Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Kritis Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan dan Pengajaran

- Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak
secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Ki Hajar Dewantara (KHD) berkeyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang
beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pemikiran Ki
Hajar Dewantara tersebut menegaskan bahwa pendidikan dan pengajaran tidak dapat
dipisahkan. Ki Hajar Dewantara juga mencetuskan semboyan yang sangat menginspirasi dalam
dunia pendidikan: Ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun
karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang
memberi dorongan). Trilogi semboyan pendidikan tersebut hingga kini terus berusaha
diwujudkan dalam pengajaran dan pendidikan di Indonesia.
- Secara teoretik pemikiran KHD telah relevan dengan konteks pendidikan Indonesia. Menilik
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,
pemikiran KHD telah terserap dalam kerangka pemikiran titik keberhasilan pendidikan secara
nasional. Permasalahannya, secara praktik pemikiran-pemikiran KHD tentang pendidikan dan
pengajran belum mampu secara utuh dan konsisten hidup dalam masyarakat pendidikan
nasional.
- Saat ini pendidikan belum memberikan tuntunan pencapaian kodrat diri anak dan kebahagiaan
dalam proses belajar. Sekolah masih harus terus berbenah agar mampu menjadi wadah
tumbuhnya kodrat diri para peserta didik secara optimal. Pendidik masih harus terus belajar
agar tidak abai "menuntun" siswanya untuk mencapai kodrat diri dan terus mencoba
menerapkan trilogi pendidikan pemikiran KHD di tengah tuntutan administrasi yang
menggunung. Tuntutan ambang batas angka ketuntasan belajar harus dikaji kembali, karena
sedikit banyak membuat peserta didik tertekan dalam proses belajar, jelas hal itu bukan menjadi
sebuah keselamatan dan kebahagiaan dalam belajar. Sebagai refleksi dalam kehidupan sehari-
hari penulis sebagai pendidik, pemikiran KHD memang belum optimal diwujudkan. Proses
transfer ilmu berfaedah demi kecakapan peserta didik memang sudah senantiasa dilakukan
secara lahir, namun proses transfer ilmu secara batin masih harus dipertanyakan.

- Kadang-kadang penulis masih menganggap bahwa menjadi guru hanyalah sekadar profesi
sehingga menyisihkan proses menuntun dalam keseharian mendidiknya. Trilogi semboyan
pendidikan KHD juga belum mampu penulis terapkan dengan maksimal dalam proses
pengajaran di sekolah. Hal-hal inilah yang hingga kini terus penulis jadikan bahan renungan
untuk terus belajar.
- Dengan mempelajari modul 1.1 ini secara komprehensif, penulis berharap mendapatkan energi
dan impak positif . Selain berharap mampu memahami pemikiran filosofis pendidikan Ki Hadjar
Dewantara secara utuh menyeluruh hingga mampu menerapkannya untuk diri sendiri sebagai
pendidik, penulis juga berharap agar mampu menuntun peserta didik untuk mencapai kodrat
diri, bahagia dalam setiap pembelajaran, tanpa tekanan dalam belajar dan mampu menjadi
manusia yang bermanfaat di masyarakat.
- Dalam pembelajaran modul 1.1, penulis berekspektasi adanya kegiatan diskusi secara mendalam
terhadap menerapan pemikiran KHD dalam keseharian pengajaran di sekolah dan pembahasan
metode pengajaran yang mampu menuntun anak mencapai dan menguatkan kodrat anak.

Anda mungkin juga menyukai