Anda di halaman 1dari 4

Pengantar

Manusia tidak pernah sepi akan masalah, bahkan penyelesaian masalah tertentu kadang
memunculkan masalah baru, yang perlu dicari pemecahannya. Masalah adalah perbedaan antara
kenyataan yang dihadapi dengan sesuatu yang dinginkan atau dikehendaki, dan masalah
tersebut menuntut untuk segera dipecahkan atau diselesaikan.

Dengan kata lain, masalah perlu disikapi oleh SDM – baik pribadi maupun dalam kapasitas
anggota organisasi – sebagai kesempatan memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru
untuk menangani dan menjalankan roda organisasi.
Menurut (Duncan, 2003), untuk memahami pemecahan masalah, perlu mengikuti sejumlah
langkah, yakni:
1. Memperoleh informasi seberapa banyak pencarian informasi tergantung pada:
a. The information from which one begins: lebih sedikit informasi untuk mengambil
keputusan apabila persoalan sudah biasa dibanding persoalan baru dan belum biasa
dihadapi. Badingkan misalnya keputusan untuk memperluas investasi pada bidang yang
sangat menguntungkan vs menutup pabrik di kota kecil.
b. Related to the uncertainty in a situation. Aturan umum: semakin besar ketidak pastian,
semakin besar pencarian yang diperlukan.
c. Personality and background of the problem solver: orang yang terlibat dalam pemecahan
masalah memiliki gagasan seberapa banyak kebebasan yang mereka miliki dalam
pengambilan keputusan.

2. bertindak dalam pengambilan keputusan


Selanjutnya Duncan mengatakan bahwa pilihan yang diambil seseorang merupakan
elemen umum dari semua perilaku. Setiap pagi orang harus mengambil keputusan. Hanya
saja keputusan pribadi lebih sederhana dibanding keputusan organisasi, dan ada yang
diputuskan dengan cepat ada yang agak lambat karena membutuhkan berbagai
pertimbangan.
3. ketidak sesuaian dengan kesadaran/ cognitive dissonance (p.124-128).
Sebagai konsekuensi dari setiap keputusan. Artinya.penyelesaian masalah lebih luas dari
pengambilan keputusan, karena masih harus mempertimbangkan konsekuensi keputusan
yang diambil.

Selanjutnya, Kast and Rosenzweig (1985) menyebut bahwa dalam pemecahan masalah
perlu diperhatikan dua hal, yaitu diagnosis dan tindakan. Keduanya harus seimbang dan
dijalankan dengan baik dan benar. Over-diagnosis menyebabkan di mana organisasi tidak
berani dan tidak pernah bertindak, dan under-diagnosis yang akan menghasilkan
“extinction by instinct”, di mana organisasi terlalu cepat bertindak.
Dari uraian sebelumnya tentang kaitan pemecahan masalah dengan pengambilan
keputusan sebenarnya telah dapat dikemukakan tahap-tahap yang dilalui dalam pemecahan
masalah. Namun untuk melengkapi uraian tersebut, Kast dan Rosenzweig (1985)
mengemukakan bahwadalam pemecahan masalah biasanya dilalui tahap-tahap berikut (p. 635-
637):
1. Problem sensing, mengidentifikasi kesenjangan antara situasi yang dipersepsi dengan
situasi yang diharapkan.
2. Refining the problem untuk meyakinkan bahwa anggota organisasi sepakat dan sepaham
tentang batasan persoalan yang dihadapi. Misalnya, siapa yang terlibat, siapa
penyebabnya, macam persoalan, tujuan penyelesaian persoalan, dan bagaimana menilai
hasilnya.
3. The generation of alternative solutions, yakni bertukar pikiran untuk menganalis setiap
alternatif pemecahan.
4. The evaluation phase, yang mencakup identifikasi tahapan tindakan tentatif,
mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi, merefining dan memilih solusi terbaik;
5. Planning action steps Mengacu pada proses merencanakan langkah-langkah konkret yang
harus diambil untuk mencapai tujuan tertentu
6. Implementing action steps adalah tahap di mana rencana tindakan yang telah dirancang
dijalankan dalam praktiknya Data Protection
7. Following up adalah kegiatan untuk melanjutkan memonitor kemajuan, perkembangan
atau status suatu tindakan setelah tahap Implementasi.

Ada tiga sifat pemecahan masalah pada umumnya yaitu substansi, struktural atau teknis
(Duncan, 1981).

1. Substansi misalnya, keputusan tertentu dalam notula rapat tidak seperti diputuskan, atau
dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan keputusan. Dengan kata lain, terjadi
penyimpangan. Cara mengatasi hal seperti ini lebih bersifat single-loop learning (Luthan,
2008) hanya memperbaiki kekeliruan.

2. Hal struktural adalah masalah yang diakibatkan sistem. Barangkali sistem tidak berubah,
tetapi keadaan berubah dan sistem tidak mampu menjawab tantangan jaman, sehingga
yang dulu tidak dianggap masalah, sekarang dianggap sebagai masalah. Misalnya,
ketidak adilan, kemiskinan dan keterbelakangan dahulu dianggap sebagai sesuatu yang
alami/natural, tetapi dewasa ini dianggap sebagai masalah yang harus diselesaikan.

3. Hal teknis misalnya kemacetan mesin, tetapi bisa juga karena ketidakmampuan
menangani persoalan tertentu. Dalam hal pertama, mungkin cukup dengan single loop
learning, tetapi dalam hal kedua, perlu double loop learning mengubah keterampilan
karyawan.

Setiap saat manusia diperhadapkan pada persoalan yang membutuhkan jalan keluar.
Pilihan atas jalan keluar tentang setiap persoalan merupakan pengambilan keputusan, karena itu
pemecahan persoalan (problem-solving) tidak terpisahkan dari pengambilan keputusan.

Decision making atau pengambilan keputusan adalah suatu usaha yang rasional dari
administrator untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pada bagian awal dari fungsi
perencanaan. Böhm dan Brun (2008) mendefinisikan proses pengambilan keputusan sebagai
suatu proses melakukan evaluasi terhadap dua atau lebih dari pilihan yang ada, dalam rangka
meraih atau menentukan kemungkinan hasil yang terbaik.
Secara lebih rinci, Gibson, Solso, Maclin & Maclin (dalam Syafrina dan Nu'man, 2010)
membagi proses pengambilan keputusan pemimpin atas tujuh aspek.
1. Membuat tujuan yang spesifik dan objektif
Agar dapat memperoleh hasil yang efektif dari suatu keputusan yang diambil, setiap individu
harus mampu membuat prioritas tujuan secara spesifik dan objektif yang berorientasi pada
solusi atas masalah-masalah yang dihadapi.
2. Menentukan permasalahan
Menentukan permasalahan dalam proses pengambilan keputusan adalah proses menyeleksi
masalah-masalah utama yang membutuhkan prioritas untuk diselesaikan PEKANBARU
3. Membuat alternatif pilihan.
Membuat alteratif pilihan dalam proses pengambilan keputusan adalah mengidentifikasi
berbagai kemungkinan cara yang secara potensial dapat dilakukan dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
4. Mengevaluasi alternatif pilihan.
Mengevaluasi alternatif pilihan dalam proses pengambilan keputusan adalah menimbang
berbagai pilihan terbaik dari berbagai alternatif pilihan yang paling mungkin untuk
dilaksanakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.
5. Memilih alternatif.
Memilih alternatif dalam proses pengambilan keputusan adalah menentukan pilihan terbaik
dari banyaknya alternatif pilihan berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah dilakukan.
6. Melaksanakan keputusan.
Melaksanakan keputusan berdasarkan pilihan terbaik yang telah ditentukan dari berbagai
alternatif pilihan yang diasumsikan efektif dalam mencapai tujuan
7. Kontrol dan evaluasi
Kontrol dan evaluasi dalam proses pengambilan keputusan adalah mengontrol konsekuensi
dari keputusan yang diambil dan melakukan evaluasi sejauhmana keputusan tersebut efektif
dalam mengatasi masalah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan.
a. Faktor Kebudayaan, Berhubungan dengan pengaruh teknologi, pola berfikir, sosial sub budaya dan
kelas sosial

b. Faktor Sosial, Berhubungan dengan pengaruh kelompok, referensi, keluarga, peranan dan status.
c. Faktor Perorangan, Sangat erat hubungannya dengan usia, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup
dan kepribadianseseorang dalam melakukan tindakan pengambilan keputusan.
d. Faktor Psikologi, Berhubungan dengan motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan
pengambilan keputusan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktoreksternal mencakup
faktor kebudayaan dan faktor sosial sedangkan faktor internal mencakup faktor perorangan dan
faktor psikologi.
1.

Anda mungkin juga menyukai