NIM : 20103040080
Cakupan
Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang menyangkut hubungan
orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian, rujuk, dan setiap hal yang
berhubungan dengan sebelum dan sesudah perkawinan, serta hal-hal yang
menyangkut akibat-akibat hukum karena adanya perceraian. Demikian pula, persoalan
yang berkaitan dengan waris, ahli waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris,
ashabah, dsb. Ruang lingkup Hukum Perdata Islam di Indonesia meliputi 1) Hukum
keluarga, seperti hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum kewarisan, hukum
wasiat dan hukum wakaf 2) Hukum, bisnis seperti hukum jual beli, hukum utang-
piutang, hukum sewa-menyewa, hukum upah-mengupah, hukum mudharabah, hukum
musyarakah, hukum muzara'ah.
- Poligami: ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini lebih dari
satu istri dalam waktu bersamaan, bukan saat ijab qabul melainkan dalam menjalani
hidu berkeluarga. Sedangkan monogamy berarti perkawinan yang hanya
memperbolehkan suami mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.
Wasiat dalam hukum Islam mempunyai rukun dan syarat yang melekat pada rukun
tersebut, yakni adanya musyi, mshalahu, mushabihi serta shighat. Wasiat dibatasi 1/3
harta dan bisa batal. Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
syaratnya adalah ada pewasiat, penerima wasiat, benda yang diwasiatkan, serta
redaksi wasiat. Bentuk wasiat yaitu openbaar testament, olografis testament, dan
wasiat tertutup. Isi surat wasiat bisa berupa erftelling dan legaat.
Menurut Ibnu Rusyd, rukun hibah ada tiga: (1) orang yang menghibahkan (al- wāhib);
(2) orang yang menerima hibah (al-mauhūb lah); (3) pemberiannya (al-hibah).38 Hal
senada dikemukan Abd al- Rahmân al-Jazirî, bahwa rukun hibah ada tiga macam: (1)
„Aiqid (orang yang memberikan dan orang yang diberi) atau wāhib dan mauhūb lah;
(2) mauhub (barang yang diberikan) yaitu harta; (3) shighat atau ijab dan qabul
Menurut pendapat Helmi Karim syarat barang yang boleh dihibahkan adalah:
1. Harta yang akan dihibahkan ada ketika akad hibah berlangsung. Apabila harta yang
dihibahkan itu adalah harta yang akan ada, seperti anak sapi yang masih dalam perut
ibunya atau buah-buahan yang masih belum muncul di pohonnya, maka hibahnya
batal. Para ulama mengemukakan kaidah tentang bentuk harta yang dihibahkan itu,
yaitu: (segala yang sah diperjualbelikan sah dihibahkan).
2. Harta yang dihibahkan itu bernilai harta menurut syara'.
3. Harta itu merupakan milik orang
yang menghibahkannya
Wasiat dalam hukum Islam adalah harta peninnggalan pada dasarnya dilakukan oleh
pewasiat dan dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis sedangkan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya berbentuk akta. Status hukum harta
peninggalan yang telah diwasiatkan akan menjadi sah apabila pemberi dan penerima
wasiat telah memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Hukum Islam maupun
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kesimpulan pelaksanaan wasiat dilakukan
oleh pewasiat dan penerima wasiat dan baru bisa terlaksana apabila unsurnya telah
terpenuhi. Status hukum harta peninggalan jadi sah apabila unsur dan syaratnya
terpenuhi.
Sedangkan Hibah berarti akad yang pokok persoalan pemberian harta milik seseorang
kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang
memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan
kepadanya hak pemilikan, maka hal itu disebut ‘āriyatun (pinjaman).
4. Hitung pembagian
warisan Warisan Utuh :
5.000.000.000 Wasiat :
50.000.000
5.000.000.000 - 50.000.000 = 4.950.000.000