Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang konsep-konsep yang terkait dengan tema penelitian yaitu

Pengaruh Kompetensi dan Kredensial Terhadap Mutu Profesi Keperawatan dan

Kinerja Perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Konsep-

konsep yang terkait dimaksudkan agar dapat memberikan kejelasan

tentang variabel yang akan diteliti.

A. Kinerja Perawat

1. Pengertian

Pengertian kinerja ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain

Menurut Payaman J.Simanjuntak (2011) kinerja adalah tingkat

pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja adalah hasil

pekerjaanyang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

Kinerja juga merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan, program dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis

suatu organisasi (Amstrong dan Baron,1998 dalam Payaman

J.Simanjuntak 2011)

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun

kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja tersebut dapat merupakan

12
penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Kinerja tidak terbatas pada

personel yang memangku jabatan, namun juga pada keseluruhan jajaran dalam

organisasi (Ilyas 2002 dalam Tutik 2015).

Kinerja atau performance adalah effort (upaya atau aktivitas) ditambah achievements

(hasil kerja atau pencapaian hasil upaya). (Supriyanto, Ratna dalam Nursalam 2015).

Sedangkan menurut Robbins mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara

kemampuan, motivasi, dan kesempatan

Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement) suatu program

kegiatan perencanaan strategis dan operasional baik secara kuantitas dan kualitas,

sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawabnya, legal dan tidak melanggar

hukum, etika dan moral. Kinerja sendiri merupakan penjabaran visi, misi, tujuan dan

strategi komunikasi. (Nursalam, 2015)

Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu tindakan perawat atau

pelaksanaan perawat dalam menentukan perencanaan secara menyeluruh baik pribadi

perawat atau dalam team untuk menjalankan visi dan misi sehingga perusahaan

supaya tercipta suatu hasil kerja sesuai dengan tujuan organisasi yang berkualitas,

efisiensi dan efektivitas.

2. Model Teori Kinerja

Dalam suatu organisasi penampilan kerja sangat di perlukan untuk mengetahui tingkat

produktivitas karyawannya. Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian

dari profesiansi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku

13
kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi

(level of performance). Individu ditingkat prestasi kerja disebut produktif. Job

performance (penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran

yang berlaku dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau

Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M X A,

dimana P (performance), M (motivasi), A (Ability), sehingga dapat dijelaskan bahwa

performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar).

Dapat dikatakan bahwa orang yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan

dasar yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya

dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi

rendah motivasinya (Wijono, 2000).

Model teori kinerja dan analisis dimana variabel individu di kelompokan pada sub

variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi

perilaku dan kinerja individu ( Gibson 1987 dalam Ilyas 2002). Kajian terhadap teori

kinerja, dilakukan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal.

Analisis yang dilakukan yaitu sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja

yaitu variabel individu, variabel psikologi dan variabel organisasi , sebagai berikut :

Model Teori Kinerja

14
Perilaku Individu
Variabel Individu Psikologis
(Apa yang dikerjakan)
Kemampuan dan
 Kinerja  Persepsi
Ketrampilan:
(Hasil yang diharapkan  Sikap
Mental, Fisik
Latar Belakang:  Kepribadian

keluarga, tingkat  Belajar
sosial,pengalaman
 motivasi
 Demografis:Umur,
etnis,jeniskelamin

Variabel Organisasi

 Sumber daya
 Kepemimpinan
 Imbalan
 Struktur
 Disign pekerjaan
 Supervisi
 kontrol

( Gibson 1987 dalam Ilyas 2002).

a. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang

dan geografis. Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama

yang mempengaruhi perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis

mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

b. Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar

dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,

pengalaman kerja sebelumnya dan variabel geografis. Variabel psikologis

merupakan variabel yang kompleks dan sulit diukur dan sukar mencapai

kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi

15
kerja pada usia, etnis, latar belakang, dan ketrampilan yang berbeda satu dengan

yang lainnya.

c. Variabel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kenerja individu

yang digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur dan desain pekerjaan. Sub variabel imbalan berpengaruh untuk

meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan

meningkatkan kinerja individu (Winardi, 2004).

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan motivasi.

Kemampuan adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam

pekerjaan tertentu. Kemampuan keseluruhan seseorang pada hakekatnya tersusun dari

faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Sedangkan motivasi adalah

kemauan atau keinginan di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak

(Wijono, 2000).

Menurut Nursalam (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah supervisi

dan gaya kepemimpinan. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung

dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk

kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk dan bimbingan yang

bersifat langsung guna mengatasinya. Gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga

faktor utama yaitu diri sendiri sebagai pemimpin, kelompok yang dipimpin dan

situasi.
Performa atau Penampilan kinerja adalah tampilan riil yang dapat dilakukan oleh

subyek di tempat kerja atau pada unit-unit layanan yang dibutuhkan. Faktor penentu

kinerja terdiri dari tiga faktor yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap atau nilai

dasar (Danim, 2008).

16
3. Penilaian Kinerja Perawat

Manajer setingkat kepala ruangan akan menilai kinerja perawat terhadap pelaksanaan

fungsi-fungsi manajemen yang telah diberikan kepada perawat pelaksana. Kinerja

keperawatan yang akan dinilai adalah penerapan asuhan keperawatan dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi sampai evaluasi.

Ilyas (2001) dalam Kurniadi (2013), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil

karya personal dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Robbins

(2002) dalam Nursalam (2014), mengemukakan bahwa kinerja karyawan (Employee

Performance) adalah tingkat dimana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan

pekejaan. Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang mengukur

kinerja karyawan.

Ilyas (2012) Penilaian Kinerja ada secara penilaian sendiri (self assesmen) yaitu

menilai diri sendiri, Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan

untuk mengukur dan memahami perbedaan individu, sering digunakan pada bidang

manajemen sumber daya manusia ( Ilyas, 2012) dan penilaian 360 derajat yaitu yang

menilaiAtasan, bawahan, mitra dan diri sendiri. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak

dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaan antara penilai, hanya

merupakan gambaran totalkinerja personil, kemungkinan terjadi bias dengan

kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang

merata(miner,1995 dalam Ilyas 2012)

4. Tujuan penilaian kinerja

Murphy (dalam Rivai 2005), tiga tujuan penilaian kinerja yang mempengaruhi

penilaian, yaitu : Tujuan penilaian dapat langsung mempengaruhi penilaian, tujuan

penilaian tidak langsung mempengaruhi penilaian, melalui proses kognitif dasar,

17
termasuk, observasi, ecoding dan pemanggilan, 3 tujuan penilaian dapat

mempengaruhi dimana penilai memasukkan informasi perilaku yang dinilai ketika

membuat judment tentang kinerjanya.

5. Sasaran Kinerja

Menurut Abdullah (2014), sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik

yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin

dicapai tersebut diselesaikan. Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur di

anataranya :

a. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja

b. The action atau performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh

performer

c. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan

d. An evalution method, tentang cara penelitian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai

e. The place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan.

6. Standar Kinerja

Menurut Muninjaya (2015) standar kinerja adalah sesuatu yang esensial, karena

evaluasi itu dilakukan dengan jalan membandingkan kinerja ternilai dengan standar

yang sudah ditetapkan. Standar kinerja yang baik harus realistis, dapat diukur,

mudah dipahami dengan jelas sehingga bermanfaat baik bagi organisasi maupun

bagi karyawan. Ada empat fungsi standar kinerja, antara lain :

a. Sebagai tolak ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan kinerja ternilai.

18
b. Memotivasi karyawan agar bekerja lebih keras untuk mencapai standar. Untuk

menjadikan standar kinerja yang benar-benar dapat memotivasi karyawan perlu

dikaitkan dengan reward atau imbalan dalam sistem kompensasi.

c. Memberikan arah pelaksanaan pekerjaan yang harus dicapai, baik kuantitas

maupun kualitas.

d. Memberikan pedoman kepada karyawan berkenaan dengan proses pelaksanaan

guna mencapai standar kinerja yang ditetapkan.

Standar kinerja yang efektif adalah standar kinerja yang dibuat berdasarkan

pekerjaan yang tersedia di organisasi itu, dipahami, disetujui, spesifik, terukur,

berorientasi pada waktu, tertulis, dan terbuka untuk menerima perubahan.

7. Faktor-Faktor Penilaian Kinerja

Menurut Muninjaya (2015) faktor penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam

proses penilaian kinerja individu. Faktor penilaian tersebut terdiri dari empat aspek,

yakni sebagai berikut :

a. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karayawan dalam pelaksanaan kerja (output)

biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan

berapa besar kenaikannya.

b. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan,

pelayanannya bagaimana, kesopanan, sikapnya, dan perilakunya baik terhadap

sesama karyawan maupun kepada pelanggan.

c. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaaan karyawan sesuai

tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahlian, seperti

kepemimpinan, inisiatif, komitmen.

d. Komporatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan

lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan.

19
1. Penilaian Kinerja Pelayanan Asuhan Keperawatan

Menurut Gillies (1996) dalam Kurniadi (2013), menyatakan bahwa penilaian adalah

suatu proses menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk

mengevaluasi kelayakan dan keefektifan tindakan. Perawat yang melakukan tindakan

akan bertanggung jawab, dimana hal ini akan meningkatkan akontabilitas perawat itu

sendiri. Tolok ukur penilaian yang berorientasi kepada perawat adalah berdasarkan

standar proses keperawatan.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar

praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan. Standar Praktik Keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000)

yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian

keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian

keperawaatan, meliputi pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis,

observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah

pasien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan

lain. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan

pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status bio-logis-

psikologissosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat

kesehatan yang optimal, resiko tinggi penyebab masalah.

b. Standar II : Diagnosa Keperawatan


20
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.

Kriteria proses meliputi: analisis data, interpretasi data, identifikasi masalah klien,

dan perumusan diagnosa keperawatan. Rumusan diagnosa keperawatan terdiri

dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari

masalah dan penyebab (PE). Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan

lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan keperawatan ulang dan

merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

c. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan pasien. Kriteria prosesnya, penetapan prioritas masalah,

tujuan dan rencana tindakan keperawatan. Bekerja sama dengan pasien dalam

menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan bersifat individual sesuai

dengan kondisi atau kebutuhan pasien, mendokumentasikan rencana pasien.

d. Standar IV : Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana

asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain,

melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien, memberikan

pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan

asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakan,

mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon pasien.

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

21
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan yang sudah ada.

Kriteria prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dan intervensi

secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar

dan respon pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan,

melakukan validasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat,

bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan, melakukan pendokumentasian hasil evaluasi dan memodivikasi

perencanaan.

B. Kompetensi

1. Pengertian

Kompetensi secara umum yaitu kemampuan untuk menjalankan pekerjaan secara

baik dan benar sesuai standard kompetensi keperawatan dan harapan masyarakat

(Undang-undang No.20 tahun 2003). Kompetensi mempunyai unsur gabungan

antara ketrampilan (skill),sikap (attitude) personal, dan pengetahuan (knowledge),

yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur

dan dievaluasi. Kompetensi juga mempersyaratkan kemampuan pengambilan

keputusan dan penampilan dalam melakukan praktik pelayanan secara aman dan

etis.

Pengertian Kompetensi mengacu pada kemampuan secara umum untuk

menjalankan sebuah pekerjaan atau bagian dari sebuah pekerjaan secara kompeten

(Prihadi, 2004).Kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu karakteristik dasar

individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang

dijadikan acuan, efektif atau berpenampilan superior di tempat kerja pada situasi

tertentu (Nursalam, 2008). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI Indonesia,

22
2005) menguraikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

melakukan suatu pekerjaan didasari oleh pengetahuam, ketrampilan dan sikap

sesuai dengan petunjuk kerja yang di tetapkan serta dapat terobservasi. Kompetensi

adalah kualitas dari pribadi atau kemampuan untuk melaksanakan tugas yang

diperlukan (Simamora, 2008)

2. Karakteristik Kompetensi

Ada 4 hal yang menjadi karakteristik kompetensi, yaitu:

a. Motif .

Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan oleh

seseorang yang akan menyebabkan munculnya suatu tindakan. Motif akan

mengarahkan dan menyeleksi sikap menjadi tindakan atau tujuan sehingga lain

dari yang lain.

b. Bawaan

Bawaan dapat berupa karakteristik fisik atau kebiasaan seseorang dalam

merespon suatu situasi atau informasi tertentu. Contoh kompetensi bawaan

adalah bertindak cepat dan tepat yang diperlukan oleh perawat gawat darurat.

c. Pengetahuan Akademik

Perawat harus memiliki informasi pada area yang spesifik. Pengetahuan

merupakan kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering kali

kurang bermanfaat untuk memprediksi kinerja seseorang ditempatnya bekerja

karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahua dan keahlian yang secara

nyata digunakan dalam pekerjaan.

d. Keahlian

23
Keahlian (skill) kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik dan mental.

Kompetensi keahlian mental atau kognitif meliputi pemikiran analitis

(memproses pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, serta

mengorganisasi data dan rencana) juga pemikiran konseptual

(pengenalan pola data yang kompleks).

3. Pengertian Kompetensi Keperawatan

Kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan dimiliki

oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan keperawatan (PPNI

Indonesia, 2005). Kompetensi perawat terdiri dari kompetensi teknis dan

kompetensi perilaku. Seseorang dikatakan memiliki kompetensi yang sesuai

dengan pekerjaannya, apabila dapat memanfaatkan secara optimal kedua

komponen utama kompetensi tersebut (Hutapea & Nurianna, 2008). Cakupan

kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap perawat Indonesia pada semua

jenjang (PPNI Indonesia, 2005) :

3.1 Menerapkan prinsip etika dalam keperawatan

3.2 Melakukan komunikasi interpersonal dalam Asuhan keperawatan

3.3 Mewujudkan dan memelihara lingkungan keperawatan yang aman

melalui jaminan kualitas dan manajemen risiko (patient safety)

3.4 Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah cedera pada Klien

3.5Memfasilitasi kebutuhan oksigen

3.6 Memfasilitasi kebutuhan elektrolit dan cairan

3.7 Mengukur tanda-tanda vital

3.8 Menganalisis, menginterpertasikan dan mendokumentasikan data

secara akurat

3.9 Melakukan perawatan luka

4.0 Memberikan obat dengan aman dan benar

24
4.1 Mengelola pemberian darah dengan aman

4.2 Mengukur tanda-tanda vital

Kompetensi seorang perawat adalah sesuatu yang terlihat secara menyeluruh oleh

seseorang perawat dalam memberikan pelayanan profesional kepada klien,

mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan pertimbangan yang dipersyaratkan

dalam situasi praktik. Kompetensi dalam dunia keperawatan mencerminkan hal-

hal sebagai berikut:

a. Pengetahuan, pemahaman, dan pengkajian.

b. Serangkaian keterampilan kognitif, teknik psikomotor, dan interpersonal.

c. Kepribadian dan sikap serta perilaku. Sikap yang perlu ditonjolkan sebagai

sosok perawat yang siap bekerja di luar negeri dengan karakteristik budaya

Indonesia adalah 3S ( Salam, Senyum, dan Semangat).

Kompetensi tidak hanya menyangkut bidang ilmu dan pengetahuan metodologi,

tetapi tidak kalah pentingnya adalah sikap dan keyakinan akan nilai-nilai sosok

perawat yang baik dan berpenampilan menarik. Standar kompetensi profesi

lebih berorientasi kepada kualias kinerja sehingga akan menggambarkan kinerja

seperti apa yang diharapkan dan dapat dilakukan oleh sesorang yang

mempunyai kompetensi tersebut (Nursalam, 2008).

Kompetensi Kerja adalah spesifikasi dari setiap sikap, pengetahuan, keterampilan

dan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan sesuai dengan

standar kinerja yang dipersyaratkan. Uji Kompetensi adalah proses penilaian baik

teknis maupun non teknis melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk

menentukan apakah seseorang kompeten atau belum kompeten pada suatu unit

kompetensi atau kualifikasi tertentu.

25
Kompetensi mendasari kinerja di pekerjaan yang dipengaruhi oleh:

1. Pengetahuan, kemampuan dan sikap

2. Gaya kerja, kepribadian,kepentingan/minat, dasar-dasar, nilai sikap, kepercayaan

dan gaya kepemimpinan

Jadi dapat disimpulkan kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melakukan suatu

pekerjaan yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh

sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan

seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja,

menunjukkan karakteristik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh

setiap individu dalam melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan

meningkatkan standar kualitas professionalisme dalam pekerjaan

3. Tujuan Uji Kompetensi

Tujuan uji kompetensi adalah untuk menilai dan menetapkan apakah peserta uji

sudah kompeten atau belum kompeten atas standar kompetensi yang diujikan.

Keputusan hasil uji kompetensi yang menyatakan kompeten, merupakan dasar dari

penerbitan sertifikat kompetensi.

4. Prinsip-prinsip Uji Kompetensi

Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam melaksanakan uji kompetensi adalah :

a. Valid, artinya : menilai apa yang seharusnya dinilai, bukti-bukti yang

dikumpulkan harus mencukupi serta terkini dan asli.

b. Reliabel, artinya : penilaian bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan

yang sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.

c. Fleksibel, artinya : penilaian dilakukan dengan metoda yang disesuikan

dengan kondisi peserta uji serta kondisi tempat uji kompetensi.

26
d. Adil, artinya : dalam penilaian tidak boleh ada diskriminasi terhadap peserta,

dimana peserta harus diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada

dengan tidak melihat dari kelompok mana dia berasal.

e. Efektif dan Efisien, artinya : tidak membuang-buang sumber daya dan waktu

dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang

ditetapkan. Uji kompetensi sedapat mungkin dilaksanakan di tempat kerja

f. Berpusat kepada Peserta Uji Kompetensi, artinya : proses pengujian difokuskan

kepada peserta uji kompetensi, dimana asesor memfokuskan diri pada

pengumpulan bukti-bukti yang diunjukkan oleh peserta uji. Kombinasi metode

yang tepat dapat digunakan untuk dapat menggali seluruh informasi yang

berkaitan dengan unjuk kerja yang dapat dikumpulkan dari peserta uji

kompetensi.

g. Memenuhi persyaratan keselamatan kerja, artinya : seluruh penilaian harus

dilaksanakan sejalan dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Pelaksanaan Uji Kompetensi

a. Pada langkah ini peserta mengajukan permintaan untuk mengikuti proses uji

kompetensi dengan mengisi formulir pendaftaran

b. Peserta mengisi formulir aplikasi uji kompetensi

c. Pemeriksaan Kelengkapan Aplikasi (Pra-Penilaian)


(pre assessment), difokuskan kepada kesesuaian dan kecukupan antara

buktibukti

d. Pelaksanaan Uji Kompetensi, Pada langkah ini menggambarkan proses yang

diperlukan untuk menilai peserta serta merekomendasikan apakah peserta

sudah kompeten atau belum kompeten.

e. Langkah-langkah uji kompetensi :

27
- Menetapkan standar kompetensi yang akan diujikan.

- Mempelajari standar kompetensi yang akan diujikan.

- Merencanakan uji kompetensi/penilaian.

- Melaksanakan Penilaian Mandiri.

- Melaksanakan Konsultasi Pra Uji/Penilaian.

- Melaksanakan Uji Kompetensi

- Mengkaji-ulang Uji Kompetensi

- Rekomendasi

- Keputusan dan Pemberitahuan (Ada dua alternatif keputusan penilaian, yaitu :

- Memberikan pengakuan (kompeten)

Keputusan ini menilai bahwa peserta sudah memenuhi seluruh bukti yang

diperyaratkan serta dinyatakan kompeten. - Menolak pengakuan (belum

kompeten)Keputusan ini menilai bahwa peserta belum dapat memenuhi bukti-bukti

yang dipersyaratkan dan dinyatakan belum kompeten.

f. Proses Banding : Bila peserta uji kompetensi tidak puas dengan keputusan

penilaian

g. Penguji Pencatatan hasil dan proses Penilaian, pada langkah ini penyelenggara

uji kompetensi melaksanakan pencatatan terhadap setiap hasil dan proses uji

kompetensi peserta untuk didokumentasikan sebagai data penilaian serta dijaga

kerahasiaannya.

6. Komponen yang membentuk kompetensi

Menurut Abdullah ada beberapa komponen yang dapat membentuk kompetensi

yaitu : Pengetahuan, Keterampilan, Konsep diri, Ciri diri, Motif. (Abdullah, 2014).

Menurut Sutrisno (2015) menjelaskan beberapa aspek yang terkandung dalam

konsep kompetensi sebagai berikut : Pengetahuan, Pemahaman, Kemampuan,

Nilai, Sikap, Minat


28
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi

Menurut Michael Zwell (2000) dalam Sudarmanto (2014), kompetensi seseorang

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

a. Keyakinan dan Nilai-nilai,Keahlian/ keterampilan, Pengetahuan, Pengalaman,

Karakteristik Kepribadian , Motivasi, Isu-isu Emosional, Kapasitas Intelektual,

Budaya Organisasi.

Budaya organisasi juga mempengaruhi kompetensi individu, seperti misalnya:

1) Penempatan karyawan yang tepat menurut prinsip manajemen SDM “The

right man on the right place” (menempatkan seseorang sesuai dengan

keahliannya)..

2) Sistem penghargaan yang proporsional

3) Pengambilan keputusan yang adil dan proporsional

4) Filosofi organisasi, visi, misi dan nilai-nilai yang dianut

5) Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada karyawan


6) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan

7) Proses organisasional yang mengembangkan kepemimpinan

C. Kredensial

1. Pengertian Kredensial

Kredensial keperawatan merupakan proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan

untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinik ( clinical privilege ) .

(Permenkes no 49 tahun 2013 ).

Rekredensial adalah reevaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki


kewenangan klinik untuk menentukan apakah yang bersangkutan masih layak di beri
kewenangan klinik untuk suatu periode terentu. ( Permenkes no 49 tahun 2013 ).
29
Kredensial Keperawatan adalah proses untuk menentukan dan mempertahankan

kompetensi Perawat. Kredensial adalah suatu proses menjamin tenaga keperawatan

kompeten dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien sesuai dengan

standar profesi. ( Permenkes Nomor 49 Tahun 2013).

White paper /buku putih adalah dokumen yang berisi syarat syarat yang harus di

penuhi oleh tenaga keperawatan yang di gunakan untuk menentukan kewenangan

klinik( Permenkes no 49 tahun 2013 ).

Kewenangan klinis keperawatan adalah uraian intervensi keperawatan dan kebidanan

yang dilakukan oleh tenaga keperawatan berdasarkan area prakteknya ( Permenkes no

49 tahun 2013 ).

Menurut Robert Priharjo, dalam buku berjudul Praktik Keperawatan Profesional

(1995) , Proses Kredensial adalah salah satu cara profesi keperawatan

mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas persiapan pendidikan anggotanya.

Menurut Robert Priharjo.

Ada 4 tahap proses Kredensial Keperawatan :

a. Lisensi. Seperti Surat Izin Kerja ( SIK), dan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP).

b. Registrasi. Seperti Surat Tanda Registrasi (STR).

c. Sertifikasi. Seperti Surat Uji Kompetensi profesi, dan sertifikat pelatihan.

d. Akreditasi. Terkait ijazah, sertifikat dan dokumen seperti di atas apakah sudah

terakreditasi atau belum

Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan

kelayakan pemberian kewenangan klinis. Pemberian kewenangan klinis (clinical

privilege) kepada seorang perawat dilakukan dengan melakukan suatu proses yang

30
disebut kredensial. Proses kredensial mencakup tahapan review, verifikasi dan

evaluasi terhadap dokumen – dokumen yang berhubungan dengan kinerja tenaga

keperawatan. (Permenkes No 49 tahun 2013)

Proses Kredensial bertujuan menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam

memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan kepada pasien sesuai dengan

standar profesi. Proses Kredensial mencakup tahapan review, verifikasi dan evaluasi

terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kinerja tenaga keperawatan.

(Permenkes No 49 tahun 2013)

Berdasarkan hasil proses Kredensial, Komite Keperawatan merekomendasikan kepada

kepala/direktur Rumah Sakit untuk menetapkan Penugasan Klinis yang akan

diberikan kepada tenaga keperawatan berupa surat Penugasan Klinis. Penugasan

Klinis tersebut berupa daftar Kewenangan Klinis yang diberikan oleh Kepala/Direktur

Rumah Sakit kepada tenaga keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan atau

asuhan kebidanan dalam lingkungan Rumah Sakit untuk suatu periode tertentu.

(Permenkes No 49 tahun 2013)

2. Tujuan Kredensial

a. Memberi kejelasan Kewenangan Klinis bagi setiap tenaga keperawatan

b. Melindungi keselamatan pasien dengan menjamin bahwa tenaga keperawatan yang

memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan memiliki kompetensi dan

Kewenangan Klinis yang jelas

c. Pengakuan dan penghargaan terhadap tenaga keperawatan yang berada di semua level

pelayanan.

31
3. Pelaksanaan Kredensial

Proses kredensial dilakukan oleh Sub Komite Kredensial di Komite Keperawatan

Rumah Sakit. Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural rumah sakit yang

mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga

keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan

pemeliharaan etika dan disiplin profesi sehingga pelayanan asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan kepada pasien diberikan secara benar (ilmiah) sesuai standar yang

baik (etis) sesuai kode etik profesi serta hanya diberikan oleh tenaga keperawatan

yang kompeten dengan kewenangan yang jelas (Permenkes No 49 tahun 2013)

4. Kredensial secara umum merupakan istilah yang memayungi lisensi, sertifikasi,

akreditasi dan

pendaftaran/registrasi yaitu :

a. Lisensi

Adalah bukti tertulis pemberian kewenangan kepada perawat untuk menjalankan

praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau di tempat praktik

mandiri. Lisensi ini dikeluarkan oleh dinas kesehatan kab/kota dalam bentuk Surat Ijin

Kerja Perawat (SIKP) dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).

a. SIKP adalah lisensi untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas

pelayanan kesehatan

b. SIPP adalah lisensi untuk menjalankan praktik keperawatan mandiri

b. Sertifikasi

Sertifikat Kompetensi adalah pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai

dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan atau memiliki prestasi di luar program

studinya. (PMK 46, 2013).

32
c. Registrasi

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki

sertifikat kompetensi dan telah memenuhi kualifikasi tertentu serta diakui secara

hukum untuk menjalankan praktik dan atau pekerjaan profesinya (PMK 46,2013).

Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh menteri kepada

tenaga kesehatan yang telah diregistrasi . Penjelasan tersebut tertuang dalam

Permenkes RI No. 46 tahun 2013

d. Akreditasi

Aspek kredensial yang terkait dengan akreditasi meliputi ijasah yang dikeluarkan oleh

institusi pendidikan. Hal ini berhubungan dengan persyaratan untuk memperoleh STR

dimana salah satu syaratnya memiliki ijasah. Ijasah tersebut akan diberikan atau

dikeluarkan oleh institusi pendidikan yang telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi

Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

1. Kewenangan Klinis (Clinical Privilege)

a. Pengertian

Pada dasarnya semua pelayanan kesehatan yang terjadi di sebuah rumah sakit dan

akibatnya menjadi tanggung jawab institusi rumah sakit itu sendiri, hal ini sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

perumahsakitan. Oleh karenanya rumah sakit harus mengatur seluruh pelayanan

kesehatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan sedemikian rupa agar aman

bagi pasien.

Dengan demikian, bila seorang perawat telah diizinkan melakukan pelayanan

kesehatan dan prosedur klinis lainnya di sebuah rumah sakit berarti yang

bersangkutan telah diistimewakan dan diberikan hak khusus (privilege) oleh

33
rumah sakit. Hak perawat tersebut disebut sebagai kewenangan klinis (clinical

privilege).

Kewenangan klinis (clinical privilege) tenaga keperawatan adalah kewenangan

yang diberikan oleh kepala rumah sakit kepada tenaga keperawatan untuk

melakukan asuhan keperawatan dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu

periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis. Penugasan

klinis adalah penugasan kepala/direktur rumah sakit kepada tenaga keperawatan

untuk melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan di rumah sakit

tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan baginya.

Kewenangan klinis diberikan kepada perawat dengan tujuan agar tidak

menimbulkan konflik di antara tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan lain dapat

merasa bahwa lahan pekerjaan yang dimilikinya dicampuri atau diambil alih oleh

pihak lain. Konflik yang timbul tentunya akan mempengaruhi kualitas pelayanan

dari perawat dan rumah sakit yang bersangkutan.

Dengan diaturnya kewenangan klinis tersebut maka setiap perawat akan

mempunyai batas yang jelas dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien. Pemberian kewenangan klinis juga bertujuan untuk melindungi

keselamatan pasien dengan menjamin bahwa tenaga keperawatan yang

memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan memiliki kompetensi dan

kewenangan klinis yang jelas (Permenkes, 2011).

Pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) kepada seorang perawat

dilakukan dengan melakukan suatu proses yang disebut kredensial. Kredensial

adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan

pemberian kewenangan klinis. Proses kredensial mencakup tahapan review,

34
verifikasi dan evaluasi terhadap dokumen – dokumen yang berhubungan dengan

kinerja tenaga keperawatan

2. Pelaksanaan Kredensial Keperawatan

Setiap ada perawat baru yang telah diterima sebagai pegawai, maka sebelum

penempatan wajib mengikuti kredensial.

Perawat yang akan mengikuti kredensial wajib membawa berkas yang dipersyaratkan

yaitu :

a. Mengisi form permohonan kredensial

b. Mengisi rincian kewenangan klinik

c. Menyiapkan ijazah terakhir,STR,SIK dan sertifikat yang berhubungan dengan

keperawatan minimal 5 tahun terakhir,asli dan foto kopinya.

d. Peserta kredensial menghadap kepada mitra bestari yang ditunjuk

e. Peserta kredensial mengikuti assessment kompetensi oleh asesor yang ditunjuk.

Setelah perawat tersebut dinyatakan kompeten melalui suatu proses kredensial,

Direktur RS/Pimpinan RS menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan untuk

melakukan serangkaian pelayanan klinik keperawatan tertentu dirumah sakit tersebut,

yaitu kewenangan klinik (clinical privilege) . Tanpa adanya kewenangan klinis

(clinical privilege) tersebut perawat tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan

keperawatan di rumah sakit. Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege)

perawat/perawat spesialis dapat berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi yang

sama, sesuai dengan ketetapan komite keperawatan tentang kompetensi untuk

melakukan tiap pelayanan keperawatan oleh perawat tersebut berdasarkan hasil proses

kredensial.

35
3. Pelaksanaan rekredensial keperawatan

Proses rekredensial harus dilalui oleh perawat yang telah berakhir kewenangan

klinisnya .Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinik habis masa

berlakunya atau dicabut oleh direktur rumah sakit. Surat penugasan klinis untuk

perawat yang memiliki masa berlaku periode 3 (tiga) tahun. Pada akhir masa

berlakunya surat penugasan tersebut komite keperawatan harus melakukan

rekredensial terhadap perawat yang bersangkutan.

Proses rekredensial :

a. Komite keperawatan mendapat data dari bidang keperawatan ,perawat yang akan

di kredensial sesuai PK nya.

b. Mengisi form permohonan rekredensial

c. Mengisi rincian kewenangan klinik sesuai PK

d. Menyiapkan ijazah terakhir,STR,SIK dan sertifikat yang berhubungan dengan

keperawatan minimal 5 tahun terakhir,asli dan foto kopinya, log book dan training

record.

e. Peserta rekredensial menghadap kepada mitra bestari yang ditunjuk

f. Peserta rekredensial mengikuti assessment kompetensi oleh asesor yang ditunjuk.

Pengkajian kredensial terdiri dari :

3.2 Kompetensi yakni area kompetensi keperawatan sesuai standar kompetensi

PPNI, kognitif, afektif, psikomotor,kompetensi fisik, kompetensi mental/perilaku,

perilaku etis.

3.3 Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat kompetensi dan cakupan

praktik

3.4 Daftar rincian kewenangan klinis diperoleh dengan:

3.1. Menyusun daftar kewenangan klinis dilakukan dengan meminta masukan

dari setiap perawat ahli

36
3.5 Mengkaji kewenangan klinis bagi perawat Pemohon dengan menggunakan

daftar rincian kewenangan klinis

3.2. Mengkaji ulang daftar rincian kewenangan klinis bagi keperawatan

dilakukan secara periodic

3.3. Rekomendasi pemberian kewenangan klinis dilakukan oleh komite

keperawatan berdasarkan masukan dari subkomite kredensial

4. Subkomite kredensial melakukan rekredensial bagi setiap perawat yang

mengajukan permohonan pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan

klinis dengan rekomendasi sebagai berikut:

4.1. Kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan

4.2. Kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah

4.3. Kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi

4.4. Kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu

4.5. Kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi

4.6. Kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri

Bagi keperawatan yang ingin memulihkan kewenangan klinis yang dikurangi

atau menambah kewenangan klinis yang dimiliki dapat mengajukan permohonan

kepada komite keperawatan melalui direktur rumah sakit. Selanjutnya, komite

keperawatan menyelenggarakan pembinaan profesi antara lain melalui

mekanisme pendampingan

4. Berakhirnya kewenangan klinis

Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis (clinical appointment)

habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala atau direktur rumah sakit. Surat

penugasan klinis untuk setiap tenaga perawat memiliki masa berlaku untuk periode

tertentu, misalnya dua tahun. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut

rumah sakit harus melakukan rekredensial terhadap tenaga perawat yang

37
bersangkutan. Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses

kredensial awal sebagaimana diuraikan di atas karena rumah sakit telah memiliki

informasi setiap staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit

tersebut.

5. Pencabutan, perubahan/modifikasi dan pemberian kembali kewenangan klinis.

Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh kepala atau direktur

rumah sakit didasarkan pada kinerja profesi di lapangan, misalnya perawat yang

bersangkutan terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental. Selain itu,

pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan kerja

yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari komite

keperawatan. Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat

diberikan kembali bila tenaga perawat tersebut dianggap telah pulih kompetensinya.

Dalam hal kewenangan klinis tertentu seorang perawat diakhiri, komite medik akan

meminta subkomite mutu profesi untuk melakukan berbagai upaya pembinaan agar

kompetensi yang bersangkutan pulih kembali. Komite keperawatan dapat

merekomendasikan kepada kepala/direktur rumah sakit pemberian kembali

kewenangan klinis tertentu setelah melalui proses pembinaan.

D. Mutu Profesi keperawatan

a. Pengertian

Mutu Profesi tenaga keperawatan mempunyai pengertian adalah pelayanan

yang diberikan oleh perawat sebagai profesi berkualitas ,tersedia dan

terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar professional /

etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani.

(adalah tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat

38
standar professional / etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi

pasien yang dilayani. (PMK No 49, 2013)

Mutu profesi tenaga keperawatan harus selalu ditingkatkan melalui program

pengembangan profesional berkelanjutan yang disusun secara sistematis,

terarah dan terpola atau terstruktur. Dalam rangka menjamin kualitas

pelayanan atau asuhan keperawatan dan kebidanan, maka tenaga

keperawatan sebagai pemberi pelayanan harus memiliki kompetensi, etis dan

peka budaya. Mutu profesi tenaga keperawatan harus selalu ditingkatkan

secara terus menerus sesuai perkembangan masalah kesehatan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, perubahan standar profesi, standar pelayanan

serta hasil-hasil penelitian terbaru. (PMK No 49, 2013)

Mutu Profesi yang tinggi akan meningkatkan percaya diri, kemampuan

mengambil keputusan klinik dengan tepat, mengurangi angka kesalahan

dalam pelayanan keperawatan dan kebidanan. Akhirnya meningkatkan

tingkat kepercayaan pasien terhadap tenaga keperawatan dalam pemberian

pelayanan keperawatan dan kebidanan. (PMK No 49, 2013)

b. Tujuan

Memastikan mutu profesi tenaga keperawatan sehingga dapat memberikan

asuhan keperawatan dan kebidanan yang berorientasi kepada keselamatan

pasien sesuai kewenangannya.

c. Ruang lingkup Mutu Profesi ;

Membuat Data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik,

39
Perencanaan pengembangan profesional berkelanjutan tenaga keperawatan,

Pelaksanaan audit asuhan keperawatan, Memfasilitasi proses pendampingan

sesuai kebutuhan.

d. Mekanisme kerja

Koordinasi dengan Bidang Keperawatan untuk memperoleh data dasar tentang

profil tenaga keperawatan di Rawat Jalan RSIJ Cempaka Putih,

Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi yang berasal dari data subkomite

Kredensial sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan

perubahan standar profesi. Hal tersebut menjadi dasar perencanaan CPD,

Merekomendasikan perencanaan CPD kepada unit yang berwenang;

Koordinasi dengan praktisi tenaga keperawatan dalam melakukan

pendampingan sesuai kebutuhan, . melakukan audit keperawatan

e. Profile tenaga di Rawat Jalan :

-. Pendidikan D3 masa kerja minimal 5 tahun, S1 masa kerja minimal 3 tahun

- Pelatihan : Komunikasi efektif. Customer service, Handling Komplain, BHD,

Pencegahan Infeksi, K3, komputer (RME)

- Uji Kompetensi : Kompeten

- Kewenangan Klinis : Minimal PK II (Menangani pasien dengan kasus

kompleks)

- Lisensi : Mempunyai STR,SIKP, Sertifikat dan Ijazah, yang masih berlaku

- Mutu Profesi : Pengetahuan luas, terampil dan sikap ramah dan sopan
6. Teori model keperawatan Patricia Benner
Sesuai dengan judul tesis maka teori keperawatan yang sesuai yaitu teori model

keperawatan Patricia Benner.Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat

keabstrakannya, dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice

theory. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan
40
dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam keadaan

sehat dan sakit, serta berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi. Filosofi

belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan sehingga perlu dijabarkan

dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit. Salah satu teori filosofi keperawatan adalah

teori “From Novice To Expert” yang dikembangkan oleh Patricia Benner yang

menjelaskan adanya 5 tingkat/tahap akuisisi peran dan perkembangan profesi meliputi

Novice, Advance Beginner, Competent, Proficient and Expert. (I Wayan Sudarta, 2015)

Penjelasan dari ke lima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Novice (Pemula)

Tingkat Novice (pemula) pada akuisisi peran pada Dreyfus Model adalah seseorang

tanpa latar belakang pengalaman pada situasinya. Perintah yang jelas dan atribut yang

obyektif harus diberikan untuk memandu penampilannya. Disini sulit untuk melihat

situasi yang relevan dan irrelevan. Secara umum level ini diaplikasikan untuk

mahasiswa keperawatan

2. Advance Beginner (Pemula Lanjut)

Advance Beginner (pemula lanjut) dalam Model Dreyfus adalah ketika seseorang

menunjukan penampilan mengatasi masalah yang dapat diterima pada situasi nyata.

Advance Beginner mempunyai pengalaman yang cukup untuk memegang suatu

situasi. Advance Beginner mempunyai responsibilitas yang lebih banyak pengalaman.

Benner menempatkan perawat yang baru lulus pada tahap ini.

3. Competent (Kompeten)

Menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik aktual dengan mengikuti kegiatan

yang lain, Advance beginner akan menjadi Competent. Tahap Competent dari

Model Dreyfus ditandai dengan kemampuan mempertimbangkan dan membuat

41
perencanaan yang diperlukan untuk suatu situasi dan sudah dapat dilepaskan.

Perawat competent dapat menunjukan responsibilitas yang lebih pada respon

pasien, lebih realistik dan dapat menampilkan kemampuan kritis pada dirinya

4. Proficient (Mahir)

Perawat pada tahap ini menunjukan kemampuan baru untuk melihat perubahan

yang relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan mengimplementasikan respon

ketrampilan dari situasi yang dikembangkan. Mereka akan mendemonstrasikan

peningkatan percaya diri pada pengetahuan dan ketrampilannya. Pada tingkatan ini

mereka banyak terlibat dengan keluarga dan pasien.

5. Expert (Ahli)

Benner menjelaskan pada tingkatan ini perawat expert mempunyai pegangan

intuitiv dari situasi yang terjadi sehingga mampu mengidentifikasi area dari

masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu untuk membuat diagnosa alternatif

dan penyelesaian. Perubahan kualitatif pada expert adalah “mengetahui pasien”

yang berarti mengetahui tipe pola respon dan mengetahui pasien sebagai manusia.

Aspek kunci pada perawat expert adalah : Menunjukan pegangan klinis dan sumber

praktis, Mewujudkan proses know-how, Melihat gambaran yang luas, Melihat

yang tidak diharapkan

42
7. Kerangka Teori Penelitian
Skema kerangka teori
Kredensial
Keperawatan:
Lisensi (SIK)
Registrasi (STR)
Sertifikasi (Uji
kompetensi,
Kewenangan
klinik,sertifikat
pelatihan)

Teori Model Mutu Profesi


Patrisia Benner : Keperawatan : Kinerja
Novice Profil tenaga Perawat :
Advance Beginner perawat, Pengkajian
Competent Audit mutu : Diagnosa
Proficient Dokumentasi Pelaksanaan
Expert asuhan Evaluasi
keperawatan,
Ketrampilan/tindak
an keperawatan,
Persepsi kepuasan
Klien

Kompetensi
Perawat :
Pengetahuan
Ketrampilan
Sikap
Aplikasi Perilaku
Islami (API)

Sumber : I. Wayan Sudarta (2015), Syafrudin (2014), , Abdulah (2014) Permenkes 49


(2013). PPNI (2010)

43

Anda mungkin juga menyukai