Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HUKUM WARIS, WASIAT, DAN HIBAH DALAM ISLAM

OLEH:
KELOMPOK 7
Farah Nabila 2310113113
Nefri Yaldi 2310113114
Satria Barakha Yudha 2310113115
Muhammad Al Ziqra 2310113120
Daffa Sufrifo 2310113128

Dosen Pengampu:
Rahmi Murniwati, S.H, M.H.

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS 2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hukum waris, wasiat, dan hibah adalah topik yang berkaitan dengan cara-cara berpindahnya
harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada orang lain. Hukum waris
mengatur tentang siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-
masing. Wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang tentang harta peninggalannya yang
dibuat semasa hidupnya dan berlaku setelah ia meninggal dunia. Hibah adalah pemberian
harta secara cuma-cuma oleh seseorang kepada orang lain yang dilakukan semasa hidupnya.
Hukum waris, wasiat, dan hibah dapat ditinjau dari berbagai perspektif, seperti sejarah,
sosiologi, agama, dan filsafat. Berikut adalah beberapa poin yang dapat dijadikan sebagai
latar belakang:
Hukum waris, wasiat, dan hibah merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur
hubungan hukum antara orang perorangan dalam hal harta kekayaan.
Hukum waris, wasiat, dan hibah bersifat mengikuti sistem kekeluargaan, kewarganegaraan,
dan agama yang dianut oleh seseorang. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam hukum
waris, wasiat, dan hibah yang berlaku di Indonesia, seperti hukum waris perdata, hukum
waris Islam, hukum waris adat, dan hukum waris khusus.
Hukum waris, wasiat, dan hibah memiliki tujuan untuk menjamin keadilan, kesejahteraan,
dan ketertiban dalam pembagian harta peninggalan seseorang. Selain itu, hukum waris,
wasiat, dan hibah juga bertujuan untuk melindungi hak-hak pewaris, ahli waris, dan penerima
hibah, serta mencegah sengketa dan konflik yang mungkin timbul akibat peralihan harta.
Hukum waris, wasiat, dan hibah memiliki kaitan dengan nilai-nilai moral, etika, dan sosial
yang hidup dalam masyarakat. Hukum waris, wasiat, dan hibah mencerminkan pandangan
dan sikap seseorang terhadap harta, keluarga, dan masyarakat. Hukum waris, wasiat, dan
hibah juga dipengaruhi oleh norma-norma agama, budaya, dan adat istiadat yang berlaku di
suatu daerah.

B.Rumusan Masalah
1.Pengertian dan definisi waris, wasiat dan hibah
2.Unsur dalam hukum waris, wasiat dan hibah
3.Prinsip dalam waris, wasiat dan hibah
4.Halangan dalam waris, wasiat dan hibah
5.Pengaturan mengenai waris, wasiat dan hibah
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengetian Dan Definisi
Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia kepada
orang lain yang berhak menerimanya. Warisan dapat dibagi berdasarkan hukum Islam,
hukum adat, atau hukum perdata, tergantung pada sistem kekeluargaan, kewarganegaraan,
dan agama yang dianut oleh pewaris dan ahli waris.
Wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang tentang harta peninggalannya yang dibuat
semasa hidupnya dan berlaku setelah ia meninggal dunia. Wasiat dapat dibuat secara tertulis
atau lisan, dan dapat dicabut kembali selama pembuatnya masih hidup. Wasiat dalam hukum
Islam hanya boleh diberikan maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali jika ada
persetujuan dari semua ahli waris.
Hibah adalah pemberian harta secara cuma-cuma oleh seseorang kepada orang lain yang
dilakukan semasa hidupnya. Hibah dapat diberikan kepada siapa saja, baik itu ahli waris atau
bukan, tanpa ada batasan jumlahnya. Hibah kepada ahli waris dapat diperhitungkan sebagai
bagian dari warisan, jika ada ketentuan yang mengaturnya.
Ketiga konsep ini, yaitu waris, wasiat, dan hibah, merupakan bagian dari bidang hukum yang
dikenal sebagai hukum perdata, yang mengatur hubungan antarindividu terkait dengan hak,
kewajiban, dan kepemilikan. Hukum waris, hukum wasiat, dan hukum hibah dapat berbeda-
beda di setiap yurisdiksi atau negara, sehingga penting untuk memahami ketentuan hukum
yang berlaku di wilayah tertentu.

B.Unsur Dalam Waris, Wasiat Dan Hibah


Waris adalah peralihan harta benda milik pewaris kepada ahli waris setelah pewaris
meninggal dunia. Unsur-unsur dalam waris adalah:
-Pewaris: orang yang telah meninggal dunia atau diduga meninggal dunia dan mewariskan
harta warisannya.
-Ahli waris: orang yang berhak atas harta warisan. Ahli waris haruslah masih hidup.
-Harta warisan: keseluruhan harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris, baik piutang-
piutang maupun utang-utang.
Wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang tentang harta peninggalannya yang dibuat
semasa hidupnya dan berlaku setelah ia meninggal dunia. Unsur-unsur dalam wasiat adalah:
-Pembuat wasiat: orang yang membuat pernyataan kehendak tentang harta peninggalannya.
-Penerima wasiat: orang yang ditunjuk oleh pembuat wasiat untuk menerima harta
peninggalannya.
-Harta wasiat: bagian dari harta warisan yang diperuntukkan oleh pembuat wasiat kepada
penerima wasiat. Harta wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari harta warisan, kecuali jika
ada persetujuan dari semua ahli waris.
Hibah adalah pemberian harta secara cuma-cuma oleh seseorang kepada orang lain yang
dilakukan semasa hidupnya. Unsur-unsur dalam hibah adalah:
-Pemberi hibah: orang yang memberikan harta secara cuma-cuma kepada orang lain.
-Penerima hibah: orang yang menerima harta secara cuma-cuma dari pemberi hibah.
-Harta hibah: barang yang dijadikan objek hibah. Harta hibah bisa dalam bentuk barang
bergerak atau tidak bergerak.

