Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat yang berfungsi sebagai sarana komunikasi yang sangat

vital peranannya dalam kehidupan manusia. Manusia dapat menyampaikan ide,

gagasan, pendapatnya kepada orang lain melalui bahasa. Menurut Tarigan (1989:4)

bahasa adalah suatu sistem yang sistematis dan juga sistem generatif. Bahasa adalah

seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbiter.

Di zaman modern seperti sekarang ini beberapa bahasa asing menjadi populer

dan banyak digunakan oleh beberapa negara di dunia. Selain bahasa Inggris dan

bahasa Cina, bahasa Jepang juga merupakan salah satu bahasa yang dianggap penting

di Indonesia karena beberapa sekolah di Indonesia terdapat pelajaran bahasa Jepang.

Dalam perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang diperhitungkan

pengaruhnya oleh negara lain karena memiliki kemajuan dalam bidang teknologi,

ekonomi, dan kebudayaan sehingga banyak orang yang tertarik untuk mempelajari

bahasa Jepang.

Dalam mempelajari bahasa asing, begitu pula dengan bahasa Jepang

diperlukan empat keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara, dan

menyimak. Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut pengamatan


penulis keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang sulit dikuasai oleh para

pembelajar. Banyak faktor yang menyebabkan pembelajar sulit menguasai

keterampilan berbicara bahasa Jepang, diantaranya perbedaan dalam struktur kalimat

bahasa Jepang S(Subjek) - O(Objek) - P(Predikat), perbedaan lafal dan intonasi, serta

kurangnya latihan berbicara bahasa Jepang secara rutin.

Hal ini terjadi pada saat peneliti melakukan Program Pengalaman Lapangan di

MAN 13 Jakarta. Keterampilan berbicara siswa di kelas tidak mendapatkan hasil

yang optimal. Siswa berbicara tidak lancar, kemudian ada pula siswa yang tidak mau

berbicara ketika disuruh oleh guru karena takut jawabannya salah. Namun ada juga

siswa yang berani berbicara dengan bahasa Jepang, akan tetapi pola kalimat yang

digunakan tidak tepat. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran di kelas tidak berjalan

dengan lancar.

Dalam pembelajaran bahasa Jepang, siswa dituntut untuk terampil berbicara

menggunakan bahasa Jepang. Karena dengan berbicara, siswa mampu bertanya dan

menjawab secara aktif dalam pembelajaran. Sehingga tujuan pembelajaran akan

tercapai dengan baik. Untuk menguasai bahasa Jepang khususnya keterampilan

berbicara diperlukan latihan dan pembiasaan menggunakannya. Dengan latihan yang

rutin akan terjadi proses pembiasaan. Setelah terbiasa maka pembelajar akan

menguasai keterampilan berbicara.


Saat ini bahasa Jepang telah dipelajari di tingkat SMP (Sekolah Menengah

Pertama), SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Ketertarikan siswa dalam

mempelajari bahasa Jepang membuat bahasa Jepang semakin berkembang di

Indonesia. Di dalam mempelajari bahasa Jepang terdapat huruf hiragana, katakana,

kanji, kosakata dan pola kalimat. Pembelajar bahasa Jepang sering mengalami

kesulitan dalam menghafal kosakata dan pola kalimat karena bahasa Jepang tidak

diperkenalkan sejak sekolah dasar sehingga menjadi mata pelajaran yang baru bagi

pembelajar.

Ketika siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar mengajar maka

mereka akan mengalami penurunan motivasi. Penurunan motivasi ditandai dengan

tidak fokusnya siswa dalam menyimak pelajaran ketika guru sedang mengajar serta

siswa tidak mau membaca teks percakapan ketika disuruh oleh guru. Untuk

meningkatkan motivasi dalam proses belajar mengajar perlu adanya variasi strategi

pembelajaran yang menarik. Strategi tersebut dapat berupa diskusi kelompok,

simulasi, bermain peran,dan sebagainya.

Proses belajar sering diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku dalam

suatu situasi. Situasi belajar ditandai dengan tujuan belajar ataupun suatu upaya untuk

mencapai sesuatu yang ditetapkan dan diterima oleh pembelajar. Suatu proses belajar

menjadi maksimal berkat adanya motivasi. Motivasi dan belajar merupakan dua hal

yang saling berkaitan dan memengaruhi. Motivasi adalah dorongan dasar yang

menggerakkan seseorang bertingkah laku. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Hamzah (2007:1) bahwa dorongan ini berada pada diri seseorang

yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam

dirinya. Apabila siswa memiliki motivasi yang kuat maka mempunyai keinginan

melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan belajar. Namun siswa terkadang merasa

bosan dengan kegiatan belajar sehari – hari. Kegiatan pembelajaran yang monoton

dan kurang menarik menjadi penyebab siswa merasa bosan dan kurang termotivasi.

Ketika siswa tidak memiliki motivasi, maka akan sulit bagi siswa untuk dapat

menguasai keterampilan berbicara bahasa Jepang.

Untuk mengatasi masalah yang telah diuraikan, diperlukan model

pembelajaran yang dapat mengatasi masalah kurangnya motivasi siswa. Model

pembelajaran ARCS yang diperkenalkan oleh Keller merupakan suatu bentuk

pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek motivasi serta lingkungan

belajar dalam mendorong dan mempertahankan motivasi siswa untuk belajar. Model

pembelajaran ini berkaitan erat dengan motivasi siswa terutama motivasi untuk

memperoleh pengetahuan yang baru.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan sebuah penelitian

dengan judul Efektivitas Penerapan Pembelajaran Model ARCS (Attention,

Relevance, Confidence, Satisfaction) terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa

Jepang Siswa Kelas XI IPS MAN 13 Jakarta.


B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diidentifikasikan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta dalam

berbicara bahasa Jepang?

2. Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran ARCS ?

3. Bagaimana reaksi siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta terhadap

keterampilan berbicara dengan diberikan model pembelajaran ARCS ?

4. Bagaimanakah efektivitas penerapan model pembelajaran ARCS dengan

keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta ?

5. Apakah penerapan model pembelajaran ARCS dapat meningkatkan

keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta ?

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberi batasan pada beberapa hal, yaitu :

1. Penelitian ini hanya akan meneliti proses pembelajaran bahasa Jepang

dengan penerapan pembelajaran model pembelajaran ARCS

2. Penelitian ini hanya akan meneliti keterampilan berbicara bahasa Jepang

siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta sebelum dan sesudah diberikan

penerapan pembelajaran model pembelajaran ARCS


3. Penelitian ini hanya akan meneliti efektivitas keterampilan berbicara

bahasa Jepang siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta sebelum dan sesudah

diberikan penerapan pembelajaran model pembelajaran ARCS

4. Penelitian ini hanya akan meneliti tanggapan siswa terhadap keterampilan

berbicara bahasa Jepang dengan diterapkan pembelajaran model

pembelajaran ARCS

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran bahasa Jepang dengan penerapan

pembelajaran model pembelajaran ARCS ?

2. Bagaimana keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas XI IPS

MAN 13 sebelum dan sesudah diberikan penerapan model pembelajaran

ARCS ?

3. Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran ARCS terhadap

keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta

4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap keterampilan berbicara bahasa

Jepang dengan diterapkan pembelajaran model pembelajaran ARCS ?


E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pembelajaran bahasa Jepang dengan penerapan

pembelajaran model pembelajaran ARCS

2. Untuk mengetahui hasil tingkat keterampilan berbicara bahasa Jepang

kelas XI IPS MAN 13 Jakarta sebelum dan sesudah diberikan penerapan

pembelajaran model pembelajaran ARCS

3. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran ARCS dalam

meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta

4. Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap keterampilan berbicara

bahasa Jepang dengan diterapkan pembelajaran model pembelajaran

ARCS

F. Lingkup Penelitian

Lingkup Penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Lingkup Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola kalimat yang

bersumber dari buku pelajaran bahasa Jepang “Sakura” jilid 1 dan jilid 2

yaitu :

Bab 18 dengan tema 「 ち ち は き ょ う し で す . 」 (Chichi wa kyôshi

desu) Bab 19 dengan tema「どんなひとですか .」(Donna hito desu

ka)
Bab 20 dengan tema「どんなふくをきていますか.」(Donna fuku o

kite imasu ka)

Bab 21 dengan tema「うちにテレビがありますか」(Uchi ni terebi ga

arimasu ka)

b. Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 13 Jakarta

G. Waktu dan Tempat

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama dua bulan dimulai tanggal 24 September-26

November 2013 tahun pelajaran 2013/2014.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 13, Jl. H.Syukur, Lenteng Agung, Jakarta

Selatan.

H. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan mengetahui ada/tidaknya efektivitas

penerapan model pembelajaran ARCS terhadap keterampilan berbicara


belajar siswa sehingga nantinya dapat diterapkan di dalam pengajaran

bahasa Jepang. Penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan minat

serta motivasi siswa dalam belajar bahasa Jepang sebagai usaha untuk

mengurangi kejenuhan dan kebosanan siswa.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai alternatif pengajaran

untuk meningkatkan motivasi belajar para siswa dan keterampilan

berbicara siswa dalam belajar bahasa Jepang serta mampu

memberikan solusi apabila di dalam mengajar siswa mengalami

kesulitan dalam belajar bahasa Jepang dan mengalami penurunan

motivasi.

2. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan minat, motivasi,

keterampilan berbicara terhadap pelajaran bahasa Jepang sehingga

dapat mencapai hasil yang optimal.

3. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

sumbangan informasi mengenai model pembelajaran ARCS dalam

meningkatkan keterampilan berbicara siswa.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1.Pengertian Pembelajaran

Bagi orang yang bergerak dalam bidang pendidikan istilah

pembelajaran merupakan istilah yang tidak asing lagi. Menurut Winkel

(dalam Eveline, 2010:12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang

dirancang untuk mendukung proses belajar siswa. Dalam pengertian lainnya,

Winkel (Eveline, 2010:12) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan

dan penciptaan kondisi-kondisi ekstern sedemikian rupa sehingga menunjang

proses belajar siswa dan tidak menghambatnya. Salah satu komponen dari

pembelajaran tersebut menurut Douglas (2007:6) yaitu “Learning is a change

in behavior” yang artinya pembelajaran mengubah kebiasaan.

Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso yang dikutip

Eveline (2010:12-13), menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha

pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja dengan tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaannya

terkendali. Sementara Gagne (Eveline, 2010:12) mendefinisikan pembelajaran

sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi

belajar dan membuatnya berhasil guna.


Menurut Sagala (2005:63) mengemukakan bahwa pembelajaran

memiliki dua karakteristik, yaitu sebagai berikut :

a. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara

maksimal. Artinya siswa tidak hanya mendengar dan mencatat akan tetapi

pembelajaran pun mengehendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir

b. Dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan tanya jawab

terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan

kemampuan berpikir siswa yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu

dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka

konstruksikan sendiri

Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah pengaturan dan penciptaan

kondisi belajar untuk mendukung proses belajar siswa secara aktif yang

tujuannya harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.

2. Taksonomi Bloom

Menurut Suparno (2001:6-11), taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori

yaitu yang dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah afektif, dan

ranah psikomotorik.

1) Cognitive Domain (kawasan kognitif) adalah kawasan yang berkaitan

dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bisa diukur dengan

pikiran atau nalar. Kawasan ini terdiri dari :

 Pengetahuan (Knowledge)
 Pemahaman (Comprehension)

 Penerapan (Aplication)

 Penguraian (Analisis)

 Memadukan (Synthesis)

 Penilaian (Evaluation)

Pada kawasan kognitif erat kaitannya dengan salah satu aspek dalam

model pembelajaran ARCS yaitu relevance. Pembelajar menggunakan

kemampuan berpikir secara konstruktif guna mendapatkan pengetahuan

yang berhubungan dengan isi pembelajaran.

2) Affective Domain (Kawasan afektif) adalah kawasan yang berkaitan

dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan

terhadap moral dan sebagainya. Kawasan ini terdiri dari :

 Penerimaan (Receiving/attending)

 Sambutan (Responding)

 Penilaian (Valuing)

 Pengorganisasian (Organization)

 Karakterisasi (Characterization)

Pada kawasan afektif ini berhubungan dengan aspek Attention,

Confidence, Satisfaction dalam model pembelajaran ARCS. Kawasan ini

berkaitan dengan minat siswa, rasa percaya diri, serta kepuasan siswa

dalam pembelajaran. Komponen afektif ini merupakan suatu


kecenderungan sikap untuk berbuat dan melakukan sesuatu di dalam

proses pembelajaran.

3) Psychomotor Domain (kawasan psikomotorik) adalah kawasan yang

berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi

system syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis.

Kawasan ini terdiri dari :

 Kesiapan (set)

 Meniru (imitation)

 Membiasakan (habitual)

 Adaptasi (adaption)

Di dalam pembelajaran bahasa Jepang kawasan psikomotorik erat

kaitannya dengan aspek keterampilan khususnya keterampilan berbicara.

3. Faktor Kesulitan Belajar Bahasa Jepang

a. Perbedaan huruf

Pemakaian huruf hiragana, katakana, kanji dalam bahasa jepang.

Huruf kanji merupakan salah satu aspek yang sulit bagi para siswa

yang sedang mempelajari bahasa Jepang (Sudjianto, 2009:56).

b. Perbedaan struktur bahasa

Pola kalimat bahasa jepang S-O-P dengan banyak partikel

c. Mengingat huruf dan kosakata

Masalah yang dihadapi siswa ketika belajar bahasa jepang adalah

mengingat dan menulis huruf hiragana maupun katakana yang sulit


bagi mereka. Ditambah lagi kosakata bahasa jepang yang masih asing

di telinga mereka.

Sedangkan menurut (Muneo, 1994:6) ada dua masalah pokok yang

harus kita perhatikan ketika mengajarkan Bahasa Jepang kepada orang

asing. Pertama, mengajarkan perbedaan yang terdapat dalam bahasa

ibu siswa dan bahasa Jepang. Kedua, bagaimana caranya untuk

mengajarkan bahasa Jepang kepada orang asing agar mereka mampu

menggunakan bahasa tersebut.

4. Pengertian Motivasi

Setiap orang memiliki daya penggerak untuk mencapai tujuan yaitu suatu

kebutuhan yang dirasakan sangat mendesak. Daya penggerak tersebut adalah

motivasi. Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam individu, yang menyebabkan individu tersebut

bertindak atau berbuat (Uno, 2007:3). Perilaku manusia setiap harinya

senantiasa dilatarbelakangi motif dan motivasi. Motif tersebut dapat berupa

makan karena lapar, ingin mendapat kasih sayang, ingin mendengarkan musik

dan sebagainya (Gerungan, 1996:142-144).

Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog menyebut

motivasi sebagai konstruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan

keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan oleh tujuan.

Dalam motivasi tercakup konsep-konsep, seperti kebutuhan untuk berprestasi,


kebutuhan berafiliasi, kebiasaan dan keingintahuan seseorang terhadap

sesuatu (Thomas, 1990:360).

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan pengertian dari motivasi

yaitu suatu dorongan dalam diri individu karena adanya suatu rangsangan baik

dari dalam maupun dari luar untuk memenuhi kebutuhan individu dan

tercapainya tujuan individu. Jadi individu akan bertingkah laku tertentu

dikarenakan adanya motif dan adanya rangsangan untuk memenuhi kebutuhan

serta mendapatkan tujuan yang diinginkan. Berarti motivasi berkaitan dengan

dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa motivasi adalah dorongan untuk berbuat sesuatu karena ada

rangsangan atau stimulus yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan

individu.

5. Fungsi Motivasi

Menurut Nanang (2009:26) ada empat fungsi motivasi dalam belajar

yaitu:

1. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar peserta

didik.

2. Motivasi merupakan alat untuk memengaruhi prestasi belajar peserta

didik.
3. Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian

tujuan pembelajaran.

4. Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebih

bermakna

6. Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Menurut (Uno, 2008:27) terdapat tiga peranan motivasi dalam belajar dan

pembelajaran, yaitu :

1. Peran Motivasi dalam menentukan Penguatan Belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak

yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan,

dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.

Sebagai contoh, seorang anak akan memecahkan materi matematika dengan

bantuan tabel logaritma. Tanpa bantuan tabel tersebut anak itu tidak dapat

menyelesaikan tugas matematika. Dalam kaitan itu, anak berusaha mencari

buku tabel matematika. Upaya untuk mencari tabel matematika merupakan

peran motivasi yang dapat menimbulkan penguatan belajar. Begitu pula ketika

seorang anak memecahkan masalah dengan kamus bahasa Jepang. Tanpa

bantuan kamus bahasa Jepang tersebut anak itu tidak menyelesaikan tugas

bahasa Jepang.

Peristiwa di atas dapat dipahami bahwa sesuatu dapat menjadi penguat

belajar untuk seseorang, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi


untuk belajar sesuatu. Dengan perkataan lain, motivasi dapat menentukan hal-

hal apa di lingkungan anak yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Untuk

itu seorang guru perlu memahami suasana tersebut, agar dia dapat membantu

siswanya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam

lingkungan siswa sebagai bahan penguat belajar. Hal itu tidak cukup dengan

memberitahukan sumber-sumber yang harus dipelajari, melainkan yang lebih

penting adalah mengaitkan isi pelajaran dengan perangkat apa pun yang

berada paling dekat dengan siswa di lingkungannya.

2. Peran Motivasi dalam Memperjelas Tujuan Belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya

dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang

dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi

anak. Sebagai contoh, anak akan termotivasi belajar elektronik karena tujuan

belajar elektronik itu dapat melahirkan kemampuan anak dalam bidang

elektronik. Dalam suatu kesempatan misalnya, anak tersebut diminta

membetulkan radio yang rusak, dan berkat pengalamannya dari bidang

elektronik, maka radio tersebut menjadi baik setelah diperbaikinya. Dari

pengalaman itu, anak makin hari makin termotivasi untuk belajar, karena anak

sudah mengetahui makna dari belajar itu.

3. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar


Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan

berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan

memperoleh hasil yang baik. Dalam hal itu, tampak bahwa motivasi untuk

belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya, apabila seseorang

kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak tahan lama

belajar. Dia mudah tergoda untuk mengerjakan hal yang lain dan bukan

belajar. Itu berarti motivasi sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan

ketekunan belajar.

7. Model Pembelajaran ARCS

Model pembelajaran ARCS yang diperkenalkan oleh Keller merupakan

suatu bentuk pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek

motivasi serta lingkungan belajar dalam mendorong dan mempertahankan

motivasi siswa untuk belajar. Model pembelajaran ini berkaitan erat dengan

motivasi siswa terutama motivasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

ARCS sendiri adalah akronim dari bentuk sikap siswa yakni attention

(perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), dan satisfaction

(kepuasan). Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar

teori-teori dan pengalaman nyata intsruktur sehinga mampu membangkitkan

semangat belajar siswa secara optimal dengan memotivasi diri siswa sehingga
didapatkan hasil belajar yang optimal. Menurut Awoniyi, dkk (1997:30)

model pembelajaran ARCS ini mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan petunjuk aktif dan memberi arahan tentang apa yang harus

dilakukan oleh siswa.

2. Cara penyajian materi dengan model pembelajaran ARCS ini bukan hanya

dengan teori yang penerapannya kurang menarik.

3. Model motivasi yang diperkuat oleh rancangan bentuk pembelajaran

berpusat pada siswa.

4. Penerapan model pembelajaran ARCS meningkatkan motivasi untuk

mengulang kembali materi lainnya yang pada hakekatnya kurang menarik.

5. Penilaian menyeluruh terhadap kemampuan-kemampuan yang lebih dari

karakteristik siswa-siswa agar strategi pembelajaran lebih efektif.

Menurut Keller (dalam Wena, 2009:36-44) ada empat jenis strategi

pengelolaan motivasi yaitu :

a. Strategi Pengelolaan motivasional untuk membangkitkan dan

mempertahankan perhatian dalam pembelajaran, yaitu :

• Membangkitkan daya persepsi siswa

• Merangsang tumbuhnya rasa ingin meneliti

• Menggunakan elemen pembelajaran secara variatif


b. Strategi pengelolaan motivasi untuk menciptakan relevansi

terhadap isi pembelajaran, yaitu :

• Menumbuhkan keakraban dan kebiasaan yang baik

• Menyajikan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan

• Menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai

c. Strategi pengelolaan motivasi untuk menumbuhkan keyakinan diri

pada siswa, yaitu :

• Menyajikan prasyarat belajar

• Memberikan kesempatan untuk sukses

• Memberikan kesempatan untuk kontrol pribadi

d. Strategi pengelolaan motivasi untuk menumbuhkan rasa puas pada

siswa terhadap pembelajaran, yaitu :

• Menyajikan latar belakang yang alami

• Memberikan penguatan yang positif

• Mempertahankan standar pembelajaran secara wajar

Penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS adalah

suatu bentuk pembelajaran yang mengutamakan perhatian siswa,

menyesuaikan materi pembelajaran dengan pengalaman belajar siswa,

menciptakan rasa percaya diri dalam diri siswa, dan menimbulkan rasa

puas dalam diri siswa tersebut.


8. Keterampilan Berbicara Bahasa Jepang

Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan dalam

bahasa. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dalam kehidupan

sehari-hari. Keterampilan berbicara merupakan hal yang sangat penting

dalam menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi orang lain karena

dengan berbicara maka informasi dapat disampaikan secara langsung

dengan jangka waktu yang singkat.

Menurut Djiwandono kerampilan berbicara merupakan kemampuan

untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati seseorang melalui bunyi-bunyi

bahasa dan kata-kata yang dirangkai dalam susunan bahasa yang lebih

lengkap seperti frasa, kalimat, dan wacana lisan yang lebih panjang seperti

cerita, pidato, dan lain-lain (2008:8).

Dalam program pengajaran keterampilan berbicara perlu adanya

kesempatan yang diberikan kepada individu untuk mencapai tujuan yang

dicita-citakan. Menurut (Iskandarwassid, 2009:242-243) terdapat lima

pencapaian keterampilan berbicara, yaitu :

1. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk

berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan

ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam

kelompok kecil maupun dihadapan pendengar umum.

2. Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik

artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang

diucapkan harus tersusun dengan baik. Dengan latihan berdiskusi

yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas, kejelasan

berbicara tersebut dapat dicapai.

3. Bertanggung jawab

Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk

bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan

dengan sunguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik

pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan

bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan

demikian menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak

bertanggung jawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.

4. Membentuk pendengaran yang kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan

keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan

utama program ini. Di sini peserta didik perlu belajar untuk dapat

mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicara yang secara

emplisit mengajukan pertanyaan : Siapakah yang berkata, mengapa

ia berkata demikian, apa tujuannya, apa kewenangannya ia berkata

begitu.
5. Membentuk kebiasaan

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan

berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam

bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk

kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang. Menurut (Muneo,

1994:77) yang diterjemahkan oleh Dahidi dan Akahane bahwa

latihan berbicara pada siswa dalam hal ini siswa SMA masih

terbatas pada kata, kosakata dan pola kalimat yang sudah

dipelajari. Bila mereka dipaksakan kemungkinan besar mereka

akan menggunakan berbahasa Jepang yang rancu yang nantinya

akan menjadi kebiasaan walaupun dilakukan perbaikan. Dengan

demikian guru menghindari pemberian latihan berbicara yang

bebas kepada siswa.

B. PENELITIAN RELEVAN

Berikut ini adalah penelitian yang relevan yang pernah diteliti

sebelumnya :

Hasil penelitian Dea Dwi Rahayu, Jurusan Pendidikan Bahasa

Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul “Penerapan Strategi

Pengelolaan Motivasional ARCS dalam Pembelajaran Menyimak Cerita

Rakyat”.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dea Dwi

Rahayu dapat disimpulkan bahwa :

1. Adanya perbedaan prestasi antara siswa yang menggunakan strategi

pengelolaan motivasional ARCS dengan siswa yang menggunakan

metode ceramah.

2. Penggunaan strategi pengelolaan motivasional ARCS ternyata lebih

berpengaruh positif (lebih efektif) dibandingkan dengan penggunaan

metode ceramah.

3. Strategi pengelolaan motivasional ARCS merupakan teknik alternatif

yang dipilih dalam pengajaran bahasa indonesia mengenai cerita rakyat.

Adapun perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat

yaitu keterampilan berbicara.

C. KONSEP

Konsep dari penelitian ini adalah dengan strategi motivasional untuk

membangkitkan motivasi dari diri siswa. Terdapat empat komponen strategi

pengelolaan motivasional, yaitu :

a. Membangkitkan dan mempertahankan perhatian.

b. Menciptakan relevansi terhadap isi pembelajaran.

c. Menumbuhkan keyakinan diri pada siswa.


d. Menumbuhkan rasa puas pada siswa terhadap pembelajaran.

STRATEGI PENGELOLAAN MOTIVASIONAL

MENUMBUHKAN RASA PUAS PADA SISWA TERHADAP PEMBELA


MEMBANGKITKAN DAN
MENCIPTAKAN
MEMPERTAHAN
RELEVANSI
KAN PERHATIAN
MENUMBUHKAN
TERHADAP ISI PEMBELAJARAN
KEYAKINAN DIRI PADA SISWA

Sumber : Wena (2009:36)

Strategi tersebut mencakup membangkitkan dan mempertahankan perhatian,

menciptakan relevansi terhadap isi pembelajaran, menumbuhkan keyakinan

diri pada siswa, dan menumbuhkan rasa puas pada siswa terhadap

pembelajaran. Dalam kegiatan belajar dan mengajar berbagai macam metode

digunakan. Metode ceramah, diskusi, bermain peran, simulasi, curah ide,

demonstrasi, ekplorasi, dan studi kasus.

D. RUMUSAN HIPOTESIS

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan pada bab I,

telah dirumuskan hipotesis sebagai berikut :


• Ho : Tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran ARCS

(Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction) terhadap hasil belajar bahasa

Jepang pada siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta.

• Hk : Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran ARCS (Attention,

Relevance, Confidence, Satisfaction) terhadap hasil belajar bahasa Jepang

pada siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta.

E. DEFINISI ISTILAH

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran makna istilah yang

dipakai dalam penelitian ini, maka diberikan definisi operasional. Adapun

definisi istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi

Menurut Henshuu (2001:4) komunikasi adalah :

コミュニケーション は双方向的なものであり、相互の協力に

よって成り立つものです。

Komunikasi adalah pembicaraan dua arah dan merupakan hubungan

timbal balik.

F. DEFINISI OPERASIONAL

a. Efektivitas
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008:374) efektivitas berasal dari

kata efektif yang artinya sama dengan keefektifan yaitu keberhasilan

(dalam suatu usaha, tindakan). Efektivitas dalam hal ini adalah sejauh

mana pengaruh yang diberikan metode ARCS terhadap keterampilan

berbicara siswa.

b. Metode Pembelajaran

Menurut Wina (2006:241) Metode pembelajaran berupa rangkaian

kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

c. Motivasi

Menurut Purwanto (2000:71) motivasi adalah suatu usaha yang disadari

untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya

untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan

tertentu.

d. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengembangkan aktivitas

dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman

belajar (Mulyasa, 2008:164).


e. Model Pembelajaran ARCS

Model motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran,

Attention (perhatian), Relevance (relevansi), Confidence (kepercayaan

diri), Satisfaction (kepuasan) yang penting diptraktikkan agar motivasi

siswa terpelihara selama proses belajar dan pembelajaran berlangsung

(Eveline, 2010:52).

f. Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan mereproduksi arus

sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan

perasaan, dan keinginan kepada orang lain (Iskandarwassid, 2009:240).

Keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah keterampilan

berbicara tingkat dasar yang digunakan di SMA.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental pendidikan.

Menurut Arikunto (2006:86), penelitian eksperimental adalah jenis penelitian

yang dianggap sudah memenuhi persyaratan yaitu adanya kelompok lain yang

tidak dikenai eksperimen tetapi ikut mendapatkan pengamatan, yaitu bisa disebut

kelas kontrol.

Berdasarkan sifatnya yaitu mencoba suatu metode dan menguji pengaruhnya,

maka jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dimana data yang diperoleh berasal

dari pengujian tes, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen.

Pendekatan kuantitatif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan efektivitas penerapan model pembelajaran ARCS (Attention,

Relevance, Confidence, Satisfaction) terhadap keterampilan berbicara bahasa

Jepang siswa kelas XI IPS MAN 13 Jakarta.

Adapun penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni dengan


menggunakan desain control group pre-test post test seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.1

E 01 X 02

K 03 X 04

Desain Penelitian Control Group pre-test and post-test


Keterangan :
E = kelas eksperimen (kelompok yang menggunakan model pembelajaran ARCS)
K = kelas kontrol (kelompok yang menggunakan metode ceramah)
01 = hasil pre-test kelas eksperimen
02 = hasil post-test kelas
eksperimen 03 = hasil pre-test kelas
kontrol
04 = hasil post-test kelas kontrol
X = perlakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 13 Jakarta

tahun ajaran 2013/2014.

2. Sampel

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka diambil sampel dari populasi yang

dapat mewakili. Sampel pada penelitian ini berjumlah 48 orang yang diambil

dari kelas XI IPS A sebanyak 24 orang dan kelas kelas XI IPS B sebanyak 24

orang. Kelas XI IPS A sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPS B sebagai

kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu sistem

purposive sampling yang artinya sampel yang dipilih dengan cermat sehingga

relevan dengan desain penelitian. Purposive sampling dilakukan dengan

mengambil orang-orang yang benar-benar terpilih oleh peneliti menurut ciri-

ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Pengambilan sampel kelas

eksperimen (XI IPS A) dan kelas kontrol (XI IPS B) berdasarkan pembahasan
materi pelajaran yang sama di dua kelas tersebut. Selain itu alasan penulis

mengambil sampel di MAN 13 Jakarta karena berdasarkan pengalaman

penulis mengajar di sekolah tersebut dalam program praktek lapangan,

kegiatan pembelajaran bahasa Jepang masih menggunakan metode ceramah.

Sehingga kegiatan di kelas membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:61). Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi variabel lain, yaitu model

pembelajaran ARCS.

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:61). Dalam penelitian ini variabel

terikatnya adalah keterampilan berbicara bahasa Jepang kelas XI IPS MAN 13

Jakarta.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pedoman wawancara

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui teknik wawancara. Sebelum

melakukan wawancara, peneliti telah membuat pedoman wawancara agar arah

pembicaraan bisa dikendalikan dengan tujuan semula. Metode wawancara yang


digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin, dimana peneliti

sudah menyiapkan terlebih dahulu pertanyaan yang akan diajukan pada

responden. Wawancara diberikan kepada guru. Wawancara diarahkan untuk

memperoleh data tentang model pembelajaran yang telah diterapkan dan

pengaruhnya terhadap kegiatan pembelajaran.

b. Tes

Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pre-tes dan post test.

Pre-test bertujuan untuk mengetahui keterampilan berbicara awal siswa. Post-test

bertujuan untuk mengkaji seberapa jauh perubahan hasil keterampilan berbicara

yang dicapai oleh siswa setelah diberikan treatment.

c. Kuesioner

Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang
akan diukur (responden) (Arikunto, 2006:28). Data berupa penilaian angket ini
dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui daftar pertanyaan tertulis
yang disebarkan guna mendapat informasi dari responden.

E. Teknik Analisis Data

1. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbicara yang dilakukan

dengan model pembelajaran ARCS.

Dengan format penelitian sebagai berikut :


Tabel 3.2

Format penilaian keterampilan berbicara

No Nama Aspek yang dinilai Skor Nilai Ket

Kelancaran Kenyaringan Ekspresi Intonasi Struktur

suara kalimat

(Jihad dan Haris, 2008:135)

Keterangan poin :

• Kelancaran

1. Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak tepat

2. Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang tepat

3. Pembicaraan lancar, jeda cukup tepat

4. Pembicaraan lancar sejak awal sampai akhir, jeda tepat

• Kenyaringan suara

1. Tidak begitu jelas

2. Kurang jelas

3. Jelas

4. Sangat jelas

• Ekspresi

1. Tidak sesuai
2. Kurang sesuai

3. Cukup sesuai

4. Sesuai

• Intonasi

1. Tidak tepat

2. Cukup

3. Benar

4. Sempurna

• Struktur kalimat

1. Kesalahan tata bahasa terjadi berulang-ulang dan kosakata salah

2. Kesalahan tata bahasa terjadi berulang-ulang

3. Sekali-kali terdapat kesalahan tata bahasa

4. Tidak terjadi kesalahan tata bahasa

Skor maksimum = 4 (skor maksimum setiap aspek) X5 (aspek)=20

Keterangan nilai :

(berdasarkan kriteria ketuntasan minimal MAN 13 Jakarta)

1. Nilai = 10 – 74 Belum tuntas

2. Nilai = 75 – 100 Tuntas

Nilai siswa = Skor perolehan

Skor maksimum x 100


2. Teknik Pengolahan Data Statistik

Penelitian ini menggunakan studi komparasi. Menurut Sutedi (2009:31)

penelitian komparasi merupakan penelitian untuk menemukan persamaan dan

perbedaan tentang objek yang ditelitinya. Untuk mengolah data, dalam

penelitian ini digunakan studi komparasi dengan teknik t test. Tabel t test

digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan

antara variabel X dan variabel Y.

Langkah – langkah menggunakan teknik t test adalah sebagai berikut :

a. Mencari rata-rata (mean) dari kedua variabel dengan menggunakan

rumus :

Mx = My =

Keterangan :

M = mean kelompok eksperimen

∑X = jumlah seluruh nilai kelompok eksperimen

n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen

M = mean kelompok kontrol

∑ =jumlah seluruh nilai kelompok kontrol

n2 =jumlah sampel kelompok kontrol


b. Mencari standar deviasi dari variabel X dan Y dengan rumus sebagai

berikut

Sdx = Sdy =

Keterangan :

Sd = standar deviasi dari variabel X

Sd = standar deviasi dari variabel Y

c. Mencari standar error mean kedua variabel tersebut dengan rumus :

SEM = SEM =

Keterangan :

SEM = Standar error mean X

SEM = Standar error mean Y

d. Mencari standar error perbedaan X dan Y dengan rumus sebagai

berikut :

Sem =

Keterangan :

Sem standar error perbedaan mean X dan Y

e. Mencari nilai thitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

= nilai t hitung yang dicari


= standar error perbedaan mean dan

f. Pengujian hipotesis dengan merumuskan :

1. Hipotesis kerja (HK) : terdapat perbedaan signifikan antara variabel X

dan Y.

2. Merumuskan Hipotesis Nol : tidak terdapat perbedaan signifikan

antara variabel X dan Y.

Kebenaran dua hipotesis tersebut diuji dengan cara membandingkan

thitung dengan ttabel dengan terlebih dahulu menetapkan derajat

kebebasan dengan menggunakan rumus :

df atau db = (n1+n2) - 2

Dengan menggunakan rumus tersebut maka diperoleh ttabel

pada taraf signifikan 5% atau 1 %. Apabila t hitung lebih kecil atau sama

dengan ttabel (thitung ≤ ttabel) maka HO diterima dengan HK ditolak,

dengan kata lain tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X

dan variabel Y. Sedangkan apabila nilai thitung lebih besar dari ttabel

(thitung ≥ ttabel) maka HO ditolak dan HK diterima, yang berarti terdapat

perbedaan yang cukup signifikan antara variabel X dan variabel Y.

3. Pengolahan Data Angket

Pengolahan data angket pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :


1. Menjumlahkan setiap jawaban kuesioner.

2. Menyusun frekuensi jawaban.

3. Membuat tabel frekuensi.

4. Menghitung prosentase frekuensi dari setiap jawaban dengan

menggunakan rumus (Ali, 1985: 139) :

P = x 100%

Keterangan :

P = prosentase frekuensi dari setiap jawaban responden

f = frekuensi dari setiap jawaban responden

n = jumlah responden

5. Menafsirkan hasil kuesioner dengan berpedoman pada tabel data

berikut ini (Ali, 1985: 140).

Tabel 3.3

Tabel Penafsiran Data Angket

Prosentase Jumlah Responden

0% Tidak ada seorang pun

1% - 5% Hampir tidak ada

6% - 25% Sebagian kecil

26% - 49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya
51% - 75% Lebih dari setengahnya

76% - 95% Sebagian besar

96% - 99% Hampir seluruhnya

100% Seluruhnya

4. Penghitungan Nilai Efektifitas Pembelajaran

Untuk menentukan tingkat keefektifan pembelajaran pada penelitian ini

dapat digunakan rumus sebagai berikut :

(g) =

Keterangan :

g = normalized gain

T1 = pretest

T2 = posttest

Sm = skor maksimal

Setelah nilai g diketahui, maka tingkat keefektifan pembelajaran dapat

diketahui dengan menginterpretasikan hasil g tersebut ke dalam tabel

berikut ini.
Tabel 3.4

Kriteria Efektifitas Pembelajaran

Rentang Normalized Gain Kriteria Efektifitas

0,01 – 0,40 Kurang efektif

0,41 – 0,70 Efektif

0,71 – 1,00 Sangat efektif


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Pengambilan data penelitian dilakukan di MAN 13 yang lokasinya berada di

Jl. H.Syukur, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Jumlah sampel penelitian yaitu 24

siswa kelas eksperimen dan 24 siswa kelas kontrol. Pada deskripsi ini akan

dipaparkan data hasil penelitian kelas eksperimen yang menggunakan model

pembelajaran ARCS dan kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah. Berikut

adalah nilai hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Tabel 4.1

Hasil pre-test dan post-test kelas eksperimen

No Nama Siswa Pretest Posttest

1 Adelia Yusnita 50 95

2 Ahmad Fadilah 45 90

3 Ahmad Faiz Masduqi 55 80

4 Aulia Kusuma Wardani 70 100

5 Dede Ipat 50 75

6 Fadhel Muh Ibadurrahman 50 80

7 Farhan Hanafi 55 75

8 Fiona Zulfa Salsabila 45 80

9 Hamzah Asaddullah 45 80
10 Hana Lazuardy Rahmani 60 95

11 Imam Rosyidin 45 80

12 Iqbal Setiawan 75 85

13 M Danar Adimas Priambodo 50 80

14 Maulidina Sekar Jannati 45 75

15 Mega Fitriani 45 70

16 Mochamad Luqman Fauzi 50 70

17 Muhammad Nadzir Mujtahid 60 80

18 Muhammad Yahya Ihyaroza 50 85

19 Riana Octaviandra Fadriani 65 85

20 Saila Rizki Maulida 45 85

21 Siti Rachma Amalia 45 95

22 Suwondo Lesmono 40 85

23 Trini Diyani 60 95

24 Zaki Rizqi Arraniri 70 85

Jumlah 1270 2005

Rata – rata 52,92 83,54


Tabel 4.2

Hasil pre-test dan post-test kelas kontrol

No Nama Siswa Pretest Posttest


1 Abdul Rahman Al Fatih 45 50
2 Adhitya Fauzan 40 45

3 Ahmad Adzin Difa 55 60


4 Angelika Auha Zahra 55 60

5 Annisa Al hasam 65 75
6 Bagas Setiawan 40 50
7 Dina Nozhifah 65 60
8 Dinda Ainun Nifaza 55 60

9 Dinda Harun Noviani 55 55


10 Dinandra Putra Azharie 55 65

11 Fakhri 55 75

12 Habib Rahman Aji 60 65


13 Isma Ahya Sofia 50 55

14 Maulida Sari 55 60
15 Muhammad Adam 50 60
16 Muhammad Alif 55 75
17 Muhammad Azam 50 60

18 Muhammad Fathan 45 55

19 Muhammad Hary 40 60
20 Nadya Larasati 50 75
21 Novita Chindyana 45 60

22 Rienta Rahmawati 50 60

23 Sahrul Efendi Kato 40 55


24 Sapto Hadi Witomo 45 50

Jumlah 1220 1445


Rata – rata 50,83 60,21

B. Hasil Pengujian

1. Pengolahan Data Pre-test

X : Kelas Eksperimen

Y : Kelas Kontrol

Tabel 4.3

Perhitungan Data Pre-test Variabel X dan Y

No Pre-test (X) Pre-test (Y) X² Y²

1 50 45 2500 2025

2 45 40 2025 1600

3 55 55 3025 3025

4 70 55 4900 3025

5 50 65 2500 4225

6 50 40 2500 1600

7 55 65 3025 4225
8 45 55 2025 3025

9 45 55 2025 3025

10 60 55 3600 3025

11 45 55 2025 3025

12 75 60 5625 3600

13 50 50 2500 2500

14 45 55 2025 3025

15 45 50 2025 2500

16 50 55 2500 3025

17 60 50 3600 2500

18 50 45 2500 2025

19 65 40 4225 1600

20 45 50 2025 2500

21 45 45 2025 2025

22 40 50 1600 2500

23 60 40 3600 1600

24 70 45 4900 2025

Jumlah 1270 1220 69300 63250

Mx = 52,92 My = 50,83
Berdasarkan tabel data di atas maka pengolahan data dilakukan dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

a. Mencari rata – rata (mean) dari kedua variabel dengan menggunakan

rumus :

Mx = = = 52,91666666666667

My = = = 50,83333333333333

b. Mencari Standar deviasi variabel X dan Y

Sdx = = = = 9,34485955

Sd = = = =7,16860516

c. Mencari standar error mean kedua variabel

SEM = = = = 1,94853791 = 1,948

SEM = = = = 1,49475751 = 1,495

d. Mencari standar error perbedaan mean X dan

Y Sem = =

= =

= 2,45555065 =2,45

Berdasarkan perhitungan pre-test siswa tersebut dapat diketahui bahwa

mean variabel X (kelas eksperimen) sebesar 52,92. Sedangkan mean variabel Y


(kelas kontrol) sebesar 50,83. Standar deviasi variabel X sebesar 9,34. Sedangkan

standar deviasi variabel Y sebesar 7,17. Standar error variabel X sebesar 1,948.

Sedangkan standar error variabel Y sebesar 1,495. Standar error perbedaan mean

kedua variabel (X dan Y) sebesar 2,45. Setelah diperoleh data hasil perhitungan,

tersebut maka dilakukan penghitungan selanjutnya, yaitu:

1. Mencari nilai thitung dengan rumus sebagai berikut :

2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan (db)

db = ( n1 + n2 ) – 2

db = (24+24) – 2

db = 48 – 2

db = 46

3. Mencari t tabel sebagai berikut :

Dengan DB sebesar 46 (yang paling dekat dengan 45) , maka taraf

signifikansinya adalah sebagai berikut :

a) Pada taraf signifikansi 5%, t tabel = 2,02

b) Pada taraf signifikansi 1%, t tabel = 2,69

4. Menguji hipotesa berdasarkan thitung dan t tabel Sehingga dengan diketahui t hitung

sebesar 0,85 dan t tabel 2,02< dan < 2,69 maka dapat disimpulkan, thitung jauh

lebih kecil daripada ttabel. Maka HO diterima sedangkan HK ditolak karena

tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa kelas eksperimen


sebelum dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran ARCS dengan

siswa kelas kontrol sebelum dilakukan pembelajaran dengan metode ceramah.

2. Pengolahan Data Post-test

X : Kelas Eksperimen

Y : Kelas Kontrol

Tabel 4.4

Perhitungan Data Post-test Variabel X dan Y

Post-test Post-test

No (X) (Y) X² Y²

1 95 50 9025 2500

2 90 45 8100 2025

3 80 60 6400 3600

4 100 60 10000 3600

5 75 75 5625 5625

6 80 50 6400 2500

7 75 60 5625 3600

8 80 60 6400 3600

9 80 55 6400 3025

10 95 65 9025 4225

11 80 75 6400 5625
12 85 65 7225 4225

13 80 55 6400 3025

14 75 60 5625 3600

15 70 60 4900 3600

16 70 75 4900 5625

17 80 60 6400 3600

18 85 55 7225 3025

19 85 60 7225 3600

20 85 75 7225 5625

21 95 60 9025 3600

22 85 60 7225 3600

23 95 55 9025 3025

24 85 50 7225 2500

Jumlah 2005 1445 169025 88575

Mx = 83,54 My = 60,21

Berdasarkan tabel data di atas maka pengolahan data dilakukan dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

a. Mencari rata – rata (mean) dari kedua variabel dengan menggunakan

rumus :

Mx = = = 83,54166666666667
My = = = 60,20833333333333

b. Mencari Standar deviasi variabel X dan Y

Sdx = = = =

7,96857892

Sd = = = =

8,09824672

c. Mencari standar error mean kedua variabel

SEM = = = = 1,66156357= 1,662

SEM = = = = 1,68860117 = 1,689

d. Mencari standar error perbedaan mean X dan

Y Sem = =

= =

= 2,36959174 = 2,37

Berdasarkan perhitungan post-test siswa tersebut dapat diketahui bahwa

mean variabel X (kelas eksperimen) sebesar 83,54. Sedangkan mean variabel Y

(kelas kontrol) sebesar 60,21. Standar deviasi variabel X sebesar 7,97. Sedangkan

standar deviasi variabel Y sebesar 8,1. Standar error variabel X sebesar 1,662.

Sedangkan standar error variabel Y sebesar 1,689. Standar error perbedaan mean
kedua variabel (X dan Y) sebesar 2,37. Setelah diperoleh data hasil perhitungan,

tersebut maka dilakukan penghitungan selanjutnya, yaitu:

1. Mencari nilai thitung dengan rumus sebagai berikut :

2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan

(db) db = ( n1 + n2 ) – 2

db = (24+24) – 2

db = 48 – 2

db = 46

3. Mencari t tabel sebagai berikut :

Dengan DB sebesar 46 (yang paling dekat dengan 45) , maka taraf

signifikansinya adalah sebagai berikut :

c) Pada taraf signifikansi 5%, t tabel = 2,02

d) Pada taraf signifikansi 1%, t tabel = 2,69

4. Menguji hipotesa berdasarkan thitung dan t tabel Sehingga dengan diketahui t hitung

sebesar 9,84 dan t tabel 2,02 > dan > 2,69 maka dapat disimpulkan, t hitung jauh

lebih besar daripada ttabel. Maka HK diterima sedangkan HO ditolak karena

terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa kelas eksperimen setelah

dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran ARCS dan siswa kelas

kontrol setelah dilakukan pembelajaran dengan metode ceramah.


3. Pengolahan Nilai Efektivitas Pembelajaran

Untuk menentukan tingkat efektifitas pembelajaran, dapat menggunakan

rumus sebagai berikut :

(g) =

Keterangan :

g = normalized gain

T1 = pretest

T2 = posttest

Sm = skor maksimal

Setelah nilai g diketahui, maka tingkat efektifitas pembelajaran dapat

diketahui dengan menginterpretasikan hasil g tersebut ke dalam tabel 4.5

Tabel 4.5

Data normalized gain kelas eksperimen

No Nama Siswa Pretest Posttest (g) =


1 Adelia Yusnita 50 95 0,9

2 Ahmad Fadilah 45 90 0,81

3 Ahmad Faiz Masduqi 55 80 0,55

4 Aulia Kusuma Wardani 70 100 1

5 Dede Ipat 50 75 0,5

6 Fadhel Muh Ibadurrahman 50 80 0,6


7 Farhan Hanafi 55 75 0,44

8 Fiona Zulfa Salsabila 45 80 0,63

9 Hamzah Asaddullah 45 80 0,63

10 Hana Lazuardy Rahmani 60 95 0,87

11 Imam Rosyidin 45 80 0,63

12 Iqbal Setiawan 75 85 0,4

13 M Danar Adimas 50 80 0,6


Priambodo
14 Maulidina Sekar Jannati 45 75 0,54

15 Mega Fitriani 45 70 0,45

16 Mochamad Luqman Fauzi 50 70 0,4

17 Muhammad Nadzir 60 80 0,5


Mujtahid
18 Muhammad Yahya 50 85 0,7
Ihyaroza
19 Riana Octaviandra Fadriani 65 85 0,57

20 Saila Rizki Maulida 45 85 0,72

21 Siti Rachma Amalia 45 95 0,9

22 Suwondo Lesmono 40 85 0,75

23 Trini Diyani 60 95 0,87

24 Zaki Rizqi Arraniri 70 85 0,5

Jumlah 1270 2005 15,46

Rata – rata 52,92 83,54 Md = 0,65

Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata normalized

gain pembelajaran bahasa Jepang dengan menggunakan model pembelajaran ARCS

sebesar 0,65 dengan kriteria untuk efektivitas pembelajaran adalah efektif.


Tabel 4.6

Data normalized gain kelas kontrol

No Nama Siswa Pretest Posttest (g) =


1 Abdul Rahman Al Fatih 45 50 0,09
2 Adhitya Fauzan 40 45 0,08

3 Ahmad Adzin Difa 55 60 0,11

4 Angelika Auha Zahra 55 60 0,11

5 Annisa Al hasam 65 75 0,28


6 Bagas Setiawan 40 50 0,16

7 Dina Nozhifah 65 60 -0,14


8 Dinda Ainun Nifaza 55 60 0,11

9 Dinda Harun Noviani 55 55 0

10 Dinandra Putra Azharie 55 65 0,22

11 Fakhri 55 75 0,44

12 Habib Rahman Aji 60 65 0,12

13 Isma Ahya Sofia 50 55 0,1


14 Maulida Sari 55 60 0,11

15 Muhammad Adam 50 60 0,2


16 Muhammad Alif 55 75 0,44

17 Muhammad Azam 50 60 0,2

18 Muhammad Fathan 45 55 0,18

19 Muhammad Hary 40 60 0,33


20 Nadya Larasati 50 75 0,5
21 Novita Chindyana 45 60 0,27

22 Rienta Rahmawati 50 60 0,2

23 Sahrul Efendi Kato 40 55 0,25

24 Sapto Hadi Witomo 45 50 0,09

Jumlah 1220 1445 4,45

Rata – rata 50,83 60,21 Md = 0,19

Berdasarkan tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata

normalized gain pembelajaran bahasa Jepang dengan menggunakan metode

ceramah sebesar 0,19 dengan kriteria untuk efektivitas pembelajaran adalah

kurang efektif.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa Jepang

dengan model pembelajaran ARCS (rata-rata normalized gain sebesar 0,65)

dinilai lebih baik karena memiliki kriteria efektif dibandingkan dengan metode

ceramah yang (rata-rata normalized gain sebesar 0,19) yang memiliki kriteria

kurang baik.

4. Pengolahan Data Angket

Angket yang telah disebar terdiri dari 15 pertanyaan. Setiap butir pertanyaan

dibuat prosentasenya kemudian ditafsirkan.

1. Pertanyaan nomor 1, “Apakah keterampilan berbicara anda memuaskan ? ”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat memuaskan 4 16,67%

Memuaskan 14 58,33%
Kurang memuaskan 6 25%

Tidak memuaskan 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (16,67%) merasa keterampilan bahasa Jepang mereka sangat

memuaskan. Lebih dari setengah siswa (58,33%) merasa keterampilan bahasa Jepang

mereka memuaskan. Sebagian kecil siswa (25%) merasa keterampilan bahasa Jepang

mereka kurang memuaskan.

Maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara siswa memuaskan setelah

diterapkan model pembelajaran ARCS. Hal ini sesuai dengan teori bahwa model

pembelajaran ARCS dapat menimbulkan rasa puas dalam diri siswa.

2. Pertanyaan nomor 2, “Apakah teknik guru mengajar berpengaruh terhadap

keterampilan berbicara anda ?”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat berpengaruh 7 29,17%

Berpengaruh 13 54,17%

Kurang berpengaruh 4 16,67%

Tidak berpengaruh 0 0%

Jumlah 24 100%
Penafsiran :

Hampir setengah siswa (29,17%) menyatakan bahwa teknik guru mengajar sangat

berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa. Lebih dari setengah siswa

(54,17%) menyatakan bahwa teknik guru mengajar berpengaruh terhadap

keterampian berbicara siswa. Sebagian kecil siswa (16,67%) menyatakan bahwa

teknik guru mengajar kurang berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa.

Maka dapat disimpulkan bahwa teknik guru mengajar berpengaruh terhadap

keterampilan berbicara siswa. Dalam proses pembelajaran strategi, penyampaian dan

arahan yang jelas merupakan faktor yang penting guna mencapai hasil yang optimal.

3. Pertanyaan nomor 3, “Keterampilan berbicara perlu dilatih”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 13 54,17%

Setuju 9 37,5%

Kurang setuju 0 0%

Tidak setuju 2 8,33%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Lebih dari setengah siswa (54,17%) merasa sangat setuju bahwa keterampilan

berbicara perlu dilatih. Hampir setengah siswa (37,5%) merasa setuju bahwa
keterampilan berbicara perlu dilatih. sebagian kecil siswa (8,33%) merasa tidak setuju

bahwa keterampilan berbicara perlu dilatih.

Maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara perlu dilatih. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Iskandarwassid, 2009:243) bahwa latihan berbicara yang

baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis guna

mencapai tujuan utama pembelajaran.

4. Pertanyaan nomor 4, “Anda berani berbicara dengan menggunakan bahasa Jepang

di kelas maupun di luar kelas”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 2 8,33%

Setuju 8 33,33%

Kurang setuju 9 37,5%

Tidak setuju 5 20,83%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (8,33%) menyatakan sangat setuju bahwa mereka berani

berbicara dengan menggunakan bahasa Jepang di kelas maupun di luar kelas. Hampir

setengah siswa (33,33%) menyatakan setuju bahwa mereka berani berbicara dengan

menggunakan bahasa Jepang di kelas maupun di luar kelas. Hampir setengah siswa

(37,5%) menyatakan tidak setuju bahwa mereka berani berbicara dengan


menggunakan bahasa Jepang di kelas maupun di luar kelas. Sedangkan sebagian kecil

siswa (20,83%) menyatakan tidak setuju bahwa mereka berani berbicara dengan

menggunakan bahasa Jepang di kelas maupun di luar kelas.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada siswa yang berani berbicara bahasa Jepang di

ada kelas maupun diluar kelas, namun ada juga siswa yang masih belum berani

berbicara bahasa Jepang di dalam maupun di luar kelas.

5. Pertanyaan nomor 5, “Kurangnya latihan berbicara bahasa Jepang berpengaruh

terhadap kepercayaan diri anda untuk berbicara bahasa Jepang”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 10 41,67%

Setuju 10 41,67%

Kurang setuju 4 16,67%

Tidak setuju 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Hampir setengah siswa (41,67%) menyatakan sangat setuju bahwa kurangnya

latihan berbicara bahasa Jepang berpengaruh terhadap kepercayaan diri untuk

berbicara bahasa Jepang. Hampir setengah siswa (41,67%) menyatakan setuju bahwa

kurangnya latihan berbicara bahasa Jepang berpengaruh terhadap kepercayaan diri

untuk berbicara bahasa Jepang. Sedangkan sebagian kecil siswa (16,67%)


menyatakan kurang setuju bahwa kurangnya latihan berbicara bahasa Jepang

berpengaruh terhadap kepercayaan diri untuk berbicara bahasa Jepang.

Maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya latihan berbicara berpengaruh

terhadap kepercayaan diri siswa untuk berbicara bahasa Jepang. Hal ini sesuai dengan

teori bahwa salah satu strategi untuk menumbuhkan keyakinan diri pada siswa yaitu

dengan memberikan kesempatan untuk kontrol pribadi berupa latihan berbicara.

6. Pertanyaan nomor 6, “Anda pernah mendengar atau mengetahui model ARCS

sebelumnya”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 1 4,17%

Setuju 2 8,33%

Kurang setuju 10 41,67%

Tidak setuju 11 45,83%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan sangat setuju bahwa pernah

mendengar atau mengetahui model ARCS sebelumnya. Sebagian kecil siswa (8,33%)

menyatakan setuju bahwa pernah mendengar atau mengetahui model ARCS

sebelumnya. Hampir setengah siswa (41,67%) menyatakan kurang setuju bahwa

pernah mendengar atau mengetahui model ARCS sebelumnya. Sedangkan hampir


setengah siswa (45,83%) menyatakan tidak setuju bahwa pernah mendengar atau

mengetahui model ARCS sebelumnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa banyak siswa yang belum pernah mendengar atau

mengetahui model pembelajaran ARCS. Hal ini dikarenakan model pembelajaran ini

belum pernah diterapkan sebelumnya di dalam pembelajaran bahasa Jepang.

7. Pertanyaan nomor 7, “Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan

model ARCS menarik”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 1 4,17%

Setuju 18 75%

Kurang setuju 5 20,83%

Tidak setuju 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan sangat setuju bahwa

pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model ARCS

menarik. Lebih dari setengah siswa (75%) menyatakan setuju bahwa

pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model ARCS

menarik. Sedangkan sebagian kecil siswa (20,83%) menyatakan kurang setuju


bahwa pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model ARCS

menarik.

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara dengan

menggunakan model pembelajaran ARCS menarik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Awoniyi (1997:30) bahwa salah satu kelebihan model pembelajaran

ARCS yaitu cara penyajian dengan model ARCS ini bukan hanya dengan teori

yang penerapannya kurang menarik.

8. Pertanyaan nomor 8, “Setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran ARCS keterampilan berbicara anda meningkat”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 0 0%

Setuju 19 79,17%

Kurang setuju 4 16,67%

Tidak setuju 1 4,17%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian besar siswa (79,17%) menyatakan setuju bahwa pembelajaran

dengan menggunakan model ARCS menyebabkan keterampilan berbicara siswa

meningkat. Sebagian kecil siswa (16,67%) menyatakan kurang setuju bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model ARCS menyebabkan keterampilan


berbicara siswa meningkat. Hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan tidak

setuju bahwa pembelajaran dengan menggunakan model ARCS menyebabkan

keterampilan berbicara siswa meningkat.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS menyebabkan

keterampilan berbicara siswa meningkat. Hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata

nilai pre-test siswa di kelas eksperimen sebesar 52,92. Sedangkan nilai rata-rata

post-test siswa sebesar 83,54.

9. Pertanyaan nomor 9, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS membuat anda terlibat secara aktif ”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 3 12,5%

Setuju 15 62,5%

Kurang setuju 5 20,83%

Tidak setuju 1 4,17%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (12,5%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat siswa terlibat secara aktif.

Lebih dari setengah siswa (62,5%) menyatakan setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat siswa terlibat secara aktif.
Sebagian kecil siswa (20,83%) menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat siswa terlibat secara aktif.

Hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat siswa terlibat secara aktif.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS membuat siswa

terlibat secara aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Awoniyi (1997:30) bahwa

salah satu kelebihan model pembelajaran ARCS yaitu memberikan petunjuk aktif

dan memberi arahan tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa.

10. Pertanyaan nomor 10, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS sangat bermanfaat”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 4 16,67%

Setuju 19 79,17%

Kurang setuju 1 4,17%

Tidak setuju 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (16,67%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS sangat bermanfaat. Sebagian besar

siswa (79,17%) menyatakan setuju bahwa pembelajaran berbicara dengan


menggunakan model ARCS sangat bermanfaat. Hampir tidak ada siswa (4,17%)

menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan

model ARCS sangat bermanfaat.

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbicara dengan model

pembelajaran ARCS sangat bermanfaat. Karena model pembelajaran ini

melibatkan secara aktif dan meningkatkan motivasi siswa untuk dapat

meningkatkan keterampilan berbicara siswa menjadi lebih baik.

11. Pertanyaan nomor 11, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS membuat anda lebih memahami materi pembelajaran”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 3 12,5%

Setuju 14 58,33%

Kurang setuju 7 29,17%

Tidak setuju 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (12,5%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat siswa lebih memahami

materi pembelajaran. Lebih dari setengah siswa (58,33%) menyatakan setuju

bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS membuat


siswa lebih memahami materi pembelajaran. Hampir setengah siswa (29,17%)

menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan

model ARCS membuat siswa lebih memahami materi pembelajaran.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS membuat siswa

lebih memahami materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori bahwa salah

satu strategi pengelolaan motivasi untuk menciptakan relevansi terhadap isi

pembelajaran yaitu menyajikan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan

untuk memudahkan siswa memahami materi pembelajaran.

12. Pertanyaan nomor 12, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS meningkatkan motivasi anda”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 2 8,33%

Setuju 17 70,83%

Kurang setuju 4 16,67%

Tidak setuju 1 4,17%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (8,33%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan motivasi siswa.

Lebih dari setengah siswa (70,83%) menyatakan setuju bahwa pembelajaran


berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan motivasi siswa.

Sebagian kecil siswa (16,67%) menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan motivasi siswa.

Sedangkan hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan tidak setuju bahwa

pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan

motivasi siswa.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS dapat

meningkatkan motivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Awoniyi (1997:30)

bahwa salah satu kelebihan model pembelajaran ARCS yaitu penerapan

meningkatkan motivasi untuk mengulang kembali materi lainnya yang pada

hakekatnya kurang menarik.

13. Pertanyaan nomor 13, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS tidak membuat anda merasa bosan”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 3 12,5%

Setuju 14 56%

Kurang setuju 6 25%

Tidak setuju 1 4,17%

Jumlah 24 100%
Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (12,5%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS tidak membuat anda merasa bosan.

Lebih dari setengah siswa (56%) menyatakan setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS tidak membuat anda merasa bosan.

Sebagian kecil siswa (25%) menyatakan kurang setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS tidak membuat anda merasa bosan.

Sedangkan hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan tidak setuju bahwa

pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS tidak membuat anda

merasa bosan.

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan

model pembelajaran ARCS tidak membuat siswa merasa bosan. Hal ini sesuai

dengan pendapat (Awoniyi, 1997:30) bahwa penerapan model pembelajaran

ARCS meningkatkan motivasi untuk mengulang kembali materi lainnya yang

pada hakekatnya kurang menarik.

14. Pertanyaan nomor 14, “Pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

ARCS meningkatkan rasa ingin tahu anda”

Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 3 12,5%

Setuju 17 70,83%

Kurang setuju 3 12,5%


Tidak setuju 1 4,17%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (12,5%) menyatakan sangat setuju bahwa pembelajaran

berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan rasa ingin tahu

siswa. Lebih dari setengah siswa (70,83%) menyatakan setuju bahwa

pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan rasa

ingin tahu siswa. Sebagian kecil siswa (16,67%) menyatakan kurang setuju bahwa

pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS meningkatkan rasa

ingin tahu siswa. Sedangkan hampir tidak ada siswa (4,17%) menyatakan tidak

setuju bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan model ARCS

meningkatkan rasa ingin tahu siswa.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS dapat

meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Berdasarkan pengamatan di kelas model

pembelajaran ini merangsang ingin tahu siswa. Dimana pada awal pembelajaran

siswa diberikan teka-teki kosakata yang membuat siswa bersaing untuk dapat

menjawab teka-teki tersebut.

15. Pertanyaan nomor 15, “Model ARCS cocok dengan pembelajaran berbicara

bahasa Jepang”
Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase

Sangat setuju 3 12,5%

Setuju 16 66,67%

Kurang setuju 5 20,83%

Tidak setuju 0 0%

Jumlah 24 100%

Penafsiran :

Sebagian kecil siswa (12,5%) menyatakan sangat setuju bahwa model ARCS

cocok dengan pembelajaran berbicara bahasa Jepang. Lebih dari setengah siswa

(66,67%) menyatakan setuju bahwa model ARCS cocok dengan pembelajaran

berbicara bahasa Jepang. Sebagian kecil siswa (20,83%) menyatakan kurang

setuju bahwa model ARCS cocok dengan pembelajaran berbicara bahasa Jepang.

Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ARCS ini cocok dengan

pembelajaran ARCS. Karena model pembelajaran ini dapat meningkatkan

kepercayaan diri siswa untuk berbicara menggunakan bahasa Jepang.

Keterampilan berbicara menuntut siswa untuk berani bertanya maupun menjawab

dengan menggunakan bahasa Jepang.


5. Pengolahan Data Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur dimana peneliti

tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematis dan tersusun secara

lengkap. Peneliti hanya menggunakan garis besar pertanyaan yang ditanyakan.

Wawancara dilakukan kepada guru bahasa Jepang kelas XI MAN 13 Jakarta

untuk mengetahui keterampilan berbicara bahasa Jepang dan model pengajaran

seperti apa yang telah diberikan kepada siswa dalam meningkatkan keterampilan

berbicara.

Pertanyaan dalam wawancara tersebut di antaranya :

1. Menurut Anda apakah keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas XI

MAN 13 kurang memuaskan ?

2. Apa yang menyebabkan keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas XI

MAN 13 kurang memuaskan ?

3. Menurut Anda apakah siswa kelas XI MAN 13 berani berbicara di kelas

maupun di luar kelas ?

4. Apa yang menyebabkan siswa kelas XI MAN 13 tidak berani berbicara

bahasa Jepang di kelas maupun di lua kelas ?

5. Menurut Anda apakah siswa kelas XI MAN 13 ada motivasi dalam belajar

bahasa Jepang ?

6. Apa yang menyebabkan siswa kelas XI MAN 13 tidak ada motivasi dalam

belajar bahasa Jepang ?


7. Model pengajaran apa yang sudah Anda berikan untuk mengatasi

keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas XI MAN 13 ?

8. Bagaimana hasil pengajaran tersebut ?

9. Apakah siswa kelas XI MAN 13 puas terhadap pengajaran tersebut ?

Hasil wawancara yang diperoleh yaitu,

1. Ya, kurang memuaskan.

2. Mereka kurang latihan dalam hal berbicara bahasa Jepang.

3. Hanya sedikit siswa yang berani berbicara bahasa Jepang di kelas maupun di

luar kelas.

4. Karena kurang kosakata sehingga murid menjadi tidak berani berbicara

bahasa Jepang.

5. Siswa kelas XI kurang ada motivasi dalam belajar.

6. Mereka tidak ada minat dalam belajar bahasa Jepang.

7. Percakapan, tanya jawab, roleplay, wawancara.

8. Lumayan efektif.

9. Tidak semua siswa puas dengan pengajaran tersebut.

C. Diskusi (Berbagai Kelemahan Penelitian)

Pada saat penulis melakukan penelitian pada kelas XI IPS MAN 13

Jakarta, penulis memiliki beberapa kesulitan yang menjadi kelemahan dalam

penelitian ini. Kelemahan pada penelitian ini antara lain :

1. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki penulis maupun sekolah

sehingga dalam penelitian mengalami beberapa kesulitan. Seperti terbatasnya


kelas yang terdapat proyektor. Adapun kelas tersebut digunakan oleh guru

bidang mata pelajaran yang lain sehingga penulis tidak bisa menggunakan

kelas tersebut untuk penelitian.

2. Jam pelajaran bahasa Jepang di kelas eksperimen dilaksanakan pada pukul

12.30 sehingga banyak waktu yang terbuang dikarenakan para siswa masih

belum berada di kelas tepat waktu.

3. Ruangan yang terdapat di kelas eksperimen tidak begitu nyaman dikarenakan

terdapat satu sekat pembatas yang memiliki celah sehingga suara dari kelas

sebelah dapat terdengar dengan jelas.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa kelas XI

MAN 13 semester Ganjil tahun ajaran 2013/2014, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Pada saat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ARCS,

siswa cukup antusias dalam belajar bahasa Jepang. Dalam pembelajaran siswa

diberikan kesempatan untuk berbicara bahasa Jepang dari contoh percakapan

maupun percakapan yang mereka buat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan rasa percaya diri siswa untuk berbicara bahasa Jepang.

Sebelum itu siswa diberikan teka-teki kosakata yang akan dipelajari yang

bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran.

Ini dapat dilihat dari prosentase siswa (70,83%) yang merasa model

pembelajaran ARCS meningkatkan rasa ingin tahu mereka. Kemudian dalam

pembelajaran tersebut siswa diberikan pujian verbal maupun reward sebagai

cara untuk membuat siswa merasa puas terhadap pembelajaran bahasa Jepang.

2. Keterampilan berbicara bahasa Jepang siswa kelas eksperimen sebelum

mendapatkan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran ARCS

memiliki nilai rata-rata sebesar 52,92. Apabila diinterpretasikan dengan nilai


KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) bahasa Jepang MAN 13 yaitu 75, maka

seluruh siswa kelas eksperimen dinyatakan belum tuntas. Kemudian setelah

diberikan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran ARCS nilai

rata-rata kelas eksperimen meningkat menjadi 83,54. Apabila

diinterpretasikan dengan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) bahasa

Jepang MAN 13, maka sebagian besar siswa kelas eksperimen dinyatakan

sudah tuntas.

3. Setelah dilakukan empat kali treatment dengan menggunakan model

pembelajaran ARCS terdapat peningkatan yang cukup signifikan. Ini dapat

dilihat dari hasil pembelajaran bahasa Jepang dengan model pembelajaran

ARCS (rata-rata normalized gain sebesar 0,65) dinilai lebih baik karena

memiliki kriteria efektif dibandingkan dengan metode ceramah yang (rata-rata

normalized gain sebesar 0,19) yang memiliki kriteria kurang baik.

4. Berdasarkan data angket, lebih dari setengah siswa memberikan kesan dan

tanggapan positif terhadap penggunaan model pembelajaran ARCS dalam

pembelajaran bahasa Jepang. Dapat dilihat dari prosentase siswa (66,67%)

pada pernyataan nomor 16. Hal ini membuktikan siswa setuju dengan

penggunaan model pembelajaran ARCS ini yang bermanfaat dalam

meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jepang.


B. Implikasi

Seperti kesimpulan yang telah diutarakan di atas, data hasil penelitian

membuktikan bahwa pembelajaran berbicara dengan menggunakan model

pembelajaran ARCS lebih efektif dibandingkan pembelajaran berbicara dengan

menggunakan metode ceramah. Hal ini disebabkan adanya variasi dan teknik

pengajaran yang digunakan membuat siswa terlibat secara aktif serta situasi di

kelas dalam kegiatan belajar mengajar tidak membosankan sehingga siswa lebih

terpacu semangatnya untuk belajar bahasa Jepang.

C. Saran

Berikut ini adalah saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil

penelitian ini.

1. Bagi pembelajar

Dengan menggunakan model pembelajaran ARCS diharapkan dapat

mempermudah siswa dalam pembelajaran bahasa Jepang khususnya

keterampilan berbicara. Pembelajar diharapkan lebih berani dalam berbicara

bahasa Jepang di dalam kelas maupun di luar kelas.

2. Bagi pengajar

Model pembelajaran ARCS dapat dijadikan model alternatif dalam

pembelajaran bahasa Jepang karena dilihat dari keefektifannya dapat

meningkatkan keterampilan berbicara dan motivasi siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya


Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik untuk membuat penelitian dengan

menggunakan model pembelajaran ARCS, penulis menyarankan untuk

mengevaluasi teknik ini dalam pembelajaran lain dan dengan jumlah sampel

yang lebih banyak.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohamad. 1985. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:

Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Diah Ekawati, Nurul. 2011. Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Terhadap

Hasil Belajar Berbicara Siswa SMK Global Teknologi Bekasi. Skripsi FBS

UNJ: Jurusan Bahasa Jepang.

Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta:

PT Indeks.

Douglas, Brown. 2007. Principles of language learning and teaching. United States

of America: Pearson Longman.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung:

Refika Aditama.

Hasil belajar. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2297541-kajian-teori-

untuk-hasil-belajar/#ixzz2JReYYlKr (diakses pada tanggal 29 Januari 2013

pukul 10.15).

Henshuu, Aoki Naoko. 2001. Nihongo kyouikugaku o manabuhito no tame ni. Kyoto:

Sekaisisousha.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi

presindo.

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Model ARCS. http://learningtheori.wordpress.com/2010/03/08/model-arcs-keller/

(diakses pada tanggal 29 Januari 2013 pukul 11.13).

Muneo, Kimura. 1994. Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang.

Bandung: Percetakan Ekonomi.

Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.

Jakarta: Bumi. Angkasa.

Rahayu, Dea Dwi. 2012. Penerapan Strategi Pengelolaan Motivasional ARCS

(Attention,Relevance,Confidence,Satisfaction) Dalam Pembelajaran Cerita

Rakyat. Skripsi FPBS UPI Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia

UPI

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sardiman, AM. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo. Persada.
Siregar, Eveline & Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:

Ghalia Indonesia

Subana, M & Sunarti. 2011. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung:

Pustaka Setia

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2009. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:

Kesaint Blanc.

Sutedi, Dedi. 2007. Pengantar Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung:

Program Pendidikan Bahasa Jepang Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS

UPI.

Uno, B. Hamzah. 2007. Teori motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi

Aksara.

Anda mungkin juga menyukai