Anda di halaman 1dari 223

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sejatinya merupakan makhluk sosial yang selalu berkomunikasi

dengan sesamanya. Proses komunikasi tersebut memiliki tiga komponen utama

yang saling berhubungan satu dengan yang lain, yakni pihak yang berkomunikasi

(penutur dan mitra tutur), informasi yang dikomunikasikan, dan alat yang

digunakan dalam proses komunikasi tersebut. Satu di antara alat yang digunakan

dalam proses komunikasi tersebut adalah bahasa.

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer digunakan sebagai

alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Komunikasi

tersebut berupa pembicaraan orang tua dan anak, antarteman, mahasiswa dan

dosen, dan lain-lain yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung.

Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pikiran, gagasan, pengalaman,

perasaan, dan harapan kepada sesama.

Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemoeda”, 28

Oktober 1928 sebagai bahasa pemersatu sebagaimana yang tertera dalam sumpah

pemuda butir ketiga yang berbunyi “Kami Poetra dan Poetri Indonesia

Mengjoenjoeng Bahasa Persatoean, bahasa Indonesia”. Selanjutnya, bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional mulai dikenal sejak 17 Agustus 1945, saat
2

Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Selain itu, pengakuan bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa resmi juga tertuang pada Undang-

Undang Dasar 19945 pasal 36 yakni “bahasa Indonesia merupakan bahasa negara

yang mempunyai dasar hukum”.

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional yakni sebagai

lambang kebanggaan bangsa, identitas bangsa, alat pemersatu suku yang ada di

negara Indonesia. Selain itu, fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yakni

bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di

lembaga pendidikan, alat penghubung pada tingkat nasional, alat pengembangan

budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, bahasa Indonesia

dijadikan satu bidang studi yang wajib diikuti oleh siswa maupun mahasiswa dari

sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tujuan dari pembinaan bahasa Indonesia

melalui pendidikan formal tersebut di samping bermaksud agar siswa/mahasiswa

memiliki keterampilan berbahasa lisan maupun tulis. Karya-karya ilmiah di

perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa-skripsi, tesis,

disertasi, dan hasil atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan

bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu menjadi

alat penyampai Iptek dan sekaligus menepis anggapan bahwa bahasa Indonesia

belum mampu mewadahi konsep-konsep Iptek.

Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP, mata kuliah bahasa

Indonesia wajib dipelajari dengan harapan agar calon pendidik memiliki jati diri
3

yang kokoh sebagai guru yang profesional bermodalkan sikap berbahasa

Indonesia yang baik dan benar. Menjadi pendidik bukanlah hal yang mudah

mengingat masa depan generasi penerus bangsa berasa di pundak para pendidik.

Dibutuhkan penguasaan disiplin ilmu dan kemampuan berbahasa yang baik agar

dapat menjadi seorang guru yang handal. Kemampuan berbahasa yang baik

ditunjukkan melalui penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar baik segi

lisan maupun tulisan. Hal ini bertujuan agar tidak ada lagi warisan kesalahan

berbahasa Indonesia yang akan diturunkan kepada siswa.

Namun, dewasa ini penggunaan bahasa Indonesia tampaknya mulai

mengalami kemerosotan. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memandang

sebelah mata terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar saat berkomunikasi

harian baik lisan maupun tulisan. Masyarakat masa kini lebih bangga terhadap

bahasa asing seperti bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia.

Terlebih lagi dengan adanya fenomena Hallyu Wave atau demam Korea

di Indonesia, masyarakat terutama kawula muda yang rata-rata merupakan

mahasiswa lebih bangga berkomunikasi menggunakan bahasa Korea dalam

komunikasi harian dengan alasan mengikuti artis Korea favorit masing-masing.

Ketidaksetiaan akan penggunaan bahasa Indonesia ini juga dialami oleh

mahasiswa Universitas Mulawarman khususnya mahasiswa jurusan nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman. Mereka menganggap belajar bahasa Indonesia

yang baik dan benar hanya diperuntukkan bagi mahasiswa jurusan bahasa.
4

“Saya belajar mata kuliah bahasa Indonesia untuk memenuhi tuntutan

SKS”,

“Nggak usah formal, yang penting nanti murid paham dengan omongan

kita.”,

“Ribet kalo pake bahasa baku, pusing.”

Demikianlah jawaban dari beberapa mahasiswa FKIP ketika ditanya

mengenai penggunaan bahasa Indonesia. Mahasiswa FKIP yang notabene adalah

penentu kualitas generasi mendatang sudah tidak lagi memiliki kesetiaan

berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal sepele ini apabila dibiarkan terjadi

terus-menerus akan mengakibatkan punahnya bahasa Indonesia yang baik dan

benar di masa mendatang.

Hal inilah yang menjadi dasar peneliti mengangkat topik penelitian yakni

“Sikap Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman

Terhadap Bahasa Indonesia (Suatu Kajian Sosiolinguistik)” sebagai tolak ukur

tingkat kesadaran atau mutu sikap mahasiswa dalam berbahasa Indonesia yang

baik dan benar.

Dalam penelitian ini sampel yang dipilih oleh peneliti adalah mahasiswa

FKIP jurusan nonbahasa tahun 2013. Pemilihan mahasiswa tersebut dikarenakan

sampel termasuk mahasiswa yang masih aktif dalam kegiatan perkuliahan dan

sudah memiliki pengetahuan yang cukup terhadap bahasa Indonesia baik dari segi

lisan maupun tulisan sehingga memudahkan penelitian ini.


5

1.2. Rumusan Masalah

Masalah merupakan fenomena atau gejala (sosial) yang tidak dikehendaki

keberadaannya, atau sebuah gejala yang tidak seharusnya terjadi; fenomena atau

gejala yang mengandung pertanyaan dan perlu jawaban.

Suatu gejala sosial dianggap sebagai suatu masalah bila terdapat

ketidaksesuaian antara kondisi das sollen (kondisi ideal, kondisi yang seharusnya

terjadi) dan das sein (kondisi yang terjadi). Artinya, ada ketidaksesuaian dengan

kondisi yang seharusnya terjadi dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat

(Nanang Martono, 2014:27-28).

Berdasarkan jabaran di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Bagaimanakah sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP

Universitas Mulawarman terhadap bahasa Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang tentu mempunyai tujuan yang

hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP

Universitas Mulawarman terhadap bahasa Indonesia.


6

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian

yang telah diuraikan sebelumnya, maka manfaat yang diharapkan dapat diperoleh

dari penelitian ini yakni:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan

data untuk mengembangkan pengetahuan di bidang ilmu kebahasaan,

khususnya Sosiolinguistik mengenai Sikap Bahasa.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Universitas, sebagai bahan pertimbangan

keberlangsungan mata kuliah dasar bahasa Indonesia bagi

mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas

Mulawarman.

2) Bagi peneliti, sebagai penambah khasanah ilmu mengenai

bagaimana sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP

Universitas Mulawarman terhadap bahasa Indonesia.

3) Bagi mahasiswa jurusan bahasa FKIP, sebagai bahan referensi

untuk penelitian Sosiolinguistik selanjutnya terutama

mengenai Sikap Bahasa.

4) Bagi mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP, sebagai upaya

pengembalian kesetiaan terhadap bahasa Indonesia yang baik

dan benar dan bekal ilmu saat mengajar di kelas.


7

5) Bagi pembaca, sebagai upaya meningkatkan kecintaan dan

kesetiaan terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar.


8

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian Sikap

Dalam bahasa Indonesia, kata sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh,

posisi berdiri tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang

dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, kehakiman, atau pendapat) sebagai

reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sikap merupakan fenomena kejiwaan

yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku.

Menurut Triadi (dalam Suwito, 1983:87), sikap pada hakekatnya adalah

“kesiapan beraksi” terhadap sesuatu keadaan. Kesiapan demikian mungkin

merujuk kepada “sikap mental” dan mungkin merujuk kepada “sikap perilaku”.

Kapan ia cenderung kepada yang pertama dan kapan pula ia cenderung kepada

yang kedua bergantung kepada kondisi seseorang ketika menghadapi keadaan itu.

Lain halnya dengan Allport (melalui Chaer dan Agustina, 2010: 150),

Allport berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan mental dan saraf, yang

terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang

dinamis kepada reaksi seseorang terhadap objek dan keberadaan yang

menyangkut sikap itu.

Aiken (dalam Ramdhani, 2009: 11) mendefinisikan sikap sebagai

predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seseorang individu untuk

merespons secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau
9

memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Sedangkan menurut

Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan

untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif

(unfavorably) terhadap obyek-obyek tertentu.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap

merupakan konsep yang merepresentasikan suka atau tidaknya seseorang sebagai

wujud reaksi terhadap suatu hal. Konsep ini berupa pandangan predisposisi

positif, negatif, atau bahkan netral akan “objek sikap” karena tidak akan ada sikap

apabila tidak ada objek. Sikap yang terbentuk melalui proses dan pengalaman ini

berupa pendirian (pendapat atau pandangan) ini berada di dalam batin seseorang,

sehingga tidak dapat diamati secara empiris tetapi melalui penelitian terhadap

sikap tersebut.

Sikap berkaitan dengan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan ingin

dilakukan oleh subjek sikap terhadap suatu hal atau suatu keadaan. Apabila ia

menyukai target tersebut, maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk

mempertahankannya. Sebaliknya, apabila ia tidak menyukainya maka ia akan

bersikap acuh dan memperlakukan target itu dengan serampangan. Pemertahanan

ini dilakukan sebagai wujud kecintaan yang tinggi terhadap sesuatu.

Sikap dapat pula membuat seseorang menjadi ambivalen terhadap suatu

target sehingga menghasilkan bias positif dan negatif. Menerima dan menolak

objek sikap dalam satu waktu terkadang dapat dirasakan oleh seseorang. Hal ini
10

disebabkan adanya pergolakan di dalam diri seseorang sehingga membuatnya

merespons target tidak semestinya.

2.2. Pengertian Sikap Bahasa

Secara umum, sikap bahasa (language attitude) dianggap sebagai perilaku

seseorang terhadap bahasa. Sikap bahasa menunjukkan senang atau tidaknya

seorang penutur bahasa terhadap suatu bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008: 116), sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan

terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain.

Anderson (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 151) mengemukakan bahwa

sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang,

sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan

kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang

disenanginya.

Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada perilaku atau

tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan sebagai reaksi atas adanya suatu

fenomena terhadap penggunaan bahasa tertentu oleh penutur bahasa.

Sebagaimana halnya dengan sikap, maka sikap bahasa juga merupakan

peristiwa kejiwaan sehingga tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa

dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau perilaku tutur. Namun, dalam hal

ini juga berlaku pada ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur mencerminkan

sikap bahasa. Demikian pula sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya tercermin
11

dalam perilaku tutur. Dibedakannya antara bahasa (langue) dan tutur (parole) (de

Saussure, 1976), maka ketidaklangsungan hubungan antara sikap bahasa dan

perilaku tutur makin menjadi lebih jelas lagi. Sikap bahasa cenderung mengacu

kepada bahasa sebagai sistem (langue), sedangkan perilaku tutur lebih cenderung

merujuk kepada pemakaian bahasa secara konkret (parole).

Dalam hal ini, bahasa berperan menjadi “objek sikap” yang membutuhkan

respons dari subjek sikap sebagai wujud reaksi terhadap keberadaan bahasa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa merupakan cara seseorang

memperlakukan bahasa berdasarkan pengetahuan dan pandangannya terhadap

bahasa baik bahasa sendiri ataupun bahasa orang lain. Sikap bahasa seseorang

menentukan keberlangsungan suatu bahasa. Hidup matinya suatu bahasa

bergantung pada reaksi dari suatu masyarakat penutur bahasa. Bahasa akan punah

apabila penuturnya tak lagi memiliki sikap positif bahasa.

Sikap positif bahasa yang ada di sekitar kita berasal dari masyarakat

Tionghioa. Mereka memiliki kecintaan yang sangat besar terhadap bahasanya

sehingga mereka tetap mempertahankan bahasa Mandarin dalam komunikasi

harian antarwarga Tionghoa meskipun mereka tidak berada di negara asalnya.

Maka tak heran apabila bahasa Tionghoa masih berjaya selama 4000 tahun lebih

sejak tahun 256 sebelum Masehi hingga saat ini. Hal ini berbeda dengan kasus 14

bahasa daerah Indonesia yang telah punah akibat reaksi negatif dari penuturnya.

Dari empat belas bahasa yang punah itu, 10 bahasa dari Maluku Tengah, yakni

bahasa Hoti, Hukumina, Hulung, Serua, Te'un, Palumata, Loun, Moksela,


12

Naka'ela, dan Nila. Dua bahasa lainnya dari Maluku Utara, yakni Ternateno dan

Ibu. Adapun dua bahasa berasal dari Papua, yakni Saponi dan Mapia. Reaksi

negatif yang seperti ini nantinya lambat laun akan mematikan seluruh bahasa

daerah yang ada di Indonesia apabila tidak segera ditanggulangi.

2.3. Komponen Sikap

Sikap merupakan konsep yang merepresentasikan suka atau tidaknya

seseorang sebagai wujud reaksi terhadap suatu hal. Konsep ini terbentuk atas

dasar tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen

konatif. (Lambert, 1967). Penjelasan ketiga komponen tersebut sebagai berikut:

a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai

alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang

dipergunakan dalam proses berpikir.

b. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau

tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang itu

dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki

sikap negatif.

c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai

“putusan akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan.

Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga

bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya.

Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya
13

berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman “menyenangkan” atau

“tidak menyenangkan” yang dialami seseorang dalam hidup masyarakat

menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga

komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap.

Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan

untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku

belum tentu menunjukkan sikap.

Sehingga jabaran sederhananya adalah komponen kognitif berkaitan

dengan logika seseorang saat berpikir dalam penggunaan suatu bahasa

berdasarkan pengetahuan, sedangkan komponen afektif adalah kebebasan

memilih berbahasa berdasarkan faktor subjektivitas penutur yakni suka atau

tidaknya seseorang terhadap bahasa tersebut, dan komponen konatif adalah aksi

nyata seseorang terhadap suatu bahasa. Apabila ia menyukai bahasa tersebut,

maka ia akan menggunakan dan melestarikan penggunaan bahasa dalam

komunikasi harian. Sebaliknya, apabila ia tidak menyukai maka ia akan bersikap

acuh terhadap bahasa tersebut dan bahkan ia tidak akan mau menggunakannya

dalam situasi apapun.

Ilustrasi berdasarkan jabaran komponen sikap di atas dikemukakan oleh

Suwito (1983:89-90) yakni

seseorang yang katakanlah berpendidikan merupakan seorang anggota

kelompok etnik (misal etnik Jawa) sedang berbicara dalam bahasa Indonesia,

maka tuturan yang diungkapkannya akan ditentukan oleh komponen yang paling
14

dominan dalam dirinya. Bisa dikatakan bahwa bahasa daerah Jawalah yang akan

mewarnai pemakaian bahasa Indonesianya, tetapi sebagai seseorang yang

berpendidikan dan ditambah pengalaman dan pergaulan tentu akan membuat ia

menjadi seorang multilingual karena pemahamannya terhadap bahasa asing.

Dalam kondisi yang seperti ini, ia tentu dituntut untuk menentukan sikap terhadap

bahasa Indonesia. Secara kognitif, ia seharusnya akan memilih kata-kata dan

struktur bahasa Indonesia yang tepat dan baik. Namun, komponen afektifnya

berkata lain. Sebagai anggota kelompok etnik Jawa, ia akan merasa kurang puas

apabila konsep-konsep atau bahasan tertentu tidak diungkapkannya dengan

bahasa Jawa. Sementara itu sebagai seorang yang berpendidikan, komponen

afektifnya “menggiring” dia untuk menggunakan kata-kata bahasa asing dan

menerapkan struktur bahasa asing di sela-sela tuturan bahasa Indonesianya. Hal

ini mungkin disebabkan oleh faktor pekerjaan, tugas, atau mungkin hanya sekedar

bergengsi. Jika akhirnya ia memilih menggunakan bahasa Indonesia yang baik

secara situasional dan benar secara gramatikal, maka komponen konatifnya

cenderung merujuk kepada komponen kognitifnya. Sedangkan apabila tuturannya

berupa campuran dari bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dan bahasa asing,

maka komponen konatifnya lebih merujuk kepada komponen efektifnya.

Namun, hal itu belum mengindikasikan bahwa sikap bahasa penutur

tersebut kurang baik terhadap bahasa Indonesia, sebab sikap merupakan faktor

yang paling lemah dalam menentukan perilaku. Perilaku tutur ilustrasi di atas

mungkin hanya sebagai akibat dari suatu kebiasaan (habits) karena menurut
15

Hockett (1958:137), bahasa tidak lain adalah “sistem kompleks tentang

kebiasaan” (a language is a complex System of habits). Kebiasaan yang baik akan

jauh lebih dihargai dibanding kebiasaan tidak baik. Oleh karena itu, lebih baik

membiasakan diri berbahasa yang baik daripada membiasakan berbahasa yang

tidak baik. Demikian pula dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai suatu

kebiasaan.

2.4. Jenis-jenis Sikap Bahasa

Selayaknya koin yang memiliki dua sisi berbeda tetapi selalu

berdampingan, sikap pun memiliki kedua sisi tersebut karena seyogyanya sikap

adalah kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably)

atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. Hal ini berlaku

pula pada sikap bahasa, sehingga sikap bahasa dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Sikap Positif

Adul (1986:44) berpendapat bahwa “pemakai bahasa bersifat positif ialah

pemakaian bahasa yang memihak kepada bahasa yang baik dan benar, dengan

wajar dan sesuai dengan situasi”. Dittmar (dalam Suwito, 1996:31)

memperlihatkan sikap positif adalah sebagai berikut:

1) Keberhasilan suatu bangsa yang multilingual dalam menentukan

salah satu bahasa yang dijadikan sebagai bahasa nasional dari

sejumlah bahasa yang dimiliki bangsa tersebut,


16

2) Kecermatan pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta

ketepatan dalam pemilihan kata yang dipergunakan oleh pemakai

bahasa,

3) Sebisa mungkin mengurangi atau bahkan menghilangkan sama

sekali warna bahasa daerah atau dialeknya dalam berbahasa

nasional.

Pemilihan bahasa dilakukan oleh masyarakat multilingual dengan tujuan

untuk menengahi berbagai bahasa yang terdapat di suatu daerah atau bangsa.

Apabila suatu negara memiliki banyak bahasa daerah, sudah pasti akan memilih

satu bahasa untuk dijadikan bahasa nasional. Sedangkan distribusi

perbendaharaan kata merupakan aktualisasi dari perilaku tutur yang berupa

kecermatan dalam pemakaian bentuk bahasa dan struktur bahasa serta ketepatan

pemilihan kata-kata yang dipergunakan oleh penutur bahasa. Perbedaan-

perbedaan dialektal disebabkan pelbagai suku bangsa yang berbeda latar belakang

dan bahasanya yang memiliki bermacam dialek yang dimiliki oleh suatu bangsa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap positif bahasa merupakan wujud

tingkah laku berbahasa yang tidak bertentangan dengan kaidah atau norma yang

berlaku sehingga penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan

situasional. Sikap positif ini tidak hanya berdasar pada pemakaian kaidah dan

situasi yang tepat tetapi berdasar pula pada fonologis penuturnya dengan cara

menghilangkan dialek daerah yang dapat mengganggu bahasa nasional.

Menghilangkan dialek bukan berarti menghilangkan pula bahasanya, tetapi hanya


17

sebatas menuturkan bahasa nasional dengan baik dan benar tanpa adanya

pembawaan bahasa daerah.

b. Sikap Negatif

Sikap negatif berbahasa merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab

terhadap bahasa nasionalnya. Penutur bahasa yang memiliki sikap negatif akan

beranggapan bahwa bahasa orang lain lebih baik dan tinggi derajatnya

dibandingkan bahasa nasionalnya.

Pemakaian bahasa bersifat negatif adalah tidak mengacuhkan pemakaian

bahasa yang baik dan benar, tidak memedulikan situasi bahasa, dan tidak berusaha

memperbaiki diri dalam berbahasa. (Abdul, 1986:44)

Sedangkan menurut Chaer dan Agustina (2010:152) Sikap negatif

terhadap suatu bahasa bisa terjadi juga bila seseorang atau sekelompok orang

tidak lagi mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya dan mengalihkan rasa

bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya.

Jadi, sikap negatif bahasa adalah sikap acuh penutur terhadap pembinaan

dan pelestarian bahasa nasional. Mereka menggunakan bahasa dengan

serampangan tanpa memedulikan kaidah dan situasi. Lambat laun mereka tidak

lagi bangga memakai bahasa sendiri sebagai penanda jati diri dan bahkan mereka

merasa malu memakai bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih

atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau

multilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi dan lebih

menjamin untuk memperoleh kesempatan di sektor modern dan semacamnya.


18

2.5. Ciri-ciri Sikap Bahasa

Terbaginya sikap bahasa menjadi dua didasari oleh teori Anderson yang

mengatakan bahwa sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif

berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang

memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara

tertentu yang disenanginya. Namun, perlu diperhatikan karena sikap itu bisa

positif (kalau dinilai baik atau disukai) dan bisa negatif (kalau dinilai tidak baik

atau tidak disukai), maka sikap bahasa pun demikian. Seseorang tidak serta merta

dapat dikatakan memiliki sikap positif bahasa atau negatif tanpa adanya patokan

penilaian. Penilaian ini didasarkan pada ciri-ciri sikap bahasa baik positif dan

negatif yang terdapat pada seorang penutur bahasa, berikut penjelasan mengenai

ciri-ciri sikap bahasa:

a. Ciri-ciri Sikap Positif Bahasa

Menurut Garvin dan Mathiot (dalam Chaer dan Agustina, 2010:152)

merumuskan tiga ciri sikap positif bahasa yaitu:

1) Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong

masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila

perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain,

2) Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang

mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai

lambang identitas dan kesatuan masyarakat,


19

3) Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang

mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan

santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap

perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

Kesetiaan bahasa merupakan sikap berbahasa yang berpegang teguh untuk

mempertahankan bahasa dengan cara memelihara, menjaga, dan menggunakan

bahasa secara baik dan benar. Selain itu, kesetiaan berbahasa dapat diwujudkan

dengan membina dan mengembangkan bahasa nasional dalam menghadapi

globalisasi dan mencegah pengaruh bahasa daerah ataupun bahasa asing

meskipun hanya berupa campur kode baik bahasa ataupun ragam bahasa.

Selanjutnya, kebanggaan berbahasa merupakan sikap seseorang yang menjunjung

tinggi keberadaan bahasa nasionalnya. Ia dengan gagah mengutamakan

penggunaan bahasa nasional dan menganggap bahwa tidak ada cela pada bahasa

nasionalnya. Ia tidak malu menuturkan bahasa nasionalnya di depan umum

sebagai pembuktian eksistensi bahasa nasionalnya jauh lebih baik dibanding

bahasa lain. Yang terakhir, sadar akan norma bahasa merupakan wujud kecintaan

terhadap bahasa dengan cara menggunakan kaidah kebahasaan yang berlaku baik

dalam komunikasi lisan maupun tulisan, tidak mencampurkan bahasa atau ragam

bahasa, dan menggunakan bahasa secara situasional.

Ketiga ciri di atas apabila dimiliki oleh sekelompok penutur bahasa, maka

dapat dipastikan bahasa tuturannya akan bertahan sampai generasi mendatang.

Dengan adanya sikap bangga diri terhadap penggunaan bahasanya juga akan
20

mempertahankan identitas suatu bangsa dan mampu mempertahankan eksistensi

bahasa nasional pada globalisasi masa kini.

b. Ciri-ciri Sikap Negatif Bahasa

Menurut Garvin dan Marthiot (dalam Suwito, 1996:33) memberikan ciri-

ciri sikap negatif bahasa, yaitu:

1) Jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat bahasa tidak

ada lagi gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian

bahasanya, maka hal itu merupakan suatu petunjuk bahwa

kesetiaan bahasanya mulai lemah yang pada gilirannya tidak

mustahil akan menjadi hilang sama sekali,

2) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota masyarakat

sebagai anggota suatu masyarakat tidak ada rasa bangga terhadap

bahasanya dan mengalihkan kebanggaannya kepada bahasa lain

yang bukan miliknya,

3) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu

masyarakat sampai kepada ketidaksadaran akan adanya norma

bahasa. Sikap demikian biasanya mewarnai hampir seluruh

perilaku berbahasanya. Mereka tidak lagi terdorong atau merasa

terpanggil untuk memelihara cermat bahasanya dan santun

bahasanya.

Selain ciri di atas, terdapat ciri sikap negatif bahasa lainnya yang

dikemukakan oleh Moeliono (dalam Antilan, 1996:34) sebagai berikut:


21

1) Sikap yang meremehkan mutu sejajar dengan sikap bahasa orang

yang sudah puas dengan mutu bahasa yang tidak perlu tinggi, asal

saja dimengerti,

2) Sikap yang suka menerobos terpantul dalam sikap bahasa yang

merasa dapat memperoleh kemahiran tanpa bertekun,

3) Sikap harga tuna diri dapat disaksikan perwujudannya dalam sikap

bahasa orang yang dalam hati kecilnya beranggapan bahwa bahasa

lain lebih bergengsi dan lebih bermutu,

4) Sikap yang menjauh dari disiplin tercermin pada sikap bahasa

orang yang tidak merasa mutlak mengikuti kaidah bahasa,

5) Sikap yang enggan memikul tanggung jawab kolera bahasanya

terungkap dalam ucapan “apa yang salah kaprah lebih diterima saja

karena kita semua bersalah”. Lagi pula masalah kebahasaan itu

belum perlu diprioritaskan karena masih banyak masalah lain yang

lebih penting dan perlu diatasi lebih dahulu.

6) Sikap yang suka melatah dapat disaksikan dalam sikap bahasa

orang yang mengambil alih diksi dari bahasa mutakhir tanpa kritik.

Ciri-ciri sikap negatif bahasa di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor etnis, ras, gengsi, kebiasaan,

anggapan bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya. Ciri tersebut

lambat laun dapat membunuh suatu bahasa apabila terus berkembang di dalam

diri penutur bahasa.


22

Sebagai contoh yaitu penggunaan bahasa Jawa di lingkungan masyarakat

Jawa. Dewasa ini penggunaan bahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa sendiri

khususnya pemuda Jawa dirasa kurang begitu antusias. Hal ini merupakan tanda-

tanda mulai munculnya sikap yang kurang positif terhadap bahasa tersebut.

Bahasa-bahasa daerah terkadang dianggap sebagai bahasa yang kurang fleksibel

dan kurang mengikuti perkembangan jaman. Anak-anak muda pada jaman

sekarang kurang begitu mengerti dan antusias menggunakan bahasa tersebut,

karena ada yang merasa bahwa bahasa Jawa terlalu rumit bagi mereka, banyak

leksikon dari bahasa Jawa yang tidak dimengerti, ditambah dengan penggunaan

tingkat tutur bahasa Jawa dan sebagainya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa

mereka sudah tidak berminat lagi untuk mempelajari bahasa Jawa meskipun

kedua orang tuanya berasal dari etnis Jawa, atau hal itu juga dipengaruhi oleh

perkembangan keadaan yang menghendaki segala sesuatu yang serba praktis dan

simpel. Tidak hanya bahasa daerah, tetapi bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional pun dirasa telah mulai pudar ciri sikap bahasa positifnya.

Hal ini patut mendapat perhatian khusus mengingat penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar sebagai bahasa nasional sudah berada di ujung

tanduk karena masyarakat Indonesia yang tidak lagi bangga terhadap bahasanya.

Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang menjunjung tinggi bahasa asing

seperti bahasa Inggris, bahasa Korea, dan sebagainya.


23

2.6. Pengukuran Sikap Bahasa

Telah dijabarkan sebelumnya bahwa sikap bahasa merupakan peristiwa

kejiwaan sehingga tidak dapat diamati secara langsung sehingga secara ilmiah

mengukur sikap berbahasa hanya dapat dilakukan dengan metode dan instrumen

tertentu. Hal ini dikarenakan sikap bahas merupakan suatu hal yang sangat abstrak

sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menentukan sikap bahasa seseorang

terhadap suatu bahasa. Oleh karena itu, pengukuran sikap bahasa seseorang

memerlukan instrumen yang baik.

Menurut Triadis (dalam Mar’at, 1984:75) instrumen yang baik adalah

sebagai berikut:

a. Verbal statements of affects (pernyataan verbal dan perasaan)

b. Verbal statements of beliefs (pernyataan verbal berdasarkan keyakinan)

c. Verbal statements concerning behaviour (pernyataan yang berhubungan

dengan tingkah laku)

Berdasarkan kriteria instrumen di atas, untuk mengukur sikap penutur

suatu bahasa dapat dilakukan melalui seperangkat pernyataan berupa pendapat

tentang objek bahasa. Pernyataan-pernyataan tersebut juga dapat dibuat

berdasarkan ciri sikap bahasa sehingga akan mengungkapkan lebih rinci

bagaimana sikap bahasa yang dimiliki oleh penutur bahasa. Selain itu, menilai

sikap berbahasa pada kelompok masyarakat tertentu dapat dilakukan dengan

melihat indikasi yang muncul atau berkembang di permukaan pergaulan sehari-

hari yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Apabila indikasinya lebih banyak
24

mengarah pada sikap positif, maka dapat dikatakan sikap berbahasa masyarakat

tersebut adalah positif dan sebaliknya. Secara ringkasnya, apabila masyarakat

memperlakukan satu bahasa dengan baik dan benar, sewajarnya, dan situasional,

maka dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki sikap positif bahasa. Hal ini

berlaku pula pada bahasa Indonesia.

Sikap bahasa Indonesia dapat dinilai dengan melihat perilaku seseorang

dalam berbahasa Indonesia. Jika menuturkan bahasa Indonesia tidak sesuai

dengan kaidah dan situasional, terdapat campur kode baik bahasa ataupun ragam

bahasa, dan tidak melepaskan ciri khas kedaerahannya, maka dapat disimpulkan

bahwa sikap bahasa masyarakat tersebut belumlah baik atau negatif dan

sebaliknya.
25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah sesuatu yang mengindikasikan bahwa variabel

dapat diamati dan diukur menggunakan indikator yang ada. Hal ini menjadikan

konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan

pengukuran variabel tersebut. Sehingga definisi operasional secara sederhana

adalah penggunaan indikator yang telah tersedia sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan penelitian terhadap variabel.

Penelitian ini berjudul “Sikap Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman Terhadap Bahasa Indonesia (Suatu Kajian

Sosiolinguistik)”. Berdasarkan judul tersebut, sikap bahasa diartikan sebagai

reaksi seseorang terhadap suatu bahasa baik dari segi lisan ataupun tulisan. Sikap

tersebut dapat berupa sikap positif bahasa ataupun sikap negatif bahasa.