C.Prinsip Dalam Waris, Wasiat dan Hibah


Prinsip dalam waris
-Prinsip kepastian: Ahli waris haruslah orang yang masih hidup dan memiliki hubungan
darah, perkawinan, atau wasiat dengan pewaris.
-Prinsip keadilan: Pembagian harta warisan harus dilakukan sesuai dengan hak dan kewajiban
masing-masing ahli waris.
-Prinsip kesepakatan: Ahli waris dapat melakukan perjanjian atau musyawarah untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan harta warisan.
-Prinsip keseimbangan: Harta warisan harus diperhitungkan secara keseluruhan, termasuk
piutang-piutang maupun utang-utang pewaris.
Prinsip dalam wasiat:
-Prinsip kebebasan: Pembuat wasiat dapat menentukan siapa saja yang menjadi penerima
wasiat, asalkan bukan ahli waris.
-Prinsip keterbatasan: Harta wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari harta warisan, kecuali
jika ada persetujuan dari semua ahli waris.
-Prinsip keabsahan: Wasiat harus dibuat secara tertulis atau lisan, dan harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.
-Prinsip keberlakuan: Wasiat baru berlaku setelah pembuat wasiat meninggal dunia, dan
dapat dicabut kembali selama pembuatnya masih hidup.
Prinsip dalam hibah:
-Prinsip kemurahan: Pemberi hibah haruslah orang yang ikhlas dan tidak mengharapkan
imbalan dari penerima hibah.
-Prinsip kesukarelaan: Penerima hibah haruslah orang yang bersedia dan tidak dipaksa untuk
menerima hibah.
-Prinsip kepemilikan: Harta hibah haruslah barang yang sah milik pemberi hibah dan dapat
dipindahtangankan.
-Prinsip keberlangsungan: Harta hibah menjadi hak milik penerima hibah sejak saat akad
diucapkan, dan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi hibah.
D.Halangan Dalam Waris, Wasiat Dan Hibah
Halangan dalam waris, wasiat, dan hibah adalah faktor-faktor yang dapat menghalangi
seseorang untuk menerima atau memberikan harta kekayaan dari atau kepada orang lain.
Halangan ini dapat bersifat hukum, agama, moral, atau sosial.
Halangan dalam waris:
-Halangan status hukum: Ahli waris yang membunuh pewaris, berbeda agama dengan
pewaris, atau berstatus sebagai budak tidak berhak menerima warisan.
-Halangan person: Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris lain yang lebih berhak atas harta
warisan, misalnya anak kandung menghalangi anak angkat, atau istri pertama menghalangi
istri kedua.
-Halangan perjanjian: Ahli waris yang telah melepaskan haknya atas warisan melalui
perjanjian tertulis atau lisan dengan pewaris atau ahli waris lain.
Halangan dalam wasiat:
-Halangan jumlah: Harta wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari harta warisan, kecuali
jika ada persetujuan dari semua ahli waris.
-Halangan syarat: Wasiat harus dibuat secara tertulis atau lisan, dan harus memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh hukum, seperti adanya saksi, kesadaran, dan kemampuan
pembuat wasiat.
-Halangan keberlakuan: Wasiat baru berlaku setelah pembuat wasiat meninggal dunia, dan
dapat dicabut kembali selama pembuatnya masih hidup.
Halangan dalam hibah:
-Halangan kemurahan: Pemberi hibah haruslah orang yang ikhlas dan tidak mengharapkan
imbalan dari penerima hibah.
-Halangan kesukarelaan: Penerima hibah haruslah orang yang bersedia dan tidak dipaksa
untuk menerima hibah.
-Halangan kepemilikan: Harta hibah haruslah barang yang sah milik pemberi hibah dan dapat
dipindahtangankan.
-Halangan keberlangsungan: Harta hibah menjadi hak milik penerima hibah sejak saat akad
diucapkan, dan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi hibah.
E.Pengaturan Mengenai Waris, Wasiat Dan Hibah
Pengaturan mengenai waris, wasiat, dan hibah adalah aturan-aturan yang mengatur tentang
cara-cara berpindahnya harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada orang
lain. Pengaturan ini dapat berbeda-beda tergantung pada sistem hukum, agama, dan adat
istiadat yang berlaku di suatu daerah.
Pengaturan mengenai waris dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hukum waris perdata,
hukum waris Islam, dan hukum waris adat. Hukum waris perdata diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mengikuti sistem kekeluargaan dan
kewarganegaraan. Hukum waris Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yang mengikuti
sistem agama dan syariah. Hukum waris adat diatur dalam berbagai sumber hukum adat,
yang mengikuti sistem kebiasaan dan tradisi setempat.
Pengaturan mengenai wasiat juga dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu wasiat perdata,
wasiat Islam, dan wasiat adat. Wasiat perdata diatur dalam KUHPerdata, yang mengharuskan
wasiat dibuat secara tertulis atau lisan, di hadapan notaris atau saksi, dan tidak boleh melebihi
sepertiga dari harta warisan. Wasiat Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yang
mengharuskan wasiat dibuat secara lisan atau tertulis, dengan syarat-syarat tertentu, dan tidak
boleh melebihi sepertiga dari harta warisan, kecuali jika ada persetujuan dari semua ahli
waris. Wasiat adat diatur dalam berbagai sumber hukum adat, yang dapat berbeda-beda
tergantung pada adat istiadat setempat.
Pengaturan mengenai hibah juga dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hibah perdata,
hibah Islam, dan hibah adat. Hibah perdata diatur dalam KUHPerdata, yang mengharuskan
hibah dibuat secara tertulis atau lisan, dengan akad yang sah, dan dapat diberikan kepada
siapa saja, baik itu ahli waris atau bukan, tanpa ada batasan jumlahnya. Hibah Islam diatur
dalam Kompilasi Hukum Islam, yang mengharuskan hibah dibuat secara lisan atau tertulis,
dengan syarat-syarat tertentu, dan dapat diberikan kepada siapa saja, baik itu ahli waris atau
bukan, tanpa ada batasan jumlahnya. Hibah adat diatur dalam berbagai sumber hukum adat,
yang dapat berbeda-beda tergantung pada adat istiadat setempat.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

B.Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai