Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR

Simulasi Persilangan Monohibrid

OLEH
ANASTASYA VIRGINIA T. PHILIPUS
31190320

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS BIOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda.
Praktiku ini dilakukan karena makhluk hidup melangsungkan keturunannya dengan
cara berkembangbiak. Perkembangbiakan pada hewan, tumbuhan dan manusia dapat
berlangsung secara vegetatif maupun generatif. Dengan persilangan dilakukannya
persilangan monohibrid ini dapat memperkirakan sifat-sifat atau gen apa yang di
bawa sang induk ke keturunannya.
Genetika menjadi dasar bagi pengembangan ilmu biologi maupun ilmu lain yang
terkait juga dengan biologi. Penurunan sifat atau hereditas mendapat banyak perharian
bagi para peneliti. Peneliti yang populer ialah Gregor Johann Mendel. Dalam
penelitiannya Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan juga hukum Mendel II.
Mendel melakukan persilangan satu sifat beda atau persilangan monohubrid, dengan
tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasinya. Dalam
percobaannya Mendel menggunakan kacang ercis. Digunakan kacang ercis karena
kacang ercis memiliki tujuh sifat beda yang mencolok sehingga dapat melakukan
persilangan sendiri. Persilangan ini membuktikan hukum Mendel I yang disebut juga
dengan hukum segregasi. Hukum segregasi menjelaskan tentang pemisahan alel
selama pembentukan gamet dan juga pembuahan itu akan mengembalikan alel
menjadi berpasangan (Yatim, 2003).
Sebagai salah satu kesimpulan dari percobaan monohibridnya, Mendel
menyatakan bahwa setiap sifat dari organisme ditentukan oleh faktor, yang kemudian
disebut gen. Faktor atau gen tersebut diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Dalam setiap tanaman terdapat dua faktor (sepasang) untuk masing-masing sifat, yang
kemudian dikenal dengan istilah dua alel. Satu faktor berasal dari tetua jantan dan satu
faktor lainnya berasal dari tetua betina. Dalam penggabungan tersebut setiap faktor
atau gen tetap utuh dan juga selalu mempertahankan identitasnya. Pada saat
pembentukan gamet, setiap faktor atau gen dapat dipisah secara bebas. Peristiwa ini
dikenal dengan hukum segregasi. Perbandingan pada F2 untuk ciri dominan : resesif =
3 : 1, terjadi karena adanya proses penggabungan secara acak gamet-gamet betinadan
jantan dari F1(Kimball, 1983).
Bukti-bukti Mendel untuk menjelaskan teori partikulat mengenai pewarisan yaitu:
1. Persilangan tanaman tinggi pendek;
Pada keturunan F1 semua keturunan berbatang tinggi, pada keturunan F2 26%
berbatang pendek dan 74% berbatang tinggi. Hukum segregasi Mendel mengikuti
proses miosis.
2. Individu heterozigot untuk alel tinggi (T) dan alel pendek (t).
Setelah kromosom mengganda, melalu miosis I dan II menghasilkan sel-sel haploid.
Tiap-tiap sel memiliki sel tunggal untuk tinggi tanaman,baik T atau t, maka alel T dan
t bersegregasi bebas satu sama lain.
3. Selama fertilisasi alel bergabung secara acak.
Keturunan memiliki rasio genotipe: 1TT : 2Tt : 1tt dan rasio fenotipe 3 tinggi : 1
pendek.
Mendel menggunakan ukuran sampel yang sangat besar dan mencatat hasilnya
dengan akurat. Mendel mendeskripsikan empat konsep terkait yang menyusun model
Mendel, yaitu:
1. Versi alternatif gen menyebabkan varisasi dalam karakter yang diwarisi.
2. Untuk setiap karakter, organisme mewarisi dua alel, satu dari masing-masing
induk.
3. Jika dua alel pada suatu lokus berbeda, maka salah satunya (alel dominan)
menurunkan kenampakan organisme, pada alel yang satu lagi (alel resesif) tidak
memiliki efek pada kenampakan organisme.
4. Hukum segregasi, dua alel untuk suatu karakter terwarisan bersegregasi (memisah)
selama pembentukan gamet dan akhirnya berada dalam gamet-gamet yang berbeda
(Campbell, 2002).
Perbandingan fenotipe yang ditemukan dalam persilangan monohibrid tidak
sepenuhnya merupakan perbandingan yang pasti. Dalam kejadian nyata terdapat
penyimpangan atau deviasi. Perbandingan hasil persilangan di dalam kenyataan
berbeda atau memiliki selisih dengan perhitungan (Suryo, 2008).

1.2 Tujuan
1. Membuktikan hukum I segregasi Mendel
2. Untuk memahami dan mengetahui fenotip dan genotip dari persilangan
monohibrid dari percobaan 1, 2, dan 3.
BAB II
METODE
2.1 Alat
1. 2 Ember
2. 2 Cawan petri
2.2 Bahan
1. 100 kancing hitam
2. 100 kancing putih
2.3 Cara Kerja

Alat dan bahan dipersiapkan.

100 kancing yang terdiri dari50 kancing


hitam dan 50 kancing putih dimasukan
kedalam kedua ember.

Lalu kancing-kancing tersebut diambil


secara acak dari dalam kedua ember lalu
letakkan kancing yang sudah diambil ke
cawan petri.

Kegiatan tersebut dilakukan secara terus


menerus samapi kancing yang ada didalam
ember habis.

Hasil perbandingan yang sudah diperoleh


dicatat untuk menentukan perbandingan
genotipe dan fenotipenya .
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1 hasil percobaan simulasi persilangan monohibrid
No Percobaan ke- Perbandingan Genotipe Perbandingan Fenotipe
1. Percobaan ke-1 1 : 1,6 : 1 2,6 : 1
(HH : Hh : hh) (hitam : putih)
2. Percobaan ke-2 1 : 2,1 : 1 3,1 : 1
(HH : Hh : hh) (hitam : putih)
3. Percobaan ke-3 1:2:1 3:1
(HH : Hh : hh) (hitam : putih)

3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas tentang persilangan monohibrid. Monohibrid
sendiri ialah persilangan antar dua individu dengan satu sifat beda. Dan pada
praktikum simulasi persilangan monohibrid kali ini menggunakan masing-masing 100
kancing berwarna hitam dan juga 100 kancing berwarna putih sebagai model gen.
Kancing yang berwarna hitam diumpamakan sebagai gen hitam yang membawa sifat
dominan (HH) dan untuk kancing yang berwarna putih diumpamakan sebagai gen
putih yang membawa sifat resesif (hh).
Pada praktikum simulasi persilangan monohibrid kali ini dilakukan percobaan
sebanyak tiga kali dengan hasil perbandingan genotipe maupun hasil perbandingan
fenotipe yang berbeda-beda. Pada percobaan yang pertama diperoleh jumlah kedua
kacing berwana hitam (HH) adalah 28, lalu jumlah kacing berwarna hitam putih (Hh)
adalah 44, dan jumlah kedua kancing berwarna putih (hh) adalah 28. Dengan begitu
pada percobaan ke-1 yang sudah dilakukan perbandingan genotipe yang didapatakan
adalah 1 : 1,6 : 1 (HH : Hh : hh) dan perbandingan fenotipe yang didapatkan adalah
2,6 : 1 (hitam : putiih).
Setelah melakukan percobaan yang pertama dan menuliskan hasil perbandingan
genotipe dan juga fenotipenya, lakukan lagi percobaan yang kedua dengan melakukan
hal yang sama. Dan pada percobaan yang kedua, hasil yang diperoleh berbeda dengan
dengan hasil percobaan pada percobaan yang ke-1. Pada percobaan yang ke-2 ini hasil
yang diperoleh pada kancing yang keduanya hitam (HH) adalah 24, lalu pada kancing
berwarna hitam putih (Hh) hasil yang diperoleh adalah 55, dan pada kancing yang
keduanya berwarna putih (hh) di peroleh hasil 24. dengan hasil tersebut pada
percobaan yang ke2 ini perbandingan genotip yang didapatkan adalah 1 : 2,1 : 1 (HH :
Hh : hh) dan perbandingan fenotipe yang didapatkan adalah 3,1 : 1 (hitam : putih).
Untuk mendapatkan hasil yang dinginkan sesuai dengan percobaan Mendel,
akhirnya dilakukanlah percobaan yang ke-3. Dan pada percobaan yang ketiga hasil
yang diperoleh juga berbeda dengan hasil perbandingan pada percobaan yang ke-1
maupun pada percobaan yang ke-2. Pada percobaan yang ke-3 ini, hasil yang
diperoleh pada kancing yang keduanya berwarna hitam (HH) adalah 25, lalu hasil
yang diperoleh pada kancing berwarna hitam putih (Hh) adalah 50, dan hasil pada
kancing yang keduanya berwarna ptuih (hh) adalah 25. Dengan hasil yang sudah
diperoleh tersebut, perbandingan genotipe yang didapatkan adalah 1 : 2 : 1 (HH :Hh :
hh) dan perbandingan fenotipe 3 : 1 (hitam : putih).
Pada percobaan yang sudah dilakukan sebanyak tiga percobaan didapatkan hasil
yang berbeda-beda. Dari ketiga percobaan yang sudah dilakukan, pada percobaan
ke-3 lah yang berhasil mendapatkan perbandingan genotipe 1 : 2 : 1 dan perbandingan
fenotipe 3 : 1 sesuai dengan hasil percobaan Mendel. Walau demikian, hasil dari
perbandingan pada percobaan ke-1 dan ke-2 tidaklah salah. Sehingga hasil
perbandingan pada percobaan yang ke-3 bukanlah hasil yang absolut, karena pada
perbandingan fenotipe dalam persilangan monohibrid tidak sepenuhnya merupakan
perbandingan yang pasti. Pada kejadian nyata terdapat penyimpangan atau deviasi, hal
inilah yang membuat hasil perbandingan genotipe 1 : 2 : 1 dan perbandingan fenotipe
3 : 1 bukanlah hasil perbandingan yang absolut (Suryo, 2008).
BAB IV
KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini didapatkan bahwa :
1. Terbukti bahwa pemisahan pasangan alel dapat membentuk pasangan alel baru dan
juga mempengaruhi hasil perbandingan fenotipe dan genotip
2. Dapat diketahui fenotip sifat hitam lebih dominan dibandingkan sifat putih
(resesif). Dengan demikian didapatkan perbandingan fenotip 3 : 1, yaitu perbandingan
hitam : putih dan perbandingan genotipe 1 : 2 : 1, yaitu perbandingan HH : Hh : hh.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2002. Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga.


Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 2008. Genetika Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.
Yatim, Wildan. 2003.Genetika. Bandung: Tarsito

Anda mungkin juga menyukai