Anda di halaman 1dari 10

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No.

3, Oktober 2017

AKTIVITAS PERDAGANGAN DI KESULTANAN BANJAR


TAHUN 1800-1860

RIZKY EKAPUTRI SWARDHANI


S1 Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya
e-Mail: eriko_ylc@rocketmail.com

Wisnu
Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya

Abstrak
Kesultanan Banjar merupakan kerajaan bercorak islam yang memiliki bandar perdagangan yang
paling ramai di Kalimantan. Tujuan penulisan skripsi ini ialah untuk mendeskripsikan aktivitas
perdagangan di Kesultanan Banjar tahun 1800-1860. Peneliti menggunakan metode penelitian sejarah
yang terdiri dari 4 tahapan, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dalam menjawab
rumusan-rumusan masalah: 1) bagaimana faktor-faktor alam dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan
di Kesultanan Banjar tahun 1800-1860, 2) bagaimana aktivitas perdagangan di Kesultanan Banjar tahun
1800-1860, dan 3) bagaimana peranan sultan dan bangsa asing dalam aktivitas perdagangan di
Kesultanan Banjar tahun 1800-1860.
Hasil yang didapat dari hasil penelitian ialah lokasi Kesultanan Banjar yang terletak ditengah-
tengah pelabuhan besar di Sulawesi, Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaka, dan Kep. Sulu (Filipina),
serta melimpahnya komoditi lada sebagai primadona di pasaran internasional-lah yang telah membuat
pelabuhannya ramai dikunjungi oleh pedagang asing. Agar tidak terjadi perselisihan antargolongan, maka
sultan sebagai penguasa tertinggi negeri pun mengeluarkan kebijakan bahwa hanya ada 3 golongan yang
berhak memegang kendali ekonomi di wilayah kesultanan, yakni sultan, mantri-mantri, dan bangsawan.
Sultan memiliki kuasa penuh atas perdagangan dalam negeri, termasuk menjalin kerjasama
politik dan ekonomi dengan para kolonial yang berakibat pada dihapuskannya Kesultanan Banjar dari
bumi Kalimantan. Sedangkan tugas para mantri ialah sebagai tengkulak, yakni mengumpulkan hasil-hasil
hutan dan industri dari warganya, kemudian mengirimkannya ke Banjarmasin melalui jalur sungai.
Sedangkan kegiatan dagang bangsawan sama seperti para pedagang asing yang datang untuk mengimpor
dan mengekspor barang hingga ke pedalaman Kalimantan.

Kata Kunci: Banjarmasin, Kesultanan Banjar, Perdagangan.

Abstract
The Sultanate of Banjar is an Islamic-style kingdom that has the most bustling trade port in Borneo. The
purpose of this thesis is to describe trading activities in Banjar Sultanate during the year 1800-1860. Researchers
use historical research methods that consisting these 4 stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and
historiography to answer the problem formulas: 1) how natural factors influenced trading activities in Banjar
Sultanate during 1800-1860, 2) how trading activities in the Sultanate of Banjar during the years 1800-1860, and
3) how sultan and foreign nations role in trading activities in Banjar Sultanate throughout the year 1800-1860.
The results obtained from the research is the location of the Banjar Sultanate that located in the middle
of large ports in Sulawesi, Java, Sumatra, Malacca, and Sulu Arch. (Philippines), as well as the abundance of
pepper commodities as a prima donna in the international market, made its ports crowded by foreign merchants.
In order to avoid intergroup disputes, sultan as the supreme ruler of the country also issued a policy that there are
only 3 groups who are entitled to control economic in the sultanate, the sultan, the mantris, and nobilities.
The Sultan has full control over domestic trade, including political and economic cooperation with the
colonials which resulted in the abolition of the Banjar Sultanate. The mantri takes role as a middleman, which
his job is collecting forest products and industry from its citizens, then send it to Banjarmasin via river channel.
And the nobles’ trade activity is the same as the foreign traders who come to import and export goods to the
interior of Borneo.

Keywords: Banjarmasin, The Sultanate of Banjar, Trade.

515
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

lokal, 6 meskipun bangsa kolonial pernah berusaha


PENDAHULUAN merebut dan menguasai perdagangan Banjar.
Banjarmasin dengan julukannya sebagai “Kota Sepeninggal pasukan belanda dari kesultanan pada 1809,
Seribu Sungai” memiliki identitas sebagai kota dagang1 perdagangan menjadi sepi. Hilangnya penjagaan laut oleh
nomor satu di Kalimantan karena komoditi ladanya yang pemerintah Hindia Belanda telah membuat laut timur dan
sangat melimpah. Letaknya di Muara Sungai Kuin, tenggara Kalimantan menjadi tidak aman akibat teror dari
perbatasan Sungai Barito yang merupakan pintu masuk para bajak laut Sulu.7
ke Pulau Kalimantan. 2 Suatu bandar perdagangan Ketika para pedagang asing lebih memilih
tidaklah mungkin berdiri sendiri, dalam artian tidak pelabuhan lain agar terhindar dari pembajakan, disitulah
terikat pada pemerintahan manapun karena sangat orang-orang Bugis datang dan berdagang di kesultanan
menguntungkan jika dimiliki dan dipelihara, apalagi seperti tidak terjadi apa-apa. Bagi mereka, hilangnya
pelabuhan Banjarmasin ini sangatlah ramai. Kerajaan pengaruh Belanda di Kesultanan Banjar itu ialah
yang waktu itu memiliki dan mengembangkan kesempatan emas tiada tara. Jadi, pembajakan laut itu
Banjarmasin sebagai kota dagang ialah Kesultanan bukanlah apa-apa bagi mereka. Kini tak ada lagi yang
Banjar. akan menghalang-halangi usaha perdagangan mereka di
Kesultanan Banjar adalah kerajaan yang awalnya Banjar 8 dan kemudian bangkitlah kembali kejayaan
bercorak Hindu-Buddha dan kemudian di-Islamkan orang-orang Bugis di Kalimantan.9
dibawah pengaruh Demak pada 1590. 3 Sejak masuk Keberadaan orang-orang Bugis tersebut tidak serta
Islam, aktivitas perdagangannya menjadi lebih terpercaya merta menghentikan pembajakan laut oleh para pembajak
dan ramai. Keramaian tersebut bukan hanya karena laut Sulu. Maka dari itu, sultan secara sengaja
pedagang-pedagangnya lebih mementingkan asas Islam mengundang Inggris datang ke Banjarmasin. 10 Pada
dalam setiap transaksinya, namun juga karena 1812, permintaan sultan itu akhirnya dikabulkan.
keberhasilan penaklukan Negara Daha yang Kemudian untuk pertama kalinya Inggris berhasil
menyebabkan berpindahnya kuasa perdagangan dari menempatkan residen untuk Banjarmasin. 11 Saat itu
Amuntai ke Banjarmasin. Perpindahan pelabuhan yang yang diangkat menjadi residen bagi Banjarmasin ialah
semakin dekat dengan Laut ini semakin memudahkan Alexander Hare. 12 Ia membentuk sebuah pengadilan
aktivitas perdagangan. Pedagang asing tidak perlu lagi untuk menangani masalah-masalah yang timbul akibat
berlayar jauh memasuki Pulau Kalimantan ketika si kurangnya keterampilan sultan dalam memerintah dan
penyedia lada, sang primadona di pasar Eropa, adalah mengatur rakyatnya.13
sultan dan para bangsawan di Banjarmasin. 4 Untuk urusan perdagangan, minat Hare yang
Selain lada, para pedagang Banjar juga paling besar ialah pada perdagangan budak, terutama
memperdagangkan hasil hutan mereka yang berupa rotan, wanita. 14 Ia sangat tertarik untuk mengoleksi wanita-
damar, lilin, madu, dan kayu, serta hasil laut yang sudah wanita Indonesia yang beragam etniknya untuk dijadikan
diolah menjadi ikan asin. Mereka juga menjual logam selir. Selama ia menjabat di Banjarmasin, setidaknya ada
dan batu mulia, yakni emas dan intan. Sayangnya, untuk 200 orang budak yang ia terima dari kesultanan sebagai
kebutuhan pokok masyarakat Banjar, seperti beras dan dalih membantu pembukaan lahan karesidenan
garam masih mengandalkan impor dari luar, dikarenakan Banjarmasin. 15 Masa karesidenan Hare berakhir saat
tanah-tanah subur milik bangsawan lebih diprioritaskan diserahkannya Indonesia kembali pada Pemerintah
untuk ditanami lada yang selalu menjadi bahan buruan Hindia Belanda.
nomor satu oleh para pedagang asing.5 Lagipula, kondisi
6
tanah Kalimantan sangat sulit untuk dijadikan areal Ibid., hlm. 52.
7
Ibid., hlm. 47.
persawahan kecuali dengan teknik-teknik khusus. 8
Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Jilid I: Batas-
Pada paruh pertama abad ke-19, aktivitas batas Pembaratan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm.
62.
perdagangan tersebut masih dikuasai oleh para pedagang 9
J. Thomas Lindblad, Antara Dayak dan Belanda: Sejarah
Ekonomi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan 1880-1942,
1
Hairus Salim HS., dan Andi Achdian, Amuk Banjarmasin, (Malang: Lilin Persada Press, 2012), hlm. 10.
10
(Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997), hlm. 17- D.J.M. Tate, The Making of Modern South-East Asia
18. Vol.1:The European Conquest, (London: Oxford University Press,
2
Ibid., hlm. 18. 1971), hlm. 255-256.
3 11
Kementrian Penerangan, Republik Indonesia: Kalimantan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 48.
(Jakarta: Kementrian Penerangan, 1953), hlm. 360. 12
Rosihan Anwar, Sejarah Kecil “petite historie” Indonesia
4
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., Sejarah Banjar, Volume 1, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), hlm. 137.
13
(Banjarmasin: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi J. Thomas Lindblad, op.cit., hlm. 9.
14
Kalimantan Selatan, 2003), hlm. 93. Nurul Ain, dan Noor Aziah, A Review of the Evolution of
5
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Sejarah Daerah the Cocos Malay Dwellings in Australia, (Asia Pasific Journal of
Kalimantan Selatan, (Banjarmasin: Departemen Pendidikan dan Advanced Business and Social Studies, Vol. 2, No.1, 2016), hlm. 242.
15
Kebudayaan, 1977), hlm. 38. Rosihan Anwar, loc.cit.

516
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

Sejak kembalinya Hindia Belanda pada tahun langsung berpengaruh terhadap kegiatan perdagangan di
berikutnya ke Banjar, kembali diadakan perjanjian antara Banjarmasin yang telah dibangun sejak berabad-abad
sultan dan Pemerintah Hindia Belanda, yang kemudian lalu, malah semakin maju dengan adanya dukungan dari
terus diperbaharui hingga 1849. Semua kontrak yang pemerintah Hindia Belanda dalam bentuk pengoperasian
dilakukan itu disebut-sebut hanya merupakan alih-alih kapal uap dan penjadwalan kapal barang secara teratur ke
Belanda untuk mendapatkan pengakuan dari Kesultanan luar negeri. Majunya perdagangan sebenarnya malah
Banjar atas nama “Hindia Belanda” 16 dan membuat posisi para pedagang lokal menjadi tergeser
mengeksploitasi batubara yang terkandung didalamnya. oleh kedatangan-kedatangan swasta asing, terutama oleh
Pada kegiatan perekonomian, dibawah KPM Belanda.22
pengawasan Belanda, dominasi para pedagang Cina yang Perdagangan Kesultanan Banjar sebenarnya sudah
pernah hilang mulai bangkit kembali. Hal ini dirasa pernah dibahas oleh Ibnu Wicaksono dalam skripsinya
sangat menarik untuk diteliti, karena pada masa ini para yang berjudul Kesultanan Banjarmasin dalam Lintas
pedagang Cina tersebut berhasil merebut kendali Perdagangan Nusantara Abad ke-XVIII, tetapi beliau
perdagangan orang-orang Bugis. Belanda memanfaatkan hanya memfokuskan isinya pada sejarah pengislaman
dominasi tersebut untuk membangun kembali ekonomi Banjarmasin dan peranannya dalam aktivitas
23
Hindia Belanda di Kesultanan Banjar. Mereka perdagangan nusantara di abad ke-18. Mengenai
mendirikan kantor cabang NHM di Banjarmasin pada aktivitas khusus perdagangan dalam wilayah kesultanan
1840.17 belumlah dibahas sepenuhnya oleh beliau. Karenanya
Kemudian fokus pemerintah bukanlah hanya penulis akan melengkapinya melalui penelitian baru
kepada lada saja, tetapi juga tambang batubaranya. dengan ruang lingkup temporal yang berbeda, yakni pada
Kebutuhan akan bahan bakar membuat Belanda mencari abad ke-19. Penelitian ini berjudul “Aktivitas
alternatif ekonomi lain di Indonesia, dan memutuskan Perdagangan di Kesultanan Banjar Tahun 1800-1860”.
untuk mencari di Kalimantan Selatan yang posisinya
dekat dengan Surabaya. Setelah menemukan lokasi METODE
penambangan yang dibutuhkan, Belanda kembali Penelitian dalam permasalahan sejarah memiliki
memaksa sultan untuk menyerahkan tanahnya di daerah disiplin ilmunya sendiri untuk mengolah fakta-fakta.
Riam Kiwa untuk dijadikan lokasi pertambangan. Mulai Setidaknya ada empat tahapan penelitian yang peneliti
gunakan, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan
dari sini, dimulai lagi monopoli perdagangan oleh Hindia
historiografi.24
Belanda. 18 Usaha-usaha yang terlalu menekan itu lah Pada tahapan yang pertama, peneliti melakukan
yang telah membuat ekonomi kesultanan tak pencarian dan pengumpulan data-data atau sumber-
berkembang.19 sumber yang berhubungan dengan judul, “Aktivitas
Hal menarik lain dalam aktivitas perdagangan Perdagangan di Kesultanan Banjar Tahun 1800-1860”.
Kesultanan Banjar terjadi saat Perang Banjar pada 1859 Sumber-sumber yang dicari berupa sumber primer berupa
arsip-arsip kolonial dan sumber sekunder berupa buku-
berkecamuk. Saat itu perdagangan di Banjarmasin
buku, jurnal, dll. yang bisa didapatkan di ANRI,
menjadi terganggu dengan banyaknya kekacauan yang Perpustakaan Daerah Kalimantan Selatan, Perpustakaan
disebabkan pemberontakan-pemberontakan rakyat Medayu Agung, Perpustakaan Universitas Negeri
terhadap kolonial. 20 Mereka menghancurkan kantor- Surabaya, dan Museum Lambung Mangkurat.
kantor dan pabrik-pabrik milik pemerintah Hindia Tahap kedua dalam penelitian ini merupakan
Belanda dan berhasil membuat keuangan Hindia Belanda kritikan terhadap sumber. Kritikan akan dilakukan secara
merosot.21 intern. Peneliti akan menyeleksi terlebih dahulu sumber-
sumber yang sesuai tema dan topik penelitian. Sumber
Untuk mengatasi pemberontakan yang semakin
yang ditemukan akan dikaji isinya untuk menjadi fakta.
merajalela tersebut, maka pada tahun berikutnya, yakni Terakhir peneliti akan mulai mencari fakta-fakta sejarah
1860, Belanda dengan sepihak menghapuskan Kerajaan untuk diinterpretasi.
Banjar dan menyatukan seluruh wilayah Kalimantan Pada tahap interpretasi, peneliti melakukan
dalam satu residen yang diberi nama Zuider en penafsiran atas fakta-fakta yang telah dikumpulkan.
Oosterafdeling van Borneo. Penghapusan tersebut tidak Peneliti akan menganalisa semua fakta yang ditemukan,
kemudian menghubungkan fakta-fakta tersebut untuk
16
M. Idwar Saleh, Pangeran Antasari, (Jakarta: CV merangkainya kembali menjadi kata-kata yang baru dan
Manggala Bhakti, 1993), hlm. 12.
17
J. Thomas Lindblad, op.cit., hlm.11.
18 22
M. Idwar Saleh, Pangeran, op.cit., hlm. 12-13. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 55-61.
19
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 52. 23
Ibnu Wicaksono, “Kesultanan Banjarmasin dalam Lintas
20
Kementrian Penerangan, op.cit., hlm.375-376. Perdagangan Nusantara Abad ke-XVIII”, Skripsi, (Jakarta: Universitas
21
Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara: Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
24
Penelusuran Kepustakaan Sejarah, (Jakarta: PT Grasindo, 2003), hlm. Aminuddin Kasdi, Memahami Sejarah, (Surabaya : Unesa
208-210. University Press, 2005), hlm. 11

