Anda di halaman 1dari 5

STUDI KASUS HUKUM PIDANA PENCURIAN MESIN

POMPA AIR WARGA CIAMPANAN

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS


SYARIAH DAN HUKUM INSTITUT AGAMA ISLAM
TASIKMALAYA 2022

Nama: Silvy Al Rizki


NIM: 22106005

Kronologi : Beberapa Minggu yang lalu warga Desa Ciampanan digegerkan


dengan kejadian kehilangan pompa air dengan merk Shimizu yang merugikan dua
orang warga desa. Kehilangan pertama terjadi pada Ibu Nuri. Pada mulanya kasus
ini telah coba ditelusuri oleh para warga serta RT dan RW, tetapi tidak ditemukan
barang bukti yang menunjukkan ke arah siapa pelakunya tertuju, sehingga
penelusuran berjalan alot dan diberhentikan. Namun selang dua minggu kemudian
pencurian pompa air kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban dari
pencuriannya adalah Bapak Islmail selaku salah satu perangkat desa. Penyelidikan
kembali dilakukan, tetapi hasilnya kembali nihil.

Akhirnya kepala desa pun memberikan keputusan setelah berunding dengan


para tetua serta RT dan RW, bahwa akan dilakukan penekanan pada penjagaan
kampung/desa. Berupa peningkatan penjagaan pada jadwal jaga malam atau
siskamling. Setelah beberapa hari keputusan tersebut diberlakukan, akhirnya
pelakupun tertangkap hendak mencuri kembali pompa air dibelakang rumah salah
satu warga. Ternyata pelaku adalah sekolah bocah SMP yang sering berada di
warung rental internet dan PS.

Motif: Setelah pelaku tertangkap yang ternyata adalah lima bocah SMP, tetua dan
kepala desa menanyai dan menginterogasi untuk mengetahui alasan yang mendasari
mereka melakukan tindakan pidana pencurian. Ternyata pompa air hasil curian itu
dijual ke pasar, dan uang yang mereka dapat dipergunakan untuk kepentingan game
online.

1
Regulasi: Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku pencurian bermacam-
macam bergantung dari apa yang dicuri, berapa harga barang yang dicuri, serta cara
yang dilakukan untuk melakukan pencurian. Salah satu bentuk kejahatan yang
tercantum dalam Buku Kedua KUHP adalah tindak pidana pencurian yang secara
khusus diatur dalam Bab XXII Pasal 362 – 367 KUHP. Mengenai tindak pidana
pencurian ini ada salah satu pengkualifikasian dengan bentuk pencurian dengan
pemberatan, khususnya yang diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian
secara umum dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah” Kaitannya dengan
masalah kejahatan pencurian, di Indonesia mengenai tindak pidana pencurian diatur
dalam KUHP, yang dibedakan atas 5 (lima) macam pencurian :

1. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP).


2. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP).
3. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP).
4. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP.
5. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP).

Namun yang terjadi di sini adalah kasus Pencurian Ringan (Pasal 364
KUHP)Pencurian ringan : Pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di
dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang
meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan. Perumusan pencurian
ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan : ”Perbuatan yang
diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4, begitupun perbuatan yang
diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri
tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana
penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-unsur


dalam pencurian ringan adalah : Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal
362 KUHP); Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-

2
sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP); Pencurian yang dilakukan dengan
membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau
seragam palsu; Tidak dilakukan dalam sebuah rumah; Tidak dilakukan dalam
pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan Apabila harga barang yang dicurinya
itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah. Ketentuan tersebut terdiri dari unsur-
unsur Tindak Pidana Pencurian. Apabila tindakan seseorang memenuhi unsur-
unsur pencurian, maka orang tersebut dapat dikenakan ancaman pidana. Dapat
dilihat dalam ketentuan tersebut, tidak ditentukan objek apa yang menjadi barang
curian.

Kita lihat didalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Pasal


362: Barang siapa yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan
hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Akan tetapi perlu dilihat juga
mengenai harga dari objek yang dicuri. Jika harganya tidak lebih dari Rp 2,5 juta,
maka dianggap pencurian ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364 KUHP. Pasal
1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda KUHP (”PERMA
2/2012”): Kata-kata "dua ratus puluh lima rupiah" dalam pasal 364, 373, 379, 384,
407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
rupiah).

Namun, pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang


berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak berbeda dengan kasus
pelanggaran hukum oleh orang dewasa. Mengenai peradilan bagi anak diatur dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU
11/2012”). Anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan Anak yang
Berkonflik dengan Hukum.

Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak


adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Ini berarti anak

3
dalam kasus pencurian pompa ini termasuk dalam kategori anak yang berkonflik
dengan hukum. Karena usia mereka terdiri dari 13-15 tahun.

Mengenai penahanan, sebenarnya itu seharusnya menjadi usaha terakhir.


Pada dasarnya sistem peradilan anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan
Restoratif. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait
untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu penyidikan dan penuntutan


pidana anak serta persidangan anak, wajib diupayakan Diversi. Diversi adalah
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di
luar peradilan pidana. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Diversi dilaksanakan
dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

a. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan


b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Mengenai pencurian yang dilakukan anak dalam kasus ini adalah termasuk
kasus pencurian ringan dimana sangsi pidananya adalah penjara paling lama tiga
bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah apabila dilakukan oleh anak,
maka ancaman pidananya ½ dari ancaman pidana yang diatur dalam KUHP yaitu
1½ bulan.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan


orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan
Restoratif.Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:

a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;


b. Penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau
LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d. Pelayanan masyarakat.

4
Hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi. Jika
proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak
dilaksanakan, proses peradilan pidana Anak dilanjutkan.

Penyelesaian dan Keputusan Akhir Kasus: Penyelesaian dari kasus tindak


pidana pencurian yang telah dilakukan sekelompok bocah SMP tersebut akhirnya
menemui sebuah penyelesaian melalui rundingan yang dilakukan di Polsek Cineam
bersama para tetua desa juga orang/wali dari anak-anak tersebut. Keputusan
bulatnya adalah dengan perdamaian serta penyerahan kembali kepada orang tua.

Anda mungkin juga menyukai