Anda di halaman 1dari 127

RINGKASAN

HAM
Dalam Dinamika/Dimensi Hukum,
Politik, Ekonomi, dan sosial
Nabila Syahrani
(41033300221058)
Apa Itu HAM?

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang anugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap
individu. Setiap orang wajib menjaga, melindungi, serta menghormati haknya setiap orang.
Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan :

“Hak asasi manusia merupakanseperangkat haknya telah melekat pada setiap individu sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dijunjung tinggi, dihormati dan dilindugi oleh negara, hukum ,pemerintah
dan setiap orang”.

Secara Bahasa HAM merupakan hak untuk dilindungi secara internasional (PBB) sepertinya hak
untuk hidup yang ada sejak dalam kandungan, maka dari itu HAM ini berlaku bagi setaiap manusia
dan seseorang tidak dapat mengambil/merampasnya.
Table of contents

01 Dinamika HAM dalam


Teori Hukum Alam 05 Dimensi Absolut dan
Relatif Hak Asasi Manusia

Langkah-Langkah PBB

02
Hubungan/Garis Singgung
HAM dan Ilmu Hukum 06 dalam Menyusun HA-
KHAM

Dinamika Perjuangan
07
Hak Asasi Manusia
03 dalam Kehidupan
Bernegara/Berbangsa
HAM di Berbagai
Belahan Dunia

Hubungan Hukum
08
Posisi Individu atau
04 Kelompok dari Sudut
Pandang HAM
Internasional dengan
Hukum HAM
Table of contents

09 Aplikasi Hukum HAM


dalam Negara RI
Hubungan Hak Asasi

Pedoman Beracara di
12 Manusia dengan
Hukum Humaniter

10 Pengadilan Kriminal
Internasional dan Pengadilan
Ad Hoc Indonesia
13 Terorisme dan HAM

11 Diseminasi/Penyebarluasan
Hak Asasi Manusia
01
Dinamika HAM
dalam Teori Hukum
Alam
DEFINISI HUKUM ALAM MENURUT PARA AHLI

Hukum alam, menurut Marcus G. Singer, merupakan suatu konsep dari


prinsip- prinsip umum moral tentang sistem keadilan yang berlaku untuk
seluruh umat manusia, di mana umumnya diakui dan diyakini oleh umat
manusia itu sendiri.

Menurut Thomas Aquin of devine wisdom) yang dapat diketahui dan


dirasakan oleh manusia o, hukum alam merupakan bagian dari hukum
keabadian Tuhan (the reason lewat kekuatan otaknya.

Hukum alam, menurut tetapnya Grotius adalah suatu peraturan akal


murni, karenanya bersifat tetap. Akibat sifat tersebut, sampai-sampai
Tuhan tidak mampu mengubahnya. Dengan akalnya, manusia mampu
memimpin dirinya sendiri. Akal berjalan bebas, sama sekali tidak
tergantung kepada kekuasaan atau kekuatan gaib.
Hukum Alam
Hukum Alam

Asal Mula Hakikat Keberlakuan


Hukum alam pada dasarnya merupakan satu Hukum alam (ius naturale) Hukum alam akan berlaku,
sistem hukum universal yang pada awalnya sabagai apa yang senantiasa meskipun (seandainya) Tuhan
digagas oleh para pemikir Yunani kuno yang baik dan benar (bonum et tidak ada (etiamsi daremus
kemudian dikembangkan oleh bangsa aequum) tetap diperankan, non ease Deum). Hukum alam
Romawi dalam buku Corpus Iuris Civilis yang sebab pada hakikatnya, hukum "ditanamkan" oleh Tuhan
sampai sekarang asas-asas hukum alam yang hakiki adalah hukum yang kepada
tetap hidup, antara lain pacta sunt servanda, sesuai dengan akal yang benar manusia.
bonavida, resiprositas, prevelegium, dan dan sesuai dengan alam..
lain-lain. ~Thomas Aquino
HUBUNGAN HUKUM ALAM DAN
HAM
Hukum Alam HAM
Hukum alam adalah konsep hukum HAM sendiri adalah konsep
yang menyatakan bahwa ada hak- yang menyatakan bahwa setiap
hak fundamental yang diberikan manusia memiliki hak yang
oleh alam kepada manusia, dan sama dan tak terpisahkan
bahwa hukum harus didasarkan karena keberadaannya sebagai
pada prinsip-prinsip ini. Dalam manusia, dan hak ini harus
pandangan hukum alam, hak asasi dilindungi dan dihormati oleh
manusia bukanlah sesuatu yang masyarakat dan negara. HAM
diberikan oleh negara, tetapi hak juga meliputi hak untuk hidup,
yang melekat pada manusia sejak kebebasan, dan persamaan di
lahir. depan hukum.
• Hukum alam (natural law), salah satu muatannya adalah adanya hak-hak pemberian dari alam (natural
rights) karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal.
• Adanya penekanan hak pada hukum alam memberi indikasi dan bukti bahwa hukum alam memihak
kepada kemanusiaan dalam bentuk hak asasi sejak kelahirannya, hak hidup merupakan HAM pertama.
• Bicara tentang hukum, demikian juga dalam hak asasi manusia, dalam tataran teori, pembicaraan
berkisar pada masalah hak asasi, hakikatnya bicara soal hak asasi kewajiban/wajib asasi, sehingga antara
keduanya tak terpisahkan.
• Dalam praktiknya, hubungan antara hukum alam dan HAM dapat terlihat dalam banyak dokumen dan
konvensi internasional yang mengakui dan melindungi HAM, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia yang disahkan oleh PBB pada tahun 1948. Dokumen-dokumen ini menegaskan prinsip-prinsip
hukum alam bahwa hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada manusia, dan bahwa negara dan
masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan menghormati hak-hak ini.
• Hubungan antara hukum alam dan HAM adalah bahwa HAM didasarkan pada prinsip-prinsip hukum alam.
Dalam pandangan hukum alam, hak-hak asasi manusia diberikan oleh alam, dan hukum harus
mencerminkan prinsip-prinsip ini. Oleh karena itu, perlindungan HAM harus menjadi bagian integral dari
sistem hukum yang didasarkan pada hukum alam.
HAM dalam Pandangan
LIberalisme
HAM dalam pandangan liberalisme
merupakan salah satu aspek yang
paling penting dalam pemikiran liberal.
Dalam pandangan ini, setiap individu
memiliki hak-hak yang melekat pada
dirinya, seperti hak untuk hidup,
kebebasan berbicara, beragama, dan
hak untuk memiliki properti. Pemikiran
liberal menempatkan individu sebagai
pusat dari segala hal dan menganggap
bahwa negara harus melindungi hak-
hak individu tersebut.
HAM dalam Pandangan
Sosial/Komunis
Dalam pandangan komunis, HAM adalah hak-
hak yang melekat pada seluruh masyarakat,
dan tidak hanya individu. HAM harus dilihat
dari perspektif keseluruhan masyarakat, dan
bukan hanya individu.
HAM dalam pandangan komunis melihat hak
asasi manusia dari perspektif keseluruhan
masyarakat. Negara harus bertindak sebagai
pelindung HAM dan memastikan bahwa
seluruh masyarakat mendapatkan hak yang
sama. Dalam pandangan komunis, hak asasi
manusia bersifat kolektif, bukan individual.
HAM dalam Pandangan
Dunia Ketiga
Dunia ketiga atau negara-negara berkembang
melihat HAM sebagai hak yang bersifat
universal dan inheren, tetapi juga diartikan
dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi
yang spesifik bagi negara-negara tersebut.
Negara-negara dunia ketiga memandang
HAM sebagai hak yang universal dan inheren,
tetapi juga diartikan dalam konteks sosial,
budaya, dan ekonomi yang spesifik bagi
negara-negara tersebut. Ada banyak
tantangan dalam menerapkan HAM di
negara-negara dunia ketiga, tetapi
perkembangan positif terus terjadi dalam
memperjuangkan hak-hak dasar di sana.
HAM Di Bidang Politik Indonesia

Keputusan politik untuk menegakan HAM (dalam bidang


politik, sosial, ekonomi dan budaya) sering terhambat
Dalam konteks politik, HAM dapat HAM juga sangat penting dalam oleh faktor kekuasaan (pemerintah), antara lain sebagai
diartikan sebagai hak setiap warga ekonomi. Setiap individu berhak berikut
• Sistem politik yang dianut oleh negara (otoriter,
negara untuk mengeluarkan untuk bekerja dan mendapatkan
totaliter, sentralistik, mutlak, kedaulatan negara, semi
pendapat atau menyuarakan upah yang adil, tanpa diskriminasi demokratis, demokratik dan lain-lain). Semakin
pendapatnya tanpa takut akan atau pelecehan. HAM juga demokratis suatu negara, semakin kuat proses
ditindas atau diintimidasi oleh melindungi hak atas kepemilikan penegakan HAM suatu negara (terkait dengan spiritual
needs)
pihak berwenang. Ini termasuk properti, hak atas kontrak dan
• Sistem ekonomi, perkembangan ekonomi suatu
hak untuk berkumpul dan perlindungan hukum terhadap negara tidak dapat dilepaskan dari penegakan hukum.
berorganisasi secara damai dan penyalahgunaan kekuasaan. Lemahnya hukum berbanding lurus dengan tingkah
laku pejabat. Korupsi merupakan salah satu wujudnya
mengakses informasi.
(terkait dengan biological needs).
Salah satu tantangan besar dalam upaya menjaga HAM di Indonesia adalah
penegakan hukum yang kurang efektif. Ada banyak kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di Indonesia, seperti penangkapan tanpa surat perintah,
penghilangan paksa, penindasan terhadap kelompok minoritas, dan yang paling
banyak adalah korupsi
Masalah politik, ekonomi, dan korupsi sangat berpengaruh terhadap penegakan
HAM pada umumnya. HAM tidak saja meliputi aspek politik dan sipil, tetapi juga
aspek kesejahteraan dan ekonomi, sosial, dan kultural di banyak negara dunia
ke tiga
02
Hubungan/Garis
Singgung HAM dan
Ilmu Hukum
Ilmu Hukum dan HAM
• Mahkamah, hukum, dan hakim asal kata yang sama dari bahasa Arab, yang artinya
bijaksana. Dari hukum/kebijaksanaan menjadi hakim. Jadi, hakim adalah orang bijak.
Dengan demikian, mahkamah (pengadilan) adalah tempat untuk mendapat keputusan
yang bijak (dalam bahasa hukum berarti putusan yang adil dan benar).
• Untuk memperoleh/mencari hakikat kebenaran dan keadilan sulit dan “berliku”
jalannya. Karena itu, socrates (±7 abad sebelum masehi) menyatakan “ibi est verum”
(kebenaran dimanakah engkau berada).
• Hukum mengenal/membedakan perbuatan baik dan buruk. Filsafat hukum
“mengawinkan” moral + hukum. Jadi, keputusan adil dan benar adalah keputusan yang
benar dan baik.
• Hukum ditinjau dari filsafat hukum: law is nothing else than an ordinance of reason for
the common good, pro mulgated by him who has care of the community (Black’s Law
Dictionary)
Hukum dan HAM

Karena itu, keberadaan HAM Hukum (rechts, bahasa Jerman Kuno, menurut
Prajudi, berarti “lurus”) disebut juga aturan, norma,
mendahului hukum. Artinya, hak dan kaidah sebagai kata benda yang mempunyai dua
asasi manusia sebagai hak dasar sisi yang tidak dapat dipisahkan.
dan suci melekat pada setiap Pertama, berisi ide dan cita-cita. Ide tersebut
banyak dibahas didalam beragam filsafat hukum dan
manusia sepanjang hidupnya teori hukum Dengan demikian didalam hukum ada
sebagai anugerah Tuhan, kemudian cita-cita , ide, agama, dan moral yang terangkum
didalam norma agama, norma susila, dan norma
HAM diformalkan ke dalam kesopanan. Immanuel kant menempatkan hukum
seperangkat aturan hukum yang moral sebagai penerang hati. Ia menyatakan, coelum
ada. Dari posisi tersebut, hukum stelatum supra me, lex moralis intra me, artinya
“kutatap langit dan cahayanya menerangiku, juga
menjadi conditio sine qua non dalam hukum moral menerangiku.
penegakan HAM. Lengkapya, Kedua, hukum difungsikan (didayagunakan)
sebagai alat untuk mencapai cita hukum. Ketika
instrumen tentang HAM menjadi hukum “bertindak” dalam bentuk alat/instrumen
salah satu sumber HA-KHAM yang saja dan dalam operasionalisasinya “lepas” atau
kuat. melepaskan diri dengan cita hukum, berarti teori
hukum yang digunakan sebagai dasar keputusan
mengedepankan kekuasaan
Hukum

Hukum (rechts, bahasa Jerman Kuno, menurut Prajudi, berarti


“lurus”) disebut juga aturan, norma, dan kaidah sebagai kata
benda yang mempunyai dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Pertama, berisi ide dan cita-cita. Ide tersebut banyak
dibahas didalam beragam filsafat hukum dan teori hukum
Dengan demikian didalam hukum ada cita-cita , ide, agama,
dan moral yang terangkum didalam norma agama, norma
susila, dan norma kesopanan. Immanuel kant menempatkan
hukum moral sebagai penerang hati. Ia menyatakan, coelum
stelatum supra me, lex moralis intra me, artinya “kutatap langit
dan cahayanya menerangiku, juga hukum moral menerangiku.
Kedua, hukum difungsikan (didayagunakan) sebagai alat
untuk mencapai cita hukum. Ketika hukum “bertindak” dalam
bentuk alat/instrumen saja dan dalam operasionalisasinya
“lepas” atau melepaskan diri dengan cita hukum, berarti teori
hukum yang digunakan sebagai dasar keputusan
mengedepankan kekuasaan
HAM
HAM melindungi manusia secara utuh demi tegaknya
martabat manusia (human dignity). Masalah moral adalah
masalah kemanusiaan, walaupun sifatnya relatif. Manusia yang
bermartabat akan selalu menjadi sorotan, mulai dari sisi
tingkah lakunya hingga sikap moralnya.
Memerhatikan perkembangan tersebut, berarti hukum hak
asasi manusia sudah menjadi salah satu disiplin yang bulat dan
terbuka yang perlu pengkajian terus-menerus. Sebagai sau
disiplin hukum modern , maka ha-kham akan mengikuti sistem
hukum yang modern pula.
Bentuk kejelasan pemerintah di dalam menegakan HAM
salah satunya ialah dengan menyebarluaskan pemahaman
HAM ke dalam dunia pendidikan, menjadi pedoman
aparat/pejabat, para profesional, dan juga diketahuin anggota
masyarakat luas (grass grot), antara lain kalangan buruh dan
tani.
Ha-Kham (Hukum Hak Asasi
Manusia)

Ha-Kham sebagai hukum dalam arti modern, bersifat


dinamis. Konsep, ide, dan citanya yang dikembangkan para
pemikir semakin berkembang/majemuk dan menjadi alat
yang tepat untuk menegakan HAM.
“Hukum modern merupakan fenomena sosio-kultural
universal duniawi, dan aspek-aspeknya begitu banyak serta
berkait dengan hampir semua segi kehidupan manusia dan
masyarakat atau bangsa” (Prajudi Atmosudirjo, 4: 2002).
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM dalam ha-kham
serta masuk dalam sistem hukum suatu negara, merupakan
“pintu masuk” bagi sistem hukum suatu negara menjadi
negara hukum modern
Penghormatan & Penegakan HAM
1. Piagam Madinah tahun 662 M
Dalam piagam yang terdiri dari 47 poin, antara lain
poin 16 berbunyi, “orang Yahudi beserta
pemeluknya berhak mendapat pertolongan dan
santunan, sepanjang tidak berbuat zalim atau
menentang komitmen”. Pada poin 38 disebutkan
bahwa “orang Yahudi bersama-sama kaum
Muslimin memikul biaya selama peperangan”.
Piagam Besar (Magna Charta) tahun 1215
1. John Lockland telah mengakui hak-hak rakyat
secara turun-temurun, yaitu:
• Hak kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh
dirampas tanpa keputusan pengadilan; dan
• Pemungutan pajak harus dengan persetujuan
dewan permusyawaratan.
1. Parlemen Inggris mengeluarkan peraturan Habeas Corpus Act (Peraturan tentang
Hak Diperiksa di Muka Hakim) tahun 1679
2. An Act Declaring the Rights and Liberties of the Subject and Setting the Succession
of the Crown (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Warga dan Tata Cara Suksesi
Raja) yang dikenal Bill of Rights di Inggris tahun 1689 yang disusun oleh Raja
William II
3. Bill of Rights di Virginia (The Virginia Declaration of Rights) di Amerika Serikat
tahun 1776 yang disusun oleh George Mason
4. Tahun 1971, Amerika Serikat mengadopsi Bill of Rights Virginia lewat beberapa
amandemen.

1. Presiden Franklin D. Roosevelt tahun 1941


2. Yang dikenal dengan Four Freedoms, isinya:
• Freedoms to speech (kebebasan berbicara);
• Freedoms to religion (kebebasan beragama;
• Freedoms from want ( kebebasan dari kemiskinan); dan
• Freedoms from fear ( kebebasan dari ketakutan).
1. Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Penduduk Negara (Declaration des Droits
l’Hommes et du Citoyen) tahun 1789 di Paris
Dari pergolakan penegakan hak asasi manusia tersebut, diawali
Inggris, Amerika, da Prancis,
Menurut Scott Davidson, dalam menegakan hak asasi terdapat tiga
hal yang perlu mendapat
perhatian, yang sebagai berikut:
➢ Hak-hak itu secara kodrati inheren, universal, tidak dapat dicabut,
dimiliki setiap individu, dan semata-mata karena mereka adalah
manusia
➢ Perlindungan terbaik atas hak-hak asasi tersebut hanya terdapat
pada negara demokrasi
➢ Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan dan
dicabut oleh undang-undang.
Teori Negara Hukum

Stahl menyebut adanya empat unsur rechsstaat , yaitu:

• Adanya pengakuan hak asasi manusia;


Para ahli Eropa Kontinental
• Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-
(Eropa Daratan) antara lain
hak tersebut;
Immanuel Kant dan Julian
• Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
Staahl menyebut rechsstaat (wetmatigheid van bestuur);
(negara hukum). • Adanya peradilan tata usaha negara.

Dalam rule of law, menurut A.V.Dicey mengandung tiga


unsur yaitu:

• Hak asasi mausia dijamin lewat undang-undang;


Para ahli hukum Anglo Saxon
• Persamaan kedudukan dimuka hukum (equalitiy
(Inggris dan Amerika) memakai
before the law);
istilah rule of law. • Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the
law) serta tidak adanya kesewenang-wenangnya
tanpa aturan yang jelas`
Aktualisasi HAM dalam Negara Hukum

1. Kembali kepada sistem hukum nasional sebagai mana diketahui sumber hukum nasional adalah hukum adat, hukum
agama (islam), hukum Eropa daratan (continentall civil law), hukum Eropa Inggris/Amerika (Anglo Saxon/Common
law), hukum Eropa Skandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Didalam Penyelesaiannya pun, pengadilan negeri
bukan satu-satunya tempat untuk menyelesaikan sengketa, tetapi dapat diselesaikan di luar pengadilan, misalnya
musyawarah (adat), islah (agama islam), arbitrase, mediasi (Inggris, Amerika).
2. Pada tanggal 19/07/2011, antara MA, KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta LPSK
(Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sepakat memberi perlindungan para pihak yang pertama kali
membongkar adanya saksi pelapor (whistle blower), dengan catatan mengembalikan uang korupsi yang diterimanya.
Jadi, whistle blower/justice collaberater atau rekan (sebaiknya sahabat) keadilan adalah saksi pelapor ataupun saksi
pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus hukum tertentu.
3. Dasar hukum: pada UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih terlalu umum, belum
detail menyebut perlindungan terhadap "justice collaborator. Hal ini sudah menjadi kesepakatan enam lembaga (MA,
Kemenkumham, Kejagung, KPK, Polri, dan LPSK) pada 19 Juli 2011.
4. Di samping itu, MA telah mengeluarkan SEMA 4/2011 tentang whistle blower/justice collaborator. syarat menjadi
justice collaborator (pelapor pelaku) adalah sebagai berikut:
• Pelaku bukan pelaku utama dalam kasus yang diungkapnya.
• Mengembalikan aset yang diperolehnya.
• Keterangan yang diberikan haruslah signifikan dalam mengungkap kejahatan
5. Begitu eratnya hubungan hak asasi dengan ilmu hukum, menyebabkan hak asasi menjadi
salah satu.substansi ilmu hukum dan membentuk ha-kham. Pada tataran aplikasi tidak
terlepas dengan subsistem social lainnya, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya.

6. Dengan demikian usaha untuk melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi HAM
dapat menjadi ukuran tingkat penegakan hukum, peradaban, kemajuan, dan kematangan
demokrasi suatu negara. Dengan demikian, menempatkan orang per orang sebagai subjek
hukum dan bebas menikmati hak asasinya menjadi variabel utama.
HAM dan Lingkungan Hidup

1. Hak asasi manusia akan berkembang dan bergema terus. Karenanya, lewat analogi setelah disepakati Deklarasi Lingkungan
Hidup 1972.
2. Manusia adalah subjek hukum sempurna sehingga lingkungan hidup merupakan subjek hukum semu/kuasi subjek hukum,
karena kehidupan dan masa depan manusia tidak dapat lepas dengan kualitas lingkungannya. Dengan demikian, lingkungan dari
perspektif hak asasi pada hakikatnya mempunyai hak hukum, yaitu hak hidup, tetapi tidak mempunya kewajiban hukum/tanggung
jawab hukum.
3. Penempatan lingkungan hidup sebagi subjek hukum semu terinspirasi dari deklarasi tentang lingkungan hidup (Stockholm
Declaration) 6 Februari 1972 yang menjadi pegangan bagi anggota PBB. Lewat deklarasi tersebut, berarti ada pengakuan formal
atas hak-hak lingkungan.
4. Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 dengan Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 terdapat beberapa titik singgung, antara lain
sebagai berikut.
• Alinea V Preambule Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, antara lain menjelaskan adanya hak asasi manusia semata-mata
demi kemajuan sosial, terciptanya standar hidup yang lebih baik; sedangkan dalam Pernyataan 1 Deklarasi Lingkungan
Hidup, antara lain dikatakan, lingkungan merupakan sarana mutlak untuk menikmati hak asasi dan kehidupannya sendiri.
Karena itu, rusaknya lingkungan akan menjauhkan terciptanya standar hidup yang lebih baik.
• Hak menikmati miliknya, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 17 Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, terkait pula dengan
Pasal 21 Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 yang menekankan keselamatan lingkungan hidup. Dengan demikian, baik negara
maupun individu yang memanfaatkan lingkungannya, harus memerhatikan keselamatan lingkungan dalam arti makro.
• Pengembangan hak-hak ekonomi, sosial, dan kultural merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pengembangan tersebut
harus terlaksana dalam satu lingkungan yang baik. sehat sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 Deklarasi Lingkungan Hidup
1972.
• Jaminan hidup yang layak dan seimbang sesuai dengan tuntutan atau hak manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25
Deklarasi Lingkungan Hidup 1972 menegaskan bahwa kesehatan manusia hanya terjamin dalam satu lingkungan yang bebas
polusi danbebas zat-zat lain yang mengganggu manusia (A. Masyhur Effendi, 1986: 57-58).
Garis singgung antara HAM (Hak Asasi Manusia) dan ilmu hukum adalah sangat erat. HAM merupakan prinsip-
prinsip dan norma-norma yang mengakui dan melindungi hak-hak dasar setiap individu sebagai manusia. Ilmu
hukum, di sisi lain, adalah disiplin ilmu yang mempelajari sistem hukum, aturan, dan prinsip-prinsip yang
mengatur perilaku manusia dalam masyarakat.Dalam konteks ini, ilmu hukum memiliki peran penting dalam
menerapkan dan menjaga HAM. Ilmu hukum memberikan kerangka kerja dan instrumen hukum yang diperlukan
untuk melindungi dan menjamin HAM. Melalui undang-undang, peraturan, dan sistem peradilan, ilmu hukum
mengatur hak-hak individu, menjaga keseimbangan kekuasaan, serta menyediakan mekanisme perlindungan dan
penegakan HAM.Ilmu hukum juga memainkan peran penting dalam melahirkan doktrin-doktrin hukum yang
berkaitan dengan HAM, seperti prinsip-prinsip universalitas, nondiskriminasi, proporsionalitas, dan keadilan.
Penerapan HAM dalam konteks hukum juga terkait dengan konsep perlindungan hukum, di mana setiap individu
memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di hadapan hukum.Selain itu, HAM juga menjadi
sumber inspirasi dan bahan referensi dalam pembentukan undang-undang dan kebijakan hukum. Prinsip-prinsip
HAM seperti hak atas kebebasan berpendapat, hak atas privasi, hak atas persamaan di hadapan hukum, dan hak
atas kebebasan beragama mempengaruhi proses pembentukan hukum dan kebijakan yang harus sesuai dengan
standar internasional HAM.Dalam banyak negara, HAM juga diakui sebagai hak konstitusional yang dilindungi
oleh konstitusi negara. Hal ini menandakan bahwa HAM telah diintegrasikan dalam sistem hukum nasional dan
menjadi bagian integral dari sistem peradilan.Secara keseluruhan, ilmu hukum dan HAM saling terkait dan saling
mendukung. Ilmu hukum memberikan kerangka hukum dan prosedur untuk melindungi dan menegakkan HAM,
sementara HAM memberikan prinsip-prinsip dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh sistem hukum agar tetap
menjaga martabat dan kebebasan setiap individu.
03
Hak Asasi Manusia
dalam Kehidupan
Bernegara/Berbangsa
Hak Asasi Manusia Dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara

Hak Asasi Manusia adalah bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya, itu adalah hak yang di bawa sejak
lahir. Dan itu adalah hak yang di miliki maliki manusia yang tidak bisa di ganggu gugat atau berpindah ke individu
lain. Tetapi walaupun kita memiliki hak namun terbatas apabila mengganggu karena kita tidak hidup sendiri dalam artian
di batasi sesuai norma sosial, Hukum dan tidak melanggar hak orang lain. Di dalam Hukum juga bahwa walaupun kita
memiliki hak yang melekat pada diri kita sendiri, tetapi bukan berarti kita semena-mena karena kita sebagai warga
Negara Patuh dan Taat pada Hukum yang berlaku. Maksutnya disitu bahwa HAM dan Hukum itu tidak pernah terlepas
pada manusia atau terikat. Karena negara kita adalah Negara Hukum sehingga selalu mengaitkan dengan HAM. karena
hak manusia melekat pada dirinya sejak lahir, dan sejak lahirpun kita sudah terikat dengan Hukum karena kita sudah
berada dalam Negara Hukum. Itu adalah kewajiban kita untuk menaati, supaya jangan kita menganggap saya memilik
hak dan kebebasan abstrak. Namun kita melanggar Hukum berarti Ham Tidak berlaku lagi karena telah melanggar
Hukum atau hak orang lain. Itulah sebabnya didalam Hak Asasi Manusia kita memiliki hak yang melekat pada diri
manusia, bukan berarti sewenang-wenang dan sampai melanggar hak orang lain. Yang berarti kita memiliki hak terbatas
pada hak orang lain. Sampai disini saja sedikit masukan tentang HAM, kalau seandainya kurang maksimal penjelasannya
mohon di maklumi karena kita masih sama-sama belajar
Hubungan Sistem Hukum dan Sistem Politik
dari Sudut Pandang HAM

Menurut aliran hukum positif

Negara (menurut aliran hukum Tertib hukum yang tumbuh seiring


alam) ada, karena ada perjanjian dengan diciptakan hukum lewat
masyarakat untuk membentuk peraturan perundang undangan.
negara, karena itu negara Pola hubungan tetap antar sesama
merupakan “wujud” lebih lanjut warga masyarakat menimbulkan
interaksi sosial dan pada tataran
dari langkah “memperkuat terakhir membangun sistem sosial
masyarakat yang semula “hanya” negara. Dengan demikian, interaksi
merupakan kelompok/masyarakat antar individu-lah yang membentuk
kecil yang berproses menjadi sistem sosial. Manusia sebagai
negara. makhluk sosial (zoon politicon)
sebagaimana digambarkan
Aristoteles.
HAM dalam Sistem Politik
Demokratis

Dalam sistem politik demokratis, watak hukum yang dihasilkan


bersifat responsif dan akomodatif. Substansi hukum yang
tertuang di dalam beragam peraturan perundangan yang ada
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. HAM
menjadi salah satu ukuran penegakan hukum. Dalam sistem
tersebut terjalin komunikasi serasi antara opini publik lewat
wakil-wakilnya, juga media massa, agamawan, cendekiawan,
dan LSM dengan pemerintah. Dengan demikian, sistem
hukumnya ditandai dengan konsep impartiality, consistency,
openness, predictability, dan stability. Semua warga negara
memunyai kedudukan sama di depan hukum (equal before the
law). Ciri inilah yang disebut rule of law. Untuk tujuan tersebut,
demokrasi dikatakan gagal kalau hanya menekankan pada
prosedur melupakan substansi demokrasi. Substansi demokrasi
ialah mewujudkan kehendak rakyat yang dibuktikan dari
perjuangan wakil-wakilnya di DPR. Antara pemerintah (dalam
arti luas) dengan rakyat tidak ada jarak.
Khusus mengenai tugas pokok kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum menuju keadilan adalah
sebagai berikut:
1. Menerapkan dan menegakkan hukum substantif yang menjadi landasan negara hukum, dengan
mengadakan pengujian hukum yang senantiasa dikembangkan.
2. Menegakkan dan memelihara rasionalitas dari hukum, yakni dengan menerapkan asas- asas
regulatif dan aturan-aturannya.
3. Menerapkan asas perlakuan sama terhadap pencari keadilan.
4. Pengawasan terhadap kekuasaan dan pelaksanaannya yang dilakukan unsur-unsur negara dan
pemerintah (C. J. M. Schuyt, 1983: 143,144).
Penguasa/pemerintah di dalam menjalankan roda pemerintahannya lewat keputusan dan kebijakan
yang ditempuh,memiliki kekuasaan (power), kewenangan (authority), kekuatan (strength), serta
fasilitas (facility) yang dipakai sebagai alat/sarana, baik dalam menjalankan tugas maupun
menyelesaikan konflik yang ada. Oleh karena itu, pilihan sistem politik diktator atau demokratis suatu
negara tidak dapat dilepaskan dari politik hukum yang telah ditetapkan sebelumnya. Politik hukum
yang dituangkan di dalam undang-undang dasar suatu negara merupakan pedoman utama serta
pilihan yang harus dilaksanakan oleh para pejabat negara. Dengan demikian, politik hukum adalah
pilihan, keputusan, dan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya (berdasarkan keputusan)
Persoalan ini hendaknya mendapat perhatian pemerintah dalam arti luas, pimpinan eksekutif, legislatif, dan yudisial mampu dan mau
menerjemahkan kehendak rakyat, sehingga "jeritan" rakyat menjadi perhatian utama. Kemauan para pemimpin tersebut mencerminkan asas
demokrasi, di mana suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox Dei) dapat terlaksana. Kalaulah rakyat sudah mendapat perhatian wajar
sebagaimana harapan di depan, maka partisipasi masyarakat akan muncul/bangkit. Namun, pada beberapa negara berkembang politik uang
masih kuat, sehingga motto berubah menjadi "vox populi vox "argentum" (suara rakyat, suara uang). "Sikap" (jangan jadi watak) seperti itu
mencederai hakekat demokrasi adalah kesejahteraan disini dan hari ini (hic et nunc), demokrasi bukan masalah ekstalogia (keselamatan akhir
zaman). Dengan demikian, sistem hukum dan sistem politik sangat berpengaruh terhadap penegakan HAM.Masalah partisipasi masyarakat
dalam politik, menurut Jeffery M. Paige, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut.
1. Partisipasi dengan pengetahuan/kesadaran masyarakat tinggi dan kepercayaan yangtinggi pula terhadap sistem politik yang berlaku.
Anggota masyarakat akan danmemunyai tanggung jawab besar dalam mengembangkan kewajiban-kewajiban yangada, demi negara dan
bangsa.
2. Partisipasi politik tinggi, tetapi kepercayaan kepada sistem politik rendah. Situasi ini dapat mengakibatkan munculnya golongan sempalan
(dissendent) yang dapat mengarah radikal.
3. Partisipasi politik dengan kesadaran politik rendah dan kepercayaan tinggi terhadap sistem politik yang ada. Dalam situasi ini, masyarakat
lebih pasif dan hanya menerima sistem yang berlaku..
4. Partisipasi politik dalam masyarakat yang rendah kesadaran politiknya dan kepercayaannya. Dalam masyarakat tersebut, anggota
masyarakat dalam situasi tertekan dan takut atas kesewenang-wenangan penguasa.
Menurut Alfian, partisipasi pertama yang ideal dan hanya mungkin dalam sistem yang demokratis. Untuk mengarah kepada satu partisipasi
model pertama, sekaligus memunyai makna penegakan hukum, maka pendidikan politik yang benar dan terbuka harus dijalankan. Keterbukaan,
sekali lagi, akan menumbuhkan kepercayaan anggota masyarakat kepada penguasa karena mereka merasa dipercaya dan tidak dianggap sebagai
warga kelas dua.Bidang politik yang selalu bergelimang dengan kekuasaan (power) sering terjadi manipulasi politik. Dengan demikian, sering
terjadi dalam sistem politik yang dalam pelaksanaannya berbeda dengan ketentuan undang-undang yang ada, walau produk undang- undang
tersebut hasil keputusan politik tingkat tinggi. Manipulasi politik terjadi bilamana ada usaha untuk mempergunakan peraturan untuk permainan
politik, demi kepentingan perseorangan atau golongan tertentu (Alfian, 1976: 97).
Pernyataan tersebut menggambarkan pentingnya pendidikan nasional dan penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam pembangunan Indonesia. Sebelum merdeka, Indonesia telah menyusun sistem
pendidikan nasional sendiri dengan tujuan untuk mempersiapkan generasi yang memiliki semangat
kemerdekaan dan siap berjuang untuk kemerdekaan. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam
memberikan prioritas pada pendidikan sebagai landasan bagi pembangunan nasional.Selain itu,
pernyataan tersebut juga menekankan bahwa setiap langkah dan proyek pembangunan di Indonesia
harus mengacu pada Pancasila. Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang terdiri dari lima sila,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Penerapan Pancasila dalam pembangunan
menunjukkan komitmen untuk menjalankan nilai-nilai moral dan etika yang dijunjung tinggi dalam
segala aspek kehidupan.Pentingnya penerapan Pancasila dalam proyek pembangunan juga
menekankan bahwa politik bukanlah semata-mata untuk kepentingan politik itu sendiri, tetapi harus
diarahkan untuk membangun negara secara keseluruhan. Hal ini untuk mencegah Indonesia menjadi
negara yang gagal dalam hal pembangunan nasional.Dengan menjunjung tinggi pendidikan nasional
dan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan, Indonesia menunjukkan komitmen untuk
menciptakan masyarakat yang berkualitas, berkeadilan, dan berkelanjutan. Prioritas pertama dan
utama ini dapat membantu memperkuat fondasi bangsa dan mengarahkan pembangunan nasional ke
arah yang lebih baik.
04
Posisi Individu atau
Kelompok dari Sudut
Pandang HAM
Status/Posisi Individu dari
Sudut Pandang HAM

HA-KHAM (Hukum Hak Asasi


Manusia) intinya menjamin hak yang
paling mendasar dari semua hak
yang dimiliki manusia, yaitu hak
hidup sebagaimana termuat didalam
pasal 5 dan 8 duham, demikian
pendapat G. Robertson.
Pasal 5 yang berbunyi :
"Tak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi,atau
merendahkan martabat“.

Pasal 8 berbunyi :
"Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan nasional untuk mendapatkan
perlindungan yang sama terhadap tindakan - tindakan yang melanggar hak- hak mendasar yang diberikan
kepadanya oleh konstitusi atau oleh hukum“.

Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 pasal 9 :


(1) "Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya". (2)
"Setiap orang berhak hidup tentram,aman,damai,bahagia,sejahtera lahir dan batin".
Bertitik tolak dari niat tersebut, maka HAM yang digambarkan demi penghormatan
terhadap manusia dan membangun rasa kemanusiaan antarsesamanya dalam satu
sistem sosial, hukum, dan politik yang sudah disepakati bersama, dimana harus di
pertahankan, dibangun, dikembangkan, dan dipihara terus dalam situasi dan waktu
apapun. Walaupun demikian, hakikat penegakan HAM bukan semata-mata untuk
kepentingan manusia sendiri dalam arti sempit.
Namun demikian, manusia,sifat dasarnya adalah makhluk bermasyarakat, dimana baru dapat
hidup ditengah dan bersama sama manusia lain dan menuntut adanya kemauan serta
kemampuan untuk saling menghormati dan menghargai dalam satu tatanan hidup yang sudah
disepakati. Terlihat disini, sejak awal manusia sebagai makhluk bermasyarakat pasti
berhadapan dengan orang lain dengan beragam pemikiran. Teori HAM yang pada awalnya
atau dipersepsikan "berputar putar" pada hak asasi dan kewajiban asasi, sebenarnya dalam
praktik tak dapat lepas dengan aspek tanggung jawab. Dengan cara berpikir demikian,
keseimbangan dalam hubungan antar anggota masyarakat dapat terwujud dan masing-masing
warga akan menikmati hak asasi, bebas, dan tanpa beban.
Hubungan Hak Asasi Manusia dengan Kelompok
Bangsa/Etnik/Ras/Agama, dan lain-lainnya.

Dalam negara nasional, kehidupan orang perorangan dari berbagai etnik yang sudah
menjadi bagian warga negara memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama pula.

Mengadakan observasi
Harus ada tafsir yang benar yang berkaitan dengan Posisi yang tepat dari
tentang penafsiran (secara keberadaan berbagai berbagai kelompok dimana
otomatis) setiap negara kelompok etnik dan orang perorangan tersebut
terhadap seluruh kelompok kelompok sosial dilihat dari masuk kedalam berbagai
penduduk. aturan hukum yang ada. kelompok.
Dalam pasal 2 universal declaration of human rights
dinyatakan:

Setiap orang berhak atas segala hak dan kebebasan


yang telah di atur dalam deklarasi, tanpa perbedaan
apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik, negara atau asal usul, harta benda,
kelahiran, dan status lainnya. Selanjutnya tidak boleh
ada pembedaan yang di buat berdasarkan politik,
hukum, atau status internasional negara atau
daerah/teritori darimana orang itu berasal baik dari
negara merdeka/independen maupun negara yang
belum merdeka atau di bawah negara lain.
Hak Asasi, Kewajiban Asasi, dan Tanggung Jawab
Asasi

Sebelum setelah sedikit disinggung hubungan antara hak asasi ,kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.sebenar nya pada
tahun 1997 ,internasional council,sebagai organisasi internasional,memenang kan suatu naskah universal Declaration Of
Human Responsibilities sebagai pelengkap dari _Universal Declaration Of Human Rights_PBB. Sudah waktunya hak asasi
diimbangi dengan Tanggung jawab atau kewajiban asasi.

Naskah ini dirumus kan oleh suatu kelompok yang terdiri kira kira 60 tokoh pemikir dan mantan negarawan dari berbagai
negara, baik dari dunia Barat maupun non barat, seperti helmut schmidt dari jerman,Malcom fraser dari australia,jimmy carter
dari amerika serikat, Lee kuan Yew dari singapura, kiichi miyazawa dari jepang, Kenneth kaunda dari Zambia, dan Hasan hanafi
dari Universitas kairo, Menanggapi dialog yang sering kontrotatif dan sengit, kelompok ini menamakan dirinya interaction
Council. Mereka mulai 1987 membicarakan pentinya diruntuh kan beberapa kewajiban yang dapat menanggapi deklarasi HAM
serta membantunya untuk menuju dunia yang lebih baik

Laporan panitia kecil selanjut nya menekan kan bahwa untuk mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban.ada suatu
kaidah lama yang dapat dipakai sebagai pedoman: jangan berbuat terhadap orang lain hal yang tidak kita ingin diperbuat
terhadap kita ( do not do to others what we do not wish we be done us ) akan tetapi pepatah ini ada segi negatif nya ,yang
bersikap pasif.
Contoh Hak dan Kewajiban

Jika mempunyai hak atas Jika kita mempunyai hak Jika kita mempunyai hak atas
atas kebebasan, maka kita keamanan maka kita juga
hidup, maka kita
mempunyai kewajiban
mempunyai kewajiban mempunyai kewajiban
menciptakan kondisi bagi
menghormati hidup itu mengormati kebebasan semua orang untuk menikmati
orang lain. keamanan kemanusiaan
(human security) itu.
Naskah deklarasi tanggung jawab manusia sendiri pendek sekali
hanya mencakup 19 pasal, dalam preambule dikatakan bahwa
terlalu mengutamakan hak secara eklusif, dapat menimbul kan
konflik. Berikut ini beberapa pasal yang kami paparkan.

• Pasal 1 : setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk mempelakukan semua orang secara manusiawi

• Pasal 13 : para politisi pegawa pemerintah pemimpin bisnis, ilmuan atau artis tidak dapat terkecualian
dari standar etis, Begitu juga dokter, sarjana hukum dan orang profesional yang mempunyai kewajiban
khusus terhadap klien.

• Pasal 9 : semua orang yang berkecukupan bertanggung jawab untuk berusaha sacara serius untuk
mengatasi keadaan kurang pangan , kebodohan dan ketidaksamaan.

• Pasal 11 : semua milik kekayaan harus dipakai secara bertanggung jawab dengan keadilan dan untuk
memajukan semua umat manusia, kuasaan ekonomi dan politik tidak boleh dipakai sebagai dominasi,
tetapi untuk mencapai keadilan ekonomi dan mengatur masyarakat .
Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), setiap individu memiliki status atau posisi yang diakui dan dilindungi
oleh prinsip-prinsip HAM. Beberapa aspek penting terkait dengan status atau posisi individu dari sudut pandang
HAM adalah:
1. Kesetaraan dan Non-Diskriminasi: Semua individu memiliki hak yang sama dan layak diperlakukan secara adil
tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, suku bangsa, atau faktor lainnya. Setiap orang
memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif dan memiliki hak yang sama dalam menikmati hak-hak
asasi.
2. Kebebasan dan Hak Sipil: Setiap individu memiliki hak untuk kebebasan berpendapat, beragama, berpendapat,
berhubungan, berkumpul, dan berorganisasi secara damai. Individu juga memiliki hak untuk melibatkan diri
dalam proses politik, memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, serta akses ke keadilan dan perlindungan
hukum yang adil.
3. Hak Privasi dan Kehidupan Pribadi: Setiap individu memiliki hak atas privasi dan perlindungan terhadap campur
tangan yang tidak sah dalam kehidupan pribadi, keluarga, rumah tangga, dan komunikasi pribadi. Hak ini
mencakup perlindungan data pribadi dan kerahasiaan komunikasi.
4. Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya: Individu memiliki hak untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti
makanan, perumahan, pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan yang layak, dan kehidupan yang
bermartabat. Mereka juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, ilmiah, dan artistik.
5. Kebebasan dari Penyiksaan dan Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan: Individu memiliki
hak untuk tidak diperlakukan dengan cara yang menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang tidak
manusiawi, seperti penyiksaan, perlakuan kejam, atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia.
6. Hak Perempuan, Anak-Anak, dan Kelompok Rentan: Perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya
memiliki perlindungan khusus berdasarkan prinsip persamaan dan non-diskriminasi. Mereka memiliki hak untuk
kebebasan dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan yang merugikan.
Status atau posisi individu dari sudut pandang HAM merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia dan
harus diakui, dihormati, dan dilindungi oleh negara dan masyarakat secara keseluruhan. Prinsip-prinsip HAM ini
bertujuan untuk memastikan kesejahteraan dan martabat setiap individu.
05
Dimensi Absolut dan
Relatif Hak Asasi
Manusia
Pandangan HAM di
Indonesia

Pandangan Universal Absolut

• Pandangan ini melihat HAM sebagai nilai-nilai universal


sebagaimana dirumuskan dalam dokumen-dokumen HAM
internasional, seperti the Internasional Bill of Human
Rights.
• Penganut pandangan ini adalah negara-negara maju,
dimana bagi negara-negara berkembang, mereka dinilai
eksploitatif karena menerapkan HAM sebagai alat
penekanan dan sebagai instrumen penilai.
Pandangan HAM di
Indonesia
Pandangan Universal Relatif

• Pandangan ini melihat persoalan HAM sebagai masalah universal.


• Perkecualian dan pembatasan yang didasarkan atas asas-asas
hukum nasional tetap diakui keberadaannya, seperti Pasal 29
ayat 2 UDHR.
• Makna dari Pasal 29 ayat 2 UDHR ini, PBB telah melakukan
pembahasan dalam The San Francisco Conference, Commission
on Human Rights and Third Committee of the General Assembly.
Semua pembahasan tersebut memberikan peringatan dini bahwa
negara negara anggota PBB dilarang untuk menyalahgunakan
Batasan batasan yang diberikan untuk tujuan-tujuan yang tidak
tepat.
Pandangan HAM di
Indonesia

Pandangan Partikularistis Absolut

Pandangan ini melihat HAM sebagai persoalan masing-


masing bangsa, tanpa memberikan alasan yang kuat,
khususnya dalam melakukan penolakan terhadap berlakunya
dokumen-dokumen internasional.
Pandangan HAM di
Indonesia
Pandangan Partikularistis Relatif

• Dalam pandangan ini, HAM dilihat di samping masalah universal juga merupakan masalah
nasional masing masing bangsa.
• Pandangan ini tidak hanya menjadikan kekhususan yang ada pada masing-masing bangsa
sebagai sasaran untuk bersikap defensif, tetapi di lain pihak juga aktif mencari perumusan
dan pembenaran terhadap karakteristik HAM yang dianutnya.

Pandangan Muladi, atas dasar tiga pertimbangan utama:

• Pertama, dikembalikan kepada awal keberadaan manusia sendiri sebagai makhluk sempurna
dan suci, dengan konsekuensi manusia memiliki hak asasi manusia yang juga suci.
• Kedua, perbedaan sifat, kepercayaan, ras, etnik, agama maupun perbedaan pandangan
politik Sebagian besar umat manusia sebenarnya bersifat relatif, sedangkan kepekaan
biologis sesama manusia selalu sama; sakitnya manusia Indonesia sama dengan sakitnya
manusia Jerman dan seterusnya.
• Ketiga, setiap manusia memiliki hati nurani yang tidak pernah dapat dibohongi dan ditipu,
tentu saja yang utama Tuhan Yang Maha Esa.• Einstein berpendapat "politik (baca:
perbedaan-perbedaan apa pun) adalah sesuatu yang sekarang. Sedangkan ilmu pengetahuan
adalah sesuatu yang abadi.
Dimensi absolut dan relatif dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) merujuk pada dua pendekatan yang berbeda dalam pemahaman
dan implementasi HAM. Berikut adalah penjelasan singkat tentang kedua dimensi tersebut:
1. Dimensi Absolut HAM:
Dimensi absolut HAM berarti bahwa hak-hak asasi manusia dianggap sebagai prinsip universal yang tidak dapat dikurangi atau ditawar-
tawar. Ini berarti bahwa hak-hak asasi manusia adalah inheren dan tak tergoyahkan, tidak peduli situasi atau konteksnya. Pendekatan ini
menekankan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama dan tidak dapat dikompromikan.
Dalam dimensi absolut, hak-hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang fundamental dan tak terpisahkan dari kemanusiaan.
Contohnya adalah hak untuk hidup, kebebasan dari penyiksaan, hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif, dan hak untuk
kebebasan berpendapat. Prinsip-prinsip ini dianggap sebagai hak yang mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar.
2. Dimensi Relatif HAM:
Dimensi relatif HAM mengakui bahwa implementasi hak-hak asasi manusia dapat bergantung pada konteks budaya, sejarah, dan
kebutuhan sosial. Dalam pendekatan ini, ada pemahaman bahwa hak-hak asasi manusia mungkin perlu dibatasi atau dikompromikan
dalam situasi-situasi tertentu demi kepentingan umum atau keamanan masyarakat.
Dalam dimensi relatif, hak-hak asasi manusia dapat dihadapkan pada pembatasan yang sah dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya, hak
atas kebebasan berbicara dapat dibatasi jika penggunaannya untuk mendorong kebencian atau kekerasan. Demikian pula, hak atas
privasi dapat dibatasi dalam kepentingan keamanan nasional.
Namun, perlu dicatat bahwa dimensi relatif tidak berarti bahwa hak-hak asasi manusia dapat diabaikan atau dilanggar dengan
sembrono. Pembatasan atau pengorbanan hak-hak asasi manusia haruslah proporsional, legal, dan diperlukan dalam konteks tertentu,
serta dijalankan dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM.
Penting untuk diingat bahwa dimensi absolut dan relatif dalam HAM sering kali menjadi subjek perdebatan dan interpretasi yang
kompleks. Pendekatan yang tepat harus mempertimbangkan perlindungan hak-hak individu yang inheren, sambil mempertimbangkan
konteks sosial, budaya, dan kepentingan umum.
06
Langkah-Langkah PBB
dalam Menyusun HA-KHAM
Rintisan Pembentukan PBB dan
Penghormatan Hak Asasi Manusia

Piagam PBB yang disepakati dan ditandatangani oleh 50


negara di San Francisco pada tanggal 24 Juli 1945
merupakan hasil perjungan yang cukup panjang dari
para pemimpin dunia yang dirintis sejak dekade-dekade
sebelumnya. Dewasa ini anggota PBB mencapai 193
negara. Masyarakat internasional menjadi dewasa
karena pengalaman, khusus nya setelah Perang Dunia 1
sehingga mengambil inisiatif mengorganisasikan
pemikiran-pemikiran lama yang sudah ada untuk
membantu terciptanya keamanan, perdamaian, dan
kesejahteraan manusia.
Kesepakatan tentang Piagam PBB bermula dari pertemuan Roosevelt (Presiden AS) dan Churchill (Perdana
Menteri Inggris) di New Foundland Bank di atas kapal USS Agustav dan Prince of Wales, selanjutnya
menghasilkan kesepakatan antara lain sebagai berikut.
1. Deklarasi Prinsip atau Kesepakatan Antlantik
2. Deklarasi Casablanca
3. Deklarasi negara-negara sekutu
4. Deklarasi Moskow tentang keamanan umum
5. Konferensi Cairo
6. Pertemuan Taheran
7. Konferensi Yalta (Crime ) tentang Prosedur Penyusunan Dewan Keamanan
8. Konferensi San Fransisco
9. Konferensi Postdamt
10. Pertemuan Dombetton Oaks
11. Undangan Konferensi PBB
Peran PBB di Tengah dan di Antara
Negara Berdaulat

Mengamati dan memerhatikan Alinea 1 Piagam PBB yang disusun oleh


para para pendiri (the founding fathers) PBB di San Francisco 1945,
disebutkan tujuan utama organisasi ini, antara lain " ... to save
succeeding generation from the scourge of war ...". Perintah piagam
PBB tersebut, khususnya menghapus penderitaan umat manusia, PBB
tidak banyak menghasilkan banyak konvensi, convenant HAM dan
langkah politik lewat dewan keamanan PBB dengan membawa para
pejabat perang (HAM) ke mahkamah kriminal internasional di Den Haaq

• Piagam PBB ditandatangi di San Fransisco tanggal 26 Juni 1945


(sebagai Hari PBB)
• Dalam Piagam PBB, HAM ditegaskan dalam bagian Mukadimah, Pasal
1 ayat (3), Pasal 13, dan Bab XIII, Sistem Perwakilan Internasional,
dalam Pasal 76, sub (c).
• Kerja sama internasional di lapangan ekonomi dan sosial ada dalam
Pasal 55 Huruf C, Pasal 62 Ayat (2), dan pasal 68.
Karel Vasak dalam satu uraian yang berjudul: "A 30 Years Struggle" (The Sustained Effort to Give Force of
Law to the Universal Declaration of Human Rights), antara lain menjelaskan bahwa. Setelah Perang Dunia
II, tugas utama PBB dalam bidang hak asasi manusia ada 3 macam/tingkatan, yaitu sebagai berikut.
1. Meproklamasikan Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia sebagai standar utama untuk kemajuan umat
manusia dan semua negara.
2. Menyusun beberapa traktat/perjanjian internasional dalam bidang hak asasi manusia yang mengikat
negara-negara yang meratifikasinya.
3. Mengusahakan suatu badan supervisi yang mengadakan observasi terhadap perjanjian/traktat
tersebut.
4. Sejak tahun 1998 telah dibentuk mahkamah (Pengadilan Kriminal Internasional)/ICC (International
Criminal Court).
• Selanjutnya dikatakan: "Tugas I sudah dilakukan pada 10 Desember 1948, yaitu disepakatinya
Universal Declaration of Human Rights/Deklarasi Sedunia Hak Asasi Manusia (Duham), sedang tugas II
dan III baru dapat dilakukan 18 tahun kemudian, yaitu pada tanggal 16 Desember 1966 dengan
dihasilkan dua perjanjian (covenant)", yaitu: ICESCR (International Covenant of Economic, Social, and
Cultural Rights)/Perjanjian Internasional tentang Hak Sosial dan Kultural, yang berlaku 3 Januari 1976,
lebih dari 66 negara telah menjadi peserta. Sedangkan ICCPR (International Covenant of Civil and
Political Rights)! Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik tahun 1966, mulai berlaku pada
23 Maret 1976 dan lebih dari 62 negara menjadi peserta.

• Di samping itu, sebuah protokol yang menyiapkan mekanisme kerja atas pengaduan dari individu atas
hak sipil dan politik sudah disusun di dalam sebuah protokol, yaitu Protokol Fakultatif Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966 (Optional Protocol to the International
Covenant on Civil and Political Rights) yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1976. Setelah 10
negara meratifikasi, merupakan bukti konkret melengkapi langkah yuridis membangun ha-kham.
Seterusnya, kalau diikuti salah satu pendapat perkembangan HAM dari aspek sejarah, setidaknya ada 4 generasi. Pertama,
berpusat pada hukum/hak-hak yuridis dan hak politik.
Hak-hak tersebut kuat sesudah PD II. Kedua, banyak terkait dengan bangkitnya negara dunia ketiga, sehingga hak-hak yang
diperjuangkan ialah hak sosial, ekonomi, kultural. Ketiga, menjanjikan kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik,
dan hukum dalam satu paket yang disebut hak membangun (the Rights of Development). Keempat, yang menekankan
tuntutan struktural HAM dengan mempersoalkan kewajiban asasi, di samping hak asasi. Negara dituntut memenuhi hak
asasi rakyatnya.

Menurut Richard Pierre Claude, ada tiga langkah pula yang harus ditempuh, yaitu sebagai berikut.
• The formulation and definition of international norms of behaviour regarding human rights (menyusun formulasi dan
definisi norma-norma tentang perilaku secara internasional tentang HAM).
• The promotion of human right: through information, education, and training about human rights in all levels of social
organization (mempromosikan HAM melalui penerangan, pendidikan, dan latihan tentang HAM dalam segala tingkatan
pada organisasi sosial).
• The implementation of human rights norms the design and complexities that still exist somehow more manageable...
(menerapkan bentuk dan kompleksitas norma-norma HAM yang masih ada/nyata, di mana akan menjadi lebih mudah
diatur...) (1989: 184).
Sebagaimana diketahui, Proklamasi Hak Asasi Manusia PBB 10 Desember 1948 disepakati 48
negara dan tidak satu pun negara yang menentang. Delapan negara yang menyatakan
abstain: Byelorussia, Cekoslowakia, Polandia, Saudi Arabia, Ukraina, Uni Sovyet, Uni Afrika
Selatan, dan Yugoslavia. Deklarasi tersebut oleh sebagian ahli hukum disebut sebagai bagian
dari Undang-Undang PBB. Statusnya merupakan satu pedoman yang dapat dipercaya,
sekaligus interpretasi resmi dari Piagam PBB sendiri (Ian Browlie, 1993: 26).
Langkah Yuridis dan Politik PBB
dalam Membangun Ha-kham

• Sebagaimana diketahui, hubungan hukum dan politik dalam bernegara dan


bermasyarakat menjadi tak terpisahkan. Antara kedua subsistem tersebut, idealnya
ditempatkan dan menempati posisi yang seimbang, kapan pendekatan politik di
depan dan kapan hukum di depan. Sulitnya, dalam praktik bernegara sudah
diketahui/dirasakan bersama, terutama ketika etika politik, norma politik, dan
praktik politik "jalan sendiri-sendici". Langkah yuridis yang dimaksud menyusun
konvensi, treaty dalam tentang HAM, sedangkan langkah politik mendorong negara
anggota PBB membangun sistem politik demokrasi yang kuat.
• Dunia internasional yang ditandai dengan kemajuan iptek, berdampak
kepada hubungan dan politik internasional juga pranata sosial lainnya.
Karena itu, dunia semakin egaliter dan tak terbatas. Kondisi tersebut
diharapkan semakin "menyadarkan" para pemimpin dunia untuk lebih
banyak melihat persamaan antarsesama manusia daripada melihat
perbedaan. Dengan demikian, hukum internasional termasuk hukum hak
asasi manusia (ha-kham) yang selama ini sedikit banyak "tergantung"
kemauan dan kesepakatan politik internasional, dapat lebih "bebas"
dalam mengembangkan semua gagasan, ide, nilai, tujuan, sistem, dan
instrumennya demi terciptanya keadilan bersama.
PBB dengan beberapa organisasi internasional telah berhasil menyusun ha-kham dalam bentuk kovenan atau perjanjian, convention,
declaration protocol charier/piagam, dan agreement/ persetujuan. Jumlah instrumen hukum hak asasi manusia berkembang terus
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan manusia. Di samping yang sudah memunyai kekuatan mengikat/mki (entered into force), ada
juga yang belum memunyai kekuatan mengikat bmki (not yet in force), antara lain sebagai berikut. :
1. Universal
2. Regional
3. Hal-hal yang berkaitan dengan diskriminasi (instruments concerning prevention of discrimination)
4. Hal-hal yang lebih spesifik seperti genosida, kejahatan perang, kriminalitas (instrument concerning specific issues [genocide, war
crime, crimes aga ist humanity)
5. Perbudakan, perdagangan manusia, perburuhan (slavery, traffic in persons, forced labour) a. Protocol amending the Slavery
Convention signed at Geneva, mki. 1953.
6. Suaka (Asylum)
7. Kebebasan berinformasi (freedom of information)
8. Hal_hal yang berkaitan dengan perlindungan terhadao kelompok tertentu,seperti orang asing,pengungsi,orang-orang tidak punya
kewargangaraan (Instruments relating to protection of particulaar groups [aliens,refugees,stateless persons])
9. Pekerja (Workers)
10. Perempuan(Women)
11. Pejuang,Tahanan,Warga sipil (combatants,Prisoners,civilians)
Beberapa topik yang menonjol di dalam Konferensi Wina 1993, antara lain sebagai berikut.

1. Sifat HAM yang universal atau bersifat partikularistis. Perbedaan paradigma membawa konsekuensi
yang cukup jauh.
2. Bagaimana hubungan hak asasi manusia dan kedaulatan suatu negara, dalam arti sejauh mana
negara lain berhak mencampuri urusan HAM negara lain. Kalau ada negara melakukan pelanggaran
HAM misalnya, bagaimana sikap negara-negara lain? Satu pihak berpendapat, HAM adalah masalah
dalam negeri, sedangkan pihak lain menyatakan HAM adalah masalah internasional.
3. Perlu tidaknya badan khusus PBB, seperti UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees)
yang bertugas khusus mengurus para pengungsi akibat perbedaan politik. Badan baru tersebut
memunyai tugas menangani, mengurus, dan melakukan langkah tindakan sampai dapat mengirimkan
pasukan untuk membantu menegakkan hak asasi di suatu negara yang telah melanggarnya.
4. Sejauh mana kerja sama antara negara anggota PBB dengan LSM (lembaga swadaya
masyarakat)/ORNOP (Organisasi Nonpemerintah) atau NGO (Nongovernmental Organization) dalam
menangani dan memperjuangkan masalah pelanggaran HAM
Masalah tersebut menyita waktu yang cukup panjang dan lewat lobi yang melelahkan, tetapi dicapailah
satu rumusan yang menekankan bahwa:

1. seluruh hak asasi manusia adalah universal, tidak dapat dipilah, dan saling bergantung;
2. masyarakat internasional harus memelihara hak asasi manusia secara bersama/global dan bertindak
jujur dengan pijakan yang sama dengan penekanan yang sama pula;
3. makna kekhasan nasional dan regional serta perbedaan sejarah, budaya, dan latar belakang agama
harus dipertimbangkan;
4. setiap negara harus memajukan dan melindungi seluruh hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental tanpa memperlihatkan sistem politik, ekonomi, dan sosial;
5. hak pembangunan sebagai hak universal tidak dapat dicabut;

dan negara-negara (maju) membantu pemerintah dalam mencapai realisasi penuh hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya penduduknya sehingga masyarakat internasional berkewajiban membantu mengurangi
beban utang negara-negara berkembang (Republika, 22 Juni 1993).
Sedangkan fungsi OHCHR, antara lain sebagai berikut.

1. Promotes universal enjoyment of all human rights by giving practical effect to the will and resolve of the world community as expressed by
the United Nations (mempromosikan/mengembangkan kebutuhan universal secara menyeluruh, semua hak-hak manusia dapat terpenuhinya
keinginan dan pelaksanaannya dalam masyarakat dunia sebagaimana PBB harapkan).
2. Plays the leading role on human rights issues and emphasizes the importance of human rights at the international and national levelsm
(memegang peranan penting dalam isu- isu HAM dan memberikan penekanan pada pentingnya nilai HAM pada tingkatan internasional dan
nasional).
3. Stimulates and coordinates action for human rights through the United Nations system (menstimulasikan dan mengoordinasikan kegiatan
untuk HAM melalui sistem Liga Bangsa-Bangsa).
4. Promotes universal ratification and implementation of international standards (mempromosikan pernyataan universal dan menerapkan
standar internasional).
5. Assists in the development of new norms (membimbing dalam membangun norma-norma baru).
6. Supports human rights organs and treaty monitoring bodies (mendukung badan-badan HAM dan badan-badan pengawasan perjanjian).
7. Responds to serious violations of human rights (mengambil tindakan atas pelanggaran- pelanggaran serius atas HAM).
8. Undertakes preventive human rights actions (menjalankan tindak pencegahan atas penyelewengan tindak HAM).
9. Promotes the establishment of national human rights infrastructures (mempromosikan infrastruktur mendasar nasional pad HAM).
10. Undertakes human rights field activities and operations, provides education, information advisory services and technical assistance in the
field of human rights (menjalankan/ melaksanakan aktivitas-aktivitas dan pengoperasian pada HAM, menyediakan suatu pendidikan,
jasa/sarana informasi, baik berupa penasehat maupun membantu secara teknis dalam bidang HAM).
Sedangkan fungsi OHCHR, antara lain sebagai berikut.

1. Promotes universal enjoyment of all human rights by giving practical effect to the will and resolve of the world community as expressed by
the United Nations (mempromosikan/mengembangkan kebutuhan universal secara menyeluruh, semua hak-hak manusia dapat terpenuhinya
keinginan dan pelaksanaannya dalam masyarakat dunia sebagaimana PBB harapkan).
2. Plays the leading role on human rights issues and emphasizes the importance of human rights at the international and national levelsm
(memegang peranan penting dalam isu- isu HAM dan memberikan penekanan pada pentingnya nilai HAM pada tingkatan internasional dan
nasional).
3. Stimulates and coordinates action for human rights through the United Nations system (menstimulasikan dan mengoordinasikan kegiatan
untuk HAM melalui sistem Liga Bangsa-Bangsa).
4. Promotes universal ratification and implementation of international standards (mempromosikan pernyataan universal dan menerapkan
standar internasional).
5. Assists in the development of new norms (membimbing dalam membangun norma-norma baru).
6. Supports human rights organs and treaty monitoring bodies (mendukung badan-badan HAM dan badan-badan pengawasan perjanjian).
7. Responds to serious violations of human rights (mengambil tindakan atas pelanggaran- pelanggaran serius atas HAM).
8. Undertakes preventive human rights actions (menjalankan tindak pencegahan atas penyelewengan tindak HAM).
9. Promotes the establishment of national human rights infrastructures (mempromosikan infrastruktur mendasar nasional pad HAM).
10. Undertakes human rights field activities and operations, provides education, information advisory services and technical assistance in the
field of human rights (menjalankan/ melaksanakan aktivitas-aktivitas dan pengoperasian pada HAM, menyediakan suatu pendidikan,
jasa/sarana informasi, baik berupa penasehat maupun membantu secara teknis dalam bidang HAM).
Beberapa Pengertian Dasar Kejahatan
(Pelanggaran) HAM Berat.

Penghilangan Orang dengan Paksa atau Tidak dengan Sukarela

Menurut Deklarasi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan dengan Paksa yang dite
tapkan oleh Majelis Umum PBB dalam Resolusi No. 47/133, tanggal 18 Desember 1992,
penghilangan orang dengan paksa terjadi ketika orang-orang ditangkap, ditahan, atau diculik
dengan paksa, atau dipaksa kebebasanya oleh petugas pemerintah di berbagai cabang atau
tingkatan, atau oleh kelompok yang terorganisir, atau pribadi-pribadi yang bertindak atas
nama kelompok tersebut, atau dengan dukungan persetujuan atau pembiaran oleh
pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, diikuti dengan penolakan untuk
mengungkapkan nasib orang yang terlibat atau penolakan untuk mengakui terjadinya
perampasan kemerdekaan, dan menempatkan orang orang tersebut di luar perlindungan
hukum.
1. Hak yang dilanggar dalam praktik penghilangan orang.Penghilangan orang dengan paksa
melanggar hak asasi manusia yang terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, dan dalam kedua kovenan internasional mengenai Hak Asasi Manusia serta
instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia yang utama lainya.
2. Kelompok kerja penghilangan orang dengan paksa.Majelis Umum PBB memberikan
perhatian bagi fenomena yang sangat mengerikan ini. Pada 1979, dalam Resolusi PBB
33/173 yang berjudul "Penghilangan Orang", Majelis Umum mengungkapkan
keprihatinannya atas laporan dari berbagai bagian dunia adanya penghilangan orang
dengan paksa atau tidak dengan suka rela.
Beberapa Pengertian Dasar Kejahatan
(Pelanggaran) HAM Berat.

Perbudakan

1. Perbudakan merupakan salah satu masalah hak asasi manusia pertama yang membangkitkan kesadaran
bersama dunia internasional secara luas. Perbudakan dikutuk seluruh dunia, namun praktik semacam
perbudakan tetap merupakan masalah aktual/ serius dan berkepanjangan dan masih akan mendominasi di
abad-abad mendatang. Saat ini, kata "perbudakan" mencakup segala macam pelanggaran hak asasi manusia.
2. Buruh Anak, Pekerja anak sangat diminati karena murah, karena pada dasarnya anak-anak lebih patuh, lebih
mudah didisiplinkan daripada orang dewasa, dan tidak berani mengeluh untuk tugas-tugas tertentu, sangat
menguntungkan bagi majikan yang jahat. Sering terjadi anak mendapat pekerjaan, sementara orang tua
mereka nongkrong di rumah, nganggur.
3. Pedagangan Manusia dan Eksploitasi PSK, Pengerahan, pengiriman secara diam-diam dan eksploitasi
perempuan sebagai pelacur, serta pelacuran anak laki-laki maupun perempuan yang terorganisir terjadi di
sejumlah negara.
4. Penjualan Anak, Para pelaku perdagangan anak melihat peluang untuk meraih keuntungan sangat besar
dengan mengatur pengiriman anak keluarga miskin ke penduduk kaya tanpa jaminan dan pengawasan agar
kepentingan anak-anak terlindungi.
5. Perbudakan akibat lilitan utang, Perbudakan akibat terlilit utang sangat sulit dibedakan dengan perbudakan
tradisional karena korban dilarang meninggalkan pekerjaan atau tanah yang digarapnya sampai seluruh
utangnya terbayar lunas. Walaupun secara teoretis, utang dapat terlunasi dalam jangka waktu tertentu,
namun kondisi perbudakan meningkat saat dengan segala upayanya peminjam tidak bisa melunasi utangnya.
6. Apartheid dan KolonialismeApartheid bukan semata-mata masalah diskriminasi rasial yang bisa dipecahkan
lewat pendidikan dan perubahan sistem politik. Pada prinsipnya, apartheid telah menelantarkan masyarakat
kulit hitam di Afrika Selatan dengan memberlakukan sistem kuasi kolonial.
Beberapa Pengertian Dasar Kejahatan
(Pelanggaran) HAM Berat.

Hak Asasi Pengungsi

1. Sejak pembentukannya, dalam perserikatan bangsa-bangsa, masalah


perlindungan terhadap pengungsi telah menjadi perhatian. pada tahun
1951, saat Kantor Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Pengungsi didirikan,diperkirakan ada satu juta pengungsi masal berada
dalam mandat UNHCR.
2. Dalam sidang kedua akhir tahun 1946,majelis umum PBB membentuk
organisasi pengungsi internasional (IRO).organisasi ini mengambil alih
tugas badan bantuan dan mendata dan memulangkan para pengungsi.
3. Menurut pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi,tugas pertamanya adalah
memberikan perlindungan internasional pada pengungsi dengan
membantu pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi
dengan sukarela,atau intregasi mereka kedalam masyarakat
kewarganegaraan baru.
Beberapa Pengertian Dasar Kejahatan
(Pelanggaran) HAM Berat.

Hak Pekerja Migran

Istilah “pekerja migran” mengacu pada seseorang yang akan,tengah atau telah melakukan
kegiatan yang mendapat bayaran dalam suatu negara dimana iyah bukan warga
negaranya,pada desember 1990,majelis umum perserikatan bangsa bangsa menerima
konvensi internasional tentang perlindungan atas hak pekerja migran dan anggota
keluarganya.
Pekerja migran adalah orang asing.Berdasarkan keadaan ini saja dapat menjadi sasaran
kecurigaan dan permusuhan dalam komunitas dimana mereka tinggal dan bekerja.Dalam
banyak kasus,mereka adalah orang orang miskin secara finansial dan menghadapi
kesulitan kesulitan yang sama dari segi ekonomi,sosial,dan budaya dengan yang di hadapi
oleh kelompok paling lemah dalam masyarakat di negara tuan rumah.
Diskriminasi terhadap pekerja migran dalam bidang pekerjaan dapat terjadi dalam
berbagai bentuk.Hal ini termasuk pengecualian atau preferensi sebagai jenis pekerjaan
yang terbuka bagi pendatang,dan kesulitan untuk mengikuti pelatihan kejuruan.
Perjanjian kerja juga dapat merugikan migran.Pasal 25 ayat 1 konvensi internasional
tentang perlindungan atas hak pekerjaan migran dan anggota keluarganya menetapkan
bahwa pekerja migran dan anggota keluarganya harus mendapat perlakuan yang tidak
kurang menguntungkan daripada yang diterapkan bagi warga negara dari negara tempat
bekerja dalam hal penggajian dan kondisi kondisi lain dari pekerjaan dan ketentuan
ketentuan tentang pekerjaan.Ayat 3 dari pasal yang sama mensyaratkan negara negara
peserta untuk mengambil tindakan tindakan yang tepat untuk menjamin agar pekerja
migran tidak kehilangan hak ini.
PBB, atau Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyusun Ha-Kham, yang merupakan singkatan dari Himpunan Aturan dan Kebijakan
Masyarakat, melalui serangkaian langkah-langkah yang melibatkan negara-negara anggota dan lembaga-lembaga PBB. Berikut adalah
langkah-langkah umum yang terlibat dalam proses tersebut:
1. Identifikasi Kebutuhan: Langkah pertama dalam menyusun Ha-Kham adalah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat internasional.
Hal ini dapat melibatkan pengumpulan data, analisis situasi, konsultasi dengan negara-negara anggota, dan lembaga-lembaga PBB
terkait.
2. Penyusunan Rancangan Awal: Berdasarkan identifikasi kebutuhan, penyusunan rancangan awal dilakukan. Rancangan ini berisi
aturan, kebijakan, atau prinsip-prinsip yang diharapkan akan diatur dalam Ha-Kham. Proses ini melibatkan negosiasi antara negara-
negara anggota dan pemangku kepentingan lainnya.
3. Konsultasi dan Negosiasi: Rancangan awal kemudian dikonsultasikan dan dinegosiasikan dengan negara-negara anggota dan
pemangku kepentingan lainnya. Proses konsultasi dan negosiasi ini dapat berlangsung melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, atau
forum-forum PBB.
4. Persetujuan: Setelah melalui tahap konsultasi dan negosiasi, rancangan Ha-Kham akan disetujui oleh negara-negara anggota.
Persetujuan ini dapat dilakukan melalui pemungutan suara atau kesepakatan bersama.
5. Implementasi: Setelah disetujui, Ha-Kham perlu diimplementasikan oleh negara-negara anggota. Negara-negara tersebut harus
mengadopsi aturan dan kebijakan yang ditetapkan dalam Ha-Kham ke dalam hukum nasional mereka atau mengambil langkah-langkah
lain yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban yang diatur dalam Ha-Kham.
6. Pemantauan dan Evaluasi: Proses pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memastikan implementasi yang efektif dari Ha-Kham.
Lembaga-lembaga PBB, seperti Dewan Keamanan atau Komisi Hak Asasi Manusia, dapat bertanggung jawab untuk memantau
pemenuhan kewajiban yang ditetapkan dalam Ha-Kham dan mengevaluasi dampaknya terhadap masyarakat internasional.
7. Perbaikan dan Perubahan: Jika diperlukan, Ha-Kham dapat direvisi atau diperbarui untuk memperbaiki kelemahan atau merespons
perkembangan baru dalam tatanan dunia. Proses perbaikan dan perubahan ini melibatkan negosiasi dan persetujuan kembali dari
negara-negara anggota.
Itulah langkah-langkah umum yang terlibat dalam proses PBB dalam menyusun Ha-Kham. Namun, penting untuk dicatat bahwa
prosesnya dapat bervariasi tergantung pada isu atau konteks tertentu.
07
Dinamika Perjuangan HAM
di Berbagai Belahan Dunia
Perkembangan HAM di Benua Eropa

HAM diperjuangkan karena HAM merupakan perwujudan ideologi hukum yang


laten (abadi), yaitu menghormati hak-hak dasar manusia. Rintisan penyusunan ha-
kham di Eropa dari pendekatan sejarah Yunani kuno, HAM telah dikenal: "...
Citizens of certain Greek city states enjoyed such rights as isogoria, or equal
freedom of speech, and isonomia, or equality before the law" (Mauriche Cranston,
1983: 3), dimulai pada tahun 1949 lewat bergabungnya beberapa negara Eropa ke
dalam Majelis Eropa (the Council of Europe). Pada tahun 1949, Committee of
Minister (Panitia Menteri) dan Majelis Parlemen (Parliament Assembly) di London
telah berhasil menyusun Konvensi HAM, yaitu "Convention for the Protection of
Human Rights and Fundamental Freedom" pada tahun 1950.
Mukadimah Konsideran/Pertimbangan Hukum Konvensi membuktikan bahwa
perekat utama disusunnya HA-KHAM Eropa, selain untuk memperkuat Deklarasi
HAM PBB tahun 1948, juga untuk memperkuat solidaritas HAM di negara-negara
Eropa. Di samping itu, bangsa-bangsa Eropa merasa memiliki persamaan
pandangan dalam tradisi, ide, sejarah, dan politik. Faktor pendidikan
"mempermudah" pemahaman tentang HAM. Tampaknya, langkah tersebut cukup
berhasil. Terbukti dewasa ini sebagian besar negara-negara Eropa telah tergabung
dalam Uni Eropa dengan satu mata uang tunggal Euro.
1. Khusus untuk melindungi hak asasi manusia, Majelis Eropa dengan kantor pusat Strasburg (Prancis) telah membentuk:
• Komisi Hak Asasi Manusia Eropa (European Commission of Human Rights);
• Mahkamah Hak Asasi Manusia (European Court of Human Rights); dan
2. Panitia para Menteri (Committee of Ministers).
• Majelis Eropa telah memunyai seperangkat instrumen Hukum (aturan hukum), yaitu sebagai berikut:
• Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (1950), berisi Garis-Garis Besar Perlindungan Hukum
bagi seluruh warga negara dari negara anggota.
• First Protocol to the Convention, berisi penjelasan dan penegasan dari setiap hak yang telah dimiliki oleh semua subjek hukum,
sehingga setiap warga negara tidak sekadar tahu pokok-pokoknya, juga mengetahui sampai perinciannya.
3. Second Protocol, berisi hak-hak Mahkamah HAM Eropa (The European Court of Human Rights) untuk memberi nasihat-
nasihat/pendapat hukum terhadap suatu kasus yang diajukan.
4. Third Protocol, berkaitan dengan tata cara dan mekanisme komisi HAM Eropa (TheEuropean Commission of Human Rights).
5. Fourth Protocol, antara lain berisi hak dan kebebasan manusia tertentu, selain yang telah dimuat dalam konvensi dan dalam the
First Protocol.
6. Fifth Protocol, berisi penjelasan lebih lanjut dengan kantor komisi HAM Eropa dan Mahkamah Eropa tentang HAM.
Khusus untuk melindungi hak asasi manusia, Majelis Eropa dengan kantor pusat Strasburg (Prancis) telah membentuk:
• Komisi Hak Asasi Manusia Eropa (European Commission of Human Rights);
• Mahkamah Hak Asasi Manusia (European Court of Human Rights); dan
• Panitia para Menteri (Committee of Ministers).
Perkembangan HAM di Kawasan
Amerika

• Negara-negara Amerika sejak tahun 1948 telah membentuk Organisasi Negara-


Negara Amerika (Organization of America States) lewat kesepakatan Charter
Bogota (1948). Kemudian, dalam Deklarasi Santiago, Chili (1959) ditegaskan
kembali negara-negara. Amerika akan mengaitkan/memasukkan HAM ke dalam
konstitusinya.
• Pada tahun 1948, saat diselenggarakan Konferensi Negara-Negara Amerika ke-9,
telah disetujui pula American Declaration the Rights and Duties of Man.Pada tahun
1959, pertemuan konsultatif Menlu Amerika ke-5 menghasilkan satu resolusi
pembentukan Inter-American Commission of Human Rights. Selanjutnya, pada
pertemuan di San Jose, Kosta Rika pada tahun 1969, khusus pertemuan tentang hak
asasi, disepakati pula American Convention (American Convention on Human
Rights).
• Hak asasi manusia negara-negara Amerika menekankan dan menempatkan sebagai
konsep dasar negara, bukan gerakan-gerakan kedaerahan, seperti Pan Slavia, Pan
Hellenism, Pan Germanism, dan lainnya. Hal ini sebagai sumbangan besar
penghormatan atas hak asasi manusia. "American Statement have made important
contribution to the international protection of human rights, both in their own
region and on the universal level, particular not should be made rights has in the
"Charter of the United Nations" (Thomas E. McCarthey, 1978: 5).
The Inter-American Commission on Human Rights sebagai badan/komisi yang menangani
masalah-masalah hak asasi manusia negara-negara anggota telah memiliki landasan hukum/
kerja sebagai berikut.
1. American Declaration of the Rights and Duties of Man (pertemuan Bogota, Kolombia,
1948).
2. Resolusi Hak Asasi Manusia No. XXII (pertemuan Rio de Janeiro, Brasil tahun 1945).
3. American Convention on Human Rights (pertemuan San Jose, Kosta Rika, 1969).
Organisasi yang bertanggung jawab/menangani perkara-perkara yang menyangkut hak asasi
manusia ialah the Inter-American on Human Rights (disebut the Commission/Komisi) dan the
Inter-American Court of Human Rights (the Court/Mahkamah).
Perkembangan HAM di Kawasan
Afrika

Negara-negara Afrika sudah membentuk Organisasi Negara-Negara Afrika


(Organization of Africa Unity/OAU). Negara-negara Afrika telah
menyelenggarakan Konferensi I pada tanggal 15-22 April 1958 di
Akra/Ghana. Pertemuan tersebut menghasilkan deklarasi berisi:
• menghormati hak asasi manusia, sebagaimana ditentukan dalam Piagam
PBB. penghormatan atas masing-masing negara serta persamaan derajat
antarbangsa;
• segera memberikan dukungan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa Afrika
yang masihdijajah; dan
• mengutuk rasialisme di Afrika Selatan.
Konferensi ke-2 di Adis Ababa (Ethiopia) tanggal 15-24 Juni 1960
menegaskan kembali tentang penghapusan kolonialisme, mencegah
munculnya kolonialisme baru di Afrika, serta mengajak semua negara untuk
melawan politik apartheid di Afrika Selatan.
Konferensi ke-3 diadakan di Lagos (Nigeria) tahun 1961, dihadiri oleh para sarjana hukum Afrika, membahas the Rule of Law
dalam rangka menegakkan hak asasi manusia, antara lain terkait dengan ketatanegaraan, kepidanaan, serta kepengacaraan.
Dalam konferensi tersebut dibentuk 3 komisi berikut.
• Komisi Hak Asasi Manusia dan Keamanan Pemerintah (legislatif, eksekutif dan yudikatif).
• Komisi Hak Asasi Manusia dan Aspek Hukum Pidana dan Hukum Administrasi.
• Tanggung jawab pengadilan dan kepengacaraan dalam rangka melindungi hak-hakperseorangan dan masyarakat.
Pada tahun 1981, pertemuan Majelis Antarkepala Negara Afrika mengeluarkan Piagam tentang Kemanusiaan dan Hak-Hak
Warga Negara, dikenal dengan "The Bajul Charter and Human People's Rights
Piagam tersebut diterima dan diratifikasi oleh 31 negara anggota. Seperti hak asasi manusia Amerika dan Eropa, Piagam Hak
Asasi Manusia Negara-Negara Afrika dibagi menjadi dua hak besar, yaitu hak-hak sipil dan hak-hak politik
Bagaimanapun lengkapnya kesepakatan yang ada, satu fakta yang tak serelakkan ialah keadaan/rinus ekonomi, soal
pendidikan dan politik negara Afrika banyak yang belum stabil sehingga pelaksanaan hak asasi manusia masih
memprihatinkan.
Karna itu, pelaksanaan hak asasi manusia belum berjalan sebagaimana harapan semula. The Banjul Charter Human and
Prople’s Re (tahun 1958/1959), dilihat dari propestif sejarah suku-suku Afrika, menurut Uba De Thiam dapat dijelaskan
bahwa bangsa Afrika cukup menuli rasa kepercayaan diri yang kuat. Bangsa Afrika memiliki teori-teori, kosep, nilai filsafat
tentang moral, ekonomi, politik yang berakar kepada tradisi bangsa Afrika. Hal ini dapat dibuktikan dalam Bahasa/kebiasaan
di Senegal/Zambia lewat kebudayaan-kebudayaan tradisionalnya.
Perkembangan HAM di Kawasan Asia

Negara-negara Asia belum memunyai piagam hak asasi manusia,


sebagaimana dimiliki negara-negara Eropa, Amerika, maupun Afrika. Hal ini
disebabkan oleh kuat dan dalamnya tradisi dan agama-agama besar di
kebanyakan negara-negara Asia. Pengaruh tradisi dan agama pada sebagian
besar negara-negara Asia mewarnai pola pikir/pola tindak dan sikap
sebagian besar negara-negara Asia.
Sejauh mana pengaruh tradisi dan agama tersebut terhadap negara-negara
di Asia, kiranya perlu diketahui beberapa ide yang hidup di antara negara
Asia, antara lain pandangan/filsafat Konfusius tentang hubungan antar
manusia.
Dalam negara Asia yang juga merupakan pusat tumbuhnya agama,
pengaruh agama sangat kuat dalam proses bermasyarakat dan bernegara,
dalam tradisi agama Hindu, Buddha dan Islam dikenal pula hak-hak asasi
manusia.
Dalam tradisi agama Hindu dan agama Buddha, dikenal pula hak-hak asasi
manusia. Pertama, dengan cara berpikir matematis, serba terukur yang
merupakan etos masyarakatnya. Kedua, dikenalnya lewat buku- buku
hukum agama yang memberikan bingkai pola/sistem hukum yang ada.
Di dalam negara-negara beradab, terdapat lima hak yang harus ada dan diakui di dalam suatu
negara.Kata Ali Abdul Wahid Wafi: "... the legal and moral institution of civilized societies,
can be reduced to live in number, corresponding to five kinds of freedom to work,
educational and cultural freedom and civil liberty". Di dalam agama Islam, kelima kebebasan
tersebut terjamin (Ali Abdul Wahid Wafi, 1985: 38)
Konsep keadilan yang termuat dalam Alquran memerintahkan manusia untuk bersikap adil,
tidak membuat diskriminasi antarmanusia, melindungi hak asasi manusia, tidak berbuat
kekerasan dalam kondisi apapun, berpihak pada yang tertindas untuk melawan penindas dan
menolong siapapun yang membutuhkan (Harun Yahya, 2003: 43).
Dinamika perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai belahan dunia sangatlah kompleks dan beragam. Di bawah ini, saya akan
mencantumkan beberapa contoh dinamika perjuangan HAM yang terjadi di berbagai negara.
1. Amerika Serikat: Di Amerika Serikat, isu-isu seperti rasisme sistemik, kekerasan polisi, dan perlakuan yang tidak adil terhadap imigran
menjadi fokus perjuangan HAM. Gerakan "Black Lives Matter" (BLM) telah memperjuangkan kesetaraan rasial dan penegakan hukum
yang adil. Aktivis juga terus memperjuangkan hak-hak LGBTQ+ dan hak reproduksi perempuan.
2. Timur Tengah: Di berbagai negara di Timur Tengah, perjuangan HAM berkaitan dengan kebebasan berekspresi, hak-hak perempuan,
dan perlindungan terhadap aktivis masyarakat sipil. Beberapa negara, seperti Iran dan Arab Saudi, menghadapi tantangan dalam hal
kebebasan beragama, penindasan terhadap hak-hak perempuan, dan kriminalisasi oposisi politik.
3. Afrika: Di beberapa negara di Afrika, perjuangan HAM berkaitan dengan konflik etnis, kekerasan politik, dan pemberantasan
kemiskinan. Organisasi dan aktivis berjuang untuk mengatasi pelanggaran HAM yang meliputi pelanggaran hak-hak perempuan, hak
asasi anak, dan hak-hak kelompok minoritas.
4. Asia Tenggara: Di Asia Tenggara, beberapa negara menghadapi tantangan dalam hal kebebasan berpendapat, hak-hak perempuan,
dan hak asasi pekerja migran. Misalnya, di Myanmar, gerakan demokrasi telah berjuang melawan pemerintahan militer yang otoriter. Di
Indonesia, isu-isu seperti kekerasan terhadap perempuan dan penindasan terhadap hak-hak kelompok agama minoritas menjadi fokus
perjuangan HAM.
5. Eropa: Di Eropa, perjuangan HAM meliputi isu-imigrasi, rasisme, kebebasan berekspresi, dan hak-hak LGBT+. Organisasi HAM dan
aktivis telah berperan dalam memperjuangkan hak-hak para pengungsi dan imigran, serta melawan diskriminasi rasial dan seksual.
Perjuangan HAM di setiap negara sangat dipengaruhi oleh konteks politik, sosial, dan budaya setempat. Aktivis dan organisasi HAM
berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, memobilisasi dukungan, dan bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga
internasional untuk memperjuangkan perlindungan HAM yang lebih baik di seluruh dunia.
08
Hubungan Hukum
Internasional dengan
Hukum HAM
Hukum HAM sebagai bagian dari HI yang stantibus/ceteris paribus (asas persetujuan
Hukum Internasional mengenal asas/ide/cita hanya berlaku bila keadaanya tetap sama
cita dan prinsip yang banyak mengambil dari /tidak berubah.
asas hukum romawi kuno, hukum alam, berarti juga bagian dari ilmu hukum,
maupun asas hukum lainya. karenanya sebagian dari napas, tujuan, ide,
Asas yang dikemukakan oleh Sajipto Rahardjo asas ilmu hukum, melekat menempel paling
antara lain, Asas pacta sunt servenda (asas tidak menjadi salah satu landasan HI.
saling menghormati atas persetujuan atau Walaupun dalam tatanan teori wacana
perjanjian yang telah disepakati), asas beragam kajian/pandangan berbeda dapat
bonavida (asas iktikad baik), asas reciprocity ditemukan, hal ini merupakan proses dinamika
(asas timbal balik), asas et aegguo et bono perkembangan ilmu hukum pada khususnya
(asas berdasarkan keadilan), asas clausula sic dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Subyek hukum satu-satunya dalam Menurut Lauis B. Sohn, syarat
ajaran hukum internasional adalah materiil menjadi anggota PBB ialah:
negara, kemudian berkembang To be a state, be peace loving, accept
vatikan dan organisasi internasional the obligation of the charter, to be
yang didirikan negara, termasuk able to carry out these abligation ,
palang merah internasional . and be willing to do so.
Subyek hukum sangat strategis makna kedaulatan serta pengakuan
merupakan tahap awal ikut berperan individu menjadi subyek hukum tidak
dalam hubungan internasional. saja merupakan pengakuan bahwa
Ketidakikutsertaan dalam hubungan individu sebagai satu totalitas yang
internasional/politik internasional utuh diakui hukum karena memiliki
menjadi formal dan kuat setelah hak asasi, dan menjadi pendorong
menjadi anggota PBB. mempercepat proses penyusunan
hukum hak asasi manusia.
Sumber hukum internasional ada dalam Statuta Mahkamah Internasional, pasal 38
Ayat 1, yaitu sebagai berikut:

1. perjanjian internasional, baik bersifat umum maupun khusus berisi ketentuan-ketentuan


hukum yang diakui secara tegas oleh pihak yang bersengketa).
2. kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari satu kebiasaan umum diterima
sebagai hukum.
3. prinsip prinsip hukum umum diakui oleh bangsa bangsa beradab.
4. keputusan pengadilan dan ajaran ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai
negara sumber tambahan dalam menetapkan kaidah-kaidah hukum.
Unsur-unsur hukum kebiasaan internasional menurut Brierly ada 4, yaitu sebagai
berikut:

1. Duration (jangka waktu), dalam arti adanya pola umum dan konsisten atas penyelesaian
kasus yang ada sehingga praktik tersebut menunjukkan secara umum yang sudah diterima.
2. Uniformity (keseragaman), lebih diartikan kepada substansi penyelesaian atas kasus yang
dihadapi.
3. Generality of the practice (sudah secara umum dilaksanakan), hal ini banyak dilakukan oeh
banyak negara, sehingga banyak pula negara yang mengikutinya (menurut Starke, termasuk
syarat materiil).
4. Opinio juris et necessitatis (praktik tersebut sudah diterima dan dianggap sebagai hukum).
Hal ini, kata Brierly, sudah banyak diakui oleh banyak negara sebagai satu keharusan
hukum, atau menurut Starke merupakan syarat psikologi.
1. Sumber hukum utama, perjanjian hukum internasioanal merupakan kesepakatan antar
negara yang mempunyai kekusasaan hukum mengikat, sebagaimana dimuat dalam pasal 2
Konvensi Wina 1969, dikatakan perjanjian/treaty.
2. Beberapa bentuk perjanjian lain yang terkait/memiliki kekuatan mengikat (juridical
character) antara lain, convention (formal dan diikuti banyak negara), protocal (biasanya
merupakan kelengkapan dari suatu konvensi), declaration (deklarasi, informal, tak
memerlukan retifikasi), agreement (persetujuan untuk lingkungan terbatas dan pesertanya
sedikit), dan modus vivendi yang sering digunakan baik untuk persetujuan nonformal dan
temporer yang dapat diganti lebih formal serta tidak perlu retifikasi, maupun agreement
yang kurang formal.
3. Disini tampak hukum internasional menekankan aspek kesepakatan, sehingga hukum
internasional, as a tool of mutual consent of ststes, merupakan pegangan, dalam
menetapkan kesepakatan bersama tersebut menjadi pelik dan sulit karena harus mampu
mengakomodasikan kepentingan banyak negara yang terlibat. Pelanggaran atas
kesepakatan tersebut dapat mengakibatkan kemarahan/ pembalasan negara lain.
1. Teori transformasi, menekankan aspek perubahan dan penyesuaian HI dengan
kondisi hukum munisipal suatu negara.
2. Teori delegasi, menekankan kepada hak masing-masing negara nasional dalam
menerima keberadaan dan berlakunya HI dinegaranya.
3. Teori harmonisasi, menekankan segi-segi keseimbangan/keserasian antara HI
dengan hukum nasional, lewat pendekatan yang harmonis
4. Teori inkorporasi, yang dibangun oleh Blackstone, menekankan HI/kebiasaan
internasioanl hanya dapat menjadi bagian dari hukum munisipal bila sudah
diputuskan dan diterima oleh mahkamah tertinggi suatu negara.
5. Teori filterisasi, suatu teori pendekatan yang tetap mengakui keberadaan HI,
namum dalam aplikasinya pada negara nasional disesuaikan dengan kepentingan
umum negara-negara nasional.
1. Ratifikasi dan hermenisasi merupakan instrumen hukum, HI berlaku dalam suatu negara instrumen
internasional (konvenan dan lain-lain) yang belum diratifikasi mempunyai kekuatan moral. Karenanya,
setiap perundingan terkait dengan diplomasi internasional memerlukan diplomat ulung, ulet, sabar, luas
pandanganya, serta bijak.
Sedangkan sumber hukum internasional kedua, hukum kebiasaan, baik dalam peradilan tingkat nasional
maupun internasional, menunjukkan peranan yang sangat penting dan potensial.
2. Penerapan HI dalam kasus kejahatan/pelanggaran HAM, terutama pelanggaran HAM berat menjadi lengkap
kalau dikaitkan dengan sumber keemat, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui bangsa beradab,demikian
pandangan William Schabas .
3. Dengan demikian, diharapkan substansi/ide hukum kebiasaan dapat membantu meluruskan bahkan ikut
mempercepat proses pelaksanaan satu keputusan yang diambil oleh badan peradilan, karena itu, fungsi
hukum kebiasaan internasional dapat melengkapi ketentuan hukum tertulis yang ada.
4. Sementara itu, sumber hukum ketiga, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui bangsa beradab, berasal dari
Statuta Mahkamah Permanen Internasioanl tahun 1920, makna prinsip hukum umum, disatu pihak adalah
prinsip HI, sedangkan pada pihak lain adalah prinsip hukum nasional.
1. Dari posisi ini, negara adalah negara cinta damai dan menghormati HAM. HAM menjadi salah satu garis
politik dan menajdi salah satu variabel utama didalam mengambil kebijaksanaan pemerintah. Dengan kata
lain, negara cinta damai adalah beradab, bukan negara haus perang dan menghormati HAM. Dilihat dari sisi
ini, pada prinsipnya semua negara dapat memberi sumbangan pemikiran untuk memperkaya prinsip hukum
umum yang sudah ada.
2. Menurut Austin Fagathey, antara kedua golongan cinta damai (golongan pacifists) dan golongan militarists
(cinta perang) sulit bertemu.
3. Asas/prinsip hukum umum yang memuat nilai-nilai moral yang luhur, agung dan relafif abadi perlu diteliti.
Asas tersebut telah banyak dipakai/masuk dalam hukum positif internasional.
4. Menurut Lung Chu Chen, membuktikan adanya persamaan pola/standar yang relatif sama dan disetujui
bersama pula. Dengan demikian, hukum internasional sebagai sarana kesepakatan umat manusia
merupakan fakta.
5. Konsep hak asasi manusia hakikatnya merupakan konsep tertib dunia. Demikian pula tujuan hukum dan
ilmu-ilmu lainya yang Bersama-sama berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih adil, Makmur,
sejahtera, aman , tertib, dan tentram tidak akan mudah diraih.
1. Masalah penegakan HAM, dilihat dari tatanan politik luar negri eksternal dapat juga
menganggu hubungan antar negara, belum lagi terkait kedaulatan (national interests)
masing-masing negara yang berbeda-beda. Akibatnya, hubungan antar negara dapat pula
mengalami perkembangan yang dinamis, fluktuatif, dan variative.
2. Menurut Michael O. Connor Variasi hubungan antarnegara tidak dapat dilepaskan dari
kepentingan dan tujuan nasional (national interests and objectives). Perbedaan tersebut
membuat banyak negara memasang barikade yang sering disebut keamanan nasioanl
(national security). masalah keamanan nasioanl banyak terkait dengan national strategy,
grand strategy, strategic position and military strategy.
3. Hubungan internasional merupakan fakta, fakta tersebut berkembang dan berproses dalam
masyarakat yang sering mengalami benturan (karena perbedaan ideologi dan kepentingan)
4. Suwardi Wiraatmadja menyatakan bahwa hubungan internasional lebih luas dari polotik
internasional. Politik internasional membahas keadaan atau soal soal politik dimasyarakat
internasional dalam arti lebih sempit, yakni bertitik berat pada diplomasi dan hubungan
antar negara serta satuan polotik lainya.
Sedangkan hubungan internasional lebih sesuai untuk mencakup segala macam ubungan
antarbangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia
Dalam dunia yang semakin terbuka, plural, saling pengertian antar bangsa lewat hubungan
internasional, semakin penting. Oleh karena itu kontak antar warga masyarakat dari berbagai
negara harus dapat dibuka seluas-luasnya. Hal ini berdampak semakin kuatnya kesadaran HAM
sesama warga bangsa.
09
Aplikasi Hukum HAM dalam
Negara RI
Penegakan Hak Asasi Manusia Bagian
dari Cita Cita Perjuangan Bangsa

Dan pendekatan kultural (budaya) terbukti perjuangan menegakkan hak asasi manusia pada
hakikatnya merupakan bagian dari tuntutan sejarah dan budaya dunia, termasuk Indonesia.
Karena itu, memperjuangkan HAM sama dengan memperjuangkan budaya bangsa atau
membudayakan" bangsa, antara manusia dan kemanusiaan seluruh dunia sama dan satu.
Perbedaan budaya yang beragam di seluruh dunia hendaknya dipandang sebagai "keragaman
bunga indah" di taman firdaus. Justru, di sinilah indahnya sebuah keragaman. Kredo "Bhineka
Tanggal Ika" merupakan kristalisasi dan pengakuan akan hal ini. Dengan adanya perbedaan
dan budaya, bila ada budaya yang bertentangan dengan spirit HAM, maka diperlukan adanya
dialog, pendekatan, dan penyelesaian yang bertahap dan terus-menerus. Lewat kemauan dan
pendekatan tersebut, segera dapat ditemukan jalan keluar yang baik dan memuaskan.
"Konsep-konsep kemanusiaan yang ada dalam berbagai sistem budaya tentu memiliki titik
titik kesamaan antara satu dengan lainnya. Jika hal ini dapat dibuktikan, maka kesimpulan
logisnya ialah bahwa manusia dan kemanusiaan dapat dipandang tidak lebih daripada
kelanjutan logis penjabaran ide-ide dasar yang ada dalam setiap budaya tersebut dalam
konteks kehidupan kontemporer yang kompleks dan global" (Nurcholish Madjid, 6: 1995)
HAM dalam Hukum Positif
(Hukum Kekinian dan Kedisinian)

Tepat sekali ucapan Del Vaschio, manusia adalah homo iuridicus (manusia hukum),
arenasebagaimana diketahui-hukum ada di mana-mana. Hukum dan manusia sepanjang hidupnya
tidak akan pernah dapat dipisahkan kalau kita ingin hidup aman, tenteram, damai, adil, dan
makmur.
Hukum yang ada di mana-mana, tidak berada diruang hampa, hukum hidup bersama sub system
sosial lain. Dalam arti luas, luas menerobos masuk ke dalam seluruh kehidupan manusia, baik
dari hal-hal yang paling elementer, sederhana, maupun ke dalam hal-hal yang Sama paling
dalam dan fundamental. Ulah hukum tersebut merupakan sifat/watak hukum itu sendiri, yang
pasti ada bagi ilmu yang disebut hukum. Karenanya, kerja hukum pun beragam dimulai dengan
cara yang paling "lembut" sampai yang paling "keras". Kelembutan kerja hukum ditandai dengan
beberapa istilah, antara lain musyawarah, perjanjian,
iktikad baik, dan sebagainya. Sedangkan wajah hukum yang keras, antara lain berupa hukuman
mati, penjara seumur hidup, zakelijk/tak kenal kawan, dan sebagainya. Namun begitu, satu hal
yang pasti dalam masyarakat/negara yang bagaimanapun bentuk dan sistem yang dianut,
hukum mengatur, memaksa, dan memberi sanksi demi tegaknya ketertiban dalam tata
kehidupan masyarakat.
Memperhatikan hukum positif suatu negara, tidak dapat dilepaskan dengan sistem hukum yang
berlaku di negara tersebut. Karena itu, dasar negara Pancasila yang terdiri atas lim. sila, yaitu
ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia.
Dari Komisi (Sekarang Dewan) HAM
PBB

Pasca Perang Dunia II, "menyisakan" banyak penjahat perang yang tetap harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya (lagi-lagi, tanggung jawab menjadi
penting). Lewat Deklarasi HAM Universal tanggal 10 Desember 1948, Konvensi
Genosida 1949, The
International Covenant on Civil and Political Rights/Kovenan International Hak
Hak Sipil dan
Politik/SIPOL, The International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya/EKOSOP), dan
Protokol Opsional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik serta berbagai protokol dan kovenan lainnya dirasakan
belum efektif.
Karena itu, dari tahun 1946-1976 disebut tahun "suram" penegakan HAM, walau
sudah memiliki
Duham dan konvensi lainnya seperti disebut di atas, termasuk konvensi anti
perbudakan dan
apartheid, tetapi pelanggaran HAM masih banyak terjadi
Kasus kejahatan HAM yang bertubi-tubi dalam berbagai belahan dunia merupakan "pintu masuk untuk
segera mendirikan lembaga yang berwenang mengadili kejahatan HAM berat. Pembentukan pengadilan
kejahatan internasional yang disahkan pada tanggal 17 Juli 1998 di Roma mempunyai kekuatan tetap
karena sudah diratifikasi oleh lebih dari 60 negara. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi
yang ada sebelumnya, juga kuatnya "tuntutan" kemanusiaan yang dikemukakan oleh para filsuf. Karena
itu, dokumen akhir PBB di KTT PBB tahun 2005 sepakat mengganti UN Human Rights Commission (Komisi
HAM PBB) dengan UN Righns Council (Dewan HAM PBB) yang beranggotakan 47 negara dan dipimpin oleh
Jan Eliasson (menggantikan Makarim Wibisono) dengan wewenang yang lebih luas. Isu utama yang
disepakati ialah sebagai berikut.
1. Membentuk sebuah badan baru untuk membantu negara-negara bangkit dari konflik. Ketidakcocokan
terjadi dalam masalah kontrolnya, dilakukan oleh DK PBB atau oleh MU PBB.
2. Menyerukan negara-negara untuk memikirkan intervensi dalam kasus genosida/ pembantaian etnis.
Tujuannya untuk mencegah negara-negara melakukan kejahatan genosida.
3. Mengutuk terorisme dalam segala bentuknya (Majelis Umum PBB 14 September 2005)
• Fungsi Dewan HAM PBB ialah sebagai pengawas yang membongkar kasus-kasus pelanggaran HAM di muka bumi, di samping
membantu negara anggota menyusun undang-undang tentang HAM.. Pada tanggal 15 Maret 2006, MU PBB yang terdiri atas 170
terdiri atas 170 negara anggota PBB setuju mendirikan Dewan HAM (sebagai pengganti Komisi HAM sebelumnya), tetapi 4 (empat)
anggota lainnya yang terdiri atas Amerika Serikat, Israel, Kepulauan Marshall, dan Palau
• Fungsi Dewan HAM PBB ialah sebagai pengawas yang membongkar kasus-kasus pelanggaran HAM di muka bumi, di samping
membantu negara anggota menyusun undang-undang tentang HAM.. Pada tanggal 15 Maret 2006, MU PBB yang terdiri atas 170
terdiri atas 170 negara anggota PBB setuju mendirikan Dewan HAM (sebagai pengganti Komisi HAM sebelumnya), tetapi 4 (empat)
anggota lainnya yang terdiri atas Amerika Serikat, Israel, Kepulauan Marshall, dan Palau
• menolak. Sedangkan, tiga negara lainnya, yaitu Belarusia, Iran, dan Venezuela menyatakn abstain (Koran Tempo, 17 Maret 2006).
Pada pemilihan anggota putaran pertama, Indonesia bersama-sama dengan India, Filipina, Qatar, Bolivia, Nikaragua, Mesir, Angola,
Afrika Selatan, Madagaskar, Belanda, dan Slovenia ditetapkan sebagai anggota Dewan HAM untuk periode 2007-2010. Sedangkan,
pada putaran kedua terpilih anggota Dewan HAM yang terdiri atas Korea Selatan, Saudi Arabia, Srilangka, Pakistan, Malaysia,
Yordania, Jepang, Banglades, Cina, dan Bahrain. Diharapkan, negara-negara anggota Dewan HAM tersebut dapat membangan
politik yang lebih demokratis dengan memerhatikan perlindungan hukum, di mana pada akhirnya HAM di negara masing masing
semakin baik pula. Dewan HAM PBB dipimpin oleh Louise Arbour. Dewan HAM didirikan berdasarkan Resolusi MU PBB Nomor
60/251 tanggal 15 Maret 2006 dan dibentuk tanggal 9 Mei 2006. Anggota Dewan HAM mempunyai kewajiban mempromosikan dan
memproteksi HAM dalam hukum nasional dan internasional serta melakukan kerja sama dengan penyelidik HAM PBB
10
Pedoman Beracara di
Pengadilan Kriminal
Internasional dan
Pengadilan Ad Hoc
Indonesia
Sekilas Mengenal Pengadilan Kriminal
Internasional

• Sebagaimana diketahui, pelanggaran berat hak asasi (gross violation of human


right) sering terjadi di negara otoritan. Ketika proses bergulir pada suatu negara,
maka timbul masalah pertanggungjawaban hukum atas terjadinya pelanggaran
tersebut. Pelanggaran HAM berat dapat berupa mengilangkan orang secara paksa
(enforced disapearance), pembuunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan
pengadilan (orbitary extra judicial killing), penyiksaan (torture), disamping yang
diatur dalamm UU No. 26/2000 yaitu genosida (genocide) dan kejahatan terhadap
kemanusiaan (crimes againts humanity).
• Negara mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan atas terjadinya pelanggaran
HAM. Contohnya para pemimpin dan jenderal Nazi diadili di Nurenburg serta
jenderal Jepang diadili di pengadilan Tokyo. Sejak terselenggaranya pengadilan
Nurenburg dan Tokyo, masyarakat internasional semakin yakin bahwa negara
mempunyai kewajiban hukum dan moral untuk menghormati HAM lewat proses
hukum. Oleh karena itu, Ketika negara dengan kedaulatannya memiliki kebebasan
dan persamaan antarnegara
• Menurut Mochtar Kusumaatmadja, makna kedaulatan ini harus diartikan terbatas, tidak luas seperti pandangan Jean Bodin, yang
berarti sovereignty (superanus, diartikan : asli, tertinggi, abadi, dan tidak dibagi-bag, sehingga pemerintah menjadi otoriter). Jadi
makna dari kedaulatan tersebut ialah negara dapat menuntut negara mana saja yang melakukan pelanggaran hukum sebagai salah
satu kewajiban hukum tertutama dalam pelanggaran berat HAM., yang merupakan “pintu masuk” ke berbagai wilayah negara dan
meminta tanggung jawab ke negara internasional (internationally wrongful act), karena siapa yang diusik hak asasinya, maka wajib
dilindungi.
• Langkah hukum untuk membawa piha-pihak yang melanggar HAM berat harus “berhadapan” dengan negara yang berdaulat, hal
tersebut sering terjadi masalah. Oleh karena itu, perlu kerja sama antar internasional sekaligus membangung Langkah-Langkah yang
diperlukan. Lewat Konvensi Anti penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment), sebagaimana diketahui sudah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang No. 5/1998: mewajibkan setiap
negara mengadili/menghukum di mana pun penjahat berada, atau kalau tidak dapat mengadili atau tidak harus mampu,
mengekstradisikan negara lain untuk diadili.
• Dengan adanya kewajiban negara untuk menyelidiki dan menghukum para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia, sekarang
negara tidak saja memunyai kewajiban moral, tetapi kewajiban hukum. Konsekuensi yang lebih mendasar ialah setiap negara-
termasuk Indonesia-hanis memerhatikan, sejauh mungkin memperlakukan instrumen hukum hak asasi manusia internasional yang
telah berlaku di dalam dunia internasional. Konvensi, kovenan, dan instrumen lain menjadi treaty norms dan malah menjadi ius
cogens (norma hukum yang memunyai kekuatan memaksa bagi setiap negara. Dengan demikian, negara-negara di dunia menjadi
"sulit" mengingkarinya. Sehubungan dengan itu, pembentukan Mahkamah Pidana Internasional memperkuat usaha.
Pertanggung-jawaban

• Pertama, sifat pertanggungjawaban, dalam yurisdiksi ICC berlaku atas orang-perorangan (natural person).
• Kedua, seorang tersangka dalam yurisdiksi pengadilan bertanggung jawab secara individual dan dapat dikenai
hukum sesuai ketentuan pidana dalam Statuta Roma.
• Ketiga seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan dapat dijatuhi hukuman atas suatu
kejahatan dalam yurisdiksi International Criminal Court (ICC), apabila orang tersebut:
• melakukan suatu kejahatan, baik sebagai perseorangan pribadi, bersama orang lain, atau lewat orang lain tanpa
memandang apakah orang lain itu bertanggung jawab secara pidana atau tidak;
• memerintahkan, mengusahakan, atau menyebabkan dilakukannya kejahatan semacamitu dalam kenyataan
memang terjadi atau percobaan; dan
• mempermudah dilakukannya kejahatan tersebut, membantu, bersekongkol, atau kalau tidak membantu
dilakukannya atau percobaan untuk melakukannya, termasuk menyediakan sarana untuk melakukannya.
• Keempat, cara lain yang mempermudah dilakukannya suatu percobaan yang dilakukan oleh sekelompok orang
yang bertindak dengan suatu tujuan bersama, apabila bantuan tersebut dengan sengaja:dilakukan dengan
tujuan untuk melanjutkan tindak pidana atau tujuan pidana kelompok itu, di mana kegiatan atau tujuan
tersebut mencakup dilakukannya suatu kejahatan dalam yurisdiksi pengadilan, dilakukan dengan mengetahui
maksud dari kelompok untuk melakukan kejahatan.
• Kelima, berkenaan dengan kejahatan genosida, secara langsung atau tidak langsung menghasut orang lain untuk
melakukan genosida.
• Keenam, berusaha melakukan kejahatan semacam itu tidak terjadi karena keadaan-keadaan yang tidak
bergantung pada maksud orang tersebut, tetapi seseorang yang membatalkan perbuatan kejahatan tidak
dikenai pidana atas percobaan melakukan kejahatan, seperti halnya bila orang tersebut secara sukarela
membatalkan perbuatannya.
Struktur Organisasi dan Adsminitrasi Pengadilan
Pidana Internasional (International Criminal
Court[ICC])

Struktur Organisasi : Administrasi

• Ketua dan wakil ketua pengadilan. • Pengaturan masa kerja hakim (Pasal 35)
• Divisi prayustisi, divisi pengadilan, dan divisic • Persyaratan, pencalonan, dan pemilihan hakim
banding • Bila terjadi kekosongan hakim (Pasal 37).
• Kantor kejaksaan. • Ketua dan Wakil Ketua International Criminal Court
• Kantor kepaniteraan (Pasal 34). (ICC): Pasal 38
• Divisi-divisi beserta ketentuan mengenai tugas-
tugasnya.
• Kebebasan hakim (Pasal 40)
• Tata cara pembebastugasan hakim (Pasal 41)
• Kantor kejaksaan (Pasal 42)
• Kantor kepaniteraan (Pasal 43).
• Staf administrasi (Pasal 44)
• Sumpah jabatan (Pasal 45).
• Pemberhentian dari jabatan (Pasal 46)
• Tidak disiplin (Pasal 47)
• Hak istimewa dan kekebalan (Pasal 48)
• Gaji, tunjangan, dan biaya (Pasal 49)
• Bahasa resmi dan bahasa kerja (Pasal 50)
• Hukum acara termasuk mengenai pembuktian (Pasal
51)
• Peraturan mengenai mekanisme pengadilan (Pasal
52).
Persidangan Pengadilan Pidana Internasional
(International Criminal Court[ICC])

Terdakwa

• Pengakuan Terdakwa:
• Terdakwa dapat membuat pengakuan bersalah yang memenuhi beberapa syarat,
termasuk pemahaman terdakwa tentang sifat dan akibat dari pengakuan
tersebut.
• Pengakuan harus dibuat secara sukarela setelah berkonsultasi dengan pembela.
• Pengakuan bersalah harus dilengkapi dengan fakta-fakta yang terkandung dalam
dakwaan yang diajukan oleh jaksa dan diakui oleh terdakwa, serta bahan-bahan
lain yang disampaikan oleh jaksa.
• Pengadilan akan mempertimbangkan pengakuan bersalah tersebut bersama-
sama dengan bukti tambahan yang diajukan.
• Asas Praduga Tak Bersalah:
• Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di depan
pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku.
• Tanggung jawab membuktikan kesalahan terdakwa terletak pada jaksa.
• ICC harus yakin mengenai kesalahan terdakwa untuk dapat menghukumnya.
Hak-Hak Terdakwa:
• Terdakwa memiliki hak-hak tertentu, seperti mendapatkan informasi segera dan terperinci mengenai dakwaan, waktu dan fasilitas yang
cukup untuk mempersiapkan pembelaan, diadili tanpa penundaan yang tidak beralasan, hadir pada persidangan, mendapatkan bantuan
hukum jika diperlukan, memeriksa saksi, membuat pembelaan dan mengajukan bukti lain yang dapat diterima, serta tidak dipaksa untuk
bersaksi atau mengaku bersalah.
• Terdakwa berhak untuk tidak memikul beban pembuktian atas dakwaan.

Perlindungan Korban dan Saksi :


• ICC harus mengambil tindakan untuk melindungi keselamatan, kesejahteraan fisik dan psikologis, martabat, dan privasi para korban dan
saksi, terutama dalam kasus kekerasan seksual atau terhadap anak-anak.
• ICC dapat melakukan persidangan tertutup atau menggunakan sarana elektronik atau sarana khusus lain untuk melindungi korban, saksi,
atau terdakwa.
• ICC harus mempertimbangkan pandangan dan perhatian korban dalam persidangan, yang dapat dikemukakan oleh pembela korban.

Bukti :
• Para pihak dapat mengajukan bukti yang relevan dengan kasus.
• Pengadilan memiliki kewenangan untuk menentukan diterimanya suatu bukti, dengan mempertimbangkan nilai bukti dan kerugian yang
mungkin ditimbulkan.
• Pengadilan harus menghormati hak-hak istimewa tentang kerahasiaan yang ditetapkan dalam hukum acara pidana.
• ICC tidak akan menerima
Mengenal Pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia

• Pelanggaran HAM (ringan), mekanisme hukum dalam sistem hukum nasional


belum ada/belum jelas, sebaliknya mekanisme yuridis kejahatan HAM berat
sudah diatur dengan jelas dalam UU No. 26/2002 dibentuk pengadilan Ad Hoc
HAM dengan seluruh kewenangan yang dimiliki. Kewenangannya meliputi
mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7 UU
Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM) yang sudah
• Hukum acara atas Pelanggaran berat berdasarkan ketentuan hukum acara pidana
(Pasal 10).
• Hanya, jaksa agunglah memunyai hak dan kewenangan melakukan penyidikan
terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat (Pasal 11)
dengan mengangkat penuntut umum ad hoc, sekaligus untuk melakukan
penangkapan dan penahanan yang berhak melakukan penyelidikan adalah Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia dengan membentuk tim ad hoc, sebagaimana diatur
dalam Pasal 18, 19 dan 20.
• Pasal 35 merupakan pasal dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang mengatur tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi
korban
• Pasal 42 ayat (1) menjelaskan bahwa seorang komandan militer atau orang yang bertindak sebagai komandan militer
dapat diadili oleh pengadilan HAM jika pasukan di bawah komandonya melakukan tindak pidana yang terkait dengan hak
asasi manusia. Komandan harus memastikan bahwa pasukannya tidak melakukan tindakan tersebut dan jika terjadi, ia
harus mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah atau menghentikan tindakan tersebut. Jika tidak dilakukan,
komandan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan pasukannya dan diadili oleh pengadilan HAM.
• Pasal 42 ayat (2) memastikan pasukannya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia, serta atasan lainnya yang
harus memastikan bawahannya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, menunjukkan pentingnya
pengawasan dan pengendalian yang efektif dalam organisasi apapun, termasuk pemerintah dan kepolisian. Hal ini
sejalan dengan upaya untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati dan dilindungi oleh semua pihak dan
menghindari tindakan kejahatan terhadap hak asasi manusia di masa depan.
• Pada tanggal 17 Maret 2023, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk
Vladimir Putin, Presiden Rusia, dan Maria Lvova-Belova, Komisioner Rusia untuk Hak-Hak Anak, dengan tuduhan
bertanggung jawab atas deportasi dan pemindahan anak-anak yang melanggar hukum selama invasi Rusia ke Ukraina.[1]
Surat perintah penangkapan terhadap Putin merupakan surat perintah penangkapan pertama yang ditujukan kepada
pemimpin negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).[2]
11
Diseminasi/Penyebarluasan
Hak Asasi Manusia
• Hak asasi manusia sebagaimana diketahui adalah hak dasar/mutlak/kudus/suci pemberian Tuhan yang dimiliki setiap manusia serta melekat
untuk selamanya. Di dalam pelaksanaannya wajib memerhatikan dan menghormati hak orang lain. Karenanya, demi terciptanya harmonisati
hubungan antarwarga masyarakat, setiap anggota masyarakat dalam merealisasikan hak dasar tersebut dilakukan dengan penuh kearifan,
artinya ketika “menikmati hak asasinya dibarengi pula dengan kesadaran bahwa ada kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.
• Memerhatikan cakupan hak asasi yang cukup luas, serta adanya “tuntutan untuk memenuhinya secara terus-menerus, maka pemenuhannya
selain harus seimbang antarstrata warga masyarakat, juga warga masyarakat harus mengetahui akan hak asasinya tersebut. Untuk tujuan
tersebut, adanya kesadaran bersama, terutama para penyelenggara negara menjadi mutlak. Lebih-lebih dalam pelaksanaannya, sering akibat
stratifikasi anggota masyarakat yang beragam, terdapat perbedaan/diskriminasi yang “menyakitkan” bagi kelompok lainnya. Terutama kelompok
“bawah” yang sering tidak terjangkau oleh perlindungan hukum.
• Dalam masyarakat modern, perbedaan anggota masyarakat karena jabatan atau posisi dan peran yang diemban merupakan kewajaran.
Perbedaan tersebut bukan berarti ada diskriminasi dalam menikmati hak asasinya yang dijamin oleh UUD maupun undang- undang lain di suatu
negara. Karenanya, penyebaran tentang pemahaman, pengetahuan. Pendalaman sampai memasyarakatkan HAM menjadi penting, terutama di
kalangan grass root/akar rumput. Tanpa kemauan politik dan keberanian politik yang kuat dari suatu rezim, “pemerataan” HAM dapat tersendat.
• Dengan demikian, dua gerakan sekaligus digelar. Pertama, dari pemerintah ada kem politik dan tindakan politik, sedangkan dari bawah terus-
menerus membangun kesadaran pentingnya pengetahuan HAM bagi anggota masyarakat. Untuk itu, perlu ditingkatkan terus kesadaran HAM,
baik bagi pejabatnya dan juga warganya. Bagi kelompok pejabat menjadi utama, sebab sejak dilantik/disumpah menyatakan siap mengamankan
UUD negara, Inklusif menghormati HAM. Untuk maksud tersebut, adanya pemantauan/pengawasan, baik dari pejabat maupun sebagian anggota
masyarakat/1SM menjadi penting Kedua, adanya pengawasan/monitoring yang efektif, terutama kepada pejabat yang dikhawatirkan tidak
menegakkan hak asasi manusia yang tertulis indah di dalam berbagai peraturan dengan efektif.
• Di sinilah partisipasi aktif warga masyarakat dituntut, baik dalam bentuk partisipasi aktif para pengamat, intelektual,
agamawan, dan seniman maupun kelompok anggota masyarakat dalam wadah LSM/ornop lainnya ataupun lembaga
formal. Keterlibatan perseorangan maupun kelompok tersebut akan sangat membantu upaya penegakan HA-KHAM
pada khususnya. Maupun hukum pada umumnya. Dengan demikian, pemerintah yang tugas utamanya antara lain
menegakkan dan menjaga terlaksananya hukum pada umumnya, menyebabkan hukum hak asasi manusia (HA-KHAM)
akan semakin baik. Pemerintah akan semakin hati-hati, serius, dan HAM menjadi lebih “mudah” terlaksana untuk
maksud tersebut sehingga pembangunan masyarakat madani merupakan suatu keniscayaan.
• Dengan adanya langkah-langkah tersebut, upaya diseminasi HAM semakin efektif sehingga rangkaian kegiatan dari
semua unsur masyarakat akan menjadi mesin utama yang terus berproses dan bergerak menyebarluaskan HAM di
tengah-tengah warganya. Cara ini merupakan pendekatan teleologis/sosiologis sehingga “keberadaan” hak asasi
manusia tidak saja semakin berbobot, tetapi juga antarwarga masyarakat akan saling menghormati, saling menyayangi,
hidup semakin bermakna dan maju, kreatif, dan modern.
• Sejauh mana setiap negara, khususnya anggota PBB, telah melakukan langkah konkret dan positif
sebagaimana diamanatkan di dalam banyak piagam, konvensi, dan kovenan, antara lain adanya badan
pengawas/supervisi internasional, dewasa ini badan yang dimaksud sudah terbentuk, yaitu United
Nations High Commissioner for Human Rights (UNHCHR)/ Komisi Hak-Hak Asasi Manusia PBB. Tentu
saja, secara jujur harus disebutkan peran negara besar, anggota Dewan Keamanan PBB, terutama
Amerika Serikat yang dewasa ini adalah satu-satunya negara adidaya, menjadi penting. Lebih penting
lagi, harus mampu memberi contoh dan menunjukkan komitmen yang utuh dan tidak memihak dalam
upaya menghormati HAM.
• Sehubungan dengan harapan tersebut, banyak negara Eropa, Asia, dan Afrika serta Amerika Latin tidak
dapat menerima kebijaksanaan AS dalam penanganan banyak kasus HAM di berbagai belahan dunia,
antara lain kasus Palestina, perlakuan tawanan perang Afghanistan di Guantanamo/Kuba yang tidak
manusiawi, di samping intervensi AS kepada negara Irak, dan sebagainya. Selain itu, Amerika pun
dituduh menggunakan standar ganda dalam memberlakukan makna HAM.
12
Hubungan Hak Asasi
Manusia dengan Hukum
Humaniter
Hukum, Kemanusiaan, Dan Ham

• Pada tahun 1982, Pantap Hukum Humaniter Departemen Kehakiman


memberi makna hukum humaniter dalam arti sempit dan luas. Dalam arti
sempit, hukum humaniter adalah keseluruhan asas, kaidah, dan ketentuan
hukum yang mengatur tentang perlindungan korban perang sengketa
bersenjata, sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa 1948. Dalam arti
luas ialah keseluruhan asas, kaidah, dan ketentuan hukum internasional,
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak
asasi manusia yang bertujuan menjamin penghormatan terhadap harkat
dan martabat pribadi seseorang” (A. Masyhur Effendi, 1994: 24).
• Definisi yang disusun pada tahun 1982 yang lalu tersebut, di mana penulis
aktif sebagai salah satu pesertanya, meyakini antara hukum humaniter dan
HAM tak terpisahkan. Karena itu, definisi dalam arti luaslah yang sejak
awal tepat. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan Statuta Roma 17 Juli 1998
yang memasukkan war crimes di samping the crime of genocide, crimes
against humanity, dan the crime of aggression sebagai kejahatan berat hak
asasi manusia.
Titik Singgung Ham Dan Hukum
Humaniter

Di dalam perang perlu adanya kesadaran yang harus dipelihara untuk tidak
melanggar aturan-aturan hukum humaniter sehingga tidak melanggar HAM
yang berlaku.
Karena itu, perang merupakan satu situasi darurat atas dasar keputusan
politik suatu pemerintahan. Perang sendiri di dalamnya terdapat unsur keras,
kasar, dan niat saling membunuh. Diharapkan, dibalik kekasaran atau
kekerasan tersebut tetap dituntut adanya unsur kewajaran dan tidak
berlebihan. Adanya tindakan dan langkah yang melebihi batas kemanusiaan
dapat menjadi awal kejahatan HAM berat yang dikenal dengan kejahatan
perang.
Begitu pentingnya menerapkan kesadaran, dimana hukum humaniter ini
terutama saat manusia dalam keadaan emosional yang sangat tinggi
menghadapi lawan, diharapkan mampu menghadapi dengan mengedepankan
akal budi (hati nurani).
Begitu beratnya beban dari keputusan yang harus diambil sang pemimpin,
sehingga spirit hukum yang ada di balik hukum humaniter dapat berjalan
dengan baik. Sebagaimana diketahui, spirit hukum merupakan cita hukum
yang menjadi pendorong utama agar hukum dilaksanakan.
Prinsip-prinsip Hukum Humaniter

• Konsep hukum humaniter internasional pada intinya bagaimana agar perang atau sengketa umum bersenjata yang
memang harus ditempuh/dilakukan tetap memerhatikan prinsip-prinsip perikemanusiaan. Ketika prinsip-prinsip
tersebut menjadi bagian dari kebijaksanaan suatu negara, maka nantinya setelah perang usai, antarlawan dapat
berubah menjadi kawan.Dalam hukum humaniter dikenal tiga prinsip utama sebagai berikut.
• Prinsip (asas) kepentingan militer (military necessity), yaitu pihak yang berperang dibenarkan menggunakan
kekerasan dalam rangka menundukkan lawan, demi tercapainya tujuan dan kemenangan perang.
• Prinsip ksatria (chivalry), yaitu di dalam perang kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat yang tidak
terhormat dan berbagai cara tipu muslihat dan atau bersifat khianat, tidak diperkenankan.
• Prinsip perikemanusiaan (humanity), yaitu para pihak dalam perang diharuskan memerhatikan asas
perikemanusiaan. Mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan berlebihan yang dapat menimbulkan
penderitaan yang tidak perlu (E. Saefullah W. 2002: 8).
Aplikasi Hukum Humaniter

• Setelah menghayati, ternyata tidak hanya terdapat kedekatan hukum humaniter dengan HAM, malah
di antara keduanya “menyatu” serta menyadari pula prinsip-prinsip antara keduanya tidak berbeda
terdapat masalah aplikasi di lapangan, terutama bertumpu kepada kesadaran para
pimpinan/komandan. Di samping itu, sejarah perjuangan para pelopor/ perintis hukum humaniter
perlu diketahui pula.
• Berkembangnya hukum humaniter tidak dapat dilepaskan dengan peran ICRC (International
Committee of the Red Cross)/Palang Merah Internasional yang didirikan pada 29 Oktober 1863,
dengan markas besarnya di Jenewa (Swiss). Kemudian pada tahun 1864, diselenggarakan Konferensi
Jenewa dan menghasilkan konvensi tentang Perbaikan Penderitaan Tentara yang Luka di Medan
Pertempuran di Darat (Geneva Convention of August 22, 1864 for the Amelioration of the Condition
of the Wounded in Armies in the Fields).
13
Terorisme dan HAM
Pengertian Umum

James Adams mendefinisikan bahwa terorisme adalah penggunaan atau


ancaman kekerasan fisik oleh individu atau kelompok untuk tujuan-tujuan
politik atau untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, di
mana tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan,
melumpuhkan, atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar
daripada korban-korban langsungnya. Adams mendefinisikan bahwa
terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu
atau kelompok untuk tujuan-tujuan politik atau untuk kepentingan atau
untuk melawan kekuatan yang ada, di mana tindakan-tindakan terorisme itu
dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan, atau mengintimidasi suatu
kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-korban langsungnya.
Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha menumbangkan
rezim-rezim tertentu.
Terorisme Dan Langkah- Langkah
Politik Hukum/Pbb

Internasional, sebagaimana diketahui nuansa politiknya cukup


kuat. Kesepakatan politik antarnegara, baik berupa perjanjian,
konvensi, kovenan maupun kesepakatan- kesepakatan lainnya
merupakan modal utama. Karena itu, sangat wajar kepentingan
nasional selalu menjadi pijakan utama. Di sinilah kearifan dituntut
sehingga terjadi pembahasan intensif dan terus-menerus, di mana
kepentingan bersama memunyai "nilai tawar lebih" di atas
kepentingan negara yang kadang/sering terlalu sempit. Dengan
demikian, kematangan pandangan, wawasan, dan kearifan para
pemimpin dunia sangat diperlukan. Dari wawasan yang luas
tersebut akan mampu diwujudkan kesepakatan-kesepakatan
bersama yang mampu mengakomodasikan kepentingan bersama
tanpa merendahkan negara lain, baik dalam bentuk perjanjian,
kesepakatan, maupun produk hukum lainnya..
• Indonesia sendiri telah melakukan langkah-langkah yuridis, diawali dengan dikeluarkannya peraturan
berikut :

• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1/2002, tanggal 18 Oktober2002


• Peraturan Pemerintah tanggal 18 Oktober 2002. Pengganti Undang-Undang No. 2/2002 tentang
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1/2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002
• Instruksi Presiden No. 4/2002 tentang Penanganan Masalah Terorisme, tanggal 22 Okt 2002.
• Instruksi Presiden No. 5/2002 kepada Kepala Badan Intelijen Negara mengenai Penanganan Masalah
Terorisme, tanggal 22 Oktober 2002.
• Undang-Undang No. 15 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1/2000
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
• Undang-Undang No. 16 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No. 2/2003 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang No.
1/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada peristiwa peledakan bom di Bali
tanggal 12 Oktober 2002, tanggal 4 April 2003.
Pasal 2 (Ruang Lingkup Tindak Pidana)
Setiap orang dianggap telah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut secara melawan hukum dan sengaja mengirimkan,
menempatkan, melepaskan, meledakkan suatu bahan peledak atau alat mematikan lainnya di dan ke dalam atau terhadap tempat umum,
fasilitas negara atau pemerintah, sistem transportasi masyarakat, atau fasilitas infrastruktur yang dilakukan dengan tujuan untuk
menyebabkan kematian, luka berat, atau dengan tujuan untuk menghancurkan tempat, fasilitas atau sistem yang mengakibatkan kerugian
ekonomi yang besar. Ketentuan ini juga berlaku bagi orang yang melakukan percobaan atas tindak pidana tersebut dan bagi mereka serta
dalam terjadinya tindak pidana tersebut.

Pasal 5
Setiap Negara Pihak wajib mengambil upaya yang mungkin perlu, termasuk apabila diperlukan mengesahkan peraturan perundangan
nasional, untuk menjamin bahwa tindakan kejahatan dalam ruang lingkup konvensi ini tidak termasuk hal yang dapat dibenarkan dengan
pertimbangan politis, filosofis, ideologis, ras, etnis, agama, atau hal lain yang sifatnya sama dan dijatuhi hukuman yang sesuai beratnya
kejahatan.

Pasal 6
Tindak pidana dilakukan di dalam wilayah Negara Pihak, di atas kapal laut atau pesawat terbang berbendera negara tersebut atau terdaftar
di negara tersebut pada saat tindak pidana dilakukan, dan apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh warga negara dari negara tersebut.
Negara Pihak juga memiliki yurisdiksi apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap warga negaranya, fasilitas negara atau pemerintah
negara tersebut di luar negeri.
Pokok Isi Konvensi Pemberantasan Pendanaan terorisme 1999 ialah sebagai berikut.
Pasal 2 (Ruang Lingkup Tindak Pidana)

Setiap orang dianggap telah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut secara langsung atau tidak langsung, secara
melawan hukum dan dengan sengaja menyediakan atau dengan sepengetahuannya akan digunakan, secara keseluruhan
atau sebagian, untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan suatu akibat yang tercakup dan dirumuskan dalam
salah satu konvensi yang tercantum dalam lampiran. Konvensi juga menetapkan tindakan lain yang ditujukan untuk
menyebabkan kematian atau luka berat terhadap warga sipil atau orang lain yang tidak secara aktif ikut serta dalam
konflik bersenjata. Tindakan tersebut bermaksud, dengan sengaja untuk mengintimidasi sejumlah orang, untuk memaksa
pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. (Terhadap pasal ini Indonesia
menyampaikan pernyataan mengenai lampiran yang berkaitan dengan konvensi apa saja yang tidak diratifikasi Indonesia)
Ketidakadilan

• Islam agama perdamaian sedangkan teror Dalam makna yang luas berarti
tindakan kekerasan yang ditunjukkan kepada sasaran nonmiliter sebagai
tujuan politik. Dengan kata lain sasaran teror semata-mata penduduk sipil
yang mempunyai dosa di mata pelaku teror karena berada di pihak lain
artinya menempatkan orang-orang yang tidak bersalah sebagai sasaran
kekerasan.

• Sering teror memiliki motif baik tetapi di dalam mencapai tujuannya lewat
cara-cara yang kasar, brutal, dan tidak manusiawi. Motif yang muncul
dapat dalam bentuk kemiskinan, penindasan, perlakuan tidak adil
berkepanjangan, tereliminasi/terpinggirkan dan motif lainnya. Lebih-lebih
kalau di kalangan yang "tertindas" tersebut timbul kesan penguasa hanya
membela yang kuat dan kaya hal ini akan semakin memicu tindakan
ekstrem karenanya paradigma Bagaimana keamanan, kenyamanan, dan
ketentraman umat manusia menjadi prioritas utama dan menjadi acuan
para pemimpin dunia. Untuk itu secara konkrit perlindungan HAM menjadi
prioritas utama
Pemimpin yang berpihak kepada rakyat tersebut berarti menempatkan HAM sebagai landasan salah satu pemikiran atau
kebijakan dalam setiap keputusan politik yang ada. Dengan demikian kelompok yang kuat memperlihatkan garis politik
yang tidak adil, malah menyakitkan bagi kelompok lainnya yang merasa tertindas, akan menjadi batu sandung mengurangi
bahaya teror. Karena itu banyak pengamat internasional yang berpendapat munculnya atau banyaknya gerakan radikal
(radix=akar)
Contohnya di Timur Tengah adalah akibat kebijaksanaan politik luar negeri AS yang berstandar ganda. Satu pihak
"membabi buta" membela Israel, pada lainnya pihak menekan perjuangan rakyat Palestina. Penindasan Israel Di Luar
Batas kemanusiaan, yang jelas-jelas merupakan salah satu bentuk teror dan melanggar HAM dibela mati matian oleh AS.
Sangatlahh ketidakadilan didapatkan oleh warga palestina.
Dalam perspektif ketidakadilan, penting untuk menjamin bahwa tindakan pencegahan dan penanggulangan terorisme
dilakukan dengan mempertimbangkan hak-hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menegakkan hukum yang adil dan menghindari tindakan sewenang-wenang yang mengabaikan hak-hak asasi manusia.
SEKIAN
TERIMA KASIH!

Anda mungkin juga menyukai