Anda di halaman 1dari 7

REVIEW KERAJAAN SRIWIJAYA:

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terbesar di Indonesia. Kerajaan

yang terletak di Palembang, Sumatera selatan ini sudah berdiri sejak abad ke-7 Masehi.

Pendirinya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Berdirinya kerajaan Sriwijaya berawal

dari perjalanan suci Dapunta Hyang. Kala itu, Dapunta Hyang menjalankan perjalanan

suci atau shiddayatra menggunakan perahu. Ia membawa 20.000 orang pasukan.

Bersama pasukannya, Dapunta Hyang akhirnya membangun kerajaan Sriwijaya di

Sumatera selatan dan Jambi. Kemudian, ia mengembangkan kerajaan tersebut hingga ke

daerah semenanjung Malaysia. Kerajaan Sriwijaya terbilang sukses, karena mampu

menguasai daerah perairan yang penting, yakni Selat Malaka dan Selat Sunda. Mereka

juga menjalin kerja sama dengan saudagar China, India, Kamboja, Filiphina, Burma,

Arab, hingga Afrika. Seiring berjalannya waktu, kerajaan Sriwijaya semakin Berjaya di

Nusantara. Mereka berhasil menciptakan kapal-kapal yang canggih. Tak hanya itu

kerajaan ini juga memgang kendali atas perdagangan rempah-rempah di dunia selama

hampir setengah abad.

Perkembangan budaya maritim kerajaan sriwijaya

Palembang yang disebut sebagai ibu kota kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah

kota yang berada di bantaran sungai Musi, dimana lebar sungai tersebut sama dengan

sungai Thames dan Grennwich. Masyarakat Palembang yang tinggal dipinggiran sungai

Musi banyak membangun rumah dari bambu, bambu tadi kemudian dijadikan rakit

berukuran besar yang dihubungkan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada sisi
sungai atau pada tiang. Dengan kondisi demikian, masyarakat mulai menyesuaikan diri

dengan pola kehidupan di bantaran Sungai Musi. Mereka beradaptasi untuk dapat

bertahan hidup. Melalui pendekatan ekologi manusia atau ekologi kebudayaan dapat

dijelaskan bahwa lingkungan alam dan sosial dengan manusianya sebagai pencipta

kebudayaan melakukan dialektika yang terus-menerus sehingga menghasilkan

kebudayaan Bahari. Sebagai sebuah kerajaan maritim, penduduk kerajaan Sriwijaya

juga merupakan masyarakat maritim. Mereka menjadikan laut sebagai sumber dalam

menyambung kehidupan. Orientasi produksi masyarakatnya seperti menangkap ikan,

kerajinan lokal dan keahlian maritim lainnya adalah untuk komoditas perdagangan di

pelabuhan-pelabuhan utama Kerajaan Sriwijaya. Salah satu keahlian yang harus dimiliki

oleh masyarakat sriwijaya adalah keahlian dalam membuat kapal, kapal-kapal yang

dibuat digunakan sebagai sarana bahari, baik sebagai alat transportasi antar Kawasan

maupun antar benua dan juga sebagai komoditi yang dijual di Pelabuhan-pelabuhan.

Dikarenakan kerajaan sriwijya menguasai dua perairan laut penting dalam perdagangan

nusantara, menjadikan Sriwijya sebagai pusat perdagangan di Asia tenggara, sehingga

banyak masyarakat kerajaan Sriwijaya menjadikan hasil bumi dari laut ataupun dari

pertanian sebagai modal untuk memulai kegiatan perdagangan dan pelayaran.

Perkembangan Pelayaran dan perdagangan maritim:

Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang bercorak maritim dan memiliki

kekuasaan di laut sangat luas sekali sehingga pada masa itu tidak diragukan lagi apa bila

Sriwijaya sudah melakukan kerja sama perdagangan dengan negeri luar seperti halnya

dengan pedagang Arab, India dan Cina. Para produsen akan membawa barang-
barangnya dari tempat bercocok tanam, hutan, dan pertambangan di pedalaman untuk

dibawa menuju pusat-pusat kegiatan di wilayah Sriwijaya yang terletak pada salah satu

sungai besar yang terhubung dengan muara atau laut. Dari pusat Sriwijaya tersebut para

pelaut melakukan perniagaan di bawah kontrak jangka panjang kepada Orang laut

dengan Sriwijaya untuk melakukan perdagangan. Para pelaut tersebut mengirimkan

barang dagangannya dari bandar Sriwijaya. ke pasar-pasar Cina, India, dan Arab.

Karena wilayah kerajaan Sriwijaya dianggap sebagai gudang transit barang-barang

perdagangan dari Arab, India menuju Cina. Pada masa Kerajaan Sriwijaya tersebut

terdapat bandar-bandar penting, bandarbandar tersebut antara lain Kedah, Barus, Jambi,

dan Palembang. Lahirnya bandar-bandar ini antara lain disebabkan karena adanya daya

tarik pasar yang ada di bandar tersebut dan dekat dengan jalur pelayaran yang ramai.

