Anda di halaman 1dari 204

SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS

DARUSSALAM, BANDA ACEH


STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Diterbitkan Oleh :

SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS


Darussalam, Banda Aceh

ISBN :

Penulis :
Habibati, S.Pd.,M.Sc.

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang


Dilarang mereproduksi sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk dan tujuan apapun tanpa ada izin tertulis dari
Penulis dan Penerbit

Dilarang memperjual-belikan buku ini dalam keadaan rusak


dan mengedarkannya dalam bentuk jilid atau sampul lain

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena


atas berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan buku
dengan judul STRATEGI BELAJAR MENGAJAR. Penulisan buku ini
bertujuan untuk menjadi pedoman mahasiswa dalam perkuliahan
Strategi Belajar Mengajar. Materi ajar yang terdapat pada buku ini
pembahasannya disesuaikan dengan Rencana Pembelajaran Semester
(RPS) yang telah disusun.

Strategi Belajar Mengajar merupakan mata kuliah yang sangat penting


dalam mengembangkan kompetensi mutlak yang harus dimiliki
seorang guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional. Oleh karena itu,
penulisan buku ini merupakan tindakan yang sangat strategis dan bijak
guna memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk mendapatkan materi
kuliah yang praktis, efektif, dan efisien dalam menunjang proses
perkuliahan.

Penulisan buku ini tidak mungkin tersaji tanpa bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih yang tiada terhingga kepada Ibu Dra. Latifah Hanum,
M.Si. dan Ibu Ade Ismayani, S.Pd., M.Pd. selaku tim pengajar mata
kuliah Strategi Belajar Mengajar. Ucapan terima kasih setinggi-
tingginya juga penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Djufri, M.Si.
selaku Dekan dan kepada Bapak Dr. M. Hasan, M.Si. selaku Pembantu
Dekan Bidang Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

ii
Universitas Syiah Kuala, yang telah memberikan masukan-masukan,
dorongan, dan bantuan moril sehingga buku ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal
ini disebabkan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak, guna penyempurnaan ke arah yang lebih
baik.

Akhirnya penulis berharap tulisan berupa buku yang sederhana ini


kiranya dapat memberikan masukan dan manfaat bagi pembaca pada
umumnya dan mahasiswa pada khususnya.

Banda Aceh, Desember 2017


Penulis

Habibati, S.Pd., M.Sc.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR ............................................. 1
1.1 Hakikat Belajar Mengajar ............................................................... 1
1.2 Prinsip-Prinsip Mengajar ................................................................ 3
1.3 Proses Belajar dan Mengajar (PBM)............................................... 5
BAB II KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK ............................................................ 7
2.1 Metode dalam Psikologi Perkembangan ....................................... 10
2.2 Pendekatan dalam Psikologi Perkembangan ................................. 11
2.3 Teori Perkembangan ..................................................................... 11
BAB III TEORI BELAJAR .................................................................................. 23
3.1 Teori behaviourisme ..................................................................... 24
3.2 Teori Kognitivisme ....................................................................... 26
3.3 Teori Humanistik .......................................................................... 27
3.4 Teori Sibernetik............................................................................. 28
3.5 Teori Konstruktivisme .................................................................. 28
3.6 Teori Motivasi ARCS ................................................................... 29
BAB IV KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR.................................................. 31
4.1 Keterampilan Membuka Pelajaran ................................................ 31
4.2 Keterampilan Menutup Pelajaran (Closing).................................. 34
4.3 Keterampilan Menjelaskan............................................................ 35
4.4 Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut ..................................... 36
4.5 Keterampilan Memberi Penguatan ................................................ 37
4.6 Keterampilan Mengadakan Variasi ............................................... 39
4.7 Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil.................. 40
4.8 Keterampilan Mengelola Kelas ..................................................... 41
iv
4.9 Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan ........... 42
BAB V TAHAPAN MENGAJAR ....................................................................... 45
5.1 Tahapan Pra Instruksional ............................................................. 46
5.2 Tahapan Instruksional ................................................................... 47
5.3 Kegiatan Penutup .......................................................................... 48
BAB VI PENDEKATAN PEMBELAJARAN ......................................................... 51
6.1 Definisi Pendekatan Pembelajaran ................................................ 52
6.2 Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran......................... 52
BAB VII METODE PEMBELAJARAN ................................................................ 65
7.1 Definisi Metode Pembelajaran ...................................................... 65
7.2 Berbagai Metode Pembelajaran .................................................... 66
BAB VIII MODEL PEMBELAJARAN ................................................................. 87
8.1 Definisi Model Pembelajaran ........................................................ 88
8.2 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Organisasional .... 88
8.3 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Kolaboratif .......... 94
8.4 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Komunikatif ...... 117
8.5 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Informatif .......... 140
8.6 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Reflektif ............ 149
8.7 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Berpikir dan
Berbasis Masalah ........................................................................ 155
BAB IX SUMBER BELAJAR............................................................................ 157
9.1 Definisi Sumber Belajar .............................................................. 158
9.2 Fungsi Sumber Belajar ................................................................ 158
9.3 Manfaat Sumber Belajar ............................................................. 159
9.4 Klasifikasi Sumber Belajar ......................................................... 159
9.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar ............................................. 162
BAB X PENGELOLAAN KELAS ...................................................................... 164
10.1 Pengertian Pengelolaan Kelas ..................................................... 165

v
10.2 Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas ......................................... 166
10.3 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas ..................... 171
10.3 Fungsi dan Tujuan Pengelolaan Kelas ........................................ 178
10.4 Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas .............................................. 179
10.5 Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas .......... 181
10.6 Faktor-Faktor Penyebab Variasi Prilaku ..................................... 182
BAB XI KEBERHASILAN BELAJAR MENGAJAR .............................................. 184
11.1 Pengertian Keberhasilan Belajar Mengajar ................................ 185
11.2 Indikator Keberhasilan Belajar Mengajar ................................... 185
11.3 Penilaian Keberhasilan Belajar Mengajar ................................... 185
11.4 Acuan Tingkat Keberhasilan Siswa ............................................ 186
11.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar .......... 188
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 193

vi
BAB I
HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan hakekat belajar dan mengajar
2. Menjelaskan prinsip-prinsip mengajar
3. Menjelaskan proses belajar mengajar

B. Relevansi
Ada empat kompetensi yang harus dipahami, diperdalam,
dikembangkan, dan dikuasai oleh seorang guru yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
profesional. Memahami hakikat belajar dan mengajar, prinsip-prinsip
mengajar, dan proses belajar mengajar merupakan bagian dari
kompetensi pedagogik yang sangat penting yang mutlak harus dikuasai
seorang guru. Pemahaman dan penguasaan yang baik terhadap hal-hal
tersebut di atas dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar
di dalam kelas.

C. Uraian Materi

1.1 Hakikat Belajar Mengajar

Pengertian Belajar
Menurut Sudjana (2003:17) belajar adalah “suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang memiliki berbagai

1
bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah
laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan serta perubahan aspek-
aspek lain yang ada pada individu berkat adanya pengalaman.
Pengalaman dalam proses belajar diartikan sebagai interaksi antara
individu dengan lingkungan.

Menurut Slameto (1988: 2) belajar adalah “suatu proses usaha yang


dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian Mengajar
Menurut Slameto (1988), mengajar adalah suatu proses di mana
pengajar dan murid menciptakan lingkungan yang baik, agar terjadi
kegiatan belajar yang berdaya guna, yang dilakukan dengan menata
seperangkat nilai-nlai dan kepercayaan yang ikut mewarnai pandangan
mereka terhadap realitas sekelilingnya.

Menurut Sudjana (2003) menjelaskan pengertian mengajar dari dua


sudut pandang. Sudut pandang pertama dilihat dari segi pengajar atau
guru. Dalam hal ini, mengajar diartikan sebagai proses penyampaian
ilmu pengetahuan (bahan pelajaran) kepada siswa. Kelemahan dari
pengertian mengajar menurut pandangan ini adalah siswa dianggap
sebagai objek bukan subjek sehingga siswa hanya menerima (pasif) apa
yang diberikan guru. Hal ini berarti, guru memiliki peran yang sangat
menentukan (proses pengajaran berpusat pada guru/teacher centred).
Titik pandang kedua dilihat dari sudut siswa. Inti dari pandangan ini,
mengajar diartikan sebagai membimbing kegiatan siswa belajar,
2
mengatur, dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa,
sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan
kegiatan belajar (student centred).

1.2 Prinsip-Prinsip Mengajar

Mengajar merupakan kegiatan yang menuntut siswa terlibat dalam


aktivitas pembelajaran sehingga mengajar memerlukan perhatian
khusus agar siswa dapat menjadi manusia dewasa yang sadar akan
tangung jawab terhadap diri sendiri, berkepribadian, dan bermoral.
Oleh karena itu, mengajar merupakan tugas yang cukup berat bagi guru,
sehingga diperlukan prinsip-prinsip dalam mengajar untuk
mewujudkan tujuan mengajar tersebut. Adapun prinsip-prinsip
mengajar menurut Slameto (1988) antara lain:
1. Perhatian
Prinsip ini menyatakan bahwa seorang guru harus membangkitkan
perhatian siswa agar pelajaran yang diterimanya akan dihayati,
diolah dalam pikirannya, sehingga timbul pengertian.
2. Aktivitas
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus mendorong timbulnya
aktivitas siswa dalam berfikir maupun berbuat agar siswa menjadi
aktif berpartisipasi, sehingga ilmu pengetahuan akan dapat dimiliki
dengan baik.
3. Apersepsi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus menghubungkan
pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah

3
dimiliki siswa atau pengalamannya, sehingga membantu siswa
untuk memperhatikan pelajarannya lebih baik.
4. Peragaan
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus berusaha menunjukka
benda-benda asli sehingga akan lebih menarik perhatian dan
merangsang siswa untuk berfikir.
5. Repetisi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru perlu memberikan
pengulangan pelajaran yang sedang dijelaskan baik diberikan
secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau setelah setiap
unit/bab diberikan, maupun secara insidentil.
6. Korelasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru wajib memperhatikan dan
memikirkan hubungan diantara setiap mata pelajaran.
7. Konsentrasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus mengupayakan
pemusatan perhatian siswa pada salah satu pusat minat sehingga
siswa memperoleh pengetahuan yang luas dan mendalam.
8. Sosialisasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru perlu meningkatkan cara
berfikir siswa sehingga siswa dapat memecahkan masalah dalam
kehidupannya sehari-hari.
9. Individualisasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru harus menyelidiki dan
mendalami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani
Pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu.

4
10. Evaluasi
Prinsip ini menyatakan bahwa guru wajib melakukan evaluasi
untuk meningkatkan proses berpikir siswa.

1.3 Proses Belajar dan Mengajar (PBM)

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
dalam kegiatan pengajaran. Dua kegiatan tersebut menjadi terpadu
manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dan
siswa. Dengan kata lain belajar dan mengajar dipandang sebagai sebuah
proses.

Ada empat aspek pembentuk kegiatan belajar dan mengajar menurut


Sudjana (2003), yaitu:
1. Tujuan (Kemana proses itu akan dibawa),
2. Isi atau bahan (Apa yang menjadi isi dari PBM),
3. Metode dan alat pengajaran (Bagaimana cara melaksanakan proses
tersebut),
4. Penilaian (Sejauh mana proses itu berhasil).

Menurut Chotimah & Dwitasari (2009) kemampuan guru dalam


mengelola PBM dikelompokkan atas 3 kelompok, yaitu:
1. Kemampuan merencanakan pengajaran, meliputi:
a. Menguasai materi pembelajaran,
b. Menyusun silabus,
c. Menyusun program tahunan/program semester,
d. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:

5
• Karakteristik siswa
• Kemampuan awal siswa
• Perumusan tujuan pengajaran
• Pemilihan bahan (scope) dan urutan bahan (sequence)
• Pemilihan metode pengajaran
• Pemilihan sarana/alat Pendidikan
• Pemilihan strategi evaluasi

2. Kemampuan melaksanakan PBM, meliputi:


a. Membuka pelajaran
b. Melaksanakan inti PBM
c. Menutup pelajaran

3. Kemampuan mengevaluasi atau menilai PBM, meliputi:


a. Melaksanakan tes
b. Mengolah hasil penilaian
c. Melaporkan hasil penilaian
d. Melaksanakan program remedial/perbaikan pengajaran

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan pengertian belajar?
2. Jelaskan pengertian mengajar?
3. Jelaskan prinsip-prinsip mengajar?

6
BAB II
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

A. Capaian Pembelajaran
Tujuan perkuliahan yang akan dicapai adalah:
1. memahami tahap-tahap perkembangan siswa.
2. menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang
sesuai dengan karakteristik siswa sesuai dengan tahap
perkembangannya.
3. memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang
sosial budaya sesuai dengan tahap perkembangannya.

B. Relevansi
Kompetensi utama yang mutlak dikuasai oleh seorang guru di antaranya
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional,
dan kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik pada dasarnya
adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi ini akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik terbagi atas tujuh
aspek yaitu:
1. menguasai karakteristik peserta didik. Karakteristik ini terkait
dengan aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural (latar belakang
sosial budaya), emosional, dan intelektual.
2. menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik.

7
3. pengembangan kurikulum. Termasuk di dalamnya adalah
menyusun silabus, merancang RPP, mengembangkan materi
pembelajaran, dll.
4. Merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
mendidik.
5. Mengembangkan potensi peserta didik. Termasuk di dalamnya
adalah proses menganalisis, mengidentifikasi, dan
mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitas
peserta didik.
6. berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta
didik dan bersikap antusias dan positif.
7. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan.

Pada bab ini akan difokuskan pembahasan aspek pertama yaitu


menguasai karakteristik peserta didik. Identifikasi karakteristik peserta
didik bertujuan untuk:
1. Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan
kemampuan serta karakteristik awal peserta didik sebelum
mengikuti program pembelajaran.
2. Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan, serta
kecenderungan peserta didik berkaitan dengan pemilihan program-
program pembelajaran tertentu yang akan diikuti.
3. Menentukan desain pembelajaran yang perlu dikembangkan sesuai
dengan kemampuan awal peserta didik.

8
Identifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik perlu
dilakukan berdasarkan landasan teoretik dan landasan yuridis sebagai
berkut. Pertama, Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 (Pasal 19,
ayat 1) tentang standar nasional pendidikan bahwa pengembangan
pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan; tuntutan, bakat, minat,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik. kedua secara teoretik peserta
didik berbeda dalam banyak hal yakni; perbedaan fitrah individual,
disamping perbedaan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi,
dan sebagainya.

Teori Kecerdasan ganda (Multiple Intelligences), dari Gardnerd, yang


menyatakan bahwa sejak lahir manusia memiliki jendela kecerdasan
yang banyak. Ada delapan jendela kecerdasan menurut Gardnerd pada
setiap individu yang lahir, dan kesemuanya itu berpotensi untuk
dikembangkan. Namun dalam perkembangan dan pertumbuhannya
individu hanya mampu paling banyak empat macam saja dari ke
delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya. Dengan teori ini maka
terjadi pergeseran paradigm psikologis hierarkhis menjadi pandangan
psikologis diametral. Tidak ada individu yang cerdas, bodoh, sedang,
genious, dan sebagainya, yang ada kavling kecerdasan yang berbeda.

C. Uraian Materi
Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan
berbagai karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh
terjadi interaksi timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun
antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, salah satu dari kompetensi
pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik
9
anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan,
dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar
sesuai dengan karakteristik siswanya. Perbedaan karakteristik siswa
dapat dipengaruhi oleh perkembangannya. Psikologi perkembangan
membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.

2.1 Metode dalam Psikologi Perkembangan

Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan


manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Dengan metode
longitudinal, peneliti mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau
banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama. Misalnya
penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti
perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai
masa dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang
mapan. Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yang diasumsikan
sebagai tahap perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal
mempunyai kelebihan, yaitu kesimpulan yang diambil lebih
meyakinkan, karena membandingkan karakteristik anak pada usia yang
berbeda-beda, sehingga setiap perbedaan dapat diasumsiukan sebagai
hasil perkembangan dan pertumbuhan. Tetapi, metode ini memerlukan
waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang sempurna.

Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji


banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya,
penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam
Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai
10
tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola
perkembangan dan kemampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan
karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan
perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian
tidak memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui.
Kelemahannya, peneliti menganalisis perbedaan karakteristik anak-
anak yang berbeda, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menarik
kesimpulan, bahwa perbedaan itu semata-mata karena perkembangan.

2.2 Pendekatan dalam Psikologi Perkembangan

Kajian perkembangan manusia dapat menggunakan pendekatan


menyeluruh atau pendekatan khusus (Sukmadinata, 2009).
Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan
menyeluruh/global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam
pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, sosial, intelektual,
moral, intelektual, emosi, religi, dan sebagainya. Pendekatan khusus
ialah suatu kegiatan menganalisis per aspek perkembangan, misalnya,
ada peneliti yang memfokuskan kajiannya pada perkambangan aspek
fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral saja, aspek emosi saja,
dan lain sebagainya.

2.3 Teori Perkembangan

Ada beberapa teori perkembangan yang sering menjadi acuan dalam


bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk teori menyeluruh/global
(Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang termasuk

11
khusus/spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan
dalam Sukmadinata (2009).

1. Jean Jacques Rousseau


Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal
yang menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai
mengadakan kajian pada tahun 1800an. Menurutnya perkembangan
anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu
a. Masa bayi infancy (0-2 tahun)
Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan
fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan
perkembangan aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang
yang sehat.
b. Masa anak/childhood (2-12 tahun)
Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai
manusia primitive. Pada masa ini masih terjadi pertumbuhan fisik
secara pesat dan aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang,
misalnya kemampuan berbicara, berpikir, intelektual, moral, dan
lain-lain.
c. Masa remaja awal/pubescence (12-15 tahun)
Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai
dengan perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar
juga disebut masa bertualang.
d. Masa remaja/adolescence (15-25 tahun)
Usia 15-25 tahun disebut masa remaja/adolescence. Pada masa ini
tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani,
juga disebut masa hidup sebagai manusia beradab.
12
2. Stanley Hall
Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah
satu perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori
bahwa perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang
universal sebagai bagian dari proses evolusi, paralel dengan
perkembangan psikologis, namun demikian, faktor lingkungan dapat
mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Misalnya, usia
enam tahun adalah usia masuk sekolah di lingkungan tertentu, tetapi
ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat di lingkungan yang
lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua lingkungan
tersebut dapat berbeda. Stanley Hall membagi masa perkembangan
menjadi empat tahap, yaitu:
a. Masa kanak-kanak/infancy (0-4 tahun)
Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang,
yaitu melata atau berjalan.
b. Masa anak/childhood (4-8 tahun)
Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan
pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun,
mempelajari lingkungan sekitarnya.
c. Masa puber/youth 8-12 tahun)
Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebagai makhluk
yang belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk
menjadi makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt
berkaitan dengan sosial, emosi, moral, intelektual.

13
d. Masa remaja/adolescence (12 – dewasa)
Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu
berubah. Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley
Hall dkk dapat dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa.
Misalnya, pada masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak
justru cepat menjadi dewasa dikarenakan pendidikan hanya tersedia
sampai sekolah dasar, masyarakat cenderung mulai bekerja dan
berkeluarga dalam usia muda. Sebaliknya, pada masyarakat yang
semua warganegaranya mencapai pendidikan tinggi, anak-anak
menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut.

3. Robert J. Havigurst
Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan
konsep developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an,
yang menggabungkan antara dorongan tumbuh /berkembang sesuai
dengan kecepatan pertumbuhan dengan tantangan dan kesempatan
yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap
perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan masalah yang harus
dipecahkan dalam setiap fase, yaitu:
a. Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)
b. Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)
c. Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)
d. Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas)
e. Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)

14
Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap
perkembangan (developmental stages). Ada sepuluh tugas
perkembangan yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu:
a. ketergantungan – kemandirian,
b. memberi – menerima kasih sayang,
c. hubungan sosial,
d. perkembangan kata hati,
e. peran biososio dan psikologis,
f. penyesuaian dengan perubahan badan,
g. penguasaan perubahan badan dan motorik,
h. memahami dan mengendalikan lingkungan fisik,
i. pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol, dan
j. kemampuan melihat hubungan dengan alam semesta.

Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan


mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnya.

4. Jean Piaget
Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biologi dari Swiss (1897 –
1980) (Harre dan Lamb, 1988). Teri-teorinya dikembangkan dari hasil
pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan
berdasarkan hasil pengamatan pembicaraannya dengan anak atau antar
anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek
perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat
tahap, yaitu:

15
a. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Tahap ini disebut juga masa discriminating dan labelling. Pada masa
ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal,
dan ruang waktu sekarang saja.

b. Tahap praoperasional (2-4 tahun)


Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga
dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan
menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai
berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak,
dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.

c. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)


Tahap ini disebut juga masa performing operation. Pada masa ini,
anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan,
memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.

d. Tahap operasonal formal (11-15 tahun)


Tahap ini disebut juga masa proportional thinking. Pada masa ini,
anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara
deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir
secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan
berbagai masalah.

5. Lawrence Kohlberg
Teori Kohlberg mengacu pada teori perkembangan Piaget yang
berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada
kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral

16
seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemna
moral hipotesis yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait
aturan dan kewajiban moral.

Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi


tiga tahapan, yaitu:
a. Preconventional moral reasoning
1) Obidience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari
perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan.
Mereka hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan
aturan / undang-undang, mereka berbuat benar untuk
menghindari hukuman.
2) Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative.
Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrument
memuaskan keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga
orang lain. Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat
pragmatis, yaitu apakah mendatangkan keuntungan atau tidak.

b. Conventional moral reasoning


1) Good boy orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang
menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain.
Orientasi ini juga disebut good / nice body orientation. Anak
patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung
mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling
berhubungan baik, peduli terhadap orang lain.
17
2) Authority and social order maintenance orientation
Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum.
Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi
kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan
sistem. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final,
penekanan pada kewajiban dan tugas terkait dengan perannya
yang diterima di masyarakat dan publik.

c. Post conventional moral reasoning


1) Contranctual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak sosial. Anak
mulai peduli pada hak azasi individu dan yang disepakati oleh
mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah,
baik/buruk, suka/tidak suka, dan lain-lain) adalah relatif,
menyadari bahwa hukum adalah intrumen yang disetujui untuk
mengatur kehidupan masyarakat, dan itu dapat diubah melalui
diskusi apabila hukum gagal mengatur masyarakat.
2) Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada prinsip-prinsip etika
yang bersifat universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan
tuntutan prinsip-prinsip etika yang bersifat inti sari dari etika
universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan
moral. Masing-masing (hukum legal dan moral) harus diakui
terpisah, masing-masing mempunyai penerapannya sendiri, tetapi
tetap mengacu pada nilai-nilai etika / moral.

18
6. Erick Homburger Erickson
Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut
Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan
psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre & Lamb, 1988),
perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan, disebut
siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis
psikososial tertentu. Teori Erickson ini secara luas banyak diterima,
karena menggambarkan perkembangan manuasia mencakup seluruh
siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan
kontek sosial. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada Tabel 1.1.
berikut.
Tabel 1.1 Perkembangan Psikososial Erickson
Tahap Usia Krisis Psikososial Kemampuan
1 0-1 Basic trust vs mistrust Menerima dan memberi
Autonomy vs shame Menahan atau
2 2-3
and doubt membiarkan
Initiative vs guilt Menjadikan seperti
3 3-6
permainan
Industry vs inferiority Membuat atau merangkai
4 7-12
sesuatu
Identity vs role Menjadi diri sendiri,
5 12-18
confusion berbagi konsep diri
Intimacy vs isolation Melepas dan mencari jati
6 20an
diri
Generativity vs Membuat, memelihara
7 20-50
stagnation
Ego integrity vs
8 >50
despair

Pada tahap basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai
mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman.
Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman/aman
19
itulah yang dipercaya oleh anak, sebaliknya, cenderung tidak dipercaya.
Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti
makan, minum, pakaian, dan kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh
biasanya sangat dipercaya karena mendatangkan kenyamanan.
Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya.

Pada tahap autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain),


anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Anak mulai
mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua
perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak
terlalu dikendalikan/didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu
was-was, ragu-ragu, kecewa.

Pada tahap initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak


mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing
oleh orang dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas
dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat,
banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya
terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi
terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah.

Pada tahap industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak


cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang
diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam
aktifitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya,
jika gagal, anak akan merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak
memerlukan bimbingan agar tidak gagal dalam setiap aktifitasnya.

20
Pada tahap identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak
dihadapkan pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan
berpengaruh besar pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat
penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri
sebagai orang baik, sebaliknya lingkungan yang tidak baik anak
membawanya menjadi pribadi yang kurang baik. Orang tua harus
menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga
hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi anggota
geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dain lain sebagainya.
Hal ini dapat terjadi bila anak keliru dalam membangun identitas diri.

Pada tahap intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal),


anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan
komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal
tertentu, ada yang memang harus bersifat pribadi. Ada hal-hal yang
hanya dibicarakan dengan orang tertentu termasuk pasangan lawan
jenis. Kegagalan pada tahap ini dapat mengakibatkan anak merasa
terisolasi di kehidupan masyarakat.

Tahap generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-


tengan) menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang
akan datang. Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran
sebagai orangtua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-
anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan
generasi penerusnya (keturunannya), seperti apakah mereka nanti,
bahagiakah, terpenuhi kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti
sama sekali.

21
Tahap ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah
tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi,
mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke
hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan teori perkembangan anak menurut Piaget?
2. Jelaskan teori perkembangan anak menurut Rousseau?
3. Jelaskan teori perkembangan anak menurut Kohlbergf?

22
BAB III
TEORI BELAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Tujuan perkuliahan yang akan dicapai adalah:
1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behaviourisme
2. Mampu mendeskripsikan teori belajar kognitivisme
3. Mampu mendeskripsikan teori belajar humanistik
4. Mampu mendeskripsikan teori belajar sibernetik
5. Mampu mendeskripsikan teori belajar konstruktivisme
6. Mampu mendeskripsikan teori motivasi ARCS
7. Mampu menerapkan teori belajar dalam pembelajaran

B. Relevansi
Demi mencapai proses belajar mengajar yang optimal, guru dituntut
tidak hanya untuk menguasai materi ajar dan pengelolaan kelas tetapi
guru juga diharapkan menguasai tentang teori-teori belajar, agar dapat
mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam
belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi peserta didik. Hal ini
sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru yang menyebutkan bahwa
penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik yang harus
dimiliki guru.

23
Seorang guru harus mempelajari teori belajar guna: 1) membantu
memahami proses belajar yang terjadi dalam diri siswa, 2) mengerti
kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar,
atau menghambat proses belajar, 3) memungkinkan guru memprediksi
hasil yang diharapkan pada suatu kegiatan belajar, dan 4) meningkatkan
kompetensi sebagai seorang pengajar yang efektif.

C. Uraian Materi
Studi secara sistematis tentang belajar relatif baru. Sampai akhir abad
19, para peneliti mencoba menghubungkan pengalaman untuk
memahami bagaimana manusia dan hewan belajar. Studi tentang
belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar. Ada
beberapa dasar teori tentang belajar yang dikemukakan para ahli yaitu:

3.1 Teori behaviourisme

Teori behaviorisme (perilaku) ini dikemukakan oleh Ivan Petrovich


Pavlov, Edward Lee Throndike, Burrhus Frederic Skinner, Edwin R.
Gutrie, dan Clark Hull. Aliran ini memandang belajar sebagai
perubahan tingkah laku sebagai akibat antara stimulus dan respon.
Aliran ini juga berpendapat tingkah laku peserta didik merupakan reaksi
terhadap lingkungan. Selain itu, teori ini mendeskripsikan
pembelajaran sebagi proses pelaziman dan hasil pembelajaran yang
diharapkan adalah peubahan perilaku berupa kebiasaan.

Faktor-faktor yang dianggap penting menurut teori ini adalah:


1. masukan atau input yang berupa stimulus,

24
2. keluaran atau output yang berupa respon,
3. hubungan antara stimulus dan respon,
4. reinforcement (penguatan), baik berupa penguatan positif maupun
penguatan negatif.

Dalam bidang pendidikan strategi behavioris dapat digunakan untuk


mengajar “apa” (fakta-fakta). Kritik yang berhubungan dengan teori ini
yaitu proses belajar yang kompleks tidak terjelaskan. Kritik ini
didasarkan oleh asumsi bahwa stimulus-respon terlalu sederhana.
Penerapan teori ini dalam pembelajaran dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk
mengidentifikasi “entry behavior” mahasiswa (pengetahuan awal
mahasiswa)
3. Menentukan materi pelajaran (pokok bahasan, topik)
4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (sub pokok
bahasan, sub topik)
5. Menyajikan materi pelajaran
6. Memberikan stimulus berupa pertanyaan, tes, latihan, atau tugas-
tugas
7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan
8. Memberikan penguatan/reinforcement (positif ataupun negatif)
9. Memberikan stimulus baru
10. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan (mengevaluasi
hasil belajar)
11. Memberikan penguatan
25
3.2 Teori Kognitivisme

Teori kognitivisme memandang, pertama, belajar merupakan peristiwa


mental. Kedua, perilaku didasari dorongan mental yang diatur oleh
otaknya. Ketiga, belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang berhubungan dengan tujuan belajar. Keempat, belajar
dianggap sebagai proses internal. Asumsi yang mendasari lahirnya teori
ini adalah tiap orang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman,
dalam bentuk struktur kognitif (Baharuddin & Wahyuni, 2015). Hal ini
berarti, proses belajar berjalan baik jika pelajaran yang baru terkait
dengan struktur kognitif (pengetahuan awal) yang sudah ada. Teori ini
dikemukakan oleh Jean Piaget, Jerome Bruner, David Ausabel, dan
Kohler.

Strategi kognitif dapat digunakan untuk mengajar “bagaimana” (proses


dan prinsip-prinsip). Kritik yang berhubungan dengan teori ini yaitu
teori ini lebih dekat ke psikologi. Selain itu, sulit melihat struktur
kognitif yang ada pada setiap individu. Aplikasi teori ini di dalam kelas
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
4. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik
yang akan dipelajari siswa
5. Mempersiapkan pertanyaan yang dapat memacu kreatifitas siswa
untuk berdiskusi atau bertanya
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

26
3.3 Teori Humanistik

Teori ini bersifat abstrak, cenderung mendekati filsafat daripada dunia


pendidikan. Aliran ini tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal daripada belajar apa adanya, seperti yang diamati dalam
dunia keseharian. Teori ini juga memandang proses belajar harus
dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia.
Teori ini dikemukakan oleh Kolb, Bloom dan Krathwohl, Habermas,
Honey dan Mumford.

Kritik yang berhubungan dengan teori ini yaitu teori ini lebih dekat ke
filsafat daripada pendidikan. Contoh konkrit aplikasi teori ini dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pelajaran
3. Mengidentifikasi “entry behavior” mahasiswa
4. Mengidentifikasi topik-topik yang memungkinkan mahasiswa
mempelajarinya secara aktif (mengalami)
5. Mendesain wahana (lingkungan, media, fasilitas, dan sebagainya)
yang akan digunakan siswa untuk belajar
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa memahami hakikat makna dari pengalaman
belajar mereka
8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman tersebut
9. Membimbing siswa sampai mereka mampu mengaplikasikan
konsep-konsep baru ke situasi yang baru
10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar-mengajar

27
3.4 Teori Sibernetik
Teori ini menekankan pada pengolahan informasi. Kritik yang
berhubungan dengan teori ini yaitu teori ini hanya menekankan pada
sistem informasi dari materi. Penerapan teori ini dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pengajaran,
2. Menentukan materi pelajaran,
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut,
4. Menentukan pendekatan belajar: Algoritmik? Heuristik?
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya,
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran

3.5 Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan


sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai (Baharuddin & Wahyuni, 2015).
Selain itu, teori ini juga memandang bahwa pengetahuan dibentuk
dalam struktur konsep seseorang. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang
dari kerja Jean Piaget, Vyangotsky, teori-teori pemrosesan informasi,
dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Jerome Bruner.
28
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme,
Tytler (1996) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan
rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasa sendiri,
2. memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
3. memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
4. memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa,
5. mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
6. menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Strategi konstruktivis dapat digunakan untuk mengajar “mengapa”


(tingkat berfikir yang lebih tinggi yang dapat mengangkat makna
personal dan keadaan dan belajar kontekstual).

3.6 Teori Motivasi ARCS

Pengertian motivasi menurut Wlodkowski (1985) adalah kondisi yang


menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan intensitas perilaku
peserta didik. Model motivasi ARCS merujuk pada Attention
(perhatian), Relevance (Relevansi), Confidence (kepercayaan diri), dan
Satisfaction (kepuasan). Perhatian dalam belajar terhadap hal-hal yang
baru, aneh, kontradiktif, dan kompleks. Relevansi diartikan belajar
harus sesuai kebutuhan dan bermanfaat. Teori ini juga memandang
belajar harus membangun kepercayaan diri sehingga peserta didik

29
mengalami kepuasan sebagai akibat keterlibatan dalam kegiatan belajar
yang menyenangkan.
Penerapan model ARCS dalam pembelajaran secara konkrit dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Menimbulkan dan mempertahankan perhatian mahasiswa
2. Menyampaikan tujuan perkuliahan
3. Mengingat kembali prinsip yang telah dipelajari
4. Menyampaikan materi perkuliahan
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Memperoleh unjuk kerja mahasiswa
7. Memberikan umpan balik
8. Mengukur hasil belajar
9. Memperkuat retensi dan transfer belajar

D. Evaluasi
Jawablah pertanyan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana penerapan teori belajar behaviourisme dalam
pembelajaran?
2. Bagaimana penerapan teori belajar kognitivisme dalam
pembelajaran?
3. Bagaimana penerapan teori belajar humanistik dalam
pembelajaran?

30
BAB IV
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Tujuan perkuliahan yang akan dicapai adalah mahasiswa mampu
menguasai dan mampu menerapkan komponen-komponen
keterampilan mengajar (keterampilan: membuka dan menutup
pelajaran, menjelaskan, bertanya dasar dan lanjut, memberi penguatan,
memberikan variasi stimulus, membimbing diskusi kelompok kecil,
mengelola kelas, dan mengajar kelompok kecil dan perorangan) ketika
mengajar suatu bahan ajar di dalam kelas.

B. Relevansi
Berbagai komponen ketrampilan dasar mengajar merupakan kesatuan
yang utuh dan terintegrasi. Hal ini berarti satu komponen dengan
komponen lainnya saling berpengaruh dalam menumbuhkan kegiatan
belajar pada siswa secara optimal. Sebagai akibatnya siswa akan
memperoleh pengalaman belajar yang menarik, menyenangkan, dan
bermakna serta dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

C. Uraian Materi

4.1 Keterampilan Membuka Pelajaran

Kegiatan membuka dan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan pada


awal dan akhir pelajaran saja melainkan juga pada awal atau akhir
setiap penggal kegiatan, misalnya, pada saat memulai atau mengakhiri

31
kegiatan tanya jawab, mengenalkan konsep baru, memulai/mengakhiri
kegiatan diskusi, dan lain sebagainya. Prinsip dalam keterampilan
membuka dan menutup pelajaran adalah kebermaknaan dan
keberlanjutan.

Membuka pelajaran didefinisikan sebagai suatu upaya guru untuk


menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar mental dan perhatiannya
terpusat pada pelajaran yang akan dibahas sehingga memeberikan efek
positif terhadap kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain membuka
pelajaran dilakukan guna mendapatkan atau menimbulkan minat dan
perhatian para siswa untuk menghadapi pelajaran yang akan diberikan.
Hal ini dapat juga diumpamakan sebagai appetizer atau makanan
pembuka dalam suatu hidangan yang ditujukan untuk membangkitkan
selera terhadap hidangan yang akan disajikan.

Tujuan kegiatan membuka pelajaran adalah


1. mendapatkan dan mempertahankan perhatian siswa,
2. memberi motivasi kepada siswa untuk menghadapi materi yang akan
diberikan,
3. mengorientasikan para siswa terhadap tujuan khusus dari pelajaran,
4. mengetahui pengetahuan awal (prasyarat) yang telah dimiliki siswa,
5. menyampaikan garis besar materi yang akan dibahas.

Membuka pelajaran yang efektif di dalamnya akan mencakup


komponen sebagai berikut:
1. Menarik perhatian siswa. Hal ini dilakukan dengan cara:
a. memvariasikan gaya mengajar guru,

32
b. menggunakan media pengajaran seperti: gambar, skema, modul,
kaset audio, kejadian sebenarnya, dan lain sebagainya,
c. memvariasikan pola interaksi (guru-siswa, siswa-guru, dan
siswa-siswa).

2. Menimbulkan motivasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:


a. guru bersikap ramah, antusias, bersahabat, dan hangat,
b. menimbulkan rasa ingin tahu/keheranan siswa,
c. melontarkan ide-ide yang bertentangan atau mengajukan
masalah-masalah yang berbeda dengan kenyataan sehari-hari,
d. memilih topik yang sesuai dengan minat siswa,
e. memberikan contoh kasus,
f. memulai dengan cerita.

3. Memberi acuan. Guru mengemukakan secara spesifik dan singkat


hal-hal yang dapat memberi gambaran kepada siswa segala sesuatu
yang akan dipelajari. Hal ini dilakukan dengan cara:
a. mengemukakan tujuan dan batas-bats tugas yang harus
dikerjakan siswa dengan jelas,
b. memberi saran-saran tentang langkah-langkah kegiatan yang
akan ditempuh,
c. mengingatkan masalah pokok bahasan,
d. mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa siap untuk
menerima pelajaran.

4. Membuat kaitan. Membuat kaitan artinya menghubungkan pelajaran


yang lalu dengan hal-hal yang sudah diketahui siswa. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:

33
a. membuat kaitan antar aspek yang relevan
b. membandingkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang telah diketahui siswa.

Tanda-tanda kegiatan membuka pelajaran yang sukses adalah:


1. guru merasa senang dan bersemangat,
2. humor muncul spontan,
3. siswa terlihat tertarik,
4. interaksi positif yang tinggi,
5. munculnya tanda-tanda afirmasi seperti: anggukan kepala, senyum,
badan condong ke depan, dan suasana tenang.

4.2 Keterampilan Menutup Pelajaran (Closing)

Menutup pelajaran didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru


untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar. Seorang
guru harus menutup pelajaran sebaik ketika membukanya. Kegiatan
pelajaran haruslah ditutup dengan kesimpulan yang dapat membuat
pelajaran yang baru diberikan menjadi lebih jelas. Kegiatan menutup
pelajaran juga dapat merupakan penguatan (reinforcement) terhadap isi
pelajaran yang baru saja disampaikan.

Kegiatan menutup pelajaran dimaksudkan untuk:


1. memusatkan perhatian siswa pada akhir pelajaran,
2. memastikan bahwa para siswa telah menguasai atau memahami apa
yang mereka telah pelajari,
3. memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan yang baru
didapat untuk memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya, dan

34
4. mengorganisasikan semua kegiatan ataupun pelajaran yang telah
dipelajari menjadi satu kebulatan yang bermakna untuk memahami
esensi pelajaran itu.

Komponen-komponen keterampilan menutup pelajaran antara lain:


1. Meninjau kembali hal-hal yang telah dipelajari siswa. Hal ini
dilakukan dengan cara:
a. merangkum atau membuat garis besar materi yang baru saja
dibahas,
b. membuat ringkasan untuk memantapkan hal-hal yang telah
dipelajari siswa.
2. Memberi kesempatan siswa untuk bertanya
3. Mengevaluasi hasil belajar siswa
4. Melakukan refleksi
5. Memberikan tindak lanjut berupa tugas atau pekerjaan rumah, saran-
saran, serta ajakan agar materi tersebut dipelajari kembali.

4.3 Keterampilan Menjelaskan

Pengertian menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran mengacu kepada


perbuatan mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang
terencana dan sistematis sehingga dalam penyajiannya siswa dengan
mudah dapat memahaminya. Komponen-komponen keterampilan
menjelaskan antara lain:
1. Keterampilan merencanakan penjelasan, yang terdiri dari:
a. Isi pesan dipilih dan disusun secara sistematis disertai dengan
contoh-contoh,
b. Hal-hal yang berkaitan dengan siswa.
35
2. Keterampilan menyajikan penjelasan, yang terdiri dari:
a. Kejelasan,
b. Penggunaan contoh dan ilustrasi yang mengikuti pola induktif
dan deduktif,
c. Pemberian tekanan pada bagian-bagian yang penting,
d. Umpan balik.

4.4 Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut

Ketrampilan bertanya merupakan salah satu keterampilan yang harus


dikuasai, didalami, dan dikembangkan oleh guru dengan baik.
Pertanyaan-pertanyaan lisan yang baik memerlukan pemikiran yang
cermat dan pemilihan kata yang tepat. Keahlian ini akan menyebabkan
pertanyaan-pertanyaan yang guru ajukan menuntut siswa berfikir kritis
dan mampu memberikan umpan balik tentang pemahaman siswa pada
materi yang sedang dibahas. Kegiatan bertanya jawab antara guru dan
siswa, siswa dan guru, dan antara siswa dengan siswa menunjukkan
adanya interaksi di kelas yang dinamis dan multi arah.

Keterampilan bertanya dasar dan lanjut bertujuan untuk:


1. membangkitkan motivasi dan menimbulkan partisipasi aktif siswa
dalam belajar,
2. menyimpulkan atau mengulas pelajaran,
3. memberikan informasi evaluasi pembelajaran,
4. menguji persiapan siswa dalam menghadapi pelajaran, memberikan
umpan balik tentang peningkatan pengetahuan siswa,
5. meninjau tercapai atau tidaknya tujuan pelajaran, dan
6. membangkitkan gairah berfikir logis dan kritis siswa.
36
Keterampilan bertanya terbagi atas dua yaitu keterampilan bertanya
dasar dan lanjut. Komponen-komponen keterampilan bertanya dasar
antara lain:
1. mengungkapkan pertanyaan dengan jelas dan singkat,
2. memberi acuan,
3. memusatkan perhatian,
4. menyebarkan pertanyaan,
5. memindahkan giliran,
6. memberikan waktu berpikir untuk merumuskan jawaban,
7. menunjuk salah seorang siswa untuk menjawabnya, dan
8. memberikan tuntunan.

Komponen-komponen bertanya lanjut terdiri dari:


1. mengubah tuntutan tingkat kognitif,
2. mengatur urutan pertanyaan,
3. menggunakan pertanyaan pelacak, dan
4. meningkatkan interaksi (Mulyasa, 2006).

4.5 Keterampilan Memberi Penguatan

Penguatan adalah respon terhadap suatu perilaku yang dapat


meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali perilaku itu.
Memberi penguatan bertujuan untuk mendorong siswa lebih melakukan
yang diharapkan dalam proses pembelajaran. Penerapan keterampilan
ini dalam pembelajaran yaitu dengan memperhatikan siapa sasarannya
dan bagaimana teknik pelaksanaannya (hangat, penuh semangat,
bermakna, pilihan kata/kalimat yang tepat).

37
Menurut (Mulyasa, 2006), jenis-jenis penguatan terbagi atas tiga yaitu
penguatan positif, penguatan negatif, dan membiarkan. Penjelasan
terhadap masing-masing jenis penguatan dijabarkan sebagai berikut:
1. Penguatan positif
Penguatan positif yang bisa digunakan di dalam proses pengajaran
terdiri dari:
a. verbal (lisan) yaitu penguatan dengan lisan/kata/kalimat.
Contohnya: Ya; bagus; Betul; dan lain-lain.
b. nonverbal (ekspresi) yaitu penguatan dengan mendekati, mimik,
dan melakukan suatu kegiatan. Contohnya: melihat siswa,
tersenyum, mengangguk, dan lain-lain.
c. tindakan lain untuk memberikan penguatan positif antara lain:
▪ memamerkan pekerjaan siswa di muka kelas
▪ meminta siswa menunjukkan pekerjaannya
▪ meminta siswa menerangkan ke siswa lainnya
▪ meminta siswa menjadi asisten
2. Penguatan negatif (hukuman)
Suatu tindakan yang harus diambil setelah siswa melakukan hal yang
tidak diharapkan ialah memberikan respon kepada siswa tentang
ketidaksenangan guru terhadap tindakannya, dan ini disebut
hukuman. Setelah memberikan hukuman, guru harus membantu
siswa untuk memperbaiki dan mengarah kepada tujuan yang
diharapkan, dan setelah siswa tersebut berhasil, guru harus
memberikan penguatan positif. Berikut ini beberapa cara untuk
mengekspresikan hukuman:

38
a. lisan ( ini kurang benar, coba kamu pikir lagi, ini keliru, cari yang
lebih baik),
b. ekspresi nonverbal (menunjukkan wajah kecewa, menggeleng-
gelengkan kepala, mengangkat bahu, dan lain-lain),
c. tindakan lain untuk memberikan penguatan negatif, antara lain:
menahan kepulangan siswa, berhenti mengajar dan menatap
siswa, memberikan nilai rendah, dan lain-lain).
3. Membiarkan
Membiarkan merupakan tindakan yang dilakukan guru untuk
memberikan umpan balik kepada siswa. Dengan dibiarkan, siswa
kadang-kadang tidak lagi melakukan yang keliru, bahkan melakukan
yang diharapkan.

4.6 Keterampilan Mengadakan Variasi

Variasi mengandung makna perbedaan. Dalam kegiatan pembelajaran,


pengertian variasi merujuk pada kegiatan dan perbuatan guru, yang
disengaja ataupun secara spontan, yang dimaksudkan untuk memacu
dan mengikat perhatian peserta didik selama pelajaran berlangsung.
Tujuan utama guru mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran
untuk mengurangi kebosanan peserta didik sehingga perhatian peserta
didik terpusat pada pelajaran.
Komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi terdiri dari:
1. Variasi gaya mengajar, meliputi suara, jeda, pemusatan, gerak dan
kontak pandang.
2. Variasi pengalihan penggunaan indra. Hal ini dapat dilakukan
dengan pemanipulasian indra pendengar, penglihatan, pencium,
39
peraba, dan perasa. Komponen variasi ini erat kaitannya dengan
variasi penggunaan media atau alat bantu pembelajaran.
3. Variasi pola interaksi, mencakup pola hubungan guru dan siswa.
4. Variasi kegiatan, dapat dilakukan dengan mengganti metode
pembelajaran.

4.7 Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu format pembelajatran


yang mempunyai ciri-ciri: 1) melibatkan 3-9 orang siswa setiap
kelompoknya, 2) mempunyai tujuan yang mengikat, 3) berlangsung
dalam interaksi tatap muka yang formal, dan 4) berlangsung menurut
proses yang sistematis.

Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok


kecil terdiri dari:
1. Memusatkan perhatian siswa,
2. Memperjelas pendapat siswa,
3. Menganalisiss pandangan siswa,
4. Meningkatkan kontribusi siswa,
5. Mendistribusikan pandangan siswa,
6. Menutup diskusi.

Penerapan ketrampilan ini dalam pembelajaran perlu memperhatikan


hal-hal berikut:
1. Harus ada kesamaan latar belakang pengetahuan di antara para
anggota kelompok,

40
2. Semua anggota harus mampu mengemukakan pendapatnya secara
lisan,
3. Topik yang dibahas harus bersifat terbuka untuk menampung banyak
pendapat,
4. Diskusi berlangsung dalam suasana keterbukaan
5. Mengingat keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan
diskusi,
6. Diskusi memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang,
7. Mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menghambat jalannya
diskusi.

4.8 Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan


tingkah laku siswa yang diinginkan, mengulang atau meniadakan
tingkah laku yang tidak diinginkan, dengan hubungan-hubungan
interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta
mengembangkan dan mempermudah organisasi kelas yang efektif.
Tujuan guru mengelola kelas adalah agar semua siswa yang ada di
dalam kelas dapat belajar dengan optimal dan mengatur sarana
pembelajaran serta mengendalikan suasana belajar yang menyenangkan
untuk mencapai tujuan belajar.

Dua komponen utama dalam pengelolaan kelas adalah:


1. Keterampilan yang berhubungan dengan tindakan preventif berupa
penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:
a. Menunjukkan sikap tanggap,
41
b. Membagi perhatian secara visual dan verbal,
c. Memusatkan perhatian kelompok,
d. Petunjuk yang jelas,
e. Menegur,
f. Penguatan.

2. Keterampilan yang berkembang dengan tindakan kreatif berupa


pengembalian kondisi belajar yang optimal. Hal ini dilakukan
melalui cara-cara berikut:
a. Modifikasi tingkah laku,
b. Pengelolaan/proses kelompok,
c. Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan
masalah.

4.9 Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan


Perorangan

Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan bentuk mengajar


klasikal biasa yang memungkinkan guru dalam waktu yang sama
menghadapi beberapa kelompok kecil yang belajar secara kelompok
dan beberapa orang siswa yang belajar atau bekerja secara perorangan.
Komponen-komponen yang termasuk dalam keterampilan ini meliputi:
1. Keterampilan mengadakan pendekatan pribadi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:
a. Menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan dan
perilaku siswa,
b. Mendengarkan dengan penuh rasa simpati gagasan yang
dikemukakan siswa,
42
c. Merespon secara positif pendapat siswa,
d. Membangun hubungan berdasarkan rasa saling mempercayai,
e. Menunjukkan kesiapan untuk membantu,
f. Menunjukkan kesediaan untuk menerima perasaan siswa dengan
penuh pengertian,
g. Berusaha mengendalikan situasi agar siswa merasa aman,
terbantu, dan mampu menemukan pemecahan masalah yang
dihadapinya.

2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Hal ini


dapat dilakukan dengan cara:
a. Memberikan orientasi umum tentang tujuan, tugas, dan cara
mengerjakannya,
b. Memvariasikan kegiatan untuk mencegaaah timbulnya
kebosanan siswa dalam belajar,
c. Membentuk kelompok yang tepat,
d. Mengkoordinasikan kegiatan,
e. Membagi perhatian pada berbagai tugas dan kebutuhan siswa
f. Mengakhiri kegiatan dengan kulminasi.

3. Keterampilan membimbing dan memberi kemudahan belajar. Hal ini


dapat dilakukan melalui:
a. Memberi penguatan secara tepat
b. Melaksanakan supervisi proses awal
c. Melaksanakan supervisi proses lanjut
d. Melaksanakan supervisi pemaduan

43
4. Keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Hal ini dilakukan dengan cara:
a. Membantu siswa menetapkan tujuan belajar
b. Merancang kegiatan belajar
c. Bertindak sebagai penasihat siswa
d. Membantu siswa menilai kemajuan belajarnya sendiri

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Jelaskan keterampilan memberikan penguatan?
2. Jelaskan keterampilan mengadakan variasi?
3. Jelaskan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan?

44
BAB V
TAHAPAN MENGAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pra
instruksional.
2. Menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap
instruksional.
3. Menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap
penutup.

B. Relevansi
Salah satu kompetensi pedagogik yang mutlak harus dipahami,
dikuasai, dikembangkan, diperdalam, disiapkan, dan diterapkan dalam
proses pembelajaran di dalam kelas adalah tahapan-tahapan mengajar.
Penguasaan yang baik terhadap aspek tahapan-tahapan mengajar yaitu
tahap pra-instruksional, instruksional, dan pasca instruksional dapat
mencegah terjadinya hambatan atau kegagalan dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan oleh guru. Selain itu, pemahaman yang
mendalam mengenai hal ini juga dapat membuat proses penyampaian
materi pelajaran kepada siswa menjadi maksimal.

C. Uraian Materi
Ada tiga tahapan mengajar yang harus dilaksanakan guru ketika
mengajar di dalam kelas, yaitu tahapan pra instruksional/tahapan

45
pendahuluan, tahapan instruksional, dan tahapan penutup (tahap
penilaian dan tindak lanjut). Penjelasan pelaksanaan pembelajaran
untuk ketiga tahapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.1 Tahapan Pra Instruksional

Tahapan ini disebut juga kegiatan pendahuluan/kegiatan awal/tahap


memulai proses belajar mengajar. Tahap ini bertujuan untuk
menyiapkan mental siswa sehingga siswa dapat fokus mengikuti
keseluruhan proses pembelajaran sehingga suasana belajar menjadi
menyenangkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru pada tahapan
ini diantaranya:
1. mengucap salam, menyapa, berdo’a.
2. mengabsen siswa (bertanya siapa yang tidak hadir atau melihat
denah kelas, bertanya pada ketua kelas).
3. mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat tapi
menyeluruh.
4. mengkaitkan materi ajar yang akan dibahas dengan materi ajar
sebelumnya (melakukan apersepsi). Hal ini dapat dilakukan dengan
bertanya kepada siswa sampai dimana pembahasan pada pertemuan
sebelumnya.
5. Mengadakan kuis atau pre-test tentang pembahasan yang lalu untuk
mengetahui kemampuan dasar siswa sebelum menerima materi ajar
yang baru.
6. memberikan motivasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memancing atau
meningkatkan keingintahuan siswa terhadap materi yang akan
disampaikan.
46
7. menuliskan topik materi pelajaran.
8. menjelaskan tujuan pembelajaran.
9. menyampaikan cakupan materi (menuliskan subtopik materi ajar).

Hal yang perlu diperhatikan oleh guru saat menerapkan kegiatan-


kegiatan tersebut di atas adalah guru tidak selalu harus menerapkan
semua kegiatan dalam satu waktu pertemuan di dalam kelas. Ada
kegiatan yang sifatnya pilihan (optional) untuk dilakukan tergantung
kebutuhan, situasi, dan suasana di dalam kelas seperti mengadakan
kuis/pre-test, bertanya tentang pembahasan sebelumnya, mengulang
kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat tapi menyeluruh, dan
menghapus papan tulis.

5.2 Tahapan Instruksional

Kegiatan inti atau tahap penyampaian materi ajar merupakan proses


pembelajaran untuk mencapai kompetensi, yang dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan


dengan karakteristik mata pelajaran dan peserta didik. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan proses mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan
perkembangan sikap peserta didik pada kompetensi dasar dari

47
kompetensi inti 1 dan kompetensi inti 2 antara lain mensyukuri karunia
Allah swt, jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, menghargai
pendapat orang lain, tanggung jawab, dan lain sebagainya yang
tercantum dalam silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dalam tahap ini juga akan tergambar pendekatan, metode, dan
model pembelajaran yang digunakan selama pembelajaran.

5.3 Kegiatan Penutup

Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan tindak lanjut/kegiatan akhir.


Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik melakukan:
1. mengajukan pertanyaan kepada kelas atau siswa secara individu
mengenai semua atau sebagian pokok materi yang telah dibahas.
2. memberikan kesempatan siswa untuk bertanya terhadap hal-hal
yang masih belum dimengerti atau jelas.
3. membuat rangkuman atau simpulan pelajaran.
4. memberikan penguatan terhadap jawaban dari pertanyaan siswa
atau terhadap kesimpulan yang diberikan siswa.
5. melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
6. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran
7. melakukan penilaian hasil belajar.
8. merencanakan tindak lanjut (pembelajaran remedial, program
pengayaan, layanan konseling).
9. memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok (dalam
bentuk tugas terstruktur maupun kegiatan mandiri tugas
terstruktur).

48
10. menyampaikan rencana pembelajaran (pokok materi) yang akan
dibahas pada pertemuan berikutnya.
11. berdo’a dan diakhiri dengan salam.
Ketiga tahapan tersebut di atas merupakan satu rangkaian kegiatan yang
terpadu tidak terpisahkan dan saling mendukung satu sama lainnya.
Tahapan-tahapan ini memerlukan keterampilan profesional dari
seorang guru khususnya dalam melaksanakan strategi mengajar yang
optimal dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

D. Evaluasi
Perhatikan langkah-langkah pembelajaran berikut.
▪ siswa mendiskusikan praktek mengelompokkan asam dan basa
dengan menggunakan indikator alami, melalui bimbingan guru,
▪ menyampaikan langkah pembelajaran, dengan cara diskusi
kelompok yang didahului dengan demonstrasi oleh guru,
▪ guru memberikan soal kuis,
▪ guru memberikan motivasi,
▪ siswa dibagi atas beberapa kelompok yang dilengkapi dengan
bahan praktek,
▪ guru memberikan tugas mengelompokkan asam dan basa di rumah
masing-masing,
▪ menyampaikan tujuan tentang pengelompokkan asam dan basa
dengan menggunakan indikator alami,
▪ siswa mendengarkan guru menyampaikan apersepsi,
▪ siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok, sedangkan
kelompok lain menanggapi,

49
▪ tanya jawab tentang pengelompokkan asam dan basa dengan
menggunakan indikator alami,
▪ guru mengucapkan salam,
▪ guru dan siswa melakukan refleksi,
▪ guru mengabsen siswa,
▪ siswa bersama guru membuat rangkuman tentang asam dan basa
dengan indikator alami,
▪ guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif,
kelompok yang kreatif, dan kelompok yang disiplin,
▪ guru menyampaikan topik untuk pertemuan berikut,

Identifikasilah langkah-langkah pembelajaran di atas berdasarkan tahap


prainstruksional (kegiatan awal), instruksional (kegiatan inti), dan
evaluasi serta tindak lanjut (kegiatan akhir), lalu susun ulang langkah
pembelajaran tersebut!

50
BAB VI
PENDEKATAN PEMBELAJARAN

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada bab ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan pengertian pendekatan pembelajaran
2. menjelaskan pendekatan keterampilan proses
3. menjelaskan pendekatan SETS/SaLingTeMas
4. menjelaskan pendekatan problem solving (penyelesaian masalah)
5. menjelaskan pendekatan interaktif
6. menjelaskan pendekatan nilai
7. menjelaskan pendekatan saintifik

B. Relevansi
Inti proses pengajaran adalah kegiatan belajar siswa. Pendekatan
pembelajaran yang digunakan guru akan sangat mempengaruhi
keberhasilan proses belajar mengajar. Pemilihan pendekatan mengajar
yang tepat tergantung sepenuhnya pada guru dengan pertimbangan
kondisi dan suasana belajar mengajar serta harus berpusat pada siswa
dan bukan pada guru. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas sering
dikombinasikan beberapa pendekatan sekaligus agar pembelajaran
lebih efektif.

C. Uraian Materi

51
6.1 Definisi Pendekatan Pembelajaran

Suatu strategi pembelajaran dapat dilaksanakan dengan beberapa


pendekatan. Pendekatan dalam proses belajar mengajar diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran (Istarani, 2012). Sagala (2005:68) menyatakan bahwa,
”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh
guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu”.

Berbagai pendekatan pembelajaran telah banyak dikemukakan oleh


para ahli. International Baccalaureate, sebuah program pendidikan
yang menawarkan layanan pendidikan internasional, telah menetapkan
enam pendekatan pembelajaran (Huda, 2014). Keenam pendekatan
tersebut adalah pendekatan: operasional, kolaboratif, komunikatif,
informatif, reflektif, dan berpikir dan berbasis masalah. Di bawah ini
merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai keenam pendekatan
tersebut dan disertakan beberapa contoh model pembelajaran yang telah
diseleksi berdasarkan karakteristik-karakteristiknya yang sesuai dengan
tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai dalam setiap pendekatan.
Dalam bab ini juga akan dijabarkan beberapa pendekatan pembelajaran
lainnya di luar yang ditetapkan oleh International Baccalaureate.

6.2 Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran

Pendekatan Organisasional
Huda (2014) menyatakan bahwa tujuan pendekatan ini adalah siswa
diarahkan untuk mencapai beberapa kompetensi antara lain:

52
1. mampu mengatur waktu dengan baik,
2. mampu mengatur tugas dengan efektif,
3. mampu terlibat dalam pembelajaran,
4. mampu mendekati tugas-tugas pembelajaran,
5. mampu menyajikan hasil kerja,
6. mampu mengorganisasi materi-materi, dan
7. mampu mengorganisasi kerjanya sendiri.

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini antara


lain:
1. explicit instruction,
2. kumon,
3. quantum.
Penjelasan lebih lanjut tentang model-model ini akan dijelaskan pada
bab VIII.

Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif menurut Huda (2014) bertujuan untuk mampu
memiliki dan melakukan hal-hal antara lain:
1. menerima orang lain,
2. membantu orang lain,
3. menghargai pendapat orang lain,
4. menghadapi tantangan, dan
5. bekerja sama dalam tim.

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini antara


lain: Teams Games Tournament (TGT), Teams Assisted
Individualization (TAI), Student Team Achievement Division (STAD),
53
Numbered Head Together (NHT), jigsaw, Think Pair Share (TPS), Two
Stay Two Stray (TS-TS), role playing, pair check, dan cooperative
script. Penjelasan lebih lanjut tentang model-model ini akan dijelaskan
pada bab VIII.

Pendekatan Komunikatif
Pendekatan pembelajaran komunikatif dimaksudkan agar siswa
mampu:
1. membaca dan menulis dengan baik,
2. belajar dengan orang lain,
3. menggunakan media,
4. menerima ide, gagasan, pendapat, atau informasi dari orang lain,
5. menyampaikan ide, gagasan, pendapat, atau informasi kepada orang
lain secara jelas dan tepat,
6. menjadi pendengar yang baik, dan
7. menghargai dan menghormati orang lain.

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini antara


lain: reciprocal teaching, Think Talk Write (TTW), Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC), talking stick, snowball
throwing, student facilitator and explaining, course review horay,
demonstrasi, example non-example, picture and picture, time token,
dan take and give. Penjelasan lebih lanjut tentang beberapa model ini
akan dijelaskan pada bab VIII.

Pendekatan Informatif
Tujuan pendekatan informatif ini adalah siswa mampu untuk:
54
1. mencari dan mengakses informasi dari berbagai sumber,
2. menyeleksi informasi tersebut,
3. mengolah informasi, dan
4. membagi informasi tersebut kepada orang lain.

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini antara


lain: Survey Question Read Recited Review (SQ3R), Survey Question
Read Reflect Recited Review (SQ4R), Inside Outside Circle (IOC),
bamboo dancing (tari bambu), make a match, improve, superitem, dan
hybrid. Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa model ini akan
dijelaskan pada bab VIII.

Pendekatan Reflektif
Tujuan pendekatan reflektif ini adalah agar siswa mampu:
1. mengevaluasi kelebihan dirinya dalam belajar,
2. menyadari kekurangan dirinya dalam belajar,
3. mengetahui kesulitan-kesulitan belajarnya,
4. memperbaiki cara atau gaya belajarnya, dan
5. memecahkan permasalahan belajarnya.

Model-model pembelajaran yang termasuk dalam pendekatan ini antara


lain: self directed learning, learning cycle, learning cycle 3E, learning
cycle 4E, learning cycle 5E, learning cycle 7E, dan artikulasi.
Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa model tersebut di atas akan
dijelaskan pada bab VIII.

55
Pendekatan Berpikir dan Berbasis Masalah
Penerapan pendekatan ini bertujuan agar siswa memiliki beberapa
kompetensi antara lain: “meneliti, mengemukakan pendapat,
menerapkan pengetahuan sebelumnya, memunculkan ide-ide, membuat
keputusan-keputusan, mengorganisasi ide-ide, membuat hubungan-
hubungan, menghubungkan wilayah-wilayah interaksi, dan
mengapresiasi kebudayaan” (Huda, 2014:270).

Model-model yang termasuk dalam pendekatan ini antara lain: Problem


Based Learning (PBL), Problem Solving, Project Based Learning
(PjBL), Problem Posing Learning, Probing Prompting Learning (PPL),
Open-Ended Learning, SAVI, VAK, AIR, group investigation, Means
Ends Analysis (MEA), Creative Problem Solving (CPS), Dooble Loop
Problem (DLP), scramble, mind mapping, generative, circuit learning,
complete sentence, concept sentence, dan treffinger.

Pendekatan Problem Solving (Penyelesaian Masalah)


Pendekatan ini diawali dengan adanya masalah yang harus diselesaikan
oleh seseorang melalui eksperimen atau observasi. G.Polya dalam
Poedjiadi (2005) mengemukakan langkah-langkah penyelesaian
masalah sebagai berikut:
1. Memahami apa yang menjadi masalah dan mengetahui data apa saja
yang tersedia berkaitan dengan masalah tersebut
2. Pembuatan rencana atau proses perencanaan
3. Melaksanakan rencana yang telah tersusun

56
4. Melihat apakah hasilnya dan argumennya dapat diteliti kembali
serta apakah metodenya dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah lain.

Pendekatan Keterampilan Proses


Pendekatan keterampilan proses ini telah lama dilaksanakan di Inggris
yang disebut sebagai science a process approach (SAPA). Pendekatan
ini didefinisikan sebagai menggunakan proses-proses mental, termasuk
keterampilan psikomotor. Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik
dibiasakan untuk mencari masalah kemudian melakukan langkah-
langkah yang dilakukan ilmuwan untuk menghasilkan produk-produk
sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori (Poedjiadi, 2005).
Lebih lanjut ia menyatakan langkah-langkah kerja yang dilakukan
ilmuwan dalam menghasilkan produk sains tersebut di atas adalah:
1. menemukan masalah,
2. mencari informasil lebih lanjut tentang masalah,
3. mengemukakan hipotesis,
4. melakukan penelitian,
5. menarik kesimpulan, dan
6. mengkomunikasikan hasil penelitian.

Ketrampilan-keterampilan yang diharapkan berkembang dari peserta


didik melalui pendekatan ini antara lain mengobservasi, menghitung,
mengukur, mengkalsifikasikan, membuat hipotesis, dan lain-lain.

57
Pendekatan Science, Environment, Technology and Society (SETS)
atau Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat
(SaLingTeMas)
Pendekatan SETS diartikan sebagai proses pembelajaran yang
menghubungkan antara sains dan teknologi yang terkait dengan
kegunaannya bagi masyarakat serta dengan penyelamatan lingkungan
dari kerusakan (peduli terhadap lingkungan). Dengan kata lain, di
dalam kelas seorang guru harus mampu menunjukkan bahwa ada
hubungan antara sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan secara
utuh dan terpadu, karena ada produk teknologi yang dirakit atas dasar
konsep-konsep sains dan dibangun untuk kebutuhan masyarakat dan
demi penyelamatan lingkungan dari bencana atau kerusakan. Sebagai
contoh adalah penggunaan teknologi komputer untuk mengajarkan
berbagai konsep sains yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat
dan lingkungan.

Tujuan pendekatan ini adalah untuk:


1. meningkatkan memotivasi dan prestasi belajar di samping
memperluas wawasan peserta didik,
2. menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa maupun masalah
lingkungan sosialnya,
3. meningkatkan kreativitas,
4. meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
5. meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan,
6. meningkatkan ketanggapan siswa terhadap perkembangan teknologi
dan dapat menilai secara kritis dampak positif dan negatif kemajuan
teknologi (Poedjiadi, 2005).
58
Pendekatan Interaktif
Pendekatan ini dikemukakan oleh J. Faire dan M. Cosgrove.
Pendekatan interaktif didefinisikan sebagai pendekatan yang
menghendaki siswa membuat pertanyaan atau mencari masalah sendiri
yang berhubungan dengan topik yang diajarkan dan berusaha
menyelesaikannya sendiri.

Tujuan pendekatan ini adalah untuk memacu peserta didik


meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis mereka baik
dalam membuat pertanyaan atau mencari masalah yang berhubungan
dengan topik yang diajarkan maupun dalam upaya menyelesaikan
masalah tersebut. Peran guru dalam pendekatan ini adalah sebagai
fasilitator dan narasumber dalam diskusi kelas.

Pendekatan Nilai
Pendekatan nilai terdiri dari dua kata pendekatan dan nilai. Sebelum
membahas pengertian pendekatan nilai, kita perlu mengetahui apakah
nilai itu. Menurut Poedjiadi (2005), ada dua pandangan tentang nilai.
Pertama, nilai merupakan ukuran tertinggi dari perilaku manusia dan
dijunjung tinggi oleh sekelompok masyarakat serta digunakan sebagai
pedoman dalam sikap dan bertingkah laku. Kedua, nilai merupakan hal
yang tergantung pada penangkapan dan perasaan orang yang menjadi
subjek terhadap sesuatu atau fenomena tertentu. Dengan kata lain,
pandangan pertama tentang nilai berarti “keyakinan”, sedangkan
pandangan kedua berarti “manfaat”.

59
Pendekatan nilai didefinisikan sebagai menghubungkan berbagai aspek
nilai dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Nilai-nilai yang
dimaksud antara lain nilai: religi, estetika, sosial budaya, ekonomi,
pendidikan, kegunaan, dan susila. Nilai-nilai ini dalam diri individu
saling berpengaruh dan membentuk suatu sistem nilai yang merupakan
kesatuan utuh.

Tujuan dari pendekatan nilai ini adalah adanya perubahan atau


rekonstruksi sistem nilai yang dapat mengubah moral peserta didik atau
dengan kata lain membina watak generasi muda suatu bangsa. Moral
merupakan ajaran tentang baik atau buruknya perbuatan dan tingkah
laku seseorang. Jika dipraktekkan dalam pembelajaran maka terciptalah
generasi muda yang santun dan mampu mengekang perbuatan yang
tidak bermoral.

Contoh pendekatan nilai religi dalam pembelajaran kimia yaitu adanya


fakta bahwa dalam tubuh manusia Allah swt menciptakan jutaan reaksi
kimia yang berjalan secara simultan sementara manusia hanya dapat
mendeteksi adanya reaksi-reaksi tersebut.

Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah “pendekatan pembelajaran berbasis proses
keilmuan” (Tim Pembelajaran Mikro, 2016). Pendekatan ini
menghendaki siswa untuk terlibat dalam melakukan kegiatan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Kelima pengalaman belajar siswa sebagai ciri
pendekatan saintifik tersebut di atas dapat dijabarkan pada Tabel 6.1
berikut:
60
Tabel 6.1. Deskripsi langkah pembelajaran
Langkah Deskripsi Kegiatan Bentuk Hasil Belajar
Pembelajaran (Indikator)
Mengamati Mengamati dengan Perhatian pada waktu
(observing) indra (membaca, mengamati suatu
mendengar, menyimak, objek/membaca suatu
melihat, menonton, tulisan/mendengar
mencari informasi, dan suatu penjelasan
sebagainya) dengan
atau tanpa alat
Menanya Membuat dan Jenis, kualitas, dan
(questioning) mengajukan jumlah pertanyaan
pertanyaan, tanya yang diajukan peserta
jawab, berdiskusi didik (pertanyaan
tentang informasi yang faktual, konseptual,
belum dipahami/ingin prosedural, dan
diketahui, merumuskan hipotetik)
hipotesis
Mengumpulkan Mengeksplorasi, Jumlah dan kualitas
informasi/ mencoba, mencatat data sumber yang
mencoba hasil pengamatan, dikaji/digunakan,
(experimenting) berdiskusi, menguji, kelengkapan
mendemonstrasikan, informasi, validitas
meniru bentuk/gerak, informasi yang
melakukan eksperimen, dikumpulkan, dan
mengelompokkan, instrumen/alat yang

61
merancang percobaan, digunakan untuk
membaca sumber lain mengumpulkan data
selain buku teks,
mengumpulkan data
dari narasumber
(melalui angket,
wawancara) dan
memodifikasi/mengemb
angkan
Mengolah Mengolah informasi Mengembangkan
informasi/ yang sudah interpretasi,
menalar dikumpulkan argumentasi dan
/mengasosiasi (mengolah data hasil kesimpulan mengenai
(associating) pengamatan), keterkaitan informasi
menganalisis data (hasil dari dua
pengamatan) dalam fakta/konsep/teori,
bentuk membuat mensintesis dan
kategori, meng-asosiasi, argumentasi serta
menganalisis, menge- kesimpulan
lompokkan, keterkaitan antar
menyimpulkan, berbagai jenis fakta-
menghubungkan fakta/konsep/teori/pen
fenomena atau dapat yang berbeda
informasi yang terkait dari beberapa jenis
dalam rangka sumber

62
menemukan suatu pola,
dan menyimpulkan
Mengkomunikasi Menyajikan laporan Menyajikan hasil
kan dalam bentuk lisan, kajian (dari
(communication) bagan, diagram, mengamati sampai
gambar, grafik; menalar) dalam
menyusun laporan bentuk tulisan, grafis,
tertulis; dan menyajikan media elektronik,
laporan (meliputi: multi media, dan lain-
proses, hasil, lain
kesimpulan),
mempresentasikan
secara lisan

Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk:


1. mendorong siswa berpikir kritis, analitis, dan tepat;
2. mendorong siswa berpikir tingkat tinggi;
3. meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah;
4. mendorong siswa untuk berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pelajaran; dan
5. mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan objektif dalam
merespon materi pembelajaran.
Pendekatan lainnya yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran
yaitu pendekatan: kontekstual, induktif, deduktif, konsep, realistik,
tematik, pembelajaran terbuka, Science Technology and Society (STS)
dan lain sebagainya.

63
D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Jelaskan pendekatan keterampilan proses?
2. Jelaskan pendekatan saintifik?
3. Jelaskan pendekatan SETS?
4. Jelaskan pendekatan kolaboratif?
5. Jelaskan pendekatan komunikatif?

64
BAB VII
METODE PEMBELAJARAN

A. Capaian Pembelajaran
Tujuan penulisan bab ini adalah diharapkan mahasiswa mampu
menjelaskan dan menguasai berbagai metode pembelajaran antara lain
metode: tanya jawab, diskusi, eksperimen, discovery, team teaching,
tutor sebaya, induktif, deduktif, interaktif, active learning, active
reflective, dan mampu menerapkannya dalam kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas.

B. Relevansi
Penerapan satu metode dalam pembelajaran terkadang belum tentu
dapat menunjang keberhasilan belajar mengajar. Oleh karena itu,
adakalanya seorang guru perlu menerapkan dua metode atau lebih yang
dilakukan secara bersamaan demi mencapai tujuan yang diharapkan.
Penguasaan guru terhadap berbagai metode pembelajaran meliputi
definisi, tujuan, karakteristik, kelebihan dan kekurangannya mutlak
harus dilakukan demi terciptanya suasana atau situasi pembelajaran
yang menarik, bermakna, dan memberi pengalaman yang berkesan bagi
guru maupun siswa.

C. Uraian Materi

7.1 Definisi Metode Pembelajaran

Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.


Dengan demikian, bisa terjadi dalam satu strategi pembelajaran bisa
65
digunakan beberapa metode. Metode pembelajaran didefinisikan
sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan
tertentu (Istarani, 2012).

Tugas guru adalah memilih metode mengajar yang tepat demi


terciptanya pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan
bagi guru maupun peserta didik. Metode mengajar yang baik adalah
metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar peserta didik.
Adapun dasar-dasar pemilihan suatu metode mengajar, yaitu:
1. relevansi dengan tujuan pembelajaran,
2. relevansi dengan materi pembelajaran,
3. relevansi dengan kemampuan siswa,
4. relevansi dengan kemampuan siswa.

7.2 Berbagai Metode Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran terkadang guru dapat menggunakan dua


metode secara bersamaan. Ada beberapa metode pembelajaran inovatif
yaitu: (1) metode quantum, (2) metode partisipatori, (3) metode
kolaboratif, dan (4) metode kooperatif. Pada bab ini hanya akan dibahas
metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif
didefinisikan sebagai suatu kegiatan pembelajaran dimana siswa
belajar, berdiskusi, berdebat, bertukar informasi, dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara bersama yang anggotanya 4-6 orang,
dengan struktur kelompok heterogen” (Slavin dalam Suyatno, 2009).
Kelompok yang heterogen dapat dibentuk dengan memperhatikan
aspek gender, latar belakang sosio-ekonomi dan budaya serta
kemampuan akademik peserta didik.
66
Menurut Suyatno (2009) dan Sanjaya (2007) metode kooperatif
memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut:
1. Mengurangi ketergantungan siswa kepada guru,
2. Mendorong siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan secara
verbal,
3. Membantu siswa untuk belajar bertanggung jawab dan menerima
perbedaan,
4. Membantu siswa meningkatkan prestasi akademiknya,
5. Meningkatkan kemampuan sosial siswa,
6. Meningkatkan hubungan interpersonal yang positif,
7. Mengembangkan keterampilan mengatur waktu,
8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya serta menerima umpan balik,
9. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah,
10. Meningkatkan rangsangan berpikir siswa.

Disamping keunggulan, metode kooperatif juga memiliki keterbatasan


(Sanjaya, 2007), diantaranya:
1. Membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok,
2. Membutuhkan peer teaching yang efektif,
3. Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok,
4. Sulitnya membangun kesadaran belajar bekerja sama dan
membangun kepercayaan diri siswa.
Metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam
mengajar sangat banyak jumlahnya yaitu sekitar 90 jenis metode

67
sementara 50 diantaranya merupakan metode pembelajaran kooperatif.
Penjelasan berbagai contoh metode pembelajaran dapat dilihat di
bawah ini:

1. Metode Tanya Jawab


Definisi Metode Tanya Jawab
Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode tanya jawab adalah cara
penyajian pelajaran dalam bentuk guru bertanya siswa menjawab, atau
siswa bertanya guru menjawab. Hal ini berarti terdapat komunikasi
langsung dua arah antara guru dan siswa.

Tujuan Metode Tanya Jawab


Menurut Roestiyah (2001), tujuan penggunaan metode tanya jawab
dalam proses belajar mengajar adalah untuk:
a. membantu siswa dalam menyimpulkan pelajaran,
b. menumbuhkan perhatian siswa pada pelajaran,
c. mengembangkan kemampuan siswa untuk menggunakan
pengetahuan dan pengalamannya,
d. merangsang siswa berpikir,
e. mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran,
f. membantu guru dalam meneliti daya tangkap siswa dalam
memahami pelajaran,
g. membantu guru dalam menganalisis apakah siswa mendengarkan
dengan baik pelajaran yang sedang atau telah diberikan,

68
Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab
Kelebihan metode ini menurut Djamarah dan Zain (2006) adalah:
a. menghidupkan kelas,
b. siswa tidak hanya mendengarkan ceramah saja,
c. meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa,
d. merangsang dan melatih daya berpikir siswa,
e. mengurangi tingkat kepasifan siswa,
f. meningkatkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab
dan mengemukakan pendapat.

Namun metode ini juga ada kekurangannya (Roestiyah, 2001)


diantaranya adalah:
a. jawaban siswa belum tentu benar bahkan mungkin menyimpang dari
persoalannya,
b. memerlukan waktu lebih lama untuk memperoleh jawaban yang
benar, terutama apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan
sampai dua atau tiga orang,
c. bila guru tidak mampu menciptakan suasana yang akrab dan tidak
tegang maka kemungkinan siswa merasa takut bertanya atau
menjawab,
d. sulit membuat pertanyaan sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah
dipahami siswa,
e. terkadang tidak cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada
setiap siswa.

69
2. Metode Diskusi
Definisi Metode Diskusi
Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode diskusi adalah cara
penyajian pelajaran dimana dua atau lebih siswa dihadapkan kepada
suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang
bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Melalui
metode ini masing-masing siswa saling tukar menukar pengalaman,
pendapat, ide, gagasan, dan informasi serta saling mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapat mereka.

Tujuan Metode Diskusi


Menurut Sanjaya (2007) tujuan utama metode diskusi adalah untuk:
a. melatih siswa memecahkan suatu permasalahan,
b. melatih siswa untuk mengemukakan pendapat secara lisan,
c. melatih siswa menghargai pendapat orang lain,
d. menjawab pertanyaan,
e. memperluas wawasan atau pengetahuan siswa,
f. melatih siswa terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam
memecahkan suatu masalah,
g. menentukan keputusan secara bersama-sama,
h. memotivasi dan memberi stimulus kepada siswa untuk berpikir
logis.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi


Ada beberapa kelebihan metode diskusi (Sanjaya, 2007) yaitu:
a. merangsang siswa untuk lebih kreatif,

70
b. melatih siswa bertukar pikiran,
c. melatih siswa untuk mengemukakan pendapat secara lisan,
d. melatih siswa menghargai pendapat orang lain,
e. memperluas wawasan atau pengetahuan siswa,
f. melatih siswa terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam
memecahkan suatu masalah.

Selain kelebihan, metode diskusi juga memiliki beberapa kelemahan


(Sanjaya, 2007), diantaranya:
a. kemungkinan adanya siswa yang lebih mendominasi pembicaraan,
b. kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga
kesimpulan menjadi kabur,
c. memerlukan waktu yang cukup panjang padahal waktu
pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas,
d. terkadang terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang
tidak terkontrol yang dapat mengganggu suasana pembelajaran
(misalnya ada siswa yang merasa tersinggung).

3. Metode Eksperimen
Definisi Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran,
dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari (Istarani, 2014).
Melakukan percobaan di sini dalam artian siswa mengamati suatu
objek, menganalisis, membuktikan, menulis hasil percobaan, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan mengenai
suatu objek, keadaan, atau proses tertentu.
71
Menurut Poedjiadi (2005), kegiatan eksperimen yang dilakukan di
laboratorium dapat dikerjakan sebelum teori diterima (kegiatan
laboratorium penemuan) atau setelah teori diketahui lebih dahulu
(kegiatan laboratorium verifikasi atau bersifat menguji teori yang telah
dibahas).

Tujuan Metode Eksperimen


Tujuan metode ini (Istarani, 2014) adalah:
a. siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban
atas persoalan yang dihadapinya,
b. siswa terlatih berpikir yang ilmiah,
c. siswa menemukan bukti kebenaran dari teori yang sedang
dipelajarinya.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen


Kelebihan metode ini menurut Roestiyah (2001) adalah:
a. melatih siswa berpikir ilmiah,
b. membuat siswa aktif belajar dan berbuat sendiri,
c. membuat siswa menemukan pengalaman praktis serta keterampilan
dalam menggunakan alat-alat percobaan,
d. menambah pengetahuan (wawasan) siswa,
e. membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaannya.

Kelemahan metode ini menurut Roestiyah (2001) adalah:


a. lebih sesuai diterapkan dalam bidang sains dan teknologi,
72
b. memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu
mudah diperoleh dan mahal,
c. menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan,
d. tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

1. Metode Discovery (Penemuan)


Definisi Metode Discovery atau Inquiry (Penemuan, penyelidikan,
penelitian)
Metode discovery disebut juga metode inquiry atau ada ahli yang
menyebutnya sebagai metode discovery-inquiry. Metode ini
didefinisikan sebagai cara penyajian pelajaran, dimana siswa dibiarkan
menemukan atau mengalami proses mental secara individual, guru
hanya membimbing dan memberikan instruksi. Yang dimaksud dengan
proses mental tersebut adalah proses mengamati, mencerna,
menggolongkan, membuat hipotesis, mengukur, membuat kesimpulan,
dan lain sebagainya. Poedjiadi (2005) mendefinisikan metode inquiry
sebagai cara penyajian bahan ajar yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu maslah yang dipertanyakan.

Pendekatan pembelajaran yang cocok diterapkan dengan metode ini


adalah pendekatan pemecahan masalah. Dalam penerapan metode ini
guru berfungsi sebagai supervisor, fasilitator, mediator, dan
komentator.

Tujuan Metode Discovery atau Inquiry (Penemuan)


Adapun tujuan metode discovery atau Inquiry adalah untuk:
73
a. menumbuhkan kebiasaan siswa untuk selalu ingin menyelidiki atau
meneliti,
b. meningkatkan aktifitas siswa,
c. meningkatkan kemampuan siswa berpikir tingkat tinggi atau kritis,
d. menumbuhkan motivasi siswa,
e. meningkatkan pengetahuan dan kecakapan siswa,
f. meningkatkan kreatifitas siswa dalam mengambil keputusan untuk
menyelesaikan masalah.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Discovery atau Inquiry


(Penemuan)
Metode discovery atau inquiry memiliki kelebihan (Roestiyah, 2001)
diantaranya:
a. membangkitkan gairah belajar siswa,
b. mengembangkan kreatifitas siswa,
c. meningkatkan motivasi belajar siswa,
d. menambah kepercayaan diri siswa,
e. mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa
secara seimbang,
f. memberikan ruang bagi siswa untuk belajar sesuai gaya belajar
mereka,
g. menumbuhkan perilaku positif siswa,
h. menambah pengalaman siswa,
i. melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-
rata.

74
Kelemahan-kelemahan metode discovery atau inquiry menurut
Roestiyah (2001) antara lain:
a. menuntut kesiapan dan kematangan mental siswa,
b. kurang cocok diterapkan untuk kelas yang terlalu besar,
c. cenderung kurang memperhatikan perkembangan atau pembentukan
sikap dan keterampilan siswa,
d. kurang memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif,
e. sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa,
f. terkadang memerlukan waktu yang panjang dalam
mengimplementasikannya.

2. Metode Team Teaching


Definisi Metode Team Teaching
Metode team teaching adalah cara penyampaian materi ajar kepada
siswa dengan melibatkan beberapa orang guru di dalam maupun di luar
kelas sekaligus. Hal ini berarti guru yang menjadi tim ikut
bertanggungjawab baik dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun
evaluasi pembelajarannya. Dalam pelaksanaannya terjadi sistem beregu
dalam mengajarkan materi pelajaran yang tidak dapat ditangani oleh
seorang guru di kelas.

Tujuan Metode Team Teaching


Metode ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. memperlancar terjadinya interaksi belajar mengajar secara kualitatif
dan kuantitatif,
b. meringankan tugas dan tanggung jawab guru,

75
c. saling membantu antar guru dalam mencapai tujuan pengajaran,
d. meningkatkan kerja sama anatar guru,
e. saling mengisi kekurangan antara guru yang satu dengan guru yang
lainnya,
f. saling memikirkan bersama pengembangan suatu mata pelajaran,
g. guru dapat meminta bantuan seorang ahli sebagai tim seregu dalam
mengajar.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Team Teaching


Menurut Istarani (2014) metode ini memiliki kelebihan diantaranya:
a. memperlanjar jalannya interaksi belajar mengajar,
b. memperluas dan memperdalam pengetahuan siswa,
c. memperingan tugas guru,
d. tugas dan tanggung jawab dalam mencapai keberhasilan belajar
mengajar ditanggung oleh tim secara bersama-sama.

Namun metode ini tidak terlepas juga dari kekurangannya (Istarani,


2014), diantaranya:
a. merugikan masing-masing anggota tim bila tidak dapat bekerja sama
dengan baik,
b. tidak ada pemimpin yang mengkoordinasikan tugas dan tanggung
jawab,
c. tidak sesuai dengan keahliannya dalam tim,
d. kurang jelasnya aturan kerja masing-masing tim.

76
3. Metode Tutor Sebaya
Definisi Metode Tutor Sebaya
Metode tutor sebaya adalah cara penyajian bahan ajar dengan
memanfaatkan siswa yang telah mampu menguasai materi untuk
mengajarkan siswa lainnya yang belum menguasai materi ajar. Hal ini
berarti proses pembelajaran berlangsung dari siswa, oleh siswa dan
untuk siswa. Sementara peran guru di sini hanya sebagai pemantau dan
fasilitator.

Tujuan Metode Tutor Sebaya


Metode ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mendorong siswa yang pintar untuk mengajarkan temanya yang
memiliki kelemahan dalam menguasai materi ajar,
b. membantu guru dalam mencapai keberhasilan belajar mengajar,
c. program pengayaan bagi siswa yang pintar,
d. mengurangi kesulitan-kesulitan belajar siswa,
e. meningkatkan perilaku dan sikap positif siswa seperti tolong
menolong, kepedulian, menghargai, menghormati atau toleransi, dan
kerja sama.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Tutor Sebaya


Adapun kelebihan metode ini menurut Istarani (2014) adalah:
a. memotivasi siswa menjadi tutor sebaya,
b. mempermudah guru dalam mengajar,
c. melatih siswa menjadi seorang guru,

77
d. mendorong siswa untuk tidak segan bertanya sebab dibimbing oleh
temannya sendiri,
e. proses pembelajaran lebih akrab karena dilakukan oleh siswa itu
sendiri.

Istarani (2014) mengemukakan kelemahan metode ini adalah:


a. terkadang ada tutor sebaya yang meremehkan temannya,
b. ada kalanya siswa sulit menerima penjelasan materi dari tutor
sebaya,
c. kemampuan tutor sebaya terbatas sehingga agak sulit dalam
mengembangkan materi yang diajarkan.

4. Metode Induktif
Definisi Metode Induktif
Metode induktif pertama kali dikemukakan oleh filosof Inggris yang
bernama Prancis Bacon. Metode ini diartikan sebagai cara penyajian
materi ajar melalui proses berpikir yang berlangsung dari khusus ke
umum. Jadi, metode induktif dimulai dengan pemberian berbagai
kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau
prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk mensintesiskan,
menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut.

Tujuan Metode Induktif


Penerapan metode ini bertujuan untuk:
a. mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,
b. mengembangkan kreatifitas siswa,
c. melatih siswa untuk berpikir dari yang khusus ke yang umum.
78
Kelebihan dan Kekurangan Metode Induktif
Kelebihan dari metode pembelajaran induktif ini menurut Istarani dan
Ridwan (2014) adalah:
a. mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,
b. mengembangkan kreatifitas siswa,
c. melatih siswa untuk menemukan atau menyimpulkan prinsip dasar
dari pelajaran,
d. melatih siswa untuk tidak mempercayai sesuatu tanpa diteliti secara
rasional.

Kekurangan dari metode pembelajaran ini (Istarani dan Ridwan, 2014)


adalah:
a. tidak mudah memilih konsep, prinsip, atau aturan yang akan
disajikan dengan pendekatan induktif,
b. tidak mudah menemukan guru yang memiliki keterampilan
mengajukan dan mengulang pertanyaan serta sabar dalam mengajar,
c. tidak mudah menyajikan contoh khusus suatu konsep, prinsip, atau
aturan.

5. Metode Deduktif
Definisi Metode Deduktif
Metode ini diartikan sebagai cara penyajian isi pelajaran melalui proses
berpikir yang bermula dengan menyajikan aturan atau prinsip umum
yang diikuti dengan contoh khusus (contoh penerapannya dalam situasi
tertentu). Hal ini berarti metode deduktif menjelaskan materi ajar yang
bersifat teoritis ke bentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang
bersifat umum ke yang bersifat khusus (Komara, 2014).
79
Tujuan Metode Deduktif
Penerapan metode ini bertujuan untuk:
a. mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,
b. mengembangkan kreatifitas siswa,
c. melatih siswa untuk berpikir dari yang umum ke yang khusus.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Deduktif


Kelebihan metode deduktif ini antara lain:
a. melatih siswa untuk menganalisis permasalahan dengan teliti,
b. mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa,
c. meningkatkan kreativitas siswa,
d. melatih siswa untuk menemukan atau menyimpulkan prinsip dasar
dari pelajaran,
e. melatih siswa untuk tidak mempercayai sesuatu tanpa diteliti secara
rasional.

Adapun kekurangan dari metode ini adalah:


a. tidak mudah memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan
dengan pendekatan deduktif,
b. tidak mudah menemukan guru yang memiliki keterampilan
mengajukan dan mengulang pertanyaan serta sabar dalam mengajar,
c. tidak mudah menyajikan contoh khusus suatu konsep, prinsip, atau
aturan.

80
6. Metode Interaktif
Definisi Metode Interaktif
Metode interaktif adalah suatu cara penyajian materi ajar dimana guru
berperan dalam menciptakan interaksi aktif antara guru dengan siswa,
siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa serta dengan sumber
pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan belajar. Balen dalam
Komara (2014) menyatakan bahwa ada tiga keterampilan penting yang
harus dimiliki siswa yaitu keterampilan berpikir, keterampilan sosial,
dan keterampilan praktis. Ketiga keterampilan tersebut dapat
dikembangkan dalam situasi belajar mengajar yang interaktif atau yang
melibatkan komunikasi multi-arah.

Tujuan Metode Interaktif


Adapun tujuan dari metode interaktif adalah untuk:
a. membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar siswa,
b. melatih siswa untuk mengemukakan pendapat,
c. melatih siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya,
d. mengembangkan keterampilan berpikir, sosial, dan praktis siswa,
e. mengembangkan kemampuan guru dalam teknik bertanya efektif
dan melakukan dialog kreatif,
f. meningkatkan interaksi dan aktivitas fisik maupun mental siswa.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Interaktif


Kelebihan metode interaktif ini adalah:
a. dapat membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar siswa,
b. dapat merangsang keingintahuan siswa untuk belajar lebih lanjut,

81
c. dapat melatih siswa untuk mengemukakan pendapat,
d. dapat mengembangkan keterampilan berpikir, sosial, dan praktis
siswa,
e. dapat melatih siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya.

Adapun kelemahan metode interaktif ini adalah:


a. terkadang interaksi hanya berlangsung antar siswa yang memiliki
kemampuan bicara saja,
b. terkadang adakalanya guru menanggalkan perannya sebagai
pengatur interaksi itu sendiri,
c. tidak mudah membuat pertanyaan yang mendorong terjadinya
interaksi positif,
d. terkadang adakalanya seorang siswa menyampaikan pendapatnya
tetapi siswa lainnya tidak paham dengan apa yang disampaikannya
itu.

7. Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)


Definisi Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)
Metode active learning diartikan sebagai cara penyampaian materi
pelajaran dengan mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam
semua proses pembelajaran. Keaktifan yang dimaksud dalam
pengertian ini adalah keaktifan siswa dalam berbagai bentuk
diantaranya keterlibatan mental, intelektual, fisik, emosional,
perbuatan, sikap, dan pengalaman langsung. Suyatno (2009)
mengatakan pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu
pembelajaran mandiri dan pembelajaran aktif. Pembelajaran mandiri
merujuk pada keterlibatan siswa pada pembuatan keputusan tentang
82
proses pembelajaran yang akan dilakukan, sementara pembelajaran
aktif merujuk pada situasi dimana siswa ditantang untuk mencari
pengetahuan secara aktif dengan menggunakan kemampuan mentalnya
saat melakukan pembelajaran.

Metode pembelajaran aktif didasarkan oleh asumsi bahwa setiap orang


belajar dengan cara yang berbeda. Silberman dalam Hamdani (2010)
mengatakan metode active learning merupakan cara pandang yang
menganggap belajar sebagai proses rekonstruksi pengetahuan dan
menganggap mengajar sebagai kegiatan yang mengembangkan inisiatif
dan kemauan belajar siswa selama hidupnya. Rosada (2007)
mengemukakan bahwa active learning adalah belajar yang
memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses informasi dari
berbagai sumber seperti buku teks, perpustakaan, internet, atau sumber
belajar lainnya dengan tujuan untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan serta untuk melatih kemampuan analitis dan sintesis
siswa.

Peran guru dalam menerapkan metode ini adalah sebagai fasilitator,


mediator, pembimbing dan pengarah siswa. Hal ini berarti bahwa guru
harus mampu untuk:
a. menjelaskan tugas apa yang harus dilakukan siswa,
b. apa tujuan tugas tersebut,
c. kemana harus mencari informasi, Dan
d. bagaimana cara mengolah informasi tersebut.
Dengan kata lain, proses pembelajaran active learning menuntut
keaktifan serta partisipasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu

83
mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien. Jadi, peran siswa
di sini adalah sebagai “gurunya sendiri”.

Tujuan Metode Active Learning (Pembelajaran Aktif)


Tujuan pembelajaran dengan metode ini adalah untuk:
a. menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan,
b. memaksimalkan hasil belajar siswa,
c. mengurangi porsi guru untuk ceramah,
d. mengaktifkan siswa dalam semua proses pembelajaran,
e. melatih siswa untuk mandiri,
f. melatih kemampuan analitis dan sintesis siswa,
g. mengubah tingkah laku siswa.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Active Learning (Pembelajaran


Aktif)
Kelebihan metode active learning menurut Hamdani (2010),
diantaranya:
a. meningkatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan
informasi sendiri,
b. membuat siswa tidak mudah melupakan informasi atau pengetahuan
yang baru saja diterimanya,
c. membuat otak bekerja lebih baik dalam menyimpan informasi atau
pengetahuan,
d. meningkatkan perilaku atau sikap positif siswa,
e. meningkatkan aktivitas siswa,
f. mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa.

84
Adapun yang menjadi kelemahan metode ini adalah:
a. tidak mudah mengakomodir semua keinginan siswa tentang proses
pembelajaran yang mereka harapkan berlangsung,
b. menghendaki inovasi guru,
c. menuntut keaktifan guru,
d. menghendaki kreasi guru secara terus menerus/berkesinambungan.

8. Metode Aktif-Reflektif
Definisi Metode Aktif-Reflektif
Metode aktif-reflektif didefinisikan sebagai cara penyampaian materi
ajar dengan mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam proses
pembelajaran baik fisik maupun mental dan kemudian meminta siswa
untuk reflektif atau melakukan analisa atas pengetahuan dan
pengalaman belajar yang dimiliki dan dialaminya.

Tujuan Metode Aktif-Reflektif


Tujuan penggunaan metode aktif-reflektif ini adalah untuk:
a. menciptakan suasana pembelajaran yang lebih bermakna dan
menyenangkan,
b. merangsang siswa berpikir kreatif,
c. mendorong kemandirian belajar siswa,
d. mengembangkan kepribadian siswa yang dewasa,
e. membantu siswa mengenal kelebihan dan kelemahan dirinya dalam
belajar.

85
Kelebihan dan Kekurangan Metode Aktif-Reflektif
Kelebihan metode aktif-reflektif ini adalah:
a. siswa memiliki kemampuan merefleksikan pengalaman belajarnya
dan membagikan pengalamannya tersebut kepada orang lain,
b. mendorong kemandirian siswa,
c. melibatkan siswa dalam proses transformasi dirinya,
d. melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran,
e. merangsang siswa berpikir kreatif,
f. menghargai keunikan dan kemampuan individu dalam proses
pembelajaran.

Sebagai kelemahan dari metode ini, yaitu:


a. ketika siswa tidak mampu merefleksikan pengetahuan dan
pengalamannya, maka proses pembelajaran di kelas dapat
terhambat,
b. adanya siswa yang tidak menghargai sifat kawannya,
c. menuntut guru mampu merefleksikan pengalamannya di dalam
kelas.

D. Evaluasi
Jelaskan definisi, tujuan, kelebihan dan kekurangan dari metode
pembelajaran berikut!
a. Eksperimen
b. Discovery atau inquiry
c. Tutor sebaya
d. Interaktif
e. Active learning
86
BAB VIII
MODEL PEMBELAJARAN

A. Capaian Pembelajaran
Tujuan penulisan bab ini adalah diharapkan mahasiswa mampu
menjelaskan dan menguasai berbagai model pembelajaran dan mampu
menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

B. Relevansi
Penerapan sebuah model dalam pembelajaran terkadang belum tentu
dapat menunjang keberhasilan belajar mengajar. Oleh karena itu,
adakalanya seorang guru perlu menerapkan dua model yang dilakukan
secara bersamaan atau bergantian demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Penguasaan guru terhadap berbagai model pembelajaran
meliputi definisi, tujuan, langkah-langkah, kelebihan dan
kekurangannya mutlak harus dilakukan demi terciptanya suasana atau
situasi pembelajaran yang menarik, bermakna, dan memberi
pengalaman yang berkesan bagi guru maupun siswa.

Guru dituntut untuk dapat memilih model pembelajaran tertentu yang


sesuai untuk tiap topik yang akan diajarkannya serta tujuan yang ingin
dicapai. Hal ini penting karena karakteristik tiap topik itu berbeda-beda
sehingga topik tersebut dapat dibahas menggunakan model
pembelajaran yang berbeda-beda pula. Perlu disadari bahwa tidak ada
satupun model pembelajaran yang baik atau tepat untuk setiap topik,
akan tetapi setiap topik dapat diajarkan dengan model tertentu yang
belum tentu model tersebut sesuai untuk topik lainnya.
87
C. Uraian Materi
8.1 Definisi Model Pembelajaran

Menurut Poedjiadi (2005:119), model pembelajaran merupakan


“Rencana, pola atau pengaturan kegiatan guru dan peserta didik yang
menunjukkan adanya interaksi antara unsur-unsur yang terkait dalam
pembelajaran yakni guru, peserta didik, dan media termasuk bahan ajar
atau materi subyeknya”.

Berikut ini akan diuraikan tentang berbagai jenis model pembelajaran


yang dapat diterapkan oleh guru ketika mengajar berdasarkan kategori
pendekatan pembelajaran yang sesuai.

8.2 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan


Organisasional

1. Model Pembelajaran Explicit Instruction


Definisi
Model pembelajaran explicit instruction dikenal juga sebagai model
pengajaran langsung. Model ini didefinisikan sebagai “cara belajar
peserta didik tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah”
(Istarani, 2012:99). Huda (2014) menyatakan bahwa model ini dapat
digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan
langsung oleh guru kepada siswa.

88
Tujuan
Tujuan diaplikasikannya model pembelajaran explicit instruction
adalah:
a. Untuk mengembangkan pengetahuan prosedural siswa,
b. Untuk mengembangkan pengetahuan deklaratif siswa,
c. Untuk membuat penyajian materi lebih ringkas,
d. Untuk memudahkan siswa memahami materi ajar,
e. Untuk melatih kemampuan siswa berfikir secara sistematis.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Explicit Instruction adalah


sebagai berikut:
a. Orientasi, yaitu guru menjelaskan tujuan dan pentingnya
pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk belajar.
b. Presentasi, yaitu guru menyajikan materi pelajaran tahap demi tahap.
c. Latihan terstruktur, yaitu guru merencanakan dan memberi
bimbingan awal kepada siswa.
d. Latihan terbimbing, yaitu guru memeriksa tugas siswa, menganalisis
hasil tugas tersebut, dan memberikan umpan balik.
e. Latihan mandiri, yaitu guru merencanakan tugas lebih lanjut atau
kompleks bagi siswa.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Explicit Instruction


Beberapa kelebihan model ini menurut Huda (2014) antara lain:
a. Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang
diterima oleh siswa,
b. Sesuai untuk diterapkan dalam kelas yang besar maupun kecil,

89
c. Sarana efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan
faktual yang terstruktur,
d. Sarana efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan kepada
siswa yang berkemampuan rendah,
e. Dapat menyampaikan banyak informasi dalam waktu yang singkat.

Adapun yang menjadi kelemahan model ini yaitu:


a. Guru sulit membuat ringkasan materi yang bisa mewakili
keseluruhan materi,
b. Bila bahan bacaan kurang tersedia maka guru akan mengalami
kesulitan dalam membuat rangkuman materi yang dapat mewakili
keseluruhan materi ajar,
c. Terlalu bergantung kepada kemampuan siswa menyerap informasi,
d. Adanya kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, gaya belajar, ketertarikan siswa,
dan lain-lain,
e. Terkadang siswa sulit untuk mengembangkan keterampilan sosial
dan interpersonal yang baik,
f. Sangat bergantung pada penilaian dan antusiasme guru di dalam
kelas,
g. Tingkat kendali guru masih relatif tinggi.

2. Model Pembelajaran Kumon


Definisi
Pada awalnya, Kumon merupakan salah satu korporasi pendidikan yang
digagas oleh Toru Kumon dari Jepang, pada tahun 1958. Kumon lalu
diadopsi sebagai model pengajaran matematika. Model kumon
90
merupakan model belajar perseorangan atau mandiri. Level awal untuk
setiap siswa kumon ditentukan secara perseorangan. Siswa diberi tugas
mulai dari level yang mudah sampai yang sulit dengan disertai lembar
kerja yang telah didesain sedemikian rupa untuk tiap level sehingga
siswa dapat memahami bagaimana cara menyelesaikan soal-soal.

Tujuan
Model pembelajaran ini bertujuan untuk:
a. membangun kepercayaan diri siswa,
b. memperdalam pemahaman siswa,
c. mengembangkan kebiasaan belajar yang baik,
d. memberi kegembiraan dan kepuasan bagi siswa,
e. mendorong siswa belajar mandiri dari level yang siswa dengan
mudah tanpa kesalahan mengerjakannya,
f. meningkatkan kemampuan setiap siswa,
g. mendorong siswa untuk maju dengan kemampuannya sendiri,
h. memaksimalkan potensi siswa.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kumon


a. tes penempatan. Hasil tes ini akan dianalisis untuk menentukan level
awal siswa,
b. menghadiri kelas. Siswa dianjurkan datang ke kelas dua kali
seminggu. Siswa didorong untuk belajar mandiri. Hal ini
dikarenakan tidak ada pengajaran khusus yang diberikan di kelas,

91
c. mendukung belajar mandiri. Tugas guru mengamati siswa dengan
cermat dan memastikan siswa belajar pada tingkatan yang tepat
untuknya,
d. bekerja mandiri. Setelah menyelesaikan tugas, siswa menyerahkan
lembar kerja untuk dinilai dan dikembalikan kepada siswa. Jika ada
kesalahan, siswa harus membetulkannya sendiri,
e. pekerjaan rumah. Di akhir kelas, guru memberikan lembar kerja
sebagai pekerjaan rumah untuk dikumpul, dinilai, dan dikembalikan
untuk diperbaiki pada pertemuan berikutnya.

3. Model Pembelajaran Quantum Learning


Definisi
Model pembelajaran quantum learning merupakan model pembelajaran
yang membiasakan belajar menyenangkan. Model ini pertama kali
digunakan di Supercamp (DePotter, 2009). Supercamp menggunakan
pola pembelajaran yang menggabungkan rasa percaya diri,
keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam
lingkungan yang menyenangkan.

Tujuan
Penerapan model quantum learning bertujuan untuk:
a. meningkatkan minat belajar siswa,
b. meningkatkan hasil belajar siswa,
c. menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik,
d. mencegah kebosanan dalam diri siswa,
e. membuat siswa merasa lebih dihargai,
f. meningkatkan daya ingat siswa.
92
Langkah-langkah
Langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam model pembelajaran ini
adalah sebagai berikut:
a. kekuatan motivasi. Guru memberikan motivasi agar siswa dapat
mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman (proses
belajarnya),
b. Penataan lingkungan belajar yang aman dan nyaman,
c. Memupuk sikap juara, dengan memberi pujian atau hadiah pada
siswa yang telah berhasil dalam belajarnya,
d. Membebaskan gaya belajar siswa,
e. Membiasakan mencatat,
f. Membiasakan membaca,
g. Menjadikan anak lebih kreatif,
h. Melatih kekuatan memori.

Kekuatan dan Kelemahan


Kekuatan model ini adalah:
a. mampu meningkatkan potensi akademis atau prestasi belajar siswa,
b. meningkatkan potensi kreatif siswa,
c. meningkatkan minat belajar siswa,
d. menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik,
e. mencegah kebosanan dalam diri siswa,
f. membuat siswa merasa lebih dihargai,
g. meningkatkan daya ingat siswa.

Sebagai kelemahan dari model pembelajaran quantum learning


menurut Huda (2014) adalah:
93
a. menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus,
b. memerlukan proses perencanaan dan persiapan yang matang,
c. tidak semua kelas memiliki sumber, alat, dan fasilitas belajar yang
dipersyaratkan,
d. menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak.

8.3 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan


Kolaboratif

1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)


Definisi
Model ini dikembangkan oleh David de Vries dan Keath Edward (1995)
untuk membantu siswa mengulang dan menguasai materi pelajaran
melalui game akademik. Nilai yang siswa peroleh dari game merupakan
skor kelompok.

Tujuan Model Pembelajaran TGT


Tujuan penerapan model pembelajaran TGT adalah:
a. meningkatkan keterampilan-keterampilan dasar siswa,
b. meningkatkan interaksi positif antarsiswa,
c. meningkatkan harga diri siswa,
d. menumbuhkan sikap [enerimaan pada siswa-siswa lain yang
berbeda.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran TGT menurut Istarani
(2012:238) adalah:
94
a. guru menyiapkan kartu soal, lembar kerja siswa, alat dan bahan.
b. siswa dibagi atas beberapa kelompok yang beranggotakan lima
orang.
c. guru mengarahkan aturan permainan dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
1) siswa ditempatkan pada kelompok heterogen beranggotakan
empat orang,
2) guru menyiapkan pelajaran,
3) kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut,
4) guru memberikan kuis.
d. dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok
penentang I, kelompok penentang II, dan seterusnya sejumlah
kelompok yang ada.
e. Kelompok pembaca bertugas:
1) mengambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar
permainan,
2) membaca pertanyaan keras-keras,
3) memberi jawaban.
f. Kelompok penantang I bertugas: menyetujui pembaca atau memberi
jawaban yang berbeda. Sedangkan penantang II bertugas:
1) menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda, dan
2) mengecek lembar jawaban.
Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran.
g. Sistem perhitungan poin turnamen adalah skor siswa dibandingkan
dengan rerata skor yang lalu mereka sendiri, dan poin diberikan

95
berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui
prestasi yang ia lalui sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlah
untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu
dapat diberi sertifikat atau ganjaran yang lain.

Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT


Menurut Istarani (2012) model ini memiliki keunggulan diantaranya:
a. Membuat pembelajaran menjadi lebih menarik,
b. Membuat belajar menjadi lebih atraktif,
c. Membuat belajar menjadi aktivitas yang lebih menantang bagi
siswa,
d. Menunjukkan prestasi siswa,
e. Memacu aktivitas belajar siswa agar lebih aktif,
f. Meningkatkan sikap kerjasama siswa,
g. Mengembangkan persaingan yang sehat dalam proses belajar
mengajar.

Sedangkan yang menjadi kekurangan dari model pembelajaran TGT


adalah:
a. Memakan waktu yang cukup lama,
b. Harus dilakukan secara berkesinambungan,
c. Materi kurang tertanam baik di dalam kepala siswa untuk dihapal
atau diingat kembali,
d. Dapat membuat suasana kelas menjadi gaduh jika guru kurang
mampu mengelola kelas dengan baik,
e. Dalam menilai atau menghitung hasil belajar siswa pada saat
turnamen guru harus benar-benar melakukan pengawasan dan
96
pengamatan dengan teliti dan cermat sehingga tidak merugikan
siswa.

2. Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)


Definisi
Menurut Slavin (1984), TAI merupakan sebuah program pedagogik
yang mengadaptasikan pembelajaran dengan perbedaan individual
siswa secara akademik.

Tujuan
Model pembelajaran TAI bertujuan untuk meminimalisasi pengajaran
individual dan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, serta
motivasi siswa dengan belajar kelompok.

Langkah-langkah
Langkah-langkah pembelajaran TAI mencakup:
a. siswa dibagi ke dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4-5
orang,
b. siswa mengerjakan pre-test,
c. siswa mempelajari materi pelajaran yang akan didiskusikan,
d. siswa berdiskusi dalam kelompok,
e. guru memberi skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberi
penghargaan kepada kelompok yang memenuhi kriteria “tim super”,
f. guru memberi pengajaran kepada setiap kelompok tentang materi
yang sudah didiskusikan,
g. siswa mengerjakan post-test.

97
Keunggulan dan Kekurangan model TAI
Kelebihan model pembelajaran TAI di antaranya:
a. meminimalisasi keterlibatan guru dalam,
b. melibatkan guru untuk mengajar kelompok-kelompok kecil yang
heterogen,
c. meningkatkan motivasi siswa untuk belajar,
d. menumbuhkan sikap positif siswa seperti kerja sama dan saling
menghargai.

Adapun yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran TAI adalah:


a. membutuhkan keaktifan siswa,
b. memerlukan kreatifitas guru,
c. tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang
heterogen,
d. dalam diskusi adakalanya siswa segan mengungkapkan ide atau
pendapatnya,
e. sulit membentuk kelompok yang dapat bekerja sama secara
harmonis.

3. Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)


Definisi
Model pembelajaran STAD pertama kali dikembangkan oleh Robert
Slavin pada tahun 1995 dan rekan-rekannya di Johns Hopkins
University. Model ini didefinisikan sebagai proses pembelajaran
dimana siswa diminta untuk membentuk kelompok-kelompok
heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-5 anggota. Kelompok
heterogen yang dimaksudkan di sini adalah kelompok dengan siswa-
98
siswa yang beragam berdasarkan perbedaan dari segi level kemampuan
akademiknya, gender, ras, dan etnis.

Tujuan
Tujuan diterapkannya model pembelajaran STAD adalah:
a. meningkatkan pemahaman siswa akan materi ajar,
b. membuat belajar menjadi lebih menarik dan membuat suasana
belajar tidak cepat bosan,
c. meningkatkan kepercayaan dan kecakapan diri siswa,
d. membuat siswa merasa dihargai atas kerja kerasnya.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran STAD dibagi ke dalam 4
tahapan berikut:
a. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri
dari empat-lima orang,
b. pengajaran, yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
menyajikan materi pelajaran,
c. tim studi, yaitu siswa berdiskusi dalam kelompoknya menyelesaikan
lembar kerja yang dibagikan guru dan memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut,
d. tes, yaitu tiap siswa mengerjakan kuis. Kuis dinilai dan skor nilai
tiap siswa akan diakumulasikan atau dijumlahkan untuk skor tim
mereka,

99
e. rekognisi, yaitu setiap tim menerima penghargaan bergantung pada
skor rat-rata tim. Penghargaan kepada tim didasarkan atas tim baik,
tim hebat, dan tim super.

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan dari model pembelajaran STAD menurut Istarani (2012)
diantaranya:
a. membuat suasana belajar lebih menyenangkan,
b. membuat pembelajaran lebih terarah sebab guru terlebih dahulu
menyajikan materi sebelum tugas kelompok dimulai,
c. meningkatkan kerjasama diantara siswa,
d. meningkatkan semangat siswa untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan guru,
e. mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar, sebab
guru memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa dan sebelum
kesimpulan diambil guru terlebih dahulu melakukan evaluasi
pembelajaran.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran STAD menurut Istarani


(2012) yaitu:
a. tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang
heterogen,
b. dapat menimbulkan ketidakcocokan diantara siswa dalam satu
kelompok, misalnya ketika siswa lemah merasa minder digabungkan
dengan siswa yang kuat atau ketika ada siswa yang merasa tidak pas
dengan teman sekelompoknya,
c. adakalanya dalam diskusi yang aktif hanya siswa tertentu saja,
100
d. adakalanya dalam evaluasi seringkali siswa mencontek dari
temannya sehingga tidak murni berdasarkan kemampuannya sendiri,
e. adakalanya siswa yang kemampuannya tinggi dapat turun
semangatnya karena tidak adanya kompetisi.

4. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)


Definisi
Model pembelajaran NHT atau Kepala Bernomor Struktur
dikembangkan oleh Russ Frank. Model ini merupakan varian dari
diskusi kelompok.

Tujuan
Tujuan dari diterapkannya model pembelajaran NHT ini adalah untuk:
a. memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat,
b. meningkatkan kerja sama antar siswa,
c. meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok,
d. meningkatkan prestasi belajar siswa,
e. memperdalam pemahaman siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran NHT adalah
sebagai berikut:
a. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok,
b. masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor,

101
c. guru memberi tugas atau pertanyaan kepada masing-masing
kelompok,
d. siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas
tersebut dan memastikan bahwa semua anggota kelompok
mengetahui jawaban tersebut,
e. guru memanggil salah satu nomor secara acak,
f. siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari
hasil diskusi kelompoknya,
g. guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan


Model pembelajaran NHT menurut Istarani (2012) memiliki kelebihan
sebagai berikut:
a. setiap siswa diberikan tugas yang berbeda sehingga tidak ada yang
menganggur,
b. melatih siswa untuk bekerja secara profesional,
c. melatih siswa untuk bertanggung jawab,
d. meningkatkan kerjasama diantara siswa,
e. melatih siswa menghargai pendapat orang lain,
f. mempermudah guru dalam menyampaikan kesimpulan.

Adapun yang menjadi kekurangan dari model pembelajaran NHT


adalah:
a. seringkali waktu yang tersedia kurang efektif digunakan
b. adakalanya tugas yang diberikan kepada siswa tidak sesuai dengan
keinginannya
c. adakalanya laporan hasil kerja kelompok tidak jelas
102
d. adakalanya tanggapan dari kelompok lain tidak ditanggapi secara
konkrit
e. adakalanya materi ajar kurang dipahami siswa

5. Model Pembelajaran Jigsaw


Definisi
Model pembelajaran Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson
pada tahun 1975. Model ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II
(Slavin, 1989) dan Jigsaw III (Kagan, 1990). Model ini didefinisikan
sebagai pengajaran yang menggabungkan aktivitas membaca, menulis,
mendengarkan, dan berbicara.

Tujuan
Model pembelajaran Jigsaw diterapkan dengan tujuan untuk:
a. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengolah informasi,
b. meningkatkan hasil belajar siswa,
c. melibatkan seluruh siswa dalam belajar,
d. melatih kemampuan siswa berkomunikasi dengan baik yaitu ketika
mengajarkan atau menjelaskan materi kepada siswa lainnya.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari empat orang yang
disebut kelompok asal dan diberi inisial T,E,A,M,
b. Tiap siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang berbeda,

103
c. Tiap siswa dalam kelompok diberi tugas yang berbeda dan diminta
untuk mengkaji secara mendalam tugas tersebut,
d. Anggota dari tim yang berbeda yang akan mempelajari materi atau
mengerjakan tugas yang sama (berinisial sama) berkumpul dalam
kelompok baru yang disebut kelompok ahli untuk mendiskusikan
secara bersama materi atau tugas mereka,
e. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, tiap anggota
kelompok kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman
satu kelompoknya tentang materi atau tugas yang mereka kuasai dan
tiap anggota lainnya mendengarkan dengan penuh perhatian,
f. Kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi,
g. Guru memberikan evaluasi atau review terhadap topik yang telah
dipelajari.

Kelebihan dan Kelemahan


Sebagai kelebihan dari model pembelajaran Jigsaw adalah:
a. Siswa dapat saling menukar ide, saling belajar, dan saling membantu
satu sama lain,
b. Mendorong dan mengembangkan sikap kerjasama dan membangun
rasa hormat antara siswa,
c. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa meliputi
keterampilan bertanya, mengungkapkan ide, dan mengomentari
suatu masalah,
d. Meningkatkan pemahaman siswa secara mendalam,
e. Meningkatkan rasa percaya diri dan toleransi siswa terhadap
perbedaan individual,

104
f. Meningkatkan hasil belajar siswa,
g. Meningkatkan keterampilan berdiskusi,
h. Meningkatkan kemampuan siswa berfikir kreatif.

Sedangkan kelemahan dari model ini antara lain:


a. Dalam diskusi adakalanya siswa segan mengungkapkan ide atau
pendapatnya,
b. Memakan atau menyita banyak waktu misalnya ketika menilai hasil
presentasi tim,
c. Sulit untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa,
d. Sulit membentuk kelompok yang dapat bekerja sama secara
harmonis,
e. Penilaian terhadap siswa secara individu menjadi sulit karena
menggunakan sistem penilaian kelompok.

6. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)


Definisi
Model pembelajaran TPS dikembangkan pertama kali oleh Profesor
Frank Lyman di University of Maryland pada tahun 1981. Model ini
menekankan pada gagasan tentang waktu ‘tunggu atau berpikir’,
berpasangan, dan kemudian membagi hasil diskusi pasngan kepada
seluruh kelas.

Tujuan
Tujuan model pembelajaran TPS ini adalah:
a. Meningkatkan kemampuan berpikir dan daya nalar siswa,

105
b. Melatih siswa untuk membangun pengetahuannya secara
menyeluruh,
c. Melatih keterampilan berkomunikasi meliputi menyampaikan ide
atau pendapat, menanya, dan mengomentari suatu masalah,
d. Menumbuhkan sikap kerjasama yang baik antar siswa.

Langkah-langkah
Model pembelajaran TPS ini memiliki langkah-langkah sebagai
berikut:
a. guru menyampaikan inti materi dan tujuan yang ingin dicapai,
b. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri empat orang
siswa,
c. guru memberi tugas pada tiap kelompok,
d. masing-masing anggota diberikan kesempatan untuk berpikir dan
mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu,
e. kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan,
f. tiap pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan individunya,
g. kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-
masing untuk membagi hasil diskusinya,
h. guru memberi kesimpulan.

Kelebihan dan Kelemahan


Model pembelajaran TPS ini memiliki kelebihan-kelebihan sebagai
berikut:
a. meningkatkan daya nalar, daya kritis, daya imajinasi, dan daya
analisis siswa terhadap suatu permasalahan,

106
b. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama
dengan orang lain,
c. Mengoptimalkan partisipasi siswa,
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi
mereka kepada orang lain,
e. Meningkatkan sikap toleransi atau menghargai pendapat orang lain
f. Menambah wawasan siswa.

Adapun yang menjadi kelemahan model ini adalah:


a. Dalam diskusi adakalanya siswa segan mengungkapkan ide atau
pendapatnya,
b. Sulit menentukan permasalahan yang cocok dengan tingkat
pemikiran siswa,
c. Sulit untuk memulai pembelajaran dengan permasalahan yang nyata
dalam kehidupan sehari-hari,
d. Pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah relatif terbatas.

7. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS)


Definisi
Model pembelajaran TS-TS ini dikembangkan oleh Spencer Kagan
pada tahun 1990. Model ini dikenal juga sebagai model pembelajaran
“Dua Tinggal Dua Tamu”. Model ini merupakan sistem pembelajaran
kelompok.

107
Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran TS-TS menurut Huda (2014)
adalah:
a. agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling
membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama
lain untuk berprestasi,
b. untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
mengajarkan (peer tutoring) dan saling mendukung,
c. untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran ini secara bertahap sebagai
berikut:
a. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri
empat orang siswa,
b. guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok,
c. siswa berdiskusi dalam kelompok,
d. dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain,
e. dua orang yang tinggal dari masing-masing kelompok bertugas
membagikan dan menginformasikan hasil kerja kelompok mereka
kepada tamu dari kelompok lain,
f. dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada
semua kelompok,
g. tamu kembali ke kelompok mereka sendiri untuk mencocokkan dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain,

108
h. kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka,
i. tiap kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan-kelebihan model pembelajaran TS-TS adalah:
a. melatih siswa untuk bersosialisasi dengan lingkungan (kelompok),
b. meningkatkan kerjasama antarsiswa,
c. meningkatkan keterampilan berkomunikasi seperti menyampaikan
materi kepada teman,
d. meningkatkan sikap menghargai pendapat orang lain,
e. melatih siswa untuk mau berbagi ilmu pengetahuan dengan
temannya,
f. menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
g. melatih kemandirian siswa dalam belajar.

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran ini


adalah:
a. dapat membuat suasana gaduh atau ribut ketika siswa bertamu ke
kelompok lain,
b. menghendaki guru untuk mampu mengelola kelas dengan baik,
c. siswa yang kurang aktif akan kesulitan mengikuti proses
pembelajaran seperti ini,
d. pembelajaran kurang mendalam, karena sepenuhnya bergantung
pada kemandirian siswa dalam belajar,
e. guru tidak memberikan penjelasan materi sebelumnya,
f. menyita cukup banyak waktu yaitu pada saat bertamu ke semua
kelompok.
109
8. Model Pembelajaran Role Playing
Definisi
Model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-
bahan pelajaran melalui aktivitas permainan gerak atau bermain peran
yang disertai pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan
memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati.

Tujuan
Tujuan model pengembangan model pembelajaran ini adalah untuk:
a. mengembangkan imajinasi dan penghayatan siswa,
b. meningkatkan kemampuan improvisasi siswa,
c. meningkatkan sikap bertanggung jawab ketika memerankan sebuah
peran,
d. meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi atau
menyesuaikan diri dengan kelompoknya,
e. mendorong siswa mengekspresikan dan melepaskan perasaannya
f. menambah pengalaman.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran role playing adalah sebagai
berikut:
a. guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan ditampilkan,
b. guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario
beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar,

110
c. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri 5 orang
siswa,
d. guru menjelaskan tentang kompetensi yang ingin dicapai,
e. kelompok melakonkan skenario,
f. siswa lainnya mengamati skenario yang sedang diperagakan,
g. tiap siswa diberikan lembar kerja untuk membahas atau menilai
penampilan masing-masing kelompok,
h. masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya,
i. guru memberikan kesimpulan akhir dan evaluasi.

Kelebihan dan Kelemahan


Beberapa keunggulan dari model pembelajaran role playing menurut
Huda (2014) adalah:
a. memberi kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam
ingatan siswa,
b. menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan,
c. membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusias,
d. membangkitkan gairah dan semangat optimisme siswa,
e. menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat,
f. membuat siswa terjun langsung memerankan sesuatu yang akan
dibahas dalam proses belajar,
g. meningkatkan minat belajar siswa,
h. melatih siswa berinisiatif dan berkreasi.

Selain keunggulan, model ini juga memiliki kelemahan, diantaranya


adalah:
a. membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga,
111
b. kesulitan memainkan peran jika tidak dilatih dengan baik,
c. bila suasana kelas tidak kondusif, role playing tidak mungkin
diterapkan,
d. membutuhkan persiapan yang matang,
e. tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini.

9. Model Pembelajaran Pair Check


Definisi
Model pembelajaran pair check atau pasangan mengecek
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990. Model ini
merupakan proses belajar yang menekankan pada kerja sama kelompok
antar dua orang atau berpasangan.

Tujuan
Tujuan penngaplikasian model pembelajaran ini adalah untuk:
a. menumbuhkan kemandirian siswa,
b. mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah,
c. melatih tanggung jawab sosial dan kemampuan bekerja sama,
d. melatih kemampuan memberi penilaian kepada teman lainnya.

Langkah-langkah
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran pair check adalah
sebagai berikut:
a. guru menjelaskan konsep pembelajaran,
b. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat
orang (dua pasangan),

112
c. guru membagi peran pasangan yaitu peran pelatih dan peran partner,
d. guru membagikan soal kepada partner,
e. partner menjawab soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya.
partner yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat
satu kupon dari pelatih,
f. pelatih dan partner saling bertukar peran,
g. guru membagikan soal kepada partner (yang sebelumnya menjadi
pelatih),
h. partner menjawab soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya.
partner yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat satu
kupon dari pelatih,
i. setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu
sama lain,
j. guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari
berbagai soal,
k. setiap tim mengecek jawabannya,
l. tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah atau reward.

Kelebihan dan Kelemahan


Model pembelajaran pair check menurut Huda (2014:212) memiliki
kelebihan-kelebihan diantaranya:
a. meningkatkan kerja sama antar siswa,
b. peer tutoring,
c. meningkatkan pemahaman atas konsep dan/atau proses
pembelajaran, dan

113
d. melatih siswa berkomunikasi dengan baik dengan teman
sebangkunya.

Adapun yang menjadi kelemahan model pembelajaran ini menurut


Kurniasih & Sani (2015) adalah:
a. membutuhkan waktu yang memadai,
b. memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap konsep untuk
menjadi pelatih,
c. sulit untuk mendapatkan siswa yang memiliki kemampuan sebagai
pelatih untuk mengajarkan temannya, dan
d. memerlukan standar penilaian yang sama dan tidak membingungkan
siswa.

10. Model Pembelajaran Cooperative Script


Definisi
Menurut Istarani (2012:15) model pembelajaran cooperative script
merupakan “penyampaian materi ajar yang diawali dengan pemberian
wacana atau ringkasan materi ajar kepada siswa yang kemudian
diberikan kesempatan kepada siswa untuk membacanya sejenak dan
memberikan atau memasukkan ide-ide atau gagasan-gagasan baru ke
dalam materi ajar yang diberikan guru, lalu siswa diarahkan untuk
menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dalam materi yang
ada secara bergantian sesama pasangannya masing-masing”.

Tujuan
Tujuan diterapkannya model pembelajaran cooperative script adalah
untuk:
114
a. meningkatkan daya pikir kritis dan kreatif siswa,
b. mengembangkan kemampuan berkomunikasi seperti
menyampaikan ide-ide atau pendapat,
c. meningkatkan daya ingat siswa,
d. meningkatkan daya analisis siswa,
e. melatih siswa bersosialisasi dengan lingkungannya (pasangannya),
f. meningkatkan kemampuan menulis siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran cooperative script yaitu:
a. guru membagi peserta didik secara berpasangan,
b. guru membagikan materi untuk dibaca dan dibuat ringkasannya,
c. guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai pembicara
dan pendengar,
d. pembicara membacakan ringkasannya sementara pendengar
menyimak dan memberikan ide-ide pokok yang kurang lengkap,
e. bertukar peran (pembicara menjadi pendengar dan sebaliknya
pendengar menjadi pembicara),
f. pembicara membacakan ringkasannya sementara pendengar
menyimak dan memberikan ide-ide pokok yang kurang lengkap
g. guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan model pembelajaran cooperative script ini menurut Istarani
(2012) antara lain:

115
a. merangsang tumbuhnya ide-ide atau gagasan-gagasan baru dari
siswa,
b. meningkatkan daya pikir kritis dan kreatif,
c. mengembangkan jiwa keberanian meyampaikan ide-ide atau
gagasan-gagasan,
d. meningkatkan kemandirian dan rasa percaya diri siswa,
e. mendorong siswa mengungkapkan idenya secara lisan baik itu
menanya maupun mengomentari suatu masalah,
f. meningkatkan prestasi belajar siswa,
g. meningkatkan hubungan interpersonal yang positif antarsiswa,
h. mengembangkan sikap saling menghormati antara siswa yang pintar
dan lemah,
i. meningkatkan keterampilan berdiskusi.

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model ini menurut Istarani


(2012) adalah:
a. adakalanya siswa segan mengemukakan ide atau gagasannya karena
takut dinilai temannya,
b. menyita banyak waktu dalam mensosialisasikan siswa belajar
dengan model ini,
c. menyita banyak waktu dalam menghitung hasil prestasi grup,
d. guru harus rinci dalam melaporkan setiap penampilan dan tugas
siswa,
e. sulit untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa yang disebabkan
oleh latar belakang yang berbeda,
f. sulit membentuk grup yang solid dan harmonis,

116
g. penilaian terhadap siswa sebagai individu menjadi sulit karena nilai
siswa didasarkan pada nilai kelompok.

8.4 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan


Komunikatif

1. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)


Definisi
Model pembelajaran TTW pertama kali dikembangkan oleh Huinker
dan Laughlin pada tahun 1996. Menurut Huda (2014) model
pembelajaran TTW merupakan “strategi yang memfasilitasi latihan
berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar”.

Tujuan
Tujuan dari model pembelajaran ini menurut Huda (2014) adalah untuk:
a. mendorong siswa berpikir (think), berbicara (talk), dan kemudian
menuliskan (write) suatu topik tertentu,
b. mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum
dituliskan,
c. mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya
dalam bentuk tulisan,
d. membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-
ide melalui percakapan terstruktur.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran TTW menurut Huda (2014)
adalah:
117
a. siswa membaca teks, memikirkan kemungkinan jawabannya, dan
kemudian membuat catatan kecil tentang ide-ide dan hal-hal yang
belum dipahami yang terdapat pada bacaan dengan menggunakan
kalimatnya sendiri (think),
b. siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk
membahas isi catatan dalam kegiatan diskusi kelompok (talk),
c. siswa membangun sendiri pengetahuannya dalam bentuk tulisan
(write) tentang ide-ide yang diperolehnya pada saat diskusi,
d. guru meminta satu atau beberapa orang siswa sebagai wakil
kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan,
e. siswa membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.

Kelebihan dan Kelemahan


Model pembelajaran TTW memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya:
a. meningkatkan daya pikir kritis dan analitis siswa,
b. Mengasah kemampuan berkomunikasi siswa misalnya pada saat
bertukar ide dengan teman satu grup, memberi tanggapan, dan
mempresentasikan hasil diskusinya,
c. Mengembangkan kemampuan menulis siswa,
d. Memicu siswa untuk bekerja secara aktif,
e. Melatih kemampuan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan.

Adapun yang menjadi kelemahan dari model ini adalah:


a. Sulit untuk menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat
secara aktif berpikir,
b. Tidak semua siswa memiliki kemampuan menulis yang baik,
118
c. tidak mudah mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif.

2. Model Pembelajaran Example Non-example


Definisi
Model pembelajaran example non-example yaitu “suatu rangkaian
penyampaian materi ajar kepada siswa dengan menunjukkan gambar-
gambar yang relevan yang telah dipersiapkan dan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menganalisisnya bersama teman dalam kelompok
yang kemudian dimintai hasil diskusi yang dilakukannya” (Istarani,
2012:9).

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran example non-example adalah
untuk:
a. mendorong siswa berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan
yang termuat dalam gambar yang disajikan,
b. meningkatkan daya analisis siswa,
c. meningkatkan perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar
mengajar,
d. mengembangkan kemampuan berdiskusi siswa,
e. mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat atau
berargumen siswa,
f. membuat pembelajaran menjadi berkesan dan bermakna.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran example non-example menurut
Istarani (2012:10) adalah sebagai berikut:
119
a. guru mempersiapkan gambar-gambar yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran,
b. guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui ohp,
c. guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok beranggotakan
2-3 orang,
d. guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan atau menganalisa gambar,
e. siswa mencatat hasil diskusi dari analisa gambar pada kertas,
f. tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya,
g. berdasarkan komentar atau hasil diskusi siswa, guru menjelaskan
materi sesuai tujuan yang ingin dicapai,
h. guru memberikan kesimpulan.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dari model pembelajaran example non-example menurut
Istarani (2012) antara lain:
a. mendorong siswa membangun konsep melalui pengalaman langsung
terhadap contoh-contoh yang mereka pelajari,
b. membuat siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar,
c. membuat siswa menangkap materi ajar lebih cepat,
d. meningkatkan daya nalar siswa,
e. meningkatkan kerjasama antara siswa,
f. meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
g. membuat pelajaran lebih menarik.

Adapun yang menjadi kekurangan dari model ini menurut Istarani


(2012) adalah:
120
a. sulit menemukan gambar-gambar yang bagus atau berkualitas,
b. sulit menemukan gambar yang sesuai dengan daya nalar atau
kompetensi siswa yang telah dimilikinya,
c. guru dan siswa kurang terbiasa menggunakan gambar sebagai
sumber belajar,
d. seringkali menggunakan waktu yang relatif cukup lama untuk
berdiskusi,
e. tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan
gambar-gambar yang diinginkan.

3. Model Pembelajaran Picture and Picture


Definisi
Menurut Istarani (2012:7) picture and picture merupakan “suatu
rangkaian penyampaian materi ajar dengan menunjukkan gambar-
gambar konkrit kepada siswa sehingga siswa dapat memahami secara
jelas tentang makna hakiki dari materi ajar yang disampaikan
kepadanya”.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran picture and picture adalah
sebagai berikut:
a. untuk membuat materi yang diajarkan lebih terarah,
b. untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar,
c. untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa,
d. untuk mengembangkan perilaku positif siswa.

121
Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran picture and picture menurut
Istarani (2012:7) adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan kompetensi dan indikator pencapaian
kompetensi,
b. Guru menyampaikan pengantar pembelajaran,
c. Guru menyajikan atau memperlihatkan gambar-gambar berkaitan
dengan materi,
d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang
atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis,
e. Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran dibalik urutan
gambar yang disusunnya,
f. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guru mulai menjelaskan
lebih lanjut tentang konsep atau materi sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai,
g. Guru dan siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan materi yang
telah diajarkan.

Kelebihan dan Kekurangan


Menurut Istarani (2012) model pembelajaran picture and picture
memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
a. siswa lebih cepat menangkap materi ajar,
b. melatih siswa berpikir logis dan sistematis,
c. meningkatkan daya nalar siswa,
d. meningkatkan motivasi siswa untuk belajar,
e. meningkatkan tanggung jawab siswa,

122
f. membuat pelajaran menjadi lebih berkesan bagi siswa.

Adapun yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran ini adalah:


a. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus atau berkualitas,
b. Sulit menemukan gambar yang sesuai dengan daya nalar atau
kompetensi yang dimiliki siswa,
c. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dalam bentuk gambar,
d. Membutuhkan waktu cukup lama dalam menyiapkan atau membuat
gambar,
e. Guru maupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar
sebagai sumber belajar,
f. Tidak tersedianya dana khusus untuk mengadakan gambar-gambar
yang diinginkan,
g. Membuat sebagian siswa pasif,
h. rentan memunculkan kegaduhan atau keributan di kelas.

4. Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and


Composition (CIRC)
Definisi
Model pembelajaran CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan
Menulis) pertama kali dikembangkan oleh Stevens, dkk pada tahun
1987.

Tujuan
Tujuan diaplikasikannya model pembelajaran CIRC adalah untuk:
a. meningkatkan motivasi belajar siswa,
b. menumbuhkan sikap tanggung jawab,
123
c. mengembangkan keterampilan berkomunikasi seperti
mengemukakan pendapat, menanya, dan presentasi,
d. mendidik siswa berinteraksi dengan lingkungan,
e. membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa,
f. memperdalam wawasan atau ilmu pengetahuan siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran CIRC menurut Huda (2014)
adalah sebagai berikut:
a. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok heterogen
beranggotakan empat orang siswa,
b. guru memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik
pembelajaran,
c. siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
dan memberi tanggapan terhadap wacana atau kliping dan ditulis
pada selembar kertas,
d. siswa mempresentasikan atau membacakan hasil diskusi
kelompoknya,
e. guru memberikan penguatan,
f. guru membuat kesimpulan bersama siswa.

Kelebihan dan kekurangan


Kelebihan dari model pembelajaran CIRC menurut Huda (2014) antara
lain:
a. pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan
tingkat perkembangan anak,

124
b. kegiatan yang dipilih sesuai minat dan kebutuhan siswa,
c. membuat suasana belajar lebih menyenangkan,
d. mengembangkan keterampilan berpikir siswa,
e. kegiatan-kegiatan pembelajaran bermanfaat karena disesuaikan
dengan permasalahan yang ditemui dalam lingkungan siswa,
f. menumbuhkan motivasi belajar siswa,
g. mengembangkan interaksi sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi,
komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.

Adapun kelemahan dari model ini menurut Istarani (2012) adalah:


a. tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang
heterogen,
b. adakalanya siswa merasa tidak cocok dengan siswa lain di
kelompoknya,
c. dalam diskusi adakalanya hanya siswa tertentu saja yang aktif,
d. memakan waktu yang cukup lama untuk presentasi kelompok atau
tidak semua kelompok dapat mempresentasikan hasil kerjanya,
e. kurang cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran yang
menggunakan prinsip menghitung.

5. Model Pembelajaran Talking Stick


Definisi
Model pembelajaran talking stick adalah model pembelajaran yang
mengandalkan tongkat sebagai media dalam proses pembelajaran.
Tongkat ini menjadi faktor utama sementara musik menjadi faktor
pendukung jalannya aktivitas belajar siswa.

125
Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran talking stick adalah untuk:
a. mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat,
b. membuat suasana kelas bergairah dan menyenangkan,
c. meningkatkan prestasi belajar siswa,
d. meningkatkan daya ingat siswa,
e. meningkatkan motivasi belajar siswa,
f. meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi
ajar.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran talking stick adalah sebagai
berikut:
a. guru menyiapkan sebuah tongkat,
b. guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi pada buku paketnya,
c. setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru menyuruh
siswa untuk menutup bukunya,
d. guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Kalau jawabannya benar, siswa
tersebut membuat soal baru dan memberikan tongkat kepada siswa
lainnya yang akan menjawab. Kalau salah, siswa tersebut diberi
sanksi contohnya menyanyi atau yang lainnya.

126
e. demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian
untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. Ketika tongkat bergulir
dari siswa, seyogianya diiringi musik,
f. guru bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan,
g. siswa membuat refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.

Kelebihan dan Kekurangan


Sebagai kelebihan dari model pembelajaran talking stick menurut
Istarani (2012) adalah:
a. siswa lebih dapat memahami materi karena diawali dari penjelasan
guru,
b. siswa lebih dapat menguasai materi ajar karena adanya kesempatan
mempelajarinya melalui buku paket yang tersedia,
c. daya ingat siswa lebih baik karena ditanyai kembali tentang materi
yang telah dipelajarinya,
d. siswa tidak jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran.

Adapun yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran ini antara


lain:
a. membutuhkan banyak waktu pada saat menunggu siswa membuat
soal,
b. tidak semua siswa memiliki kemampuan membuat soal dengan baik,
c. membutuhkan kecepatan berpikir dalam membuat soal,
d. kurang terciptanya interaksi antara siswa,
e. kurang terciptanya daya nalar siswa sebab ia lebih bersifat
memahami apa yang ada di dalam buku,

127
f. kurang mampu meningkatkan daya analisis siswa terhadap suatu
permasalahan karena siswa hanya mempelajari apa yang ada di
dalam buku.

6. Model Pembelajaran Snowball Throwing


Definisi
Model pembelajaran snowball throwing merupakan rangkaian
penyajian materi ajar yang mengandalkan ketua kelompok untuk
menjelaskan materi yang disampaikan guru kepada teman
sekelompoknya dan dilanjutkan dengan masing-masing siswa
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi tersebut
kemudian melipat kertas tersebut menjadi berbentuk bola yang
selanjutnya bola tersebut dilempar pada siswa lain untuk menjawab
pertanyaan yang ada di dalam bola tersebut.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran snowball throwing adalah:
a. mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat,
b. meningkatkan jiwa kepemimpinan siswa,
c. membuat suasana kelas bergairah dan menyenangkan,
d. meningkatkan prestasi belajar siswa,
e. meningkatkan daya ingat siswa,
f. meningkatkan motivasi belajar siswa,
g. meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi
ajar.

128
Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing menurut
Istarani (2012) adalah sebagai berikut:
a. guru menyampaikan materi yang akan disajikan,
b. guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-
masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang
materi,
c. masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-
masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru
kepada temannya,
d. masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas untuk menuliskan
satu pertanyaan yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh
ketua kelompok,
e. kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa
kepada siswa yang lain selama kurang lebih 15 menit,
f. siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang
tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
Kalau salah, siswa tersebut diberi sanksi contohnya menyanyi atau
yang lainnya,
g. guru mengadakan evaluasi.

Kelebihan dan Kekurangan


Model pembelajaran snowball throwing memiliki kelebihan-kelebihan
sebagai berikut:
a. meningkatkan jiwa kepemimpinan siswa,
b. melatih siswa untuk belajar mandiri,

129
c. menumbuhkan kreativitas belajar siswa,
d. membuat suasana kelas menjadi hidup dan bergairah,
e. meningkatkan kemampuan berfikir siswa,
f. mendorong keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat,
g. melatih daya ingat siswa.

Sebagai kekurangan dari model ini adalah:


a. ketika ketua kelompok dipanggil ke meja guru untuk dijelaskan
materi ajar, aktivitas siswa yang berperan sebagai anggota kelompok
cenderung pasif,
b. suasana kelas bisa saja kurang kondusif pada saat guru menjelaskan
materi pada ketua kelompok,
c. ketua kelompok seringkali menyampaikan materi tidak sesuai atau
tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang disampaikan guru,
d. jika ketua kelompok tidak mencatat dan mengingat dengan baik apa
yang guru sampaikan maka apa yang ia jelaskan kepada teman
sekelompoknya menjadi tidak utuh,
e. sulit bagi siswa menerima penjelasan dari ketua kelompoknya
karena kurang jelas dalam menjelaskannya,
f. sulit bagi siswa untuk membuat pertanyaan yang baik dan benar,
g. sulit dipahami oleh siswa yang menerima pertanyaan yang kurang
jelas arahnya sehingga menyulitkannya dalam menjawabnya ,
h. sulit mengontrol apakah pembelajaran tercapai atau tidak,
i. memakan banyak waktu untuk menerapkannya.

130
7. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE)
Definisi
Model SFE dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjelaskan kepada teman-temannya materi yang telah
disampaikan secara umum sebelumnya oleh guru.

Tujuan
Tujuan model ini adalah melatih siswa untuk dapat memahami materi
pelajaran secara lebih mendalam dan melatih mereka
mempresentasikan ide, gagasan, atau apa yang telah mereka pelajari.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran SFE ini adalah sebagai berikut:
a. guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai,
b. guru menyajikan materi,
c. siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan kepada siswa
lainnya,
d. guru menyimpulkan pendapat atau ide siswa,
e. guru merangkum materi yang telah diajarkan.

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan model ini adalah:
a. membuat siswa berpartisipasi aktif dengan menerangkan materi
kepada siswa lain,
b. melatih siswa mengeluarkan ide atau pendapat,

131
c. meningkatkan daya serap karena pembelajaran dilakukan dengan
demonstrasi.

Kekurangan model ini adalah:


a. karena keterbatasan waku, tidak semua siswa memiliki kesempatan
untuk menjelaskan materi yang sama,
b. tidak mudah bagi siswa untuk menjelaskan materi secara ringkas,
c. siswa yang introvert akan mendapatkan kesulitan untuk
mempresentasikan materi ajar.

8. Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH)


Definisi
Model pembelajaran CRH merupakan “model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena
setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut
diwajibkan berteriak ‘hore!’ atau yel-yel lainnya yang disepakati”
(Kurniasih & Sani, 2016). Model pembelajaran ini termasuk salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan car
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran CRH ini adalah untuk:
a. menguji pemahaman siswa terhadap materi ajar,
b. membantu siswa untuk memahami konsep dengan baik melalui
diskusi kelompok,
c. melatih daya pikir siswa,
d. mengembangkan interaksi sosial siswa.
132
Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran CRH adalah sebagai berikut:
a. guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai,
b. guru menyajikan materi,
c. guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab,
d. guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok,
e. siswa diberi selembar kertas dan disuruh membuat kotak 9/16/25
sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan
selera masing-masing siswa,
f. guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam
kotak yang nomornya disebutkan guru ,
g. guru dan siswa mendiskusikan jawaban soal yang telah diberikan
tadi. Kalau jawaban siswa benar langsung diisi tanda centang (√) dan
tanda silang (x) jika salah pada kotak tersebut,
h. siswa yang sudah mendapat tanda centang vertikal atau horisontal
atau diagonal harus berteriak hooray atau yel-yel lainnya,
i. nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak
berteriak horay,
j. guru memberikan reward pada yang memperoleh nilai tinggi atau
yang banyak memperoleh horay.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dari model pembelajaran CRH adalah:
a. membuat pembelajaran menjadi menarik,
b. membuat pembelajaran tidak monoton karena diselingi hiburan,
c. membuat siswa semangat untuk belajar,

133
d. meningkatkan kepercayaan diri siswa,
e. meningkatkan sikap dihargai oleh guru dengan adanya reward.

Sebagai kekurangan dari model pembelajaran ini menurut Huda


(2014:231) adalah:
a. adanya peluang untuk berbuat curang,
b. penyamarataan nilai antara siswa yang pasif dan aktif,
c. beresiko mengganggu suasana belajar kelas lainnya,

9. Model Pembelajaran Demonstrasi


Definisi
Model pembelajaran demonstrasi merupakan metode mengajar dengan
memperlihatkan langsung kepada siswa suatu benda asli atau benda
tiruan, atau memperagakan langsung atau melalui media pengajaran
suatu kejadian, proses, atau situasi yang relevan dengan pokok bahasan
yang sedang disajikan.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran demonstrasi adalah untuk
memberikan gambaran yang jelas kepada siswa tentang konsep materi
pelajaran yang sedang diajarkan karena siswa dapat mengamati secara
langsung bahkan dapat turut mempraktekkan langsung materi yang
dipelajari.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran demonstrasi adalah:
1. guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai,
134
2. guru menyajikan materi secara sekilas,
3. guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan,
4. guru menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan
sesuai skenario yang sudah disiapkan,
5. seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisa,
6. tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya,
7. guru membuat kesimpulan.

Kelebihan dan Kekurangan


Model pembelajaran demonstrasi memiliki kelebihan antara lain:
1. membuat pengajaran lebih jelas dan konkret sehingga lebih
dipahami oleh siswa,
2. memudahkan guru dalam memusatkan perhatian siswa,
3. membuat proses pengajaran lebih menarik,
4. meransang siswa untuk lebih akatif dalam mengikuti proses
pembelajaran.

Sementara itu, model ini juga memiliki kekurangan, antara lain:


1. membutuhkan waktu yang cukup panjang,
2. memerlukan sarana dan prasarana yang memadai,
3. memerlukan biaya yang cukup mahal untuk menyediakan seluruh
bahan peraga,
4. guru harus memiliki keahlian khusus sesuai dengan materi atau
bahan yang diajarkan,
5. tidak semua benda atau proses dapat didemonstrasikan di depan
kelas.

135
10. Model Pembelajaran Time Token
Definisi
Model pembelajaran time token pertama kali dikembangkan oleh
Arends pada tahun 1998. Model pembelajaran ini didasarkan pada
proses pembelajaran yang demokratis, yaitu proses belajar yang
menempatkan siswa sebagai subjek. Model ini juga merupakan cara
penyajian pelajaran dengan membuat pengaturan waktu berbicara dan
pemberian kesempatan untuk berbicara kepada masing-masing siswa.

Tujuan
Tujuan diaplikasikannya model pembelajaran time token adalah untuk:
a. mengajarkan keterampilan sosial,
b. menghindari siswa mendominasi pembicaraan,
c. menghindari siswa diam sama sekali,
d. meningkatkan kemampuan siswa untuk berbicara di depan orang
lain,
e. meningkatkan kemampuan berkomunikasi seperti mengemukakan
pendapatnya.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran time token menurut Istarani
(2012) adalah sebagai berikut:
a. guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
b. guru mempersiapkan kupon untuk dibagikan kepada siswa,
c. guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi,
d. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu sekitar 30 detik,

136
e. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
kepada guru. Satu kupon adalah untuk satu kesempatan berbicara.
Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya,
f. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap
siswa dalam berbicara,
g. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi,
h. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai kuponnya
habis. Demikian seterusnya hingga semua siswa berbicara,
i. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan model pembelajaran time token adalah:
a. dapat meningkatkan keberanian untuk berdiri di depan umum,
b. melatih siswa untuk mengemukakan pendapatnya,
c. mendorong siswa untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran,
d. meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (berbicara,
mengemukakan pendapatnya),
e. menumbuhkan kebiasaan siswa untuk saling mendengarkan,
berbagi, memberikan masukan, dan memiliki sikap keterbukaan
terhadap kritik,
f. mengajarkan siswa menghargai pendapat orang lain.

Adapun kelemahan dari model ini menurut Huda (2014) adalah:


a. hanya mengutamakan pada kemampuan siswa berbicara,
b. hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja,
c. tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak,
137
d. menyita banyak waktu terutama karena semua siswa harus berbicara,
e. kecenderungan menekan siswa yang pasif untuk berbicara dan
menekan siswa yang aktif untuk tidak berpartisipasi lebih banyak di
kelas.

11. Model Pembelajaran Take and Give


Definisi
Model pembelajaran take and give (saling memberi dan saling
menerima) merupakan cara penyajian pelajaran yang menekankan pada
penguasaan materi melalui media kartu dengan berpasangan untuk
saling bertukar informasi dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi untuk
mengetahui kemampuan siswa.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran take and give ini adalah untuk:
a. Meningkatkan daya ingat siswa terhadap pelajaran,
b. Meningkatkan keterampilan berdiskusi,
c. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
d. Meningkatkan hasil belajar siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran take and give adalah sebagai
berikut:
a. guru menyiapkan kartu yang akan digunakan dalam proses belajar
mengajar,
b. guru menjelaskan materi,

138
c. tiap siswa diberikan satu kartu untuk dipelajari sekitar lima menit.
kartu yang diberikan berisi catatan materi yang harus dikuasai atau
dihafal oleh masing-masing siswa. kartu ini dapat berisi catatan yang
berbeda-beda untuk tiap siswa atau siswa-siswa tertentu,
d. semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling
menginformasikan materi sesuai kartu masing-masing. tiap siswa
harus mencatat nama pasangannya pada kartu kontrol,
e. demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing,
f. guru memberikan evaluasi berupa pertanyaan yang bukan berasal
dari kartu siswa tersebut (kartu orang lain),
g. guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran,
h. guru menutup pelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan


Sebagai kelebihan dari model pembelajaran take and give ini adalah:
a. model ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan,
b. melatih siswa untuk bekerja sama dan menghargai kemampuan
orang lain,
c. melatih siswa membangun pengetahuannya sendiri.
d. mengembangkan interaksi sosial siswa,
e. dapat memperdalam dan mempertajam pengetahuan siswa,
f. meningkatkan daya ingat siswa,
g. meningkatkan tanggung jawab siswa.

Adapun yang menjadi kelemahan dari model take and give ini adalah:

139
a. guru dapat memakan waktu yang lama untuk menyiapkan kartu yang
berisi catatan yang harus dikuasai siswa,
b. menyita banyak waktu dalam proses mencari pasangan untuk saling
memmberi informasi,
c. bila informasi yang disampaikan siswa kurang tepat maka informasi
yang diterima siswa lain pun akan kurang tepat,
d. dapat memunculkan kekacauan dan kegaduhan karena adanya siswa
yang lari ke sana dan lari ke sini,
e. tidak semua siswa memiliki kemampuan menjelaskan yang baik dan
benar,
f. adakalanya siswa mengobrol di luar topik materi yang diberikan,
g. beresiko mengganggu suasana belajar kelas lainnya.

8.5 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan


Informatif

1. Model Pembelajaran Survey Question Read Recite Review (SQ3R)


Definisi
Model pembelajaran SQ3R merupakan “strategi pemahaman yang
membantu siswa berpikir tentang teks yang sedang mereka baca”
(Huda:2014).

Tujuan
Tujuan penggunaan model pembelajaran SQ3R ini adalah untuk:
a. membimbing siswa bagaimana membaca dan berfikir layaknya
pembaca efektif,

140
b. melatih kemampuan siswa mereview informasi dan membuat
catatan-catatan dari teks atau bacaan,
c. meningkatkan kemandirian siswa,
d. mengembangkan kemampuan menanya siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran SQ3R menurut Robinson (1946)
dalam Huda (2014) adalah:
a. Survey: siswa membaca teks atau bacaan untuk memperoleh
pengetahuan awal tentang materi yang akn diajarkan
b. Question: siswa membuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan teks atau bacaan tersebut
c. Read: ketika siswa membaca, mereka harus mencari jawaban-
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
d. Recite: siswa membuat catatan mengenai jawaban mereka untuk
pembelajaran selanjutnya
e. Review: siswa mereview teks untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan selanjutnya.

2. Model Pembelajaran Inside Outside Circle (IOC)


Definisi
Model pembelajaran IOC atau Lingkaran Dalam Lingkaran Luar
dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan pada tahun 1990.

Tujuan
Tujuan pengaplikasian model pembelajaran IOC adalah untuk:

141
a. saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan,
b. meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
c. mengembangkan interaksi sosial siswa,
d. mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan teman-teman
sekelasnya.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran IOC adalah sebagai berikut:
a. separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap
keluar,
b. separuh kelas lainnya membentuk lingkaran besar di luar lingkaran
pertama menghadap ke dalam,
c. setiap pasangan siswa dari lingkaran kecil dan besar berbagi
informasi dalam waktu yang bersamaan atau tidak bersamaan. siswa
yang berada di lingkaran kecil memulai terlebih dahulu,
d. kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat,
sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau
dua langkah searah jarum jam,
e. sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagi
informasi. demikian seterusnya.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran IOC adalah:
a. siswa mampu memadukan apa yang dilihatnya dalam kehidupan
sehari-hari dengan informasi yang disampaikan oleh guru,

142
b. siswa akan mudah mengingat informasi yang akan disampaikan
kepada temannya,
c. siswa mungkin akan mendapatkan informasi yang berbeda pada saat
yang bersamaan,
d. membuat suasana kelas menjadi hidup dan bergairah.

Adapun kelemahan dari model pembelajaran IOC ini adalah:


a. membutuhkan ruang kelas yang besar,
b. adakalanya terjadi siswa mengobrol daripada saling berbagi
informasi,
c. membuat kelas menjadi bising sehingga dapat mengganggu siswa
lainnya yang berkonsentrasi untuk belajar.

3. Model Pembelajaran Tari Bambu


Definisi
Model pembelajaran tari bambu dikembangkan pertama kali oleh Anita
Lee pada tahun 2002 dari model pembelajaran IOC. Model ini
didefinisikan sebagai cara penyajian materi ajar yang mirip seperti dua
potong bambu yang digunakan dalam tari bambu (dari Filipina) di mana
siswa belajar dengan saling berhadapan untuk berbagi informasi secara
bersamaan.

Materi ajar yang cocok digunakan dengan model ini adalah materi yang
mengharuskan adanya pertukaran pengalaman, pikiran, dan informasi
antar siswa. Mata pelajaran yang cocok diterapkan dengan model ini
adalah agama, matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan sosial.

143
Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran tari bambu adalah agar:
a. siswa lebih siap menerima pelajaran yang baru,
b. siswa dapat saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan,
c. siswa dapat belajar bersosialisasi dengan lingkungannya atau teman
sekelasnya,
d. dapat mengembangkan interaksi sosial siswa seperti kerja sama,
toleran, tanggung jawab, dan respek terhadap gagasan orang lain,
e. dapat memperdalam dan mempertajam pengetahuan siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran tari bambu adalah:
a. guru menyampaikan topik pelajaran dan menanyakan apa yang
diketahui peserta didik tentang topik tersebut,
b. separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak)
berdiri berjajar di depan kelas atau di sela-sela deretan bangku,
c. separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama,
d. guru memberikan tugas untuk dikerjakan atau dibahas (saling
berbagi informasi) kepada dua siswa yang saling berhadapan dari
kedua jajaran (pasangan awal),
e. satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah
ke ujung lainnya pada jajaran yang lain sehingga jajaran akan
bergeser untuk membentuk pasangan baru,
f. pergeseran bisa dilakukan terus sesuai kebutuhan. pergeseran baru
berhenti ketika tiap siswa kembali ke pasangan awal,

144
g. hasil diskusi dari dua kelompok yang masing-masing terdiri dari
separuh kelas kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas,
h. guru memfasilitasi terjadinya dialog interaktif, tanya jawab, dan
sebagainya,
i. guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan model pembelajaran tari bambu ini adalah:
a. dapat diterapkan pada ruang kelas yang ditata dengan model klasikal
atau tradisional,
b. dapat diterapkan pada ruang kelas yang tidak luas,
c. dapat diterapkan pada ruang kelas yang penataan meja dan kursinya
bersifat permanen atau sulit dipindahkan,
d. siswa dapat saling berbagi dan mengolah informasi pada saat
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat
secara teratur,
e. dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa,
f. dapat meningkatkan kerja sama dan toleransi diantara siswa.

Adapun kekurangan dari model ini adalah:


a. menyita cukup banyak waktu untuk siswa bergantian pasangan
dengan seluruh siswa untuk saling berbagi informasi,
b. tidak mudah bagi siswa yang pasif untuk berbicara menjelaskan
materi kepada siswa lainnya,
c. adakalanya terjadi siswa mengobrol daripada saling berbagi
informasi,

145
d. jumlah siswa dalam satu kelompok belajarnya terlalu banyak
sehingga menyulitkan mengatur aktivitas kelompok,
e. tidak semua siswa memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dan benar.

4. Model Pembelajaran Make a Match


Definisi
Model pembelajaran make a match pertama kali dikembangkan oleh
Lorna Curran pada tahun 1994. Model ini diartikan sebagai cara
penyajian materi dimana siswa yang mendapat kartu pertanyaan harus
mencocokkan atau mencari pasangan (siswa lainnya) yang memiliki
kartu jawaban atas kartu pertanyaan yang dipegangnya.

Tujuan
Tujuan dari model pembelajaran make a match ini menurut Huda
(2014:251) antara lain:
a. pendalaman materi,
b. penggalian materi,
c. edutainment,

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran make a match ini adalah:
a. Sebelum menerapkan model ini, guru harus melakukan beberapa
persiapan sebagai berikut:
1) menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang dipelajari dalam kartu-kartu pertanyaan,

146
2) membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban,
3) membuat aturan bersama-sama siswa yang berisi penghargaan
bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal,
misalnya bernyanyi dan lain sebagainya,
4) menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan yang berhasil
sekaligus untuk penskoran presentasi,
5) guru bisa memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari
materi di rumah.

b. Saat penerapan model ini guru melakukan langkah-langkah berikut:


1) Guru menyampaikan materi,
2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu yang terdiri dari
pertanyaan yang harus dicari jawabannya oleh siswa pada
bagian depan kartu dan jawaban untuk pertanyaan dari kartu
siswa lainnya pada bagian belakang,
3) Tiap siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegang,
4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartu yang dipegangnya dalam batas waktu
tertentu yang ditetapkan guru,
5) Siswa diminta untuk melaporkan diri kepada guru jika mereka
sudah menemukan pasangannya. Siswa yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin,
6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya,
7) Demikian seterusnya.

147
8) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain
memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan
tersebut cocok atau tidak.
9) Guru memberikan penguatan terhadap kebenaran dan
kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang
presentasi,
10) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya
sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan model pembelajaran ini menurut Huda (2014) antara lain:
a. dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik,
b. membuat suasana belajar lebih hidup dan menyenangkan,
c. meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi ajar,
d. melatih kemampuan siswa melakukan presentasi,
e. melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar,
f. mengembangkan interaksi sosial siswa seperti kemampuan
berkomunikasi, kerjasama, dan respon terhadap gagasan orang lain.

Sebagai kekurangan dari model pembelajaran make a match ini adalah:


a. menyita banyak waktu bila seluruh pasangan harus memberikan
presentasinya
b. bagi siswa yang pemalu maka model pembelajaran ini menjadi sulit
baginya

148
c. jika guru tidak menguasai pengelolaan kelas dengan baik, maka akan
banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi
pasangan
d. tidak semua siswa memiliki kemampuan menjawab soal dengan baik
dan benar
e. waktu yang terbatas untuk mencari atau mencocokkan kartu dengan
pasangannya

8.6 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Reflektif

1. Model Pembelajaran Self Directed Learning (SDL)


Definisi
Model pembelajaran SDL didefinisikan sebagai “kondisi di mana
pembelajar memiliki kontrol sepenuhnya dalam proses pembuatan
keputusan terkait dengan pembelajarannya sendiri dan menerima
tanggung jawab utuh atasnya, meskipun mereka bisa saja
membutuhkan bantuan dan nasihat dari seorang guru” (Dickinson, 1987
dalam Huda, 2014).

Tujuan
Tujuan penerapan model SDL ini adalah:
a. untuk mengembangkan kemandirian siswa,
b. agar siswa memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap
pembelajarannya sendiri,
c. agar siswa dapat terlibat secara aktif dalam menentukan jalannya
proses pembelajaran,

149
d. agar siswa merasa dihargai dan diakui keberadaannya dalam
lingkungan kelas.

Langkah-langkah
Menurut Holec (1981) dan Chamot dkk (1999) dalam Huda (2014:264),
ada empat tahap pembelajaran SDL yang mana masing-masing tahap
memiliki langkah-langkahnya sendiri, yang secara detail dapat dilihat
sebagai berikut:
Tahap 1: Planning. Tahap ini terdiri dari langkah-langkah:
a. menganalisis kebutuhan siswa, sekolah, dan kurikulum;
b. menganalisis skil-skill yang dimiliki oleh siswa;
c. merancang tujuan pembelajaran yang berkelanjutan;
d. memilih sumber daya yang tepat;
e. membuat rencana mengenai aktivitas pembelajaran harian.

Tahap 2: Implementing
a. mengkompromikan rencana guru dengan kemampuan siswa;
b. menerapkan hasil adopsi rencana dan setting yang telah dilakukan;
c. membiarkan siswa untuk memilih metode yang sesuai dengan
keinginannya.

Tahap 3: Monitoring
a. mid-task monitoring: mengawasi siswa selama mengerjakan tugas-
tugas pembelajaran;
b. study-balance monitoring: mengawasi siswa selama mengerjakan
aktivitas-aktivitas lain yang berkaitan dengan tugas selama
pembelajaran;

150
c. awareness monitoring: mengawasi kesadaran dan kepekaan siswa
selama pembelajaran.

Tahap 4: Evaluating
a. membandingkan hasil kerja siswa;
b. menyesuaikan dan menilai pekerjaan siswa dengan tujuan yang telah
dirancang sebelumnya;
c. mengajukan pertanyaan pada siswa mengenai proses penyelesaian
tugas.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan model pembelajaran SDL adalah:
a. dapat mengembangkan kemandirian siswa,
b. siswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam proses
belajar sehingga ia mampu mengubah cara atau gaya belajarnya bila
diperlukan,
c. siswa dapat bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri,
d. siswa terlibat secara aktif dalam menentukan jalannya proses
pembelajaran.

Sebagai kelemahan dari model ini adalah:


a. adakalanya terjadi ketidaksesuaian antara persepsi guru dan siswa
dalam mengasumsikan tanggung jawab dan tugas pembelajaran,
b. guru tidak mempunyai banyak waktu untuk membantu siswa dalam
mengorganisasi pembelajarannya sendiri,

151
c. berhubung model ini menekankan siswa untuk belajar secara
mandiri, maka adakalanya siswa tidak mampu mencapai hasil
belajar yang diinginkan oleh guru,
d. bila siswa tidak merencanakan proses belajarnya secara baik maka
kemungkinan kegagalan hasil belajar akan diperoleh oleh siswa.

2. Model Pembelajaran Learning Cycle


Definisi
Model pembelajaran LC ini dikembangkan oleh David Kolb pada tahun
1984. Model ini didefinisikan sebagai cara penyampaian pembelajaran
melalui siklus empat tahap yaitu mengalami, refleksi, interpretasi, dan
prediksi serta di mana setelah tahap terakhir terselesaikan maka
keempat tahap tersebut selalu berputar kembali ke awal.

Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran LC ini adalah:
a. menambah pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa,
b. melatih siswa untuk merefleksikan proses belajarnya,
c. meningkatkan motivasi belajar siswa.

Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran LC ini adalah:
a. Tahap mengalami
Pada tahap ini siswa atau sekelompok siswa mengerjakan tugas yang
diberikan guru, siswa membuat checklist atas sesuatu yang ingin
mereka pelajari, siswa secara aktif mengobservasi apa yang terrjadi,

152
membuat rekaman panjang tentang beberapa peristiwa, dan
merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang tepat.
b. Tahap refleksi.
Pada tahap ini siswa mereview apa yang telah mereka pelajari,
bagaimana siswa mempelajarinya, mengapa mereka mempelajari
sebuah materi, apakah pengalaman belajar bisa lebih efektif, dan
seterusnya.
c. Tahap interpretasi
Pada tahap ini siwa belajar menghubungkan pengalaman belajar
dengan teori-teori yang mendeskripsikan tentangnya yang sudah
mereka pelajari di dalam kelas.
d. Tahap prediksi
Pada tahap ini siswa melakukan prediksi tentang apa yang akan
terjadi selanjutnya atau tindakan apa yang seharusnya diambil untuk
mengerjakan tugas dengan baik.

Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dari model ini adalah:
a. siswa memperoleh pengalaman belajar atas usahanya sendiri,
b. siswa berlatih melakukan refleksi terhadap proses belajarnya sendiri,
c. siswa berlatih menghubungkan pengalaman belajarnya dengan apa
yang sudah dipelajarinya di dalam kelas,
d. siswa berlatih agar memiliki keterampilan memprediksi pengalaman
belajar selanjutnya.

Adapun yang menjadi kekurangan dari model ini adalah:

153
a. tidak semua siswa memiliki keterampilan refleksi diri, interpretasi,
dan prediksi belajar yang baik dan tepat,
b. memerlukan perencanaan belajar yang benar-benar matang untuk
memperoleh hasil belajar atau manfaat yang optimal,
c. memerlukan persiapan kontrak belajar yang baik.

3. Model Pembelajaran Artikulasi


Langkah-langkah
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
b. Guru menyajikan materi,
c. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari dua orang
(berpasangan),
d. Guru menyuruh salah seorang dari pasangan itu menceritakan
kembali materi yang baru saja mereka terima dari guru,
e. Pasangannya mendengarkan sambil membuat catatan-catatan kecil,
kemudian berganti peran,
f. Guru menyuruh siswa secara bergiliran atau diacak menyampaikan
hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian
siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya,
g. Guru mengulangi atau menjelaskan kembali materi yang masih
belum dipahami siswa.

154
8.7 Model Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Berpikir
dan Berbasis Masalah

1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Langkah-langkah
a. guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
b. guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut,
c. guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah,
d. guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya,
e. guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.

2. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)


Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran GI adalah sebagai berikut:
a. guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen,
b. guru menjelaskan maksud pelajaran dan tugas kelompok,
c. guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugassehingga satu
kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari
kelompok lain,

155
d. masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif berisi penemuan,
e. setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil
pembahasan kelompok,
f. guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi
kesimpulan,
g. guru memberikan evaluasi.

3. Model Pembelajaran Mind Mapping


Langkah-langkah
a. guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
b. guru mengemukakan konsep atau permasalahan yang akan
ditanggapi oleh siswa,
c. siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 2-3
orang,
d. tiap kelompok mencatat alternatif jawaban hasil diskusi,
e. tiap kelompok atau kelompok tertentu membaca hasil diskusinya,
dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan
guru,
f. dari data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru
memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

156
BAB IX
SUMBER BELAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan mahasiswa
mampu:
1. menjelaskan definisi sumber belajar
2. menjelaskan fungsi sumber belajar
3. menjelaskan manfaat sumber belajar
4. menjelaskan berbagai klasifikasi sumber belajar menurut para ahli
5. menjelaskan kriteria pemilihan sumber belajar

B. Relevansi
Dalam menyampaikan isi bahan atau materi ajar kepada peserta didik,
guru dituntut untuk dapat memberikan ilmu pengetahuan secara
menyeluruh, lengkap, dan utuh. Oleh karena itu, guru perlu membaca,
mencari, dan mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan materi ajar
dari berbagai sumber belajar yang relevan baik yang telah tersedia
untuk dimanfaatkan maupun yang guru rancang atau susun sendiri.
Pemilihan sumber belajar yang tepat akan berpengaruh terhadap
suasana belajar yang dinamis dan harmonis dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.

C. Uraian Materi

157
9.1 Definisi Sumber Belajar

Sumber belajar didefinisikan sebagai adalah segala sesuatu berupa data,


orang, tempat, dan wujud tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh guru
dan siswa, baik yang sengaja dirancang maupun yang telah tersedia,
baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk
kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi tujuan pembelajaran (Majid, 2008).

9.2 Fungsi Sumber Belajar

Sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut:


1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran baik itu dari segi efisiesi
waktu pembelajaran maupun efektivitas penyampaian.
2. Mendorong kemandirian belajar siswa. Hal ini berarti kontrol guru
dapat diminimalisir sehingga memaksimalkan potensi siswa sesuai
kemampuannya.
3. Memberikan dasar ilmiah pembelajaran, mulai dari pensistematisan
perancangan program sampai melandaskan bahan ajar pada hasil
penelitian atau pengamatan.
4. Memantapkan pembelajaran. Hal ini berarti pemanfaatan sumber
belajar yang lebih konkrit dapat ditingkatkan.
5. Pembelajaran seketika. Hal ini berarti penggunaan sumber belajar
akan mengurangi kesenjangan pembelajaran yang bersifat verbal dan
abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit. Selain itu sumber
belajar dapat memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelaaran yang lebih luas menembus
batas geografis.
158
9.3 Manfaat Sumber Belajar

Sumber belajar memiliki banyak manfaat diantaranya:


1. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan konkrit,
2. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi, atau
dilihat, secara langsung dan konkrit,
3. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam
kelas,
4. Memberikan informasi akurat dan terbaru ,
5. Membantu memecahkan masalah pendidikan baik lingkup makro
maupun mikro,
6. Memberikan motivasi positif apabila diatur dan direnanakan secara
tepat,
7. Merangsang daya pikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut.

9.4 Klasifikasi Sumber Belajar

Menurut AECT (Association of Educational Communication and


Technology, 1977), berdasarkan tujuan pembuatannya sumber belajar
diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Resources by design (sumber belajar yang dirancang)


▪ Maksudnya, sumber belajar yang sengaja direncanakan untuk
keperluan pembelajaran.
▪ Maksudnya, semua sumber yang secara khusus telah
dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk
memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.

159
▪ Contohnya: buku paket, LKS, modul, petunjuk praktikum, dan
lain-lain.

2. Resources by utilization (sumber belajar yang dimanfaatkan)


▪ Maksudnya, segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
▪ Maksudnya, sumber belajar yang tidak secara khusus didesain
untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan,
diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
▪ Contohnya: pasar, museum, kebun binatang, masjid, lapangan,
dan lain-lain.

Dari definisi bahwa sumber belajar adalah segala tempat/lingkungan


sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi yang dapat
digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses
perubahan tingkah laku, maka sumber belajar dapat dikategorikan
menjadi 5 macam:
1. tempat/lingkungan alam sekitar;
2. benda;
3. orang;
4. buku; dan
5. peristiwa yang sedang terjadi (Diknas, 2006).

Sudjana & Rivai (1989:79-80), mengklasifikasikan jenis-jenis sumber


belajar meliputi 6 macam, yaitu:
1. Pesan (Message)
Pesan didefinisikan sebagai informasi yang harus diteruskan oleh
komponen lain berbentuk ide, fakta, pengertian, kata, atau data.

160
Contoh: bahan pelajaran, kurikulum, cerita rakyat, dongeng, hikayat,
dan nasihat.
2. Manusia (People)
Manusia yang dimaksud di sini ialah orang yang bertindak sebagai
penyimpan, pengolah dan penyaji/penyalur informasi. Contoh: guru,
aktor, pembicara/narasumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga,
teknisi, orang tua, polisi, dan tenaga ahli.
3. Bahan (Materials)
Bahan diartikan sebagai sesuatu yang mengandung pesan untuk
disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh diri sendiri. Contoh:
transparansi, film, slide, tape, buku teks, modul, video, grafik, relief,
candi, arca, komik, dan gambar.
4. Peralatan (Device)
Peralatan ialah sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan
yang tersimpan di dalam bahan. Contoh: OHP, TV, kamera,
komputer, alat listrik, radio, VCD/DVD, generator, mesin, mobil,
motor, obeng, dan papan tulis.
5. Teknik/Metode ( Technique)
Teknik yang dimaksud disini berarti prosedur/acuan yang disiapkan
dalam memanfaatkan bahan, peralatan, dan situasi untuk
menyampaikan pesan. Contoh: ceramah, diskusi, simulasi, tanya
jawab, debat, talk show, dan belajar mandiri.
6. Lingkungan (setting)
Lingkungan didefinisikan sebagai situasi sekitar atau tempat di mana
pesan disampaikan, bisa lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan
fisik seperti gedung, halaman, ruangan kelas, studio, museum, aula,

161
perpustakaan, kebun, pasar, toko, dan lain-lain. Lingkungan non-
fisik seperti ventilasi udara, instalasi air, dan
penerangan/pencahayaan.

9.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar

Dalam memilih sumber belajar yang tepat guru perlu


mempertimbangkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Ekonomis
2. Praktis
3. Mudah
4. Fleksibel
5. Sesuai dengan tujuan, artinya sumber belajar dipilih berdasarkan
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu
kepada salah satu/gabungan dari aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
6. Memotivasi dan menimbulkan minat belajar

Sumber Belajar Dapat Berupa:


1. Bahan cetak seperti: hand out, buku siswa, modul, lembar kerja
peserta didik, brosur, majalah, koran, leaflet, buletin, penuntun
praktikum, laporan praktikum, dan lain-lain.
2. Audio Visual adalah media yang mengandalkan kemampuan suara
dan penglihatan seperti: video/film, VCD/DVD, slide dilengkapi
suara (sound slide), dan lain-lain.
3. Audio adalah media yang mengandalkan kemampuan suara, seperti:
radio, kaset, CD audio, dan lain-lain.
162
4. Visual adalah media yang mengandalkan kemampuan penglihatan,
seperti: foto, gambar, model/maket, skema, grafik, bagan alir, dan
lain-lain.
5. Multi Media: CD interaktif, computer based, internet, dan lain-lain.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Apakah definisi dari sumber belajar?
2. Jelaskan fungsi sumber belajar?
3. Jelaskan klasifikasi sumber belajar menurut Sudjana dan Rivai?

163
BAB X
PENGELOLAAN KELAS

A. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. membedakan tugas guru sebagai pengajar dan pengelola kelas;
2. menjelaskan makna dan hakikat pengelolan kelas dalam kegiatan
proses belajar mengajar;
3. mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan
kelas yang dikelompokan bersifat perorangan maupun kelompok;
4. menguraikan jenis–jenis pendekatan yang digunakan dalam
menghadapi masalah pengelolaan kelas;
5. menguraikan prinsip–prinsip dasar penggunaan dalam pengelolaan
kelas;
6. menjelaskan komponen–komponen ketrampilan dalam
pengelolaan kelas.

B. Relevansi
Mengajar merupakan suatu pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya
tercakup pengintegrasian sejumlah keterampilan. Oleh karena itu,
untuk menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri peserta didik
tugas seorang guru bukan hanya sekedar sebagai penyampai ilmu atau
pengetahuan saja melainkan sebagai pengelola kelas. Pemahaman
seorang guru terhadap perbedaan peranan ini sangat penting dalam
kaitannya untuk memahami suatu gangguan kelas dan cara
mengatasinya secara cepat dan bijaksana. Kedua tugas tersebut akan

164
saling mempengaruhi dan mempunyai korelasi yang positif, artinya
masalah pengajaran akan berhasil apabila masalah pengelolaan kelas
telah diatur sedemikian rupa demi terciptanya kondisi lingkungan
belajar yang optimal.

Untuk dapat menangani permasalahan pengelolaan kelas secara efektif


seorang guru harus mampu mengenali secara tepat berbagai jenis
masalah pengelolaan kelas dan memahami pendekatan mana yang
cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu, serta memilih dan
menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah
dimaksud.

C. Uraian Materi

10.1 Pengertian Pengelolaan Kelas

Sekolah atau kelas merupakan tempat penyelenggaraan proses belajar


mengajar secara formal. Dalam proses ini selain melakukan tugas
sebagai pengajar, yang berarti melakukan kegiatan pengajaran, guru
juga harus melaksanakan tugas sebagai pengelola kelas secara
seimbang. Selama proses belajar mengajar tersebut, guru dapat
dihadapkan pada suatu permasalahan yang terjadi di dalam kelas baik
bersifat gangguan sementara maupun gangguan yang berkelanjutan.
Bila hal ini terjadi maka guru harus segera menanganinya melalui
kegiatan pengelolaan kelas.

Pengelolaan kelas didefinisikan sebagai seperangkat kegiatan untuk


menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi
terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku
165
siswa yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran,
penyelesaian tugas oleh siswa secara tepat waktu, penetepan norma
kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang
(siswa) dan fasilitas.

Dari pengertian tersebut di atas, hakikat yang ada dalam kegiatan


pengelolaan kelas adalah bagaimana mengembangkan tingkah laku
siswa ke arah yang positif (diinginkan), bagaimana membangun
suasana hubungan pribadi guru dengan siswa, serta bagaimana
hubungan kebersamaan antar siswa (organisasi kelas) yang efektif dan
produktif.

10.2 Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas

Permasalahan dalam pengelolaan kelas menurut J.M. Cooper (1977)


dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu masalah bersifat perseorangan
dan masalah bersifat kelompok. Diantara kedua masalah ini seringkali
menyatu dan sulit untuk dipisahkan, saling berhubungan, dan saling
mempengaruhi.

1. Masalah Perseorangan
Penggolongan terhadap masalah perorangan ini didasari oleh anggapan
dasar bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki
dan merasa dirinya berguna, dengan kata lain ia sadar akan eksistensi
dirinya dan ia butuh pengakuan dari lingkungannya. Apabila seseorang
tidak menemukan/terpenuhi kebutuhan dasar tadi, maka ada
kecenderungan orang yang bersangkutan mengalami penyimpangan
dalam tingkah lakunya. Derajat kebutuhan akan pengakuan antara satu

166
individu dengan yang lainnya berbeda-beda, seseorang akan merasa
diakui berada di lingkungannya cukup hanya dengan disapa, tetapi bagi
individu yang lain membutuhkan perlakuan yang lebih dan disertai
dengan pujian.

Penyimpangan tingkah laku yang bersifat perorangan ini dibagi ke


dalam empat kategori, yaitu: tingkah laku mencari perhatian (attention
getting behaviors), tingkah laku mencari kekuasaan (power seeking
behaviors), tingkah laku menuntut balas (revenge seeking behaviors),
dan tingkah laku memperlihatkan ketidak mampuan (helplessness).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai
bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan
merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau
kelompok.

a. Tingkah laku mencari perhatian


Seorang siswa yang merasa tidak dapat pengakuan dari lingkungan
kelas, apakah dari teman atau bahkan dari gurunya, maka ada
kecenderungan ia akan bertingkah laku yang mengganggu kondisi
kelas. Tingkah laku siswa tersebut bisa bersifat aktif maupun pasif,
yang aktif misalnya suka pamer, melawak, memperlihatkan
kenakalan, terus menerus bertanya (yang sebenarnya bukan karena
tidak mengerti), tingkah laku yang bersifat pasif dijumpai pada siswa
yang malas atau siswa yang sering terus menerus minta bantuan
orang lain. Teknik yang sederhana untuk mengenali tingkah laku
seorang yang menarik perhatian orang lain ialah jika guru merasa

167
bosan dan atau terganggu dengan tingkah laku yang dimunculkan
siswa yang bersangkutan.

b. Tingkah laku mencari kekuasaan


Tingkah laku mencari kekuasaan biasanya lebih bersifat aktif
walaupun bisa juga bersifat pasif, yang bersifat aktif biasanya selalu
memperlihatkan perbedaan pendapat atau pedebatan yang pada
hakikatnya bukan mencari kebenaran melainkan semata–mata
mencari kemenangan dalam perdebatan tersebut. Untuk mencapai
keinginannya apabila perlu berbohong. Orang mencari kekuasaan
biasanya memperlihatkan ketidakpatuhan terhadap aturan yang
disepakati bersama secara terbuka, sedangkan yang bersifat pasif
memperlihatkan kemalasannya dan tidak mau memperlihatkan
kegiatan apa–apa. Teknik sederhana untuk mengenali tingkah laku
mencari kekuasaan adalah apabila guru merasa dikalahkan atau
terancam dengan tingkah laku yang ditampilkan siswa.

c. Tingkah laku menuntut balas


Tingkah laku menuntut balas biasanya akan bertindak lebih akif, ia
sering menyakiti orang lain dan kadang–kadang secara fisik. Ia akan
merasa puas apabila menyakiti orang lain. Akan tetapi, dibalik itu
siswa tersebut merasa sakit kalau merasa dikalahkan orang lain.
Teknik sederhana untuk mengenali tingkah laku siswa yang
menuntut balas apabila guru merasa disakiti oleh tingkah laku siswa
yang bersangkutan.

168
d. Tingkah laku memperlihatkan ketidakmampuan
Siswa pada katagori ini selalu bersifat pasif, bersikap apatis, karena
pada dasarnya siswa merasa tidak mampu menemukan apa yang
dicarinya. Ia menyerah terhadap tantangan, apa yang dihadapinya
selalu dianggap hambatan dan kegagalan. Untuk mengenali tingkah
laku siswa memperlihatkan ketidakmampuan yaitu apabila guru
merasa tidak mampu untuk menolongnya.

Ditinjau dari pengelolaan kelas, tingkah laku yang memperlihatkan


ketidakmampuan merupakan masalah yang paling berat mengingat
tingkah laku ini mengakibatkan pada diri siswa yang bersangkutan tidak
ada semangat dan kemauan untuk belajar. Dengan demikian proses
pengajaran pun tidak akan berjalan secara optimal.

2. Masalah Kelompok
Masalah pengelolaan kelas yang bersifat kelompok meliputi:
a. Kekurangkompakan
Masalah ini ditandai dengan adanya konflik di antara sesama
anggota kelompok sehingga menimbulkan suasana kelas yang tidak
harmonis, yang pada akhirnya mengakibatkan siswa merasa tidak
tenang, tidak betah, dan tidak tertarik terhadap kelasnya sendiri.

b. Kekurangmampuan mengikuti aturan kelompok


Masalah ini muncul sebagai akibat dari para siswa yang tidak
mematuhi aturan–aturan kelas yang telah ditetapkan. Misalnya jika
guru minta agar kelas tenang, tetapi malah ribut, suasana yang
gaduh, tingkah laku mengganggu, dan lain–lain.
169
c. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok
Masalah ini timbul akibat adanya usaha dari suatu kelompok yang
tidak mau menerima terhadap anggota kelompok atau kelompok
lainya karena dianggap bahwa anggota lain tidak sama keinginannya
dengan kelompoknya, yang akhirnya anggota/kelompok yang tidak
sesusai tadi dipaksa untuk mengikuti kemauan kelompoknya, atau
kalau tidak berhasil maka anggota tadi dikucilkan dari kelompok
kelas. Misalnya, kadang–kadang seorang siswa yang pandai
dikucilkan oleh teman-temannya karena kalau ujian siswa tersebut
suka duduk di depan dan tidak suka memberi contekan kepada
teman-teman lainnya.

d. Penerimaan kelompok atas tingkah laku menyimpang


Tingkah laku ini yaitu apabila ada anggota kelas yang menyimpang
dari aturan /norma pada umumnya kemudian kelas mengikuti
tingkah laku anggota yang menyimpang tadi. Contoh yang umum
yaitu tindakan seorang siswa yang membuat gambar lucu tentang
guru, gambar tersebut diedarkan dalam kelas dan anggota lainnya
turut mengedarkan bahkan menambah kelucuan gambar tersebut. Ini
berarti penyimpangan tersebut bukan lagi dilakukan oleh anggota
kelas secara perorangan tetapi sudah menjadi milik bersama. Hal ini
ditandai oleh kelas (kelompok) menerima dan menyetujui terhadap
tingkah laku anggota yang menyimpang.

e. Anggota atau kelompok mengganggu kelancaran kegiatan kelas


Dalam hal ini kelompok mereaksi secara berlebihan terhadap hal–
hal yang tidak berarti, atau kadang-kadang memanfaatkan hal–hal

170
kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelas, misalnya
menolak melakukan kegiatan, atau berhenti dari kegiatan kelas
karena gurunya dianggap tidak adil.

f. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau


keadaan baru
Hal ini terjadi karena adanya ketakutan yang dirasakan anggota
kelompok terhadap keutuhan kelompoknya yang diakibatkan aleh
adanya perubahan suasana baru yang dianggap sebagai ancaman.
Umpamanya, perubahan peraturan, perubahan jadwal, penggantian
guru, dan lain sebagainya. Akibatnya mereka menjadi tegang dan
bersifat apriori karena ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.

10.3 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan guru untuk menghadapi


permasalahan yang ada di dalam kelas diantaranya:

1. Pendekatan otoriter (kekuasaan)


Strategi pendekatan otoriter adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan dan menegakkan peraturan
b. Memberikan perintah, pengarahan, dan pesan
c. Menggunakan teguran ramah
d. Menggunakan pengendalian dan mendekati
e. Menggunakan pemisahan

171
2. Pendekatan intimidasi (ancaman)
Pengendalian perilaku siswa menekankan perilaku guru yang
mengintimidasi, mengontrol tingkah laku anak didik dengan cara
memberi ancaman, misalnya melarang.
3. Pendekatan permisif (kebebasan)
Upaya yang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas sesuai yang mereka inginkan.
4. Pendekatan buku masak (resep)
Dilakukan dengan memberikan satu daftar yang dapat
menggambarkan apa yang harus dan yang tidak boleh dikerjakan
oleh guru dalam mereaksi situasi di dalam kelas.
5. Pendekatan instruksional (pengajaran)
Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar
untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang
kurang baik. Jadi guru merencanakan dan mengimplementasikan
pengajaran yang baik.
6. Pendekatan eklektik dan pluralistik
Menggabungkan beberapa pendekatan yang memiliki potensi
untuk dapat menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan
proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien.
7. Pendekatan analitik
8. Pendekatan pengubahan perilaku (tingkah laku)
Pendekatan ini didasarkan atas prinsip psikologi behavioral yang
berpendapat bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu
merupakan hasil belajar. Implikasi dari pandangan ini, seorang
siswa dapat melakukan penyimpangan tingkah laku boleh jadi

172
karena siswa telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang
(negatif) atau siswa belum mempelajari tingkah laku yang positif.
Peran guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang
baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Ada empat
proses yang dapat mempengaruhi tingkah laku belajar siswa yaitu
penguatan positif, penghukuman, penghilangan, dan penguatan
negatif.
a. Penguatan positif
Penguatan positif disebut juga pemberian ganjaran (reward)
berupa pujian atau hadiah. Untuk itu jika siswa melakukan
tindakan yang positf guru perlu merespon terhadap tingkah laku
tersebut, dengan respon itulah diharapkan dapat memperkuat
atau meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah
laku siswa yang positif. Sebagai contoh, bila seorang siswa
memperoleh hasil yang baik, guru memberinya hadiah. Berkat
pemberian hadiah itulah maka siswa tadi belajar lebih rajin lagi.
Bentuk penguatan positif dapat berupa lisan (verbal
reinforcement) , ekspresi, (Non verbal reinforcement) atau
tindakan lain yang dapat menguatkan terhadap tingkah laku dan
penampilan siswa.

b. Penghukuman
Penghukuman yaitu tindakan untuk menurunkan atau
mengurangi frekuensi pemunculan tingkah laku siswa yang
tidak mendukung proses belajar mengajar yang optimal.
Penghukuman bisa berbentuk verbal, non verbal atau tindakan.
Penerapan hukuman hendaklah dimulai dari bentuk hukuman
173
yang sederhana, kalau ternyata tidak efektif baru meningkatkan
ke yang lebih kompleks.

c. Penghilangan
Penghilangan yaitu suatu tindakan guru berupa penundaan atau
penahanan (tidak memberikan) ganjaran kepada siswa seperti
yang diterimanya pada waktu sebelumnya. Penghilangan ini
dilakukan karena tingkah laku siswa yang biasanya positif
kemudian menyimpang. Tingkah laku yang menyimpang inilah
yang diberi penghilangan, dengan tujuan untuk menurunkan
frekuensi tingkah laku yang tidak diinginkan dan memunculkan
kembali tingkah laku yang dinginkan.

d. Penguatan negatif
Penguatan negatif yaitu suatu tindakan guru sebagai cara
meniadakan yang tidak mengenakkan bagi siswa
(menghilangkan hukuman). Tindakan ini diberikan mengingat
tingkah laku siswa yang biasannya dihukum (karena tingkah
lakunya menyimpang), tetapi karena siswa tersebut
memunculkan tingkah laku yang diinginkan, pada saat tersebut
tidak dihukum lagi tetapi juga tidak diberikan ganjaran.
Dari uraian pendekatan pengubahan tingkah laku di atas dapat
diringkaskan bahwa untuk menumbuhkan dan atau
mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan guru dapat
menerapkan penguatan positif (pemberian ganjaran) dan penguatan
negatif (meniadakan hukuman), sedangkan untuk mengurangi
tingkah laku siswa yang tidak dinginkan dosen dapat menerapkan

174
hukuman (tindakan yang tidak mengenakan bagi siswa) atau
penghilangan (menahan ganjaran yang biasa siswa terima).

9. Pendekatan suasana emosi dan hubungan sosial (sosioemosional)


Pendekatan iklim sosio emosional dilandasi oleh prinsip psikologi
penyuluhan dan klinis, seperti yang dikembangkan oleh Carl
Rogers yang menekankan pada pentingnya hubungan antar pribadi
(interpersonal) yang positif. Pendekatan ini menpunyai anggapan
dasar bahwa pengelolaan kelas yang efektif adalah merupakan
hasil dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan
siswa dengan siswa. Guru adalah penentu utama dari hubungan
interpersonal dan iklim kelas. Oleh karena itu, tugas pokok seorang
guru adalah mengembangkan iklim sosio emosional yang positif
melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di dalam kelas.

Untuk menghasilkan suasana (iklim) kelas yang positif yang berarti


membantu siswa belajar, seorang guru perlu melakukan hal-hal
berikut:
a. mengenal dirinya dengan baik, dan menampilkan diri
sebagaimana adanya. Hal ini dapat dilakukan melalui cara-cara
seperti: memiliki dan menunjukkan sikap terbuka kepada siswa,
berpenampilan tidak berpura- pura, dan menanamkan kesadaran
akan hak dan kewajiban masing-masing anggota kelas baik
untuk guru sendiri maupun siswa.
b. penerimaan dan kepercayaan guru terhadap siswanya. Yaitu,
sikap guru yang memandang siswa sebagai individu yang

175
berguna, berpotensi, dan perlu dihargai kemampuan dan
keberadaanya.
c. pengertian dan empati guru terhadap siswanya. Empati diartikan
sebagai kemampuan guru di dalam memahami perasan
siswanya sesuai dengan pandangan dan perasaan siswa sendiri.
Kalau suasana ini dikembangkan maka siswa akan merasa
bahwa guru mengerti dan merasakan apa yang dipikirkan dan
dirasakan siswanya, sehingga dapat menjalin hubungan
interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif yang pada
akhirnya mempengaruhi kegiatan belajar siswa.

Teknik yang dapat dilakukan guru dalam mengelola kelas melalui


pendekatan sosio emosional ini terbagi atas 4 yaitu:
a. Teknik menurut Carl A. Rogers. Menurutnya pengelolaan kelas
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
▪ Menunjukkan sikap tulus guru (realness, genuiness,
congruence)
▪ Menerima dan menghargai siswa sebagai manusia
(acceptance, prizing, caring, trust)
▪ Mengerti dari sudut pandangan siswa sendiri (emphatic
understanding)
b. Teknik menurut Haim C. Ginnot. Menurutnya pengelolaan
kelas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
▪ Dalam memecahkan masalah, guru berusaha membicarakan
situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran.

176
▪ Mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; dan
mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif
penyelesaian.
c. Teknik menurut William Glasser. Menurutnya pengelolaan
kelas dapat dilakukan dengan cara guru membantu
mengarahkan siswa untuk mendeskripsikan masalah yang
dihadapi, menganalisis dan menilai masalah, menyusun rencana
pemecahannya, mengarahkan siswa agar komitmen terhadap
rencana yang telah dibuat, memupuk keberanian menanggung
akibat “kurang menyenangkan”, serta membantu siswa
membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.
d. Teknik menurut Rudolf Draikurs. Menurutnya pengelolaan
kelas dapat dilakukan dengan cara “Democratic Classroom
Process” yaitu melalui pemberian kesempatan kepada siswa
untuk dapat memikul tanggung jawab, memperlakukan siswa
sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan
dengan segala konsekuensinya, dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk menghayati tata aturan masyarakat.
10. Pendekatan proses kelompok
Pendekatan proses kelompok dikenal juga sebagai pendekatan
sosio-psikologis. Pendekatan ini dilandasi oleh prinsip psikologi
sosial dan dinamika kelompok. Anggapan dasar yang dipegang
pendekatan ini adalah pengalaman belajar berlangsung dalam
suasana kelompok dan kelompok itu sendiri adalah suatu sistem
sosial. Oleh karena itu, tugas dan peran guru yang utama
berdasarkan pendekatan ini adalah:

177
a. menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok
menjadi produktif dan menjaga kondisi agar tetap baik,
b. mengembangkan dan mempertahankan keeratan hubungan
siswa,
c. mengembangkan dan mempertahankan semangat produktivitas,
d. berorientasi pada tujuan.

Teknik yang dapat dilakukan guru dalam mengelola kelas melalui


pendekatan ini diajukan oleh Richard A. Schmuck & Patricia A.
Schmuck. Menurutnya pengelolaan kelas dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. mutual expectations (harapan) ,
b. leadership (kepemimpinan),
c. attraction (pola persahabatan),
d. norm (norma),
e. communication (komunikasi), dan
f. cohesiveness (keeratan hubungan).

10.3 Fungsi dan Tujuan Pengelolaan Kelas

Fungsi pengelolaan kelas yaitu menciptakan lingkungan belajar yang


kondusif bagi peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien. Sementara tujuan pengelolaan kelas yaitu agar setiap
anak di kelas dapat bekerja dengan tertib, sehingga tercapai tujuan
pengajaran secara efektif dan efisien (Arikunto, 1988).

178
10.4 Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas

Untuk menghasilkan kondisi kelas yang diharapkan, seorang guru perlu


memahami serta mampu melaksanakan prinsip-prinsip dasar
pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh John I. Bolla pada tahun
1982. Prinsip- prinsip tersebut diantaranya:
1. Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan merupakan sikap dan sifat guru yang menggambarkan
keakraban dirinya dengan siswa. Sikap guru yang demikian
membuat siswa merasa diperhatikan serta diakui keberadaan di
lingkungannya, yang berdampak positifnya hubungan pribadi guru
dengan siswa, sehingga memudahkan terciptanya iklim kelas yang
menyenangkan.
2. Tantangan
Tantangan adalah tindakan guru yang ditunjukkan untuk
meningkatkan perhatian, minat, dan gairah siswa dalam belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang.
3. Bervariasi
Bervariasi adalah tindakan pengelolaan kelas yang ditunjukkan
untuk menghindari dan atau menghilangkan kejenuhan pada diri
siswa yang disebabkan monotonnya tindakan guru. Kejenuhan dapat
mengakibatkan menurunnya kegiatan belajar dan tingkah laku siswa
yang positif. Variasi ini misalnya gaya dan interaksi belajar
mengajar dan penggunaan media pengajaran.

179
4. Keluwesan
Keluwesan (fleksibilitas) merupakan tingkah laku guru yang dapat
dengan cepat mengubah strategi belajar mengajarnya sehubungan
dengan tingkah laku siswa. Keluwesan bertujuan untuk mencegah
gangguan atau menurunnya tingkah laku siswa dalam belajar.
Keluwesan strategi guru dalam mengelola kelas dapat dilakukan
dengan cara “memanipulasi“ komponen keterampilan belajar
mengajar lainnya.

5. Penekanan pada hal hal positif


Siswa akan belajar (bertingkah laku) positif jika suasana kelas
menyenangkan, dan sebaliknya siswa akan terhambat belajar
(bertingkah laku negatif) jika suasana kelas menegangkan. Usaha
guru dapat dilakukan melalui:
a. mengomentari dan menekankan pada tingkah laku siswa yang
positif dan menghindari komentar atau celaan terhadap tingkah
laku siswa yang kurang wajar
b. memberi penguatan terhadap tingkah laku siswa
c. meningkatkan kesadaran siswa ketika melakukan kesalahan yang
dapat mengganggu kelancaran belajarnya
6. Penanaman disiplin diri
Adanya disiplin diri dari seluruh anggota kelas merupakan salah satu
syarat terciptanya kondisi kelas yang optimum. Untuk mencapai
keadaan demikian akan lebih efektif apabila guru menjadi contoh
atau teladan tentang penanaman disiplin diri dan pelaksanaan
tanggung jawab.

180
10.5 Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas

Komponen-komponen keterampilan dalam menangani masalah dalam


pengelolaan kelas terbagi atas 2 yaitu:
1. Ketrampilan pencegahan (preventif), yaitu keterampilan yang
berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar
yang optimal. Keterampilan-keterampilan yang termasuk dalam
komponen ini yaitu:
a. Menunjukkan sikap tanggap. Termasuk dalam kriteria sikap ini
yaitu:
• Memandang seksama
• Gerak mendekati
• Memberi pernyataan
• Memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan
b. Pemusatan perhatian kelompok. Termasuk dalam kriteria sikap
ini yaitu:
• Memberi tanda
• Pertanggungan jawab
• Pengarahan dan Petunjuk yang jelas
• Penghentian
• Penguatan
• Kelancaran
2. Keterampilan penyembuhan (represif), yaitu keterampilan yang
berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal
setelah terjadinya gangguan. Keterampilan-keterampilan yang
termasuk dalam komponen ini yaitu:
a. Modifikasi tingkah laku
181
b. Pendekatan pemecahan masalah kelompok
c. Menemukan dan memecahkantingkah laku yang menimbulkan
masalah

10.6 Faktor-Faktor Penyebab Variasi Prilaku

Berbagai faktor dapat menyebabkan kerumitan dalam mengatasi


masalah pengelolaan kelas. Secara umum faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengelolaan kelas terbagi atas dua golongan yaitu:
faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Faktor internal
berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Faktor
eksternal berhubungan dengan pengelompokan, pandai, sedang dan
bodoh; terhalangnya kelompok pandai oleh teman temannya karena
tidak mampu seperti dia; dan organisasi kurikuler team teaching
(Djamarah & Zain, 2006). Faktor eksternal peserta didik juga terkait
dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan dan
pengelompokkan anak didik, jumlah anak didik di kelas, dan
sebagainya (Rohani, 2004).

Penataan Ruang Kelas


Penataan ruang kelas meliputi:
1. Pengaturan meja dan tempat duduk,
2. Pengaturan alat-alat pengajaran,
3. Penataan keindahan dan kebersihan kelas,
4. Ventilasi dan tata cahaya,
5. Pengaturan letak media dan sumber belajar (cth: pojok/sudut baca).

182
D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Jelaskan pengertian dan hakikat pengelolaan kelas?
2. Jelaskan masalah-masalah individu yang timbul dalam pengelolaan
kelas?
3. Jelaskan masalah-masalah kelompok yang timbul dalam
pengelolaan kelas?
4. Jelaskan tiga jenis pendekatan yang digunakan dalam menghadapi
masalah pengelolaan kelas?

183
BAB XI
KEBERHASILAN BELAJAR MENGAJAR

A. Capaian Pembelajaran
Setelah pembelajaran pada bab ini selesai dilaksanakan, diharapkan
mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tentang pengertian keberhasilan belajar mengajar;
2. Menjelaskan tentang indikator keberhasilan belajar mengajar;
3. Menjelaskan tentang cara-cara penilaian keberhasilan belajar
mengajar;
4. Menjelaskan tentang tingkatan atau taraf-taraf keberhasilan belajar
mengajar;
5. Menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar mengajar.

B. Relevansi
Kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari kekurangan. Kekurangan
tersebut dapat berupa kekurangan dalam perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, ataupun penilaian pembelajaran. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap keberhasilan belajar mengajar penting
bagi seorang guru sehingga kekurangan aspek-aspek pembelajaran
tersebut dapat dihindari. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dapat
diketahui dari keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan belajar siswa
tersebut diperoleh dari proses evaluasi setelah siswa mengikuti satuan
pembelajaran tertentu.

184
C. Uraian Materi
11.1 Pengertian Keberhasilan Belajar Mengajar

Keberhasilan belajar ialah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik


untuk mencapai tujuan pembelajaran dari suatu bahan ajar yang telah
disampaikan oleh guru pada saat proses pembelajaran.

11.2 Indikator Keberhasilan Belajar Mengajar

Menurut Djamarah (2002), suatu proses belajar mengajar dikatakan


berhasil bila memenuhi indikator berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai oleh
siswa baik secara individu maupun kelompok.

11.3 Penilaian Keberhasilan Belajar Mengajar

Keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan guru dapat dinilai


dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Tes Formatif
a. Penilaian ini digunakan untuk menguur satu/beberapa pokok
bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut.
b. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses balajar
mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
c. Contoh: kuis, ulangan harian, pre-test, post-test, dan lain
sebagainya.

185
2. Tes Subsumatif
a. Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu, bertujuan untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi
belajar siswa.
b. Hasil tes ini digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c. Contoh: ujian tengah semester.

3. Tes Sumatif
a. Tes ini dilakukan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester,
satu atau dua tahun ajaran.
b. Tes ini bertujuan utk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan
belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu.
c. Hasil tes ini digunakan untuk kenaikan kelas, menyususn
rangking atau sebagai ukuran mutu sekolah.
d. Contoh: Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Nasional (UN),
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN)
dan sejenisnya.

11.4 Acuan Tingkat Keberhasilan Siswa

Ada beberapa acuan yang dapat digunakan guru untuk mengetahui


apakah seorang atau sekelompok siswa dikatakan berhasil dalam suatu
proses belajar. Acuan tingkatan tersebut yaitu:
1. Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai
siswa antara 95%-100%.
186
2. Baik sekali/optimal: apabila penguasaan siswa terhadap bahan
pelajaran mencapai persentase 85%-94%.
3. Baik/Minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 75%-
84% dikuasai siswa.
4. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 75%
dikuasai siswa.

Pengukuran tingkat keberhasilan belajar mengajar sangat penting, oleh


karena itu, pengukuran harus betul-betul valid (tepat), reliabel (dapat
dipercaya), dan objektif. Hal ini dapat tercapai apabila alat ukurnya
disusun berdasarkan kaidah, aturan, hukum, atau ketentuan penyusunan
tes.

Program Perbaikan
Program perbaikan dilakukan:
1. Apabila 85% dr jumlah siswa mencapai taraf keberhasilan optimal
atau bahkan maksimal (mencapai 75% penguasaan materi), maka
proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan
yang baru sehingga tak begitu penting untuk menyelenggarakan
program perbaikan.
2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses
belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf
minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya
bersifat perbaikan/remedial.
3. Pengajaran perbaikan mengandung kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Mengulang pokok bahasan tertentu seluruhnya,
187
b. Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai,
c. Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama,
d. Memberi tugas-tugas khusus.

11.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan


Belajar

Setiap guru selalu ingin berhasil dalam mengajar. Tetapi, kadang-


kadang hasil yang dicapai tidak sesuai dengan tujuan yang telah
direncanakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat
menghambat atau mendukung keberhasilan proses belajar tersebut.
Berbagai faktor dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tujuan belajar
Tujuan merupakan muara dan pangkal dari proses belajar mengajar
dan menjadi pedoman arah serta sekaligus sebagai suasana yang
akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk tercapainya
sasaran yang diinginkan, maka guru diharuskan merumuskan tujuan
pembelajarannya dengan jelas. Tujuan ini dirumuskan dari bahan
ajar/pokok bahasan atau subpokok bahasan (topik atau sub topik)
yang akan diajarkan guru. Hasil pencapaiannya berwujud peserta
didik yang secara bertahap terbentuk wataknya, kemampuan
berpikir, dan keterampilan.

Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh guru dalam


merumuskan tujuan pembelajaran, yakni: 1) menggunakan kata
kerja operasional yang dapat diukur dan tidak ada penafsiran lain, 2)
harus dalam bentuk hasil (produk) belajar (penekanan pada

188
perubahan tingkah laku peserta didik), 3) harus berbentuk tingkah
laku peserta didik, 4) hanya meliputi satu jenis tingkah laku, 5) harus
jelas batas atau tingkat kemampuan yang dituntut dari peserta didik.

2. Guru
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab
untuk membimbing dan mendidik anak didik, baik secara individual
maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. Setiap guru
mempunyai kepribadian dan performance yang berbeda-beda saat
mengajar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakter,
latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan pandangan
filosofis guru terhadap siswa. Kepribadian guru yang berbeda-beda
ini seringkali menjadi masalah yang dapat menghambat keberhasilan
belajar mengajar. Kepribadian guru adalah hal yang sangat
menentukan bagi tinggi rendahnya atau baik tidaknya kewibawaan
atau citra seorang guru dalam pandangan peserta didik.

Guru perlu mengetahui hal-hal yang menjadi faktor penyebab


kegagalan dalam pembelajaran sehingga guru dapat memiinimalisir
penyebab kegagalan-kegagalan tersebut. Menurut Wati (2016),
faktor-faktor tersebut antara lain:
a. guru malas atau tidak menyiapkan materi pembelajaran,
b. guru kurang menguasai materi pelajaran dan akibatnya siswa
menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh
guru tersebut,
c. guru kurang mampu menguasai kelas,
d. guru tidak menggunakan alat peraga,
189
e. guru bersikap acuh yang akibatnya siswa menjadi tidak perhatian
terhadap materi yang disampaikan oleh guru,
f. guru kurang memahami kemampuan siswa yang akibatnya siswa
mengalami kesulitan dalam belajar,
g. guru kurang disiplin,
h. guru kurang dinamis mengembangkan ilmu karena kurangnya
inisiatif menambah wawasan dan pengetahuan yang terus
berkembang dengan pesat,
i. guru kurang kreatif dalam proses pembelajaran,
j. guru kurang mengasah keterampilan siswa, dan
k. guru kurang memanfaatkan sumber-sumber belajar.

3. Peserta didik
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan. Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang
berbeda-beda seperti motivasi, minat, bakat, perhatian, keaktifan,
keterampilan, harapan, latar belakang sosiokultural, daya serap, dan
tradisi keluarga yang menyatu dalam sebuah sistem belajar di kelas.
Pemahaman dan penguasaan yang baik terhadap karakteristik dan
potensi peserta didik akan sangat menentukan bagi terciptanya
suasana belajar yang kondusif, efektif, dan efisien.

4. Kegiatan pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara
guru dengan peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya.

190
5. Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi adalah buku paket yang berisi kurikulum (materi
ajar) yang sudah dipelajari oleh peserta didik yang disusun guna
kepentingan ulangan. Buku paket ini harus dimiliki oleh guru dan
siswa. Item-item soal evaluasi akan disusun berdasarkan bahan
evaluasi/buku paket ini. Pembuatan soal harus bergerak dari yang
mudah, sedang, hingga sukar dengan proporsi/jumlah tertentu.

Bentuk evaluasi, teknik evaluasi, alat evaluasi, dan uji validitas serta
uji reliabilitas memegang peranan yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilan belajar mengajar. Bila alat evaluasi tersebut
tidak valid dan tidak reliabel, maka tidak dapat dipercaya untuk
mengetahui tingkat keberhasilan belajar baik tingkat individu
maupun klasikal.

6. Suasana Evaluasi
Suasana evaluasi dipengaruhi oleh:
a. Kemampuan akademik siswa. Dalam membuat item-item soal,
guru harus mempertimbangkan tingkat pemahaman (kemampuan
akademik) siswa sehingga siswa akan mendapatkan soal sesuai
kemampuannya.
b. Banyak sedikitnya siswa di dalam kelas. Bila jumlah siswa yang
terdapat dalam kelas besar, maka pada saat pelaksanaan evaluasi
guru dapat membagi kelas menjadi dua bagian yang dilaksanakan
pada dua waktu yang berbeda.

191
c. Perilaku jujur siswa selama proses evaluasi. Guru harus
mencegah peserta didik agar tidak menyontek atau bekerja sama
selama pelaksanaan ujian sehingga peserta didik akan merasa
diperlakukan secara adil, tidak dirugikan, bahagia, dan puas.
Sebaliknya sikap guru yang cenderung membiarkan atau bahkan
guru yang dengan sengaja menyuruh peserta didik untuk
melakukan perilaku negatif selama ujian berlangsung akan
mengakibatkan peserta didik merasa kecewa, sedih, malas
belajar, dan kurang memperhatikan penjelasan guru ketika proses
belajar mengajar berlangsung.
d. Keadaan kelas dan lingkungan sekolah yang tenang, nyaman,
tidak bising, bersih, asri, dan jauh dari bau yang tidak sedap akan
membuat pelaksanaan ujian berlangsung dengan aman dan tertib
yang tentunya menunjang keberhasilan belajar mengajar.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut?
1. Jelaskan pengertian keberhasilan belajar mengajar?
2. Jelaskan indikator keberhasilan belajar mengajar?
3. Jelaskan cara-cara penilaian keberhasilan belajar mengajar?
4. Jelaskan acuan tingkatan keberhasilan belajar mengajar?
5. Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar?

192
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tabany, T. I. B. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,


Progresif, dan Kontekstual: Konsep, landasan, dan
implementasinya pada kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik
Integratif/KTI). Jakarta: Prenadamedia Group.

Arikunto, S. (1988). Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah pendekatan


evaluatif. Jakarta: Rajawali Press.

Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2015). Teori Belajar dan


Pembelajaran. Yogyakarta: Ae-Ruzz Media.

Chotimah, H., & Dwitasari, Y. (2009). Strategi-strategi Pembelajaran


untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang.

De Porter, B., et al. (2000). Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Djamarah, S.B. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka


Cipta.

Djamarah, S. B., & Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:


Rineka Cipta.

Hamdani. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Huda, M. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu


metodis dan paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Istarani. (2014). Kumpulan 40 Metode Pembelajaran untuk Revolusi


Pengajaran. Medan: Media Persada.

193
Istarani & Ridwan, M. (2014). 50 Tipe Pembelajaran Kooperatif.
Medan: Media Persada.

Istarani. (2012). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media


Persada.

Komara, E. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung:


Aditama.

Kurniasih, I., & Sani, B. (2016). Ragam Pengembangan Model


Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalitas Guru.
Yogyakarta: Kata Pena.

Majid, A. (2008). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan


standar kompetensi guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Muttaqien, R. (2013). Active Learning: 101 cara belajar siswa aktif.


Bandung: Nusamedia & Nuansa Cendekia.

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat: Model


pembelajaran kontekstual bermuatan nilai. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Rohani, A. (2004). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Roestiyah, N.K. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka


Cipta.

194
Rosada, D. (2007). Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta:
Kencana.

Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:


Alfabet.

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar


Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Slameto. (1988). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.


Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, R. (1989). Cooperative Learning and Student Achievement:


School and classroom organization. New York: Lawrence
Erlbaum.

Slavin, R. (1995). Cooperative Learning: Theory, research, and


practice. Second Edition. USA: Alyn and Bacon.

Sudjana. (2003). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif.


Bandung: Falah Production.

Sukmadinata, N. S. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.


Bandung: Yayasan Kusuma Karya.

Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Buana


Pustaka.

Tim Pembelajaran Mikro. (2016). Pedoman Pembelajaran Mikro.


Banda Aceh: Laboratorium Pembelajaran Mikro Universitas
Syiah Kuala.

195
Wati, E. R. (2016). Kupas Tuntas Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta:
Kata Pena.

_________. (2016). Ragam Media Pembelajaran: Visual, audio visual,


computer, power point, internet, interactive video. Yogyakarta:
Kata Pena.

196

Anda mungkin juga menyukai