yang terletak di Palembang, Sumatera selatan ini sudah berdiri sejak abad ke-7 Masehi.
Pendirinya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Berdirinya kerajaan Sriwijaya berawal
dari perjalanan suci Dapunta Hyang. Kala itu, Dapunta Hyang menjalankan perjalanan
menguasai daerah perairan yang penting, yakni Selat Malaka dan Selat Sunda. Mereka
juga menjalin kerja sama dengan saudagar China, India, Kamboja, Filiphina, Burma,
Arab, hingga Afrika. Seiring berjalannya waktu, kerajaan Sriwijaya semakin Berjaya di
Nusantara. Mereka berhasil menciptakan kapal-kapal yang canggih. Tak hanya itu
kerajaan ini juga memgang kendali atas perdagangan rempah-rempah di dunia selama
Palembang yang disebut sebagai ibu kota kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah
kota yang berada di bantaran sungai Musi, dimana lebar sungai tersebut sama dengan
sungai Thames dan Grennwich. Masyarakat Palembang yang tinggal dipinggiran sungai
Musi banyak membangun rumah dari bambu, bambu tadi kemudian dijadikan rakit
berukuran besar yang dihubungkan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada sisi
sungai atau pada tiang. Dengan kondisi demikian, masyarakat mulai menyesuaikan diri
dengan pola kehidupan di bantaran Sungai Musi. Mereka beradaptasi untuk dapat
bertahan hidup. Melalui pendekatan ekologi manusia atau ekologi kebudayaan dapat
dijelaskan bahwa lingkungan alam dan sosial dengan manusianya sebagai pencipta
juga merupakan masyarakat maritim. Mereka menjadikan laut sebagai sumber dalam
kerajinan lokal dan keahlian maritim lainnya adalah untuk komoditas perdagangan di
pelabuhan-pelabuhan utama Kerajaan Sriwijaya. Salah satu keahlian yang harus dimiliki
oleh masyarakat sriwijaya adalah keahlian dalam membuat kapal, kapal-kapal yang
dibuat digunakan sebagai sarana bahari, baik sebagai alat transportasi antar Kawasan
maupun antar benua dan juga sebagai komoditi yang dijual di Pelabuhan-pelabuhan.
Dikarenakan kerajaan sriwijya menguasai dua perairan laut penting dalam perdagangan
banyak masyarakat kerajaan Sriwijaya menjadikan hasil bumi dari laut ataupun dari
kekuasaan di laut sangat luas sekali sehingga pada masa itu tidak diragukan lagi apa bila
Sriwijaya sudah melakukan kerja sama perdagangan dengan negeri luar seperti halnya
dengan pedagang Arab, India dan Cina. Para produsen akan membawa barang-
barangnya dari tempat bercocok tanam, hutan, dan pertambangan di pedalaman untuk
dibawa menuju pusat-pusat kegiatan di wilayah Sriwijaya yang terletak pada salah satu
sungai besar yang terhubung dengan muara atau laut. Dari pusat Sriwijaya tersebut para
pelaut melakukan perniagaan di bawah kontrak jangka panjang kepada Orang laut
barang dagangannya dari bandar Sriwijaya. ke pasar-pasar Cina, India, dan Arab.
perdagangan dari Arab, India menuju Cina. Pada masa Kerajaan Sriwijaya tersebut
terdapat bandar-bandar penting, bandarbandar tersebut antara lain Kedah, Barus, Jambi,
dan Palembang. Lahirnya bandar-bandar ini antara lain disebabkan karena adanya daya
tarik pasar yang ada di bandar tersebut dan dekat dengan jalur pelayaran yang ramai.
Kerajaan Gowa Tallo termasuk kedalam kategori kerajaan Islam. Kerajaan ini
terletak di Sulawesi Selatan. Raja paling terkenal dari kerajaan Gowa Tallo adalah
Sultan Hassanudin(1653-1669). Pada 1605 agama islam masuk ke wilayah Gowa tallo
atas jasa seorang ulama bernama Dato Ri Bandang. Raja pertama kerajaan Gowa Tallo
Maritim. Raja Gowa yang bernama Sultan Alauddin mengajak raja-raja Bone, Soppeng,
dan Wajo untuk memeluk agama islam. Pada tahun 1638 Sultan Alauddin wafat dan
digantikan oleh Sultan Hassanudin. kerajaan gowa tallo mencapai puncak kejayaan pada
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis,
menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian
Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagan timur maupun yang berasal dari
Indonesia bagian barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Gowa
berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makassar adalah nelayan dan
benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat
kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi.
Masyarakat Bugis dan Makassar terkenal sebagai pelaut ulung. Semangat dan
astronomi dan oseanologi tradisional, yang menjadi pegangan mereka dalam melakukan
pelayaran. Mereka berpatokan dari gejala-gejala alam yang dapat diketahui melalui
penglihatan, pendengaran, firasat, dan keyakinan mereka. Mereka akrab dengan laut dan
berani mengarungi samudra luas. Tradisi mengarungi lautan itu juga tak lepas dari
merupakan kategori pelaut pedagang atau berdagang antarpulau. Semangat melaut itu
pun terus diwariskan kepada generasi saat ini, dalam era dunia pelayaran yang telah
didominasi kapal-kapal modern berbadan besi dengan penggerak mesin. Setidaknya, hal
ini terlihat dari tingginya animo anak muda dari Bugis-Makassar untuk masuk ke
sekolah pelayaran atau diklat keterampilan dan keahlian pelaut untuk dapat bekerja di
sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi
Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi. Kerajaan ini terletak di
dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu dan Arab. Kerajaan Ternate resmi
memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar Islam oleh Sunan Giri pada tahun
1486 Masehi.
daya tarik Maluku dan Ternate bagi para pedagang antar bangsa adalah rempah-rempah,
sehingga daerah kepulauan Maluku oleh orang-orang Barat diberi julukan “The spice
masyarakat kerajaan ternate yang bekerja sebagai nelayan, dan juga mereka
Kawasan timur nusantara. Tak dapat disangkal lagi bahwa Ternate merupakan
merupakan jalur yang menghubungkan antara Jawa dan belahan bumi bagian timur
bentuk kebudayaan.