Anda di halaman 1dari 1

Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi.

Produksi
jagung di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 19.612.435 ton. Salah satu bagian tanaman jagung
yang dimanfaatkan terutama sebagai sumber karbohidrat bagi tubuh yaitu bijinya. Biji jagung
yang kaya akan karbohidrat sebagian besar berada pada endospermium dengan presentase
sebesar 87,60%. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan
amilopektin. Menurut Richana et al (2012) Biji jagung mengandung kadar amilosa 26,19% dan
amilopektin sebesar 61,41%. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin dapat
menunjukkan besarnya kandungan pati resisten pada jagung.
Kandungan amilosa pada bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok
yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, kadar
amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati, 2003: 82). Kadar amilosa
pati berbanding lurus dengan kadar pati resisten. Kadar amilosa pati yang tinggi dapat
meningkatkan kadar pati resisten yang tidak mampu dicerna oleh tubuh (Winarno, 2002). Pati
resisten tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di usus halus, sehingga mampu mengurangi
kadar glukosa darah.
Kandungan pati resisten dalam suatu bahan pangan dapat ditingkatkan melalui proses
pengolahan tertentu sehingga membentuk pati resisten tipe 3 yang memiliki nilai fungsional
lebih tinggi bagi kesehatan. Salah satu teknik pengolahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
modifikasi fisik melalui siklus autoclaving-cooling. Menurut Mutungi et al. (2009: 642) proses
autoclaving-cooling yang dilakukan secara berulang dapat menyebabkan fraksi amilosa
teretrogradasi, sehingga akan membentuk kadar pati resisten yang lebih tinggi. Selain dapat
menurunkan kadar glukosa darah, pati resisten tipe 3 berpotensi dalam meningkatkan sensitivitas
insulin. Sehingga diharapkan dapat mengurangi resistensi insulin pada penderita Diabetes
Melitus Tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai