dilakukan dengan cepat dan tepat. Sehingga dengan adanya initial assessment ini
penanganan korban maupun pasien bisa dilakukan secara maksial tanpa membuang-
buang waktu. Dalam initial assesmet ada tim yang bertugas memberikan penilaian
terkait kondisi korban maupun pasien. Biasanya penilaian initial assessment berdurasi
kurang dari 5 menit. Initial assessment digunakan dalam penanganan gawat darurat.
Dalam penilaian initial assessment ada 5 komponen yang harus dinilai, yaitu Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Exposure atau lebih dikenal ABCDE.
1). (Airway)
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu normal
(paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang terganggu
adalah sebagai berikut :
2). B (Breathing)
Apakah ada sesak nafas ? pada komponen ini penilaian bisa dilakukan dengan
penilaian frekuensi respirasi, apakah normal ? Apakah lambat ? apalah terlalu cepat ?
Apakah tidak ada ? Apakah ada sianosis ? Berikut adalah penilaian yang perlu
dilakukan dalam tahap penilaian pernapasan :
1. Frekuensi
2. Adanya retraksi dinding dada
3. Perkusi dada
4. Auskultasi paru
5. Oksimetri (97%-100%)
3). C (Circulation)
Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi darah
yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai berikut :
1. Warna kulit
2. Bekeringat
3. CRV (Capillary Refill time)<2 detik
4. Palpasi denyut nadi (60-100) menit
5. Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
6. Penilaian EKG
4). D (Disability)
Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat dinilai menggunakan
metode AVPU :
1. A (alert) – Kewaspadaan
2. V (voice responsive) – Respon Suara
3. P (pain responsive) – Respon Rasa Nyeri
4. U (unresponsive) – Tidak Responsif
5. Reflex pupil terhadap cahaya
6. Kadar gula darah
7. Gerakan (movement)
Penanganan masalah disability adalah sebagai berikut :
5). E (Exposure)
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit, adanya tusukan dan
tanda-tanda lain yang harus diperhatikan. Dalam penilaian exposure dapat
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Eksposur kulit
2. Keadaan suhu tubuh
Sumber : Thim, T., Krarup, N. H. V., Grove, E. L., Rohde, C. V., & Løfgren, B.
(2012). Initial assessment and treatment with the Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure (ABCDE) approach. International journal of general medicine, 5,
117.
(202010101024)
➢ Berikut adalah tambahan primary survey yang dapat dilakukan ketika didapati
pasien frakture costae :
6) Lab darah
✓ Re-evaluasi penderita
❖ Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok.
➢ Secondary survey
2) Pemeriksaan fisik
✓ Thorax
✓ Abdomen
✓ Perineum
✓ Musculoskeletal
✓ Neurologis
✓ Recvaluasi penderita
➢ Rujukan Pasien
✓ Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
✓ Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan
yang dituju.
❖ Penatalaksanaan Kedaruratan
1) Jalan Napas
Cara paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain yang bersih
(kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan atau
dibalut dengan verban yang cukup menekan.
3) Syok
Syok bisa terjadi apabila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30% dari
volume darahnya.Untuk mengatasi syok karena pendaharan diberikan darah (tranfusi
darah).
4) Cari trauma pada tempat lain yang beresiko (kepala dan tulang belakang, iga dan
pneumotoraks dan trauma pelvis)
Sumber :
Apley, A.G. (2010). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya
Medika.
Ayu Diana
(202010101140)
Sumber :
Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yaitu
1) Sistem arus rendah
Volume tidal berasal dari udara kamar. Alat ini memberikan fraksi oksigen (O2)
(FiO2) 21%-90%, tergantung dari aliran gas oksigen (O2) dan tambahan asesoris
seperti kantong penampung. Alat-alat yang umum digunakan dalam sistem ini
adalah: nasal kanul, nasal kateter, sungkup muka tanpa atau dengan kantong
penampung dan oksigen (O2) transtrakeal. Alat ini digunakan pada pasien
dengan kondisi stabil, volume tidalnya berkisar antara 300-700 ml pada orang
dewasa dan pola napasnya teratur.
2) Sistem arus tinggi
Pada sistem arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup venturi yang
mempunyai kemampuan menarik udara kamar pada perbandingan tetap dengan
aliran oksigen sehingga mampu memberikan aliran total gas yang tinggi dengan
fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang tetap. Keuntungan dari alat ini adalah fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan suhu dan
humidifikasi udara inspirasi sedangkan kelemahannya adalah alat ini mahal,
mengganti seluruh alat apabila ingin mengubah fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan
tidak nyaman bagi pasien
Alat ini sangat bermanfaat untuk dapat mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen
(O2) rendah sekitar 24-35% dengan arus tinggi, terutama pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) dan gagal napas tipe II di mana dapat mengurangi resiko
terjadinya retensi karbon dioksida (CO2) sekaligus juga memerbaiki hipokse mia. Alat
ini juga lebih nyaman untuk digunakan dan oleh karena adanya pendorongan oleh arus
Sumber :
Soesanto, H., Tangkilisan, A., & Lahunduitan, I. (2018). Thorax Trauma Severity Score
sebagai Prediktor Acute Respiratory Distress Syndrome pada Trauma Tumpul
Toraks. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 10(1).
Sumber :
British Thoracic Society Emergency Oxygen Guideline Group. BTS Guidelines for
oxygen use in adults in healthcare and emergency settings. 2015;72(November
2015):1–214. Available from: www.brit-thoracic.org.uk
Alyatul Himma
(202010101129)