517
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

masuk akal. Perangkaian tersebut dimaksudkan untuk Tentunya untuk sampai ke tujuan dengan
merekonstruksi peristiwa sejarah yang akan dibahas. melewati sungai-sungai tersebut tidak hanya dengan
Tahap terakhir dalam penelitian ini ialah historiografi, tangan kosong dan berenang saja, karena banyak hewan
yakni penulisan sejarah berdasarkan hasil interpretasi sungai, seperti buaya dan ular yang keberadaannya
peneliti. Fakta-fakta yang telah dikumpulkan dan mengancam keselamatan penghuni pulau. Agar lebih
diberikan interpretasi akan direkonstruksi dalam sebuah aman dan mudah, mereka membuat perahu dari batang
tulisan. Tulisan tersebut merupakan hasil akhir dari pohon dan membekali diri dengan mandau, sumpit, atau
penelitian yang berjudul, “Aktivitas Perdagangan di senjata tajam lain yang mereka miliki.
Kesultanan Banjar Tahun 1800-1860” ini. Di Kesultanan Banjar, tak hanya hutan dan
sungai yang mendominasi wilayahnya, melainkan juga
HASIL DAN PEMBAHASAN danau, rawa, hutan bakau, pegunungan dan bukit.
Pada peta administratif Pulau Kalimantan yang Kondisi alam tersebut membuat tanahnya tak mudah
dibuat pada masa kolonial, dapat diketahui batasan- untuk ditanami kecuali melalui cara-cara persawahan
batasan wilayah Kesultanan Banjar, yaitu Laut Jawa basah, atau perladangan berpindah.28
disebelah selatannya, dan Selat Makasar disebelah Macam-macam persawahan basah tersebut ialah
timurnya. Disebelah utaranya berbatasan dengan sawah pasang surut, sawah tahun, sawah rintak, sawah
Kerajaan Serawak, 25 yang pada waktu itu merupakan surung, huma tugal,29 dan persawahan rawa. Persawahan
wilayah jajahan Inggris, 26 sehingga wilayahnya tak rawa tersebut banyak dilakukan oleh orang-orang
dimasukkan kedalam peta kolonial tersebut. Di baratnya Melayu30 yang tinggal di sekitar Kesultanan, tepatnya di
berbatasan dengan Kalimantan Barat yang secara Kabupaten Banjar, dimana tanahnya telah berubah
teritorial politik merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan menjadi gambut dan cocok untuk ditanami.
Sukadana.27 Perladangan berpindah bisa ditemukan di daerah
Dikatakan bahwa kebesaran Kesultanan Banjar pegunungan atau bukit. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh
tersebut adalah faktor dari perdagangan internasional orang-orang Dayak. Mereka melakukan cara ini karena
yang dikuasainya, meski sebenarnya kerajaan-kerajaan lahan subur yang mereka ciptakan dari membakar hutan
lain di sebelah barat dan utara Banjar memiliki sifatnya tak permanen. Setelah lahan yang telah diolah
keuntungan lebih dalam hal perdagangan internasional, selama beberapa tahun terakhir menjadi tidak subur lagi,
karena letaknya berada dalam rute Perdagangan Laut maka orang-orang dayak akan pergi ke lokasi lain dan
Cina Selatan. Kesultanan Banjar memang tidak dilalui membabat hutan disana, kemudian membakarnya agar
rute perdagangan internasional, namun pelabuhannya menjadi subur. Perusakan alam ini merupakan jalan satu-
selalu ramai karena memiliki rute strategisnya sendiri. satunya bagi mereka demi mendapatkan tanah yang subur
Pulau Kalimantan terjepit diantara pelabuhan- untuk ditanami, mengingat di tanah Kalimantan tak
pelabuhan besar di Semenanjung Malaka, Sumatera, terdapat satu pun gunung berapi aktif yang membantu
Jawa, Sulawesi, dan Kep. Sulu (Filipina), yang tanahnya tetap subur.
menyebabkan pelabuhan di selatan Kalimantan Gunung-gunung tak aktif tersebut menyebar ke
(Banjarmasin) pasti akan dikunjungi oleh orang-orang seluruh wilayah kesultanan dan biasanya dijadikan
yang akan bepergian ke Barat atau Timur Indonesia. sebagai batas wilayah politik. Seperti Gunung Luang
Lagipula, dulunya Pulau Kalimantan ini merupakan yang dijadikan batas paling utara, atau Pegunungan
wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang terkenal. Meratus yang menjadi batas paling timur Kesultanan
Jadi tidak heran kalau Banjarmasin secara sengaja Banjar menurut perjanjian Sultan dengan kolonial pada
disinggahi oleh para turis atau pedagang asing. Dengan 1845. 31 Melalui perjanjian tersebut, dengan jelas
penyokong ekonomi yang kuat seperti ini, tidak heran ditetapkan batas-batas wilayah Kesultanan Banjar dalam
jika kesultanan bisa berkembang menguasai hampir perjanjian antara Gurbenur Belanda dengan Sultan bahwa
seluruh pulau. titik awal penarikan garis wilayah Kesultanan berawal
Secara astronomis, Pulau Kalimantan dilewati dari Kampung Carucuk, terus ke utara menuju Gunung
oleh garis khatulistiwa, yang mengindikasikan bahwa Luang, kemudian terus turun ke selatan mengikuti
pulau ini beriklim tropis. Iklim ini menyebabkan hujan barisan Pegunungan Meratus hingga Lianganggang, dan
selalu turun sepanjang tahunnya, menjadikan hutan-hutan kembali lagi ke muara Sungai Kuin.32
di pulau ini tumbuh sangat subur, pohon-pohonnya Rakyatnya disebut sebagai “Orang Banjar”.
sangat lebat dan besar. Hujan ini pula lah yang telah Mereka sebenarnya terdiri dari suku-suku asli penghuni
membentuk sungai-sungai besar dan panjang di pulau ini. pulau dan bangsa-bangsa pendatang, termasuk keturunan
Sungai-sungai tersebut tersebar rata diseluruh pulau dan pencampuran keduanya yang telah memeluk Islam dan
menjadi alternatif utama bagi penduduk penghuni pulau
untuk bepergian kesana-kemari, menjangkau daerah-
daerah pedalaman yang jalur daratnya sulit dilalui karena 28
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 8-9.
29
tertutupi oleh hutan hujan yang lebat. M.Idwar Saleh, Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan
Kebudayaan Sungainya Sampai dengan Akhir Abad-19, (Banjarbaru:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), hlm. 4.
25 30
Kementrian Penerangan, op.cit, hlm. 388-389. Memorie Van Overgave Onderafdeeling Martapoera Door
26
D.J.M. Tate, op.cit., hlm. 316. H.M. Holtrust, Reel no. 30, MvO serie 1e, ANRI, hlm. 3.
27 31
Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan, Amir Hasan Kiai Bondan, loc.cit.
32
(Banjarmasin: Pertjetakan Fadjar, 1925), hlm. 18. Ibid., hlm. 33.

518
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

tinggalnya di dalam wilayah politik Kesultanan Banjar.33 Barabai; 44 Mutiara dari Tanah Laut; cengkeh, pala, 45
Orang-orang yang agamanya bukan Islam tetapi kerajinan kayu tatah ukir, dan lada putih-hitam dari Hulu
tinggalnya masih di wilayah Kesultanan Banjar akan Sungai, 46 Tabanio, Pengaron, Tanah Laut, Nagara,
disebut asal-usulnya saja, seperti orang-orang Dayak, Batang Alai, dan Tabalong; 47 gula merah khas
Walanda (Belanda), dll.34 Martapura; 48 kotak kipas, bintingan, kopiah jangang,
Orang-orang Banjar terkenal sebagai orang- tikar, lampit rotan, pelepah rumbia, bakul purun, dan
orang yang senang berdagang, hingga perdagangan di kajang dari Margasari; 49 kerajinan kulit kayu, rotan,
Kesultanan Banjar selama tahun 1800-1860 dikuasai oleh batang palem, bambu, damar, kayu ulin, getah merah,
mereka 35 daripada orang-orang asing yang kapal dan getah susu, 50 kayu jati, 51 getah perca, lilin lebah, darah
barang dagangannya lebih bagus dan beragam. naga, sarang burung, madu, kulit reptil, dan batu besoar
Pekerjaannya berdagang keluar pulau atau negeri untuk dari hutan di pegunungan Meratus; serta hasil industri
mengekspor dan mengimpor barang. logam dan batu mulia dari Hulu Sungai dan Cempaka,
Dalam pengelompokan masyarakat ekonomi kemudian dijual kepada para pembeli lokal maupun
kesultanan Banjar, orang-orang yang kegiatan ekspor dan asing.
impor ini disebut sebagai saudagar. Dengan izin Batu mulia seperti emas atau intan akan dijual
syahbandar dan sultan, mereka berangkat menuju Jawa, secara langsung kepada raja yang memiliki hak atas tanah
Ujung Pandang, Banten, Aceh, 36 Andalas, Sulawesi, pertambangan itu. 52 Pada intan misalnya, ketika yang
Semenanjung Siam dan Selon untuk menjual barang yang didapatkan hanyalah sekitar 2 karat, maka haruslah dijual
telah ia dapatkan dari pedagang lokal, dan kemudian pada pemilik tanah. Pemilik tanah pertambangan intan
ditukar dengan batu agiat merah, batu karang, candu, selain raja waktu itu merupakan orang-orang Melayu, dan
kain, garam, beras, perhiasan,37 gula, bawang, asam, ragi, Cina. 53 Namun jika lebih dari 5 karat, maka dijualnya
kain (polos/batik), sarung, selendang, benang, barang- harus langsung kepada sultan. Dari sultan ini kemudian
barang pecah belah, juga barang-barang dari kuningan dijual lagi kepada para pembeli asing. Permintaan
dan tembaga.38 terhadap intan juga datang dari para penduduk lokal, dan
Sekembalinya dari luar negeri, biasanya para ini telah berlangsung sejak berabad-abad silam.
pedagang akan sesegera mungkin menemui sultan untuk Permintaan yang sangat besar selalu berasal dari
memberikan oleh-oleh. Tidak lupa mereka bersyukur Sukadana, karena ratunya sangat menyukai batu indah
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah yang berkilauan tersebut. 54 Selain dari Sukadana,
memulangkannya dengan selamat ke tanah kelahiran permintaan intan juga datang dari Sambas.55
dengan cara menyantuni anak yatim dan fakir miskin.39 Bagi orang-orang Banjar, melakoni usaha
Karena kebiasaan baik inilah ia amat disukai orang dagang seperti ini ialah satu dari hal lain yang bisa
banyak, dan para pekerjanya pun pasti patuh terhadapnya dilakukan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, apalagi
untuk bekerja dengan giat. karena memang hal inilah yang paling menguntungkan.
Para saudagar kemudian berperan sebagai Di Hindia Belanda, mereka terkenal sebagai orang yang
importir di Banjarmasin bersama dengan pedagang asing akan menjual apa pun yang bisa dijual. 56 Bahkan bagi
lainnya. Jika orang-orang Cina dan Bugis mau berlayar orang Dayak pedalaman yang terkenal tak bisa didekati
hingga ke pelosok, maka para saudagar ini akan tetap pun akhirnya mau menerima kedatangan para pedagang
bertahan di kota besar, dan para pekerjanya lah yang akan lokal maupun asing yang telah membawa barang-barang
berdagang hingga ke pelosok dan memasok barang lokal yang mereka sukai.57
baru untuk diekspor. Namun tak jarang pedagang swasta
lain yang hanya menggeluti perdagangan lokal akan 44
Ibid., hlm. 207.
45
langsung datang kepada saudagar untuk menjual barang 46
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., op.cit., hlm. 95.
hasil olahannya dan juga membeli barang dagangan sang P. Van Hoeve, Memorie van Overgave van de
Onderafdeeling Poloe Laoet en Tanah Boemboe, Reel No. 30, Mvo
saudagar untuk menjualnya kembali ke pasar-pasar kecil. Serie 1e, ANRI, hlm. 5.
Kelompok pedagang lain di Kesultanan Banjar 47
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., op.cit., hlm. 93-96.
48
ialah para mantri dan sultan. Mantri dan saudagar sering Memorie Van Overgave Onderafdeeling Martapoera Door
anmengumpulkan barang-barang dagangan dari H.M. Holtrust, op.cit., hlm. 24.
49
M. Idwar Saleh, Sekilas, op.cit., hlm. 5.
produsen 40 berupa katun, 41 alat-alat kuningan dan 50
Amir Hasan Kiai Bondan, op.cit., hlm. 90.
tembaga 42 dari Nagara; kapas dari Amuntai; 43 nila dari 51
Koloniaal verslag over het jaar 1858, loc.cit.
52
Ibid., hlm. 89.
53
Alex L. ter Brake, Mining in the Netherlands Indies,
33
Tajiddun Noor Ganie, Asal-usul Orang Banjar, (Pensylvania: Arno Press Publ, 1977), hlm. 94.
54
(Banjarmasin: Rumah Pustaka Karya Sastra, 2010), hlm. 1. Donald F. Lach, dan Edwin J. van Kley, Asia in the
34
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., op.cit., hlm. 10-12. Making of Europe: A Century of Advance Volume III Book 3, (London:
35
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 52. University of Chicago Press, 1993), hlm. 1388.
36 55
M. Idwar Saleh, op.cit, hlm. 1. Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar, (Malaysia: Dewan
37
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., op.cit, hlm. 95. Bahasa dan Pustaka, 1990), hlm. 350.
38 56
Amir Hasan Kiai Bondan, op.cit., hlm. 90. Lesley potter, Commodity and Environment In Colonial
39
Ibid., hlm. 89-90. Borneo Economic Value, Forest Conventions and Concerns For
40
Ibid., hlm.96. Conservation: 1870-1940, dalam Reed L. Wadley, Histories of the
41
Koloniaal verslag over het jaar 1858, loc.cit. Borneo Environment: Economic, Political and Social Dimension of
42
Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 21. Change and Continuity, (Leiden: KITLV Press, 2005), hlm. 116.
43 57
Koloniaal verslag over het jaar 1883, Zuider en Owen Rutter, The Pagans of North Borneo, (London:
Oosterafdeeling van Borneo, hlm. 16. Hutchinson & Co.Ltd; 1929), hlm. 127-128.

519
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

Para pedagang asing yang telah diduga makanya mereka hanya mengenal sistem barter dalam
kedatangannya akan ditunggu di tepian sungai. Orang- memenuhi kebutuhan hidupnya.
orang Dayak tersebut akan memberikan gambar Terkadang orang-orang Dayak yang tinggalnya
mengenai siapa diri mereka dan apa yang mereka di pegunungan merasa sudah mampu mencukupi
inginkan. Pedagang yang telah berhasil menerjemahkan kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga mereka tak perlu
gambaran mereka itu akan segera pergi mengangkut bersusah-susah mencapai pinggiran sungai untuk
barang-barangnya ke desa. Perjalanan bisa mencapai mendapatkan suplai bahan dan barang yang bagus.
hingga 5 hari dengan hanya berjalan kaki saja,58 namun Dikatakan susah karena memang medan yang dilewati
keletihan yang diderita segera sirna ketika mulai sangatlah ekstrim. Mereka harus melewati bukit dan
memasuki perkampungan. Orang-orang desa telah ada lembah, juga menembus hutan demi mencapai pasar.
menyediakan rumah khusus untuk beristirahat, dan Belum lagi karena adanya ancaman dari para pemenggal
jamuan yang diberikan pun sangat enak tiada tara. kepala dari suku Dayak lain. 65 Pada akhirnya mereka
Setelah puas beristirahat, barulah para pedagang hanya mengumpulkan hasil hutan untuk diolah menjadi
pergi menemui ketua desa untuk menawarkan barang makanan dan minuman atau dijadikan peralatan rumah
dagangannya. Biasanya barang dagangan mereka ini akan tangga.
ditukarkan dengan lilin atau sarang burung. Selama Jika sangat dibutuhkan, mereka hanya bisa
menunggu orang-orang Dayak mengumpulkan bayaran, dijangkau oleh kaumnya sendiri, entah itu orang-orang
para pedagang masih dilayani dengan baik. Ketika Dayak lain yang berbeda sukunya ataukah orang Banjar
bayaran telah diterima, barulah mereka pulang dengan saja. Selain karena medan yang dilewati jauh lebih
cara yang sama. Meski perjalanan pulang yang panjang ekstrim daripada sungai, mereka juga jauh lebih mengerti
masih menunggu di depan mata, namun keuntungan yang bagaimana cara menghadapi kerabat jauhnya 66 tersebut
sangat besar atas hasil bertransaksi barusan telah dengan baik dan benar. Orang-orang Banjar yang
menyemangati mereka. Kini mereka menjadi lebih kaya menjalin hubungan dengan orang-orang Dayak ini
dari sebelum datang ke sini.59 bergerak mengikuti perintah sultan yang menginginkan
Dari semua Dayak yang tinggal di wilayah kemaksimalan ekspor hasil hutan. 67
Kesultanan Banjar, tak semuanya mau bertemu dan Hasil hutan yang melimpah bisa didapatkan di
berkomunikasi dengan orang asing. Hanya orang-orang daerah Kahayan Hulu, dan penduduknya disana tidak ada
Dayak yang tinggal di sepanjang aliran sungai yang bisa yang bisa mengolah hasil hutan secara maksimal. Jika
dijangkau oleh orang asing, seperti bangsa India, Arab, dibeli barang mentahnya saja, kemudian dijual produk
Cina, 60 dan Melayu 61 sebagai orang yang paling bisa hasil olahannya, maka keuntungan yang banyaklah yang
diandalkan dalam menghadapi sifat Dayak yang pemalu. akan diperoleh oleh para pedagang. Sayangnya, daerah
Mereka, para pedagang Melayu bersama dengan ini merupakan tempat hunian suku Ot Danum, suku
penduduk lokal, menyusuri sungai-sungai untuk Dayak yang paling sulit didekati, bahkan hingga jatuhnya
mencapai pedalaman Kalimantan. Di lokasi yang dituju, Kesultanan Banjar pun, suku ini masih menolak
mereka meletakkan barangnya begitu saja dan pergi keberadaan orang asing. Desanya dipenuhi oleh para
bersembunyi di pepohonan. Biasanya barang yang ksatria pemenggal kepala yang berani menantang maut.
diletakkannya berupa batu akik merah, manik-manik, dan Karenanya tidak satupun, bahkan dari sesama Dayak
gelang tembaga yang sangat disukai oleh pelanggan sekalipun berani mendekati mereka.68
Dayaknya itu. 62 Para pedagang tersebut kemudian Ada lagi Dayak yang sudah mengenal
kembali lagi keesokan harinya untuk mengambil bayaran pertukaran dengan uang namun tidak pemalu, yakni
atas barang yang diantarkannya itu. Bayaran yang Dayak Dusun. Dayak Dusun ini adalah suku yang paling
diberikan biasanya berupa emas.63 bisa dijangkau oleh para pedagang asing. Mereka mampu
Orang-orang Dayak yang pemalu tersebut memenuhi permintaan para pedagang asing akan hasil
sebelumnya pernah disebutkan keberadaannya dalam hutan seperti damar, karet, getah perca, lilin lebah, rottan,
sejarah Kotawaringin. Berbeda dengan orang-orang kulit trenggiling, cula badak, dan bulu ayam. Selain itu,
Dayak di Kesultanan Banjar, sifat mereka lemah lembut, juga disediakan hasil ladang, ternak, dan kerajinan tangan
ramah, jinak, dan penakut. Karena itulah pada abad ke-19 mereka. Tanaman tersebut yakni tembakau, beras, kelapa,
mereka berbondong-bondong menuju daerah yang lebih buah-buahan, unggas, kerbau, topi, dan keranjang,
dalam di Pulau Kalimantan karena tidak tahan dengan pinang, tebu, damar, rotan, buah tarap, dan durian. 69
perlakuan orang kota yang sering merampok mereka. 64
Mungkin karena hal inilah sifat mereka jadi terbelakang,
65
Owen Rutter, op.cit., hlm. 128.
66
Hal ini berkenaan dengan legenda masyarakat tentang
berpisahnya dua saudara Dayak yang berbeda pendapat mengenai
58
Rodney Mundy, Narrative of events in Borneo en Celebes, kedatangan Islam di tanah Kalimantan. Dayuhan sebagai saudara tertua
down the occupation of Labuan from the journal of Sir James Brooke, memilih pergi menjauh ke pegunungan dan membangun
vol. 1, (London, 1848), hlm. 264. perkampungannya sendiri, sedangkan Intingan, sang adik tetap tinggal
59
Ibid., hlm. 265. di kota dan membangun perkampungannya sendiri juga, serta
60
Owen Rutter, loc.cit. membangun masjid-masjid.
61 67
J. Thomas Lindblad, op.cit., hlm. 7. M. Idwar Saleh, Sekilas, op.cit., hlm. 13.
62 68
Donald F. Lach, dan Edwin J. van Kley, op.cit., hlm. 1391. Koloniaal verslag over het jaar 1881, Zuider en
63
J. Thomas Lindblad, loc.cit. Oosterafdeeling van Borneo, hlm. 16.
64 69
Johannes Jacobus Ras, op.cit., hlm. 454. Owen Rutter, op.cit., hlm. 127-133.

520
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

Waktu terus berlalu, dan para pendatang, terlebih dahulu untuk meminta izin berdagang. Agar
terutama bangsa kolonial mulai menjejakkan kakinya di segala kegiatan mereka lancar seperti yang diharapkan,
pedalaman Kalimantan dan melakukan penelitian. maka sebagian besar dari mereka akan mencoba
Bersamaan dengan kemunculan mereka adalah para mendekati sultan dengan cara memberikan hadiah terbaik
pedagang Cina. Mereka mendirikan toko-toko dan yang mereka miliki saat melakukan kunjungan langsung
berhasil membujuk para Dayak pedalaman untuk ke keraton. 79 Dari keraton tersebut, barulah mereka
menukarkan hasil hutan mereka dengan barang dagangan bertolak ke pasar-pasar di wilayah kesultanan.
yang dibawanya. Bahkan bahaya dari para pemenggal Di pasar, mereka menawarkan kain dan pakaian
kepala pun dapat ditekan oleh para kolonial, sehingga dari sutra dan katun, korek api, daging, mantel, manik-
orang-orang Dayak tersebut akhirnya mau diajak manik, 80 kapur barus, teh, obat-obatan tradisional,
bekerjasama, entah dalam hal barter, 70 atau menjadi barang-barang dari porselen dan keramik Cina. 81 Karet
tenaga kerja di pertambangan secara sukarela atau dengan rawa, jelatung, dan tannin dari hutan bakau, 82 ikan asin
paksaan.71 dari Pelaihari, beras dan garam dari Jawa dan
Menjadi buruh atau pekerja kasar merupakan Singapura,83 tembakau dari Jawa dan Sumatera 84 dipasok
pilihan pekerjaan paling terakhir yang akan dilakukan oleh Belanda untuk Kalimantan dan ditumpuk di gudang
jika keadaan mendesak. Hasil hutan dan ladang tidak penyimpanan, yang kemudian diambil oleh para
selamanya sesuai harapan. Padi selalu mengalami gagal pedagang Melayu dan Banjar untuk dijual kembali ke
panen ketika memasuki musim kemarau panjang, 72 seluruh wilayah Kesultanan Banjar.
padahal harga beras lumayan tinggi bagi masyarakat Jumlah pedagang Cina di Banjarmasin memang
pedalaman seperti mereka, yakni sekitar f 3½ - 8 per lebih banyak daripada bangsa-bangsa lainnya. Meskipun
pikulnya.73 Harga yang rendah untuk produk hasil hutan mereka selalu datang terlambat, yakni dibulan Februari
juga merupakan kelemehan mereka. Harga rendah saat semua pedagang asing datangnya di bulan Oktober,
tersebut mungkin dipengaruhi oleh cara medapatkannya namun mereka tetap berhasil mendapatkan lada yang
yang tidak perlu modal, sehingga tidak perlu bagi mereka banyak dari para pedagang Banjar. Lada-lada tersebut
memasang harga tinggi-tinggi jika pada awalnya mereka memang sengaja disembunyikan dari pedagang asing lain
tak pernah mengeluarkan modal. Namun kebutuhan untuk dijual kepada para pedagang Cina. Prioritas seperti
hidup tiap-tiap orang selalu bertambah setiap harinya, ini terjadi tidak lain hanya karena barang dagangan dari
dan itu membuat mereka tertekan. 74 Sehingga tak ada Cina tersebut lebih menarik dan berguna sekali dalam
cara lain selain mengambil pekerjaan tambahan agar bisa kehidupan orang-orang Banjar. Selain itu, mereka juga
membeli keperluan sehari-hari di pasar. berani membayar tinggi atas lada-lada yang ditawarkan
Keadaan saling membutuhkan ini kemudian pedagang Banjar. 85 Karena hal ini lah mereka akhirnya
menciptakan pasar lokal yang disebut tamu. 75 Pasar ini mampu menyaingi para pedagang Bugis yang sempat
selalu memiliki tiang yang tinggi untuk mengibarkan naik daun di Kesultanan Banjar.
bendera sebagai tanda bahwa proses jual-beli boleh Para pedagang Bugis tersebut merupakan bangsa
segera dilakukan. Pedagang-pedagang asing yang banyak asing pertama yang menyuplai barang dari luar negeri
datang ke pasar ini ialah para pedagang Cina dan Bajau. semenjak laut di Tenggara dan Timur Kalimantan
Para pedagang Cina tersebut, datang dan menawarkan dikuasai oleh para bajak laut Sulu. Ancaman dari para
kain, benang katun, korek api, daging, mantel, manik- bajak laut tersebut tidak membuat mereka gentar, malah
manik, dan perhiasan.76 terjadi hubungan kerjasama dengan para bajak laut
Berbeda dengan para pedagang Cina yang tersebut. 86 Bangsa Bugis ini terkenal berani dalam
dengan leluasa keluar-masuk Kalimantan untuk menghadapi para bajak laut Sulu yang bahkan Belanda
berdagang, orang-orang Bajau tersebut haruslah pun tidak mampu menanganinya. Pos perdagangannya
mengantongi izin dari pusat (pemerintahan) terlebih yang paling besar terdapat di Samarinda87 (Kutai).
dahulu sebelum berdagang. Dengan pakaian yang sangat Mereka menjadi harapan baru rakyat Banjar
mencolok, mereka datang dan memasok ikan kering, untuk mengimpor barang dari luar, terutama beras,
tiram, telur itik, unggas, tebu, gelang dari kulit kirai, garam, 88 tekstil, minyak lampu, tepung, dan tembakau 89
garam, kuda poni, kerbau, dan sapi.77 yang produksinya sangat rendah di Kalimantan. Selain
Berdasarkan peraturan, para pedagang asing barang impor, para pedagang itu juga membawa hasil
yang hendak turut serta dalam kegiatan perdagangan di
79
wilayah Kesultanan Banjar diharuskan menemui Goh Yoon Fong, Perdagangan dan Politik: Banjarmasin
syahbandar sebagai pemegang kuasa perdagangan 78 1700-1747, (Yogyakarta: Penerbit Lilin, 2013), hlm. 189.
80
Owen Rutter, op.cit., hlm. 133.
81
Goh Yoon Fong, op.cit., hlm. 191-195.
70 82
Ibid., hlm. 128-130. Reed L. Wadley, op.cit., hlm. 110.
71 83
Koloniaal verslag over het jaar 1881, op.cit., hlm. 204. Koloniaal verslag over het jaar 1879, loc.cit.
72 84
Koloniaal verslag over het jaar 1879, Zuider en J. Thomas Lindblad, op.cit., hlm. 14.
85
Oosterafdeeling van Borneo, hlm. 205. Ibid., hlm. 187-188.
73 86
Koloniaal verslag over het jaar 1858, loc.cit. Adrian B. Lapian, Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut:
74
Koloniaal Verslag over het jaar 1884, Zuider en Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX, (Depok: Komunitas Bambu,
Oosterafdeeling van Borneo, hlm. 21. 2009), hlm. 98-99.
75 87
Owen Rutter, op.cit., hlm. 132. Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya Jilid II:
76
Ibid., hlm. 133. Jaringan Asia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 92.
77 88
Ibid., hlm. 131-134. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, op.cit., hlm. 39.
78 89
M. Suriansyah Ideham, dkk ed., loc.cit. J. Thomas Lindblad, op.cit., hlm. 14.

521
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

hutan Sulawesi, seperti sarang burung, kulit ular, dan aktivitas perdagangan ini diawasi sepenuhnya dari
damar.90 Barang-barang lokal tersebut tak begitu diminati Schans V. Thuyl.97
oleh masyarakat Banjar, karena hutan Kalimantan Kemudian pada 1840, pemerintah Hindia
mampu memproduksi lebih dari apa yang ditawarkan Belanda mendirikan kantor cabang Nederlandsce
pedagang-pedagang Bugis tersebut. Handel-Maatschappij (NHM) di Banjarmasin. Melalui
Keragaman hasil hutan dan ladang Kalimantan kantor ini para pedagang Cina mendapatkan kesempatan
bertambah ketika Inggris mendirikan residennya untuk lebih besar untuk berdagang di Pulau Kalimantan
Banjarmasin. Pada 1812 residen Inggris, Alexander Hare daripada pedagang Bugis yang tidak bisa diajak
mendatangkan 400 orang hukuman dari Jawa untuk bekerjasama dengan pemerintah kolonial. Kapal-kapal
membangun badan peradilan dan membantu penduduk uap kemudian mulai diimpor dan dioperasikan.
lokal membuat kapal untuk digunakan sendiri ataupun Sayangnya, kapal uap ini memiliki kelemahan.
dijual. Selain itu ia juga mengupayakan penanaman tanah Ukurannya yang besar dan berat karena tambahan mesin
eigendom Kalimantan dengan kopi, lada, sayur-mayur, membuat kapal-kapal tidak bisa beroperasi disaat musim
dll untuk diekspor.91 kemarau panjang yang menyebabkan pendangkalan
Semua ide-ide yang dicetuskan Hare tersebut sungai. Disaat seperti ini, maka melewati jalur darat
bisa dibilang cemerlang, termasuk ide tentang adalah pilihan terbaik meski agak mahal. Jalur darat ini
“perdagangan budak.”92 Meski dipandang tercela, ia tetap ada yang hanya berupa jalan setapak, ada pula yang
melakoninya dengan riang, bahkan kebiasaan tercela ini sudah merupakan aspal. Untuk melewatinya, pemerintah
terwariskan kepada para pembakal di Banua Lima. 93 kolonial sudah mengimpor mobil-mobil kuat pengangkut
Akibat terlalu fokus pada hobinya tersebut, ia telah barang dari Eropa.98
membawa perdagangan Banjarmasin kedalam Semua kenyamanan dalam distribusi pasar ini
keterpurukan, dimana produksi lada dan beras menurun bukan semata-mata hanya ditujukan kepada pedagang
drastis.94 Cina, namun juga demi kepentingan kolonial sendiri.
Orang-orang Banjar tidak bisa terus-terusan Belanda yang awalnya tenang-tenang saja dalam hal
bergantung pada impor beras jika mata pencaharian perdagangan, tiba-tiba menjadi serakah semenjak
mereka hanyalah penjual hasil-hasil hutan. Pemerintah ditemukannya batu bara di distrik Riam. 99 Batu bara
berharap kebutuhan lokal terhadap beras dapat diatasi tersebut penting keberadaannya untuk menunjang kapal
sendiri, jadi penduduk tidak perlu bekerja berlebihan uap dalam beroperasi melakukan perdagangan atau pun
untuk membeli beras impor yang mahal. Daerah yang melaksanakan perang.100
kemudian dikembangkan menjadi lumbung padi Agar keuntungan bisa didapatkan dengan
Kesultanan Banjar ialah Banua Lima dan Banua Ampat. 95 maksimal, maka didatangkanlah mesin-mesin untuk
Pada pertengahan abad XIX, ibukota kesultanan menambang dan membangun infrastruktur di
sudah pindah ke Martapura, sehingga kegiatan dagang Kalimantan101 agar kapal uap dan mobil-mobil itu dapat
rakyatnya pun berpindah pula dari muara Sungai Kuin ke digunakan. Untuk memperlancar usahanya ini, maka
Sungai Martapura, tepatnya ke Lok Baintan. Hal ini pemerintah Hindia Belanda mulai ikut campur dalam
secara otomatis terjadi karena konsentrasi pemukiman urusan kenegaraan Banjar. Hal inilah yang kemudian
penduduk yang besar selalu mempengaruhi penguasaan disebut-sebut sebagai pemicu terjadinya Perang Banjar
ekonomi perdagangan sungainya. 96 Namun perpindahan (1859-1905).102
ini bukanlah sesuatu yang besar. Pada akhirnya pasar Saat perang Banjar berkecamuk, perdagangan
terapung yang sangat ramai di kesultanan ini hanyalah tetap berjalan seperti biasa, malah semakin membaik
pasar terapung biasa. Pusat perdagangan masih berada di dengan adanya kapal-kapal uap yang beroperasi di
Pulau Tatas Banjarmasin, dimana pihak kolonial sungai-sungai Kalimantan.103 Kerusuhan-kerusuhan yang
mengatur dan menguasai segalanya. terjadi saat perang hanya sedikit yang mengganggu
Dari kantor cukai Belanda, para pedagang asing jalannya aktivitas perdagangan. Contohnya pada
bisa meneruskan perjalanannya ke seluruh pelosok pulau penyerangan di gudang garam Pulu Petak yang
yang sudah menjadi onderafdeeling Hindia Belanda. Dan menewaskan seorang letnan Belanda.104 Penyerangan ini
pedagang lain yang akan meneruskan perjalanannya ke membuat para pengurus gudang takut dan menutup
wilayah Kesultanan Banjar harus mampir lagi ke kantor gudangnya untuk sementara waktu, sehingga pasokan
cukai kesultanan lama di muara Sungai Kuin untuk garam menjadi berkurang dan harganya mahal.
melanjutkan ke Sungai Martapura. Dan sebaliknya, jika Minimnya pasokan garam bukan satu-satunya
pedagang Banjar (saudagar) yang ingin berdagang keluar, masalah perdagangan yang dihadapi, namun juga masih
maka ia harus mendapatkan izin dari residen. Semua
97
M. Idwar Saleh, Pangeran, loc.cit.
98
P. Van Hoeve, op.cit., hlm. 3.
99
Kementrian Penerangan, op.cit., hlm. 369.
100
M. Idwar Saleh, Pangeran, loc.cit.
90 101
Ibid., hlm. 10. Hal ini dikaitkan dengan keberadaan bengkel di dekat
91
Amir Hasan Kiai Bondan, loc.cit. pertambangan sesuai dengan Koloniaal verslag over het jaar 1881, Ibid.;
92
Rosihan Anwar, loc.cit. dan laporan P. Van Hoeve, Ibid., yang menyinggung masalah
93
M. Idwar Saleh, Pangeran, op.cit., hlm. 25. pembangunan aspal di Pulau Laut.
94 102
D.J.M. Tate, op.cit., hlm. 256. Ibid., hlm. 368-376.
95 103
M. Idwar Saleh, Pangeran, op.cit., hlm. 32 Koloniaal verslag over het jaar 1858, loc.cit.
96 104
M. Idwar Saleh, Sekilas, op.cit., hlm. 2 Capt. R. P. Suyono, op.cit., hlm. 210.

522
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

ada banyak kebutuhan pokok lain yang juga mengalami barang-barang lain yang sama tenarnya dengan lada,
hambatan pengiriman. Impor beras dan barang-barang yakni rotan, karet, sarang burung, kayu jati, getah perca,
kebutuhan pokok lainnya selalu mengalami lilin lebah, darah naga, sarang burung, madu, kulit reptil,
keterlambatan jadwal akibat perang. Keterlambatan batu besoar, emas, intan, dan batubara. Selain itu, barang-
tersebut sebenarnya bukanlah masalah jika saat itu barang seperti kapas dan katun masih kurang diminati
bukanlah musim kemarau panjang. Musim itu telah karena kualitasnya yang jauh dibawah standar ekspor.
membuat padi-padi gagal untuk dipanen sehingga Barang bisa didapatkan di pelabuhan utama di
menaikkan harga beras menjadi f 7 - 15 per pikulnya Pulau Tatas, Banjarmasin, atau bisa juga dibeli langsung
pada 1860.105 dari produsen. Pembelian langsung ke produsen bukanlah
Pengiriman menjadi terhambat dan terlambat pekerjaan yang mudah. Pembeli harus menggunakan
karena medan pertempuran yang digunakan para pejuang kapal yang lebih kecil untuk menyusuri sungai-sungai
mencakup jalur darat dan sungai Kalimantan. Jalur darat kecil menuju pedalaman. Perjalanan memakan waktu
banyak yang ditutup dan dijaga ketat oleh Belanda. Jika sangat lama, dan akan menjadi lebih lama ketika pasar
penduduk tak punya pilihan lain selain memaksa lewat, ia lokal belum ada. Pembeli harus berjalan berhari-hari
harus diperiksa dengan benar-benar oleh para tentara menuju kampung penghasil hasil-hasil hutan terbaik.
Belanda. Sedangkan jalur sungai juga berbahaya untuk Transaksi yang terjadi diantara mereka biasanya dalam
dilewati, karena para pejuang telah membangun benteng bentuk barter. Pembeli akan menukarkannya dengan
pertahanan di Sungai Barito, sungai utama untuk menuju barang-barang impor yang menarik, seperti keramik,
daerah pedalaman dari Banjarmasin. Belum lagi di Banua obat-obatan tradisional, kain sutra, manik-manik, teh,
Lima, Margasari, dan bahkan di Nagara telah ditutup tembakau, dll. Namun transaksi dengan cara barter ini
pelabuhannya oleh para pejuang dibawah pimpinan tidak selalu dilakukan. Banyak dari produsen itu yang
Antasari agar tak ada pemasokan untuk Banjarmasin dan telah mengenal pertukaran dengan mata uang.
Martapura. 106 Tindakan-tindakan seperti inilah yang Demi menjauhkan para pedagang dari
membuat perdagangan pedalaman menjadi sepi, persaingan tidak sehat, sultan kemudian membuat
sedangkan di Banjarmasin perdagangannya masih tetap peraturan bahwa ada 3 orang pemegang kendali utama
ramai.107 perekonomian kesultanan, yakni Sultan sendiri, mantri-
Perang tak kunjung berakhir, namun kas mantri, dan para saudagar. Semua pedagang yang ingin
Belanda semakin menipis. Masalah perdagangan tersebut memasuki wilayah Kesultanan Banjar haruslah membuat
tak langsung teratasi ketika Pemerintah Hindia Belanda laporan terlebih dahulu di kantor cukai kesultanan di
mengambil alih Kesultanan Banjar dan menghapusnya Pulau Tatas, Banjarmasin. Tetapi beberapa diantara
secara sepihak. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih mereka akan menemui sultan langsung untuk
fokus menghadapi perlawanan-perlawanan yang masih memberikan hadiah paling indah dan mahal agar terjalin
terjadi di berbagai daerah Kalimantan (Zuider en hubungan baik diantara mereka.
Oosterafdeeling Borneo). Akhirnya pemerintah Keikutsertaan bangsa kolonial dalam aktivitas
memutuskan untuk menambah dukungan pelayaran dari perdagangan Kesultanan Banjar telah membawa
Pulau Laut dan Kutai untuk melayani perdagangan dari kemajuan dalam berbagai hal, yakni bertambahnya
Jawa. macam komoditi yang diperjualbelikan, kemudahan
akses ke pedalaman Kalimantan, keteraturan
PENUTUP perdagangan, dan terjaminnya kegiatan ekspor dan
Simpulan impor. Namun, dibalik kemajuan tersebut, kesultanan
malah semakin terpuruk. Kesultanan harus rela
Pelabuhan Banjarmasin milik Kesultanan Banjar
kehilangan tanah-tanah yang berpotensi tinggi mengisi
memang tidak termasuk dalam rute perdagangan Laut
kas negara, bahkan lebih parah lagi, kesultanan harus rela
Cina Selatan yang selalu ramai, namun pelabuhannya
dihapuskan keberadaannya dari tanah Kalimantan,
tidak pernah sepi karena memiliki rute strategisnya
menyeret negerinya dalam kekacauan perang.
sendiri. Pelabuhannya terletak diantara pelabuhan-
pelabuhan besar di Semenanjung Malaka, Sumatera,
Jawa, Sulawesi, dan Kep. Sulu (Filipina), membuatnya Saran
sering dikunjungi kapal dari Jawa dan dari wilayah Kegagalan selalu saja menghantui orang-orang
nusantara lainnya. Terlebih ketika pedagang Banjar yang sedang berusaha. Untuk menghindari kegagalan dan
mampu menyediakan lada sesuai permintaan, bahkan mencetak prestasi, ada baiknya belajar dari masa lalu
lebih. Melimpahnya lada telah mengundang para agar tidak terjadi kesalahan yang sama dua kali. Tujuan
pedagang asing dari Melayu, Cina, India, Arab, Portugis, yang ingin dicapai misalnya dalam bidang ekonomi,
Perancis, Inggris, dan Belanda untuk datang ke khususnya untuk memajukan perdagangan Indonesia.
Banjarmasin. Pemerintah harus lebih memperhatikan kondisi sumber
Tingginya curah hujan membuat Kesultanan daya alam dan manusia. Inovasi-inovasi baru harus
Banjar kaya akan hasil-hasil hutan. Jadi, masih ada didukung untuk memaksimalkan pemberdayaan sumber
daya alam yang terbatas dengan tetap menjaga
105
Koloniaal Verslag over het jaar 1862-1863, loc.cit.
keseimbangan sistem alam. Kerjasama luar negeri harus
106
M. Idwar Saleh, Pangeran, op.cit., hlm. 39. dijalin dalam hal ekspor dan impor, tetapi tetap
107
Koloniaal verslag over het jaar 1883-1886, Zuider en membatasi hak-hak pesertanya agar tidak terjadi
Oosterafdeeling van Borneo.

523
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 3, Oktober 2017

dominasi dan eksploitasi pihak swasta, apalagi swasta Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan
asing. Selatan.
Untuk pemerintah daerah Kalimantan Selatan, Kasdi, Aminuddin. 2005. Memahami Sejarah. Surabaya :
sebaiknya dilakukan pemeliharaan terhadap peninggalan Unesa University Press.
sejarah dengan mendukung segala kegiatan yang Kementrian Penerangan. 1953. Republik Indonesia:
mencerminkan identitas asli urang Banjar, seperti Propinsi Kalimantan Vol. VIII.
mengiklankan pasar terapung dan meliput kelangsungan Lach, Donald F., dan Edwin J. van Kley. 1993. Asia in
sebuah upacara adat. Hal-hal yang unik seperti ini akan the Making of Europe: A Century of Advance
membuat orang-orang kagum dan mulai mencintai Volume III Book 3. London: University of
budaya nenek moyangnya. Rasa bangga yang mereka Chicago Press.
miliki ini akan membawa banyak keuntungan bagi Lapian, Adrian B. 2009. Orang Laut-Bajak Laut-Raja
pemerintah daerah. Misalnya, datang turis asing ke Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad
Banjarmasin atau daerah yang lainnya setelah mendengar XIX. Depok: Komunitas Bambu.
cerita tentang keunikan Kalimantan. Lindblad, J. Thomas. 2012. Antara Dayak dan Belanda:
Saran yang terakhir untuk anak negeri sendiri. Sejarah Ekonomi Kalimantan Timur dan
Jangan menerima hal baru dengan lapangnya, melainkan Kalimantan Selatan 1880-1942. Malang: Lilin
harus disaring dulu mana yang baik dan tidak. Yang baik Persada Press.
akan membawa negeri kepada kemakmuran. Cintailah Lombard, Denys. 1996. Nusa Jawa Silang Budaya Jilid I:
negerimu dengan segala kekurangannya, kalau bisa Batas-batas Pembaratan. Jakarta: PT Gramedia
diperbaiki. Jangan malah menjelek-jelekkan negeri Pustaka Utama.
didepan orang asing. Usaha penjelek-jelekan negeri ini _______. 1996. Nusa Jawa Silang Budaya Jilid II:
sebagai bukti bahwa tidak ada rasa patriotisme dalam diri Jaringan Asia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
sehingga dinilai lemah. Hal ini kemudian yang akan Utama.
membawa negara ke dalam konflik internasional. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya. 1977. Sejarah
Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin:
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ras, Johannes Jacobus. 1990. Hikayat Banjar. Malaysia:
ANRI. Memorie Van Overgave Onderafdeeling Dewan Bahasa dan Pustaka.
Martapoera Door H.M. Holtrust. Reel no. 30, Rutter, Owen. 1929. The Pagans of North Borneo.
MvO serie 1e. London: Hutchinson & Co. Ltd.
ANRI. Memorie van Overgave van de Onderafdeeling Saleh, M. Idwar. 1993. Pangeran Antasari. Jakarta: CV
Poloe Laoet en Tanah Boemboe. Reel No. 30, Manggala Bhakti.
Mvo Serie 1e. _______. 1983. Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan
Koloniaal Verslag over het jaar 1858-1899. Zuider en Kebudayaan Sungainya Sampai dengan Akhir
Oosterafdeeling van Borneo. Abad-19. Banjarbaru: Departemen Pendidikan
Mundy, Rodney. 1848. “Narrative of Events in Borneo en dan Kebudayaan.
Celebes, Down the Occupation of Labuan”. Suyono, Capt. R. P. 2003. Peperangan Kerajaan di
Journal of Sir James Brooke, Vol. 1. London. Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah.
Wicaksono, Ibnu. 2010. “Kesultanan Banjarmasin dalam Jakarta: PT Grasindo.
Lintas Perdagangan Nusantara Abad ke-XVIII”. Tate, D.J.M. 1971. The Making of Modern South-East
Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Asia Vol.1:The European Conquest. London:
Hidayatullah Jakarta. Oxford University Press.
Anwar, Rosihan. 2004. Sejarah Kecil “petite historie” Wadley, Reed L. 2005. Histories of the Borneo
Indonesia Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Environment: Economic, Political and Social
Kompas. Dimension of Change and Continuity. Leiden:
KITLV Press.
Bondan, Amir Hasan Kiai. 1882. Suluh Sedjarah
Kalimantan. Banjarmasin: Pertjetakan Fadjar.
Brake, Alex L. ter. 1977. Mining in the Netherlands
Indies. Pensylvania: Arno Press Publ.
Fong, Goh Yoon. 2013. Perdagangan dan Politik:
Banjarmasin 1700-1747. Yogyakarta: Lilin
Persada Press.
Ganie, Tajiddun Noor. 2010. Asal-usul Orang Banjar.
Banjarmasin: Rumah Pustaka Karya Sastra.
HS, Hairus Salim, dan Andi Achdian. 1997. Amuk
Banjarmasin. Jakarta: Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia.
Ideham, M. Suriansyah, dkk ed. 2003. Sejarah Banjar.
Banjarmasin: Badan Penelitian dan

524

Anda mungkin juga menyukai