Definisi di atas merupakan konsep yang masih bersifat abstrak sehingga

perlu dioperasionalkan menjadi indikator yang relevan. Berikut adalah indikator

sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP dalam penelitian ini.

a. Sikap bahasa dikatakan positif apabila mahasiswa jurusan

nonbahasa memiliki kesetiaan terhadap bahasa Indonesia

(Language Loyality),
26

b. Sikap bahasa dikatakan positif apabila mahasiswa jurusan

nonbahasa memiliki kebanggaan terhadap bahasa Indonesia

(Language Pride), dan

c. Sikap bahasa dikatakan positif apabila mahasiswa jurusan

nonbahasa memiliki kesadaran akan adanya norma bahasa

(Awarness of The Norm).

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penggabungan penelitian kuantitatif dan

penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat

mutu sikap bahasa mahasiswa dengan hasil berupa angka dan penelitian kualitatif

digunakan untuk mengetahui bagaimana bahasa mahasiswa dari segi lisan dan

tulisan yang berupa kata-kata atau kalimat.

Menurut Nanang Martono (2014:20) penelitian kuantitatif ini dilakukan

dengan mengumpulkan data yang berupa angka, atau data yang berupa kata-kata

atau kalimat yang dikonversi menjadi data yang berbentuk angka. Dalam

penelitian “Sikap Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP Universitas

Mulawarman Terhadap Bahasa Indonesia (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

menggunakan varian penelitian kuantitatif yakni varian penelitian survey yaitu

tipe penelitian dengan menggunakan kuesioner atau angket sebagai sumber data

utama. Dalam penelitian survey, responden diminta untuk memberikan jawaban

singkat yang sudah tertulis di dalam kuesioner atau angket. Kemudian jawaban
27

dari seluruh responden tersebut diolah menggunakan teknik analisis kuantitatif

tertentu. Varian dari penelitian kuantitatif ini sangat tepat digunakan untuk

penelitian mengenai sikap bahasa.

Sedangkan penelitian kualitatif adalah satu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang

yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Sujarweni, 2014:19). Pendekatan

kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian tentang ucapan, tulisan, dan

atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, atau organisasi

tertentu dalam suatu keadaan konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang

utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif digunakan sebagai

pembuktian yang menyokong hasil data dari penelitian kuantitatif. Dengan adanya

kolaborasi dari kedua penelitian ini, maka hasil yang diperoleh akan semakin

dipercaya keabsahannya.

3.3. Sumber Data

Pada saat melakukan penelitian tentu saja dibutuhkan individu-individu

sebagai sumber data penelitian. Dalam penelitian ini sumber data atau subjek

penelitian adalah mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman.

Mahasiswa berperan sebagai subjek penelitian sekaligus responden penelitian

karena mahasiswalah yang akan merespons langsung pertanyaan-pertanyaan yang

tertuang di dalam kuesioner atau angket. Kuesioner ini nantinya akan dikonversi

menjadi data yang berbentuk angka sebagai sumber data penelitian kuantitatif.
28

Sumber data lainnya berupa hasil wawancara peneliti dan responden untuk

mengetahui bagaimana bahasa mahasiswa dari segi lisan dan hasil karya tulis

mahasiswa responden dari segi tulisan. Kedua sumber dibutuhkan sebagai sumber

data penelitian kualitatif. Nantinya sumber data penelitian kualitatif akan

menunjang sumber data penelitian kuantitatif guna keabsahan hasil penelitian ini.

3.4. Sampel Data

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa responden penelitian ini

adalah mahasiswa FKIP Universitas Mulawarman. Namun, mengingat jumlah

responden yang tidak sedikit sehingga akan memerlukan waktu yang sangat lama

dan biaya yang tidak sedikit, sehingga peneliti tidak mungkin mampu mengamati

keseluruhan responden. Oleh karena itu, peneliti menggunakan sampel dalam

penelitian ini guna memudahkan proses penelitian. Sampel dalam penelitian

kuantitatif merupakan sebuah isu yang sangat krusial yang dapat menentukan

keabsahan hasil penelitian.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih dengan

menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi.

(Nanang Martono, 2014:76). Dalam penelitian ini, populasi adalah seluruh

mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman dan sampelnya

adalah sebagian mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman


29

yang diambil dengan menggunakan teknik atau metode penentuan sampel

tertentu.

Sampel penelitian akan diambil dengan menggunakan teknik sampling

berupa proportionate stratified random sampling (sampel acak berstrata

proporsional) yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan apabila sifat atau

unsur dalam populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Penerapan

teknik tersebut berdasar pada metode probablity sampling (sampel probabilitas,

sampel berpeluang) yang merupakan metode sampling yang memberikan peluang

yang sama bagi seluruh anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel

(Sugiyono,2007). Sehingga sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak

tetapi berstrata karena memiliki peluang yang sama.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada teknik

penentuan jumlah sampel yang dapat mewakili menurut Issac dan Michael untuk

jumlah sampel di atas 1000 responden adalah 1%, 5%, dan 10% (dalam Nanang

Martono, 2014:89). Peneliti memilih untuk mengambil tingkat 5% dari masing-

masing jurusan untuk responden yang akan mengisi kuesioner dan mengambil

tingkat 1% untuk data berupa rekaman dan karya tulis. Berikut tabel data jumlah

mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman:


30

Tabel 3.1.

Data mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Unmul Angkatan 2013

No Program Studi Jumlah Mahasiswa

1 Bimbingan Konseling 169


2 Biologi 122
3 Ekonomi 105
4 Fisika 94
5 PGSD 222
6 PAUD 110
7 Penjaskesrek 208
8 Kimia 112
9 Matematika 113
10 PPKN 145
11 Sejarah 34
12 Geografi 22
13 Pilkom 32
14 Akuntansi 105

TOTAL 1593

Sumber : Sistem Informasi Akademik FKIP Universitas Mulawarman

Dari tabel di atas diketahui bahwa keseluruhan mahasiswa jurusan

nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman angkatan 2013 sebanyak 1593 orang.

Dari data di atas, sampel akan diambil sebanyak 5% dari total mahasiswa sehingga

jumlah mahasiswa yang menjadi sampel penelitian ini sebanyak 80 mahasiswa.

Sampel diambil dari masing-masing program studi dengan cara mengambil 5%

dari jumlah mahasiswa tiap program studi untuk responden yang akan mengisi

kuesioner. Sedangkan sampel yang akan diambil untuk data rekaman dan karya
31

tulis adalah 1% atau setara dengan 16 orang dari seluruh program studi. Berikut

tabel untuk penentuan sampel masing-masing program studi:

Tabel 3.2.

Data sampel mahasiswa nonbahasa FKIP Unmul Angkatan 2013

Tingkat
No Program Studi Jumlah Mahasiswa Jumlah sampel
5%
1 Bimbingan Konseling 169 5% 8
2 Biologi 122 5% 6
3 Ekonomi 105 5% 5
4 Fisika 94 5% 5
5 PGSD 222 5% 11
6 PAUD 110 5% 6
7 Penjaskesrek 208 5% 10
8 Kimia 112 5% 6
9 Matematika 113 5% 6
10 PPKN 145 5% 7
11 Sejarah 34 5% 2
12 Geografi 22 5% 1
13 Pilkom 32 5% 2
14 Akuntansi 105 5% 5
TOTAL 1593 5% 80

Sumber: Sistem Informasi Akademik (SIA) FKIP Unmul

Sampel di atas akan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin yakni 40

mahasiswa perempuan dan 40 mahasiswa laki-laki. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimanakah bahasa mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-

laki. Ini berlaku pula untuk data berupa rekaman dan karya tulis, jumlah

responden akan terbagi menjadi dua yakni delapan mahasiswa perempuan dan

delapan mahasiswa laki-laki.


32

3.5. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Menurut Sudaryanto (dalam Muhammad, 2011: 203) metode adalah cara

yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode.

Penelitian mengenai sikap bahasa ini merupakan penelitian yang

mengolaborasikan penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Meskipun kedua

penelitian tersebut berbeda, tetapi metode yang digunakan dalam penelitian

mengenai sikap bahasa ini adalah sama yakni metode simak, observasi, dan

dokumentasi.

Metode simak dilakukan peneliti dengan cara menyimak bahasa lisan dari

responden ketika perkuliahan berlangsung. Metode ini menggunakan teknik sadap

secara diam-diam agar data yang berupa bahasa lisan responden saat

menyampaikan materi diperoleh murni tanpa adanya rekayasa. Metode ini

digunakan sebagai pembuktian bagaimana bahasa mahasiswa dari segi lisan.

Metode observasi merupakan sebuah proses pengamatan menggunakan

pancaindra (Nanang Martono, 2014:86). Metode ini digunakan untuk mengamati

bahasa lisan dan tulis mahasiswa yang akan digunakan sebagai pembuktian

bagaimana sikap bahasa mahasiswa terhadap bahasa Indonesia. Teknik yang

digunakan dalam metode ini adalah teknik triagulasi yakni penggabungan dari

beberapa teknik yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

Metode dokumentasi adalah sebuah metode yang dilakukan dengan

mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dokumen dapat berupa foto-foto atau gambar, buku harian, laporan keuangan,
33

hasil karya seseorang. Dalam penelitian ini, penggunaan metode dokumentasi

dilakukan peneliti ketika peneliti membagikan kuesioner kepada responden.

Selain itu metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui bahasa tulis

mahasiswa dengan teknik pengumpulan hasil karya tulis mahasiswa.

Ketiga metode di atas akan saling melengkapi guna menunjang

keberhasilan penelitian ini. Hasil dari kuesioner akan didukung oleh bukti dari

hasil wawancara dan karya tulis mahasiswa. Sehingga hasil penelitian ini dapat

lebih dapat dipercaya kebenarannya.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi,

mengelompokkan data. Hal ini dilakukan untuk menjawab masalah penelitian

atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan tiga teknik analisis untuk masing-masing data, yakni teknik Likert,

teknik analisis pola tindak tutur SPEAKING, dan teknik analisis kesalahan

berbahasa.

Data yang diperoleh melalui kuesioner, akan dianalisis secara kuantitatif.

Setiap ciri karakteristik dihitung angka rata-rata nilai (Mean) sikap bahasa dengan

menggunakan Skala Likert atau teknik Likert, yaitu dengan cara meminta

responden menandai satu posisi pada skala penilaian (ranting scale), misal 1-5

sesuai dengan kesetujuan atau ketidaksetujuan responden atas suatu pernyataan.

Pada pernyataan yang berkaitan dengan sikap positif bahasa responden,


34

disediakan lima pilihan respons dengan bobot (nilai) sebagai berikut. Nilai 5 untuk

sangat setuju, nilai 4 untuk setuju, nilai 3 untuk kurang setuju, nilai 2 untuk tidak

setuju, dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan yang

berkaitan dengan sikap negatif bahasa responden, disediakan lima pilihan respons

dengan bobot (nilai) sebagai berikut. Nilai 1 untuk sangat setuju, nilai 2 untuk

setuju, nilai 3 untuk kurang setuju, nilai 4 untuk tidak setuju, dan nilai 5 untuk

sangat tidak setuju. Berdasarkan respons dari responden inilah, nantinya akan

diketahui nilai rata-rata (mean) untuk tiap pernyataan. Nilai rata-rata tersebut akan

diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Mean = (n1x1) + (n2x2) + (n3x3) + (n4x4) + (n5x5)


n1+n2+n3+n4+... n5

Keterangan:
Mean = Rata-rata
N1 = Jumlah responden yang memberikan nilai 1
N2 = Jumlah responden yang memberikan nilai 2
N3 = Jumlah responden yang memberikan nilai 3
N4 = Jumlah responden yang memberikan nilai 4
N5 = Jumlah responden yang memberikan nilai 5

Nilai-nilai ini nantinya akan dikelompokkan menjadi dua kelompok;


35

a. Nilai 1,0 – 2,5 ditafsirkan tidak setuju dan dikategorikan sikap

negatif (N), dan

b. Nilai 2,6 – 5,0 dianggap setuju dan dikategorikan sebagai sikap

positif (P).

Data kedua yang diperoleh melalui metode simak akan dianalisis secara

kualitatif. Peneliti menggunakan acuan analisis yakni pola tindak tutur

SPEAKING Dell Hymes yang dikutip dari Chaer dan Agustina (2010:48). Pola

tersebut memiliki delapan komponen yang dijabarkan secara singkat sebagai

berikut:

S (Settting and scene), berkaitan dengan tempat dan waktu pertuturan terjadi.

P (Participants), adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan.

E (Ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.

A (Act sequence), mengacu pada bentuk dan isi ujaran.

K (Key), merujuk pada nada, cara, dan semangat penyampaian pesan.

I (Intrumentalities), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan.

N (Norms of interaction and interpretation), mengacu pada norma dan aturan

dalam berinteraksi.

G (Genre), mengacu pada jenis kelamin dan bentuk penyampaian.

Data ketiga yang berupa karya tulis mahasiswa akan dianalisis secara

kualitatif dengan menggunakan teknik analisis kesalahan bahasa. Analisis


36

kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh

peneliti atau guru bahasa, yang meliputi: kegiatan mengumpulkan sampel

kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan

kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf

keseriusan kesalahan itu (Tarigan, Djago & Lilis Siti Sulistyaningsih, 1996/1997

: 25).
37

BAB IV

PENYAJIAN DATA, ANALISIS DATA, DAN HASIL PENELITIAN

4.1. Setting Penelitian

Universitas Mulawarman merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri

yang terdapat di Kalimantan Timur. Universitas yang telah berdiri sejak tahun

1962 ini memiliki 14 fakultas dan satu program pasca sarjana. Satu di antara

fakultas yang memiliki jumlah mahasiswa terbesar adalah Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (FKIP) yakni 7229 mahasiswa. FKIP Universitas Mulawarman

memiliki tiga kampus tempat berlangsungnya kegiatan perkuliahan yakni

Kampus Gunung Kelua, Kampus Pahlawan, dan Kampus Banggeris. Kampus

Gunung Kelua ditempati oleh mahasiswa FKIP jurusan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (MIPA), Kampus Pahlawan ditempati oleh mahasiswa jurusan

Bahasa dan Seni, dan Kampus Banggeris ditempati oleh mahasiswa jurusan Ilmu

Pendidikan Sosial (IPS).

Fakultas yang nantinya akan mencetak generasi tenaga pendidik baru di

bidang pendidikan ini menuntut mahasiswanya untuk dapat sempurna di segala

bidang baik disiplin ilmu, sikap berpakaian, sikap bergaul, dan sikap bahasa.
38

4.2. Penyajian Data Sikap Bahasa

Sikap bahasa yang dimiliki oleh calon pendidik tentunya harus menujukan

sikap positif, khususnya sikap bahasa mahasiswa FKIP terhadap bahasa Indonesia

yang merupakan bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan. Ciri sikap bahasa

yang positif yakni kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan

norma bahasa inilah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini karena

sebagai calon pendidik mahasiswa FKIP dituntut untuk dapat berbahasa Indonesia

dengan baik dan benar. Oleh karena itu, penelitian ini adalah jawaban dari

tuntutan tersebut, apakah sikap bahasa mahasiswa FKIP jurusan nonbahasa

terhadap bahasa Indonesia adalah positif atau justru sebaliknya.

Setelah melakukan penelitian sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman dengan memberikan kuesioner kepada responden,

mengumpulkan rekaman dengan menggunakan metode simak saat perkuliahan,

serta mengumpulkan hasil karya tulis responden, penulis dapat menjabarkan hasil

penelitian menjadi tiga bagian sebagai berikut.

a) Hasil kuesioner,

b) Transkrip rekaman saat perkuliahan, dan

c) Karya tulis responden (lampiran).


39

a. Hasil Kuesioner

Tabel 4.1. Sikap Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP Unmul

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

2 15 43 22 0 0 2.1 N
4 24 28 10 8 10 2.9 P
8 5 26 14 8 21 2.6 P
11 16 14 30 15 5 2.7 P
13 3 30 30 10 3 2.6 P
15 15 20 22 18 5 2.7 P
Kesetiaan Bahasa 18 17 49 7 6 1 2.1 N
(Language 19 6 54 13 7 0 2.3 N
Loyalty) 21 0 0 23 47 10 3.8 P
33 10 37 20 7 6 2.5 N
34 5 53 15 7 0 2.3 N
36 14 40 10 7 8 2.4 N
41 17 40 10 5 7 2.3 N
43 15 35 23 2 4 2.3 N
50 13 10 50 3 2 2.6 P
1 10 70 0 0 0 4.1 P
5 30 50 0 0 0 4.4 P
7 0 15 57 4 4 3.0 P
9 6 13 15 24 21 3.5 P
10 0 58 10 7 5 2.5 N
Kebanggaan 12 3 50 20 6 1 3.6 P
Bahasa 14 15 10 41 7 7 2.8 P
(Language Pride) 16 19 25 19 12 5 2.5 N
20 0 11 26 28 10 3.3 P
23 20 35 9 10 6 2.3 N
25 13 52 5 8 0 3.8 P
26 2 13 30 18 17 3.0 P
27 3 51 10 16 0 3.5 P
35 13 64 2 0 0 4.1 P
49 5 55 12 7 0 3.7 P
3 6 42 19 13 0 2.5 N
Kesadaran adanya 6 16 39 15 3 7 2.3 N
40

17 21 33 7 13 5 3.6 P
22 13 30 28 4 5 2.5 N
24 16 14 44 3 2 2.5 N
norma bahasa 28 13 13 36 5 12 3.1 P
29 20 30 13 10 7 2.4 N
30 18 30 10 17 5 2.5 N
31 40 28 4 4 1 1.6 N
32 26 30 13 6 5 2.2 N
37 10 64 3 1 0 1.9 N
38 25 30 20 4 0 2.0 N
39 10 30 20 13 6 3.3 P
40 5 58 10 6 0 3.7 P
(Awarness of 42 23 42 8 2 4 2.0 N
The Norm) 44 20 45 8 4 2 2.0 N
45 17 42 10 7 2 2.1 N
46 20 14 45 0 0 2.3 N
47 17 38 10 7 7 2.3 N
48 8 63 4 3 2 2.1 N
Sumber : Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

b. Transkrip Rekaman

Peristiwa Tutur I

Latar belakang : Kampus FKIP Banggeris Ruang Kuliah Prodi BK

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa


41

Program Studi : Bimbingan Konseling

Konteks : Rabu 13 April 2016, pukul 11.45

(1.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(1.2) Siswa : Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(1.3) Guru : Apa kabarnya anak-anak hari ini?

(1.4) Siswa : Baik, Bu.

(1.5) Guru : Sudah makan belum?

(1.6) Siswa : Belum, Bu.

(1.7) Guru : Kenapa belum?

(1.8) Siswa : Belum istirahat, Bu.

(1.9) Guru : Nanti jangan lupa istirahat ya. Belanja di kantin bule’. Oke?

(1.10) Siswa: Iya, Bu.

(1.11) Guru: Kemaren kan ibu sudah mengajarkan tentang bahaya narkoba.

Nah hari ini ibu akan memutarkan video harapannya buat semua

memperhatikan video yang ibu kasih ya.

(1.12) Siswa: Iya, Bu.

(Pemutaran video berlangsung selama 03.10 menit)

(1.13) Guru: Nah itu video yang ibu kasih tadi. Pengajaran apa yang bisa kita

ambil dari video yang ibu kasih tadi. Ada yang tau?

(1.14) Siswa: Saya, Bu.

(1.15) Guru: Iya, silahkan!


42

(1.16) Siswa: Dari video itu, Bu. Kita bisa ngambil pelajaran bahwa kita tu

jangan menyerah, Bu.

(1.17) Guru: Ada lagi?

(1.18) Siswa: Belajar dari kesalahan, Bu.

(1.19) Guru: Bagus sekali jawabannya ... Ibu akan memberikan suatu cerita

lagi. Ceritanya ada suatu batu yang besar yang keras tapi tiap hari

kena tetesan air terus menerus lama kelamaan batu itu akan

berubah ... Jadi, kalo’ seandainya lama kelamaan batu itu akan

berubah begitu juga dengan kita apabila kita belajar tiap hari ...

Wassalaaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Peristiwa Tutur II

Latar belakang : Kampus FKIP Banggeris Ruang Kuliah Prodi BK

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Bimbingan Konseling

Konteks : Rabu 13 April 2016, pukul 12.15

(2.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(2.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(2.3) Guru : Selamat pagi anak-anak.

(2.4) Siswa : Pagi, Pak.

(2.5) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?


43

(2.6) Siswa : Baik, pak.

(2.7) Guru : Siapa yang tidak hadir pada hari ini?

(2.8) Siswa : Banyak, pak.

(2.9) Guru : Baiklah sebelum bapak mulai, marilah kita berdoa terlebih

dahulu. Silahkan dipimpin.

(2.10) Siswa : Baiklah teman-teman, sebelum memulai kegiatan hari ini

marilah kita berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing.

Berdoa mulai ..., selesai.

(2.11) Guru : Baiklah anak-anak, di sini bapak akan menyampaikan materi

tentang mengenal minat .... Iya silahkan.

(2.12) Siswa : Kalo’ bakat itu bawaan dari lahir pak biasanya, kalo’ minat

biasanya ....

(2.13) Guru : Baik, ada lagi? Baiklah di sini bapak akan menjelaskan apa itu

bakat dan minat ... Cukup sekian, apabila ada salah bapak mohon

maaf. Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Peristiwa Tutur III

Latar belakang : GOR 27 September Universitas Mulawarman

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Penjaskes

Konteks : Kamis 14 April 2016, pukul 09.45


44

(3.1) Guru : Siap gerak! Setengah lencang kanan gerak! Patokan tengah

patokan tengah. Oke. Tegap gerak! Assalaamualaikum

Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(3.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(3.3) Guru : Perkenalkan nama saya Muhammad Sholeh Agung Wiryoko.

(3.4) Siswa : Siapa pak?

(3.5) Guru : Agung, bapak Agung. Pagi ini bapak akan mengajarkan bola voli,

yaitu passing bawah ya. Dalam bola voli itu ada empat teknik

utama yaitu smash, passing, blok, dan servis. Yang bapak ajarkan

pada pagi hari ini adalah bola voli, passing bawah oke. Di antara

kalian ada yang tau ada berapa passing bawah?

(3.6) Siswa: Passing bawah ada yang menggunakan kuda-kuda, ada yang

menggunakan kaki depannya ke depan.

(3.7) Guru : Jawabannya sudah benar tapi saya betulkan lagi. Passing itu

dalam bola voli ada dua, yaitu passing atas dan passing bawah.

Tolong, adek Sapta bisa maju ke depan! Ya ini adek Sapta akan

mempraktekkan passing bawah.

(3.8) Siswa: Yang pertama, untuk melakukan passing bawah kaki dibuka

selebar bahu itu untuk passing bawah secara nonaktif ....

(3.8) Guru : Ingat ya, gunakan kaki kalian yang paling kuat .... Hadap kiri

gerak! Ya baris paling pertama silahkan lari duluan.


45

(siswa lari mengelilingi lapangan)

(3.9) Guru : Ya kembali ke barisan ... dimulai dari Heri hitung.

(3.10) Guru: Ada tujuh belas orang jadi yang ganjil bertemu dengan yang

ganjil, yang genap bertemu dengan yang genap. Untuk kali ini

bapak akan memberikan games pada kalian. Kita akan memainkan

games sesuai dengan kelompok tadi. Dibagi dua, jadi tolong Riki

dan Deska tolong ambilkan rafia itu. Oke yang kelompok genap

sebelah sana dan kelompok ganjil sebelah sini.

(3.11) Guru: Jadi peraturannya adalah kalian harus menggunakan passing

bawah untuk mematikan bola di daerah musuh. Tidak boleh

menggunakan yang lain, harus passing bawah. Oke? Kelompok

siapa yang dapat lima belas poin paling pertama, dia yang menang.

Mengerti?

(3.12) Siswa: Pak nggak boleh ngeblok kah pak?

(3.13) Guru: Nggak boleh. Siap? Siap semua? Ayo mulai.

(siswa bermain voli) ....

Peristiwa Tutur IV

Latar belakang : GOR 27 September Universitas Mulawarman

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Penjaskes


46

Konteks : Kamis 14 April 2016, pukul 11.00

(4.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(4.2) Siswa : Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(4.3) Guru : Selamat pagi.

(4.4) Siswa : Pagi pak.

(4.5) Guru : Perkenalkan nama saya Hendra Gunawan. Sebelum mulai ....

Barisannya dibaikin dulu. Pada pagi hari ini saya akan

mengajarkan tentang daya tahan otot jantung dan kekuatan otot

.... Selanjutnya silahkan pemanasan dulu, membuat lingkaran.

(siswa melakukan pemanasan)

(4.6) Guru : Semuanya harap hadap sini, hadap ke saya. Bikin tiga bersaf. Iya

siap gerak! Kita berhitung dulu, berhitung dari pojok!

(4.7) Siswa : Enam belas, pak.

(4.8) Guru : Sekarang bagi dua kelompok! Lapan orang lapan orang. Bagi

dua kelompok. Ya di sini sebelum kita masuk kegiatan inti, kita

akan melakukan permainan dulu. Ada yang tau permainan

benteng?

(4.9) Siswa : Tau pak ....

(4.10) Guru : Ayo baris lagi sini. Baris lagi baris lagi baris lagi. Siap gerak!

Sekarang bagi empat kelompok. Sembarang aja kelompoknya,

satu kelompok empat orang.


47

(4.11) Siswa : Sudah pak.

(4.12) Guru : Ya mohon perhatian, habis ini kita akan melakukan kegiatan

latihan untuk daya tahan salah satunya kekuatan otot dan daya

tahan jantung. Di sini kita akan melakukan empat empat materi

yaitu push up, sit up, back up, dan lari sprint. Jadi nanti setiap

kelompok ditentukan eee. Kelompok satu push up, kelompok dua

sit up, kelompok tiga back up, dan kelompok empat lari Nanti

bergantian. Paham?

(4.13) Siswa: Pak kotor pak.

(4.14) Guru : Nggak papa, memang kotor. Namanya olahraga pasti kotor. Satu

menit, saya beri waktu satu menit ya.

(anak-anak melakukan gerakan push up, sit up, back up)

(4.15) Guru : Oke. Ya sekarang rolling. Bergantian, kelompok empat ke

kelompok satu. Satu ke dua, dua ke tiga, tiga ke empat. Semua

ambil posisi. Semuanya ikut aba-aba saya ya, ketika saya niup

peluit naik. Ya persiapan, ikutin aba-aba peluit ya. Peluit naik

peluit turun. Ayo, mulai. (meniup peluit) ....


48

Peristiwa Tutur V

Latar belakang : Ruang kuliah 026 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Fisika

Konteks : Jumat 15 April 2016, pukul 09.10

(5.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(5.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(5.3) Guru : Selamat pagi siswa.

(5.4) Siswa : Pagi, Bu.

(5.5) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?

(5.6) Siswa : Baik.

(5.7) Guru : Eee, sebelumnya eee kemaren kan kita sudah mempelajari tentang

materi gerak. Nah, sekarang kita akan masuki ke bab selanjutnya

yaitu tentang wujud zat .... Sebelumnya ibu akan bertanya kepada

kalian seperti air air itu kan termasuk wujud dari zat apa?

(5.8) Siswa : Cair, Bu.

(5.9) Guru : Cair, iya. Di sini artinya kita akan membahas tentang wujud zat.

Seperti yang kita tau, es ya kita ambil dari yang sehari-hari ya. Es

itu pertama dari wujud apa?

(5.10) Siswa: Cair.


49

(5.11) Guru: Iya. Berubah menjadi?

(5.12) Siswa: Padat.

(5.13) Guru: Nah, selain itu juga ada beberapa benda juga yang dalam

kehidupan sehari-hari kita yang wujudnya bisa berubah. Ada yang

tau apa aja itu?

(5.14) Siswa: Kapur barus, Bu.

(5.15) Guru: Nah, yang pertama kita mengartikan apa ini pengertian dari zat.

Ingatkah kita waktu SD waktu kelas enam SD itu ada dipelajari

tentang zat atau tidak?

(5.16) Siswa: Tidak, Bu.

(5.17) Guru: Zat, zat itu adalah suatu materi atau segala sesuatu yang memiliki

massa dan bisa menempati sebuah ruang. Nah, setiap benda ini

memiliki massanya masing-masing, jadi berdasarkan wujudnya

dapat dijelaskan zat ini terbagi menjadi ... Ada yang tau?

(5.18) Siswa: Padat, cair, dan gas.

(5.19) Guru : Nah. Di sini kan ada pengelompokan dari wujud zat, kemudian

setiap partikel-partikelnya dari zat ini beda-beda. Nah partikel-

partikel dari zat padat ini berupa dia rapat ya kemudian volumenya

tetap terus jarak antara partikelnya nggak berjauhan jadi dapat

digambarkan ....
50

Peristiwa Tutur VI

Latar belakang : Ruang Kuliah 009 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Matematika

Konteks : Selasa 19 April 2016, pukul 14.00

(6.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(6.2) Siswa : Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(6.3) Guru : Selamat siang anak-anak.

(6.4) Siswa : Siang, Bu.

(6.5) Guru : Ketua kelasnya pimpin doa dulu ya.

(6.6) Siwa : Baik, Bu. Teman-teman sebelum kita memulai pelajaran pada

siang hari ini, mari kita berdoa menurut agama atau keyakinan

masing-masing. Berdoa mulai ..., selesai.

(6.7) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?

(6.8) Siswa : Baik, Bu.

(6.9) Guru : Ada yang tidak hadir?

(6.10) Siswa : Hadir semua.

(6.11) Guru : Hadir semua ya. Alhamdulillah kalo’ gitu. Iya, kalo’ gitu hari ini

....
51

(6.12) Guru : Lalu a kali b dipangkatkan n maka berlaku a pangkat n kali b

pangkat n .... Jadi kalo’ misalnya di sini kita akan mengubah

bentuknya jadi seperti ini a pangkat m dibagi a pangkat m n. Maka

sesuai sifat dari eksporensinya kalo’ misalnya a pangkat m dibagi

a pangkat m kali n maka kita bisa tulis a pangkat m dikurang m

tambah n.

(6.13) Guru : Jadi di sini a pangkat negatif n sama dengan satu per a pangkat

n. Jadi gitu ya? Sampe’ sini ada yang ditanyakan?

(6.14) Siswa : Belum.

(6.15) Guru : Tidak ada ya. Ya jadi, sifat bilangan berpangkat yang memenuhi

dari pangkat bulat negatif itu seperti ini .... Lanjut ya, jika a sama

dengan nol maka tidak terdefinisi. Kenapa tidak terdefinisi? Jadi

begini, eee misalnya a sama dengan nol ya berarti nol pangkat nol

sama dengan nol pangkat kita masukan nol sebagai a-nya ya ....

Ya sampai sini mengerti?

(6.16) Siswa : Mengerti, Bu.

(6.17) Guru : Mengerti ya. Nah, sekarang lanjut ke latihan soal. Ini ada soal

silahkan dikerjakan ya. Ibu beri waktu dua puluh menit.

Udah? Kalo’ udah. Jadi, apa yang Ibu sampaikan semoga

bermanfaat. Ini ada beberapa soal ya, kalian catat ya nanti kalian

kerjakan di rumah jadi pr. Minggu depan dikumpul, dah cuma dikit

aja soalnya. Ketua kelas silahkan pimpin doa ya ....


52

Peristiwa Tutur VII

Latar belakang : Ruang Kuliah 044 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji pertama,

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 09.15

(7.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.2) Penonton : Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.3) Moderator : Pertama-tama selamat pagi kepada dosen pembimbing kita

bapak Yudo Hudiyono selaku dosen pembimbing seminar

mata kuliah .... Penyaji pertama ada Saefudhollah Saputra dan

penyaji kedua Maulasih. Baiklah untuk menghemat waktu,

saya persilahkan penyaji pertama untuk menyampaikan isi

makalahnya.

(7.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.6) Responden : Terima kasih karena diberi kesempatan pada hari ini untuk

mempresentasikan makalah saya yang berjudul “Penggunaan

Metode Bermain Peran dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tentang Drama Pendek pada Siswa Kelas Lima SD Negeri nol


53

empat belas Samarinda Tahun Ajaran Dua Ribu Lima Belas,

Dua Ribu Enam Belas”. Baik, untuk mempersingkat waktu

pada ulasan pertama yaitu pengertian drama. Menurut

Luxemburg tahun seribu sembilan ratus delapan puluh empat

dalam buku Rosdiana dua ribu sembilan delapan tiga, secara

umum menyatakan drama adalah teks yang bersifat dialog dan

isinya membentuk sebuah alur sedangkan secara khusus drama

adalah proses lakuan sebagai tokoh. Jadi, drama dapat

disimpulkan drama adalah teks yang bersifat dialog yang

isinya memiliki alur atau cerita yang kemudian disajikan

dalam bentuk bergerak yang dibarengi dengan kata verbal

maupun nonverbal. Pembahasan yang kedua yaitu metode

pembelajaran .... Demikian presentasi dari saya, terima kasih.

Peristiwa Tutur VIII

Latar belakang : Ruang Kuliah 044 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji kedua,

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 10.00


54

(8.1) Moderator : Selanjutnya kepada penyaji kedua Maulasih dipersilahkan.

(8.2) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(8.3) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(8.4) Responden : Dan selamat pagi. Eee perkenalkan nama saya Maulasih

dalam makalah saya, saya mengangkat judul “Penggunaan

Media Kartu Bergambar dalam Pembelajaran IPA Tentang

Adaptasi Makhluk Hidup pada Siswa SDN nol nol empat

Bengalon Tahun Ajaran Dua Ribu Lima Belas Dua Ribu Enam

Belas”. Media kartu bergambar merupakan media yang

digunakan dalam proses belajar belajar, di mana kartu ini eee

dapat berisi gambar konsep soal atau ide yang mengingatkan

siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Jadi, media

kartu bergambar merupakan media berbasis visual. Fungsi

media kartu bergambar menurut Derek Rowantree yang

pertama dapat membangkitkan motipasi belajar, yang kedua

mengulang apa yang terjadi, yang ketiga menyediakan

stimulus belajar, keempat mengaktifkan respon siswa, kelima

memberikan balikan dengan segera, dan yang keenam

menggalakan latihan yang serasi. Ada empat manpaat media

kartu bergambar menurut Nana Sudjana dan kawan-kawan ....

Kelebihan dan kelemahan media kartu bergambar. Kelebihan

yang pertama tentu ini sifatnya konkrit. Yang kedua dapat


55

mengatasi batasan ruang dan waktu. Yang ketiga dapat

mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Keempat dapat

memperjelas suatu masalah. Kelima tentu harganya lebih

murah .... Sekian.

Peristiwa Tutur IX

Latar belakang : Ruang Kuliah 015 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Kimia

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 14.00

(9.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(9.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(9.3) Moderator : Ya di sini kami dari kelompok pertama akan

mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok kami mengenai

ya bahan kimia rumah tangga .... Nah bahan-bahan kimia

rumah tangga itu selanjutnya akan dijelaskan oleh Linda,

kepada Linda dipersilahkan.

(9.4) Responden : Assalaamualaikum.

(9.5) Penonton : Waalaikumsalam.


56

(9.6.) Responden : Eee di sini saya akan menjelaskan tentang sabun, deterjen,

sama pasta gigi. Temen-temen pasti udah nggak asing lagi

dengan ketiga bahan ini. Yang pertama sabun, seperti yang

sudah kita pelajari di kimia organik dua jadi salah satu bahan

pembersih yang kita gunakan setiap hari itu adalah sabun. Nah

selain sabun ada juga yang sifatnya mirip seperti sabun yaitu

deterjen. Tau nggak apa beda sabun dengan deterjen? Oke. Jadi

mungkin perbedaan dasarnya di bahan pembuatan. Jadi,

pembuatan sabun itu dari lemak atau minyak nabati dan ada

basa yang digunakan. Nah basa yang digunakan ini ada dua

jenis, ada K O H sama N a O H. Bedanya kalau sabun kita kan

biasanya gunakan sabun mandi, sabun cuci tangan itu pake’

basa K O H karena dia bersifat lunak. Sedangkan kalo’

deterjen dia menggunakan basa yang N a O H. Nah jadi kalau

misalnya dulu umumnya deterjen dibuat dari lemak atau

minyak nabati juga tapi pada tahun seribu sembilan ratus enam

belas itu pada saat kalo’ nggak salah perang dunia kedua waktu

itu .... Nah karena itu sekarang deterjen itu nggak dibuat dari

lemak lagi tetapi ada satu bahan yang berasal dari minyak

bumi di mana minyak bumi itu juga menghasilkan suatu zat

yang dinamakan A B S atau Alkil Benzena Sulfonat tetapi

kelemahan A B S ini sangat susah diuraikan oleh


57

mikroorganisme jadi kalo’ misalnya kita habis mencuci,

busanya dibuang ke lingkungan itu akan susah diuraikan oleh

mikroorganisme. Oleh karena ini, para ahli kimia mencari lagi

alternatif lain sehingga ditemukanlah suatu senyawa yang

namanya L A S atau Linier Alkil Sulfonat dia sama fungsinya

seperti deterjen tetapi dia ramah lingkungan. Nah, tadi udah

dua’ tu, ada sabun deterjen. Sekarang pasta gigi, menurut

temen-temen pasta gigi itu dibuat dari sabun apa deterjen?

(9.7) Penonton : Deterjen

(9.8) Responden : Eee jadi bener ya jadi pasta gigi yang temen-temen gunakan

sehari-hari itu dibuat dari campuran deterjen sama ada suatu

bahan yang digolongkan sebagai kelompok abrasiv ....

Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Peristiwa Tutur X

Latar belakang : Ruang Kuliah 050 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan

Konteks : Kamis 21 April 2016, pukul 07.40

(10.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


58

(10.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(10.3) Guru : Selamat pagi semua.

(10.4) Siswa : Pagi, Pak.

(10.5) Guru : Sebelum kita masuk ke pelajaran, ketua kelasnya pimpin doa

dulu.

(10.6) Siswa : Baiklah, sebelum kita memulai pelajaran hari ini mari kita

berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing. Berdoa

mulai ..., selesai.

(10.7) Guru : Baik, ini adalah pertemuan pertama kita di kelas sembilan.

Harapannya kalian bisa menyesuaikan diri karena kalian

bukan lagi kelas satu yang mana kalian bisa santai-santai

karena kalian akan menghadapi ujian nasional. Dikurangin

waktu bermain karena ujian nasional penentuan kalian akan

lulus dan penentu kalian untuk masuk ke sekolah menengah

atas. Bagaimana hari ini sekertaris yang ndak’ masuk?

(10.8) Siswa : Satu orang pak, Maria Clara pak, sakit.

(10.9) Guru : Ya, baik. Harapannya yang lain di sini jaga kondisinya

karena di kelas tiga ini sudah maksimal belajar ....

(10.15) Guru : Jadi di dalam suatu negara itu, wajib memiliki tiga unsur ini

yang di mana semuanya saling berkesinambungan. Kemudian,

kita masuk mengapa pentingnya usaha bela negara. Sebelum


59

kita masuk materi, bapak mau ngeliatkan satu film

dokumenter.

(Guru memperlihatkan film dokumenter berdurasi 03.11 menit)

(10.16) Guru : Bisa diliat? Itu adalah yang menjaga kedaulatan negara kita

secara teritorial. Itu jadi TNI itu ada TNI angkatan laut,

angkatan darat, dan angkatan udara. Yang bapak tanyakan,

pentingkah kita ini atau rakyat biasa dalam membela negara?

Paulus?

(10.17) Siswa : Penting, pak.

(10.18) Guru : Kenapa penting?

(10.19) Siswa : Karena budaya di Indonesia itu beragam pak, jadi supaya

tidak luntur, tetap terjaga.

(10.20) Guru : Ya. Usaha-usaha apa saja yang kita lakukan sebagai murid

dalam menjaga kedaulatan negara?

(10.21) Siswa : Belajar PPKn.

(10.22) Guru : Hari ini kita masuk di era modernisasi zaman, bukan lagi kita

dijajah dengan senjata melainkan dijajah melalui pikiran.

Kalau dulu, negara Jepang, Belanda apabila ingin menjajah

Indonesia mereka harus melihat dulu wilayah Indonesia, kalau

sekarang mereka nggak perlu lagi berperang, cukup dengan

internet dan alat komunikasi lainnya .... Usaha bela negara

hukumnya wajib bagi semua warga karena tidak ada yang


60

harus kita takutin dari usaha bela negara. Fungsinya negara ini

apa sih? Kenapa harus dipertahankan? Sampe’ ada saat ini lagi

booming usaha bela negara ....

Peristiwa Tutur XI

Latar belakang : Ruang Kuliah 055 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan Konsentrasi Sejarah

Konteks : Kamis 21 April 2016, pukul 10.40

(11.1) Guru : Selamat pagi.

(11.2) Siswa : Pagi, Bu.

(11.3) Guru : Apa kabar kalian hari ini?

(11.4) Siswa : Baik, Bu.

(11.5) Guru : Sepertinya tidak lengkap ya, masih banyak yang tidak masuk. Iya,

kalau minggu lalu kita sudah membahas tentang proklamasi

sekarang kita akan membahas perkembangan pada awal

kemerdekaan pada tahun seribu sembilan ratus lima puluh. Yang

pertama pada bidang Ekonomi .... Yang kedua, bidang birokrasi

atau kekuasaan. Pada saat ini Indonesia belum punya presiden, jadi
61

presiden itu ditunjuk dari undang-undang bab tiga asa 6. Ada yang

tau bunyinya pasal enam adalah?

(11.6) Siswa : Presiden adalah orang Indonesia asli.

(11.7) Guru : Ya, betul. Oleh karena itu Otto Iskandar Dinata menunjuk

Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai

wakilnya ....Kemudian hubungan pusat dan daerah karena

kekuasaan itu dipimpin oleh kepala negara gitu kan. Kita ni sangat

luas jadi nggak mungkin presiden turun langsung untuk memimpin

sendiri. Jadi dibentuklah provinsi-provinsi, gubernur ini dibantu

dengan bupati, bupati dibantu dengan camat, camat dibantu kepala

desa. Kepala desa ini yang terkecil. Kemudian bidang militer ....

Peristiwa Tutur XII

Latar belakang : Ruang Kuliah 013 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Ilmu Komputer (Pilkom)

Konteks : Jumat 22 April 2016, pukul 14.10

(12.1) Guru : Selamat siang.

(12.2) Siswa : Siang, pak.

(12.3) Guru : Apa kabar hari ini?


62

(12.4) Siswa : Baik, pak.

(12.5) Guru : Habis istirahat sudah makan semua harusnya semangat dong ya.

Eee sebelum kita mulai pembelajarannya. Ketua kelas, tolong

pimpin doa ....

(12.9) Guru : Untuk hari ini materi kita adalah remotee desktop menggunakan

viewer secara portabel. Sebagai seorang admin server, maka

perawatan sebuah server adalah tugas utama kita ... Jadi remote

desktop ini menggunakan protokol pada port tiga tiga delapan

sembilan. Klien-klien yang mendukungnya bervariasi mulai dari

sebagian sistem operasi windows tiga puluh dua bit hingga sistem

operasi lainnya seperti linux. Tau semua kan sistem operasi ya?

(12.10) Siswa: Tau, pak.

(12.11) Guru : Udah kelas tiga masa’ nggak tau itu kan?

(12.12) Siswa: Iya, pak.

(12.13) Guru: Lalu kegunaan remote desktop. Tadi sudah bapak singgung

sedikit, apa kegunaannya? Mengendalikan sebuah komputer tanpa

harus berada di depannya ... Nah yang akan kita gunakan nantinya

adalah jaringan lokal tidak menggunakan internet karena kalo’

menggunakan internet kalian pasti bermain jadi bapak gunakan

jaringan lokal saja ....

Peristiwa Tutur XIII


63

Latar belakang : Ruang Kuliah 023 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji,

2. Moderator, dan

3. Penonton.

Program Studi : Pendidikan Akuntansi

Konteks : Senin 25 April 2016, pukul 10.10

(13.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.3) Moderator : Kami dari kelompok tiga akan berbincang tentang

pengarahan. Yang akan dijelaskan oleh Eko. Kepada Eko

dipersilahkan.

(13.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.6) Responden : Saya akan menjelaskan tentang pengarahan. Apa itu

pengarahan? Pengarahan adalah .... Manpaat pengarahan

yang pertama ada memprakarsai aksi, yang kedua

mengintegrasikan upaya, yang ketiga ada alat memotivasi,

yang keempat ada menyediakan stabilitas, ....

Peristiwa Tutur XIV

Latar belakang : Ruang Kuliah 019 Kampus Gunung Kelua Unmul


64

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Biologi

Konteks : Selasa 26 April 2016, pukul 11.10

(14.1) Guru : Siang.

(14.2) Siswa : Siang, Bu.

(14.3) Guru : Anak-anak hari ini ada teman yang nggak hadir nggak?

(14.4) Siswa : Ada, Bu.

(14.5) Guru : Nanti tolong sekertaris, monitoring-nya diberi kalau ada

surat sakit bilang aja. Ya anak-anak, hari ini ibu akan

memberikan materi tentang, sebenernya ini rahasia tapi ibu

mau tanya sama kalian. Pertama, coba kalian pandangin

teman kalian yang ada di sebelah. Coba perhatikan, kenapa

teman kalian bisa duduk dengan tegak?

(14.6) Siswa : Ada tulang, Bu, ada rangka juga.

(14.7) Guru : Ya bagus Sina. Hari ini ibu akan menjelaskan tentang

rangka. Nah ada yang tau rangka itu apa?

(14.8) Siswa : Penopang tubuh, Bu.

(14.9) Guru : Ya itu fungsinya. Hari ini ibu akan menjelaskan tentang

sistem rangka. Bisa kalian liat di depan ya. Ini merupakan

sistim gerak pada manusia. Contohnya itu rangka .... Nah,


65

seperti yang kalian liat di slide juga, di sini ada rangka

manusia.

(14.10) Guru : Tulang rusuk ini melindungi organ-organ dalam tapi

bukan hanya rusuk ya yang bisa melindungi. Ada tulang

tengkorak, tulang dada, tulang belakang. Kemudian sebagai

tempat melekatnya otot. Kemudian kita masuk ke tulang

berdasarkan ukurannya. Ni kalian liat nggak? Ada yang tau

ini tulang apa?

(14.11) Siswa : Pipa.

(14.12) Guru : Kemudian ada yang kedua, itu tulang apa?

(14.13) Siswa : Pendek.

(14.14) Guru : Kemudian yang ketiga tadi itu tulang pipih. Sekarang

setelah tadi ibu jelasin, ibu akan bagi kalian dalam empat

kelompok. Ini ada soal yang belum lengkap, nah di sini

kalian bisa melengkapinya dengan ada pilihan di sini. Ibu

beri kalian waktu lima belas menit buat ngisi ....

(14.15) Guru : Ya itu saja yang bisa ibu sampaikan. Mungkin selanjutnya

kita bakal have fun lagi bakal senang-senang lagi. Ibu

akhiri, selamat siang.

Peristiwa Tutur XV

Latar belakang : Ruang Kuliah 033 Kampus Pahlawan Unmul


66

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Konteks : Rabu 27 April 2016, pukul 07.35

(15.1) Guru : Belum bisa dimulai kalau duduknya belum rapi.

(15.2) Siswa : Rapi sudah, Bu.

(15.3) guru : Melingkar ya, ayo. (guru menyanyi lagu lingkaran besar)

(15.4) Guru : Anak-anak Bunda mau mengingatkan tema kemaren.

Siapa yang ingat tema kemaren?

(15.5) Siswa : Saya.

(15.6) Guru : Apa Setia?

(15.7) Siswa : Koran

(15.8) Siswa : Koran itu apa, Bun?

(15.9) Guru : Nah Bunda mau menjelaskan. Didengar ya. Nah koran itu

seperti ini. Di sini, di dalam koran ini ada informasi yang

penting. Seperti ada orang menjual mobil, ada berita

olahraga. Terus ciri-ciri koran itu terbuat dari kertas, Coba

Ami raba.

(15.17) Siswa : Ibu, aku boleh robek kah?

(15.18) Guru : Nggak boleh.

(15.19) Siswa : Bunda, kok Setia nggak pegang?


67

(15.20) Guru : Sini Setia pegang ya korannya. Nah sekarang siapa yang

pengen menggunting?

(15.21) Siswa : Saya!

(15.24) Guru : Iya, sekarang kita akan menggunting. Bunda sudah

siapkan guntingnya. Aturan mainnya boleh menggunting

tapi nggak boleh menggunting teman atau mengganggu

teman yang di samping ya karena gunting ini merupakan

benda tajam. Sudah mengerti?

(15.27) Siswa : Sudah, Bun.

(15.28) Guru : Bunda bagikan ya. Sekarang kita menggunting gambar

yang ada di koran.

(15.29) Siswa : Mau gunting mobil bunda.

(15.30) Guru : Iya boleh. Sudah semua pegang gunting? Kalo’ sudah

sekarang boleh menggunting ....

Peristiwa Tutur XVI

Latar belakang : Ruang Kuliah 054 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji, dan

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

Konteks : Kamis 28 April 2016, pukul 09.35


68

(16.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.3) Moderator : Kami dari kelompok tiga ingin mempresentasikan hasil

kerja kelompok kami yang berjudul administrasi

pendidikan. Akan dijelaskan oleh Saudara Ari Wisahadi.

(16.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.6) Responden : Guru. Guru merupakan salah satu komponen dalam sistem

pendidikan yang memiliki peran yang sangat besar dalam

pencapaian tujuan pendidikan .... Dalam hubungannya

dalam administrasi, seorang guru dapat berperan sebagai

berikut. Yang pertama, ....Menurut Profesor Sucipto dan

Doktor Reflis dalam bukunya yang berjudul Profesi

Keguruan seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan

koma satu empat lapan bahwa kurikulum merupakan

seperangkat bahan pengalaman belajar siswa dengan segala

pedoman pelaksanaan yang tersusun secara sistematik dan

dipedomanin oleh sekolah dalam kegiatan mendidik

siswanya. Sedangkan menurut undang-undang nomor dua

tahun seribu sembilan ratus lapan puluh sembilan,

mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan


69

pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan belajar mengajar ....

4.3. Analisis Data

a. Analisis Sikap Bahasa

Sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa

sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa terbagi menjadi dua yakni sikap

positif dan sikap negatif. Sikap positif merupakan wujud tingkah laku penutur

bahasa yang tidak bertentangan dengan kaidah bahasa yang berlaku, sedangkan

sikap negatif adalah sikap acuh penutur terhadap bahasanya.

Sikap positif bahasa memiliki tiga ciri utama yakni kesetiaan bahasa,

kebanggaan bahasa, dan kesadaran adanya norma bahasa. Kesetiaan bahasa

(Language Loyalty) adalah ciri yang mendorong masyarakat suatu bahasa

untuk mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya

pengaruh bahasa lain. Kebanggaan bahasa (Language Pride) adalah ciri yang

mendorong orang untuk mengembangkan bahasanya dan menggunakannya

sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat. Kesadaran adanya norma

bahasa (Awarness of The Norm) adalah ciri yang mendorong orang untuk

menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun.

Sejalan dengan pemahaman di atas, berikut adalah analisis tabel mengenai

sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman


70

terhadap bahasa Indonesia yang bertumpu kepada tiga ciri sikap bahasa yang

dituangkan dalam pernyataan verbal dan perasaan, pernyataan verbal

berdasarkan keyakinan, dan pernyataan yang berhubungan dengan tingkah

laku. Pemerolehan nilai tersebut berdasarkan 50 soal kuesioner yang telah

dibagikan kepada 80 responden. Data yang diperoleh melalui kuesioner,

selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. Untuk tiap karakteristik akan dihitung

angka rata-rata nilai (mean) sikap bahasa dengan menggunakan Skala Likert

yakni meminta responden menandai satu posisi pada skala penilaian.

Pernyataan yang berkaitan dengan sikap bahasa responden terbagi menjadi

dua yakni pernyataan positif terhadap bahasa Indonesia dan pernyataan negatif.

Bobot nilai yang dimiliki keduanya berbeda, untuk pernyataan positif memiliki

bobot nilai 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3 untuk kurang setuju, 2 untuk

tidak setuju, dan 1 untuk sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan

negatif memiliki bobot nilai 1 untuk sangat setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk

kurang setuju, 4 untuk tidak setuju, dan 5 untuk sangat tidak setuju. Nilai rata-

rata tersebut akan dikelompokkan menjadi dua kelompok yakni 1,0-2,5

kategori sikap negatif (N) dan 2,6-5,0 kategori sikap positif (P). Berikut adalah

jabaran hasil tiap karakteristik soal kuesioner.

1) Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty)

Perolehan nilai berdasarkan pada tabel yang telah disajikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari 15 soal kuesioner yang

berkaitan dengan kesetiaan bahasa, delapan soal menunjukkan nilai


71

yang yang terbilang negatif yakni 1,0-2,5 sedangkan tujuh soal

menunjukkan nilai positif yakni 2,5-5,0. Hal itu mencerminkan

sikap mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP memiliki sikap cenderung

negatif. Soal kuesioner tersebut akan dibahas dalam paparan di

bawah ini.

(2) Saya selalu menggunakan istilah “slide” power point

daripada istilah “salindia” saat diskusi di kelas.

(4) English Day di lingkungan kampus harus diganti dengan

hari berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

(8) Belajar bahasa Indonesia itu menyenangkan.

(11) Saya lebih nyaman berkomunikasi menggunakan bahasa

asing, bahasa gaul, ataupun ragam nonbaku.

(13) Seharusnya mata kuliah bahasa Indonesia merupakan

mata kuliah pilihan bukan mata kuliah wajib.

(15) Saya mengunduh status di media sosial dengan

menggunakan bahasa asing agar terlihat keren dan gaul.

(18) Saya akan menggunakan bahasa asing apabila

berkomunikasi dengan kawan saya yang berwarga negara

asing.

(19) Saya menyukai lagu-lagu internasional daripada lagu

dalam negeri.
72

(21) Bahasa Indonesia itu tidak penting karena bukan bahasa

internasional.

(33) Menurut saya, penggunaan bahasa asing atau bahasa gaul

lebih efisien dalam berkomunikasi.

(34) Saya lebih memilih untuk mengikuti TOEFL dibanding

UKBI.

(36) Suatu saat bahasa Indonesia yang baik dan benar akan

punah.

(41) Saat ada kegiatan kemahasiswaan, penggunaan bahasa

asing harus diterapkan untuk menarik minat masyarakat.

(43) Bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa

asing bagi masyarakat Indonesia sendiri.

(50) Saya merasa tertekan apabila diminta untuk berbahasa

Indonesia yang baik dan benar.

Berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden, diketahui

bahwa rata-rata nilai untuk keseluruhan soal pada karakteristik kesetiaan

bahasa akan dijabarkan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4.2 Rata-rata nilai Kesetiaan Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

2 15 43 22 0 0 2.1 N
Kesetiaan Bahasa 4 24 28 10 8 10 2.9 P
73

8 5 26 14 8 21 2.6 P
11 16 14 30 15 5 2.7 P
13 3 30 30 10 3 2.6 P
15 15 20 22 18 5 2.7 P
18 17 49 7 6 1 2.1 N
(Language 19 6 54 13 7 0 2.3 N
Loyalty) 21 0 0 23 47 10 3.8 P
33 10 37 20 7 6 2.5 N
34 5 53 15 7 0 2.3 N
36 14 40 10 7 8 2.4 N
41 17 40 10 5 7 2.3 N
43 15 35 23 2 4 2.3 N
50 13 10 50 3 2 2.6 P
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Bentuk soal yang tertuang dalam kuesioner mengarah kepada

kesetiaan responden terhadap bahasa Indonesia. Mahasiswa jurusan

nonbahasa FKIP telah hilang kesetiaannya terbukti dengan hasil yang

diperoleh yakni negatif. Responden yang rata-rata berusia 20 tahun lebih

memilih untuk menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul dalam

komunikasi harian mereka. Terbukti dengan diperolehnya nilai 2.1 untuk

soal nomor 2 dan 18. Responden senang menggunakan istilah-istilah

dalam bahasa asing yakni slide power point dibandingkan dengan istilah
74

salindia. Selanjutnya kesetiaan mahasiswa juga merosot pada soal nomor

19, 41, dan 43 yakni tentang kesukaan terhadap lagu-lagu asing,

penggunaan bahasa asing dengan tujuan menarik minat masyarakat ketika

mengadakan suatu acara, dan persetujuan terhadap pernyataan bahwa

bahasa Indonesia merupakan bahasa asing bagi masyarakat Indonesia

sendiri. Persetujuan terhadap pernyataan tersebut merupakan sebuah

ancaman bagi keberadaan bahasa Indonesia. Sikap setuju yang dimiliki

mahasiswa cerminan bahwa hilangnya kesetiaan terhadap bahasa

Indonesia. Dalam keseharian, responden lebih sering menggunakan

istilah-istilah dalam bahasa asing karena mahasiswa meyakini bahwa

bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sulit untuk dipahami sehingga

menjadi bahasa asing bahasa warga Indonesia.

Soal lainnya yang juga memiliki nilai rendah adalah nomor 34

yakni kesetujuan responden untuk memilih mengikuti tes TOEFL

dibanding tes UKBI. Hal ini lambat laun apabila terus terjadi maka tidak

menutup kemungkinan bahwa soal nomor 36 akan terbukti yakni “Suatu

saat bahasa Indonesia yang baik dan benar akan punah”.

2) Kebanggaan Bahasa (Language Pride)

Bertolak pada tabel yang telah disajikan, untuk karakteristik

soal kebanggaan bahasa mencapai hasil yang berbeda dengan hasil

karakteristik kesetiaan bahasa. Hasil yang diperoleh dari responden


75

adalah positif karena 12 soal memiliki nilai dalam rentang 2.6-5.0 ,

sedangkan tiga soal lainnya memiliki nilai 1,0-2,5. Berikut soal-soal

yang termasuk dalam karakteristik kebanggaan bahasa.

(1) Saya cinta bahasa Indonesia.

(5) Bahasa Indonesia harus tetap digunakan meskipun

Indonesia telah memasuki Masyarakat Ekonomi Asean

(MEA).

(7) Belajar bahasa Indonesia hanya untuk mahasiswa

jurusan bahasa saja.

(9) Sebagai masyarakat Indonesia, kita tidak perlu lagi

mempelajari bahasa Indonesia di pendidikan formal.

(10) Kemampuan bahasa Indonesia saya saat ini telah

mumpuni.

(12) Saya berusaha menguasai kosakata dan ejaan bahasa

Indonesia yang telah dibakukan.

(14) Saya belajar bahasa Indonesia hanya untuk memenuhi

tuntutan SKS.

(20) Saya telah melupakan pelajaran bahasa Indonesia

yang telah saya tempuh di semester lalu.

(23) Saya merasa mengantuk dan bosan ketika perkuliahan

bahasa Indonesia berlangsung.


76

(25) Menurut saya, mampu berbahasa Indonesia yang baik

dan benar mencerminkan intelektualitas.

(26) Mahasiswa jurusan nonbahasa wajib mengikuti Uji

Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).

(27) Diperlukan penyuluhan bahasa Indonesia bagi

mahasiswa jurusan nonbahasa.

(35) Saya berharap dapat berbahasa Indonesia dengan

sempurna.

(49) Bahasa Indonesia tidak sulit asalkan dipelajari

dengan sungguh-sungguh.

Hasil yang diperoleh responden adalah kategori positif karena rata-

rata responden memiliki kemauan untuk mengembangkan bahasanya

karena definisi dari kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong

orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang

identitas. Berikut tabel dari masing-masing nilai untuk soal karakteristik

kebanggaan bahasa.

Tabel 4.3 Rata-rata nilai Kebanggaan Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

1 10 70 0 0 0 4.1 P
Kebanggaan 5 30 50 0 0 0 4.4 P
Bahasa 7 0 15 57 4 4 3.0 P
77

9 6 13 15 24 21 3.5 P
10 0 58 10 7 5 2.5 N
12 3 50 20 6 1 3.6 P
14 15 10 41 7 7 2.8 P
(Language Pride) 16 19 25 19 12 5 2.5 N
20 0 11 26 28 10 3.3 P
23 20 35 9 10 6 2.3 N
25 13 52 5 8 0 3.8 P
26 2 13 30 18 17 3.0 P
27 3 51 10 16 0 3.5 P
35 13 64 2 0 0 4.1 P
49 5 55 12 7 0 3.7 P
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Hal ini terlihat dari hasil yang diperoleh untuk soal nomor 1 yakni

kecintaan terhadap bahasa Indonesia memiliki nilai 4.1 dan soal nomor 5

yakni bahasa Indonesia harus tetap digunakan mesti telah memasuki MEA

memperoleh nilai 4.4. Ini membuktikan bahwa kebanggaan responden

terhadap bahasa Indonesia tinggi. Selanjutnya untuk soal nomor 12 yakni

usaha responden dalam menguasai bahasa Indonesia yang telah dibakukan

adalah 3,6 dan soal nomor 25 mengenai bahasa Indonesia mencerminkan

intelektualitas diperoleh hasil yakni 3,8. Soal yang memiliki hasil negatif

adalah soal nomor 10 yakni kemampuan bahasa Indonesia responden yang


78

dirasa telah mumpuni, soal nomor 16 yakni kesetujuan responden bahwa

bahasa Indonesia miskin kosakata, dan soal nomor 23 yakni perasaan

bosan yang dialami responden ketika mengikuti perkuliahan bahasa

Indonesia.

Kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang memiliki hasil positif

ini diharapkan akan tetap bertahan bahkan meningkat apabila di kemudian

hari dilakukan lagi penelitian sebagai pembaruan sikap bahasa mahasiswa

jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman. Kebanggaan ini

menghasilkan sikap positif berdasar pada subjektivitas responden,

sejatinya responden tetap bangga dan mau mengembangkan kemampuan

berbahasa Indonesia hanya saja lingkungan yang tidak memberikan wadah

karena dalam komunikasi harian masyarakat Indonesia lebih senang

mengikuti tren berbahasa dibandingkan dengan melestarikan bahasa

nasional. Hal ini berkaitan dengan kesetiaan bahasa responden yang

sebelumnya telah dijabarkan bahwa hasil yang diperoleh adalah cenderung

negatif.

3) Kesadaran Adanya Norma Bahasa (Awarness of The Norm)

Ciri sikap positif bahasa yang ketiga yakni kesadaran adanya

norma bahasa. Kesadaran adanya norma bahasa akan mendorong

orang menggunakan bahasanya secara cermat dan santun.

Kesadaran adanya norma bahasa ini sejalan dengan tuntutan yang


79

harus dimiliki mahasiswa FKIP sebagai calon pendidik yang

diharapkan mampu menjadi contoh bagi murid dalam sikap

berpakaian, bersosial, dana berbahasa.

Hasil yang diperoleh dari responden untuk soal karakteristik ini

memprihatinkan karena 16 dari 20 soal memiliki nilai dalam

rentang 1,0-2,5 sehingga dapat dikatakan bahwa kesadaran adanya

norma bahasa yang dimiliki responden adalah negatif. Hal ini

terbukti dengan jatuhnya nilai perolehan responden untuk beberapa

soal yang berkaitan dengan pemakaian bahasa secara situasional.

Berikut adalah soal-soal yang tergolong dalam karakteristik

kesadaran adanya norma bahasa.

(3) Penggunaan bahasa Indonesia yang terpenting

adalah asal lawan bicara paham.

(6) Saya mengalami kesulitan memahami kaidah bahasa

Indonesia yang baik dan benar.

(17) Ketika membuat karya tulis, saya selalu mengacu

pada Ejaan yang Disempurnakan (EyD).

(22) Kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar

sering mengganggu kelancaran dalam

berkomunikasi.

(24) Menurut saya, kaidah bahasa Indonesia itu susah

untuk dipelajari.
80

(28) Menurut saya kaidah bahasa Indonesia lebih

mudah dibanding kaidah bahasa asing.

(29) Gaya bicara saya belum meninggalkan dialek

bahasa daerah asal saya.

(30) Saya tidak memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) dan Ejaan yang Disempurnakan (EyD) baik

luring maupun daring.

(31) Butir ketiga sumpah pemuda adalah “Kami putra

putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa

Indonesia”

(32) Kalimat berikut merupakan kalimat yang benar “Di

larang parkir disini!”

(37) Saya tidak paham kaidah penulisan daftar pustaka.

(38) Saya merasa canggung apabila berbicara dengan

menggunakan bahasa Indonesia ragam baku.

(39) Bahasa Indonesia ragam baku adalah bahasa yang

aneh saat digunakan dalam situasi santai.

(40) Saya selalu menggunakan bahasa Indonesia ragam

baku pada situasi formal.

(42) Saya tidak tahu bagaimana kaidah penulisan karya

tulis yang benar.


81

(44) Saat diskusi di kelas, saya mencampurkan bahasa

Indonesia ragam baku dan nonbaku. (contoh: kalo’,

nggak, silahkan)

(45) Saya tidak tahu bagaimana kaidah berbicara yang

baik dan benar dalam situasi resmi seperti diskusi,

seminar, dll.

(46) Karya tulis yang telah saya buat, belum sesuai

dengan kaidah yang berlaku.

(47) Menurut saya, kaidah bahasa Indonesia terlalu

sulit.

(48) Ketika praktik mengajar, saya akan menggunakan

bahasa Indonesia ragam nonbaku agar siswa lebih

paham dan senang dengan pelajaran saya.

Karakteristik ketiga ini membuahkan hasil negatif karena hampir

semua responden tidak paham kaidah bahasa Indonesia yang baik dan

benar. Nilai yang diperoleh untuk tiap-tiap soal hampir keseluruhan

tergolong kategori negatif. Berikut tabel hasil nilai untuk karakteristik

kesadaran adanya norma bahasa.

Tabel 4.4 Rata-rata nilai Kesadaran Adanya Norma Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS
82

3 6 42 19 13 0 2.5 N
6 16 39 15 3 7 2.3 N
17 21 33 7 13 5 3.6 P
22 13 30 28 4 5 2.5 N
24 16 14 44 3 2 2.5 N
Kesadaran 28 13 13 36 5 12 3.1 P
Adanya Norma 29 20 30 13 10 7 2.4 N
Bahasa 18 30 10 17 5 2.5 N
30
31 40 28 4 4 1 1.6 N
32 26 30 13 6 5 2.2 N
37 10 64 3 1 0 1.9 N
38 25 30 20 4 0 2.0 N
39 10 30 20 13 6 3.3 P
40 5 58 10 6 0 3.7 P
(Awarness of 42 23 42 8 2 4 2.0 N
The Norm) 44 20 45 8 4 2 2.0 N
45 17 42 10 7 2 2.1 N
46 20 14 45 0 0 2.3 N
47 17 38 10 7 7 2.3 N
48 8 63 4 3 2 2.1 N
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Perolehan nilai yang didapat berdasarkan jawaban responden dapat

dikatakan memprihatinkan, pasalnya responden merupakan warga negara

Indonesia asli yang tinggal di Indonesia dan juga telah mempelajari bahasa

Indonesia sejak pendidikan dasar. Hampir keseluruhan responden tidak


83

paham kaidah atau norma bahasa Indonesia, terbukti dengan diperolehnya

hasil untuk soal nomor 6 yakni pengakuan kesulitan yang dialami

responden dalam memahami kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar

menujukan nilai 2,3. Selain itu untuk soal nomor 42 mengenai kaidah

penulisan karya tulis bahasa Indonesia juga memperoleh nilai rendah

yakni 2,0 dan soal nomor 44 mengenai pernyataan adanya peristiwa

bahasa yakni campur kode yang dilakukan oleh responden dalam situasi

resmi adalah 2,0.

Hal ini membuktikan bahwa responden masih belum paham

tentang norma-norma bahasa Indonesia baik dalam bahasa tulis maupun

lisan. Ketidakpahaman ini berdasar pada hasil perolehan nilai 2,5 untuk

soal nomor 3 yakni tentang penggunaan bahasa Indonesia yang terpeting

adalah asal lawan bicara paham. Padahal bahasa Indonesia memiliki

kaidah yang harus digunakan sesuai dengan situasi tidak hanya asal paham

tetapi sesuai aturan. Sikap negatif kesadaran adanya norma bahasa apabila

tidak ditindaklanjuti, maka akan semakin menjamur masyarakat Indonesia

yang buta mengenai norma-norma bahasa Indonesia.

Ketiga ciri sikap positif bahasa yang dituangkan dalam soal

kuesioner menghasilkan kesimpulan yakni kesetiaan bahasa responden

adalah negatif, kebanggaan bahasa responden adalah positif, dan

kesadaran adanya norma bahasa responden adalah negatif. Ini


84

mengindikasikan bahwa sikap bahasa yang dimiliki responden adalah

cenderung negatif karena dua dari tiga ciri menghasilkan sikap negatif.

b. Analisis Peristiwa Tutur

1) Analisis Peristiwa Tutur I

Latar belakang : Kampus FKIP Banggeris Ruang Kuliah Prodi BK

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Bimbingan Konseling

Konteks : Rabu 13 April 2016, pukul 11.45

(1.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(1.2) Siswa : Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(1.3) Guru : Apa kabarnya anak-anak hari ini?

(1.4) Siswa : Baik, Bu.

(1.5) Guru : Sudah makan belum?

(1.6) Siswa : Belum, Bu.

(1.7) Guru : Kenapa belum?

(1.8) Siswa : Belum istirahat, Bu.

(1.9) Guru : Nanti jangan lupa istirahat ya. Belanja di kantin ya?

(1.10) Siswa: Iya, Bu.


85

(1.11) Guru: Kemaren kan ibu sudah mengajarkan tentang bahaya narkoba.

Nah hari ini ibu akan memutarkan video harapannya buat semua

memperhatikan video yang ibu kasih ya.

(1.12) Siswa: Iya, Bu.

(Pemutaran video berlangsung selama 03.10 menit)

(1.13) Guru: Nah itu video yang ibu kasih tadi. Pengajaran apa yang bisa kita

ambil dari video yang ibu kasih tadi. Ada yang tau?

(1.14) Siswa: Saya, Bu.

(1.15) Guru: Iya, silahkan!

(1.16) Siswa: Dari video itu, Bu. Kita bisa ngambil pelajaran bahwa kita tu

jangan menyerah, Bu.

(1.17) Guru: Ada lagi?

(1.18) Siswa: Belajar dari kesalahan, Bu.

(1.19) Guru: Bagus sekali jawabannya ... Ibu akan memberikan suatu cerita

lagi. Ceritanya ada suatu batu yang besar yang keras tapi tiap hari

kena tetesan air terus menerus lama kelamaan batu itu akan

berubah ... Jadi, kalo’ seandainya lama kelamaan batu itu akan

berubah begitu juga dengan kita apabila kita belajar tiap hari dan

berdoa maka suatu hari nanti kita akan mencapai mimpi kita ...

Wassalaaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur I


86

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan I terjadi pada hari Rabu

13 April 2016, pukul 11.45 di ruang

kuliah prodi BK kampus Banggeris

Universitas Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur I, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi Bimbingan Konseling dan

rekan responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan I adalah memberikan

motivasi kepada siswa dalam mencapai

cita-cita harus dengan usaha dan berdoa.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan I disampaikan dengan cara

tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat


87

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

I, guru terlihat semangat saat

memberikan motivasi kepada siswa.

Nada suara guru bersemangat, lafal guru

jelas. Meskipun waktu menunjukkan

siang hari tetapi semangat guru tidak

berkurang karena materi ajar yang akan

disampaikan adalah motivasi siswa.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan I, jalur bahasa

yang digunakan adalah jalur lisan dengan

kode utama bahasa Indonesia ragam baku

yang disisipi kode bahasa Indonesia

ragam nonbaku, penyingkatan morfem

meng-, dan pemilihan kata yang kurang

tepat.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena


88

pembelajaran di kelas merupakan situasi

formal guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan I disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur I berasal dari interaksi guru dan siswa saat pelajaran

bimbingan konseling berlangsung. Dalam peristiwa tutur tersebut dapat

dilihat guru melakukan campur kode ragam nonbaku yakni kata kenapa

pada tuturan (1.7), kata kemaren pada tuturan (1.11), kata tau pada tuturan

(1.13), kata silahkan pada tuturan (1.15), kata kena dan kalo’ pada tuturan

(1.19). Kata-kata tersebut termasuk dalam kriteria tidak baku berdasarkan

tata bentuk. Selain campur kode guru juga melakukan kesalahan yakni

penyebutan morfem meng- yang disingkat menjadi ng pada tuturan (1.16)

yakni verba ngambil. Selanjutnya, guru dalam interaksi dengan siswa

melakukan kesalahan yakni pemilihan kata yang kurang tepat pada tuturan

(1.13) yakni pengajaran, tuturan (1.19) yakni suatu cerita dan suatu batu.

Dalam konteks ini, seharusnya guru menggunakan ragam baku

yakni kata mengapa, kemarin, tahu, silakan, terkena, dan kalau.

Penyebutan morfem juga harus menggunakan mengambil dan pemilihan

kata seharusnya adalah pelajaran karena dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) kata pelajaran berarti yang dipelajari atau diajarkan


89

sedangkan pengajaran berarti proses, cara, perbuatan mengajar atau

mengajarkan. Selanjutnya guru seharusnya menggunakan frase sebuah

cerita¸dan sebuah batu karena frase suatu batu merujuk untuk benda yang

tidak tentu sedangkan batu dan cerita merupakan benda yang tentu.

Tuturan yang berjenis tindak tutur direktif ini bertujuan

memberikan motivasi kepada siswa dalam mencapai cita-cita harus

dengan usaha dan berdoa. Tuturan I memiliki kesimpulan yakni meskipun

tuturan yang berlangsung pada pukul 11.45 tetapi responden tetap

bersemangat dalam menyampaikan materi ajarnya begitu pula dengan

lawan tutur responden yang juga ikut bersemangat dalam proses

pembelajaran. Bentuk tuturan berupa ceramah disampaikan responden di

depan kelas menggunakan jalur lisan dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam abu dengan sisipan kode bahasa Indonesia ragam nonbaku,

penyingkatan morfem meng-, dan pemilihan kata yang kurang tepat.

2) Analisis Peristiwa Tutur II

Latar belakang : Kampus FKIP Banggeris Ruang Kuliah Prodi BK

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Bimbingan Konseling

Konteks : Rabu 13 April 2016, pukul 12.15


90

(2.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(2.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(2.3) Guru : Selamat pagi anak-anak.

(2.4) Siswa : Pagi, Pak.

(2.5) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?

(2.6) Siswa : Baik, pak.

(2.7) Guru : Siapa yang tidak hadir pada hari ini?

(2.8) Siswa : Banyak, pak.

(2.9) Guru : Baiklah sebelum bapak mulai, marilah kita berdoa terlebih

dahulu. Silahkan dipimpin.

(2.10) Siswa : Baiklah teman-teman, sebelum memulai kegiatan hari ini

marilah kita berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing.

Berdoa mulai ..., selesai.

(2.11) Guru : Baiklah anak-anak, di sini bapak akan menyampaikan materi

tentang mengenal minat dan bakat .... Iya silahkan.

(2.12) Siswa : Kalo’ bakat itu bawaan dari lahir pak biasanya, kalo’ minat

biasanya ....

(2.13) Guru : Baik, ada lagi? Baiklah di sini bapak akan menjelaskan apa itu

bakat dan minat .... Cukup sekian, apabila ada salah.

Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur II


91

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan II terjadi pada hari Rabu

13 April 2016, pukul 12.15 di ruang

kuliah prodi BK kampus Banggeris

Universitas Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur II, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi Bimbingan Konseling dan

rekan responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan II adalah memberikan

penjelasan kepada siswa perbedaan minat

dan bakat.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan II disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat


92

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

II, guru terlihat santai, nada suara guru

mendatar tidak semangat dan tidak lesu,

lafal guru jelas.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan II, jalur bahasa

yang digunakan adalah jalur lisan dengan

kode utama bahasa Indonesia ragam baku

yang disisipi sedikit kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku karena guru

lebih banyak membaca tulisan yang

terdapat pada salindia.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

pembelajaran di kelas merupakan situasi

formal guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan II disampaikan

dalam bentuk ceramah.


93

Pada tuturan II tidak banyak ditemukan adanya campur kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku ataupun kesalahan lainnya yang

dilakukan oleh responden sebagai guru. Hal ini dikarenakan responden

lebih banyak membaca tulisan yang terdapat salindia yang termasuk

kategori baku sehingga campur kode yang dilakukan responden hanya

terdapat pada tuturan (2.9) dan (2.11) yakni kata silahkan, dan kata kalo’

pada tuturan (2.12). Seharusnya responden menggunakan kata silakan dan

kalau mengingat responden sedang berperan menjadi guru yang berada

dalam situasi formal di kelas.

Tuturan berjenis tindak tutur representatif ini bertujuan untuk

memberikan penjelasan kepada siswa perbedaan minat dan bakat. Tuturan

yang terjadi pada pukul 12.15 ini melibatkan responden dan rekan

responden. Responden menggunakan jalur lisan dengan kode utama

bahasa Indonesia ragam baku yang hanya disisipi dua kode ragam

nonbaku karena responden lebih banyak membaca salindia. Tuturan

terjadi siang hari ini tidak membuat responden merasa lelah ataupun

semangat. Responden menyampaikan materi ajar dalam bentuk ceramah

di depan kelas dengan nada yang santai tetapi lafal jelas sehingga apa yang

disampaikan dapat dipahami oleh rekan responden.


94

3) Analisis Peristiwa Tutur III

Latar belakang : GOR 27 September Universitas Mulawarman

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Penjaskes

Konteks : Kamis 14 April 2016, pukul 09.45

(3.1) Guru : Siap gerak! Setengah lencang kanan gerak! Patokan tengah

patokan tengah. Oke. Tegap gerak! Assalaamualaikum

Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(3.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(3.3) Guru : Perkenalkan nama saya Muhammad Sholeh Agung Wiryoko.

(3.4) Siswa : Siapa pak?

(3.5) Guru : Agung, bapak Agung. Pagi ini bapak akan mengajarkan bola voli,

yaitu passing bawah ya. Dalam bola voli itu ada empat teknik

utama yaitu smash, passing, blok, dan servis. Yang bapak ajarkan

pada pagi hari ini adalah bola voli, passing bawah oke. Di antara

kalian ada yang tau ada berapa passing bawah?

(3.6) Siswa: Passing bawah ada yang menggunakan kuda-kuda, ada yang

menggunakan kaki depannya ke depan.

(3.7) Guru : Jawabannya sudah benar tapi saya betulkan lagi. Passing itu

dalam bola voli ada dua, yaitu passing atas dan passing bawah.
95

Tolong, adek Sapta bisa maju ke depan! Ya ini adek Sapta akan

mempraktekkan passing bawah.

(3.8) Siswa: Yang pertama, untuk melakukan passing bawah kaki dibuka

selebar bahu itu untuk passing bawah secara nonaktif ....

(3.8) Guru : Ingat ya, gunakan kaki kalian yang paling kuat .... Hadap kiri

gerak! Ya baris paling pertama silahkan lari duluan.

(siswa lari mengelilingi lapangan)

(3.9) Guru : Ya kembali ke barisan ... dimulai dari Heri hitung.

(3.10) Guru: Ada tujuh belas orang jadi yang ganjil bertemu dengan yang

ganjil, yang genap bertemu dengan yang genap. Untuk kali ini

bapak akan memberikan games pada kalian. Kita akan memainkan

games sesuai dengan kelompok tadi. Dibagi dua, jadi tolong Riki

dan Deska tolong ambilkan rafia itu. Oke yang kelompok genap

sebelah sana dan kelompok ganjil sebelah sini.

(3.11) Guru: Jadi peraturannya adalah kalian harus menggunakan passing

bawah untuk mematikan bola di daerah musuh. Tidak boleh

menggunakan yang lain, harus passing bawah. Oke? Kelompok

siapa yang dapat lima belas poin paling pertama, dia yang menang.

Mengerti?

(3.12) Siswa: Pak boleh blok kah pak?

(3.13) Guru: Nggak boleh. Siap? Siap semua? Ayo mulai.

(siswa bermain voli) ....


96

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur III

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan III terjadi pada hari

Kamis 14 April 2016, pukul 09.45 di

GOR 27 September Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur III, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi penjaskes dan rekan

responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan III adalah memberikan

pengarahan kepada siswa tentang passing

bawah pada permainan bola voli.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan III disampaikan dengan


97

cara tindak tutur langsung di depan

barisan siswa.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

III, guru terlihat santai, nada suara guru

mendatar tidak semangat dan tidak lesu,

lafal guru jelas karena pambawaan dari

guru yang santai meskipun waktu dalam

suasana pagi.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan III, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi sedikit kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku,

penyebutan fonem /i/ diucapkan menjadi

/e/, dan kode berupa sisipan kata bahasa

asing.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode


98

bahasa Indonesia ragam baku karena

pembelajaran merupakan situasi formal

guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan III disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur III merupakan hasil interaksi responden yang

berperan sebagai guru dan rekannya sebagai murid. Pada tuturan ini, guru

terlihat melakukan campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam

bentuk kata yakni kata oke dan tau pada tuturan (3.5), kata adek pada

tuturan (3.7), kata silahkan dan duluan pada tuturan (3.8), kata nggak pada

tuturan (3.13). Selain itu, guru melakukan kesalahan penyebutan fonem /i/

yang diucapkan /e/ pada tuturan (3.7) yakni mempraktekkan. Untuk

campur kode istilah asing dilakukan oleh guru pada tuturan (3.10) yakni

games.

Dalam konteks formal, penggunaan kata-kata seharusnya

menggunakan kata baik, tahu, adik, silakan, dahulu, mempraktikkan, dan

permainan. Penggunaan ragam baku harus dilakukan oleh responden

mengingat responden adalah calon pendidik yang dituntut untuk

berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Adanya peristiwa bahasa ini
99

berdasarkan pada latar belakang guru yang belum memahami penggunaan

kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tindak tutur representatif pada tuturan III yang terjadi pada pukul

09.45 ini melibatkan responden dan rekan responden. Tuturan yang

bertujuan untuk memberikan pengarahan kepada siswa tentang passing

bawah pada permainan bola voli ini dilakukan responden yang berperan

sebagai guru dalam bentuk ceramah di depan barisan rekan responden.

Tuturan terjadi pada waktu pagi hari tidak membuat responden

bersemangat dalam menyampaikan materi ajar. Responden cenderung

santai dan nadanya mendatar menggunakan jalur lisan dengan kode utama

bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi ragam nonbaku, penyebutan

fonem /i/ menjadi /e/, dan kode berupa istilah asing.

4) Analisis Peristiwa Tutur IV

Latar belakang : GOR 27 September Universitas Mulawarman

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Penjaskes

Konteks : Kamis 14 April 2016, pukul 11.00

(4.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(4.2) Siswa : Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.


100

(4.3) Guru : Selamat pagi.

(4.4) Siswa : Pagi pak.

(4.5) Guru : Perkenalkan nama saya Hendra Gunawan. Sebelum mulai ....

Barisannya dibaikin dulu. Pada pagi hari ini saya akan

mengajarkan tentang daya tahan otot jantung dan kekuatan otot

.... Selanjutnya silahkan pemanasan dulu, membuat lingkaran.

(siswa melakukan pemanasan)

(4.6) Guru : Semuanya harap hadap sini, hadap ke saya. Bikin tiga bersaf. Iya

siap gerak! Kita berhitung dulu, berhitung dari pojok!

(4.7) Siswa : Enam belas, pak.

(4.8) Guru : Sekarang bagi dua kelompok! Lapan orang lapan orang. Bagi

dua kelompok. Ya di sini sebelum kita masuk kegiatan inti, kita

akan melakukan permainan dulu. Ada yang tau permainan

benteng?

(4.9) Siswa : Tau pak ....

(4.10) Guru : Ayo baris lagi sini. Baris lagi baris lagi baris lagi. Siap gerak!

Sekarang bagi empat kelompok. Sembarang aja kelompoknya,

satu kelompok empat orang.

(4.11) Siswa : Sudah pak.

(4.12) Guru : Ya mohon perhatian, habis ini kita akan melakukan kegiatan

latihan untuk daya tahan salah satunya kekuatan otot dan daya

tahan jantung. Di sini kita akan melakukan empat empat materi


101

yaitu push up, sit up, back up, dan lari sprint. Jadi nanti setiap

kelompok ditentukan eee. Kelompok satu push up, kelompok dua

sit up, kelompok tiga back up, dan kelompok empat lari Nanti

bergantian. Paham?

(4.13) Siswa: Pak kotor pak.

(4.14) Guru : Nggak papa, memang kotor. Namanya olahraga pasti kotor. Satu

menit, saya beri waktu satu menit ya.

(anak-anak melakukan gerakan push up, sit up, back up)

(4.15) Guru : Oke. Ya sekarang rolling. Bergantian, kelompok empat ke

kelompok satu. Satu ke dua, dua ke tiga, tiga ke empat. Semua

ambil posisi. Semuanya ikut aba-aba saya ya, ketika saya niup

peluit naik. Ya persiapan, ikutin aba-aba peluit ya. Peluit naik

peluit turun. Ayo, mulai. (meniup peluit) ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur IV

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan IV terjadi pada hari

Kamis 14 April 2016, pukul 11.00 di

GOR 27 September Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam


102

peristiwa tutur IV, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi penjaskes dan rekan

responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan IV adalah memberikan

pengarahan kepada siswa tentang latihan

daya tahan otot jantung dan kekuatan

otot.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan IV disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan

barisan siswa.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

IV, guru terlihat santai, nada suara guru

bersemangat, lafal guru jelas meskipun

waktu telah memasuki suasana siang hari.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan IV, jalur


103

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi sedikit kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku,

penyingkatan morfem men- menjadi n,

dan kode berupa sisipan kata bahasa

asing.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

pembelajaran merupakan situasi formal

guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan IV disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Pada tuturan IV, terdapat beberapa peristiwa bahasa yang

dilakukan responden sebagai guru, di antaranya adalah campur kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku, penyingkatan morfem men- menjadi n,

penyisipan istilah asing. Campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku


104

terdapat pada tuturan (4.5) yakni dibaikin dan silahkan. Kata tau pada

tuturan (4.8), kata aja pada tuturan (4.10), frase nggak papa pada tuturan

(4.14), kata oke dan ikutin pada tuturan (4.15). Penyingkatan morfem men-

menjadi n terdapat pada tuturan (4.15) yakni niup dan penyisipan istilah

asing terdapat pada tuturan (4.15) yakni rolling.

Peristiwa bahasa yang terjadi pada tuturan IV seharusnya tidak

terjadi apabila responden paham dengan penggunaan bahasa Indonesia

ragam baku pada situasi formal, sehingga kata-kata di atas seharusnya

dilafalkan menjadi diperbaiki, silakan, tahu, saja, tidak apa-apa, naik,

ikuti, meniup, dan bergantian yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia

ragam baku.

Tuturan IV berjenis tindak tutur representatif ini bertujuan untuk

memberikan pengarahan kepada siswa tentang latihan daya tahan otot dan

kekuatan otot. Tuturan terjadi memasuki waktu siang hari yakni pukul

11.00 tidak membuat responden lelah ataupun lesu, justru responden

bersemangat dalam menyampaikan materi ajar sehingga pembelajaran

terasa menyenangkan. Jalur yang digunakan responden ialah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi ragam

nonbaku, penyingkatan morfem men- menjadi n, dan kode berupa istilah

bahasa asing disampaikan dalam bentuk ceramah di depan barisan siswa.

5) Analisis Peristiwa Tutur V


105

Latar belakang : Ruang kuliah 026 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Fisika

Konteks : Jumat 15 April 2016, pukul 09.10

(5.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(5.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(5.3) Guru : Selamat pagi siswa.

(5.4) Siswa : Pagi, Bu.

(5.5) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?

(5.6) Siswa : Baik.

(5.7) Guru : Eee, sebelumnya eee kemaren kan kita sudah mempelajari tentang

materi gerak. Nah, sekarang kita akan masuki ke bab selanjutnya

yaitu tentang wujud zat .... Sebelumnya ibu akan bertanya kepada

kalian seperti air air itu kan termasuk wujud dari zat apa?

(5.8) Siswa : Cair, Bu.

(5.9) Guru : Cair, iya. Di sini artinya kita akan membahas tentang wujud zat.

Seperti yang kita tau, es ya kita ambil dari yang sehari-hari ya. Es

itu pertama dari wujud apa?

(5.10) Siswa: Cair.

(5.11) Guru: Iya. Berubah menjadi?


106

(5.12) Siswa: Padat.

(5.13) Guru: Nah, selain itu juga ada beberapa benda juga yang dalam

kehidupan sehari-hari kita yang wujudnya bisa berubah. Ada yang

tau apa aja itu?

(5.14) Siswa: Kapur barus, Bu.

(5.15) Guru: Nah, yang pertama kita mengartikan apa ini pengertian dari zat.

Ingatkah kita waktu SD waktu kelas enam SD itu ada dipelajari

tentang zat atau tidak?

(5.16) Siswa: Tidak, Bu.

(5.17) Guru: Zat, zat itu adalah suatu materi atau segala sesuatu yang memiliki

massa dan bisa menempati sebuah ruang. Nah, setiap benda ini

memiliki massanya masing-masing, jadi berdasarkan wujudnya

dapat dijelaskan zat ini terbagi menjadi ... Ada yang tau?

(5.18) Siswa: Padat, cair, dan gas.

(5.19) Guru : Nah. Di sini kan ada pengelompokan dari wujud zat, kemudian

setiap partikel-partikelnya dari zat ini beda-beda. Nah partikel-

partikel dari zat padat ini berupa dia rapat ya kemudian volumenya

tetap terus jarak antara partikelnya nggak berjauhan jadi dapat

digambarkan ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur V


107

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan V terjadi pada hari Jumat

15 April 2016, pukul 09.10 di ruang 026

Kampus Gunung Kelua Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur V, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi fisika dan rekan responden

sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan V adalah memberikan

pengetahuan kepada siswa mengenai

wujud zat.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan V disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat


108

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

V, guru terlihat gugup, nada suara pelan,

lafal guru kurang jelas dan sedikit terbata.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan V, jalur bahasa

yang digunakan adalah jalur lisan dengan

kode utama bahasa Indonesia ragam baku

yang disisipi sedikit kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

pembelajaran merupakan situasi formal

guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan V disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur di atas hanya mengandung peristiwa bahasa yakni

campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku. Campur kode yang


109

dilakukan oleh responden adalah berupa kata yakni kemaren dan kan pada

tuturan (5.7), kata tau pada tuturan (5.9), kata aja pada tuturan (5.15), dan

kata nggak pada tuturan (5.19). Responden seharusnya menggunakan

ragam baku untuk kata-kata tersebut yakni kemarin, tahu, saja, dan tidak.

Penggunaan kan dilakukan responden bertujuan untuk menegaskan apa

yang ingin disampaikan seharusnya kan tidak perlu digunakan dalam

situasi formal dengan alasan apapun.

Tuturan V termasuk dalam jenis tindak tutur representatif ini

bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai wujud

zat. Tuturan yang terjadi pada pagi hari ini melibatkan responden dan

rekan responden. Responden sebagai guru dalam menyampaikan materi

ajar berbentuk ceramah di depan kelas mengalami kegugupan sehingga

nada suara pelan dan lafal kurang jelas hal ini menyebabkan rekan

responden sebagai siswa tidak memiliki semangat dalam mengikuti

pembelajaran responden. Jalur yang digunakan responden adalah jalur

lisan dengan kode utama bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi

beberapa kode berupa bahasa Indonesia ragam nonbaku.

6) Analisis Peristiwa Tutur VI

Latar belakang : Ruang Kuliah 009 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa


110

Program Studi : Pendidikan Matematika

Konteks : Selasa 19 April 2016, pukul 14.00

(6.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(6.2) Siswa : Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(6.3) Guru : Selamat siang anak-anak.

(6.4) Siswa : Siang, Bu.

(6.5) Guru : Ketua kelasnya pimpin doa dulu ya.

(6.6) Siwa : Baik, Bu. Teman-teman sebelum kita memulai pelajaran pada

siang hari ini, mari kita berdoa menurut agama atau keyakinan

masing-masing. Berdoa mulai ..., selesai.

(6.7) Guru : Bagaimana kabarnya hari ini?

(6.8) Siswa : Baik, Bu.

(6.9) Guru : Ada yang tidak hadir?

(6.10) Siswa : Hadir semua.

(6.11) Guru : Hadir semua ya. Alhamdulillah kalo’ gitu. Iya, kalo’ gitu hari ini

....

(6.12) Guru : Lalu a kali b dipangkatkan n maka berlaku a pangkat n kali b

pangkat n .... Jadi kalo’ misalnya di sini kita akan mengubah

bentuknya jadi seperti ini a pangkat m dibagi a pangkat m n. Maka

sesuai sifat dari eksporensinya kalo’ misalnya a pangkat m dibagi


111

a pangkat m kali n maka kita bisa tulis a pangkat m dikurang m

tambah n.

(6.13) Guru : Jadi di sini a pangkat negatif n sama dengan satu per a pangkat

n. Jadi gitu ya? Sampe’ sini ada yang ditanyakan?

(6.14) Siswa : Belum.

(6.15) Guru : Tidak ada ya. Ya jadi, sifat bilangan berpangkat yang memenuhi

dari pangkat bulat negatif itu seperti ini .... Lanjut ya, jika a sama

dengan nol maka tidak terdefinisi. Kenapa tidak terdefinisi? Jadi

begini, eee misalnya a sama dengan nol ya berarti nol pangkat nol

sama dengan nol pangkat kita masukan nol sebagai a-nya ya ....

Ya sampai sini mengerti?

(6.16) Siswa : Mengerti, Bu.

(6.17) Guru : Mengerti ya. Nah, sekarang lanjut ke latihan soal. Ini ada soal

silahkan dikerjakan ya. Ibu beri waktu dua puluh menit.

Udah? Kalo’ udah. Jadi, apa yang Ibu sampaikan semoga

bermanfaat. Ini ada beberapa soal ya, kalian catat ya nanti kalian

kerjakan di rumah jadi pr. Minggu depan dikumpul, dah cuma dikit

aja soalnya. Ketua kelas silahkan pimpin doa ya ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur VI

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan VI terjadi pada hari


112

Selasa 19 April 2016, pukul 14.00 di

ruang 009 Kampus Gunung Kelua

Universitas Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur VI, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

bidang studi matematika dan rekan

responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan VI adalah memberikan

pengetahuan kepada siswa mengenai

pangkat bulat negatif dan pangkat nol.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan VI disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

VI, guru santai, nada suara tegas, lafal

jelas meskipun sedikit terbata.


113

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan VI, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi sedikit kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

pembelajaran merupakan situasi formal

guru dan siswa.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan VI disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Pada peristiwa tutur IV, responden melakukan banyak campur

kode ragam bahasa Indonesia nonbaku pada tuturannya. Campur kode

tersebut berada pada tuturan (6.11) yakni kalo’ gitu, tuturan (6.12) yakni

kata kalo’, tuturan (6.13) yakni kata gitu dan sampe’¸ tuturan (6.15) yakni

kata kenapa, tuturan (6.17) yakni udah, kalo’ udah, dah, dikit, dan aja.
114

Bentuk baku dari kata-kata yang terdapat pada tuturan VI adalah

kalau begitu, kalau, begitu, sampai, mengapa, sudah, kalau sudah, sudah,

sedikit, dan saja. Penggunaan ragam nonbaku ini didasari pada latar

belakang pengarang yang pada kesehariannya menggunakan bahasa

Indonesia ragam nonbaku.

Tuturan VI yang terjadi pada siang hari ini termasuk dalam jenis

tindak tutur representatif yakni memberikan pengetahuan kepada siswa

mengenai pangkat bulat negatif dan pangkat bulat nol. Responden sebagai

guru menyampaikan materi sura dalam bentuk ceramah di depan kelas

dengan menggunakan jalur lisan dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa Indonesia ragam nonbaku. Tuturan

ini terjadi pada pukul 14.00 atau siang hari ini tidak membuat responden

lesu atau lelah. Nada responden tegas dan pembawaan santai meskipun

sedikit terbatas sehingga rekan responden sebagai siswa tidak mengalami

kebosanan dalam mengikuti pembelajaran.

7) Analisis Peristiwa Tutur VII

Latar belakang : Ruang Kuliah 044 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji pertama,

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)


115

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 09.15

(7.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.2) Penonton : Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.3) Moderator : Pertama-tama selamat pagi kepada dosen pembimbing kita

bapak Yudo Hudiyono selaku dosen pembimbing seminar

mata kuliah .... Penyaji pertama ada Saefudhollah Saputra dan

penyaji kedua Maulasih. Baiklah untuk menghemat waktu,

saya persilahkan penyaji pertama untuk menyampaikan isi

makalahnya.

(7.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(7.6) Responden : Terima kasih karena diberi kesempatan pada hari ini untuk

mempresentasikan makalah saya yang berjudul “Penggunaan

Metode Bermain Peran dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tentang Drama Pendek pada Siswa Kelas Lima SD Negeri nol

empat belas Samarinda Tahun Ajaran Dua Ribu Lima Belas,

Dua Ribu Enam Belas”. Baik, untuk mempersingkat waktu

pada ulasan pertama yaitu pengertian drama. Menurut

Luxemburg tahun seribu sembilan ratus delapan puluh empat

dalam buku Rosdiana dua ribu sembilan delapan tiga, secara

umum menyatakan drama adalah teks yang bersifat dialog dan


116

isinya membentuk sebuah alur sedangkan secara khusus drama

adalah proses lakuan sebagai tokoh. Jadi, drama dapat

disimpulkan drama adalah teks yang bersifat dialog yang

isinya memiliki alur atau cerita yang kemudian disajikan

dalam bentuk bergerak yang dibarengi dengan kata verbal

maupun nonverbal. Pembahasan yang kedua yaitu metode

pembelajaran .... Demikian presentasi dari saya, terima kasih.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur VII

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan VII terjadi pada hari

Rabu 20 April 2016, pukul 09.15 di ruang

044 Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur VII, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai pemateri pertama yang

menyampaikan makalah.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan


117

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan VII adalah menjabarkan

penggunaan metode bermain peran dalam

pembelajaran bahasa Indonesia tentang

drama pendek pada siswa kelas V

Sekolah Dasar.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan VII disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

VII, responden tidak bersemangat dalam

menyampaikan pesan berupa tuturan

penjelasan dari makalah.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan VII, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kalimat rancu

dan penyebutan bilangan yang kurang

tepat.
118

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks diskusi,

aturan yang digunakan adalah keharusan

menggunakan kode bahasa Indonesia

ragam baku karena diskusi berada pada

situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan VII disampaikan

dalam bentuk narasi.

Pada tuturan VI terdapat campur kode yang dilakukan oleh

moderator dan penggunaan kalimat rancu dan penyebutan bilangan yang

kurang tepat yang dilakukan oleh responden. Campur kode yang dilakukan

oleh moderator terdapat pada tuturan (7.3) yakni persilahkan yang

seharusnya diganti menjadi dipersilakan. Responden menggunakan

kalimat untuk mempersingkat waktu pada tuturan (7.6) dan penyebutan

bilangan yang kurang tepat pada tuturan (7.6) yakni delapan tiga.

Penggunaan untuk mempersingkat waktu seharusnya diganti dengan untuk

menghemat waktu karena waktu merupakan anugerah Tuhan yang tidak

dapat manusia singkat dan delapan tiga seharusnya dilafalkan menjadi

delapan puluh tiga karena apabila dituliskan dalam bentuk angka adalah
119

83 bukan 8 3, angka ini mengindikasikan jumlah halaman yang terdapat

pada buku yang responden kutip.

Tindak tutur jenis representatif terdapat pada tuturan VII yakni

pemberian jabaran mengenai penggunaan metode bermain peran dalam

pembelajaran bahasa Indonesia tentang drama pendek pada siswa kelas V

Sekolah Dasar. Tuturan yang terjadi pada pagi hari ini tidak membuat

responden menjadi bersemangat sehingga membuat diskusi menjadi tidak

menarik. Responden menyampaikan materi makalah dalam bentuk narasi

di depan kelas menggunakan jalur lisan dengan kode utama adalah bahasa

Indonesia ragam baku yang disisipi adanya kalimat rancu dan penyebutan

bilangan yang kurang tepat.

8) Analisis Peristiwa Tutur VIII

Latar belakang : Ruang Kuliah 044 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji kedua,

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 10.00

(8.1) Moderator : Selanjutnya kepada penyaji kedua Maulasih dipersilahkan.

(8.2) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


120

(8.3) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(8.4) Responden : Dan selamat pagi. Eee perkenalkan nama saya Maulasih

dalam makalah saya, saya mengangkat judul “Penggunaan

Media Kartu Bergambar dalam Pembelajaran IPA Tentang

Adaptasi Makhluk Hidup pada Siswa SDN nol nol empat

Bengalon Tahun Ajaran Dua Ribu Lima Belas Dua Ribu Enam

Belas”. Media kartu bergambar merupakan media yang

digunakan dalam proses belajar belajar, di mana kartu ini eee

dapat berisi gambar konsep soal atau ide yang mengingatkan

siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Jadi, media

kartu bergambar merupakan media berbasis visual. Fungsi

media kartu bergambar menurut Derek Rowantree yang

pertama dapat membangkitkan motipasi belajar, yang kedua

mengulang apa yang terjadi, yang ketiga menyediakan

stimulus belajar, keempat mengaktifkan respon siswa, kelima

memberikan balikan dengan segera, dan yang keenam

menggalakan latihan yang serasi. Ada empat manpaat media

kartu bergambar menurut Nana Sudjana dan kawan-kawan ....

Kelebihan dan kelemahan media kartu bergambar. Kelebihan

yang pertama tentu ini sifatnya konkrit. Yang kedua dapat

mengatasi batasan ruang dan waktu. Yang ketiga dapat

mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Keempat dapat


121

memperjelas suatu masalah. Kelima tentu harganya lebih

murah .... Sekian.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur VIII

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan VIII terjadi pada hari

Rabu 20 April 2016, pukul 10.00 di ruang

044 Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur VIII, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai pemateri kedua yang

menyampaikan makalah.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan VIII adalah menjabarkan

penggunaan media kerut bergambar

dalam pembelajaran IPA tentang adaptasi

makhluk hidup pada siswa Sekolah

Dasar.
122

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan VIII disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

VIII, responden bersemangat dan percaya

diri dalam menyampaikan makalah.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan VIII, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku, penggunaan

kata tanya yang salah dan kesalahan

penyebutan fonem /v/ dan fonem /f/

menjadi /p/.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks diskusi,

aturan yang digunakan adalah keharusan

menggunakan kode bahasa Indonesia


123

ragam baku karena diskusi berada pada

situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan VIII disampaikan

dalam bentuk narasi.

Peristiwa tutur VIII di atas merupakan lanjutan dari tuturan VII

karena kedua responden menyampaikan makalah masing-masing pada

hari yang sama. Berbeda dengan responden tuturan VII, responden tuturan

VIII melakukan campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku pada tutur

(8.4) yakni kata respon dan konkrit. Kedua kata ini seharusnya dilafalkan

dalam bentuk baku yakni respons dan konkret. Pada tuturan (8.4) juga

responden melakukan warisan kesalahan yakni penggunaan kata tanya di

mana saat menjabarkan materi makalah. Kata tanya di mana merupakan

kata tanya yang bertujuan untuk menanyakan tempat. Seharusnya

responden menghilangkan kata tanya tersebut dalam tuturannya.

Selanjutnya, latar belakang responden VIII adalah mahasiswa beretnis

Kutai menyebutkan fonem /v/ dan /f/ menjadi fonem /p/. Hal ini terdapat

pada tuturan (8.4) yakni pada kata [motipasi] dan [manpaat] untuk kata

motivasi dan manfaat. Kedua kata tersebut seharusnya dilafalkan sesuai

fonem pembangun kata yakni [motivasi] untuk kata motivasi dan

[manfaat] untuk kata manfaat.


124

Tindak tutur jenis representatif terdapat pada tuturan VIII karena

tuturan VIII menjabarkan penggunaan media kartu bergambar dalam

pembelajaran IPA tentang adaptasi makhluk hidup pada siswa Sekolah

Dasar. Tuturan yang terjadi pukul 10.00 melibatkan responden sebagai

penyaji dan rekan responden sebagai moderator dan penonton. Waktu

yang masih menunjukkan pagi hari membuat responden masih

bersemangat saat menyampaikan materi makalah dalam bentuk narasi di

depan kelas. Jalur yang digunakan adalah jalur lisan dengan kode utama

bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi ragam nonbaku, penggunaan

kata tanya yang salah, dan kesalahan penyebutan fonem /f/ dan /v/ menjadi

/p/. Hal ini dikarenakan dialek daerah responden masih belum sepenuhnya

hilang saat responden bertutur.

9) Analisis Peristiwa Tutur IX

Latar belakang : Ruang Kuliah 015 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Kimia

Konteks : Rabu 20 April 2016, pukul 14.00

(9.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(9.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.


125

(9.3) Moderator : Ya di sini kami dari kelompok pertama akan

mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok kami mengenai

ya bahan kimia rumah tangga .... Nah bahan-bahan kimia

rumah tangga itu selanjutnya akan dijelaskan oleh Linda,

kepada Linda dipersilahkan.

(9.4) Responden : Assalaamualaikum.

(9.5) Penonton : Waalaikumsalam.

(9.6.) Responden : Eee di sini saya akan menjelaskan tentang sabun, deterjen,

sama pasta gigi. Temen-temen pasti udah nggak asing lagi

dengan ketiga bahan ini. Yang pertama sabun, seperti yang

sudah kita pelajari di kimia organik dua jadi salah satu bahan

pembersih yang kita gunakan setiap hari itu adalah sabun. Nah

selain sabun ada juga yang sifatnya mirip seperti sabun yaitu

deterjen. Tau nggak apa beda sabun dengan deterjen? Oke. Jadi

mungkin perbedaan dasarnya di bahan pembuatan. Jadi,

pembuatan sabun itu dari lemak atau minyak nabati dan ada

basa yang digunakan. Nah basa yang digunakan ini ada dua

jenis, ada K O H sama N a O H. Bedanya kalau sabun kita kan

biasanya gunakan sabun mandi, sabun cuci tangan itu pake’

basa K O H karena dia bersifat lunak. Sedangkan kalo’

deterjen dia menggunakan basa yang N a O H. Nah jadi kalau

misalnya dulu umumnya deterjen dibuat dari lemak atau


126

minyak nabati juga tapi pada tahun seribu sembilan ratus enam

belas itu pada saat kalo’ nggak salah perang dunia kedua waktu

itu .... Nah karena itu sekarang deterjen itu nggak dibuat dari

lemak lagi tetapi ada satu bahan yang berasal dari minyak

bumi di mana minyak bumi itu juga menghasilkan suatu zat

yang dinamakan A B S atau Alkil Benzena Sulfonat tetapi

kelemahan A B S ini sangat susah diuraikan oleh

mikroorganisme jadi kalo’ misalnya kita habis mencuci,

busanya dibuang ke lingkungan itu akan susah diuraikan oleh

mikroorganisme. Oleh karena ini, para ahli kimia mencari lagi

alternatif lain sehingga ditemukanlah suatu senyawa yang

namanya L A S atau Linier Alkil Sulfonat dia sama fungsinya

seperti deterjen tetapi dia ramah lingkungan. Nah, tadi udah

dua’ tu, ada sabun deterjen. Sekarang pasta gigi, menurut

temen-temen pasta gigi itu dibuat dari sabun apa deterjen?

(9.7) Penonton : Deterjen

(9.8) Responden : Eee jadi bener ya jadi pasta gigi yang temen-temen gunakan

sehari-hari itu dibuat dari campuran deterjen sama ada suatu

bahan yang digolongkan sebagai kelompok abrasiv ....

Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur IX.
127

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan IX terjadi pada hari Rabu

20 April 2016, pukul 14.00 di ruang 015

Kampus Gunung Kelua Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur IX, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai

pemateri kedua yang menyampaikan

makalah.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan IX adalah menjabarkan

bahan kimia rumah tangga.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan IX disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat


128

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

IX, responden bersemangat dan percaya

diri dalam menyampaikan makalah.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan IX, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku dan

penggunaan kata tanya yang salah

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks diskusi,

aturan yang digunakan adalah keharusan

menggunakan kode bahasa Indonesia

ragam baku karena diskusi berada pada

situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan IX disampaikan

dalam bentuk narasi.

Peristiwa tutur IX terjadi pada diskusi kelas yang termasuk dalam

situasi formal. Penggunaan bahasa Indonesia responden dituntut untuk


129

dalam konteks ragam formal tetapi responden justru mengabaikan kaidah

tersebut sehingga responden banyak melakukan campur kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku dan kesalahan penempatan kata tanya. Campur

kode yang dilakukan responden terdapat pada tuturan (9.6) yakni sama,

temen-temen, udah nggak, tau nggak, oke, kan, pake’, kalo’, kalo’ nggak,

udah dua tu dan pada tuturan (9.8) yakni kata bener.

Ragam nonbaku ini seharusnya dilafalkan dalam ragam baku yakni

dan, teman-teman, sudah tidak, tahu tidak, baik, pakai, kalau, kalau tidak,

sudah dua, dan benar. Untuk partikel kan seharusnya dihilangkan oleh

responden agar tidak mengganggu kaidah bahasa Indonesia ragam baku.

Kesalahan selanjutnya yang dilakukan responden adalah penggunaan kata

tanya di mana saat menjabarkan materi makalah. Kata tanya di mana

merupakan kata tanya yang bertujuan untuk menanyakan tempat.

Seharusnya responden menghilangkan kata tanya tersebut dalam

tuturannya.

Tuturan IX termasuk dalam tuturan representatif karena tuturan ini

menjabarkan bahan kimia rumah tangga. Tuturan yang terjadi pada siang

hari ini yakni pukul 14.00 tidak membuat responden kehilangan semangat,

responden justru bersemangat dan percaya diri saat menyampaikan materi

diskusi dalam bentuk narasi di depan kelas. Tuturan ini menggunakan jalur

lisan dengan kode utama adalah bahasa Indonesia ragam baku yang
130

disisipi kode bahasa Indonesia ragam nonbaku dan penggunaan kata tanya

yang salah.

10) Analisis Peristiwa Tutur X

Latar belakang : Ruang Kuliah 050 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan

Konteks : Kamis 21 April 2016, pukul 07.40

(10.1) Guru : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(10.2) Siswa : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(10.3) Guru : Selamat pagi semua.

(10.4) Siswa : Pagi, Pak.

(10.5) Guru : Sebelum kita masuk ke pelajaran, ketua kelasnya pimpin doa

dulu.

(10.6) Siswa : Baiklah, sebelum kita memulai pelajaran hari ini mari kita

berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing. Berdoa

mulai ..., selesai.

(10.7) Guru : Baik, ini adalah pertemuan pertama kita di kelas sembilan.

Harapannya kalian bisa menyesuaikan diri karena kalian

bukan lagi kelas satu yang mana kalian bisa santai-santai

karena kalian akan menghadapi ujian nasional. Dikurangin


131

waktu bermain karena ujian nasional penentuan kalian akan

lulus dan penentu kalian untuk masuk ke sekolah menengah

atas. Bagaimana hari ini sekertaris yang ndak’ masuk?

(10.8) Siswa : Satu orang pak, Maria Clara pak, sakit.

(10.9) Guru : Ya, baik. Harapannya yang lain di sini jaga kondisinya

karena di kelas tiga ini sudah maksimal belajar ....

(10.15) Guru : Jadi di dalam suatu negara itu, wajib memiliki tiga unsur ini

yang di mana semuanya saling berkesinambungan. Kemudian,

kita masuk mengapa pentingnya usaha bela negara. Sebelum

kita masuk materi, bapak mau ngeliatkan satu film

dokumenter.

(Guru memperlihatkan film dokumenter berdurasi 03.11 menit)

(10.16) Guru : Bisa diliat? Itu adalah yang menjaga kedaulatan negara kita

secara teritorial. Itu jadi TNI itu ada TNI angkatan laut,

angkatan darat, dan angkatan udara. Yang bapak tanyakan,

pentingkah kita ini atau rakyat biasa dalam membela negara?

Paulus?

(10.17) Siswa : Penting, pak.

(10.18) Guru : Kenapa penting?

(10.19) Siswa : Karena budaya di Indonesia itu beragam pak, jadi supaya

tidak luntur, tetap terjaga.


132

(10.20) Guru : Ya. Usaha-usaha apa saja yang kita lakukan sebagai murid

dalam menjaga kedaulatan negara?

(10.21) Siswa : Belajar PPKn.

(10.22) Guru : Hari ini kita masuk di era modernisasi zaman, bukan lagi kita

dijajah dengan senjata melainkan dijajah melalui pikiran.

Kalau dulu, negara Jepang, Belanda apabila ingin menjajah

Indonesia mereka harus melihat dulu wilayah Indonesia, kalau

sekarang mereka nggak perlu lagi berperang, cukup dengan

internet dan alat komunikasi lainnya .... Usaha bela negara

hukumnya wajib bagi semua warga karena tidak ada yang

harus kita takutin dari usaha bela negara. Fungsinya negara ini

apa sih? Kenapa harus dipertahankan? Sampe’ ada saat ini lagi

booming usaha bela negara ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur X.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan X terjadi pada hari Kamis

21 April 2016, pukul 07.40 di ruang 050

Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam


133

peristiwa tutur X, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

dan rekan responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan X adalah memberikan

pengetahuan tentang pentingnya usaha

bela negara di kalangan pelajar.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan X disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

X, responden bersemangat dan percaya

diri dalam menyampaikan materi ajar.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan X, jalur bahasa

yang digunakan adalah jalur lisan dengan

kode utama bahasa Indonesia ragam baku

yang disisipi kode bahasa Indonesia


134

ragam nonbaku, penggunaan kata tanya

yang salah, dan kode berupa istilah asing.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

proses pembelajaran guru dan siswa

berada pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan X disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur X merupakan tuturan dari responden yang berperan

sebagai guru. Latar belakang responden adalah pengurus himpunan

mahasiswa yang telah terbiasa tampil di muka umum tidak menjamin

penggunaan bahasa Indonesia ragam baku. Responden justru banyak

melakukan campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku, penggunaan

kata tanya yang salah, dan kode berupa istilah asing.

Campur kode yang dilakukan responden terdapat pada tuturan

(10.7) yakni dikurangin, sekertaris, dan ndak. Pada tuturan (10.15) yakni

ngeliatkan, pada tuturan (10.16) yakni diliat, pada tuturan (10.18) yakni
135

kenapa, pada tuturan (10.22) yakni nggak, takutin, dan sampe’. Selain itu,

responden juga melakukan kesalahan dalam penggunaan kata tanya yakni

pada tuturan (10.7) yakni yang mana dan pada tuturan (10.15) yakni di

mana. Selanjutnya responden melakukan campur kode berupa istilah asing

yang terdapat pada tuturan (10.22) yakni booming.

Seharusnya ragam nonbaku di atas dilafalkan oleh responden

dalam bentuk baku yakni dikurangi, sekretaris, tidak, memperlihatkan,

dilihat, mengapa, tidak, takutkan, dan sampai. Sedangkan penggunaan

kata tanya yang salah seharusnya tidak disertakan oleh responden dalam

tuturannya agar tidak mengganggu kaidah bahasa Indonesia ragam baku

dan untuk campur kode berupa istilah asing seharusnya diganti dengan

menggunakan ramai.

Tindak tutur yang terjadi pada tuturan X adalah tindak tutur

representatif karena tuturan ini memberikan pengetahuan kepada siswa

tentang pentingnya usaha bela negara di kalangan pelajar. Tuturan ini

menggunakan jalur lisan dengan kode utama adalah bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa Indonesia ragam nonbaku,

penggunaan kata tanya yang salah, dan kode berupa istilah asing. Tuturan

yang terjadi pada pukul 07.40 ini masih dalam suasana pagi sehingga

responden masih bersemangat dan percaya diri dalam menyampaikan

materi ajar dalam bentuk ceramah di depan kelas sehingga suasana

pembelajaran menjadi menyenangkan.


136

11) Analisis Peristiwa Tutur XI

Latar belakang : Ruang Kuliah 055 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : PKn Konsentrasi Sejarah

Konteks : Kamis 21 April 2016, pukul 10.40

(11.1) Guru : Selamat pagi.

(11.2) Siswa : Pagi, Bu.

(11.3) Guru : Apa kabar kalian hari ini?

(11.4) Siswa : Baik, Bu.

(11.5) Guru : Sepertinya tidak lengkap ya, masih banyak yang tidak masuk. Iya,

kalau minggu lalu kita sudah membahas tentang proklamasi

sekarang kita akan membahas perkembangan pada awal

kemerdekaan pada tahun seribu sembilan ratus lima puluh. Yang

pertama pada bidang Ekonomi .... Yang kedua, bidang birokrasi

atau kekuasaan. Pada saat ini Indonesia belum punya presiden, jadi

presiden itu ditunjuk dari undang-undang bab tiga asa 6. Ada yang

tau bunyinya pasal enam adalah?

(11.6) Siswa : Presiden adalah orang Indonesia asli.

(11.7) Guru : Ya, betul. Oleh karena itu Otto Iskandar Dinata menunjuk

Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai


137

wakilnya ....Kemudian hubungan pusat dan daerah karena

kekuasaan itu dipimpin oleh kepala negara gitu kan. Kita ni sangat

luas jadi nggak mungkin presiden turun langsung untuk memimpin

sendiri. Jadi dibentuklah provinsi-provinsi, gubernur ini dibantu

dengan bupati, bupati dibantu dengan camat, camat dibantu kepala

desa. Kepala desa ini yang terkecil. Kemudian bidang militer ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XI.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XI terjadi pada hari

Kamis 21 April 2016, pukul 10.40 di

ruang 055 Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XI, partisipan yang terlibat

adalah responden penelitian sebagai guru

dan rekan responden sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XI adalah memberikan

pengetahuan tentang keadaan Indonesia


138

setelah kemerdekaan di bidang ekonomi

dan militer.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan XI disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XI, responden gugup dan terbata-bata

dalam menyampaikan materi ajar.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XI, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena


139

proses pembelajaran guru dan siswa

berada pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XI disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur XI tidak banyak mengandung peristiwa bahasa, hal

ini dikarenakan kegugupan responden yang membuat tuturannya

dihentikan oleh sang dosen. Selama sepuluh menit bertutur, responden

sering terdiam kehilangan kata-kata. Campur kode bahasa Indonesia

ragam baku yang dilakukan responden terdapat pada tuturan (11.5) yakni

tau, tuturan (11.7) yakni gitu kan dan nggak. Seharusnya ketiga kata

tersebut harus dilafalkan sesuai ragam bakunya yakni tahu, begitu, dan

tidak.

Tuturan XI termasuk dalam jenis tindak tutur representatif karena

tuturan ini memberikan pengetahuan tentang keadaan Indonesia setelah

kemerdekaan di bidang ekonomi dan militer. Tuturan ini terjadi pada

waktu pagi hari tetapi responden yang gugup dan terbata mengakibatkan

peristiwa tutur menjadi membosankan. Responden yang belum terbiasa

bicara di depan kelas membuat responden lebih banyak diam karena

kebingungan dalam pemilihan kata saat akan menyampaikan materi ajar.

Tuturan ini disampaikan dalam bentuk ceramah di depan kelas dengan


140

jalur lisan dengan bahasa Indonesia ragam nonbaku yang disisipi kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku.

12) Analisis Peristiwa Tutur XII

Latar belakang : Ruang Kuliah 013 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Ilmu Komputer (Pilkom)

Konteks : Jumat 22 April 2016, pukul 14.10

(12.1) Guru : Selamat siang.

(12.2) Siswa : Siang, pak.

(12.3) Guru : Apa kabar hari ini?

(12.4) Siswa : Baik, pak.

(12.5) Guru : Habis istirahat sudah makan semua harusnya semangat dong ya.

Eee sebelum kita mulai pembelajarannya. Ketua kelas, tolong

pimpin doa ....

(12.9) Guru : Untuk hari ini materi kita adalah remote desktop menggunakan

viewer secara portabel. Sebagai seorang admin server, maka

perawatan sebuah server adalah tugas utama kita ... Jadi remote

desktop ini menggunakan protokol pada port tiga tiga delapan

sembilan. Klien-klien yang mendukungnya bervariasi mulai dari


141

sebagian sistem operasi windows tiga puluh dua bit hingga sistem

operasi lainnya seperti linux. Tau semua kan sistem operasi ya?

(12.10) Siswa: Tau, pak.

(12.11) Guru : Udah kelas tiga masa’ nggak tau itu kan?

(12.12) Siswa: Iya, pak.

(12.13) Guru: Lalu kegunaan remote desktop. Tadi sudah bapak singgung

sedikit, apa kegunaannya? Mengendalikan sebuah komputer tanpa

harus berada di depannya ... Nah yang akan kita gunakan nantinya

adalah jaringan lokal tidak menggunakan internet karena kalo’

menggunakan internet kalian pasti bermain jadi bapak gunakan

jaringan lokal saja ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XII.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XII terjadi pada hari

Jumat 22 April 2016, pukul 14.10 di

ruang 013 Kampus Gunung Kelua

Universitas Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XII, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian


142

sebagai guru dan rekan responden

sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XII adalah memberikan

pengetahuan tentang remote desktop bagi

seorang admin server.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan XII disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XII, responden semangat dan nada

bicaranya jelas dalam menyampaikan

materi ajar.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XII, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku.


143

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

proses pembelajaran guru dan siswa

berada pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XII disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur XII tidak banyak mengandung campur kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku, responden melakukan campur kode pada

tuturan (12.9) yakni tau dan kan, pada tuturan (12.11) yakni udah, masa’,

dan nggak tau, dan pada tuturan (12.13) yakni kalo’. Hal tersebut apabila

digunakan dalam bentuk baku berupa tahu, sudah, tidak tahu, dan kalau.

Untuk masa’ dapat diganti menjadi kata betulkah.

Tuturan berjenis tindak tutur representatif ini terjadi pada siang

hari yakni pukul 14.10. Tuturan yang bertujuan memberikan pengetahuan

tentang remote desktop bagi seorang admin server disampaikan responden

dalam nada yang bersemangat meskipun kegiatan pembelajaran memasuki

siang hari. Tuturan ini melibatkan responden sebagai guru dan rekan
144

responden sebagai siswa. Tuturan yang disampaikan responden berbentuk

ceramah di depan kelas menggunakan jalur lisan dengan kode utama

bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi kode bahasa Indonesia ragam

nonbaku.

13) Analisis Peristiwa Tutur XIII

Latar belakang : Ruang Kuliah 023 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji,

2. Moderator, dan

3. Penonton.

Program Studi : Pendidikan Akuntansi

Konteks : Senin 25 April 2016, pukul 10.10

(13.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.3) Moderator : Kami dari kelompok tiga akan berbincang tentang

pengarahan. Yang akan dijelaskan oleh Eko. Kepada Eko

dipersilahkan.

(13.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(13.6) Responden : Saya akan menjelaskan tentang pengarahan. Apa itu

pengarahan? Pengarahan adalah .... Manpaat pengarahan


145

yang pertama ada memprakarsai aksi, yang kedua

mengintegrasikan upaya, yang ketiga ada alat memotivasi,

yang keempat ada menyediakan stabilitas, ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XIII.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XIII terjadi pada hari

Senin 25 April 2016, pukul 10.10 di

ruang 023 Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XIII, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai penyaji materi, moderator, dan

penonton.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XIII adalah menjabarkan

tentang pengarahan.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan


146

isinya, tuturan XIII disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XIII, responden semangat dan nada

bicaranya jelas dalam menyampaikan

materi.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XIII, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kesalahan

penyebutan fonem /f/ menjadi /p/.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks diskusi,

aturan yang digunakan adalah keharusan

menggunakan kode bahasa Indonesia

ragam baku karena proses diskusi berada

pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XIII disampaikan

dalam bentuk narasi.


147

Pada peristiwa tutur XIII hanya satu kesalahan yang dilakukan

oleh responden yakni salah mengucapkah fonem /f/ menjadi fonem /p/

pada tuturan (13.) yakni [manpaat] untuk kata manfaat, seharusnya

responden melafalkan [manfaat] untuk kata manfaat. Tidak ditemukan

adanya campur kode ataupun peristiwa bahasa lainnya, hal ini dikarenakan

responden mutlak membaca tulisan yang terdapat pada salindia dan tidak

menjelaskan materi menggunakan bahasa responden sendiri.

Tuturan ini termasuk dalam jenis tindak tutur representatif karena

tuturan ini menjabarkan tentang pengarahan kepada penonton. Tuturan

yang terjadi pada pukul 10.10 ini melibatkan responden sebagai penyaji

dan rekan responden sebagai moderator dan penonton. Suasana semangat

pagi masih dirasakan oleh responden sehingga responden turut

bersemangat dalam penyampaian materi dalam bentuk narasi di depan

kelas. Hanya saja jalur lisan pada tuturan ini menggunakan kode utama

bahasa Indonesia ragam baku harus disisipi dengan kesalahan penyebutan

fonem /f/ menjadi /p/.

14) Analisis Peristiwa Tuturan XIV

Latar belakang : Ruang Kuliah 019 Kampus Gunung Kelua Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Biologi


148

Konteks : Selasa 26 April 2016, pukul 11.10

(14.1) Guru : Siang.

(14.2) Siswa : Siang, Bu.

(14.3) Guru : Anak-anak hari ini ada teman yang nggak hadir nggak?

(14.4) Siswa : Ada, Bu.

(14.5) Guru : Nanti tolong sekertaris, monitoring-nya diberi kalau ada

surat sakit bilang aja. Ya anak-anak, hari ini ibu akan

memberikan materi tentang, sebenernya ini rahasia tapi ibu

mau tanya sama kalian. Pertama, coba kalian pandangin

teman kalian yang ada di sebelah. Coba perhatikan, kenapa

teman kalian bisa duduk dengan tegak?

(14.6) Siswa : Ada tulang, Bu, ada rangka juga.

(14.7) Guru : Ya bagus Sina. Hari ini ibu akan menjelaskan tentang

rangka. Nah ada yang tau rangka itu apa?

(14.8) Siswa : Penopang tubuh, Bu.

(14.9) Guru : Ya itu fungsinya. Hari ini ibu akan menjelaskan tentang

sistem rangka. Bisa kalian liat di depan ya. Ini merupakan

sistim gerak pada manusia. Contohnya itu rangka .... Nah,

seperti yang kalian liat di slide juga, di sini ada rangka

manusia.
149

(14.10) Guru : Tulang rusuk ini melindungi organ-organ dalam tapi

bukan hanya rusuk ya yang bisa melindungi. Ada tulang

tengkorak, tulang dada, tulang belakang. Kemudian sebagai

tempat melekatnya otot. Kemudian kita masuk ke tulang

berdasarkan ukurannya. Ni kalian liat nggak? Ada yang tau

ini tulang apa?

(14.11) Siswa : Pipa.

(14.12) Guru : Kemudian ada yang kedua, itu tulang apa?

(14.13) Siswa : Pendek.

(14.14) Guru : Kemudian yang ketiga tadi itu tulang pipih. Sekarang

setelah tadi ibu jelasin, ibu akan bagi kalian dalam empat

kelompok. Ini ada soal yang belum lengkap, nah di sini

kalian bisa melengkapinya dengan ada pilihan di sini. Ibu

beri kalian waktu lima belas menit buat ngisi ....

(14.15) Guru : Ya itu saja yang bisa ibu sampaikan. Mungkin selanjutnya

kita bakal have fun lagi bakal senang-senang lagi. Ibu

akhiri, selamat siang.

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XIV.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XIV terjadi pada hari

Selasa 26 April 2016, pukul 11.10 di


150

ruang 018 Kampus Gunung Kelua

Universitas Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XIV, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai guru dan rekan responden

sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XIV adalah menjabarkan

tentang rangka yang ada pada manusia.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan XIV disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XIV, responden semangat dan nada

bicaranya jelas dalam menyampaikan

materi ajar.
151

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XIV, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku, kode bahasa

asing, penyebutan fonem /e/ menjadi /i/,

penyingkatan morfem meng- menjadi ng,

dan penyebutan istilah dalam bahasa

asing.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

proses diskusi berada pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XIV disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Tuturan XIV yang peneliti peroleh dari responden program studi

pendidikan biologi memperlihatkan dalam tuturan responden melakukan


152

campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku, penyingkatan morfem

meng- menjadi ng, penyebutan fonem /e/ menjadi /i/, dan penggunaan

istilah-istilah asing pada saat responden bertutur.

Campur kode yang dilakukan responden terdapat pada tuturan

(14.3) yakni nggak, tuturan (14.5) yakni sekertaris, aja, sebenernya,

pandangin, dan kenapa, tuturan (14.7) yakni tau, tuturan (14.14) yakni

jelasin¸ dan tuturan (14.15) yakni bakal. Seharusnya penggunaan ragam

nonbaku tidak diperbolehkan dalam tuturan XVI karena responden berada

pada situasi formal sehingga seharusnya responden menggunakan tidak,

sekretaris, saja, sebenarnya, pandangi, mengapa, tahu, dan jelaskan.

Penyingkatan morfem meng- menjadi ng juga terjadi pada

peristiwa tutur XIV pada tuturan (14.14) yakni ngisi yang seharusnya

mengisi. Responden juga melakukan kesalahan fonologi yakni penyebutan

fonem /e/ menjadi /i/ pada tuturan (14.9) yakni [sistim] untuk kata sistem.

Responden seharusnya melafalkan kata sistem sesuai kaidah fonologisnya

yakni [sistem]. Pada peristiwa tutur XIV, responden menyebutkan istilah-

istilah dalam bahasa asing yang sebenarnya istilah tersebut tersedia dalam

bahasa Indonesia. Pada tuturan (14.5) yakni monitoring dan tuturan (14.9)

yakni slide. Kedua istilah tersebut memiliki padanan kata dalam bahasa

Indonesia yakni pengecekan untuk istilah monitoring dan salindia untuk

istilah slide.
153

Jenis tindak tutur yang terdapat pada tuturan XIV adalah tindak

tutur representatif karena tuturan ini menjabarkan tentang rangka yang ada

pada manusia. Tuturan yang terjadi pukul 11.10 ini disampaikan

responden dengan bersemangat sehingga pembelajaran terasa

menyenangkan. Semangat responden disebabkan adanya media

pembelajaran yang dapat menunjang situasi belajar di kelas. Responden

menyampaikan materi ajar dalam bentuk ceramah di depan kelas

menggunakan jalur lisan dengan kode utama adalah bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa Indonesia ragam nonbaku,

penyebutan fonem /e/ menjadi /i/, istilah asing, penyingkatan morfem

meng- menjadi ng, dan kode berupa bahasa asing.

15) Analisis Peristiwa Tutur XV

Latar belakang : Ruang Kuliah 033 Kampus Pahlawan Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai guru, dan

2. Rekan responden sebagai siswa

Program Studi : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Konteks : Rabu 27 April 2016, pukul 07.35

(15.1) Guru : Belum bisa dimulai kalau duduknya belum rapi.

(15.2) Siswa : Rapi sudah, Bu.

(15.3) guru : Melingkar ya, ayo. (guru menyanyi lagu lingkaran besar)
154

(15.4) Guru : Anak-anak Bunda mau mengingatkan tema kemaren.

Siapa yang ingat tema kemaren?

(15.5) Siswa : Saya.

(15.6) Guru : Apa Setia?

(15.7) Siswa : Koran

(15.8) Siswa : Koran itu apa, Bun?

(15.9) Guru : Nah Bunda mau menjelaskan. Didengar ya. Nah koran itu

seperti ini. Di sini, di dalam koran ini ada informasi yang

penting. Seperti ada orang menjual mobil, ada berita

olahraga. Terus ciri-ciri koran itu terbuat dari kertas, Coba

Ami raba.

(15.17) Siswa : Ibu, aku boleh robek kah?

(15.18) Guru : Nggak boleh.

(15.19) Siswa : Bunda, kok Setia nggak pegang?

(15.20) Guru : Sini Setia pegang ya korannya. Nah sekarang siapa yang

pengen menggunting?

(15.21) Siswa : Saya!

(15.24) Guru : Iya, sekarang kita akan menggunting. Bunda sudah

siapkan guntingnya. Aturan mainnya boleh menggunting

tapi nggak boleh menggunting teman atau mengganggu

teman yang di samping ya karena gunting ini merupakan

benda tajam. Sudah mengerti?


155

(15.27) Siswa : Sudah, Bun.

(15.28) Guru : Bunda bagikan ya. Sekarang kita menggunting gambar

yang ada di koran.

(15.29) Siswa : Mau gunting mobil bunda.

(15.30) Guru : Iya boleh. Sudah semua pegang gunting? Kalo’ sudah

sekarang boleh menggunting ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XV.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XV terjadi pada hari

Rabu 27 April 2016, pukul 07.30 di ruang

033 Kampus Pahlawan Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XV, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai guru dan rekan responden

sebagai siswa.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan


156

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XV adalah mengenalkan

kepada siswa tentang koran.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan XV disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XV, responden semangat dan nada

bicaranya jelas dalam menyampaikan

materi ajar karena siswa yang diajar

adalah siswa PAUD.

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XV, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks

pembelajaran, aturan yang digunakan


157

adalah keharusan menggunakan kode

bahasa Indonesia ragam baku karena

proses pembelajaran berada pada situasi

formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XV disampaikan

dalam bentuk ceramah.

Peristiwa tutur XV merupakan interaksi responden yang berperan

menjadi guru dan rekan responden sebagai siswa pendidikan anak usia

dini. Pada tuturan ini terlihat responden hanya melakukan campur kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku. Ini terjadi pada tuturan (15.4) yakni

kemaren, tuturan (15.18) yakni nggak, tuturan (15.20) yakni pengen, dan

tuturan (15.30) yakni kalo’. Ragam nonbaku tersebut seharusnya

dilafalkan responden dalam bentuk baku yakni kemarin, tidak, ingin, dan

kalau karena situasi pembelajaran merupakan situasi formal dan lawan

tutur responden adalah siswa usia dini yang sebaiknya sudah dikenalkan

bahasa Indonesia ragam baku sejak dini agar ketika dewasa tidak

melakukan kesalahan.

Tuturan XV termasuk dalam jenis tindak tutur representatif karena

tuturan ini mengenalkan kepada siswa tentang koran. Tuturan yang

melibatkan responden sebagai guru dan rekan responden sebagai siswa ini
158

terjadi pada pukul 07.30. Suasana pagi menyebabkan responden masih

bersemangat dalam menyampaikan meteri ajar dalam bentuk ceramah di

depan kelas. Responden dituntut bersemangat karena siswa responden

adalah siswa pendidikan anak usia dini yang sehingga pembelajaran harus

dalam situasi menyenangkan. Jalur lisan dalam tuturan ini menggunakan

kode utama bahasa Indonesia ragam baku yang disisipi ragam nonbaku.

16) Analisis Peristiwa Tutur XVI

Latar belakang : Ruang Kuliah 054 Kampus Banggeris Unmul

Partisipan : 1. Responden sebagai penyaji, dan

2. Moderator, dan

3. Penonton

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

Konteks : Kamis 28 April 2016, pukul 09.35

(16.1) Moderator : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.2) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.3) Moderator : Kami dari kelompok tiga ingin mempresentasikan hasil

kerja kelompok kami yang berjudul administrasi

pendidikan. Akan dijelaskan oleh Saudara Ari Wisahadi.

(16.4) Responden : Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(16.5) Penonton : Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.


159

(16.6) Responden : Guru. Guru merupakan salah satu komponen dalam sistem

pendidikan yang memiliki peran yang sangat besar dalam

pencapaian tujuan pendidikan .... Dalam hubungannya

dalam administrasi, seorang guru dapat berperan sebagai

berikut. Yang pertama, ....Menurut Profesor Sucipto dan

Doktor Reflis dalam bukunya yang berjudul Profesi

Keguruan seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan

koma satu empat lapan bahwa kurikulum merupakan

seperangkat bahan pengalaman belajar siswa dengan segala

pedoman pelaksanaan yang tersusun secara sistematik dan

dipedomanin oleh sekolah dalam kegiatan mendidik

siswanya. Sedangkan menurut undang-undang nomor dua

tahun seribu sembilan ratus lapan puluh sembilan,

mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan belajar mengajar ....

Berikut adalah analisis komponen tutur Dell Hymes peristiwa tutur XVI.

S (Setting and scene) : Terkait waktu dan tempat peristiwa tutur

terjadi. Tuturan XVI terjadi pada hari

Kamis 28 April 2016, pukul 09.35 di


160

ruang 054 Kampus Banggeris Universitas

Mulawarman.

P (Participants) : Berkenaan dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam pertuturan. Dalam

peristiwa tutur XVI, partisipan yang

terlibat adalah responden penelitian

sebagai penyaji, moderator, dan

penonton.

E (End: purpose and : Merujuk pada maksud dan tujuan

goals) pertuturan. Maksud dan tujuan pertuturan

pada tuturan XVI adalah menjabarkan

tentang administrasi pendidikan.

A (Act sequence) : Mengacu pada bentuk ujaran dan isi

ujaran. Jika diperhatikan pada bentuk dan

isinya, tuturan XVI disampaikan dengan

cara tindak tutur langsung di depan kelas.

K (Key: tone or spirit : Mengacu pada nada, cara dan semangat

of act) penyampaian pesan. Pada peristiwa tutur

XVI, nada responden dalam

menyampaikan materi tidak semangat

tidak pula lesu, datar.


161

I (Intrumentalities) : Mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan. Dalam tuturan XVI, jalur

bahasa yang digunakan adalah jalur lisan

dengan kode utama bahasa Indonesia

ragam baku yang disisipi kode bahasa

Indonesia ragam nonbaku.

N (Norm of interaction : Mengacu pada norma atau aturan dalam

and interpretation ) berinteraksi. Dalam konteks diskusi,

aturan yang digunakan adalah keharusan

menggunakan kode bahasa Indonesia

ragam baku karena proses diskusi berada

pada situasi formal.

G (Genres) : Berkaitan dengan jenis dan bentuk

penyampaian. Tuturan XVI disampaikan

dalam bentuk narasi.

Seperti tuturan sebelumnya yang sama-sama berasal dari hasil

diskusi, responden pada peristiwa tutur XVI tidak terlihat menggunakan

banyak peristiwa bahasa karena responden membaca seluruh tulisan yang

terdapat pada salindia. Responden hanya melakukan campur kode ragam

bahasa Indonesia nonbaku pada tuturan (16.6) yakni dipedomanin dan


162

kesalahan penyebutan bilangan pada tuturan (16.6) yakni satu empat lapan

dan seribu sembilan ratus lapan puluh sembilan.

Seharusnya bentuk nonbaku tersebut dilafalkan oleh responden

sesuai bentuk bakunya yakni dipedomani dan penyebutan bilangan

haruslah seratus empat puluh delapan seribu karena jika dituliskan dalam

angka maksud responden adalah 148 bukan 1, 4, 8 dan seribu sembilan

ratus delapan puluh sembilan untuk angka 8 penyebutannya adalah

delapan bukan lapan.

Tuturan XVI termasuk dalam jenis tindak tutur representatif

karena tuturan ini menjabarkan tentang administrasi pendidikan. Tuturan

yang terjadi pada pukul 09.35 masih dalam suasana pagi tidak membuat

responden menyampaikan materi dengan semangat. Responden

menyampaikan materi dengan nada datar, tidak semangat, dan tidak lesu.

Tuturan yang disampaikan dalam bentuk narasi di depan kelas ini

menggunakan jalur lisan dengan kode utama bahasa Indonesia ragam baku

yang disisipi kode bahasa Indonesia ragam nonbaku.


163

c. Analisis Karya Tulis

Pada penelitian mengenai sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman selain menyebarkan kuesioner kepada

responden, merekam tuturan lisan responden saat kegiatan perkuliahan

berlangsung peneliti juga mengumpulkan hasil karya responden berupa

makalah yang telah responden buat selama menempuh pendidikan di

universitas. Hasil karya responden kemudian akan dianalisis dengan teknik

kesalahan berbahasa yakni kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan,

mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan

kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf

keseriusan kesalahan itu (Tarigan, Djago & Lilis Siti Sulistyaningsih,

1996/1997 : 25).

Berikut hasil analisis untuk tiap-tiap hasil karya responden

1) Analisis Karya Tulis I

Karya tulis I merupakan karya tulis hasil responden

perempuan yang berjenis kelamin perempuan. Pada hasil karya

yang berjudul “Penyelenggaraan Bimbingan Cara Belajar yang

Efektif” ditemukan beberapa yakni tidak terdapatnya kata

pengantar, daftar isi, kesalahan baik dalam segi ejaan, kesalahan

dalam bidang morfologi, dan penulisan daftar pustaka.


164

Pada karya tulis I, responden membuat beberapa kesalahan

terkait segi ejaan yakni pada halaman pertama yakni penulisan

yang tidak menggunakan huruf kapital untuk huruf awal kalimat,

“.pada bagia ini akan dipaparkan belajar yang efektif

dalam belajar secara individual.”

Kesalahan segi ejaan ditemukan pada karya tulis I adalah

penambahan huruf dan penghilangan huruf dalam satu kata. Hal

ini banyak terdapat pada tiap-tiap halaman karya tulis. Berikut

adalah penjabarannya.

“.pada bagia ini akan dipaparkan belajar yang efektif

dalam belajar secara individual.” (halaman satu)

“... seorang belajar dengan prestsi yang sama ....” ,

“Factor-fakto yang harus ....” ,

“Walaupu mungkin faktor-faktor ....” (halaman empat)

“a. Kemauan untuk melaksanaka” (halaman delapan)

Kesalahan di atas disebabkan oleh ketidaktelitian

responden dalam proses pengetikan karya tulis selain itu kesalahan

dapat terjadi karena aplikasi pengetikan yang digunakan responden

tidak memiliki standar pengetikan dalam bahasa Indonesia

sehingga kurangnya huruf dalam satu kata tidak terdeteksi oleh

aplikasi pengetikan responden.


165

Kesalahan segi ejaan lainnya yang ditemukan pada karya

tulis I adalah penggunaan tanda koma yang tidak tepat. Berikut

adalah penjabarannya.

“1. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan informasi

mengenai belajar yang efektif agar dapat membantu kemajuan diri

siswa, dan bagi guru BK ....” (halaman dua)

“Oleh karena itu baik faktor ....” (halaman lima)

Kesalahan penggunaan tanda koma yang tidak tepat pada

dua kalimat tersebut merupakan sebuah hal yang terbalik karena

pada kalimat pertama tanda koma tidak boleh digunakan karena

kalimat tidak mengandung rincian lebih dari dua. Sedangkan

kalimat kedua harus menggunakan tanda koma karena tanda koma

digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung

antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat seperti oleh karena

itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun

begitu.

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan dalam bidang

morfologi yakni kata depan yang ditulis serangkai untuk penulisan

keterangan tempat, kata kerja pasif yang ditulis terpisah dari kaya

yang mengikutinya, dan penggunaan morfem me- yang tidak

sesuai. Berikut penjabaran dari kesalahan biang morfologi yang

terdapat ada karya tulis I.


166

“Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan

diatas, ....” (halaman satu)

“... kedua faktor itu harus di jaga agar ....” (halaman

empat)

“.... gambar yang mecolok.” (halaman lima)

Kesalahan di atas dapat terjadi karena kebanyakan warga

Indonesia tidak paham perbedaan penggunaan kata depan di dan di

sebagai kata kerja pasif. Penulisan kata depan yang serangkai

dengan kata keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata

depan apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah sedangkan penulisan kata kerja

pasif harus serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Selanjutnya, kata colok yang bertemu dengan me-N harusnya

mengalami proses morfofonemik yang menghasilkan morfem

mencolok.

Kesalahan lainnya adalah penulisan daftar pustaka yang

kurang tepat untuk pengutipan dari internet secara daring.

Responden hanya menuliskan halaman web tanpa menyertakan

waktu saat pengutipan berlangsung.

2) Analisis Karya Tulis II


167

Karya tulis II merupakan hasil dari responden program

studi BK yang berjenis kelamin laki-laki. Karya tulis ini berjudul

“Penyalahgunaan Narkoba” tetapi pada halaman depan responden

hanya langsung mencantumkan nama, NIM, prodi, dsb tanpa

menyertakan judul karya tulis. Pada karya tulis ini ditemukan

beberapa kesalahan yakni kesalahan ejaan, kesalahan bidang

morfologi, dan kesalahan dalam penggunaan kata tanya di tengah-

tengah kalimat. Berikut akan dijabarkan masing-masing

kesalahan.

Kesalahan ejaan yang terdapat pada karya tulis ini adalah

tidak adanya jarak antara tanda titik dan huruf pertama kalimat

lanjutan, kesalahan dalam penggunaan tanda koma, dan tidak

digunakannya huruf kapital dalam penulisan judul makalah.

“dari negara tersebut.Baik dari ....” (halaman satu)

“Oleh karena itu penulis ....” (halaman satu)

“... membuat makalah “penyalahgunaan narkoba”....”

(halaman satu)

Kesalahan tidak adanya jarak antara tanda titik dan huruf

pertama kalimat lanjutan merupakan keteledoran responden dalam

memberi jarak antara keduanya, sedangkan kalimat kedua harus

menggunakan tanda koma karena tanda koma digunakan di

belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang


168

terdapat pada awal kalimat seperti oleh karena itu, jadi, dengan

demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu. Yang

terakhir responden tidak menggunakan huruf kapital dalam

penulisan judul makalah padahal huruf kapital harus digunakan

dalam penulisan judul buku, makalah, surat kabar, dan lain-lain.

Kesalahan yang dilakukan responden selanjutnya adalah

kesalahan dalam bidang morfologi yakni kata depan yang ditulis

serangkai untuk penulisan keterangan tempat, waktu, dan situasi

yang terdapat pada halaman satu pada kalimat

“pada era globalisasi saat ini, disaat berbagai ....”

Kesalahan di atas terjadi karena kebanyakan warga

Indonesia tidak paham perbedaan penggunaan kata depan di dan di

sebagai kata kerja pasif. Penulisan kata depan yang serangkai

dengan kata keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata

depan apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah.

Kesalahan terakhir yang dilakukan responden adalah

terdapat kata tanya pada satu kalimat aktif. Kesalahan ini terdapat

pada halaman lima,

“... yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun ....”

Kesalahan ini terjadi akibat kebiasaan warga Indonesia

dalam mencampurkan kata dalam kalimat. Penggunaan kata tanya


169

di mana hanya boleh untuk kalimat tanya yang menanyakan

tempat.

3) Analisis Karya Tulis III

Karya tulis III merupakah hasil karya responden program

studi penjaskes yang berjenis kelamin laki-laki. Karya tulis ini

tidak memuat judul, halaman depan, kata pengantar, daftar isi, dan

nomor halaman. Responden langsung menuliskan bab I

pendahuluan pada halaman pertamanya. Kesalahan yang terdapat

pada karya tulis ini adalah kesalahan ejaan, penggunaan kata

nonbaku, kesalahan dalam bidang morfologi, dan kesalahan pada

penulisan daftar pustaka. Berikut jabaran kesalahan yang terdapat

pada karya tulis III.

Kesalahan ejaan yang terdapat pada makalah ini berupa

kesalahan tidak adanya tanda titik di akhir kalimat dan penulisan

istilah asing yang tidak menggunakan huruf miring yang terdapat

pada kalimat berikut ini.

“... saringan dan mesin sosial budaya, yaitu Pancasila ”

(halaman dua)

“... dengan fotocopy yang sudah dilegalisir.” (halaman

tiga)

Kesalahan segi ejaan hanya ditemukan sebanyak dua

kesalahan. Kesalahan ini berupa tidak adanya titik pada akhir


170

kalimat sebagai penanda selesainya kalimat tersebut padahal

seharusnya kalimat akan dinyatakan selesai apabila ada titik

sebagai tanda. Kesalahan ejaan lainnya adalah terdapat istilah

asing yang tidak ditulis dengan menggunakan huruf miring

padahal satu dari pemakaian huruf miring adalah digunakan untuk

menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.

Kesalahan selanjutnya adalah pemakaian bahasa ragam

nonbaku yang terdapat pada halaman tiga yakni pada kalimat

“... dengan fotocopy yang sudah dilegalisir.” (halaman

tiga)

Menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,

penggunaan kata “legalisir” itu masih tidak tepat dan tidak

dibenarkan, karena menggunakan kata yang tidak baku.

Seharusnya, pembenaran yang tepat dan sesuai menurut kaidah

bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah kata “legalisasi”.

Pemakaian kata “legalisir” sangat produktif dan sering kita

temui dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal

dalam bahasa Indonesia baku, akhiran yang tepat untuk padanan

kata akhiran –ir pada kata “legalisir” adalah –asi atau –isasi dan

menjadi “legalisasi”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

terbitan Balai Pustaka, adapun pengertian kata legal yaitu menurut

undang-undang ; sah. Serta pengertian kata legalisasi yaitu


171

pengesahan (sesuai dengan undang-undang atau hukum). Tidak

dijumpai adanya kata “legalisir”.

Kesalahan selanjutnya yang ditemukan pada karya tulis III

adalah kesalahan dalam bidang morfologi berupa kesalahan

penulisan kata majemuk dengan gabungan afiks dan sufiks, dan

kesalahan penulisan kata depan yang ditulis serangkai dengan kata

yang menyertainya yang terdapat pada kalimat berikut.

“... dan dapat dipertanggung jawabkan serta ....”

(halaman satu)

“... Putra dan Putri, berumur diatas 9 s/d 12 tahun.)

(halaman dua)

Kesalahan pada kalimat pertama berupa kesalahan

penulisan kata majemuk dengan gabungan afiks dan sufiks. Kata

majemuk apabila bertemu dengan gabungan afiks dan sufiks maka

hubungan antara kedua unsur sangat rapat dan erat sehingga tidak

boleh disisipkan jarak di antara kedua unsur. Kesalahan

selanjutnya adalah penulisan kata depan yang serangkai dengan

kata keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata depan

apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah.

Kesalahan terakhir adalah penulisan daftar pustaka yang

kurang tepat untuk pengutipan dari internet secara daring.


172

Responden hanya menuliskan halaman web tanpa menyertakan

waktu saat pengutipan berlangsung.

4) Analisis Karya Tulis IV

Karya tulis IV merupakan hasil karya tulis responden

program studi penjaskes yang berjenis kelamin laki-laki. Karya

tulis ini tidak memiliki judul, halaman depan, daftar isi, dan nomor

halaman. Responden hanya mencantumkan kata pengantar dan

langsung disusul oleh bab I pendahuluan. Kesalahan yang banyak

ditemukan adalah kesalahan bidang morfologi untuk penulisan

kata depan dan kalimat pasif, selanjutnya ditemukan kesalahan

adanya kalimat tanya yang terdapat di tengah-tengah kalimat aktif,

dan kesalahan ejaan juga ditemukan pada karya tulis IV. Berikut

adalah jabaran untuk masing-masing kesalahan.

Kesalahan bidang morfologi yang banyak ditemukan

adalah penulisan kata depan dan kalimat pasif yang tidak sesuai.

Responden menuliskan kata depan disambung dengan kata yang

menyertainya sedangkan kalimat pasif ditulis terpisah, hal ini

merupakan kesalahan yang sering dilakukan oleh masyarakat

Indonesia.

“... bola hilir mudik diatas net ....”

“... kerja sama sangat di butuhkan untuk ....””


173

“... permainan ini di ubah menjadi ....” (halaman satu)

Kesalahan di atas dapat terjadi karena kebanyakan warga

Indonesia tidak paham perbedaan penggunaan kata depan di dan di

sebagai kata kerja pasif. Penulisan kata depan yang serangkai

dengan kata keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata

depan apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah sedangkan penulisan kata kerja

pasif harus serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Kesalahan kedua yang ditemukan adalah adanya kata tanya

yang berada di tengah-tengah sebuah kalimat aktif yang terdapat

pada kata pengantar dan halaman satu karya tulis IV.

“.... yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami

dapat menyelesaikan penulisan ....” (kata pengantar)

“ ... nama mintonete, di mana tujuan semua yaitu untuk

mengembangkan ....” (halaman satu)

Kata yang mana dan di mana merupakan kata tanya yang

seharusnya digunakan untuk menanyakan sesuatu. Kesalahan di

atas merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam

mencampurkan kata tanya ke dalam kalimat yang bukan kalimat

tanya. Kesalahan ini apabila dibiarkan akan menjadi warisan

kesalahan di masa mendatang.


174

Kesalahan yang terakhir yang ditemukan adalah adanya

kesalahan ejaan berupa penulisan istilah asing yang tidak

menggunakan huruf miring dan tidak digunakannya tanda baca

dalam sebuah kalimat.

“ ... seperti Sea Games, Asian Games, bahkan ....”

“Bagaimana cara melakukan teknik terpadu ”

“Mengetahui hal mengenai bola voli ” (halaman dua)

Kesalahan ini berupa tidak adanya tanda baca yakni tanda

tanya untuk kalimat tanya pada kalimat pertama dan tidak ada

tanda titik pada akhir kalimat di kalimat kedua sebagai penanda

selesainya kalimat tersebut. Seharusnya penggunaan tanda baca

tidak boleh terlewat karena tanda baca merupakan identitas dari

sebuah kalimat. Kalimat akan disebut kalimat tanya apabila di

akhir kalimat terdapat tanda tanda dan kalimat akan dinyatakan

selesai apabila ada titik sebagai tanda. Kesalahan ejaan lainnya

adalah terdapat istilah asing yang tidak ditulis dengan

menggunakan huruf miring padahal satu dari pemakaian huruf

miring adalah digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan

yang bukan bahasa Indonesia.


175

5) Analisis Karya Tulis V

Karya tulis V merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan fisikan yang berjenis kelamin perempuan. Karya

tulis ini tidak menyertakan nama responden selaku pembuat, tidak

memiliki nomor halaman, dan terdapat beberapa kesalahan yakni

terdapat kata ganti “saya” yang terdapat pada kata pengantar.

“Tidak lupa pula saya ucapkan ....”

Penulisan kata ganti orang pertama yakni saya dalam

sebuah karya tulis merupakan sebuah kesalahan. Kesalahan ini

tidak terlalu fatal hanya saja sebaiknya responden mengganti kata

saya dengan kata penulis.

Kesalahan lainnya yang ditemukan pada karya tulis V

adalah kesalahan dalam bidang morfologi, kesalahan ejaan, dan

terdapat kata tanya di tengah-tengah sebuah kalimat. Kesalahan-

kesalahan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.

Kesalahan dalam bidang morfologi khususnya penulisan

kata depan lagi-lagi ditemukan pada karya tulis V. Kesalahan ini

terdapat pada kata pengantar.

“ ... demi perbaikan dimasa yang akan datang.”

Kesalahan di atas adalah penulisan kata depan yang ditulis

serangkai dengan kata yang menyertainya padahal kaidah

sebenarnya adalah kata depan apabila diikuti dengan kata


176

keterangan (waktu, tempat, dan suasana) penulisannya harus

terpisah.

Kesalahan bidang morfologi lainnya yang ditemukan pada

karya tulis ini adalah proses morfofonemik yang tidak sesuai

kaidahnya. Hal ini terdapat pada alamat satu yakni,

“... demi sedikit merubah dikotomi ....”

Merubah memiliki kata dasar yakni ubah yang mengalami

penambahan afiks meN. Kaidah morfofonemik meN- apabila

bertemu dengan kata dasar yang berawalan fonem /u/ maka akan

menghasilkan morfem meng-. Kata dasar ubah akan mendapat

afiks meng- akan menghasilkan morfem mengubah bukan

merubah, hal ini juga terjadi pada kata seperti kata usik, ungkap,

dan usap.

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan ejaan berupa

penulisan huruf kapital yang tidak sesuai yang terdapat pada

halaman satu,

“Analisa-analisa di Pasar uang internasional ....”

“Sekarang ini banyak Bank dan institusi ....”

Penulisan huruf kapital ini tidak sesuai dengan ejaan

bahasa Indonesia yang disempurnakan karena responden

menuliskan huruf kapital untuk keterangan tempat yang tidak

disertai nama dari tempat tersebut. Seharusnya penulisan huruf


177

kapital untuk tempat haruslah diiringi dengan nama tempat seperti

Pasar Segiri, Bank Mandiri, Rumah Sakit Parikesit, dan lain-lain.

Kesalahan lainnya adalah penulisan istilah asing yang tidak

menggunakan huruf miring. Kesalahan ini terdapat pada halaman

satu yakni pada kalimat,

“... tercengang dengan statement bahwa ....”

Istilah asing yang tidak ditulis dengan menggunakan huruf

miring padahal satu dari pemakaian huruf miring adalah digunakan

untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa

Indonesia.

Kesalahan yang terakhir adalah adanya kata tanya yang

berada di tengah-tengah sebuah kalimat aktif. Ini terdapat pada

halaman enam pada kalimat,

“... di mana fisika statistik sangat sukses untuk

menjelaskan ....”

Kesalahan ini terjadi akibat kebiasaan warga Indonesia

dalam mencampurkan kata dalam kalimat. Penggunaan kata tanya

di mana hanya boleh untuk kalimat tanya yang menanyakan

tempat.

6) Analisis Karya Tulis VI

Karya tulis VI adalah karya tulis responden program studi

pendidikan matematika yang berjenis kelamin perempuan. Pada


178

karya tulis ini tidak disertai kata pengantar, daftar isi, dan daftar

pustaka. Pada akhir karya tulis, responden menuliskan subbab bab

III yakni saran tetapi tidak ada jabaran saran dari responden

sehingga hal ini merupakan hal yang mubazir dalam kaidah bahasa

Indonesia.

Kesalahan yang ditemukan pada karya tulis VI adalah

kesalahan penempatan kalimat pada bagian rumusan masalah dan

kesalahan bidang morfologi penulisan kata depan. Berikut adalah

jabaran dari tiap-tiap kesalahan.

Kesalahan yang pertama adalah tidak terdapat kata tanya

pada kalimat yang terdapat pada bagian rumusan masalah.

Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang dihasilkan

berdasar ada jabaran latar belakang. Pada karya tulis VI kalimat

yang terdapat pada rumusan masalah bukan sebuah kalimat tanya

melainkan kalimat aktif seperti berikut,

“Mengetahui bentuk kutub dari suatu bilangan kompleks.”

Kalimat di atas merupakan sebuah kalimat pasif yang

seharusnya berada pada bagian tujuan penulisan bukan pada

bagian rumusan masalah.

Kesalahan terakhir yang terdapat pada karya tulis ini

adalah kesalahan bidang morfologi yakni penulisan kata depan


179

yang serangkai dengan kata yang menyertainya. Penulisan ini

terdapat pada halaman tiga pada kalimat

“... kedua notasi diatas adalah sebagai berikut:”

Kaidah penulisan kata depan yang benar adalah kata depan

apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) penulisannya harus terpisah. Apabila penulisannya

serangkai itu mengindikasikan sebuah kalimat pasif.

7) Analisis Karya Tulis VII

Karya tulis VII merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan guru sekolah dasar yang berjenis kelamin laki-

laki. Pada karya tulis ini, responden tidak mencantumkan judul

karya tulis, nama, halaman depan, kata pengantar, daftar isi, dan

nomor halaman. Meskipun demikian, kesalahan yang ditemukan

pada karya tulis ini hanya dua yakni kesalahan ejaan berupa

penggunaan tanda koma dan kesalahan morfologi penulisan kata

depan yang serangkai dengan kata yang menyertainya. Berikut

jabaran untuk kedua kesalahan tersebut.

Kesalahan ejaan berupa penggunaan koma yang tidak tepat

berada pada halaman satu yakni pada kalimat

“Oleh sebab itu kedaulatan ....”


180

Kalimat tersebut seharusnya disertai tanda koma karena

tanda koma digunakan di belakang kata atau ungkapan

penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat seperti

oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu,

dan meskipun begitu.

Kesalahan terakhir adalah kesalahan bidang morfologi

yakni penulisan kata depan serangkai dengan kata yang

menyertainya. Kesalahan ini terdapat pada halaman dua kalimat

berikut.

“... di Indonesia, diantaranya:”

Kaidah penulisan kata depan yang benar adalah kata depan

apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) penulisannya harus terpisah. Apabila penulisannya

serangkai itu mengindikasikan sebuah kalimat pasif.

8) Analisis Karya Tulis VIII

Karya tulis VIII adalah karya tulis responden program studi

pendidikan guru sekolah dasar yang berjenis kelamin perempuan.

Pada karya tulis ini terdapat hanya satu kekurangan yakni tidak ada

nomor halaman. Namun, kesalahan yang ditemukan terbilang

cukup banyak yakni kesalahan ejaan berupa kesalahan kata sapaan,

penggunaan huruf kapital yang tidak tepat, dan penggunaan huruf


181

miring. Kesalahan lainnya adalah kesalahan bidang morfologi

yakni penulisan kata depan serangkai dengan kata yang

menyertainya dan adalah adanya kata tanya yang berada di tengah-

tengah sebuah kalimat aktif. Berikut jabaran untuk masing-masing

kesalahan.

Kesalahan ejaan yang pertama adalah kesalahan

penggunaan kata sapaan yang terdapat pada kata pengantar.

“Bapak Yudo Dwiyono, M. Si. Selaku ....”

Kata sapaan “Bapak” tidak perlu disertakan apabila nama

orang telah disertai dengan gelar sehingga apabila nama telah

disertai gelar tidak perlu diberi kata sapaan “Bapak” tetapi apabila

nama tidak disertai gelar maka harus diberi kata sapaan “Bapak”,

“Ibu, “Saudara” dan lain-lain.

Kesalahan ejaan yang kedua adalah penggunaan huruf

kapital yang tidak tepat, kesalahan ini terdapat pada halaman dua

yakni kalimat tanya,

“Apa Pengertian media kartu bergambar?”

Huruf kapital hanya digunakan bagi huruf pertama dalam

sebuah kalimat sehingga huruf lain yang termasuk dalam satu

kalimat tidak perlu ditulis menggunakan huruf kapital.


182

Kesalahan ejaan yang berikutnya adalah istilah asing yang

tidak ditulis menggunakan huruf miring. Hal ini terdapat pada

halaman empat pada kalimat,

“AECT (Association For Education and Communication

Technology) ....”

“NEA (National Education Association) ....”

Kedua kalimat di atas pada karya tulis VIII tidak ditulis

dengan huruf miring padahal apabila melinik pada ejaan bahasa

Indonesia yang disempurnakan huruf miring digunakan untuk

istilah yang bukan bahasa Indonesia.

Kesalahan dalam bidang morfologi yang terdapat pada

karya tulis ini sama seperti kesalahan pada karya tulis lainnya

yakni kata depan ditulis serangkai dengan kata yang

menyertainya. Kesalahan ini terdapat pada halaman sembilan

yakni kalimat,

“Guru membentuk kelompok dikelas ....”

Penulisan kata depan yang serangkai dengan kata

keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata depan

apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah.


183

Kesalahan terakhir adalah adanya kata tanya yang berada

di tengah-tengah sebuah kalimat aktif. Ini terdapat pada halaman

enam pada kalimat,

“... dimana pendidikan sangat penting bagi ....”

Kesalahan ini terjadi akibat kebiasaan warga Indonesia

dalam mencampurkan kata dalam kalimat. Penggunaan kata tanya

di mana hanya boleh untuk kalimat tanya yang menanyakan

tempat.

9) Analisis Karya Tulis IX

Karya tulis IX merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan kimia yang berjenis kelamin perempuan. Karya

tulis ini tidak disertai judul, nama, halaman depan, kata pengantar,

dan daftar isi. Responden langsung menyuguhkan bab I

pendahuluan. Pada karya tulis ini kesalahan yang ditemukan antara

lain kesalahan ejaan berupa penggunaan huruf miring dan

kesalahan bidang morfologi berupa kata majemuk yang ditulis

tidak serangkai.

Kesalahan ejaan berupa penggunaan huruf miring yang

tidak sesuai adalah responden tidak menggunakan huruf miring

dalam penulisan istilah-istilah asing. Hal ini terdapat pada seluruh


184

istilah asing yang ada pada karya tulis IX, contohnya sebagai

berikut.

“... kimia baru (new chemical entity) ....”

“ ... QSAR (quantitative structure-activity

relashionship)....” (halaman satu)

Penulisan istilah asing yang bukan bahasa Indonesia

menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis dengan

menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum diketahui oleh

responden sehingga responden tidak mengikuti kaidah penulisan

istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan dalam bidang

morfologi yakni kata majemuk yang ditulis tidak serangkai.

Kesalahan ini terdapat pada halaman satu pada kalimat,

“... imunisera serta anti alergi ....”

Pada karya tulis IX terdapat unsur kata majemuk yakni

“anti” yang unsur tersebut penulisannya dipisah dari kata yang

menyertainya. Seharusnya unsur tersebut penulisannya serangkai

dengan kata yang menyertainya. Hal ini sesuai dengan kaidah

penulisan kata majemuk yang mengandung unsur “anti”, “antar”,

“baku”, “dasa”, dan lain-lain.


185

10) Analisis Karya Tulis X

Karya tulis kesepuluh ini merupakan karya tulis responden

program studi pendidikan kewarganegaraan yang berjenis kelamin

laki-laki. Karya tulis ini tidak disertai kata pengantar dan daftar isi.

Responden membubuhkan halaman pertama dan setelahnya bab I

pendahuluan. Pada karya tulis ini, ditemukan beberapa kesalahan

yakni kesalahan ejaan berupa pengurangan huruf pada satu kata,

penggunaan huruf miring dan kesalahan bidang morfologi yakni

penulisan kata depan serangkai dengan kata yang menyertainya

dan kata majemuk yang tidak ditulis serangkai.

Kesalahan ejaan yang pertama adalah pengurangan huruf

dalam satu kata yang terdapat pada penulisan judul dan halaman

dua yakni kalimat,

“Mengnalisis UU No. 4 Tahun 2009 ....”

“... harus member manfaat ekonomi ....”

“... memperhatikan prisip linkungan ....”

Kesalahan di atas disebabkan oleh ketidaktelitian

responden dalam proses pengetikan karya tulis selain itu kesalahan

dapat terjadi karena aplikasi pengetikan yang digunakan responden

tidak memiliki standar pengetikan dalam bahasa Indonesia

sehingga kurangnya huruf dalam satu kata tidak terdeteksi oleh

aplikasi pengetikan responden.


186

Kesalahan ejaan yang kedua adalah penggunaan huruf

miring yang tidak diterapkan pada istilah-istilah asing. Hal ini

terdapat pada halaman dua yakni pada kalimat,

“... ekonomi dan social bagi ....”

Penulisan istilah asing yang bukan bahasa Indonesia

menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis dengan

menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum diketahui oleh

responden sehingga responden tidak mengikuti kaidah penulisan

istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan lainnya adalah kesalahan dalam bidang

morfologi yakni penulisan kata depan serangkai dengan kata yang

mengikutinya terdapat pada halaman empat yakni pada kalimat,

“... tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.”

Kesalahan di atas dapat terjadi karena kebanyakan warga

Indonesia tidak paham perbedaan penggunaan kata depan di dan di

sebagai kata kerja pasif. Penulisan kata depan yang serangkai

dengan kata keterangan tempat merupakan sebuah kesalahan. Kata

depan apabila diikuti dengan kata keterangan (waktu, tempat, dan

suasana) harus ditulis terpisah sedangkan penulisan kata kerja

pasif harus serangkai dengan kata yang mengikutinya.


187

Kesalahan dalam bidang morfologi yang terakhir adalah

kata majemuk yang tidak ditulis serangkai terdapat pada halaman

dua yakni pada kalimat,

“...,pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.”

Pada kalimat di atas terdapat unsur kata majemuk yakni

“pasca” yang unsur tersebut penulisannya dipisah dari kata yang

menyertainya. Nomina majemuk kategori bentuk ini terdiri dari

dua unsur dan salah satu unsurnya adalah unsur terikat, yakni unsur

yang tidak dapat berdiri sendiri sehingga unsur tersebut

penulisannya harus serangkai dengan kata yang menyertainya.

11) Analisis Karya Tulis XI

Karya tulis XI merupakah karya tulis responden program

studi sejarah yang berjenis kelamin perempuan. Karya tulis ini

tidak memiliki judul, halaman depan, kata pengantar, daftar isi,

dan nomor halaman. Kesalahan yang ditemukan terbilang cukup

banyak yakni kesalahan ejaan penulisan berupa huruf kapital yang

tidak tepat, terdapat istilah nonbaku yakni “kena”, penulisan

kalimat pasif yang terpisah, dan kata tanya yang berada di tengah-

tengah kalimat aktif. Kesalahan tersebut akan dijabarkan sebagai

berikut.
188

Kesalahan ejaan berupa penulisan huruf kapital yang tidak

tepat terdapat pada halaman 11 yakni pada kalimat,

“Pulau jawa menjadi lebih besar ....”

Penulisan “jawa” yang tidak menggunakan huruf kapital

telah menyalahi aturan ejaan yang disempurnakan yakni huruf

kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama

geografi yang diikuti nama diri geografi seperti Teluk Benggala,

Danau Toba, Selat Lombok, dan lain-lain.

Kesalahan lainnya adalah ditemukan istilah bahasa

Indonesia ragam nonbaku yang terdapat pada halaman satu

kalimat,

“... kebudayaan yang kena pengaruh itulah ....”

Dalam kaidah penulisan karya tulis, bahasa yang

digunakan adalah bahasa Indonesia ragam baku. Hal tersebut tidak

diterapkan oleh responden dalam penulisan karya tulis XI karena

kata “kena” merupakan bentuk nonbaku dari bentuk “terkena”.

Seharusnya responden menggunakan bentuk baku dalam penulisan

karya tulis.

Kesalahan selanjutnya adalah penulisan kalimat pasif yang

terpisah layaknya penulisan kata depan. Hal ini terdapat pada

halaman satu yakni kalimat,

“... dapat di bagi menjadi 4 masa yaitu ....”


189

Penulisan kalimat pasif menurut kaidah bahasa Indonesia

harus ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya bukan

terpisah karena kalimat pasif tidak menunjukkan keterangan

tempat berbeda dengan perihal kata depan.

Kesalahan yang terakhir adalah adanya kata tanya yang

berada di tengah-tengah kalimat aktif yang terdapat pada halaman

tiga yakni kalimat,

“.... di mana catatan sejarah yang tertulis ....”

Kesalahan ini terjadi akibat kebiasaan warga Indonesia

dalam mencampurkan kata dalam kalimat. Penggunaan kata tanya

di mana hanya boleh untuk kalimat tanya yang menanyakan

tempat.

12) Analisis Karya Tulis XII

Karya tulis XII merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan ilmu komputer yang berjenis kelamin laki-laki.

Karya tulis ini memiliki beberapa kesalahan baik ejaan, terdapat

ragam nonbaku, kata majemuk yang ditulis serangkai, penggunaan

kata sapaan orang pertama, dan kesalahan bidang morfologi yakni

penulisan kata depan yang serangkai dengan kata yang

menyertainya.
190

Kesalahan ejaan terdapat pada halaman judul yakni

terdapat istilah asing yang tidak ditulis dengan menggunakan huruf

miring.

“Meminimalisir Penggunaan Aplikasi Office Bajakan ....”

Penulisan istilah asing yang bukan bahasa Indonesia

menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis dengan

menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum diketahui oleh

responden sehingga responden tidak mengikuti kaidah penulisan

istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan selanjutnya adalah pemakaian istilah nonbaku

pada halaman judul yakni kalimat,

“Meminimalisir Penggunaan Aplikasi Office Bajakan”

Menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,

penggunaan kata “minimalisir” itu masih tidak tepat dan tidak

dibenarkan, karena menggunakan kata yang tidak baku.

Seharusnya, pembenaran yang tepat dan sesuai menurut kaidah

bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah kata “minimalisasi”.

Kesalahan lainnya adalah penulisan kata majemuk

serangkai yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kesalahan

ini terdapat pada kata pengantar yakni pada ucapan terima kasih,

“... penulis mengucapkan terimakasih kepada: ....”


191

KBBI mengelompokkan kata ini sebagai kata benda

(nomina) dan memerikan maknanya sebagai “rasa syukur”. Kata

“terima kasih” adalah kata majemuk dan tidak termasuk ke dalam

daftar kata majemuk yang ditulis serangkai sehingga penulisannya

harus dipisah.

Selanjutnya pada karya tulis XII terdapat kesalahan burpa

penyebutan kata ganti “saya” yang terdapat pada latar belakang

karya tulis.

“Mengapa saya katakan disini menggunakan ....”

Penulisan kata ganti orang pertama yakni saya dalam

sebuah karya tulis merupakan sebuah kesalahan. Kesalahan ini

tidak terlalu fatal hanya saja sebaiknya responden mengganti kata

saya dengan kata penulis.

Kesalahan yang terakhir adalah kesalahan bidang

morfologi yakni penulisan kata depan yang serangkai dengan kata

yang menyertainya. Hal ini terdapat pada latar belakang karya

tulis.

“Mengapa saya katakan disini menggunakan ....”

Kata depan di, ke, dan dari menurut ejaan yang

disempurnakan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,

kecuali gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu

kata seperti kepada dan daripada. Seharusnya responden tidak


192

menuliskan kata depan tersebut secara terpisah melainkan

serangkai dengan kata yang mengikutinya.

13) Analisis Karya Tulis XIII

Karya tulis XIII merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan akuntansi yang berjenis kelamin laki-laki. Pada

karya tuli ini tidak terdapat kata pengantar, daftar isi, dan nomor

halaman. Selain itu ditemukan beberapa kesalahan yakni

kesalahan ejaan berupa penggunaan huruf miring dan penulisan

nominal mata uang, kesalahan bidang morfologi yakni kata depan

yang ditulis serangkai dan kata majemuk yang ditulis terpisah.

Kesalahan ejaan yang pertama adalah tidak digunakannya

huruf miring untuk penulisan istilah asing yang terdapat pada

karya tulis XII. Istilah asing ini hampir terdapat pada tiap-tiap

halaman karya tulis, seperti yang terdapat pada halaman satu,

“... bagi stakeholder”

“Trust”

“Integrity”

Kata-kata di atas merupakan istilah asing yang

penulisannya menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis

dengan menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum


193

diketahui oleh responden sehingga responden tidak mengikuti

kaidah penulisan istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan ejaan selanjutnya adalah penulisan nominal

amat uang yang terpisah yang terdapat pada halaman dua yakni

kalimat,

“Jumlah setoran bulanan mulai Rp 100.000 ...”

Dalam ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan,

penulisan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal adalah

Rp200.250,75 sehingga responden seharusnya tidak memberi

jarak antara lambang mata uang Indonesia dan bilangan.

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan bidang morfologi

berupa kata depan yang ditulis serangkai yang terdapat pada

halaman satu yakni kalimat,

“... sangka baik diantara stakeholder dalam ....”

Kata depan di, ke, dan dari menurut ejaan yang

disempurnakan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,

kecuali gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu

kata seperti kepada dan daripada. Seharusnya responden tidak

menuliskan kata depan tersebut secara terpisah melainkan

serangkai dengan kata yang mengikutinya.


194

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan dalam bidang

morfologi yakni kata majemuk yang ditulis tidak serangkai.

Kesalahan ini terdapat pada halaman 10 pada kalimat,

“Transfer antar rekening Bank Mandiri”

Pada karya tulis XIII terdapat unsur kata majemuk yakni

“antar” yang unsur tersebut penulisannya dipisah dari kata yang

menyertainya. Seharusnya unsur tersebut penulisannya serangkai

dengan kata yang menyertainya. Hal ini sesuai dengan kaidah

penulisan kata majemuk yang mengandung unsur “anti”, “antar”,

“baku”, “dasa”, dan lain-lain.

14) Analisis Karya Tulis XIV

Karya tulis XIV merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan biologi yang berjenis kelamin perempuan. Karya

tulis ini tidak memiliki judul, halaman depan, kata pengantar, dan

daftar isi. Pada karya tulis ini ditemukan beberapa kesalahan yakni

kesalahan ejaan berupa pengurangan huruf dalam satu kata,

penggunaan huruf miring, kesalahan morfologi yakni kata

majemuk yang ditulis terpisah, dan ditemukan kesalahan yakni

kalimat tidak lengkap.

Kesalahan ejaan yang berupa pengurangan huruf terdapat

di setiap kata “makhluk”. Responden tidak menyertakan fonem /k/


195

sehingga hanya berupa kata “mahluk” seperti yang terdapat pada

halaman satu kalimat berikut,

“.. terkecil dari mahluk hidup.”

Kesalahan di atas disebabkan oleh ketidaktelitian

responden dalam proses pengetikan karya tulis selain itu kesalahan

dapat terjadi karena aplikasi pengetikan yang digunakan responden

tidak memiliki standar pengetikan dalam bahasa Indonesia

sehingga kurangnya huruf dalam satu kata tidak terdeteksi oleh

aplikasi pengetikan responden.

Selanjutnya kesalahan ejaan yakni tidak digunakannya

huruf miring dalam penulisan untuk istilah asing yang terdapat

pada halaman satu kalimat berikut.

“... yang bersel satu (unicellular) maupun yang ....”

Penulisan istilah asing yang bukan bahasa Indonesia

menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis dengan

menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum diketahui oleh

responden sehingga responden tidak mengikuti kaidah penulisan

istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan selanjutnya adalah kesalahan dalam bidang

morfologi yakni kata majemuk yang ditulis tidak serangkai.

Kesalahan ini terdapat pada halaman satu pada kalimat,

“... sehingga terbentuk ruang antar sel akibat ....”


196

Pada kalimat di atas terdapat unsur kata majemuk yakni

“antar” yang unsur tersebut penulisannya dipisah dari kata yang

menyertainya. Seharusnya unsur tersebut penulisannya serangkai

dengan kata yang menyertainya. Hal ini sesuai dengan kaidah

penulisan kata majemuk yang mengandung unsur “anti”, “antar”,

“baku”, “dasa”, dan lain-lain.

Kesalahan terakhir adalah terdapat kalimat yang tidak

lengkap pada bagian rumusan masalah karya tulis halaman dua

pada kalimat sebagai berikut.

“Sejarah penemuan sel?”

Rumusan masalah responden dimaksudkan berbentuk

kalimat pertanyaan tetapi kalimat tanya tersebut tidak memiliki

kata tanya sehingga kalimat di atas cenderung mengarah pada

kalimat pernyataan. Kalimat pertanyaan harulah mengandung kata

tanya berupa apa, siapa, bagaimana, di mana, kapan,

mengapa¸dan sebagainya.

15) Analisis Karya Tulis XV

Karya tulis XV merupakan karya tulis responden program

studi pendidikan anak usia dini yang berjenis kelamin perempuan.

Pada karya tulis ini ditemukan beberapa kesalahan yakni kesalahan

ejaan berupa penggunaan huruf kapital yang tidak tepat dan tidak

digunakannya huruf miring untuk penulisan istilah asing,


197

kesalahan bidang morfologi penulisan kata depan yang serangkai

dengan kata yang mengikutinya dan penulisan kata majemuk yang

tidak serangkai, dan kesalahan terdapat kata tanya di tengah-

tengah kalimat aktif.

Kesalahan ejaan berupa penggunaan huruf kapital yang

tidak tepat terdapat pada kata pengantar karya tulis. Responden

menuliskan kata “Dosen” dengan kapital tetapi tidak disertai nama

diri.

“... khususnya kepada Dosen kami yang telah ....”

Kata sapaan “Dosen” tidak perlu disertakan apabila tidak

disertai nama diri sehingga penulisannya cukup menjadi “dosen”

tanpa harus diberi huruf kapital.

Kesalahan ejaan berikutnya adalah tidak digunakannya

huruf miring untuk penulisan istilah asing yang terdapat pada

halaman tiga kalimat berikut.

“... internasional Universal Child Immunization (UCI) ....”

Kata-kata di atas merupakan istilah asing yang

penulisannya menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis

dengan menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum

diketahui oleh responden sehingga responden tidak mengikuti

kaidah penulisan istilah asing menggunakan huruf miring.


198

Kesalahan selanjutnya adalah penulisan kata depan yang

serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kesalahan penulisan

kata depan ini terdapat pada halaman delapan pada kalimat berikut.

“... berbahaya bagi seseorang diantaranya adalah: ....”

Kata depan di, ke, dan dari menurut ejaan yang

disempurnakan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,

kecuali gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu

kata seperti kepada dan daripada. Seharusnya responden tidak

menuliskan kata depan tersebut secara terpisah melainkan

serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Kesalahan selanjutnya adalah penulisan kata majemuk

yang tidak serangkai, dan kesalahan terdapat kata tanya di tengah-

tengah kalimat aktif. Hal ini terdapat pada halaman enam kalimat

berikut.

“... membuat zat anti bodi sendiri tetapi kekebalan ....”

Pada karya tulis XV terdapat unsur kata majemuk yakni

“anti” yang unsur tersebut penulisannya dipisah dari kata yang

menyertainya. Seharusnya unsur tersebut penulisannya serangkai

dengan kata yang menyertainya. Hal ini sesuai dengan kaidah

penulisan kata majemuk yang mengandung unsur “anti”, “antar”,

“baku”, “dasa”, dan lain-lain.


199

Kesalahan terakhir adalah adanya kata tanya yang berada

di tengah-tengah sebuah kalimat aktif. Ini terdapat pada halaman

enam pada kalimat,

“... dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.”

Kesalahan ini terjadi akibat kebiasaan warga Indonesia

dalam mencampurkan kata dalam kalimat. Penggunaan kata tanya

di mana hanya boleh untuk kalimat tanya yang menanyakan

tempat.

16) Analisis Karya Tulis XVI

Karya tulis yang terakhir merupakan karya tulis responden

program studi pendidikan ekonomi yang berjenis kelamin laki-

laki. Karya tulis ini tidak memiliki nomor halaman dan ditemukan

beberapa kesalahan yakni kesalahan ejaan berupa penulisan istilah

asing yang tidak menggunakan huruf miring dan pergantian huruf

konsonan dalam satu kata, kesalahan penggunaan kata ganti orang

pertama “saya” dan “kami”, dan kesalahan banyaknya

pemenggalan kata.

Kesalahan ejaan yang pertama adalah penulisan istilah

asing yang tidak menggunakan huruf miring. Hal ini terdapat pada

halaman dua yakni pada kalimat berikut.


200

“... sebagai a plan, method, or series of activities designed

to achieve a paticular education gol ....”

Kata-kata di atas merupakan istilah asing yang

penulisannya menurut ejaan yang disempurnakan harus ditulis

dengan menggunakan huruf miring. Hal ini mungkin belum

diketahui oleh responden sehingga responden tidak mengikuti

kaidah penulisan istilah asing menggunakan huruf miring.

Kesalahan ejaan yang kedua adalah pergantian huruf

konsonan dalam satu kata yang terdapat pada halaman satu yakni

kalimat berikut.

“Sebagai antisifasi terhadap masalah sosial itu sendiri,”

Kesalahan di atas disebabkan oleh ketidaktelitian

responden dalam proses pengetikan karya tulis selain itu kesalahan

dapat terjadi karena aplikasi pengetikan yang digunakan responden

tidak memiliki standar pengetikan dalam bahasa Indonesia

sehingga kurangnya huruf dalam satu kata tidak terdeteksi oleh

aplikasi pengetikan responden.

Selanjutnya pada karya tulis XVI terdapat kesalahan

berupa penyebutan kata ganti “saya” yang terdapat pada latar

belakang karya tulis.

“Kami mohon maaf apabila dalam ....”

“..., saya minta kritik dan saran yang membangun ....”


201

Penulisan kata ganti orang pertama yakni saya dan kami

dalam sebuah karya tulis merupakan sebuah kesalahan. Kesalahan

ini tidak terlalu fatal hanya saja sebaiknya responden mengganti

kata saya dan kami dengan kata penulis.

Pada karya tulis ini terdapat banyak pemenggalan kata,

pemenggalan ini dilakukan responden tidak memiliki tujuan

sehingga seharusnya hal tersebut tidak harus dilakukan. Berikut

kalimat yang memiliki pemenggalan kata.

“... penggunaan metode dan pe-manfaat-an ....”

Pemenggalan kata sejatinya dilakukan apabila ketika

membuat karya tulis kata tersebut harus terpotong akibat batas

bidang (margin) yang tidak maksimal tetapi apabila kata tidak

terpotong maka penulisannya harus tetap serangkai tanpa diberi

tanda hubung (-).

4.3. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa jurusan nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman sebagai responden menunjukkan bahwa kesetiaan

bahasa yang dimiliki mahasiswa cenderung negatif, kebanggaan bahasa

mahasiswa adalah positif, dan kesadaran adanya norma bahasa mahasiswa adalah

negatif. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap bahasa mahasiswa


202

jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman terhadap bahasa Indonesia

cenderung negatif karena dua dari tiga karakteristik menunjukkan hasil negatif.

Hasil ini didapat melalui perhitungan rata-rata (mean) dari tiap soal untuk

masing-masing karakteristik. Karakteristik kesetiaan bahasa (Language Loyalty)

menunjukkan hasil cenderung negatif (N) karena delapan dari lima belas soal

termasuk dalam kategori nilai negatif yakni 1,0-2,5 dengan peroleh nilai terendah

2,1 pada soal nomor 2 dan 18. Berikut tabel rata-rata nilai kesetiaan bahasa

responden.

Tabel 4.5 Rata-rata nilai Kesetiaan Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

2 15 43 22 0 0 2.1 N
4 24 28 10 8 10 2.9 P
8 5 26 14 8 21 2.6 P
11 16 14 30 15 5 2.7 P
13 3 30 30 10 3 2.6 P
15 15 20 22 18 5 2.7 P
Kesetiaan Bahasa 18 17 49 7 6 1 2.1 N
(Language 19 6 54 13 7 0 2.3 N
Loyalty) 21 0 0 23 47 10 3.8 P
33 10 37 20 7 6 2.5 N
34 5 53 15 7 0 2.3 N
36 14 40 10 7 8 2.4 N
41 17 40 10 5 7 2.3 N
43 15 35 23 2 4 2.3 N
50 13 10 50 3 2 2.6 P
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
203

S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Sikap cenderung negatif yang dimiliki oleh responden berdasar pada latar

belakang responden yang dalam keseharian lebih banyak berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku yang disisipi kode berupa bahasa

asing atau bahasa gaul. Adanya sisipan ini disebabkan oleh penggunaan istilah-

istilah asing yang sebenarnya istilah tersebut memiliki padanan dalam bahasa

Indonesia. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai 2,1 untuk soal nomor 2 yakni

Saya selalu menggunakan istilah “slide” power point daripada istilah “salindia”

saat diskusi di kelas. Perolehan nilai terendah selanjutnya pada nomor delapan

yakni soal 18 yakni Saya akan menggunakan bahasa asing apabila berkomunikasi

dengan kawan saya yang berwarga negara asing. Kesetiaan responden dikatakan

hilang karena responden akan lebih memilih menggunakan bahasa asing ketika

berkomunikasi dengan warga negara asing.

Selanjutnya nilai kesetiaan mahasiswa juga merosot pada soal nomor 19,

41, dan 43 yakni tentang kesukaan terhadap lagu-lagu asing, penggunaan bahasa

asing dengan tujuan menarik minat masyarakat ketika mengadakan suatu acara,

dan persetujuan terhadap pernyataan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa

asing bagi masyarakat Indonesia sendiri. Persetujuan terhadap pernyataan tersebut

merupakan sebuah ancaman bagi keberadaan bahasa Indonesia. Sikap setuju yang
204

dimiliki mahasiswa dikarenakan hilangnya kesetiaan terhadap bahasa Indonesia.

Mahasiswa meyakini bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sulit untuk

dipahami sehingga menjadi bahasa asing bahasa warga Indonesia.

Soal lainnya yang juga memiliki nilai rendah adalah nomor 34 yakni

kesetujuan responden untuk memilih mengikuti tes TOEFL dibanding tes UKBI.

Hal ini lambat laun apabila terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan bahwa

soal nomor 36 akan terbukti yakni “Suatu saat bahasa Indonesia yang baik dan

benar akan punah”.

Selanjutnya perolehan nilai untuk kebanggaan bahasa (Language Pride)

menunjukkan sikap positif karena 12 soal memiliki nilai dalam rentang 2.6-5.0 ,

sedangkan tiga soal lainnya memiliki nilai 1,0-2,5. Hal ini menunjukkan bahwa

secara subjektif responden masih memiliki rasa bangga terhadap bahasa

Indonesia. Kebanggaan ini terlihat dengan persetujuan responden terhadap soal-

soal yang mengarah pada pengembangan bahasa Indonesia. Berikut adalah tabel

untuk peroleh nilai karakteristik kebanggaan bahasa.

Tabel 4.6 Rata-rata nilai Kebanggaan Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

1 10 70 0 0 0 4.1 P
5 30 50 0 0 0 4.4 P
7 0 15 57 4 4 3.0 P
9 6 13 15 24 21 3.5 P
10 0 58 10 7 5 2.5 N
Kebanggaan 12 3 50 20 6 1 3.6 P
Bahasa 14 15 10 41 7 7 2.8 P
205

(Language Pride) 16 19 25 19 12 5 2.5 N


20 0 11 26 28 10 3.3 P
23 20 35 9 10 6 2.3 N
25 13 52 5 8 0 3.8 P
26 2 13 30 18 17 3.0 P
27 3 51 10 16 0 3.5 P
35 13 64 2 0 0 4.1 P
49 5 55 12 7 0 3.7 P
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Peroleh nilai tertinggi pada soal nomor 1 yakni kecintaan terhadap bahasa

Indonesia memiliki nilai 4.1 dan soal nomor 5 yakni bahasa Indonesia harus tetap

digunakan mesti telah memasuki MEA memperoleh nilai 4.4. Ini membuktikan

bahwa kebanggaan responden terhadap bahasa Indonesia tinggi. Kebanggaan

terhadap bahasa Indonesia yang memiliki hasil positif ini diharapkan akan tetap

bertahan bahkan meningkat apabila di kemudian hari dilakukan lagi penelitian

sebagai pembaruan sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas

Mulawarman.

Kebanggaan menunjukkan nilai positif dikarenakan responden pada

dasarnya bangga akan bahasa Indonesia. Kebanggaan itu terbukti dengan

pemilihan penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi harian responden


206

dibanding bahasa asing. Penggunaan bahasa Indonesia merupakan identitas

responden sebagai masyarakat Indonesia dan dianggap lebih mudah karena

bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu responden.

Karakteristik yang ketiga adalah kesadaran adanya norma bahasa

(Awareness of The Norm) yang menunjukkan hasil negatif. Hasil yang diperoleh

Hasil yang diperoleh dari responden untuk soal karakteristik ini memprihatinkan

karena 16 dari 20 soal termasuk dalam kategori negatif yakni 1,0-2,5. Hasil ini

menunjukkan bahwa responden masih minim pengetahuan tentang norma bahasa

Indonesia baik lisan maupun tulisan. Berikut adalah tabel perolehan nilai untuk

karakteristik kesadaran adanya norma bahasa.

Tabel 4.3 Rata-rata nilai Kesadaran Adanya Norma Bahasa Mahasiswa Jurusan Nonbahasa FKIP

No. Frekuensi
Rata-
Karakterisik Sikap Bahasa
rata
Soal SS S KS TS STS

3 6 42 19 13 0 2.5 N
6 16 39 15 3 7 2.3 N
17 21 33 7 13 5 3.6 P
22 13 30 28 4 5 2.5 N
24 16 14 44 3 2 2.5 N
Kesadaran adanya 28 13 13 36 5 12 3.1 P
norma bahasa 29 20 30 13 10 7 2.4 N
30 18 30 10 17 5 2.5 N
31 40 28 4 4 1 1.6 N
32 26 30 13 6 5 2.2 N
37 10 64 3 1 0 1.9 N
38 25 30 20 4 0 2.0 N
39 10 30 20 13 6 3.3 P
40 5 58 10 6 0 3.7 P
(Awarness of 42 23 42 8 2 4 2.0 N
The Norm) 44 20 45 8 4 2 2.0 N
207

45 17 42 10 7 2 2.1 N
46 20 14 45 0 0 2.3 N
47 17 38 10 7 7 2.3 N
48 8 63 4 3 2 2.1 N
Sumber: Kuesioner Responden

Keterangan :

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
SKS = Sangat Tidak Setuju
P = Positif
N = Negatif

Responden merupakan warga Indonesia yang sehari-harinya

berkomunikasi dalam bahasa Indonesia ternyata belum paham tentang norma-

norma bahasa Indonesia. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai 2,5 untuk soal

nomor tiga yakni penggunaan bahasa Indonesia yang terpenting adalah asal

lawan bicara paham. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang memiliki kaidah

kebahasaan baik segi lisan maupun tulisan. Kaidah ini seharusnya diterapkan oleh

seluruh masyarakat Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia lisan berbeda dengan

kaidah bahasa asing lisan “yang penting paham”. Kaidah bahasa Indonesia

menekankan penggunaan bahasa yang berbeda-beda untuk tiap-tiap situasi.

Apabila dalam situasi formal harus menggunakan bahasa Indonesia ragam baku

dan sebaliknya jika berada pada situasi santai harus menggunakan bahasa

Indonesia ragam nonbaku.


208

Hasil analisis untuk keseluruhan peristiwa tutur menunjukkan bahas

seluruh responden melakukan peristiwa bahasa yakni campur kode. Seperti yang

terdapat pada tuturan berikut.

(1.7) Guru : Kenapa belum?

(2.9) Guru : Baiklah sebelum bapak mulai, marilah kita berdoa terlebih

dahulu. Silahkan dipimpin.

(3.13) Guru : Nggak boleh. Siap? Siap semua? Ayo mulai.

(4.14) Guru : Nggak papa, memang kotor. Namanya olahraga pasti

kotor. Satu menit, saya beri waktu satu menit ya ... jelasin,

ibu akan bagi kalian dalam empat kelompok.

(14.15) Guru : Ya itu saja yang bisa ibu sampaikan. Mungkin selanjutnya

kita bakal have fun lagi bakal senang-senang lagi. Ibu

akhiri, selamat siang.

Campur kode ragam nonbaku yang dilakukan responden berupa kata,

frase, dan klausa. Campur kode berupa kata terdapat pada tuturan (1.7), (2.9),

(3.13), dan (14.15) yakni kata kenapa, silahkan, nggak, dan bakal. Campur kode

berupa frase terdapat pada tutur (14.14) yakni frase nggak papa dan campur kode

berupa frase terdapat pada tuturan (14.14) yakni klausa jelasin.

Hasil analisis menunjukkan bahwa responden tidak hanya buta kaidah

bahasa Indonesia lisan melainkan buta kaidah bahasa Indonesia segi tulisan. Hal

ini berdasarkan temuan hasil analisis seluruh karya tulis responden mengandung

kesalahan ejaan, kesalahan dalam bidang morfologi yakni penulisan kata depan
209

serangkai dengan kata yang mengikutinya. Berikut beberapa kalimat yang

memiliki kesalahan dalam bidang morfologi.

Karya tulis I : “Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan

diatas, ....” (halaman satu)

Karya tulis V : “ ... demi perbaikan dimasa yang akan datang.”

Kesalahan lainnya adalah penulisan kata majemuk yang terpisah pada

karya tulis IX, karya tulis X, dan XIV yang terdapat pada kalimat-kalimat berikut.

Karya tulis IX : “... imunisera serta anti alergi ....” (halaman 1)

Karya tulis X : “...,pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.”

(halaman 2)

Berdasarkan pada jabaran hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sikap

bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman cenderung

negatif karena dua dari tiga ciri bahasa menunjukkan perolehan nilai negatif. Hal

ini sesuai dengan pembuktian dari hasil analisis peristiwa tutur dan karya tulis

responden yang menunjukkan hasil bahwa pada peristiwa tutur responden

melakukan campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku, penyisipan istilah

asing, dan kesalahan penyebutan fonem. Sedangkan untuk keseluruhan karya

tulis, ditemukan kesalahan ejaan, kesalahan penulisan kata majemuk, dan

kesalahan fatal yakni kesalahan dalam bidang morfologi yakni penulisan kata

depan serangkai dengan kata yang mengikutinya.


210

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa

FKIP Universitas Mulawarman terhadap bahasa Indonesia terhadap 50 responden yang

merupakan mahasiswa angkatan 2013 adalah menunjukkan hasil cenderung negatif

karena dua dari tiga ciri sikap bahasa memiliki nilai 1,0-2,5 yang termasuk dalam kategori

negatif . Sikap bahasa ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada

responden. Kuesioner yang berjumlah 50 soal disusun berdasarkan indikator penelitian

yakni kesetiaan bahasa (Language Loyalty), kebanggaan bahasa (Language Pride), dan

kesadaran adanya norma bahasa (Awareness of The Norm). Ketiga indikator tersebut

dituangkan dalam kuesioner berbentuk verbal statements of affects (pernyataan verbal

dan perasaan), verbal statements of beliefs (pernyataan verbal berdasarkan keyakinan),

dan verbal statements concerning behaviour (pernyataan yang berhubungan dengan

tingkah laku).

Indikator kesetiaan bahasa dituangkan dalam pernyataan verbal dan perasaan,

kebanggaan bahasa dituangkan dalam pernyataan berdasarkan keyakinan, dan kesadaran

adanya norma dituangkan dalam pernyataan yang berhubungan dengan tingkah laku. Dari

uraian di atas diketahui bahwa sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa menunjukkan

hasil cenderung negatif. Dalam penelitian ini, hasil dari kuesioner didukung dengan

adanya rekaman tuturan responden dan karya tulis responden. Hasil analisis peristiwa

tutur dan karya tulis responden yang menunjukkan bahwa pada peristiwa tutur responden
211

melakukan campur kode bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam bentuk kata, frase, dan

klausa, adanya penyisipan istilah asing, kesalahan dalam bidang fonologi yakni

penyebutan fonem yang tidak sesuai. Sedangkan untuk keseluruhan karya tulis,

ditemukan kesalahan fatal yakni kesalahan dalam bidang morfologi yakni penulisan kata

depan serangkai dengan kata yang mengikutinya, penulisan kalimat pasif yang terpisah

dengan kata yang mengikutinya, penulisan kata majemuk yang dipisah.

Sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman

terhadap bahasa Indonesia menunjukkan hasil cenderung negatif dengan pembuktian

terdapat kesalahan dalam tuturan dan tulisan responden. Hal ini dapat dilihat sebagai

berikut.

5.1. Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty)

Kesetiaan bahasa adalah ciri sikap positif yang mendorong masyarakat suatu

bahasa untuk mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh

bahasa lain. Kesetiaan bahasa ini menjadi karakteristik pertama dalam penyusunan

kuesioner. Indikator ini dituangkan dalam pernyataan verbal dan perasaan sehingga hasil

yang diperoleh nantinya akan berkaitan dengan perasaan setia responden terhadap bahasa

Indonesia. Hasil yang diperoleh dari nilai rata-rata responden adalah delapan dari lima

belas soal memiliki nilai 1,0-2,5 yang termasuk dalam kategori negatif.

Sikap cenderung negatif yang dimiliki oleh responden berdasar pada latar

belakang responden yang dalam keseharian lebih banyak berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku yang disisipi kode berupa bahasa asing
212

atau bahasa gaul. Adanya sisipan ini disebabkan oleh penggunaan istilah-istilah asing

yang sebenarnya istilah tersebut memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Hal ini

terbukti dengan perolehan nilai 2,1 untuk soal nomor 2 yakni Saya selalu menggunakan

istilah “slide” power point daripada istilah “salindia” saat diskusi di kelas. Hal ini

terbukti dengan transkrip rekaman yang mengandung istilah slide dari tuturan responden

yakni tuturan (14.9) yang berasal dari responden program studi pendidikan biologi.

Tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Penggunaan istilah slide selalu digunakan responden saat menyebutkan tampilan

materi yang berasal dari aplikasi presentasi dibantu oleh alat proyektor. Istilah ini

memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia yakni salindia yang berarti terawang

fotografi pada pelat kaca tipis yang diatur agar dapat diproyeksikan.

Perolehan nilai terendah selanjutnya pada nomor delapan yakni soal 18 yakni

Saya akan menggunakan bahasa asing apabila berkomunikasi dengan kawan saya yang

berwarga negara asing. Kesetiaan responden dikatakan hilang karena responden akan

lebih memilih menggunakan bahasa asing ketika berkomunikasi dengan warga negara

asing. Hal ini membuktikan bahwa responden menerima adanya pengaruh asing dalam

komunikasi harian padahal ciri kesetiaan bahasa adalah apabila perlu mencegah pengaruh

asing. Tentunya hal ini akan lebih baik apabila responden sebagai masyarakat Indonesia

memperkenalkan bahasa Indonesia kepada warga asing dan mengajak berkomunikasi

dalam bahasa Indonesia sehingga warga asinglah yang harus menggunakan bahasa

Indonesia bukan responden yang mengalah.


213

Selanjutnya nilai kesetiaan mahasiswa juga merosot pada soal nomor 19, 41, dan

43 yakni tentang kesukaan terhadap lagu-lagu asing, penggunaan bahasa asing dengan

tujuan menarik minat masyarakat ketika mengadakan suatu acara, dan persetujuan

terhadap pernyataan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa asing bagi masyarakat

Indonesia sendiri. Persetujuan terhadap pernyataan tersebut merupakan sebuah ancaman

bagi keberadaan bahasa Indonesia. Sikap setuju yang dimiliki mahasiswa dikarenakan

hilangnya kesetiaan terhadap bahasa Indonesia. Mahasiswa meyakini bahwa bahasa

Indonesia merupakan bahasa yang sulit untuk dipahami sehingga menjadi bahasa asing

bahasa warga Indonesia.

Soal lainnya yang juga memiliki nilai rendah adalah nomor 34 yakni kesetujuan

responden untuk memilih mengikuti tes TOEFL dibanding tes UKBI. Hal ini lambat laun

apabila terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan bahwa soal nomor 36 akan

terbukti yakni “Suatu saat bahasa Indonesia yang baik dan benar akan punah”.

5.2. Kebanggaan Bahasa (Language Pride)

Kebanggaan Bahasa (Language Pride) merupakan ciri sikap positif yang

mendorong penutur mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang

identitas dan kesatuan masyarakat. Kebanggaan bahasa dituangkan dalam pernyataan

verbal berdasarkan keyakinan. Perolehan nilai untuk kebanggaan bahasa (Language

Pride) menunjukkan sikap positif karena 12 soal memiliki nilai dalam rentang 2.6-5.0 ,

sedangkan tiga soal lainnya memiliki nilai 1,0-2,5. Hal ini menunjukkan bahwa secara

subjektif responden masih memiliki rasa bangga terhadap bahasa Indonesia. Kebanggaan
214

ini terlihat dengan persetujuan responden terhadap soal-soal yang mengarah pada

pengembangan bahasa Indonesia.

Peroleh nilai tertinggi pada soal nomor 1 yakni kecintaan terhadap bahasa

Indonesia memiliki nilai 4.1 dan soal nomor 5 yakni bahasa Indonesia harus tetap

digunakan mesti telah memasuki MEA memperoleh nilai 4.4. Ini membuktikan bahwa

kebanggaan responden terhadap bahasa Indonesia tinggi. Kebanggaan terhadap bahasa

Indonesia yang memiliki hasil positif ini diharapkan akan tetap bertahan bahkan

meningkat apabila di kemudian hari dilakukan lagi penelitian sebagai pembaruan sikap

bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman.

Kebanggaan menunjukkan nilai positif dikarenakan responden pada dasarnya

bangga akan bahasa Indonesia. Kebanggaan itu terbukti dengan pemilihan penggunaan

bahasa Indonesia dalam komunikasi harian responden dibanding bahasa asing.

Penggunaan bahasa Indonesia merupakan identitas responden sebagai masyarakat

Indonesia dan dianggap lebih mudah karena bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu

responden. Akan tetapi kebanggaan ini tidak dibarengi oleh kesetiaan bahasa sehingga

mereka cenderung untuk mempelajari dan menggunakan istilah asing karena mereka

mengikuti perkembangan zaman dan menganggap bahasa Indonesia termasuk dalam

kategori bahasa basilek atau bahasa yang kurang bergengsi.

5.3. Kesadaran Adanya Norma Bahasa (Awareness of The Norm)

Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness of The Norm) merupakan ciri sikap

positif yang mendorong penutur menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun
215

merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan

menggunakan bahasa (language use). Karakteristik yang ketiga ini dituangkan dalam

penyataan yang berhubungan dengan tingkah laku dan menunjukkan hasil negatif. Hasil

yang diperoleh dari responden untuk soal karakteristik ini memprihatinkan karena 16 dari

20 soal termasuk dalam kategori negatif yakni 1,0-2,5. Hasil ini menunjukkan bahwa

responden masih minim pengetahuan tentang norma bahasa Indonesia baik lisan maupun

tulis sehingga tingkah laku responden tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Responden merupakan warga Indonesia yang sehari-harinya berkomunikasi

dalam bahasa Indonesia ternyata belum paham tentang norma-norma bahasa Indonesia.

Hal ini terbukti dengan perolehan nilai 2,5 untuk soal nomor tiga yakni penggunaan

bahasa Indonesia yang terpenting adalah asal lawan bicara paham. Bahasa Indonesia

merupakan bahasa yang memiliki kaidah kebahasaan baik segi lisan maupun tulisan.

Kaidah ini seharusnya diterapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Kaidah bahasa

Indonesia lisan berbeda dengan kaidah bahasa asing lisan “yang penting paham”. Kaidah

bahasa Indonesia menekankan penggunaan bahasa yang berbeda-beda untuk tiap-tiap

situasi. Apabila dalam situasi formal harus menggunakan bahasa Indonesia ragam baku

dan sebaliknya jika berada pada situasi santai harus menggunakan bahasa Indonesia

ragam nonbaku.

Dewasa ini, masyarakat Indonesia tidak paham dengan kaidah-kaidah bahasa

Indonesia khususnya bahasa lisan. Rata-rata masyarakat Indonesia mencampurkan

bahasa Indonesia ragam nonbaku dan bahkan mencampurkan istilah-istilah asing ketika

berbicara dalam situasi formal. Hal ini terbukti dengan banyaknya penemuan penggunaan
216

bahasa Indonesia ragam nonbaku dan istilah asing oleh responden ketika peneliti turut

serta dalam kegiatan perkuliahan.

Pada keseluruhan peristiwa tutur ditemukan peristiwa bahasa yakni campur kode

bahasa Indonesia ragam nonbaku yang dilakukan oleh responden. Campur kode ragam

nonbaku yang dilakukan responden berupa kata, frase, dan klausa. Campur kode berupa

kata terdapat pada tuturan (1.7), (2.9), (3.13), dan (14.15) yakni kata kenapa, silahkan,

nggak, dan bakal. Campur kode berupa frase terdapat pada tutur (14.14) yakni frase nggak

papa dan campur kode berupa frase terdapat pada tuturan (14.14) yakni klausa jelasin

dan ngisi. Peristiwa bahasa ini membuktikan bahwa perolehan nilai negatif karakteristik

kesadaran adanya norma bahasa merupakan benar adanya. Kaidah bahasa Indonesia lisan

mewajibkan penutur bahasa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia ragam baku dalam

situasi formal tanpa dicampur dengan ragam nonbaku ataupun istilah asing.

Peristiwa bahasa ini terjadi karena kebiasaan responden menggunakan bahasa

Indonesia ragam nonbaku dan istilah asing dalam komunikasi harian. Responden juga

tidak memiliki pengetahuan mengenai kaidah-kaidah kebahasaan sehingga responden

menggunakan bahasa semau responden sendiri tanpa berpedoman ada kaidah yang

berlaku.

Nilai negatif responden untuk karakteristik kesadaran adanya norma bahasa ini

juga dibuktikan dengan adanya karya tulis responden yang telah dianalisis. Hasil analisis

menunjukkan bahwa responden tidak hanya buta kaidah bahasa Indonesia lisan

melainkan buta kaidah bahasa Indonesia segi tulisan. Hal ini berdasarkan temuan hasil

analisis seluruh karya tulis responden mengandung kesalahan dalam bidang morfologi
217

yakni penulisan kata depan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Berikut beberapa

kalimat yang memiliki kesalahan dalam bidang morfologi.

Kesalahan penulisan tersebut dikarenakan rata-rata masyarakat Indonesia merasa

kebingungan tentang perbedaan penulisan kata depan di, ke, dan dari dan kata kerja pasif.

Penulisan kata depan di, ke, dan dari berdasar pada ejaan bahasa Indonesia yang

disempurnakan adalah terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan

kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.

Sedangkan penulisan kata kerja pasif adalah harus serangkai dengan kata yang

menyertainya. Kesalahan ini termasuk kesalahan fatal karena keseluruhan karya tulis

mengandung kesalahan tersebut. Kesalahan ini apabila dibiarkan lambat laun akan

memusnahkan kaidah bahasa Indonesia tulis yang baik dan benar.

Kesalahan lainnya adalah penulisan kata majemuk yang terpisah pada karya tulis

IX, karya tulis X, dan XIV. Kesalahan penulisan kata majemuk tersebut seharusnya

serangkai sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan kaidah penulisan kata

majemuk yang mengandung unsur “anti”, “antar”, “baku”, “dasa”, dan lain-lain.

Penulisan ini berpedoman pada buku Analisis Kesalahan Berbahasa terbitan Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan responden baik segi lisan maupun tulisan

yang telah dijabarkan di atas menjadi bukti bahwa sikap bahasa yang dimiliki responden

memang cenderung negatif. Responden saat bertutur pada situasi formal melakukan

campur kode bahasa Indonesia ragam baku dan nonbaku, penyisipan istilah asing, dan

kesalahan fonologi berupa kesalahan penyebutan fonem. Hal ini menunjukkan bahwa
218

kesadaran adanya norma bahasa responden rendah atau negatif. Pada tuturan juga

ditemukan adanya penggunaan istilah asing yang mengindikasikan bahwa kesetiaan

bahasa responden juga termasuk dalam kategori rendah.

Peroleh negatif untuk kesadaran adanya norma bahasa juga dibuktikan oleh hasil

analisis karya tulis responden yang memiliki satu kesalahan fatal yakni kesalahan

morfologi berupa penulisan kata depan serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Kesalahan ini merupakan warisan masyarakat Indonesia yang harus segera ditanggulangi

agar tidak terjadi lagi kesalahan di kemudian hari.


219

BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 80 responden yang ada

di seluruh program studi yang ada di FKIP Universitas Mulawarman dapat disimpulkan

beberapa hal berikut.

1. Kesetiaan bahasa (Language Loyalty) yang dimiliki oleh responden

menunjukkan hasil cenderung negatif karena delapan dari lima belas soal

sesuai karakteristik ini bernilai 1,0-2,5 yang termasuk kategori negatif.

2. Kebanggaan bahasa (Language Pride) yang dimiliki oleh responden

menunjukkan hasil positif karena 12 dari 15 soal karakteristik ini bernilai 2,6-

3,0 yang termasuk kategori positif.

3. Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness of The Norm) yang dimiliki oleh

responden menunjukkan hasil negatif karena 16 dari 20 soal karakteristik ini

bernilai 1,0-2,5 yang termasuk kategori negatif.

4. Sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman

terhadap bahasa Indonesia adalah cenderung negatif karena perolehan nilai

dua dari tiga karakteristik pembangun kuesioner adalah negatif.

5. Sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP Universitas Mulawarman

terhadap bahasa Indonesia yang cenderung negatif dibuktikan dengan hasil

analisis rekaman dan karya tulis responden. Dalam rekaman terdapat


220

peristiwa bahasa berupa campur kode dan kesalahan bidang fonologi pada

keseluruhan tuturan responden dalam interaksi pembelajaran di kelas baik

untuk mata kuliah Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 1 ataupun diskusi

kelas. Pada karya tulis responden ditemukan kesalahan fatal yakni kesalahan

dalam bidang morfologi berupa penulisan kata depan serangkai dengan kata

yang mengikutinya, penulisan kata majemuk tidak serangkai yang terdapat

dan kesalahan ejaan . Hal ini terjadi karena ketidaktelitian responden dan juga

aplikasi pengetikan yang tidak memiliki kaidah bahasa Indonesia.

6.2 Saran

Setelah melakukan penelitian terhadap 80 mahasiswa jurusan nonbahasa FKIP

Universitas Mulawarman dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Diperlukan adanya penyuluhan tentang bahasa Indonesia terutama tentang kaidah

bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan bagi masyarakat umum khususnya

mahasiswa FKIP Universitas Mulawarman.

2. Diperlukan satu hari dalam seminggu pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan

benar tanpa dicampur bahasa asing ataupun bahasa gaul.

3. Diharapkan bagi mahasiswa supaya menumbuhkan kesetiaan terhadap bahasa

Indonesia dengan cara mempelajari istilah-istilah baru yang terdapat pada bahasa

Indonesia.

4. Diharapkan bagi mahasiswa untuk menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam penyusunan karya tulis.
221

5. Diperlukan adanya penelitian lanjutan di masa mendatang sebagai pembaruan

informasi mengenai sikap bahasa mahasiswa jurusan nonbahasa karena hasil

penelitian ini sifatnya sementara.


222

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Lionie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Martono, Nanang. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era

Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Perpustakaan Nasional. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

(Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009). Yogyakarta: Pustaka Timur.

Pusat Bahasa Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta:

Balai Pustaka.

Rahardi, Kunjana. 2001. Serpih-serpih Masalah Kebahasaindonesiaan. Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa.

Ramdhani, Neila. 2009. Sikap dan Beberapa Definisi Untuk Memahaminya. [Online].

Tersedia:http:/neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/09/bab2a1-

attitude.pdf. [01 Maret 2016]

Riduwan. 2013. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Saragih, Elza Lelyli Lisnora dan Beslina Afriani Siagian. 2014. Sikap Bahasa Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Beretnis Batak Dalam

Konteks Kedwibahasaan: Tinjauan Sosiolinguistik. Laporan Penelitian Dosen FKIP

Universitas HKBP Nommensen, Meda. Tidak diterbitkan.


223

Suryaman, Ukun. 1986. Dasar-dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Alumni.

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: FS UNS

Tarigan, Djago dan Lilis Siti Sulistyaningsih. 1996. Analisis Kesalahan Berbahasa.

Jakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai