Memperhatikan surat Divisi Hukum dalam Surat Kuasa Khusus Direksi bank
bjbs serta dengan adanya permintaan berdasarkan pertemuan antara kami dan Pihak
BJBS selaku Klien pada Tanggal 20 Juni 2022 dengan ini kami sampaikan beberapa hal
sebagai berikut:
A. PENDAHULUAN
Pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan terkait tindak pidana merupakan masalah
yang telah lama ada dalam praktek penegakan hukum di Indonesia. Perkembangan dalam
praktek menuntut para praktisi untuk bersikap lebih hati-hati dalam mengelola benda
sitaan dan barang rampasan mengingat akibat yang timbul dari penyitaan maupun
penyitaan atas benda/barang yang terkait dengan sutau tindak pidana yang dilakukan oleh
Penyidik.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih
dikenal sebagai KUHAP telah memuat aturan mengenai penyitaan dan pengelolaan benda
sitaan, Ketentuan mengenai ketentuan umum penyitaan diatur dalam Bab V Bagian
Keempat Pasal 38-46 KUHAP. Adapun pengelolaan benda sitaan secara khusus diatur di
Pasal 44-46 KUHAP. Pengertian Penyitaan sendiri dijelaskan pada Bab I Pasal 1 angka
16 yang menyatakan:
Dari pengertian tersebut jelas bahwa penyitaan dilakukan untuk kepentingan pembuktian.
Masalah pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan bermula dari dilakukannya
upaya paksa berupa penyitaan oleh Penyidik. Prinsip dasar dan konstruksi hukum
penyitaan seringkali tidak dipahami secara komprehensif oleh Penyidik, termasuk juga
oleh Penuntut Umum dan Hakim, selain terutama dalam kaitannya dengan upaya
pembuktian suatu perkara tindak pidana di pengadilan. Penyitaan suatu barang bukti
terkait tindak pidana seringkali tidak memperhitungkan dampak yang timbul, padahal
secara hukum jenis benda yang (akan) disita memiliki cara dan konsekuensi yang
berbeda-beda. Dengan kata lain, masalah pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan
tidak selalu karena keterbatasan kemampuan mengelola tetapi dapat terjadi karena
Penyitaan barang bukti senantiasa diikuti dengan perampasan barang yaitu penguasaan
atas fisik barang bukti. Di sisi lain, penyitaan barang bukti yang diikuti dengan
penguasaan fisik itu seringkali menimbulkan masalah bagi Penyidik. Di antara masalah
itu antara lain: tempat penyimpanan yang tidak memadai dan keterbatasan kemampuan
memelihara/mengelola barang bukti yang berujung pada rusaknya barang bukti dan
menurunnya nilai barang yang disita. Kerusakan barang bukti yang disita menimbulkan
resiko hukum bagi Penyidik dan negara bila barang dinyatakan oleh Hakim/pengadilan
tindak pidana. Pada kejahatan pasar modal, kejahatan asuransi, kejahatan dunia maya,
dan lain-lain, penegak hukum dituntut lebih memahami sifat dan karakter barang bukti
Dalam praktek dan perkembangannya aturan tersebut dianggap tidak memadai terlebih
hukum, institusi penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan membuat aturan sendiri
dengan alasan efisiensi dan efektifitas tindakan dan pengelolaannya. Sepanjang aturan
lainnya tentu tidak menjadi masalah. Namun demikian, secara normatif dan praktis
Untuk melihat sejauh mana pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan menimbulkan
masalah hukum, perlu kita tinjau dengan pendekatan ilmiah pengaturan dasar yang ada
juga perlu ditinjau makna benda sitaan dan barang rampasan dalam sistem hukum kita
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
Bagian Keempat Pasal 38- 46. Berdasarkan Pasal 36-48, beberapa prinsip utama
penyitaan adalah:
a. Penyitaan harus dengan ijin Ketua Pengadilan, kecuali dalam keadaan sangat
perlu dan mendesak, keadaan mana penyitaan hanya dapat dilakukan atas benda
b. Objek penyitaan diatur secara limitatif dalam Pasal 39, meski bunyi pasal tersebut
c. Penyitaan juga dapat dilakukan dalam hal tertangkap tangan (Ps. 40).
d. Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik berwenang menyita paket atau surat atau
f. Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan
g. Benda sitaan yang mudah rusak dan membahayakan, sejauh mungkin dengan
persetujuan Tersangka dapat dijual lelang atau diamankan dan (uang) hasil lelang
itu dapat dijadikan barang bukti, dengan sedapat mungkin sebagian kecil dari
h. Benda sitaan yang bersifat terlarang dirampas bagi kepentingan negara atau
dimusnahkan.
Dari pengertian yang diatur Pasal 1 angka 16 tersebut, penyitaan memiliki dua bentuk
Perbuatan mengambil alih harus dimaknai sebagai suatu perbuatan hukum sedangkan
materil/fisik. Perbuatan mengambil alih juga harus dimaknai sebagai mengambil alih
dimaknai sebagai perbuatan merampas dari pemilik maupun bukan pemilik benda
melainkan juga orang yang menguasai benda tersebut. hal ini sejalan dengan prinsip
penyitaan yang tidak harus menyita dari seorang pemilik benda tapi juga dari seorang
penguasa benda yang bukan pemilik Dengan pemaknaan ini, mengambil alih dapat
merampas benda tersebut dari tangan pemilik atau orang yang menguasainya.
alih tidak harus diikuti dengan penguasaan fisik/merampas benda, dan penyitaan
berupa perbuatan menyimpan di bawah penguasaan pun tidak harus diikuti pengambil
alihan benda tersebut. Sebagai contoh, penyitaan berupa mengambil alih benda yang
(dapat) tidak diikuti dengan penguasaan (fisik)nya adalah terhadap benda berupa
saham dan kapal. Penyitaan berupa penyimpanan barang dalam penguasaan yang
tidak (perlu) diikuti pengambilalihan adalah benda yang bukan milik pelaku kejahatan
juga harus memahami konsep kepemilikan sebuah benda. Ada benda-benda yang
Penyidik harus mengambil alih bukti kepemilikan tersebut, dan ada benda-benda yang
kepemilikannya ditandai dengan penguasaan fisik benda tersebut. Lebih dari itu,
pembuktian apakah bukti administrasi kepemilikan suatu benda termasuk yang harus
disita sementara pemilik benda tidak ada hubungan dengan kejahatan yang akan
dibuktikan.
Dalam hal pemilik suatu benda terkait dengan tindak pidana yang akan dibuktikan,
dan diambil alih kekuasaan hukumnya sehingga pemilik tidak dapat memindahkan
kepemilikannya. Hal yang erakhir ini erat kaitannya dengan objek penyitaan
a. Benda atau tagihan Tersangka atau Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana aau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana
atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. Benda-benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan indak pidana yang
dilakukan.
Sebagai catatan, dalam praktek seringkali terjadi penyitaan yang tidak sesuai aturan
KUHAP. Pada beberapa kasus, Penyidik menyita benda-benda yang tidak ada
kaitannya dengan tindak pidana yang sedang disidik berdasarkan Surat Perintah
Penyidikan yang menjadi dasar penugasannya padahal pada saat akan melakukan
dicarinya dan benda-benda apa yang diperkirakan ada kaitan dengan tindak pidana
Benda sitaan dan barang rampasan adalah objek dua perbuatan hukum yang
berbeda. Objeknya sama namun berasal dari perbuatan hukum yang berbeda. Benda
sitaan adalah benda-benda yang diambil alih kekuasaan hukumnya atau dirampas
Pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan telah diatur secara tegas dan jelas di
Pasal 44 dan 45 serta 46 KUHAP. Ketentuan Pasal 44 dan 45 mengatur secara khusus
benda sitaan sejak disita sampai dengan lahirnya putusan pengadilan, sedangkan Pasal
46 mengatur secara khusus benda sitaan pasca lahirnya putusan pengadilan baik yang
Pasal44KUHAPmenyatakan:
(1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.
tanggungjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda ersebut dilarang untuk dipergunakan
(1) Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang
gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempa penyyimpanan lain
Dari Pasal 44 ayat (1) jelas terdapat norma bahwa benda sitaan harus disimpan di
rumah penyimpanan benda sitaan negara atau yang menurut PP Nomor 27 tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana saat ini dikenal
sebagai Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN). Sebagai undang-undang
yang mengatur hukum acara pidana, norma yang terdapat di dalamnya adalah norma
pengaturan yang mengikat dan karenanya harus diikuti. Apa yang diatur dalam suatu
hukum acara adalah tatacara yang diakui. Sebaliknya, hal-hal yang tidak diatur dalam
hukum acara bukanlah hal yang diakui/diperbolehkan. Norma harus diatur dalam
batang tubuh suatu undang-undang dan tidak boleh diatur dalam bagian penjelasan.
batang tubuh undang-undang. Bagian penjelasan juga tidak boleh memuat norma.
hukum atas benda sitaan adalah pejabat sesuai tingka pemeriksaan perkara. Hal ini
sama halnya dengan penahanan dimana seorang Tersangka pelaku kejahatan yang
tetap ada pada pejabat yang menahannya berdasarkan tingkatan proses hukum yang
sedang berjalan.
Penjelasan Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam hal belum ada
di... dst adalah berdasarkan kenyataan bahwa pada saat diberlakukannya KUHAP
belum terdapat RUPBASAN di banyak tempat hal mana sampai dengan saat ini pun
catatan dalam penjelasan bahwa dalam hal belum terdapat RUPBASAN penyimpanan
benda sitaan dapat dilakukan di tempat selain RUPBASAN. Kata dapat disitu pun
bukan merupakan norma karena tidak bersifat mengikat sebagaimana sebuah norma.
pengadilan negeri, bank pemerintah) adalah tempat-tempat yang relatif telah ada dan
tersebar di wilayah Indonesia. Bahkan dalam keadaan tertentu, benda yang disita
dapat dibiarkan saja tetap berada di tempat benda itu berada saat disita. Dengan kata
lain, berdasarkan alasan tertentu benda yang disita tidak selalu harus diikuti dengan
KUHAP juga mengatur prinsip pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan di
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika
biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin
dengan persetujuan Tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a. Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda
tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut
diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas ijin hakim yang
barang bukti;
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi
1. Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan anara lain ialah benda
benda yang mudah terbakar, mudah meledak, yang untuk itu harus dijaga serta
diberi anda khusus atau benda yang dapa membahayakan kesehatan orang dan
diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau
peradilan dan lembaga yang ahli dalam menentukan sifat benda yang mudah
rusak dan
2. Benda untuk pembuktian yang menurutt sifatnya lekas rusak dapat dijual lelang
dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang
pengadilan sendangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan
barang bukti.
3. Yang dimaksud dengan benda yang dirampas untuk negara ialah benda yang
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1), ada 3 jenis benda yang dapat dilelang
Penjelasan Pasal 45 memperjelas kriteria benda yang lekas rusak dan membahayakan
namun tidak memberikan ukuran biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, maka dalam
konteks ini harus dikaitkan dengan kemampuan anggaran yang ada pada RUPBASAN
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau keapda mereka yang disebut dalam putusan tersebut,
kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk
dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai idak dapat dipergunakan laggi atau jika
benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
karena berbagai alasan termasuk dan terutama untuk mendapatkan ijin dari
D. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas mengenai penyitaan dan rampasan baik dalam tahap
penyelidikan , penyidikan dan penuntutan berstatus belum penuh karena masih
adanya kepentingan negara berupa kepastian hukum dan keadilan demi
menghormati landasan Negara Hukum, oleh sebab itu menurut hemat kami terlalu
beresiko untuk segera membuka blokir/mengalihkan objek sitaan yang ada dalam
penguasaan penyidik mengingat harus adanya azas kehati-hatian dari pihak
Perbankan dalam menjalakan kegiatan usaha.
Demikian singkatnya paparan kami dalam permintaan untuk pertimbangan hukum
klien dalam mengambil keputusan, singkat kata kami ucapkan banyak terima kasih
Hormat kami,
Firma Hukum APSG & Partners