KAJIAN FIKSI
Pantologi Sosial dari Teori Burial Pada Novel yang Berjudul ‘Bungkam Suara’ Karya J,S.
KHAIREN
Data 1:
Pembullyan yang dialami ulung hanya karena dituduh ayahnya adalah seorang
penghianat negara.
“Heee ayahnya penipu, dia juga pasti penipu. Suka curang! Ulung menirukan
hinaan para remaja itu.”(5)
Data 2:
“Mereka main kasar. Algojo Raja-Raja itu tidak ada aturan hukumnya. Ini bak
dua mata pisau. Saat ada kasus hukum yang membuat rakyat marah, maka Algojo
Raja-Raja akan segera menegakkan dengan cara sesuka hati mereka. Rakyat senang,
tapi tak sadar kalau itu akan berbahaya bagi rakyat juga. Sementara kita jika hendak
menegakkan sesuatu, harus lewat Kepolisian Kerajaan yang taat prosedur. Ini benar
secara hukum, tapi di mata masyarakat kita justru terkesan lambat. Itulah yang
membuat Algojo Raja-Raja jauh lebih dihormati sekaligus ditakuti. Sementara
Kepolisian Kerajaan dinilai tak becus. Ujung-ujungnya yang ditanya adalah siapa?
Pemangku Adat sebagai pemimpin mereka. Lama-lama, orang menilai Pemangku
Adat dan semua fungsinya itu tak penting lagi “ (198)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa Algojo Raja-Raja atau Tentara Kerajaan telah
menjadi orang-orang yang tidak mengenal aturan hukum dan bertindak sesuka hati
mereka, asalkan tindakannya bisa menaikkan reputasi mereka di Masyarakat maka
mereka akan menindakknya sesuka hati mereka tanpa melalui Proses Hukum.
Berbeda ketika yang bermasalah adalah bagian dari kerajaan barulah proses hukum
yang terkesan lambat akan berlaku dan hal ini merupakan Bagian dari Pantologi
Sosial: Kriminalitas.
Data 1:
“Para bawahan Jenderal Rohito ternyata kerap mendapat ujaran mesum. Ajakan
aneh-aneh. Tindakan tidak senonoh. Kiriman foto-foto vulgar. Ia takut berbicara selama
ini karena berurusan dengan jenderal Tentara Kerajaan” (141)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa para bawahan dari Jenderal rohito sering
mendapatkan tindak pelecehan dan pornografi berupa foto-foto vulgar. Hal ini sejalan dengan
bagian Pantologi sosial yaitu Pornografi.
Data 1:
“Jadi apa yang kau temukan? Aku tak pernah bayar pajak, heh?”(242)
“Setimpal, bukan? Pajak untuk negara yang seharusnya diterima pihak Pemangku Adat
(Presiden), Justru aku bayarkan jadi upeti untuk pihak Kerajaan (suap).” (242)
“Lihatlah, uang telah membuatku masuk kemana-mana. Bahkan membangunkan Raja jam
segini.” (242)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa seorang Garang Sasono yang hanya merupakan seorang
tuan kebun bisa dengan bebas berkeliaran disekitaran area Kerajaan yang seharusnya
terlarang bagi orang asing, namun karena Garang Sasono telah menyuap pihak Kerajaan ia
jadi mempunyai akses lebih dan ini merupakan bagian dari Pantologi Sosial: Korupsi.
Data 2:
“Senua informasi darimana uang aang Raja, juga anggota-anggota keluarganya, juga
semua Raja kecil dan Raja menengah di berbagai distrik. Dua puluh persen saja dari total
semua kekayaan ini yang dapat di ketahui asalnya. Artinya...” (280)
“Mega Korupsi!” Sambung Munar. (280)
Data 1
“Pemirsa, saat ini Kami sedang di depan rumah Seorang warga di distrik
Niang.” seorang wartawan berbicara di depan kamera." Pemilik Rumah ini bernama
julitawati, yang sebagaimana kita tahu, ia kemarin menghebohkan Jagat Maya
dengan komentarnya yang amat pedas pada seorang selebritis kenamaan selebritis
kenamaan!" (9)
Data 2
Akses ke dunia luar yang terbatas dan hanya bisa diakses oleh para petinggi.
“Jarang sekali ada rakyat jelata yang bisa dapat akses untuk pergi ke Dunia
Luar.” (294)
“Kau mau ke Dunia Luar, heh?” tanya seorang algojo raja-raja yang ada di
kenderaan itu bersamanya. “ tak kusangka hebat juga cara kau menyekinap tadi
pagi.” (295)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa kayes yang berusaha menyelinap untuk keluar
dari NKAL namun malah tertangkap oleh para algojo kerajaan yang mengakibatkan ia akan
dibuang dari negara tersebut dan berakhir di asingkan ke pulau Seribu Ular dan hal ini
merupakan bagian dari Pantologi Sosial: Konflik sosial.
Data 3
“Raja ingin berkuasa lebih lama. Sistem di NKAL membolehkan seorang raja memimpin
lima tahun, dan dua periode. Dengan tertangkapnya menteri-menteri, kepercayaan
masyarakat pada sistem dual-pemerintahan akan jatuh. Rakyat jenuh dan kami hanya butuh
satu pemimpin saja, seperti saat NKAL berdiri. Itu tujuan mereka.” Ujar Chicha. (106)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa terdapat konflik sistem dua pemimpin dalam satu negara
yang membuat kedua pemimpin tersebut saling menjatuhkan antara satu sama lain, Oleh
karena itu Para Raja tersebut akan menggunakan segala macam cara untuk meruntuhkan
kepercayaan Rakyat terhadap Raja ataupun Pemangku Adat lainnya. Hal ini merupakan
Pantologi Sosial: Kriminalitas.