Anda di halaman 1dari 21

ADVOKASI PEKERJAAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA

Diajukan untuk memenuhi Uian Akhir Semester

mata kuliah Praktik Advokasi Pekerjaan

Dosen Pengampu : Dra. Enung Huripah, M.Pd

Disusun Oleh

Fadhila Maghfirah Amrain

(2102016)

PRODI REHABILITASI SOSIAL

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap remaja tidak hanya memiliki lingkungan yang berbeda, tetapi juga latar belakang
ekonomi, sosial, dan keluarga yang berbeda, serta latar belakang pendidikan yang berbeda.
Pergaulan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya kenakalan remaja. Apalagi
saat ini, karena alasan modernisasi, kaum muda ingin mencoba hal-hal yang pada hakikatnya
tidak ada gunanya. Contohnya seperti mengonsumsi zat-zat terlarang seperti narkotika,
meminum minuman keras, dan melakukan pergaulan bebas. Jika tindak pidana remaja
dibiarkan begitu saja, niscaya akan merugikan masa depannya sendiri, khususnya masa
depan negara ini. Saat ini, kenakalan remaja sudah melampaui batas normal. Banyak dari
anak di bawah umur yang mengetahui tentang tembakau, narkoba, seks bebas, dan terlibat
dalam banyak kejahatan lainnya. Fakta tersebut sudah tidak bisa dipungkiri lagi dan kita bisa
melihat betapa brutalnya remaja masa kini. Permasalahan kenakalan remaja saat ini menjadi
semakin memprihatinkan baik di negara maju maupun berkembang.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun.
Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanakkanak, namun masih belum
cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi dan pencarian jati
diri, yang karenanya sering melakukan perbuatan -perbuatan yang dikenal dengan istilah
kenakalan remaja. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-
norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Kenakalan-kenakalan remaja saat ini semakin
meningkat dan semakin beragam, namun pernahkah disadari bahwa kenakalankenakalan
yang ditimbulkan remaja, bukan hanya tanggung jawab remaja itu sendiri, akan tetapi
merupakan tanggung jawab orangorang di sekitar mereka.
Masa remaja selalu menjadi bahasan yang menarik, terutama bagi remaja yang orang
tuanya bercerai. Perceraian orang tua tidak hanya menjadi masalah dalam keluarga, namun
keberadaan anak remaja dalam keluarga yang bercerai seringkali bermasalah, sebagai
semacam ungkapan kekecewaan sang anak (terutama di usia remaja) dengan kondisi orang
tuanya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa terjadinya perceraian orang tua dapat
dilihat dari sisi positif anak yaitu motivasi anak untuk menghindari pengalaman buruk orang
tuanya. Kehadiran informan orang tua yang bercerai dalam asesmen ini dianalisis dengan
menggunakan alat Youth Social Activity Assessment.
Masalah yang bisa terjadi pada remaja dalam hal ini adalah ketidakmampuan remaja
untuk dapat mengatasi perasaan emosi yang ditimbulkan pasca terjadinya perceraian.
Akibatnya, hal tersebut mengganggu aktifitas mereka dalam sehari-hari baik dirumah
maupun disekolah misalnya melakukan keputusan untuk berhenti sekolah, memilih
meninggalkan rumah dan memilih hidup dijalanan, mengkonsumsi obat-obatan, serta
meminum minuman keras. Selain itu, remaja pun tidak memiliki kemampuan untuk
merencanakan tindakan yang jelas dan spesifik untuk menghindari atau meminimalisir
kemungkinan-kemungkinan negatif yang ditimbulkan pasca terjadinya perceraian orang tua.

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah


1.2.1 Batasan
Pembatasan masalah mutlak dilakukan dalam setiap Penelitian, agar
penelitian terarah dan juga tidak luas. Pembatasan masalah berisi batasan masalah
sehingga dari beberapa masalah yang diidentifikasi hanya sebagian saja yang
diteliti untuk menghindari pembahasan yang meluas dan mengambang, maka yang
menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah Advokasi Pekerjaan
Sosial Terhadap Kenakalan Remaja.

1.2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis merumuskan
rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana gambaran kasus kenakalan remaja?
2. Bagaimana pelaksnaan advokasi klien dalam menyelesaikan kasus kenakalan
remaja?
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian dan Tujuan Advokasi


2.1.1. Pengertian Advokasi
Istilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum yang berarti pembelaan.
Advokasi menurut bahasa Belanda yaitu advocaat atau advocateur artinya
pengacara atau pembelaan di pengadilan. Sedangkan dalam bahasa inggris menurut
Topatimasang, et al, (2000:7) yaitu to depend (membela), to promote
(mengemukakan atau mengajukan), to create (menciptakan) dan to
change(melakukan perubahan). Jadidalam bahasa inggris advokat lebih luas bukan
hanya membela saja namun sampai pada proses perubahan.
1. Suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atau
program dari segala tipe institusi.
2. Kegiatan mengajukan, mempertahankan atau merekomendasikan suatu
gagasan di hadapan orang lain
3. Kegiatan berbicara, menarik perhatian masyarakat tentang suatu masalah,
dan mengarahkan pengambil keputusan mencari solusi.
4. Kegiatan memasukkan suatu problem ke dalam agenda, mencarikan solusi
mengenai problem tersebut dan membangun dukungan untuk bertindak
menangani problem mau pun solusinya.
5. Sebagai upaya yang bertujuan untuk mengubah suatu organisasi secara
internal atau mengubah seluruh sistem
6. Berbagai aktivitas jangka-pendek yang spesifik untuk mencapai pandangan
tentang perubahan jangka Panjang.

2.1.2. Tujuan Advokasi


Advokasi Sosial dilakukan manakala melihat suatu kondisi yang tidak
menunjukkan keberpihakan pada orang yang bermasalah dalam mengakses
pelayanan sosial. Advokasi sosial dilakukan oleh pekerja sosial untuk membela
kepentingan PPKS jika lembaga pelayanan yang ada tidak tertarik, tidak mau, atau
bahkan memusuhi mereka. Tujuannya bukan untuk menghakimi, mencela atau
melecehkan sistem yang ada, tetapi untuk mengubah suatu lembaga atau suatu
sistem baik program maupun kebijakannya agar responsif terhadap kebutuhan-
kebutuhan PPKS.
Tujuan advokasi sosial bermaksud untuk mengubah kebijakan, program
atau kedudukan dari pemerintah, institusi atau organisasi. Lebih fokusnya, tujuan
advokasi sosial adalah apa yang ingin kita ubah, siapa yang akan melakukan
perubahan itu, seberapa banyak, dan kapan. Menurut Zastrow (1999) advokasi
sosial adalah menolong PPKS atau sekelompok PPKS untuk mencapai layanan
tertentu ketika PPKS (individu atau kelompok) ditolak suatu lembaga atau sistem
pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang
yang membutuhkan. Pada umumnya kerangka waktu untuk suatu pencapaian tujuan
advokasi sosial adalah 1-3 tahun.

2.2. Kenakalan Remaja


2.2.1. Pengeertian Kenakalan Remaja
Remaja adalah seorang yang berumur 12 sampai 18 tahun (Hasbullah,
1999:12). Remaja adalah masa peralihan dari kanakkanak ke dewasa. Pada masa ini
akan selalu terjadi pertentangan antara orang tua dan remaja itu sendiri, namun
apabila pada masa sebelumnya (anak – anak) hubungan antara orang tua dan anak
telah dibina secara baik, pada umumnya remaja akan mampu mengikuti pendapat
dan pandangan orang tuanya. Pada masa ini didalam diri para remaja terjadi
pertentangan yangn disebut expolosive bipolarity karena anak merasa berdiri
dengan sebelah kaki di lingkungan keluarga (ketergantungan) dan sebelah kakinya
yang lain berada diluar keluarga (Terlepas dari ketergantungan). Kenyataan seperti
itu sebenarnya menempatkan para remaja pada kondisi yang sangat membutuhkan
bimbingan, baik dari orang tua maupun dari guru – gurunya di sekolah.
Menurut Hurlock (1994) masa ini disebut sebagai masa topan badai atau
strom andstress, Suatu masa dimana terdapat ketegangan emosional meninggi
akibat dari perubahan fisik dan kelenjar dari remaja itu sendiri. Meningginya emosi
karena remaja berada dibawah tekanantekanan sosial dan menghadapi kondisi baru
sesuai dengan perkembangan fisik dan psikisnya.Akibatnya muncul berbagai
masalah yang dapat menghambat perkembangan pribadinya. Oleh karena itu, pada
masa remaja mereka tidak menemukan identitas diri. Akibatnya banyak kenakalan
yang dilakukan oleh remaja dari kenakalan yang sifatnya ringan sampai dengan
perbuatan yang berat.
Kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-
norma hukum pidana (Sarwono, 2008). Selain itu Santrock (2003), juga
menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. Willis
(2012) mengungkapkan bahwa kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebagaian
para remaja yang bertentangan dengan hukam, agama dan norma-norma
masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu
ketentraman dan juga merusak dirinya sendiri.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan
remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan melanggar aturan
yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain, yang perilaku tersebut tidak dapat diterima secara sosial oleh
masyarakat dinilai suatu kelainan yang disebut kenakalan, maupun tindak kriminal.
Menurut Kartono (1992), motif atau penyebab yang mendorong para remaja
melakukan tindak kejahatan dan dursila itu antara lain :
1. Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.
2. Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual.
3. Salah asuh dan salah didik orang tua.
4. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadi-gadis delikuen, dan
pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak menikah.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja


Banyak faktor yang menjadi penyebab kenakalan remaja. Menurut Willis
(2005: 93) kenakalan remaja disebabkan oleh empat faktor yaitu: faktor yang ada
dalam diri anak sendiri, faktor yang berasal dari lingkungan keluarga, faktor yang
berasal dari lingkungan masyarakat, dan yang terakhir yaitu faktor yang bersumber
dari sekolah.
Ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali
mengusik ketenangan orang lain. Kenakalankenakalan ringan yang mengganggu
ketentraman lingkungan sekitar seperti sering keluar malam dan menghabiskan
waktunya hanya untuk hura-hura seperti minumminuman keras, menggunakan
obat-obatan terlarang, berkelahi, berjudi, dan lain-lainnya itu akan merugikan
dirinya sendiri, keluarga, dan orang lain yang ada disekitarnya. Cukup banyak
faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor yang
ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Berikut ini penjelasannya secara ringkas:
1. Faktor Internal
a. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis padadiri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas
peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa
integrasi kedua.
b. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajar dan membedakan tingkah laku
yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret
pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui
perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa
mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
2. Faktor Eksternal
a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang
Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
merupakan dasar fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan
kepribadian anak. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan
penting dalam memberikan gerak atau warna bagi pembentukan
kepribadian anak. Lingkungan keluarga ada bermacammacam
keadaannya dan sarana potensi dapat memberikan pengaruh yang
positif maupun negative.
Keluarga merupakan unit social terkecil yang memberikan fondasi
primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan
sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena
itu baikburuknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar
memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian
anak.
Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya
kenakalan remaja seperti keluarga yang brokenhome, rumah tangga
yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya,
keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang,
semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan
delinkuensi remaja.
b. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang
Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
merupakan dasar fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan
kepribadian anak. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan
penting dalam memberikan gerak atau warna bagi pembentukan
kepribadian anak. Lingkungan keluarga ada bermacammacam
keadaannya dan sarana potensi dapat memberikan pengaruh yang
positif maupun negative.

Keluarga merupakan unit social terkecil yang memberikan fondasi


primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan
sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena
itu baikburuknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar
memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian
anak.
Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya
kenakalan remaja seperti keluarga yang brokenhome, rumah tangga
yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya,
keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang,
semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan
delinkuensi remaja.
c. Pengaruh dari lingkungan sekitar
Memang dunia moderen telah membawa umat manusia pada era
kemajuan, namun disatu sisi telah mengubah tatan masyarakat kita
termasuk moral generasi muda dan anak – anak, imbas negatif ini
terlihat pada kerusakan akhlak mereka mulai dari yang tergolong
ringan sampai yanng berat, seperti perkelahian, perampokan dan
tindakan kriminal lainnya. Kemerosotan akhlak ini telah mengancam
sebagian generasi kita dan merupakan problem yang sangat serius
bagi para orang tua.
Harus diakui dahsatnya serbuan budaya barat mampu menjauhkan
para remaja dari masjid dan majelis pengajian. Dampak negara kita
banyak dibanjiri remaja yang kehilangan jati dirinya. Kerusakan
bukan hanya pada pemikiran tapi juga perilaku, maka muncullah
ritual semacam dugem, party, weekend dan sejenisnya, tidak hanya
itu praktek kekerasan dan kriminalitas juga menggejala. Fenomena
tersebut melahirkan problem sosial yang kadang meresahkan
masyarakat sehingga terbitlah sebutan remaja nakal atau bahkan
sampah masyarakat.
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS
3.1. Identitas dan Gambaran Kasus
3.1.1. Identitas Klien
Berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan oleh peksos kepada klien
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, seperti wawancara kepada klien,
keluarga dan dari hasil observasibeberapa informasi berikut:

1) Nama PPKS : NA
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Tempat dan tanggal lahir : Gorontalo,25 April 2002
4) Pendidikan : SMA
5) Pekerjaan :-
6) Agama : Islam
7) Alamat Tempat Tinggal : Gorontalo

3.1.2. Gambaran Kasus


NA merupakan anak pertama dari dua bersaudara. NA memiliki adik tiri karena
pada saat NA berumur 10 tahun, orangtuanya berpisah. Kemudian ibu NA kembali
menikah dan medapatkan seorang anak. Hubungan antara NA danibunya terbilang cukup
baik meskipun NA memilih tinggal dengan ayahnya serta kakek dan bibinya di rumah
kakeknya. NA sangat dekat dengan kakek dan bibinya, sampai dia sering memanggil
bibinya dengan sebutan mama. Namun, pada saat kakek NA meninggal dunia, pergaulan
NA sudah tidak terkontrol oleh bibinya. NA sering kabur dari rumah dan sudah memiliki
pacar. Hal itu terus berlangsung sampai pada kemudian NA dikabarkan hamil diluarnikah
sekitar tahun 2019, tentu tanggapan dari pihak keluarga yang segera menikahkan NA
dengan pasangannya. Kemudian dia melahirkan seorang anak laki-laki yang memiliki
kekurangan. Tidak lama setelah pernikahan mereka dan kelahiran anaknya, NA dan
suaminyapun berpisah di tahun 2021.
3.2. Advokasi Klien
3.2.1. Perwakilan
1. Ekslusif
Tahapan eksklusifitas dalam advokasi klien pada kasus NA dapat dijelaskan
melalui beberapa langkah berikut:
a. Pemahaman Kasus dan Konteks Keluarga:
Identifikasi latar belakang keluarga NA, termasuk pemisahan orangtua,
kelahiran adik tiri, dan keputusan NA untuk tinggal dengan ayahnya, kakek,
dan bibinya. Pahami hubungan antara NA dan ibunya yang tergolong cukup
baik meskipun terpisah.
b. Analisis Perubahan Dinamika Keluarga:
Identifikasi perubahan dalam dinamika keluarga setelah kematian kakek NA,
khususnya dalam hal pengaruh bibi terhadap pergaulan NA. Teliti perubahan
perilaku NA, termasuk kecenderungan untuk kabur dari rumah dan hubungan
dengan pacar.
c. Eksplorasi Dampak Kehamilan di Luar Nikah:
Telusuri dampak kabar kehamilan di luar nikah pada tahun 2019 terhadap
respons pihak keluarga. Tinjau keputusan pihak keluarga untuk menikahkan
NA dengan pasangannya sebagai tanggapan terhadap situasi tersebut.
d. Penelusuran Permasalahan pada Kelahiran Anak dengan Kekurangan:
Investigasi dampak kelahiran anak laki-laki dengan kekurangan terhadap
hubungan pasangan NA. Tinjau dukungan dan tanggapan pihak keluarga
terhadap kondisi kesehatan anak.
e. Persiapan Strategi Hukum:
Peroleh bukti dan keterangan yang mendukung argumen NA dalam kasus
perceraian, termasuk dampak psikologis dan emosional yang mungkin
dialaminya. Rancang strategi hukum yang mempertimbangkan faktor
eksklusifitas dalam kasus ini, seperti peran bibi, kehamilan di luar nikah, dan
kondisi kesehatan anak.
f. Pendekatan Advokasi Personal:
Bangun strategi advokasi yang memperhitungkan faktor-faktor pribadi dan
emosional NA, termasuk hubungan dekat dengan kakek dan bibi serta
perasaannya terhadap pergaulan yang tidak terkontrol.
Dengan mengikuti tahapan ini, advokat dapat mengembangkan pemahaman
mendalam tentang kasus NA dan merancang strategi hukum yang eksklusif dan
sesuai dengan kondisi khusus kliennya.
2. Mutual
Dalam konteks kasus NA, konsep mutualitas dalam advokasi klien mencakup
aspek hubungan saling mendukung antara NA dan ibunya. Meskipun ada
dinamika keluarga yang kompleks, hubungan mutual antara klien dan ibunya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hubungan yang Baik Meskipun Terpisah:
Meskipun NA memilih tinggal dengan ayah, kakek, dan bibinya,
hubungannya dengan ibunya tetap baik. Ini menunjukkan bahwa ada saling
pengertian dan dukungan emosional antara klien dan ibunya, meskipun
kondisi keluarga memaksa mereka untuk tinggal terpisah.
b. Pertalian Emosional dengan Kakek dan Bibi:
Kedekatan NA dengan kakek dan bibinya menciptakan lingkungan emosional
yang positif. NA bahkan memanggil bibinya dengan sebutan "mama,"
menunjukkan tingkat kedekatan dan hubungan yang erat di antara mereka.
c. Tanggapan Positif Terhadap Kabar Kehamilan:
Ketika NA dikabarkan hamil di luar nikah pada tahun 2019, pihak keluarga
merespons dengan langkah-langkah positif, yaitu menikahkan NA dengan
pasangannya. Ini mencerminkan dukungan dan tanggapan positif dari pihak
keluarga terhadap situasi yang kompleks.
d. Dukungan Selama Kelahiran Anak dengan Kekurangan:
Setelah melahirkan anak laki-laki yang memiliki kekurangan, pihak keluarga
mungkin memberikan dukungan ekstra kepada NA. Dalam konteks
mutualitas, dukungan ini mencerminkan kepedulian dan keterlibatan bersama
dalam menghadapi tantangan yang muncul.
e. Pisah Setelah Pernikahan:
Meskipun NA dan suaminya berpisah pada tahun 2021, dapat dianggap bahwa
dalam konteks mutualitas, pihak keluarga dapat memberikan dukungan
emosional kepada NA selama proses perceraian dan penyesuaian hidup
setelahnya.
Dengan menggarisbawahi aspek-aspek ini, advokat dapat membangun argumen
bahwa hubungan mutualitas yang kuat antara NA dan pihak keluarga, terutama
ibunya, dapat menjadi faktor penting dalam memahami kebutuhan dan keinginan
klien selama proses hukum. Ini dapat memengaruhi bagaimana advokat membela
NA dalam kasusnya, dengan mempertimbangkan dukungan emosional dan
hubungan keluarga yang telah terjalin.
3. Penggunaan Forum
Dalam konteks advokasi klien pada kasus NA, penggunaan forum advokasi dapat
menjadi strategi yang efektif untuk membela hak dan kepentingan klien. Berikut
adalah penjelasan mengenai penggunaan forum advokasi dalam kasus ini:
a. Forum Keluarga:
Fungsi: Membawa kasus ke dalam lingkup forum keluarga, misalnya melalui
mediasi atau konseling keluarga, dapat membantu menyelesaikan konflik
internal dan memperkuat komunikasi antara anggota keluarga.
Tujuan: Membuka ruang dialog untuk membahas masalah-masalah yang
muncul, seperti keputusan NA untuk tinggal dengan ayahnya dan
kompleksitas hubungan keluarga setelah pernikahan dan kelahiran anak.
b. Forum Hukum Keluarga:
Fungsi: Melibatkan advokat dan mediator hukum keluarga untuk membahas
isu-isu hukum seperti hak asuh anak, dukungan finansial, dan pembagian harta
bersama.
Tujuan: Mencari solusi hukum yang adil dan memastikan bahwa hak-hak
klien, terutama hak-hak NA sebagai ibu dari anak dengan kekurangan,
dihormati dan dilindungi.
c. Forum Mediasi:
Fungsi: Mediasi dapat menjadi forum yang efektif untuk membahas
perselisihan dan mencapai kesepakatan damai antara NA dan mantan
suaminya. Ini dapat mencakup pembicaraan mengenai tanggung jawab
bersama terhadap anak dan pembagian harta bersama.
Tujuan: Menghindari proses litigasi yang panjang dan mahal, sambil
menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan kedua belah
pihak.
d. Forum Psikologis dan Kesehatan Mental:
Fungsi: Melibatkan profesional psikolog atau konselor untuk membantu NA
mengelola stres, trauma, atau dampak emosional dari peristiwa-peristiwa yang
dialaminya.
Tujuan: Menyediakan dukungan psikologis dan membantu NA membangun
kembali keseimbangan hidupnya, sehingga ia dapat berpartisipasi lebih efektif
dalam proses hukum.
e. Forum Kesejahteraan Anak:
Fungsi: Memfokuskan pada kepentingan anak, melibatkan pihak seperti
pekerja sosial, ahli pendidikan khusus, atau dokter anak untuk memastikan
kesejahteraan dan kebutuhan khusus anak laki-laki NA yang memiliki
kekurangan.
Tujuan: Memastikan bahwa pengasuhan dan perawatan anak tetap menjadi
fokus utama dalam proses hukum, dan memberikan pandangan objektif
tentang kondisi kesejahteraan anak.
Melalui penggunaan forum-forum ini, advokat dapat merancang pendekatan
holistik dalam advokasi klien, mempertimbangkan aspek-aspek hukum, keluarga,
psikologis, dan kesejahteraan anak. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan
penyelesaian yang adil dan berkelanjutan bagi klien.
3.2.2. Mempengaruhi
1. Identifikasi Isu
Dalam tahap mempengaruhi dalam advokasi klien pada kasus NA, identifikasi
isu-isu kunci adalah langkah penting untuk merumuskan argumen dan strategi
advokasi yang efektif. Berikut adalah identifikasi isu-isu utama dalam kasus NA:
a. Keputusan Tinggal dengan Ayah, Kakek, dan Bibi:
Isu: Keputusan NA untuk tinggal dengan ayah, kakek, dan bibi setelah
orangtuanya berpisah.
Pentingnya Identifikasi: Mengapa NA memilih tinggal dengan keluarga
ayahnya daripada ibunya? Apakah ini merupakan pilihan yang sejalan dengan
kepentingan dan kebutuhan NA?
b. Pergaulan yang Tidak Terkontrol Setelah Kematian Kakek:
Isu: Pergaulan NA yang tidak terkontrol setelah kematian kakeknya.
Pentingnya Identifikasi: Bagaimana kematian kakek mempengaruhi perilaku
NA? Apakah terdapat faktor-faktor tertentu yang menyebabkan pergaulan NA
menjadi tidak terkontrol?
c. Pernikahan Cepat setelah Kabar Kehamilan di Luar Nikah:
Isu: Pihak keluarga yang segera menikahkan NA dengan pasangannya setelah
dikabarkan hamil di luar nikah.
Pentingnya Identifikasi: Apakah pernikahan ini didasarkan pada tekanan
sosial atau keputusan yang matang? Bagaimana keputusan ini memengaruhi
kehidupan dan kebahagiaan NA?
d. Kelahiran Anak dengan Kekurangan:
Isu: Dampak kelahiran anak laki-laki dengan kekurangan terhadap hubungan
pasangan NA.
Pentingnya Identifikasi: Apakah ada konflik yang muncul terkait perawatan
anak dengan kekurangan? Bagaimana pihak keluarga mendukung atau tidak
mendukung dalam konteks ini?
e. Perceraian pada Tahun 2021:
Isu: Perceraian antara NA dan suaminya pada tahun 2021.
Pentingnya Identifikasi: Apa sebab perceraian tersebut? Bagaimana kondisi
sebelumnya, seperti pergaulan yang tidak terkontrol, memengaruhi dinamika
pernikahan dan perceraian?
Dengan mengidentifikasi isu-isu ini, advokat dapat merancang strategi untuk
mempengaruhi penilaian hukum, mediasi, atau proses lainnya. Pemahaman
mendalam terhadap faktor-faktor ini memungkinkan advokat untuk menyusun
argumen yang kuat dan memahami perspektif klien secara lebih komprehensif.
2. Memperoleh Fakta
Dalam tahap mempengaruhi melalui advokasi klien pada kasus NA, langkah
krusial yang perlu diambil adalah memperoleh fakta-fakta yang komprehensif dan
akurat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperoleh
fakta-fakta penting:
a. Wawancara dengan Klien:
Lakukan wawancara mendalam dengan NA untuk memahami perspektifnya,
pengalaman pribadi, dan alasan di balik keputusan-keputusannya. Tanyakan
secara spesifik mengenai hubungan dengan ayah, ibu, kakek, dan bibi, serta
bagaimana dinamika keluarga tersebut mempengaruhi kehidupannya.
b. Wawancara dengan Pihak Terkait:
Ajukan pertanyaan kepada ibu NA, ayah, adik tiri, dan pihak keluarga lainnya
untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas tentang dinamika keluarga.
Gali informasi mengenai bagaimana keputusan-keputusan keluarga, seperti
pernikahan NA, diputuskan dan bagaimana mereka memandang situasi
tersebut.
c. Pemeriksaan Dokumen:
Peroleh dan periksa dokumen yang relevan, seperti surat-surat perceraian, akta
kelahiran anak, dan surat pernikahan NA dengan suaminya. Tinjau dokumen
kesehatan anak yang lahir dengan kekurangan untuk memahami kondisi
kesehatannya dan apakah ada implikasi hukum yang perlu diperhatikan.
d. Pengumpulan Bukti Tambahan:
Kumpulkan bukti-bukti tambahan yang mendukung atau menentang klaim-
klaim yang diajukan oleh pihak lawan atau oleh klien sendiri. Ini bisa
mencakup pesan teks, catatan medis, atau laporan polisi terkait kegiatan kabur
dari rumah.
e. Konsultasi dengan Ahli:
Jika diperlukan, berkonsultasilah dengan ahli seperti psikolog, pekerja sosial,
atau ahli hukum keluarga untuk mendapatkan wawasan dan pandangan
profesional terhadap kasus ini. Ahli-ahli ini dapat memberikan informasi dan
pandangan yang lebih mendalam terkait kondisi psikologis klien, dampak
peristiwa-peristiwa tertentu, dan implikasi hukum yang mungkin timbul.
f. Pendekatan Sensitif terhadap Klien:
Sertakan pendekatan yang sensitif terhadap klien, terutama mengenai isu-isu
pribadi dan emosional yang mungkin muncul selama wawancara. Pastikan
bahwa klien merasa aman dan didengar, sehingga mereka dapat memberikan
informasi dengan lebih terbuka.
Dengan memperoleh fakta-fakta yang akurat dan lengkap, advokat dapat
membangun dasar yang kuat untuk merumuskan argumen dan strategi advokasi
yang efektif dalam membela kepentingan klien, NA, dalam kasusnya.
3. Strategi dan Taktik
Dalam tahap mempengaruhi dalam advokasi klien pada kasus NA, advokat perlu
merancang strategi dan taktik yang memperkuat argumen dan membela
kepentingan klien. Berikut adalah beberapa strategi dan taktik yang dapat
digunakan:
a. Humanisasi dan Empati:
Strategi: Menyoroti sisi manusiawi dari kasus NA, dengan fokus pada
pengaruh kehilangan kakek, dinamika keluarga, dan tantangan emosional
yang dihadapi NA.
Taktik: Menceritakan kisah kehidupan NA secara empatik, menekankan
perasaan dan pengalaman pribadi yang dapat meraih simpati dari pihak
berwenang.
b. Fokus pada Kesejahteraan Anak:
Strategi: Memusatkan perhatian pada kesejahteraan anak laki-laki dengan
kekurangan, menekankan perlunya dukungan dan lingkungan yang stabil.
Taktik: Menggunakan bukti medis dan ahli untuk mendukung bahwa
perhatian terhadap anak adalah prioritas utama dalam kasus ini.
c. Pendekatan Kolaboratif:
Strategi: Membangun kerja sama dengan pihak keluarga dan pihak
berwenang untuk mencapai solusi yang adil dan memperhatikan kepentingan
semua pihak.
Taktik: Mengusulkan mediasi atau negosiasi sebagai cara untuk memfasilitasi
dialog terbuka dan penyelesaian yang bersama-sama diakui.
d. Penekanan pada Hak Asuh dan Dukungan Psikologis:
Strategi: Memperkuat hak asuh NA dan menggarisbawahi perlunya dukungan
psikologis untuk membantu NA mengatasi trauma dan stres.
Taktik: Membawa saksi ahli, seperti psikolog atau pekerja sosial, untuk
memberikan kesaksian tentang kebutuhan psikologis NA dan anak.
Melalui kombinasi strategi dan taktik ini, advokat dapat membentuk pendekatan
yang komprehensif dan persuasif untuk mempengaruhi hasil kasus dan membela
kepentingan klien, NA, dengan lebih efektif.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam advokasi klien pada kasus NA, dapat disimpulkan bahwa kasus ini
melibatkan sejumlah dinamika kompleks dalam kehidupan keluarga yang telah
memengaruhi keputusan dan tindakan klien. NA, sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, menghadapi peristiwa penting seperti perceraian orangtuanya, kematian
kakek yang sangat dekat, pergaulan yang tidak terkontrol, dan kehamilan di luar nikah.
Meskipun hubungan NA dengan ibunya tergolong baik, keputusannya untuk
tinggal bersama ayah, kakek, dan bibinya menunjukkan adanya faktor-faktor yang
memengaruhi pilihan tempat tinggal. Keintiman NA dengan kakek dan bibinya menjadi
bagian penting dari identitas dan dukungan emosionalnya. Namun, setelah kematian
kakek, pergaulan NA menjadi tidak terkontrol, menciptakan tantangan baru dalam
kehidupannya. Kabar kehamilan di luar nikah membawa dampak besar pada dinamika
keluarga, dengan tanggapan keluarga yang mengarah pada pernikahan cepat dengan
pasangan NA. Kelahiran anak laki-laki dengan kekurangan semakin menambah
kompleksitas situasi, dan pernikahan yang diikuti oleh perpisahan NA dengan suaminya
di tahun 2021 menunjukkan ketidakstabilan dalam hubungan tersebut.
Dalam advokasi ini, strategi dan taktik dilakukan untuk membela NA melibatkan
humanisasi kasus, fokus pada kesejahteraan anak, pendekatan kolaboratif dengan pihak
keluarga, penekanan pada faktor psikologis, dan presentasi bukti-bukti yang relevan.
Upaya ini bertujuan untuk mencapai solusi yang memperhatikan kepentingan
kesejahteraan anak, mendukung peran positif NA sebagai ibu tunggal, dan memahami
konteks kompleks yang membentuk kehidupan klien. Kesimpulannya, advokasi klien
pada kasus NA mencoba mencari keseimbangan antara melibatkan aspek-aspek
emosional dan faktual untuk menyampaikan pandangan yang komprehensif tentang
situasi klien. Dengan menyoroti kompleksitas kehidupan pribadi dan memahami konteks
sejarah keluarga, advokat berupaya membela hak-hak dan kesejahteraan klien dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa yang memengaruhi kehidupannya.
4.2.Saran
Sarankan NA untuk mengikuti sesi konseling atau terapi emosional guna
membantu mengatasi dampak psikologis dari kehilangan kakek, pergaulan yang tidak
terkontrol, serta perpisahan dengan suami. Dukungan profesional dapat membantu NA
memahami dan mengelola emosinya.Anjurkan mediasi keluarga sebagai langkah untuk
membuka jalur komunikasi antara NA, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Mediasi dapat
menjadi wadah untuk menyelesaikan konflik, memahami perspektif masing-masing
pihak, dan mencari solusi bersama.
Tekankan pentingnya memprioritaskan kesejahteraan anak laki-laki NA yang
memiliki kekurangan. Sarankan untuk mengambil tindakan yang mendukung
perkembangannya, termasuk akses ke layanan kesehatan dan pendidikan yang
diperlukan. Edukasikan NA tentang hak-haknya dalam konteks pernikahan, perceraian,
dan hak asuh anak. Memahami aspek hukum dapat membantu NA membuat keputusan
yang informasional dan tepat. Dengan merancang langkah-langkah ini, diharapkan dapat
menciptakan pendekatan yang holistik untuk membantu NA mengatasi tantangan
kehidupannya dan mencapai solusi yang sesuai dengan kepentingan dan
kesejahteraannya.
DAFTAR PUSTAKA
Schneider, R. L. (2001). Social Work Advocacy: A New Framework for Action. Cole: Brooks.

Rulmuzu, F. (2021). KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA. Jurnal Ilmu Sosial


dan Pendidikan.

Suryandari, S. (2020). PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP . Jurnal Inovasi
Pendidikan Dasar.

Anda mungkin juga menyukai