REVIEW KERAJAAN GOWA:

Kerajaan Gowa Tallo termasuk kedalam kategori kerajaan Islam. Kerajaan ini

terletak di Sulawesi Selatan. Raja paling terkenal dari kerajaan Gowa Tallo adalah

Sultan Hassanudin(1653-1669). Pada 1605 agama islam masuk ke wilayah Gowa tallo

atas jasa seorang ulama bernama Dato Ri Bandang. Raja pertama kerajaan Gowa Tallo

adalah Karaeng Tunigallo yang bergelar Sultan Alauddin.Pusat Kerajaan Gowa-Tallo

terletak di Sambaopu, Makassar, Sulawesi Selatan. Kerajaan ini merupakan kerajaan

Maritim. Raja Gowa yang bernama Sultan Alauddin mengajak raja-raja Bone, Soppeng,

dan Wajo untuk memeluk agama islam. Pada tahun 1638 Sultan Alauddin wafat dan

digantikan oleh Sultan Hassanudin. kerajaan gowa tallo mencapai puncak kejayaan pada

masa pemerintahan sultan hasanuddin. Masyarakat Gowa bermata pencaharian dari


perdagangan rempah-rempah. Pada masa Sultan Hassanuddin Belanda mulai

memonopoli perdagangan rempah di wilayah nusantara termasuk Gowa. Praktik dagang

kolonial ini mendapatkan reaksi dari Sultan Hassanudin.

Perkembangan budaya maritim kerajaan Gowa:

Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis,

karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar

menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian

Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagan timur maupun yang berasal dari

Indonesia bagian barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Gowa

berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makassar adalah nelayan dan

pedagang, Walaupun masyarakat Makassar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam

mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat

dengan norma adat yang mereka anggap sakral.

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-

benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat

kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan maritime:

Masyarakat Bugis dan Makassar terkenal sebagai pelaut ulung. Semangat dan

kecintaan mereka terhadap dunia pelayaran didukung oleh pengetahuan tentang

astronomi dan oseanologi tradisional, yang menjadi pegangan mereka dalam melakukan
pelayaran. Mereka berpatokan dari gejala-gejala alam yang dapat diketahui melalui

penglihatan, pendengaran, firasat, dan keyakinan mereka. Mereka akrab dengan laut dan

berani mengarungi samudra luas. Tradisi mengarungi lautan itu juga tak lepas dari

kultur yang subur di lingkungan masyarakat Bugis-Makassar yang dikenal

sebagai pasompe’ yang secara harfiah bermakna ‘merantau’, biasanya mereka

merupakan kategori pelaut pedagang atau berdagang antarpulau. Semangat melaut itu

pun terus diwariskan kepada generasi saat ini, dalam era dunia pelayaran yang telah

didominasi kapal-kapal modern berbadan besi dengan penggerak mesin. Setidaknya, hal

ini terlihat dari tingginya animo anak muda dari Bugis-Makassar untuk masuk ke

sekolah pelayaran atau diklat keterampilan dan keahlian pelaut untuk  dapat bekerja di

kapal-kapal modern. Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum

niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE,

sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi

teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.

REVIEW KERAJAAN TERNATE:

Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi. Kerajaan ini terletak di

Maluku Utara dan memiliki ibukota di Sampalu. Islamisasi di kerajaan Ternate

dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu dan Arab. Kerajaan Ternate resmi

memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar Islam oleh Sunan Giri pada tahun

1486 Masehi.

Perkembangan Budaya maritime:


Pada abad ke 14 Ternate telah menjadi salah satu pusat perhatian bagi

perdagangan internasional di jalur pelayaran Indonesia bagian Timur. Faktor utama

daya tarik Maluku dan Ternate bagi para pedagang antar bangsa adalah rempah-rempah,

sehingga daerah kepulauan Maluku oleh orang-orang Barat diberi julukan “The spice

Island” (kepulauan rempahrempah). Sebagai pusat perdagangan internasional, banyak

masyarakat kerajaan ternate yang bekerja sebagai nelayan, dan juga mereka

membangun Pelabuhan serta Industri kapal.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan maritime:

Ternate merupakan salah satu kesultanan yang mengalami perkembangan dalam

bidang perdangangan sejalan dengan meningkatnya perdagangan rempah-rempah di

Kawasan timur nusantara. Tak dapat disangkal lagi bahwa Ternate merupakan

pangkalan penting dalam jalur perdangan dan pelayaran antar-bangsa. Lokasinya

merupakan jalur yang menghubungkan antara Jawa dan belahan bumi bagian timur

Nusantara yang melahirkan peninggalan-peninggalan purbakala. Pesatnya

perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya

persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian

masyarakat. Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya

tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam

bentuk kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai