Anda di halaman 1dari 81

IDA KETUT KUSUMAWIJAYA

SUTARYO SALIM
ERNI TISNAWATI SULE
SURYANASUMANTRI
MAMAN KUSMAN

PERAN
MITRASTRATEGIS
I(ARYAITIAN
AGENPERUBAHA

MANAIEMENTATENTADANKINERIAI{ARYAITTfi,N
\($DI ir\l '\l ) l ,l tl ,S S
IDA KETUT KUSUMAWIJAYA
SUTARYOSALIM
BRNI TISNAWATI SULE
SURYANA SUMANTRI
MAMAN KUSMAN

PERAN MITRA STRATEGIS


KARYAWAN AGEN PERUBAHAN
MANAJEMEN TALENTA DAN
KINERJA KARYAWAN

UNPADPRESS
@
ill
TIM PENGARAH PENGANTAR
Ganjar Kurnia
Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno
Memed Sueb
GLOBALISASI yang dimotori oleh kemajuan di bidang
pariwisata, telekomunikasi, dan transportasi telah mendorong
TIM EDITOR berbagai negara mengembangkan ketahanan budaya agar dapat
bertahan dari terpaan globalisasi serta mengembangkanpariwisata
sebagaiusahakemajuanekonomi bangsanya.
Wilson Nadeak (Koordinator), TuhpawanaP. Sendjaja Pariwisata sebagai industri yan'! sumber dayanya tidak akan
Fatimah Djajasudarma,Benito A. Kumani pernah habis bila dibandingkan dengan industri lain yang
Denie Heriyadi, Wahya, Cece Sobarna mempunyai sumber daya yang sangat terbatas, mendapatkan
Dian Indira penugasan baru untuk turut mempercepat per.nulihan ekonomi
nasionaldan memulihkan citra lndonesiadi dunia internasional.
Prinsip penting dari pembangunan pariwisata, bahwa
Judul: pariwisata ini mampu menyediakan sumber daya manusia yang
PeranMitra StrategisKaryawan Agen Perubahan berkualitas kepada dan dari masyarakat setempat dan terdapat
ManajemenTalentadan Kinerja Karyawan pertalian yang erat (yang harus dijaga) antara usaha lokal dan
pariwisata, terdapatperaturan tentang perilaku yang disusun untuk
wisatawan pada semua tingkatan (nasional, regional dan setempat)
yang didasarkan pada standar kesepakataninternasional, terdapat
Penulis: program pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia untuk
Ida Ketut Kusumawijaya,Co-Author : SutaryoSalim, nreningkatkanserta menjagawarisan budaya dan sumber daya alam
Erni Tisnawati Sule, SuryanaSumantri,Maman Kusman yangada.
Fenomena ini menjadi menarik karena justru pada era
globalisasi dewasaini untuk dapat meningkatkankinerja karyawan
dan memenangkan persaingan, manajemen talenta dan kinerja
UNPAD PRESS karyawan dalam industri perhotelanmemiliki hubunganyang sangat
@ kuat, yang mengindikasikan bahwa pelaksanaanmanajementalenta
Copyright(C) 2011 akan berhasil denganbaik pada industri perhotelansangattergantung
rsBN 978-602-8743-79-2 dari pengelolaantalentayang memiliki pendidikan (talentedand well
educatedpeople) denganperan yang dimiliki karyawan sepertiperan
mitra strategisdan agenpenrbahankaryawan.
IV
lluku ini akan mengungkap peran karyawan sebagai mitra Akhirnya penulis menyadari, jika ada hal-hal yang kurang
stratcgisyangbertanggung jawab ataskonhibusinyapadakesuksesan atau tidak sesuai mohon kiranya pembaca memberikan kritik dan
organisasi dengan mengembangkan,memutuskan aktivitas dan sarandemi menyempurnakanbuku ini.
stratcgi karyawan,dan peran karyawan sebagaiagenperubahanyang
bcrtujuan untuk mengelolaperubahandan transformasiyakni sebagai
pcnjamin dan katalis budaya organisasi dan sebagai kontributor
utama paoo' proses identifikasi dan implementasi perubahan.
Manajemen talenta yang merupakan pengelolaankaryawan dengan Bandung, 2011
melaksanakan attracting, developing and retaining karyawan di
industri perhotelan, sehingga karyawan mampu memberikan
Penulis
kontribusi potensialnya dalam kinerja karyawan sebagai driver of
competitiv e advantage.
Penulis mengucapkanterima kasih banyak kepada promotor
yaitu: Prof. Dr. Sutaryo Salim, S.E. (alm), Prof. Dr. Erni Tisnawati
Sule, S.E.,M.Si, Prof. Dr. SuryanaSumantri, S.Psi.,M.S.I.E, Prof.
Dr. Maman Kusman, S.8., M.B.A Akt., dan kepada penelaah
disertasiyaitu: Prof. Dr. Ahmadi Rilam, S.E.,M.S.,Prof. Dr. Iman
Sudirman,D.E.A., Prof. Dr. Yuyus Suryana,S.E., M.S., Dr. Imas
Soemaryani,S.E., M.Si., yang telah memberikan arahart,bimbingan,
petunjuk yang bermakna kepada penulis dalam memahami dan
memaknaimateri tentangmanajemenSDM.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. I Ketut
Putra Suarthana,M.M., yang telah memberikan kesempatanpenulis
untuk melanjutkan studi di Program Doktor PascasarjanaUNP}\D
Bandung
Terima kasih kepada Direktorat JenderalPendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia sebagaipenyelenggara
program hibah penelitian disertasi doktor, Program Pascasarjana
Universitas Padjajaran, dan Seluruh Civitas Akademik Fakultas
Ekonomi Unpad atas dana hibah yang diberikan yang telah
memfasilitasi penulis untuk membuat suatu karya yang mudah-
mudahan dapat bermatfaat baik dalam bidang akademik maupun
praktis.

vl vtl
'"1

DAFTAR ISI

PENGANTAR - v
DAFTAR ISI - ix

BAB I
PENTINGNYA SUMBER DAYA MANUSIA - 1
Faktor Sentral- 2

BAB II
PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN - 13

BAB III
PERSPEKTIF PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN -21

BAB IV
MANAJEMEN PERUBAHAN - 27
TantanganPersaiangandan Perubahan- 29
Tampil Beda- 31
PerubahansebagaiNorma - 32
Keberhasilan- 35
ParadigmaBaru - 37
Visi Organisasi- 40
DampakEkonomi Global - 42

BAB V
PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN - 49
TanggungJawab SumberDaya Manusia - 50
Delapanl,angkah Transformasi- 53
vill
F

PenntsaruSDM- 57 I BAB XIII


Ponn lndividu- 59 KETERKAITAN PERAN MITRA STRATEGIS
AgcnPcrubahan-62 KARYAWAN, AGEN PERUBAHAN, MANAJEMEN
TALENTA DAN KINERJA KARYAWAN - 115
BAB VI
PengaruhMitra StrategisKaryawan terhadapManajemen
PERSPEKTIFPERAN AGEN PERUBAHAI\
Talenta - 115
KARYAWAN - 65
SesuaiStrategisBisnis - 118
PerlunyaTraining- 68 PengaruhPeranAgen perubahanKaryawan terhadap
ManajemenTalenta- 118
BAB VII PengaruhPeranMitra StrategisKaryawan dan Agen Perubahan
PERGESERANPARADIGMA MSDM - 71 Karyawan terhadapTalent Management- l2l
TalentadanIntegrasiProses- 7l PengaruhKaryawan sebagaiMitra Strategis terhadap
Kinerja Karyawan - 124
BAB VIII PengaruhKaryawan sebagaiAgen Perubahanterhadap
MANAJEMEN TALENTA - 81 Kinerja Karyawan - 126
PengaruhManajemenTalentaterhadapKinerja Karyawan - 127
ManajemenTalentaProaktif- 85
PengaruhKaryawan sebagaiMitra Strategis dan Karyawan sebagai
Agen Perubahanterhadap Manajemen Talenta serta
BAB IX
dampaknyapada Kinerja Karyawan - 130
PERSPEKTIF MANAJEMEN TALENTA - 89
DAFTAR PUSTAKA - 133
BAB X
GLOSARI - 153
KINERJA KARYAWAN - 95
INDEKS - 157
BAB XI TENTANG PENULIS
KRITERIA KINERJA KARYAWAI\ - 99
SyaratPenilaian- 99
SumberPenilaian- I02

BAB XII
PERSPEKTIF KINERJA KARYAWAN - II2
Motivasi- 113
xi
BAB I
PENTINGNYA SUMBER DAYA MANUSIA
DI ERA globalisasi, kemajuan teknologi dan kecepatan arus informasi semakin tidak
terbendung seolah mengarahkan bisnis pada perubahan secara besar-besaran. Tampaknya
tidak ada lagi pilihan dalam mengoperasikan bisnis pada lingkungan ekonomi dengan
pengaruh globalisasi dan revolusi teknologi, there are two options: Adapt or Die. Hal ini
memberikan sinyal kepada para pelaku bisnis pada saat berhadapan dengan fenomena
tersebut untuk bersiap diri memasuki keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang
tinggi, yang selalu mengadaptasi dan mendesain strategi bisnisnya dengan menganalisis
karakteristik lingkungan ekonomi yang dihadapi. Dengan meningkatnya intensitas
persaingan, setiap pelaku bisnis dituntut untuk selalu memperhatikan dan mengindentifikasi
karakteristik lingkungan ekonomi guna memberikan pengertian dan pemahaman yang
mendalam dalam mengadaptasi dan mendesain strategi yang tepat berkenaan dengan
kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala yang dihadapi bisnis. (Thompson, et al, 2007).
Agar setiap organisasi bisnis dapat survive dan bersaing pada era globalisasi, dengan
persaingan yang luas dan tajam, diperlukan sumber daya manusia yang unggul (champion).
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia yang unggul ialah SDM yang tidak hanya
melakukan pekerjaan rutin, yang diperintah (doable) tetapi yang dapat memperlihatkan
kinerja (deliverable) berupa nilai tambah (value added) kepada organisasi bisnis. Mereka
harus menjadi mitra (partners), pemain (players) dan pelopor (pioneers) dalam menciptakan
nilai tambah dan sekaligus sebagai agen perubahan (change Agent). Pengelolaan SDM harus
dilakukan melalui proses organisasional yang dapat memperkuat kompetensi individu dan
kapabilitas organisasi. Praktik SDM harus didesain untuk menciptakan nilai dan hasil yang
dapat memberikan kontribusi demi kepentingan organisasi.

Faktor Sentral
Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apa pun bentuk
serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan oleh
karena itu pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan
faktor strategis dalam semua kegiatan organisasi. Selanjutnya, manajemen sumber daya manusia
(MSDM) berarti mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi
dapat dicapai secara optimum. MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen (Management
Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam pelaksanaan proses perencanaan,
pengorganisasian, staffing, memimpin dan mengendalikan sumber daya manusia.
Manajemen strategi sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup karyawan, manajer dan tenaga kerja lainnya agar dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Proses mengelola strategi sumber daya manusia adalah merupakan suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi dengan orang yang tepat untuk
ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Sesuai
dengan fungsinya yaitu yang mencakup analisis tugas/jabatan, rekrutmen dan seleksi calon
tenaga kerja, orientasi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan pengembangan SDM.
Aspek manajemen serta SDM demikian strategis dan demikian luasnya, strategi SDM
melibatkan banyak aspek, terutama dengan faktor-faktor lingkungan internal organisasi
(kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). Tantangan
strategi SDM masa kini adalah merespons perubahan eksternal agar faktor lingkungan
internal perusahaan menjadi kuat dan kompetitif.
Konsep business partnering muncul pada pertengahan 1990-an, disampaikan oleh
Dave Ulrich, (1979) dalam bukunya Human Resources Champion: The Next Agenda for
Adding value and delivering Results. Dengan melihat proses transformasi value added dari
fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia yang ikut serta dalam proses bisnis

1
2
organisasi. Hal ini berarti bahwa peran sumber daya manusia dalam organisasi akan menjadi
customer-focused; cost efficient; innovative, dan akan lebih cepat dalam merespon perubahan
yang terjadi pada lingkungan bisnis.
Gambar 1.1 Peran SDM Dalam Membangun Daya Saing Organisasi

FUTURE/STRATEGIC FOCUS

Management of Management of
Strategic HR Transformation and Change

PROCESSES PEOPLE
Management of Management of
Firm Infrastructure Employee Contribution

DAY-TO-DAY/OPERATIONAL FOCUS
Sumber: Ulrich, (1997)

Sehubungan dengan itu, timbullah empat peran kunci SDM yang harus dipenuhi agar
kemitraan bisnisnya menjadi suatu kenyataan, yaitu:
(a). Management of Strategic HR,
(b). Management Firm Infrastructure,
(c). Management of Employee Contribution,
(d). Management of Transformation and Change.
Dan peran business partner sumber daya manusia tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.1 di bawah:
Tabel 1.1. Definisi Peran Sumber Daya Manusia

Role/cell Deliverable/outcome Metaphor Activity


Management of Executing Strategy Strategic Aligning HR&Business
Strategic Human Partner Strategy :
Resources “Organizational
diagnosis”
Management of Building an efficient Administrative Reenginering organization
Firm infrastructure expert process : “share services”
Insfrastructur
Management of Increasing employee Employee Listening and responding
Employee commitment and champion to employee : “providing
Contribution capability resourcess to employee”
Management of Creating a renewed Change agent Managing transformation
Trasformation and organization and change : “ensuring
Change capacity for change”
Sumber: Ulrich, (1997)

Dave Ulrich (1997) menyatakan bahwa paradigma baru sumber daya manusia dengan
4 peran sebagai business partners untuk mencapai excellent organisasi, yakni:
(a) strategy executions,
(b) administrative efficiency,
(c) employee contribution,
(d) capacity for change.
Peran sumber daya manusia dalam pencapaian excellent organisasi seharusnya
sebagai partners, players, and pioneers dengan innovation, value driven, dan result oriented
work sebagai pola baru dari manajemen sumber daya manusia.
3
Ulrich (1998) membedakan pengelolaan SDM menjadi empat peran yang terbagi ke
dalam dua dimensi. Dimensi pertama merefleksikan fokus aktivitas SDM antara kegiatan
operasional dan strategis. Sedangkan dimensi kedua merefleksikan aktivitas SDM yang
terdiri dari pengelolaan proses SDM dan pengelolaan individu. Empat peran SDM tersebut
adalah:
(a) strategic partner,
(b) change agent,
(c) administrative expert
(d) employee champion.
Peran SDM sebagai strategic partner bertanggung jawab atas kontribusinya pada
kesuksesan organisasi dengan mengembangkan, memutuskan aktivitas dan strategi SDM.
Peran SDM sebagai change agent bertujuan untuk mengelola perubahan dan transformasi
yakni bahwasanya SDM sebagai penjamin dan katalis budaya organisasi dan sebagai
kontributor utama pada proses identifikasi dan implementasi perubahan. Peran SDM sebagai
administrative expert adalah sejatinya merupakan tanggung jawab tradisional dari SDM yaitu
untuk mencakup tugas-tugas administrasi agar efisien pada proses SDM seperti staffing,
training, remuneration dan promotion. Peran SDM sebagai employee champion adalah
bertangggung jawab untuk mengelola moral dan komitmen karyawan.
Peran sumber daya manusia sebagai business partner diperkenalkan sebagai bagian
dari transfromasi pola pengelolaan sumber daya manusia organisasi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
(1). Efisiensi Biaya, bahwa pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi merupakan
bagian penting dalam mencapai penghematan yang dapat direalisasikan dengan efektif
bersama dengan bagian lain dalam organisasi. Jadi pengelolaan sumber daya manusia
terdistribusi di seluruh fungsi-fungsi organisasi,
(2). Meningkatnya Persaingan, bahwa dalam hal ini SDM menjadi kunci keberhasilan dari
persaingan bisnis. Organisasi membutuhkan SDM yang dapat menunjukkan kompetensi,
pemikiran kreatif, motivasi kerja, dan komitmen yang tinggi. Dan SDM diharapkan
sebagai centre of excellence sehingga bisa menjadi SDM dengan klasifikasi world class
dalam menghadapi persaingan knowledge-based dewasa ini.
(3). Meningkatnya harapan pada peran SDM, bahwa saat ini banyak organisasi telah
menyadari pentingnya peran SDM dalam mencapai keberhasilan, sebab SDM
memberikan kontribusi pada strategi organisasi dan bertanggung jawab atas
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan peran SDM dalam organisasi
untuk menjamin tercapainya keberhasilan memenangkan persaingan bisnis.
Implementasi transformasi peran business partnering SDM memberikan benefit yang
signifikan bagi organisasi dengan pertimbangan hal berikut ini:
(a). Adanya keputusan yang jelas dan rasionl antara peran SDM dan organisasi mengenai
perubahan peran SDM yang diusulkan.
(b). Mempersiapkan dan menilai perubahan, bahwa keberhasilan peran business partner
SDM sangat tergantung pada penerimaan organisasi dalam mengadopsi peran baru
SDM tersebut.
(c). Membutuhkan waktu untuk membahas bersama peran business partner yang akan
diadopasi ke seluruh organisasi, sehingga persiapan akan adanya perubahan dalam
organsasi dapat diantisipasi.
(d). Menilai kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjukkan peran business partner, dan
mempetimbangkan kendala yang akan terjadi dalam proses transisi peran SDM
tersebut.
Untuk memperkuat pola kemitraan peran SDM sangat tergantung dari adanya
hubungan kerja di lingkungan organisasi baik formal maupun informal yaitu dengan:
(a). Adanya ketertarikan pada pengukuran kinerja kunci organisasi seperti penjualan, biaya,
produksi.
4
(b). Memastikan bahwa peran business partner dilibatkan dalam proses perencanaan bisnis,
hal ini membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang
memengaruhi organisasi.
(c). Menentukan tujuan pribadi dan kerja sama tim dalam strategi kemitraan SDM ini,
sehingga peran business partner dapat menjadi model yang dapat dipergunakan dalam
meningkatkan kinerja organisasi.
Dessler (2000) mendefinisikan manajemen strategi SDM sebagai berikut: “Strategic
Human Resource Management is the linking of Human Resource Management with strategic
role and objectives in order to improve business performance and develop organizational
cultures and foster innovation and flexibility”. Membahas tentang keterkaitan antara
pengelolaan peran strategis SDM dengan tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerja bisnis
dan mengembangkan budaya organisasi dan menjaga fleksibilitas dan inovasi. Jadi
terminologi strategi SDM mengacu pada kegiatan pengelolaan SDM dalam mencapaia
tujuan. Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber
daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan
internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya
sebagaimana disebutkan di atas, adalah strategi SDM yang memberikan nilai tambah (added
value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Sehingga kemampuan SDM ini merupakan
competitive advantage dari perusahaan.
Adanya SDM yang memiliki kompetensi ini akan menghasilkan added value bagi
perusahaan. Oleh karena itu pengelolaan SDM dituntut menemukan strategi SDM yang dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang semakin berkembang dan berubah cepat,
iklim persaingan semakin ketat dan mengglobal, sehingga strategi SDM diterapkan dalam
rangka menemukan formulasi yang paling efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya
manusia.
Christensen (2006), dalam buku Roadmap to strategic HR : turning a great idea into
a business reality, mengatakan bahwa pendekatan yang dipergunakan untuk mengelola SDM
di organisasi bisnis saat ini adalah semakin berkaitan dengan strategi bisnis yang diakibatkan
perubahan tuntutan persaingan bisnis yang semakin global. Dengan transformasi peran SDM
dalam organisasi seperti itu mengharuskan SDM memainkan peran yang lebih strategis pula
sebagai strategic partner. Hal ini pula yang mewajibkan pekerjaan SDM berubah menjadi
sangat penting yaitu ikut serta dalam pengambilan keputusan bisnis untuk menciptakan
keberhasilan organisasi di masa depan.
Armstrong (2006), dalam bukunya Strategic human resource management: a guide to
action, menyebutkan bahwa strategi SDM merupakan proses pencapaian rencana dan tujuan
organisasi dengan memberdayakan SDM, yang melibatkan penggunaan, pengembangan
SDM yang berhubungan dengan strategi bisnis. Tujuan strategi SDM yaitu untuk menjamin
organisasi dapat mencapai sustained competitive advantage dengan meningkatkan
kemampuan SDM yang memiliki kompetensi, motivasi dan komitmen yang baik. Menurut
dia ada 5 (lima) pendekatan strategi SDM, yaitu:
(1). Resource-based strategy, mengembangkan kemampuan strategi yaitu pencapaian
kesesuaian sumber daya dan pencapaian value-added dengan pemanfaatan sumber daya
yang efektif. Pendekatan resource-based akan meningkatkan strategic capability SDM
dengan memahami perencanaan strategi bisnis.
(2). Achieving strategic fit, bahwa strategi SDM seharusnya sesuai dan merupakan bagian
integral serta dapat memberikan kontribusi bagi strategi bisnis. Jadi tujuan strategi
SDM adalah untuk mendapatkan pendekatan yang koheren dalam mengelola SDM
dengan berbagai peran dan tugas yang mendukung pencapaian strategi bisnis.
(3). High-performing management, bahwa strategi SDM merupakan proses pengeloaan SDM
untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi melalui produktivitas, kualitas, pelayanan
pelanggan, pertumbuhan, profit dan value bagi shareholder.
5
(4). High-commitment management, bahwa strategi SDM merupakan proses untuk mencapai
komitmen manajemen, dengan memperhatikan perilaku individu yang dapat dipercaya
dalam hubungan kerja di dalam maupun di luar organisasi.
(5). High-involvement management, bahwa pendekatan ini melibatkan perlakuan yang baik
bagi SDM sebagai partners dalam organisasi. Tujuan pendekatan ini adalah untuk
menciptakan iklim komunikasi yang baik diantara seluruh anggota dalam menentukan
tujuan, misi dan nilai organisasi. Hal ini bisa dicapai dengan pemahaman bersama di
antara anggota organisasi dengan kerangka pengelolaan dan pengembangan strategi
SDM.
Ivancevich, (2006), dalam Human Resources Management, menjelaskan bahwa
Strategic human resource management (SHRM) adalah merupakan pengakuan kebijakan dan
praktik SDM yang memiliki hubungan penting dengan strategi organisasi secara keseluruhan.
Hal ini berarti bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara strategi pengelolaan SDM
dengan strategi organisasi untuk mendapatkan SDM yang unggul dalam menciptakan
keunggulan bersaing organisasi.
Noe, (2006), mengatakan dalam bukunya Human Resources Management: Gaining a
Competitive Advantage, bahwa strategic human resource management (SHRM) diketahui
sebagai pola perencanaan pengembangan SDM dan kegiatan yang direncanakan
memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Untuk melaksanakan pendekatan
strategisnya, SDM seharusnya mengerti peran SDM dalam proses manajemen strategi
organisasi.
Jadi, keberadaan SDM dalam perusahaan memiliki posisi yang sangat vital.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang bekerja di dalamnya.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap
fenomena perubahan tersebut, menganalisis dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan
langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut.
Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang
cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka setiap
organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi agar dapat
memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya
mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga
berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak semata mata mengejar
pencapaian produktivitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada kinerja dalam proses
pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian
produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil di mana orang dan sumber daya lain yang
ada dalam organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada
tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi memerlukan
sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi
dan misi organisasi.
Menurut Mello (2002), dalam bukunya Strategic Human Resources Management,
mengatakan bahwa strategi SDM melibatkan pengembangan konsisten dari aktivitas-
aktivitas, program dan kebijakan yang memfasilitasi pencapaian tujuan strategi organisasi.
Upaya ini dengan menerjemahkan tujuan organisasi ke dalam sistem pengelolaan SDM yang
lebih spesifik. Beberapa kendala dalam proses implementasi strategi SDM adalah:
(1). Kebanyakan organisasi mengadopsi pengelolaan kinerja dengan lebih fokus pada jangka
pendek,
(2). Banyak pemimpin tidak memiliki kemampuan berpikir strategis dan tidak memiliki
pemahaman bisnis yang luas, padahal pengelolaan SDM merupakan pekerjaan yang
kompleks dan sangat dinamis,
(3). Banyak pemimpin kurang menghargai nilai, kemampuan dan kontribusi SDM dari
persfektif strategis,
(4). Sangat sedikit pemimpin yang menganggap diri mereka sebagai pengelola SDM,
6
perhatian mereka hanya pada pekerjaan teknis fungsional dibandingkan dengan
mengelola karyawan, karena mereka beranggapan investasi pada SDM merupakan
investasi yang berisiko,
(5). Banyak yang beranggapan pengelolaan strategi SDM menimbulkan penolakan terhadap
perubahan pengelolaan tersebut.
Pada dasarnya seluruh kendala tersebut di atas berakar dari budaya organisasi. Lebih
lanjut Mello (2002) menjelaskan bahwa strategi pengelolaan SDM dapat mencapai:
(a). peningkatan kinerja,
(b). peningkatan kepuasan pelanggan dan karyawan,
(c). peningkatan nilai shareholder.
Pencapaian ketiganya melalui pengelolaan yang efektif dari SDM yang disesuaikan
dengan budaya dan strategi organisasi.
7
BAB II
PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN

PERAN SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan
pekerjaan itu sendiri. Keusangan pengetahuan, keahlian, keterbatasan informasi pada
karyawan dapat menurunkan kemampuannya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Begitu pula
dengan munculnya tantangan baru yang dihadapi organisasi menyebabkan karyawan sering
kali kehilangan kompetensi dan wawasan yang cukup untuk menjawab tantangan tersebut.
Perusahaan besar tidak mampu bersaing hanya dengan mengandalkan kebesaran dan
skala bisnis yang dimiliki, tetapi harus responsif terhadap perubahan. Proses bisnis tidak lagi
dijalankan berdasarkan aturan dan hierarki, tetapi dikendalikan oleh visi dan nilai. Itu semua
memerlukan kemampuan SDM yang dapat diandalkan, yang memiliki wawasan, kreativitas,
pengetahuan, dan visi yang sama dengan visi perusahaan. Setiap orang dalam organisasi
harus mampu menjadi partners bagi organisasi. Oleh sebab itu, peningkatan terus-menerus
akan kemampuan dan keahlian karyawan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
Peran strategis sumber daya manusia dipusatkan pada penyesuaian strategi sumber
daya manusia dengan strategi bisnis. Dalam memainkan peran ini, sumber daya manusia
bekerja menjadi mitra strategis, membantu untuk memastikan keberhasilan strategi bisnis.
Dengan pelaksanaan peran ini, sumber daya manusia meningkatkan kapasitas bisnisnya untuk
melaksanakan strategi. Implementasi strategi bisnis ke dalam pelaksanaan program
pengelolaan sumber daya manusia membantu suatu bisnis dengan 3 (tiga) cara, (Ulrich,
1997), yaitu:
(1) Penyesuaian waktu untuk merancang konsep pelaksanaan strategi bisnis,
(2) Pemenuhan permintaan pelanggan dengan baik, sebab strategi pelayanan kepada
pelanggan sudah diterjemahkan ke dalam pelaksanaan kebijakan yang lebih spesifik,
(3) Pencapaian tujuan organisasi dengan melaksanakan strategi yang efektif.
Pelaksanaan management of strategic human resources adalah strategy execution,
yaitu sumber daya manusia membantu pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia
menjadi strategic partner yaitu ketika:
(1) SDM ikut ambil bagian dalam proses menentukan strategi organisasi;
(2) SDM berperan serta menerjemahkan strategi ke dalam tindakan
(3) SDM berpartisipasi mendesain program pengelolaan sumber daya manusia yang
disesuaikan dengan strategi organisasi.
Strategi manajemen SDM adalah kebijakan pengelolaam SDM yang diintegrasikan
dengan strategi bisnis dan digunakan untuk mendorong budaya organisasi yang layak, agar
SDM memiliki nilai dan menjadi sumber keunggulan bersaing. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting dalam mencapai tujuan organisasi
dan kenyataannya bahwa sumber daya manusia menjadi pusat perhatian pimpinan perusahaan
untuk diarahkan menjadi sumber daya manusia unggul (human resource champions).
Tindakan yang menyangkut manajemen strategis sumber daya manusia adalah
menerjemahkan strategi bisnis ke dalam prioritas program pengelolaan sumber daya manusia.
Di dalam organisasi, fungsi organisasi, unit bisnis, atau lini produk, suatu strategi selalu
dengan tegas ada dalam suatu dokumen secara implisit, yang dikerjakan secara bersama.
Sebagai strategic partner, sumber daya manusia harus bisa mengidentifikasi pelaksanaan
program pengelolaan sumber daya manusia dalam mencapai strategi. Proses dalam
mengidentifikasi pelaksanaan program sumber daya manusia ini disebut organizational
diagnosis, yakni suatu proses di mana suatu organisasi diaudit untuk menentukan kelemahan
dan kekuatannya.
Untuk menghadapi tantangan menjadi strategic partner, SDM membutuhkan motivasi
dan disiplin kerja yang tinggi, yaitu dengan:
(1). Menghindari perencanaan strategis di atas kertas, bahwa menjadi strategic partner yaitu
8
dengan menerjemahkan strategi organisasi ke dalam pelaksanaan program organisasi,
sehingga diperlukan pembahasan sebelum strategi diputuskan. Kebanyakan strategi
hanya ditulis daripada dilakukan dalam tindakan. Banyak visi yang diciptakan daripada
direalisasikan. Banyak misi yang diekspos daripada dilaksanakan. Banyak tujuan
dinyatakan daripada dicapai. Manajemen harus melakukan keseimbangan strategi dan
pelaksanaannya. Menjadi strategic partner berarti kembali pada pernyataan strategik
untuk melakukan seperangkat tindakan dalam organisasi. Mengatasi tantangan ini
memerlukan SDM yang memiliki kompetensi untuk menghadapi permasalahan
organisasi.
(2). Membuat balanced scorecard, bahwa konsep balanced scorecard bukanlah konsep
yang baru, tetapi aplikasinya terus meningkat. Jika sumber daya manusia sebagai
strategic partner, mereka seharusnya menerapkan konsep balanced scorecard tidak
hanya untuk dimensi karyawan. Balance scorecard fokus pada pelayanan kepada
stakeholder (investor, pelanggan, dan karyawan) dan menjadi indeks kinerja total untuk
menilai kinerja SDM. Kategori yang diterapkan untuk bisnis adalah:
(a) Economic value-added (EVA) untuk memenuhi sejumlah keuangan yang
diharapkan,
(b) Customer value- added (CVA) untuk memenuhi tujuan pelayanan kepada
pelanggan,
(c) People value-added (PVA) untuk memenuhi harapan karyawan.

SDM yang terbaik harus menyatakan dimensi karyawan balance scorecard tidak hanya
pada sikap karyawan, tetapi juga pada proses organisasi, yang mewaliki semua aktivitas
yang memengaruhi sikap seperti kepemimpinan, kerja tim, komunikasi, pemberdayaan,
nilai bersama, mekanisme untuk memperlakukan individu dengan bermartabat.
(3). Menyesuaikan perencanaan sumber daya manusia dengan rencana organisasi. Hampir
semua departemen sumber daya manusia melakukan perencanaan, dengan pendekatan
masa depan, melalui pengintegrasian dengan strategi bisnis. Pertanyaan yang
berhubungan dengan struktur, kompetensi, akuntabilitas, organisasi, dan kepemimpinan
diperlukan untuk membuat kinerja dari strategi bisnis.
(4). Perbaikan yang cepat, yaitu penanganan masalah dalam organisasi selalu diharapkan
melalui perbaikan di mana biasanya memiliki tantangan waktu dan komitmen. Setiap
orang mengharapkan ada cara untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi, begitu
pula SDM perlu mengatasi masalah tertentu dengan cepat dan menarik. Dua kendala
dalam menghadapi tantangan ini adalah benchmarking dan frou-frou. Kendala
benchmarking terjadi ketika SDM ingin memperbaiki kapabilitas organisasi dengan
memilih salah satu dari program dalam organisasi. Perangkap frou-frou adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan SDM yang baik, yang terkenal,
dan yang mengikuti perkembangan, tetapi yang sesungguhnya tidak menambah nilai
dalam jangka panjang bagi organisasi.
(5). Menciptakan kapabilitas dalam organisasi, yaitu tentang pentingnya membangun
kompetensi atau kapabilitas dalam organisasi yang mencerminkan kemampuan
organisasi dalam mencapai strategi.
Banyak organisasi fokus perhatiannya pada pentingnya membangun kompetensi inti
atau kapabilitas dalam perusahaan. Kapabilitas berhubungan dengan kemampuan perusahaan
untuk mencapai strateginya. Menerjemahkan strategi ke dalam pelaksanaan program
memerlukan tindakan disiplin. Konsep untuk menerjemahkan strategi ke dalam tindakan
adalah hasil organizational diagnosis, yang merupakan penilaian yang sistematis dari
operasional organisasi dengan tujuan organisasi. Konsep diagnosis organisasi merupakan
audit organisasi di mana sistem dan proses organisasi dibahas dengan tujuan perbaikan
mereka untuk mencapai tujuan strategik yang lebih baik.
Sumber daya manusia adalah mitra strategis untuk memastikan dan menciptakan
9
organizational diagnosis dengan melaksanakan empat langkah dalam organisasi yaitu:
(1). Define an organizational architecture, yaitu: menetapkan sistem yang mendasari
organisasi. Kemampuan untuk mendesain, mengintegrasikan, dan mengoperasikan
sistem ini adalah kunci sukses organisasi yang efektif. Berikut adalah enam faktor yang
menggambarkan bagaimana organisasi beroperasi dan mengidentifikasi perubahan
sistem dalam menentukan pencapaian strategi:
(a). Shared mindset: berbagi sikap dan ide yang mewakili identitas dan budaya dalam
bisnis;
(b). Competence: merupakan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan karyawan dan
kelompok karyawan;
(c). Consequence: merupakan standar manajemen kinerja yang meliputi pengukuran,
sistem penilaian, dan imbalan;
(d).Governance: merupakan laporan hubungan, proses pembuatan keputusan,
kebijakan, dan proses komunikasi organisasi;
(e).Work process (capacity for change), kapasitas untuk berubah: merupakan
memperbaiki proses organisasi, komunikasi, dan komitmen;
(f). Leadership, faktor kepemimpinan dalam organisasi.
(2). Create an assessment process, bahwa organizational diagnosis mengubah desain ke
dalam suatu penilaian kelemahan dan kekuatan organisasi, sehingga rencana tindakan
organisasi menjadi kenyataan. Tahap penilaian yang digunakan bisa bersifat formal
atau informal. SDM mengelola audit organisasi sebagai mitra strategik secara
sistematik.
(3). Provide leadership for improvement of practices, suatu organizational diagnosis
melaksanakan penilaian untuk perbaikan bagi SDM guna menambah nilai perusahaan,
melalui perubahan budaya, kompetensi governance (desain organisasi, kebijakan, dan
komunikasi), proses kerja (pembelajaran dan perubahan), dan kepemimpinan.
(4). Set priorities, memusatkan perhatian pada hal yang dianggap penting dari isu organisasi
dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya manusia sebagai prioritas paling
tinggi. Ada dua kriteria penting untuk mengevaluasi program pengelolaan SDM yang
memerlukan prioritas yang tinggi, yaitu: Kriteria dampak (impact) yang
mengombinasikan Kesesuaian kualitas (alignment), integrasi (integration), fokus
pelanggan (customer fokus). Dan kriteria implementabilitas (implementability) yang
mengombinasikan kualitas sumber daya (resource), dan waktu (time).
Penelitian Jim E. Kemper (2001), membahas persepsi karyawan berkenaan peran mitra
strategis dan mengidentifikasi karakteristik peran mitra strategis karyawan. Alasan
meningkatnya peran karyawan menjadi lebih visibel dan core mission dalam organisasi yaitu:
kebutuhan akan peningkatan dan pemberdayaan karyawan pada organisasi menjadi sangat
penting melihat cepatnya perubahan teknologi, meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan
karyawan, meningkatnya permintaan akan kompetensi yang dimiliki karyawan untuk
kontribusi keberhasilan organisasi. Peran mitra strategis karyawan menurutnya adalah
merupakan peran penting yang dilaksanakan karyawan dalam partisipasinya mencapai
strategi organisasi. Identifikasi karakteristik peran mitra strategis karyawan sebagai berikut:
(a) benefit administration,
(b) compensation administration,
(c) employment,
(d) employee relation programme and issue,
(e) records and information service,
(f) training and development,
(g) organizational development,
(h) payroll,
(i) workplace safety,
(j) affirmative action and EEO.
10
BAB III
PERSPEKTIF PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN

BEBERAPA pendapat mengenai Peran Mitra Strategis Karyawan menurut penelitian


yang dilakukan adalah sebagai berikut:
David Finegold, (2007) mengatakan bahwa dewasa ini organisasi menghadapi
kompleksitas dalam mengelola SDM yang mengglobal dan membangun organisasi global
yang efektif. Seringkali SDM yang bertanggung jawab kurang memiliki kemampuan strategis
menjadi anggota tim secara penuh. Kekurangstrategisan SDM ini akan semakin meningkat
pada masa depan. Dengan bertambahnya usia SDM dan langkanya ketersediaan SDM yang
memiliki talenta, sehingga organisasi mulai memikirkan bagaimana menyediakan generasi
SDM masa yang akan datang. Satu alternatif adalah dengan menyediakan SDM dengan
kemampuan strategis, memiliki wawasan dan pengalaman global dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menjadi mitra yang strategis dan efektif untuk bisnis masa datang.
Sharon Brockway, (2007), juga mengatakan bahwa peran SDM sebagai mitra bisnis
saat ini adalah menjadi hal yang biasa diantara organisasi yang ingin mendapatkan
keunggulan dari fungsi strategis SDM. Peran ini akan seringkali melibatkan SDM dengan
para pemimpin organisasi bisnis untuk merancang strategi dan membantu memandu
implementasi strategi tersebut. Tanggung jawab dari peran strategic partner adalah
memastikan bahwa organisasi telah memberdayakan SDM-nya dengan baik dan membentuk
strategi SDM agar sesuai dengan kebutuhan bisnis. Menurut Sharon, berikut adalah beberapa
cara yang akan dapat membantu SDM dalam merancang panduan yang benar ketika
menetapkan peran strategis untuk menghadapi tantangan, yaitu:
(1). Memahami seluk-beluk organisasi bisnis.
(2). Menciptakan strategi pengelolaan SDM.
(3). Mengerti dengan jelas peran sebagai strategic partner.
(4). Membangun dan mengembangkan hubungan baik dengan seluruh karyawan lainnya.
(5). Mengembangkan kemampuan persuasi.
(6). Dapat memberikan kegiatan praktis.
(7). Memiliki kompetensi yang dapat dipercaya.
Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Anonymous (2007), dengan judul HR and
Business Education: Building Value for Competitive Advantage, menyebutkan bahwa
penguasaan dalam kemampuan bisnis menempatkan SDM pada posisi yang lebih kuat untuk
memberikan kontribusi efektif pada organisasi dalam peran sebagai strategic partner. Kerja
sama antara para akademisi dan praktisi SDM akan menjadi tumpuan dalam merancang
program pendidikan, menghubungkan kompetensi bisnis dengan SDM, dan memperlakukan
karyawan untuk mengembangkan SDM masa depan dengan kompetensi strategi bisnis. Hal
ini diperkuat oleh Fiona Ellis (2007) dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa konsep
mitra bisnis yang dikembangkan Dave Ulrich dengan dimensi strategisnya sekarang banyak
diadopsi oleh organisasi yang menyebabkan batas antara organization development (OD) dan
MSDM menjadi semakin kabur. Sebagai contoh peran strategic partner SDM akan
memudahkan dalam membangun kerja sama dengan sesama rekan karyawan dalam
menciptakan dan meraih keunggulan strategi bersaing organisasi.
Don Schmincke, et al (2007) juga dalam penelitian yang berjudul the 5 dragons that
can burn your culture & how HR can be your strategic weapon, menyebutkan bahwa pada
banyak perusahaan, SDM difungsikan sebagai salah satu departemen daripada sumber daya
strategis. Memberdayakan SDM sebagai sebuah sumber daya strategis untuk perusahaan di
masa yang akan datang membuat organisasi dapat mencapai tujuan lebih cepat dan dapat
meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dengan lebih efektif. Tetapi seringkali
peran strategic partner SDM tidak ada padahal peran strategis tersebut merupakan senjata
untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam melawan “Five Dragon”. Five Dragon
11
perusahaan tersebut adalah:
(1). Hope (harapan),
(2). Politeness (Sopan santun),
(3). Dead Weight (Ketergantungan),
(4). Phantom Leadership (Kepemimpinan semu),
(5). Ego (Status quo). Sehingga pengembangan dan pembentukan fungsi dan peran strategic
partner SDM akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Begitu pula dengan Kathy Gurchiek (2006) meneliti dengan judul 10 Steps for HR To
Earn Its Seat at the Table, mengatakan bahwa SDM harus mengembangkan hubungan
kepercayaan dalam organisasi dengan menunjukkan bahwa tujuan pengelolaan SDM adalah
membantu organisasi dalam mencapai tujuan. Menurutnya berikut adalah aktivitas SDM
untuk berperan menjadi strategic partner dalam organisasi:
(1). Memahami organisasi bisnis.
(2). Selalu memberikan pemahaman dan pengertian berkenaan dengan masalah organisasi
bisnis,
(3). Mengukur dan mengumumkan Return on Investment dari seluruh karyawan.
(4). Menjadi business partner, bukan police officer.
(5). Meningkatkan kemampuan organization's intangibles.
(6). Mempersiapkan dan mengembangkan seluruh sumber daya organisasi,
(7). Menjalin dan membangun hubungan baik dengan seluruh karyawan.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Anonymous (2006), yang berjudul
Influence decisions as an HR business partner, bahwa SDM hendaknya menjadi bisnis
partner, dan berperan dalam keputusan bisnis sehingga nilai kontribusinya merupakan
langkah penting pada stategik bisnis. Tetapi ini seringkali disalahartikan, dan mendapat
perlawanan, serta diragukan. Berikut adalah langkah-langkah proses pengambilan keputusan
berdasarkan kesuksesan peran SDM sebagai mitra strategis:
(1). Mengelola dan mempersatukan karyawan,
(2). Memahami organisasi bisnis baik dari dalam maupun dari luar,
(3). Mengidentifikasi masalah bisnis,
(4). Menyesuaikan pencapaian tujuan organisasi,
(5). Memperhatikan pengembangan pribadi dengan metode yang baru sehingga memiliki
keunikan.
Dan pendapat ini sesuai dengan John Hobel (2005), dalam penelitiannya Strategic HR
means engaging staff, mengatakan bahwa SDM memiliki sebuah mimpi berkeinginan untuk
menjadi strategic partner. Tujuan ini dalam organisasi direalisasikan melalui keterlibatan
SDM dalam proses budaya yang berkaitan dengan hubungan pimpinan dan karyawan dalam
proses pengambilan keputusan strategis organisasi.
Menurut Margaret Dawn Novicki (2001), dalam penelitian yang berjudul Exploring
the Effect of A Climate for Service on the SHRM – Firm performance Relationship,
menyebutkan keterkaitan antara pengelolaan strategi karyawan dengan kinerja organisasi.
Beberapa dimensi peran mitra strategis karyawan menurutnya meliputi:
1. Customer Focus (Fokus pada pelanggan),
2. Leadership and Culture (Budaya dan kepemimpinan),
3. Immediate Supervisor (Supervisor yang cekatan),
4. Working Environment (Lingkungan kerja),
5. Teamwork and Employee Involvement (Keterlibatan karyawan dan teamwork),
6. Training and Development (Pelatihan dan pengembangan),
7. Performance Evaluation and Improvement (Evaluasi Kinerja dan perbaikan),
8. Pay, Benefits and Hours (Pengupahan, keuntungan dan jam kerja),
9. Job Selection Factors (Faktor-faktor pemilihan pekerjaan),
10. Service Climate (Iklim pelayanan).
12
BAB IV
MANAJEMEN PERUBAHAN

HARI ini harus lebih baik daripada kemarin dan besok harus lebih baik daripada hari
ini, adalah ungkapan yang tepat untuk memotivasi diri baik bagi individu maupun organisasi
yang mempunyai cita-cita ingin terus maju. Perubahan untuk menjadi lebih baik tidak akan
terlepas dari sejumlah tantangan yang akan terus menghadang, apalagi di era yang penuh
dengan persaingan dan ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka
siapa yang cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespons permintaan pelanggan terhadap
produk yang telah ada (fast to product). Oleh karena itu, organisasi yang ingin terus
berkembang harus merespons dengan cepat tantangan yang ada. Menurut Ulrich (1998), ada
lima hal yang menantang bagi organisasi, dan untuk menghadapinya organisasi dituntut untuk
membangun kapabilitas yang baru. Lima hal tersebut adalah sebagai berikut :
(1). globalisasi,
(2). profitabilitas melalui pertumbuhan,
(3). teknologi,
(4). modal intelektual,
(5). berubah, berubah dan terus berubah.
Globalisasi berhubungan dengan pasar baru, produk baru, kompetensi baru dan cara
berpikir yang baru mengenai bisnis. Ide yang ditawarkan dalam menghadapi pasar global
adalah bagaimana berpikir secara global namun bertindak secara lokal. Hal itu menuntun kita
untuk menggerakkan manusia, ide, produk, dan informasi dunia untuk memenuhi kebutuhan
lokal. Dengan kata lain, globalisasi mengharuskan organisasi untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengelola diversitas, kompleksitas dan ambiguitas.
Peningkatan profitabilitas dapat berasal dari kombinasi kenaikan pendapatan dan
penurunan biaya dan dapat berasal dari pertumbuhan pendapatan. Profitabilitas melalui
pertumbuhan artinya tidak ada kecenderungan untuk mengganti biaya dengan pertumbuhan
tetapi untuk menemukan cara agar ada pertumbuhan yang menguntungkan, yaitu dengan
cara,
(1) mencari pelanggan yang baru,
(2) membentuk kompetensi inti untuk menciptakan produk yang inovatif,
(3) merger, akuisisi atau joint venture.
Kemajuan teknologi telah membuat dunia menjadi lebih kecil dan komunikasi serta
informasi dapat bergerak lebih cepat. Pekerjaan dapat dilakukan melalui telekonferensi,
telecomuting dan berbagai sumber data, sehingga dimungkinkan untuk bekerja di rumah atau
di lokasi yang terpencil. Manajer harus mengikuti dan mempunyai kepekaan serta dapat
menggunakan dengan baik teknologi yang ditawarkan. Namun tidak semua teknologi dapat
memberikan nilai tambah bagi perusahaan, sehingga dituntut kepandaian untuk memilih
teknologi sesuai dengan kebutuhan.

Tantangan Persaiangan dan perubahan


Ilmu pengetahuan telah menjadi sebuah keunggulan kompetitif langsung bagi
perusahaan dalam menjual ide dan hubungan, dan menjadi keunggulan kompetitif tidak
langsung bagi semua perusahaan untuk membedakan diri dengan pesaing bagaimana mereka
melayani pelanggannya. Pada kenyataannya kesuksesan tidak hanya diukur dengan modal
ekonomi saja seperti profitabilitas atau kinerja keuangannya, tetapi harus ditambah dengan
mengukur modal intelektualnya. Untuk itu sangatlah penting bagi perusahaan
mengembangkan individunya agar mereka dapat berpikir global sehingga dapat lebih
responsive, baik bagi pelanggan maupun pengembangan teknologi.
13
Tantangan yang paling besar bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan adalah
bagaimana menciptakan organisasi yang dapat merespons perubahan dengan lebih cepat
daripada pesaingnya baik perubahan yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat
diprediksi. Selain itu, organisasi juga dapat mengimbangi perubahan yang cepat tersebut
dengan menerapkan strategi baru dengan lebih cepat dan nyaman. Dengan kata lain,
perusahaan akan berada dalam sebuah transformasi yang tiada henti. Tantangan-tantangan
yang ada tersebut menuntut adanya pola pikir yang baru dalam mengelola organisasi.
Pemikiran dan praktik standar dalam mengelola perusahaan yang dilakukan pada situasi yang
relatif stabil harus segera diubah. Pertanyaannya adalah, perubahan yang bagaimana
sebenarnya yang perlu dilakukan oleh perusahaan dalam menyikapi kondisi yang ada
tersebut. Dalam literatur ada dua macam perubahan yang perlu dibedakan secara
fundamental, yaitu: (Meyer et al., 1993 dalam Newman, 2000)
(a) perubahan orde pertama dan
(b) perubahan orde kedua.
Perubahan orde pertama bersifat menambah dan memusat. Perubahan ini akan
membantu perusahaan memelihara realibilitas internal yang meliputi penyesuaian dalam
sistem, proses, atau struktur, dan bukan merupakan perubahan fundamental dalam strategi,
nilai inti, atau identitas perusahaan. Perubahan ini terjadi pada lingkungan yang relatif stabil
dan dalam waktu yang lama serta akan membuat organisasi menjadi lebih sehat dan konsisten
dalam konteks kelembagaan. Jadi perubahan orde pertama tidak menghasilkan suatu
perubahan yang fundamental.
Perubahan orde kedua bersifat transformasional, radikal, dan mengubah organisasi
secara fundamental yaitu pada inti dari organisasi. Perubahan ini digerakkan oleh perubahan
yang mengarah pada kondisi yang kompetitif baik yang berasal dari konteks kelembagaan
maupun pasar. Perubahan ini akan membawa perusahaan keluar dari lingkungannya dan
mengubah dasar kekuatannya. Perubahan orde kedua merupakan reorientasi strategik dan
sebuah perubahan bentuk sehingga menjadikannya lebih sulit dan berisiko dibandingkan
dengan perubahan orde pertama.
Perubahan yang dimaksud lebih mengarah pada yang kedua yaitu perubahan orde
kedua, di mana kondisi dan lingkungan telah memberikan isyarat kepada organisasi untuk
melakukan suatu transformasi. Anggota organisasi perlu diberikan pemahaman yang baik
mengenai transformasi dan perubahan peran sumber daya manusia serta praktik organisasi
yang relevan dengan perubahan lingkungan di era milenium ini. Mengingat betapa
pentingnya arti transformasi ini bagi masa depan suatu organisasi, maka seharusnya
manajemen dalam organisasi menempatkan hal tersebut sebagai prioritas utama yang harus
segera diwujudkan. Dengan melakukan tranformasi tersebut diharapkan perusahaan tidak
hanya sekadar mempunyai keunggulan kompetitif, tetapi keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan.

Tampil Beda
Tingkat persaingan yang tinggi harus dihadapi perusahaan dengan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya. Dengan adanya perbedaan
tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif. Namun, tujuan dari
organisasi seharusnya tidak hanya sampai pada keunggulan kompetitif saja tetapi keunggulan
kompetitif tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara sehingga dikatakan
perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang berkelanjutan. Perusahaan dapat
mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan menciptakan nilai yang
sifatnya unik dan sangat sulit bagi pesaing untuk menirunya (Becker and Gerhart, 1996).
Beberapa sumber seperti sumber daya alam, teknologi, skala ekonomis dapat menciptakan
keunggulan kompetitif, namun relatif masih mudah ditiru. Berbeda dengan faktor sosial yang
kompleks, misalnya manajemen sumber daya manusia (sumber daya manusia) relatif sulit
diitiru. Manajemen sumber daya manusia dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang
14
berkelanjutan karena memiliki dua faktor kunci, yaitu kerancuan kausal dan ketergantungan
jalur (Barney,1991; Collis and Montgomery, 1995 dalam Becker and Gerhart, 1996).
Kerancuan kausal artinya sangat sulit untuk menangkap mekanisme yang sama persis
karena keadaan yang saling memengaruhi dalam praktik dan kebijakan sumber daya manusia
untuk menghasilkan suatu nilai. Untuk menirunya diperlukan pemahaman bagaimana setiap
elemen bekerja. Ketergantungan jalur artinya, pengelolaan sumber daya manusia terdiri dari
kebijakan yang dikembangkan dari waktu ke waktu, sehingga tidak mudah dibeli atau
didapatkan di pasar oleh pesaing. Pesaing mungkin dapat memahami sistem tersebut, namun
tidak memungkinkan meniru dengan segera tapi memerlukan waktu secara penuh untuk
menerapkan strategi yang ditiru, dengan kata lain akan selalu ada peluang. Adanya peluang
yang terus-menerus tersebut berarti perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk mengambil
langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan
perubahan yang terjadi. Langkah strategis yang dapat diambil oleh organisasi adalah
melakukan transformasi organisasi dan mengubah peran sumber daya manusia. Transformasi
organisasi adalah aplikasi dari teori ilmu perilaku, sehingga jika dilihat dari perkembangan
ilmu pengetahuan, transformasi organisasi merupakan perluasan dari disiplin ilmu
perkembangan organisasi, yang mencoba untuk menciptakan perubahan besar di dalam
struktur organisasi, proses, budaya dan orientasi, pada lingkungan suatu organisasi.
Transformasi organisasi muncul karena variabel yang menjadi target transformasi
organisasi yaitu kepercayaan organisasi, tujuan dan misi organisasi, yang ketiganya
merupakan komponen dari visi organisasi berpengaruh pada level yang lebih dalam dan lebih
bersifat fundamental dibandingkan dengan perubahan yang ditargetkan oleh organisasi bisnis.
Levy dan Merry ( dalam French, Bell dan Zawacki, 2000) mendefinisikan transformasi
organisasi sebagai perubahan di banyak dimensi dan level, bersifat kualitatif, tidak kontinu
dan radikal sehingga akan melibatkan suatu pergeseran paradigma.

Perubahan sebagai Norma


Perubahan adalah norma yang harus diterima begitu saja, entah disukai atau tidak.
Perubahan juga merupakan pendorong inovasi, dan sebaliknya inovasi juga bisa
menyebabkan perubahan. Hanya dengan berinovasi secara terus-menerus, perusahaan
mungkin bisa menyelamatkan diri dari perubahan. Tetapi tidak setiap organisasi bisnis
menghadapi jenis perubahan yang sama. Karena berbeda, antisipasi yang dilakukan masing-
masing organisasi bisnis juga harus berbeda. Antisipasi yang salah hanya akan membuang-
buang uang perusahaan tanpa hasil yang berarti.
Setidaknya, itulah pendapat Anita M. McGahan (2009), seorang profesor strategi di
Boston University School of Management dalam bukunya How Industries Evolve. Menurut
beliau, ada empat jenis perubahan organisasi bisnis yang ditentukan oleh dua dimensi, yaitu
bagaimana perubahan tersebut memengaruhi core assets dan core activities perusahaan yang
menghuni industri bersangkutan. Definisi core di sini adalah aset atau aktivitas yang sungguh
penting buat perusahaan. Hilangkan aset atau aktivitas yang termasuk core, maka laba dan
nasib perusahaan akan terlunta-lunta. Aset atau aktivitas tersebut juga tidak bisa digantikan
oleh jenis lainnya. Sementara aset di sini adalah objek yang dimiliki perusahaan dan bisa
dipakai menghasilkan nilai bagi perusahaan. Aktivitas berarti kegiatan yang bisa diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan, atau mengurangi pengeluaran, atau keduanya sekaligus.
Perubahan yang mengancam core assets dan core activities disebut radical change.
Bila hanya core assets saja yang terancam, perubahan tersebut adalah creative change.
Kebalikannya, bila hanya core activities saja yang terancam, perubahan tersebut dinamai
intermediating change. Sedangkan bila keduanya tidak terancam, maka perubahan tersebut
bersifat progressive change. Sebuah organisasi bisnis hanya bisa mengalami satu jenis
15
perubahan saja. Karena itu, mengenali perubahan jenis apa yang sedang dialami organisasi
bisnis sangat berguna sebelum menentukan langkah antisipasi yang sesuai.
Progressive change tentu saja merupakan jenis perubahan yang paling awam. Industri
yang mengalami perubahan jenis ini termasuk industri penerbangan, transportasi barang
dengan truk, dan hypermarket barang murah. Pada kondisi ini, perusahaan tidak perlu
merubah secara total komposisi aset dan aktivitas mereka. Inovasi yang terjadi bersifat
gradual dan incremental. Agar berhasil, perusahaan yang berada dalam industri ini harus
berfokus pada efisiensi dan menanggapi keluhan dari konsumen dan pemasok dengan cepat.
Creative change melibatkan inovasi yang signifikan, tetapi pola hubungan yang
terjalin antara perusahaan dan stakeholders lainnya tidak banyak mengalami perubahan.
Contoh terbaik industri yang menjalani perubahan ini adalah industri pembuatan film,
penerbitan buku, fashion, dan farmasi. Setiap tahunnya, perusahaan dalam industri tersebut
mengharapkan lahirnya karya-karya inovatif untuk menunjang pertumbuhan mereka. Agar
berhasil, para pemain di sini harus mengembangkan kemampuan mengelola proyek (project
management), mengelola risiko dengan mengembangkan portofolio produk, dan
mengembangkan hubungan baik dengan stakeholders lainnya yang bisa membantu
pemasaran produk secara efisien karena pemanfaatan waktu merupakan faktor penting di sini.
Intermediating change melibatkan inovasi yang merestrukturisasi ulang cara-cara
penyebaran informasi ke pembeli dan pemasok. Sebagai contoh, Internet telah membuat
fungsi para broker berkurang karena para konsumen dengan mudah mendapatkan informasi
langsung tanpa harus melewati tangan kedua. Untuk berhasil di sini, perusahaan harus
mampu mengkonfigurasi ulang aktivitas mereka, menemukan cara-cara baru untuk
memanfaatkan aset lama, dan memikirkan cara baru untuk bertransaksi. Para broker saham,
misalnya, harus menawarkan para klien mereka manfaat baru seperti analisis yang lebih
bermutu agar jasa mereka tetap dibutuhkan. Aset lama seperti laporan analisis bisa dicoba
dijual ke tempat-tempat lain, misalnya kepada korporasi atau lembaga riset. Aset lainnya
seperti brand perusahaan bisa diperluas ke bidang lain.
Radical change tentu saja merupakan perubahan yang paling drastis, yang biasanya
terjadi karena ditemukannya teknologi baru yang sungguh berbeda dan lebih canggih, atau
perubahan kebijakan pemerintah yang radikal. Semua aset dan aktivitas lama tidak berguna
lagi. Contoh industri yang mengalami perubahan ini adalah industri mesin ketik ketika
menghadapi revolusi PC. Perusahaan yang menghadapi perubahan jenis ini harus
menghindari investasi tambahan ke aset dan aktivitas lama, melakukan efisiensi besar-
besaran, dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Dana yang didapatkan dari upaya
tersebut bisa dipakai untuk membeli aset dan aktivitas baru yang dibutuhkan di medan
persaingan baru. Tantangan di sini tentu saja sangat besar. Terbukti, banyak perusahaan yang
gagal dalam mengantisipasi perubahan ini.
Sedangkan Ulrich (1997), memberikan pandangan mengenai transformasi sebagai
usaha untuk mengubah kesan yang fundamental dari bisnis dilihat dari pelanggan dan
karyawan. Transformasi berfokus pada penciptaan mind share lebih dari pangsa pasar.
Transformasi dikatakan berhasil ketika pelanggan dan karyawan telah mengubah kesan
mereka terhadap perusahaan secara fundamental. Sebagai contoh, sebelum transformasi
Harley-Davidson ( H-D) mempunyai kesan sebagai produk berteknologi tinggi tetapi kurang
dalam kualitas. Setelah melalui proses transformasi H-D mempunyai kesan sebagai produk
yang menjadi icon dari kualitas, kesan dari kebebasan dan simbol gaya hidup dari para
pelanggannya. Dari beberapa perusahaan yang telah melakukan proses transformasi maka
terdapat beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dan dilakukan baik oleh perusahaan atau
organisasi maupun sumber daya manusia. Pemahaman yang baik akan sangat membantu
organisasi khususnya yang akan mulai melakukan perubahan.
16
Keberhasilan
Perusahaan yang telah melakukan usaha untuk membuat suatu perubahan yang
fundamental seperti rekayasa ulang, Manajemen Kualitas Terpadu (MKT), restrukturisasi,
dan perubahan budaya, tidak semuanya berhasil. Pelajaran yang dapat dipetik dari perusahaan
yang berhasil dalam melakukan perubahan adalah bahwa proses perubahan melalui
serangkaian fase, dilakukan secara total dan mensyaratkan pertimbangan jangka panjang.
Harus disadari bahwa setiap fase akan menyebabkan benturan yang merusak, gerakan yang
lambat dan meniadakan keuntungan. Hal tersebut mungkin disebabkan pengalaman yang
sedikit mengenai pembaharuan organisasi sehingga setiap orang dapat melakukan satu
kesalahan yang sangat besar. Hal-hal tersebut harus dipahami oleh perusahaan sehingga
mereka benar-benar siap dalam melakukan proses transformasi (Kotter, 1995). Pada
kenyataannya, organisasi yang berhasil melakukan perubahaan akan menemui kondisi yang
tidak beraturan dan penuh dengan kejutan. Tetapi untuk mengurangi kesalahan maka visi
yang mudah dipahami diperlukan untuk mengarahkan individu menuju pada perubahan yang
menjadi tujuannya. Dan semakin sedikit kesalahan dapat diartikan semakin dekat dengan
keberhasilan.
Di era yang penuh dengan ketidakpastian ini untuk membangun suatu organisasi
maka manajemen perlu melakukan proses transformasi secara terus-menerus sehingga dapat
mengembangkan dan merespons teknologi, pasar baru, bisnis baru dan orang baru baik
karyawan maupun pelanggan. Implikasinya bagi manajemen adalah bahwa ketika kita
bergerak di abad yang penuh ketidakpastian ini, maka pemimpin yang sukses akan
mengandalkan kekuatan kecepatan dalam pengambilan keputusan, fleksibilitas, delegasi yang
layak, kerja tim, kemampuan membangun jangka panjang sambil menentukan kebutuhan
jangka pendek dan visi (Hitt, 2000). Kekuatan kompetisi yang dihadapi para manajer itu akan
terus berlanjut untuk menghadapi permintaan keunggulan organisasi di masa mendatang.
Manajer dituntut semakin cerdas dalam mengelola perusahaan sehingga perusahaan dapat
berkembang dan mempunyai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Realitas yang harus
dihadapi tersebut telah mendorong perusahaan di berbagai sektor mengubah cara mereka
dalam mengelola perusahaan yaitu dengan membentuk organisasi yang fleksibel.
Mengelola organisasi yang fleksibel secara efektif membutuhkan kebijakan dan
praktik yang berbeda. Praktik manajemen yang fleksibel dalam organisasi yang fleksibel
adalah mengelola karyawan lebih sedikit, tingkat manajemen yang lebih sedikit dan praktik
manajemen yang lebih luwes. Organisasi yang fleksibel apabila dilihat dari strukturnya akan
terlihat lebih ramping dan datar. Banyak perusahaan menerapkan pekerjaan yang fleksibel
sebagai sebuah strategi sumber daya manusia. Mereka memfokuskan pada rekruitmen,
pemeliharaan dan pengembangan berdasar pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang
dibutuhkan. Organisasi yang fleksibel juga sangat membutuhkan teknologi informasi untuk
merampingkan dan menguatkan operasi. Mereka menggunakan jaringan untuk mengelola
informasi sumber daya manusia dan menghubungkan sistem mainframe-nya dengan jaringan
area lokal dan aplikasi komputer pribadi.
Perusahaan yang fleksibel berusaha meringankan, mendelegasikan, mengotomatiskan,
atau mengeliminasi semua tugas yang mungkin dilakukan. Pada organisasi yang fleksibel
dibutuhkan penyamaan visi dan budaya yang berkembang dalam organisasi, sehingga visi
baru yang dibentuk didukung oleh sumber daya manusia dengan baik. Di dalam organisasi ini
setiap individu dapat mendesain standarnya sendiri, namun tetap sesuai dengan visi
organisasi sehingga akan membentuk perilaku kependudukan organisasi (Organizational
Citizenship Behavior) yaitu bentuk perilaku karyawan yang bekerja melebihi standar formal
yang ditetapkan oleh organisasi, misalnya karyawan bekerja melebihi jam kerja yang
ditetapkan. Hal itu dilakukan karena adanya kepuasan untuk melakukan hal tersebut.
17
Paradigma Baru
Paradigma baru sebagai hasil dari perubahan yang terjadi adalah munculnya
organisasi tanpa batas. Pergeseran paradigma yang disebut organisasi tanpa batas mengakui
adanya keterbatasan pada empat tipe organisasi : vertikal (antara tingkat dan jenjang
organisasi), horisontal (antara fungsi dan disiplin), eksternal (antara organisasi dan supplier,
pelanggan dan pembuat peraturan) dan geografis (antara negara, kultur dan pasar). Namun,
dalam organisasi tanpa batas, batas-batas ini tidak digunakan untuk memisahkan orang, tugas,
proses dan tempat, tapi fokusnya adalah bagaimana memindahkan ide, informasi, bakat dan
keputusan di mana diperlukan (Nelson, 1996).
Organisasi tanpa batas mengurangi struktur yang tidak perlu sehingga lebih mudah
menyesuaikan dengan perubahan. Organisasi tanpa batas memiliki karakteristik yang berbeda
dengan organisasi tradisional yang lebih menekankan pada struktur dan kendali.
Pertama, organisasi tanpa batas tidak terpaku pada struktur organisasi. Ide, informasi,
inovasi, kreativitas, dan keahlian tidak hanya didapatkan dari internal perusahaan
tetapi juga dari eksternal perusahaan. Artinya, aliran ide, keahlian dan kemampuan
dapat terjadi secara lintas struktural.
Kedua, kinerja organisasi didasarkan pada KSA (Key Success Area).
Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi yang tinggi.
Keempat, waktu yang fleksibel.
Organisasi tanpa batas akan melakukan seleksi dan rekruitmen tenaga kerja di
sepanjang karier seseorang, karena seleksi dan rekruitmen tidak hanya ditujukan kepada
calon tenaga kerja namun juga bagi setiap orang yang ada di organisasi tersebut. Jadi di
dalam organisasi ini kompetensi dan kapabilitas terhadap suatu pekerjaan diutamakan
sehingga orang yang ada di dalam organisasi ini akan merasa senang dengan pekerjaannya
dan mudah beradaptasi dengan segala perubahan.
Isu ketidakpastian menjadi salah satu alasan mengapa suatu organisasi harus
melakukan perubahan. Adanya ketidakpastian membuat segala sesuatu menjadi sulit untuk
diprediksi. Organisasi yang terbiasa dengan perubahan yang sifatnya terencana harus mulai
belajar dan membiasakan diri beradaptasi dengan perubahan yang tidak terencana. Untuk
dapat keluar dari ketidakpastian maka organisasi harus memiliki sesuatu yang sifatnya dapat
membedakan dengan pesaingnya. Organisasi harus menggali sumber di dalam organisasi
yang dapat dijadikan sebagai keunggulan kompetitif organisasi yang sifatnya berkelanjutan.
Ketika organisasi dihadapkan pada ketidakpastian maka transformasi organisasi adalah kunci
bagi organisasi yang membutuhkan untuk tetap bisa bertahan dan melakukan sesuatu yang
berbeda untuk mempertahankan keberadaanya tersebut.
Transformasi organisasi mencoba menciptakan perubahan yang besar di dalam
struktur organisasi, proses, budaya maupun orientasi di dalam lingkungan organisasi.
Praktiknya dapat berupa restrukturisasi, rekayasa ulang, perubahan budaya maupun
kepemimpinan. Agar proses perubahan dapat berjalan baik maka sumber daya manusia
sebagai pelaku dalam proses transformasi perlu diubah terlebih dahulu fungsi perannya.
Paradigma baru telah menggeser peran administrasi sumber daya manusia menjadi peran
sumber daya manusia yang strategis sejajar dengan peran fungsi-fungsi yang lain dalam
organisasi seperti pemasaran, keuangan maupun operasional. Peran strategis sumber daya
manusia adalah sebagai rekan bisnis, yang memainkan banyak peran baik sebagai change
agent.

Visi Organisasi
Transformasi mengharuskan organisasi sebagai pihak yang berkepentingan untuk
memberikan pandangan yang jelas mengenai visi organisasi, sehingga setiap individu
mempunyai asumsi bahwa transformasi organisasi tergantung pada pergeseran cara berpikir
dan bekerja mereka. Hal tersebut disebabkan karena perubahan bersifat tidak kontinu artinya
18
setelah terjadi satu perubahan akan diikuti perubahan lain yang berbeda yang tidak dapat
diprediksi sebelumnya karena menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Kesadaran yang
muncul akan membuat proses transformasi yang sifatnya kualitatif menjadi lebih jelas bagi
setiap anggota organisasi. Yang perlu dikerjakan selanjutnya adalah memberikan pemahaman
bagaimana dan kapan perubahan radikal tersebut harus dilakukan dan dengan strategi yang
seperti apa sehingga menghasilkan perubahan yang diinginkan.
Transformasi struktur dan infrastruktur akan menghasilkan perubahan hubungan yang
fundamental antara pemimpin dan karyawan, karyawan dengan pelanggan dan antara
karyawan dengan perusahaan. Prosesnya tidak mudah, selain karena masih adanya sikap
resisten terhadap perubahan, perubahan itu sendiri kadang-kadang menyakitkan. Orang
cenderung resisten terhadap perubahan karena mereka sudah telanjur menikmati rutinitasnya
sehingga perubahan akan menjadi suatu hal yang mengganggu. Selain itu, adanya
kepentingan untuk mempertahankan status quo.
Pada akhirnya ketidakpastian dari hasil perubahan yang menjadi alasan.
Kecenderungan untuk menghindari perubahan berakar pada budaya yang ada dalam
organisasi. Untuk mengubahnya harus dimulai dengan menciptakan iklim yang kondusif pada
perubahan dan sistem yang dapat mewadahi perubahan. Iklim yaitu interaksi antarpersonal
dalam organisasi. Iklim yang baik akan membentuk sistem peringatan dini di mana setiap
individu mempunyai tanggung jawab untuk memberikan kontribusi kepada organisasi dengan
melakukan perubahan yang proaktif. Konsekuensinya, sistem yang ada dalam organisasi
harus mau mengakomodasi setiap perubahan.
Unsur fleksibilitas akan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ketidakpastian,
sehingga praktik organisasi yang fleksibel menjadi sangat penting. Organisasi yang fleksibel
sebagai organisasi dengan struktur organisasi yang relatif ramping dan datar, dengan jumlah
orang yang relatif sedikit, memiliki KSA yang tinggi dan didukung teknologi informasi akan
lebih mudah dalam mengadaptasi setiap perubahan. Praktik organisasi ini akan menghasilkan
suatu organisasi dengan anggota yang memiliki sense of team dan tanggung jawab yang
tinggi serta bangga dengan pekerjaannya. Individu di dalam organisasi ini dapat mengatur
dirinya sendiri tanpa melanggar visi yang sudah ditetapkan perusahaan karena yang menjadi
orientasi adalah hasil. Perilaku anggota organisasi tersebut akan membentuk perilaku
kependudukan organisasi yaitu bentuk perilaku informal karyawan yang memberikan
kontribusi melebihi ketetapan formal organisasi.
Transformasi diarahkan pada terbentuknya organisasi dengan karakteristik seperti
organisasi yang fleksibel. Transformasi organisasi dan perubahan fungsi peran sumber daya
manusia akan membuat organisasi semakin responsif dan peka terhadap perubahan serta
memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Perubahan yang dilakukan harus
menghasilkan prinsip dan keyakinan atas kesementaraan produk dari perubahan itu sendiri
yang perlu disikapi dalam konteks dinamis. Hal itu akan memacu anggota organisasi untuk
lebih kreatif, inovatif dan selalu mengondisikan terjadinya pembaharuan sehingga organisasi
tetap mengikuti perkembangan dalam menjawab segala tantangan dan kesempatan yang
ditawarkan oleh lingkungannya. Semangat untuk menjadi juara yang tertanam dalam diri
setiap individu dalam organisasi memudahkan organisasi untuk menciptakan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Ketidakpastian sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang demikian cepat harus
ditangkap sebagai isyarat bagi organisasi untuk melakukan transformasi organisasi.
Organisasi harus mulai membiasakan diri dengan perubahan yang tidak terencana. Oleh
sebab itu, fleksibilitas menjadi hal yang penting. Ruang gerak yang fleksibel akan membuat
anggota organisasi lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. Untuk itu, sebaiknya organisasi menanamkan spirit perubahan bagi
anggotanya agar perubahan menjadi budaya di dalam organisasi. Sejalan dengan
perkembangan konsep baru organisasi dan sumber daya manusia maka menjalani proses
19
perubahan merupakan konsekuensi bagi setiap perusahaan atau organisasi yang ingin
mempunyai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Dampak Ekonomi Global


Dikaitkan dengan konsep globalisasi, maka Hammer, M dan James Champy (1993)
menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan
change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan.
Tidak banyak orang yang suka perubahan, namun walau begitu, perubahan tidak bisa
dihindarkan dan harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu, maka diperlukan satu
manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik
positif.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang
paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat
populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas
perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka
perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu
muncul di permukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit)
dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya;
atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi
berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,
dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu
penolakan yang dilakukan oleh individual (resistensi individu) dan yang dilakukan oleh
kelompok atau organisasional (resistensi organisasi)
Resistensi Individual, karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka
individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.
(a). Kebiasaan, merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang
sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan.
Karena terus kita lakukan maka terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika
perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi, maka muncul mekanisme
diri, yaitu penolakan.
(b). Rasa aman, jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki
kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar.
Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi
para pegawai.
(c). Faktor ekonomi, faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal
menurunnya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan
upah lembur.
(d). Takut akan sesuatu yang tidak diketahui, sebagian besar perubahan tidak mudah
diprediksi hasilnya. Oleh karena itu, muncul ketidakpastian dan keraguraguan. Kalau
kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka
orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
(e). Persepsi, cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap.
Resistensi Organisasional, organisasi pada hakikatnya memang konservatif. Secara
aktif mereka menolak perubahan. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan
organisasi.
(a). Inersia struktural, artinya penolakan yang terstruktur. Organisasi, lengkap dengan tujuan,
struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan
stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
(b). Fokus perubahan berdampak luas, perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi
hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika
20
satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen
mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya,
maka perubahan sulit berjalan lancar.
(c). Inersia kelompok kerja, walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma
kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja,
walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak
sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
(d). Ancaman terhadap yang telah mapan, perubahan dalam pola organisasional bisa
mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk
merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
(e). Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan, mengintroduksi sistem
pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman
kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
(f). Ancaman terhadap alokasi sumber daya, kelompok dalam organisasi yang
mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan
organisasi sebagai ancaman bagi mereka.
L. Coch dan French Jr. (1948), mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk
mengatasi resistensi perubahan:
(1). Pendidikan dan Komunikasi, berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang,
tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam
berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk lainnya.
(2).Partisipasi, ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil
keputusan.
(3). Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan
konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan
mengurangi tingkat penolakan.
(4). Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak
yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai
kekuatan yang tidak kecil.
(5). Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya.
Misalnya memelintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal
yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara
memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam
mengambil keputusan.
(6). Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi
siapa pun yang menentang dilakukannya perubahan.
Pendekatan klasik proses perubahan yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1951),
mencakup tiga langkah.
(a) UNFREEZING the status quo,
(b) MOVEMENT to the new state,
(c) REFREEZING the new change to make it pemanent.
Kalau digambarkan modelnya menjadi seperti di bawah ini.
21
Gambar 4.1. Model Proses perubahan

Restraining Forces

Desire
State REFREEZING

MOVEMENT

Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces

Time

Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan yang mendukung dan yang
menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan
semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.
(a) Unfreezing adalah upaya untuk mengatasi tekanan dari kelompok penentang dan
pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang
berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
(b). Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah
penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk
mencapainya, hasil perubahan harus segera dirasakan.
(c). Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan baru,
sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika
berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendukung
makin bertambah.
Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang begitu cepat dalam bisnis,
yang menuntut organisasi mampu beradaptasi, mempuyai ketahanan, mampu melakukan
perubahan dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya pada kepuasan dan loyalitas
pelanggan. Dalam hal ini globalisasi juga dapat memunculkan ancaman, sekaligus
kesempatan bagi organisasi. Sehingga sumber daya manusia dituntut untuk tanggap dan
segera menyesuaikan diri terhadap perubahan yang cepat. Sebab perubahan yang tidak
diantisipasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menyebabkan
kekalahan dari pesaing.
22
BAB V
PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN

PERUBAHAN yang dihadapi dewasa ini adalah perubahan yang berhubungan dengan
tantangan globalisasi, tuntutan pelanggan, inovasi teknologi, dan akses informasi. Dalam hal
ini seluruh organisasi bisnis akan menghadapi peningkatan sejumlah tantangan yang tidak
dapat diprediksi, diantisipasi, dan dikendalikan. Organisasi bisnis akan mengembangkan
kemampuan untuk beradaptasi, belajar, dan merespons tantangan perubahan yang akan
terjadi. Organisasi bisnis akan menghabiskan waktunya untuk mencoba mengendalikan dan
menguasai perubahan serta merespons perubahan dengan cepat. SDM yang berperan sebagai
change agent akan merancang dan mengelola kapasitas perubahan dan perubahan budaya,
maka mereka perlu menguasai empat agenda, yaitu sebagai berikut (Ulrich, 1997):
(1). Katalisator/Unggul/Sponsor, bahwa transformasi budaya memerlukan perubahan proses
komunikasi, dengan fokus pada produk dan pelanggan.
(2). Fasilitator, agar perubahan dapat direalisasikan maka SDM harus membantu fasilitas
perubahan.
(3). Perancang, bahwa SDM mendesain sistem pengelolaan SDM sehingga memainkan
peran utama dalam transformasi budaya perusahaan yang luas.
(4). Demonstrator, bahwa peranan dari SDM adalah membantu perubahan budaya untuk
mendemontrasikan perubahan dalam fungsi yang dimilikinya.

Dalam semua aspek kehidupan di dunia tidak ada yang tidak berubah. Kalimat
tersebut memang sangat tepat untuk diresapi bagi pelaku bisnis terlebih lagi kalangan
pengelola SDM di organisasi bisnis. Peran sebagai change agent saat ini memang telah
menjadi bagian penting dalam perusahaan yang akan selalu ada, baik yang dipengaruhi secara
internal maupun eksternal. Untuk itu SDM dalam hal ini harus menguasai 4 C yaitu,
(a). competence,
(b). commitment,
(c). cost effectiveness
(d). congruents.
Yang dimaksud competence adalah SDM harus memastikan bahwa secara internal
benar-benar memiliki kompetensi sebagai change agent dan secara eksternal mempersiapkan
karyawan supaya bisa menerima perubahan. Untuk commitment, SDM harus memiliki
komitmen tinggi di dalam organisasi. Cost effectiveness menuntut SDM untuk memastikan
bahwa semua insentif yang disiapkan untuk perubahan selalu efektif. Dan terakhir yaitu
congreunt di mana SDM harus memastikan harmonisasi dari setiap kebijakan yang dibuat.

Tanggung Jawab Sumber Daya Manusia


Meskipun pada dasarnya semua unsur yang terdapat dalam perusahaan mempunyai
peran masing-masing terkait dengan perubahan, namun tanggung jawab SDM sangat besar
karena berhadapan dengan sesama karyawan. Kita menyadari bahwa sudah menjadi
karakteristik manusia untuk selalu melakukan perlawanan terhadap perubahan. Karyawan
sebenarnya tidak khawatir dengan perubahan, melainkan khawatir dengan ketidakpastian.
Ada tiga keterampilan yang harus dimiliki karyawan berkaitan dengan perubahan
yaitu: project management, change management dan communication. Dalam hal project
management, SDM harus siap membuat satu pondasi di mana pondasi itu untuk memastikan
aktivitas-aktivitas dalam perubahan itu sesuai dan berintegrasi satu dengan yang lain. Yang
kedua adalah change management, bahwa untuk melakukan perubahan, SDM harus terlebih
dahulu mengetahui tipe perubahannya. Apakah perubahan itu berkaitan dengan karyawan,
proses, information knowledge, gaya kepemimpinan atau dengan pengambilan keputusan.
Sementara itu, yang tak kalah penting dalam melakukan perubahan adalah communication
23
management, bahwa di antara berbagai belah pihak yang terkait dengan perubahan harus
dijalin hubungan dengan kuat. Jadi harus memastikan bahwa yang terkena imbas itu harus
memahami bahwa akan terjadi perubahan sehingga tidak menimbulkan salah persepsi.
Dave Ulrich (1997) menyatakan, "The successful organizations will be those that are
able to quickly turn strategy into action: to manage processes intelligently and efficiently; to
maximize employee contribution and commitment; and to create the conditions for seamless
change." Dalam menjalani perubahan, peran SDM sangat penting karena harus
mempersiapkan dan mengoptimalkan kemampuan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Selain itu, organisasi tersebut tentunya harus mempunyai strategi yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi organisasi tersebut. Namun hal yang sulit tentunya mencari
strategi yang tepat yang dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, peran sistem
teknologi yang inovatif dapat menunjang strategi perubahan yang akan berjalan.
Dalam mengelola perubahan, sumber daya manusia sebagai change agent, membantu
organisasi bisnis untuk mencapai tujuan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (Ulrich,
1997):
(1). Indentify key success factor building capacity for change, organisasi diharuskan
mengidentifikasi faktor kunci sukses dalam membangun kapasitas perubahan.
Berdasarkan beberapa literatur terdapat tujuh faktor kunci utama untuk sukses, yaitu :
(a). Leading change, memiliki SDM yang memotivasi perubahan, dan memimpin
inisiatif perubahan,
(b). Creating a shared need, memastikan bahwa SDM mengetahui mengapa perlu dan
dibutuhkan perubahan,
(c). Shaping a vision, mewujudkan keinginan untuk melakukan perubahan,
(d). Mobilizing commitment, mengidentifikasi, mengikutsertakan stakeholders dalam
perubahan,
(e). Changing systems and structure, dengan pengelolaan sumber daya manusia melalui
staffing, pengembangan, penilaian, penghargaan, desain organisasi, komunikasi,
untuk memastikan bahwa perubahan dibangun ke dalam infrastruktur organisasi,
(f). Monitoring progress, memantau hasil perubahan dan kemajuan yang telah dicapai
dari perubahan,
(g). Making change last, memastikan perubahan adalah hasil implementasi dari suatu
rencana.
(2). Profit the extent to which these key factors are being managed, yaitu meningkatkan
keuntungan dari pengelolaan faktor kunci perubahan.
(3). Identify the improvement activities for each success factor, yaitu dengan mengidentifikasi
peningkatan aktivitas untuk masing-masing faktor kunci sukses perubahan.
(4). See the seven key factors as an interactive processs not an event, melihat ketujuh faktor
kunci sebagai proses interaktif.

Delapan Langkah Transformasi


Kotter (1995) dalam tulisannya “Leading Change, Why Transformation Effort Fail”
menyebutkan bahwa terdapat delapan langkah proses transformasi yang masing-masing
berhubungan dengan salah satu kesalahan mendasar yang menghambat perubahan. Langkah-
langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
(1). Error 1 (kesalahan 1) Not establishing a great enough sense of urgency (tidak cukup
membuat bahwa perubahan yang hendak dilakukan adalah mendesak). Usaha
perubahan dimulai ketika beberapa individu/kelompok mulai memperhatikan situasi
kompetitif perusahaan, posisi pasar, kecenderungan teknologi dan kinerja keuangan.
Fokus ditujukan pada penurunan income, profit ataupun gejala ketidakpedulian
konsumen atas produk yang dihasilkan. Keadaan ini dikomunikasikan secara meluas
dan dramatis, dengan perhatian pada krisis, potensi krisis, ataupun pada berbagai
peluang. Langkah pertama ini sangat penting karena proses transformasi dapat dimulai
24
bila ada kerja sama yang agresif dari orang-orang. Tanpa motivasi usaha perubahan
tidak akan terjadi.
(2). Error 2 (kesalahan 2) Not creating a powerfull enough guilding coalition (gagal
menciptakan koalisi yang kuat). Perubahan besar adalah tidak mungkin terjadi kecuali
pemimpin organisasinya aktif. Dalam proses transformasi yang berhasil, pemimpin
bersama karyawannya harus memiliki kompetensi dan komitmen yang kuat dalam
sebuah tim.
(3). Error 3 (kesalahan 3) Lacking a vision (Meremehkan kekuatan visi). Visi adalah sesuatu
yang menggambarkan arah ke mana organisasi bergerak. Dalam transformasi yang
berhasil, koalisi SDM mengembangkan gambaran masa depan yang secara mudah
dapat dikomunikasikan. Sebab tanpa visi, usaha transformasi dapat secara mudah
menjadi gambaran yang membingungkan yang dapat membawa organisasi pada arah
yang salah atau bahkan tidak bergerak ke mana pun. Dalam proses transformasi yang
gagal sering ditemukan banyak perencanaan, arah dan program tetapi tidak punya visi.
(4). Error 4 (kesalahan 4) Under communicating the vision, (komunikasi yang buruk). Visi
yang baik dapat memberi arah, atau tujuan yang bermanfaat. Tapi kekuatan visi yang
sebenarnya hanya akan tersalurkan bila sebagian besar orang yang terlibat di dalam
sebuah perusahaan mempunyai pemahaman yang sama mengenai tujuan dan arahnya.
Suatu perasaan yang sama mengenai masa depan yang diinginkan dapat membantu
memotivasi dan mengkoordinasikan tindakan sehingga dapat menciptakan
transformasi.
(5). Error 5 (kesalahan 5) Not removing obstacles to the new vision (membiarkan hambatan
menghalangi visi baru). Tranformasi besar dalam perusahaan jarang sekali terjadi
kecuali banyak orang yang bersedia memberikan dukungan tetapi biasanya para
karyawan tidak mau memberikan dukungan atau tidak dapat membantu. Tujuan dari
tahap lima ini adalah untuk memberdayakan banyak orang untuk melakukan tindakan
dengan cara menghasilkan sebanyak mungkin hambatan dalam
mengimplementasikannya seperti hal-hal yang ada dalam pikiran karyawan, serta
struktur organisasi perusahaan.
(6). Error 6 (kesalahan 6) Not sistematically planning for & creating short term wins (Tidak
merencanakan dengan sistematis dan menciptakan tujuan jangka pendek). Tranformasi
sangat membutuhkan waktu, dan usaha pembaharuan kehilangan momentum jika tidak
memiliki tujuan jangka pendek. Keuntungan perencanaan jangka pendek dapat
memberikan bukti bahwa perubahan yang dilakukan memang perlu, mendatangkan
pujian bagi para pelaku perubahan, membantu memperbaiki visi dan strategi, mengatasi
orang yang menghambat dan menolak perubahan.
(7). Error 7 (kesalahan 7) Declaring victory too soon (terlalu cepat menyatakan
keberhasilan). Usaha perubahan besar yang sukses dikaitkan dengan pencapaian yang
menghasilkan banyak perubahan, seperti menggunakan kredibilitas untuk mengganti
semua sistem, struktur dan kebijakan yang tidak cocok, yang tidak sesuai dengan visi
transformasi, mempromosikan serta mengembangkan orang yang bisa
mengimplementasikan visi perubahan.
(8). Error 8 (kesalahan 8) Not anchoring changes in the corporation’s culture (Tidak
menanamkan pemahaman perubahan dalam budaya perusahaan). Jika perubahan
meresap di dalam tubuh perusahaan maka perubahan tersebut akan mengakar dan
membudaya dalam lingkungan tempat bekerja sampai perilaku baru itu tumbuh di
dalam budaya mencakup bagaimana mengartikulasikan hubungan antara perilaku baru
dengan kesuksesan perusahaan, mengembangkan sarana untuk memastikan
pengembangan kepemimpinan.
Dari empat langkah pertama dalam proses transformasi membantu mencairkan
”status quo” yang sudah stabil. Langkah kelima sampai dengan langkah ke tujuh adalah
langkah yang banyak memperkenalkan praktik baru. Langkah kedelapan adalah langkah yang
25
merupakan landasan perubahan dalam kultur perusahaan dan membantunya untuk membuat
mengakar. Bila langkah pertama sampai langkah keempat diabaikan maka perusahaan tidak
akan dapat meletakkan dasar yang cukup kuat untuk melakukan aktivitas selanjutnya dan
tanpa pelaksanaan tahap kedelapan maka perusahaan tidak akan pernah ke garis akhir untuk
membuat perubahan itu mengakar.
Menurut Lancourt dan Savage (1995), seiring dengan munculnya isu transformasi
telah berkembang tema yang memberi ciri dari proses transformasi organisasi.
Pertama, meredefinisi bisnis dan memfokuskan pada pelanggan. Artinya, dengan
adanya perubahan lingkungan maka organisasi harus melihat kembali tujuan bisnisnya, dan
melakukan perubahan agar sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Sedangkan fokus
tenaga kerja tidak lagi pemuasan pada atasan atau manajer mereka tetapi pada pelanggan.
Kedua, pembentukan tim dan mendukung struktur nonhierarkis. Pembentukan tim
dilakukan tanpa melihat batas organisasional. Pekerjaan diorganisasikan oleh tim proyek,
bahwa orang yang bergabung dalam tim didasarkan pada keinginan dan kompetensinya. Jadi
seluruh karyawan diharapkan dapat bekerja pada banyak proyek, setidaknya satu dalam
kompetensi inti dan satu yang dapat memberi nilai tambah berdasarkan keinginan dan
kompetensinya yang lain. Dalam organisasi ini struktur organisasinya lebih datar, misalnya
perusahaan hanya mempunyai tiga tingkatan atau level dalam organisasi yaitu sponsor
proyek, pemimpin proyek, dan pendamping kerja proyek.
Ketiga, kepemimpinan dan berbagi nilai. Artinya, dalam organisasi fungsi
kepemimpinan dibagikan pada setiap orang yang ada di dalam organisasi. Keempat,
perubahan dalam bahasa. Perubahan dalam bahasa ini penting dalam membantu membentuk
pemikiran dan mengefektifkan proses perubahan yang dilakukan. Sebagai contoh perubahan
yang dilakukan beberapa perusahaan pada kata pekerja menjadi anggota, kelompok atau
rekan kerja, supervisor menjadi koordinator, manajer menjadi pelatih. Proses transformasi
tidak akan berhasil hanya dengan peran, tanggung jawab dan hubungan saja, namun perlu
juga dukungan dari struktur dan infrastruktur. Dengan mentransformasikan struktur dan
infrastruktur maka akan memberikan perusahaan perubahan hubungan yang fundamental
antara pemimpin dengan karyawan, karyawan dengan pelanggan, dan antara karyawan
dengan perusahaan. Agak sulit untuk melakukannya, tetapi akan mudah apabila peran sumber
daya manusia juga diubah.
Sumber daya manusia sebagai tokoh utama di dalam organisasi seharusnya perannya
diubah lebih dahulu agar dapat menjalankan proses perubahan dengan baik. Peran sumber
daya manusia dalam paradigma lama adalah hanya sebagai pelengkap, sehingga sumber daya
manusia hanya mengurus administrasi saja. Peran tersebut sudah tidak cocok lagi untuk
kondisi saat ini. Paradigma baru sumber daya manusia telah mengggeser peran sumber daya
manusia yang lama tersebut dan menjadikan sumber daya manusia sebagai kunci untuk
memenangkan persaingan, dengan kata lain sumber daya manusia juga mempunyai peran
strategis sebagai change agent.

Peran Baru SDM


Peran baru sumber daya manusia dalam proses transformasi menurut Lancourt dan
Savage (1995) adalah sebagai berikut:
Pertama, tanggung jawab fungsional telah bergeser ke lini. Artinya, fungsi-fungsi
seperti penarikan, peninjauan kembali, pemecatan, pelatihan, pengembangan karier dan
pengembangan program telah digeser ke manajer lini dan karyawan.
Kedua, sumber daya manusia sebagai rekan bisnis. Mitra bisnis dalam hal ini
bertanggung jawab membantu menetapkan kompetensi yang dibutuhkan, mendorong
integrasi organisasi, dan mereorganisasi departemen sumber daya manusia menjadi sejumlah
portofolio dari kapabilitas.
Ketiga, fokus pada pengembangan karier dan kompetensi. Karena perusahaan sangat
menghargai peran dan nilai dari aset yang berupa ilmu pengetahuan, maka diharapkan
26
perusahaan lebih memfokuskan pada identifikasi dan pengembangan kompetensi inti mereka
serta kebutuhan akan pengembangan karier dan keahlian.
Keempat, memberikan perhatian untuk suatu keahlian. Fokus pada kompetensi inti
berhubungan signifikan dengan kinerja manajemen dan program kompensasi. Untuk itu
perusahaan harus memperhatikan sistem kompensasinya jika ingin mendapatkan kinerja
seperti yang diharapkan.
Kelima, organisasi yang lebih egalitarian, sumber daya manusia diharapkan dapat
menciptakan suasana yang kondusif bagi terwujudnya lingkungan yang egalitarian, misalnya
adanya penilaian kinerja 360 derajat, rotasi jabatan, supervisor bergeser menjadi pelatih.
Masih berhubungan dengan peran baru sumber daya manusia dalam proses
transformasi, untuk lebih jelas dalam memahami peran tersebut maka ada tiga isu yang perlu
dipertimbangkan yaitu hasil dari peran, kesan visual yang melekat dalam peran, dan aktivitas
yaitu hal yang harus dikerjakan oleh sumber daya manusia untuk memenuhi perannya
tersebut. Sumber daya manusia dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan dengan
mengelola transformasi dan perubahan. Transformasi memerlukan perubahan budaya yang
fundamental. Perubahan mengacu pada kemampuan organisasi untuk meningkatkan desain
dan implementasi inisiatif dan untuk mengurangi siklus waktu dari seluruh aktivitas
organisasi. Hasil dari manajemen transformasi dan perubahan adalah pada kapasitas untuk
berubah.
Sumber daya manusia sebagai rekan bisnis membantu melepas budaya yang lama dan
mengadaptasi budaya yang baru. Sedangkan kesan visual dari peran ini adalah sebagai agen
perubahan (change agent). Sebagai agen perubahan maka sumber daya manusia harus dapat
meyakinkan bahwa perubahan difokuskan pada menciptakan tim dengan kinerja yang tinggi,
mengurangi siklus waktu dalam inovasi, menetapkan pelaksanaan teknologi baru,
pengembangan dan menyampaikan dalam waktu yang cepat. Aktivitas dari peran ini adalah
menjamin kapasitas untuk perubahan, di antaranya dengan mengidentifikasi dan menyusun
masalah, membangun hubungan saling percaya, pemecahan masalah, dan membuat serta
melaksanakan rencana tindakan.

Peran Individu
Pergeseran peran sumber daya manusia tersebut akan menjadikan setiap individu
dalam organisasi menjadi sistem peringatan dini. Artinya setiap individu akan memberikan
kontribusi pada setiap perubahan dan akan melakukan penyesuaian dengan cepat terhadap
perubahan tersebut. Jadi, setiap individu melakukan apa yang disebut perubahan proaktif.
Fenomena global di berbagai dimensi kehidupan tidak dapat dihindari. Pasti ada
efeknya terhadap organisasi perusahaan. Manajemen perubahan menjadi sangat penting
diterapkan. Namun demikian, dalam kenyataannya proses perubahan yang terjadi tidak selalu
mendapat respons positif. Ada saja mereka yang menyukai dan yang tidak menyukai
perubahan. Beberapa alasan mengapa mereka bersikap kontra perubahan dapat berupa rasa
takut terhadap: berkurang/hilangnya kekuasaan, kehilangan keterampilan, kegagalan kerja,
ketidakmampuan menghadapi masalah baru, dan kehilangan pekerjaan.
SDM perlu memahami mengapa organisasi harus siap terhadap perubahan: apakah
yang bersifat inovatif maupun strategis. Perubahan inovatif adalah perbaikan secara kontinu
di dalam kerangka sumber daya yang ada. Sementara perubahan strategis adalah perubahan
melakukan sesuatu yang baru. Tiap perubahan tersebut tentunya akan menggunakan
pendekatan berbeda. SDM selayaknya proaktif menngetahui strategi perubahan yang akan
dijalankan organisasi.
Kebanyakan pimpinan dapat merencanakan dan mempraktikan perubahan fisik dengan
berhasil. Namun dalam perubahan perilaku, para manajer banyak mengalami kesulitan.
Untuk itu pimpinan perlu memahami faktor yang memengaruhi perubahan tersebut. Untuk
melaksanakan perubahan dengan sukses maka pimpinan harus mampu menciptakan kondisi
yang baik untuk memotivasi dan melibatkan karyawan. Hal ini merupakan cerminan seberapa
27
jauh mutu kepemimpinan terbukti nyata. Di samping itu, pimpinan dapat memaksimumkan
kesempatan untuk berhasil dalam proses perubahan melalui evaluasi dengan cermat terhadap
perencanaan yang dibuat.
Berdasarkan derajat kedalaman perubahan dan metodenya maka jenis perubahan yang
harus diketahui dan dihadapi change agent meliputi perubahan rutin, darurat, mutu, radikal,
dan kondisi makro:
(1). Perubahan rutin: hampir selalu dihadapi manajer setiap hari, misalnya produktivitas
kerja, ketidakhadiran karyawan, perputaran karyawan, keluhan-keluhan karyawan. Sifat
perubahan hampir terjadi dari waktu ke waktu yang menuntut tindakan cepat.
(2). Perubahan darurat: perubahan yang boleh jadi sangat mendadak dan tidak terduga
sebelumnya. Misalnya, pemutusan hubungan kerja mendesak, perubahan pesanan
jumlah dan mutu produk tertentu, terjadi kebakaran pabrik, dan pengambilalihan
perusahaan oleh pihak berwajib.
(3). Perubahan dalam hal mutu: perubahan yang terjadi tentang mutu produk yang diminta
pasar. Dalam situasi itu perlu ada perubahan penggunaan teknologi (keras dan lunak),
strategi mutu kerja, bahan baku, dan budaya mutu termasuk perlu dilakukannya survai
pasar yang kontinu.
(4). Perubahan radikal: perubahan sistem manajemen atau struktur perusahaan karena adanya
perundang-undangan baru tentang syarat-syarat berdirinya perusahaan. Misalnya
terjadinya divestasi, merger, dan penutupan salah satu anak perusahaan. Bagaimana pula
misalnya proses pengembangan mutu SDM yang terbaik untuk menjawab perubahan itu.
(5). Perubahan kondisi makro: perubahan kondisi perekonomian seperti inflasi,
pengangguran, dan nilai tukar rupiah, politik dan keamanan, kondisi lingkungan.
Perubahan eksternal tersebut tidak mungkin mampu dikendalikan perusahaan namun
yang terpenting perlu dicermati dan diantisipasi kaitannya dengan mutu SDM, kinerja
karyawan dan kinerja organisasi.
Dalam konteks persaingan global maka di situ akan banyak perubahan yang terjadi.
Karena itu perusahaan harus mengadopsi suatu strategi untuk mengintegrasikan perubahan
yang kontinu ke dalam prosedur pelaksanaan. Ada dua prosedur perubahan:
(a). Prosedur perubahan inovatif yang memungkinkan organisasi memperbaiki efektivitas
dengan mutu SDM yang terus dikembangkan.
(b). Prosedur perubahan strategik yang memungkinkan organisasi mengubah apa yang
perusahaan lakukan dan cara melakukannya.
Untuk itu, ada beberapa daftar bentuk kesiapan organisasi terhadap perubahan yang
perlu karyawan ketahui yaitu:
(a). Karyawan bermutu dengan dedikasi pada kepuasan pelanggan,
(b). Terus-menerus mencari cara-cara yang baru dan lebih baik dalam mengerjakan sesuatu,
(c). Komit dengan pengurangan biaya,
(d). Mendorong karyawan dalam program pengembangan mutu,
(e). Mendeterminan unsur-unsur unggul dalam bersaing,
(f). Komit pada nilai pemegang saham.

Agen Perubahan
Dorothy Wilson Robert (2004) dalam penelitiannya menyelidiki peran karyawan
sebagai agen perubahan dalam organisasi. Implementasi perubahan dalam organisasi adalah
mahal, dan sedikit organisasi yang berhasil dalam usaha mengimplementasikan perubahan
untuk mencapai tujuan. Apabila implementasi perubahan mengalami kegagalan akan
mengakibatkan ketidakpuasan karyawan dan penurunan kinerja karyawan. Ada lima tema
yang berhubungan dengan peran sebagai agen perubahan yaitu:
(a) change is personal,
(b) struggles and frustrations,
(c) approach,
28
(d) trust,
(e) results.
Sebagai agen perubahan karyawan membantu organisasi mengidentifikasi proses dalam
mengelola perubahan. Peran agen perubahan karyawan adalah merupakan peran karyawan
untuk melaksanakan identifikasi dan menyusun permasalahan, membangun hubungan
kepercayaan, pemecahan masalah, dan menciptakan serta melaksanakan rencana kerja
organisasi.
29
BAB VI
PERSPEKTIF PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN

PERAN SDM dalam organisasi untuk dapat menghasilkan nilai tambah dapat
diwujudkan dengan mengelola transformasi dan perubahan. SDM dalam mengelola
transformasi sebagai penjaga budaya atau katalis budaya. Transformasi merupakan perubahan
budaya yang mendasar dalam perusahaan. Perubahan adalah kemampuan suatu organisasi
untuk memperbaiki rancangan dan implementasi serta mengurangi siklus waktu pada seluruh
aktivitas organisasi. SDM menemukan dan mengimplementasikan proses untuk berubah
sehingga dapat menampilkan (deliverable) kapasitas untuk berubah. SDM sebagai business
partner dalam organisasi membantu melepaskan budaya lama dan menyesuaikan dengan
budaya baru. Berperan sebagai change agent, SDM membantu organisasi untuk menemukan
suatu proses pengelolaan perubahan, dan menghadapi suatu hal yang berlawanan, karena
sering terjadi bahwa perubahan harus berdasarkan pada budaya masa yang lalu. Dalam arti
menghargai terhadap tradisi dan sejarah perusahaan. Sedangkan kegiatan atau aktivitas baru
terarah kepada masa yang akan datang. Sehingga SDM memerlukan kekuatan dan fasilitas
untuk membahas nilai sebagai perilaku baru yang akan menolong perusahaan untuk
berkompetisi sepanjang waktu. Jadi jelas SDM yang menjadi change agent sebagai bagian
dalam peran menciptakan nilai tambah bagi organisasi.
Aktivitas dari peran change agent meliputi mengidentifikasi dan membuat kerangka
masalah, membangun hubungan kepercayaan, pemecahan masalah, menciptakan serta
melaksanakan solusinya. Kompetensi mengelola perubahan merupakan hal yang sangat
penting untuk berhasilnya sumber daya manusia di dalam organisasi. Karena sebagai change
agent akan membuat perubahan betul-betul terjadi, mengerti proses penting untuk perubahan,
membuat komitmen dan menjamin bahwa perubahan sungguh-sungguh terwujud.
Penelitian yang dilakukan oleh Paul, J. Phililips (2002), dengan judul: Efficacy of
Human Resources Managers as Change Agents, menyebutkan bahwa sumber daya manusia
seharusnya berperan sebagai change agent dalam kaitan dengan meningkatnya perubahan di
organisasi pada saat mengantisipasi cepatnya perkembangan persaingan dan perubahan
lingkungan bisnis. Oleh karena itu SDM dalam organisasi terlibat dalam proses perubahan
yang terjadi, menyangkut dimensi yang meliputi:
1. Defining the Change (Menentukan perubahan),
2. Removing historical barriers (Mengelola perubahan),
3. Indentifying the change implementation approach (Pendekatam identifikasi pendekatan
implementasi perubahan) ,
4. Generating sponsorship for change Meningkatkan kekuatan untuk berubah),
5. Develop target readiness (Mengembangkan sasaran perubahan),
6. Creating cultural fit (menciptakan budaya yang sesuai),
7. Building change agent capacity (Membangun kapasitas sebagai change agent),
8. Motivation planning (Perencanaan motivasi),
9. Communication planning (Perencanaan komunikasi).
Chris Amrhein, (2007) yang berjudul Don't forget that expertise is only a means to an
end, bahwa bisnis yang sukses untuk masa depan akan membutuhkan usaha untuk
mendapatkan dan memberdayakan SDM-nya yang terbaik. SDM yang yang setia bertahan di
organisasi saat ini membangun hubungan baru dengan pelanggan baru dan pelanggan yang
sudah ada. Perubahan peran SDM inilah yang akan dapat bertahan pada masa mendatang
sebagai agent of change. Begitu pula dengan Peter F. Drucker, dalam penelitiannya The Way
Ahead, mengatakan bahwa peran sumber daya manusia dalam organisasi bisnis pada tahun
2030 akan sangat berbeda dengan saat ini. Peran SDM ke depan memiliki aktivitas sebagai
change agent, untuk bisa bertahan dan berhasil yaitu dengan mengelola perubahan dengan
sukses. Peran change agent membutuhkan anggapan bahwa perubahan itu sebagai sebuah
30
peluang bukan ancaman.
Sammi Soutar (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perubahan yang
terjadi dalam pasar global akan membuat konsep yang memaksa dan menantang peran SDM
sebagai change agent. Cara untuk membawa inisiatif perubahan adalah dengan memahami
perubahan yang terjadi dengan pendekatan yang komprehensif, memahami bahwa sebenarnya
terdapat banyak keragaman dan perbedaan dalam organisasi. Hal ini diperkuat oleh Paul S
Kirkbride (2003), dalam penelitiannya Management development: In search of a new role?
yang menyebutkan bahwa peran change agent adalah lebih berorientasi pada proses dan
strategi organisasi dan pengelolaan SDM. SDM sebagai change agent membantu
menciptakan perubahan yang terjadi, mereka mengerti proses penting untuk berubah,
membangun komitmen untuk proses tersebut dan menjamin bahwa perubahan yang terjadi
adalah telah direncanakan. Jadi peran change agent adalah satu dari implementasi perubahan,
keterampilan dan kompetensi untuk melakukan perubahan yang merupakan peran SDM yang
paling penting dalam meraih sukses. SDM sebagai change agent berperan menyampaikan
peningkatan kapabilitas dan kapasitas untuk berubah dalam organisasi bisnis.
Penelitian yang dilakukan oleh Anne Kemp (2002) yaitu Partners for change, bahwa
tanggung jawab dalam perubahan organisasi sedang meningkat adalah diperankan SDM
untuk mengimplementasikan perubahan dengan efisien dan efektif. Untuk berperan sebagai
change agent, SDM harus memiliki pengetahuan dan pengalaman pada tiga bidang yaitu:
organizational behaviour, systems dynamics dan business acumen. Keterampilan ini akan
dikembangkan untuk mendiagnosis masalah dengan mengerti organisasi dan business drivers
dengan cukup baik dengan mengidentifikasi dan mengantisipasi beberapa masalah kinerja.
SDM harus mampu menilai kesiapan untuk berubah dan rencana perubahan sesuai dengan
kebutuhan SDM. Sumber daya manusia juga ahli dalam problem solving dengan memiliki
wawasan pengenalan masalah, peka melihat pentingnya keterlibatan dalam pemecahan
masalah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Robert L Dilworth (2001)
bahwa prospek dan tantangan SDM saat ini berubah dengan cepat. Perannya pun ikut berubah
dari sebagai trainer menjadi performance consultant. Kompetensi yang dibutuhkan pun akan
semakin meluas. Sebagai tambahan bahwa organisasi bisnis akan men-outsourcing fungsi-
fungsi SDM-nya, jadi yang melanjutkan peran memberikan pelayanan kepada karyawan
harus memiliki pemahaman tinggi tentang bisnis. Peran SDM ini akan menjadi change agent,
yaitu fasilitator dari learning organisasi dan perancang transformasi organisasi, serta mampu
melaksanakan fungsi mentoring, job rotation, learning technologies.

Perlunya Training
Dalam penelitian Eileen M Garger (1999): Goodbye training, hello learning,
menyebutkan bahwa transformasi dari training ke learning membawa kekuatan yang dapat
membentuk persaingan dalam 2 dekade terakhir. Yang paling berpengaruh adalah peran
sebagai change agents yaitu mengerti:
(1). Persaingan global,
(2). Perubahan hubungan antara karyawan dan pimpinannya,
(3) Teknologi.
Tidak ada satu orang pun yang tahu kecenderungan ini akan membentuk dunia
training akan memasuki milenium baru. Untuk menjadi organisasi yang dapat memenangkan
persaingan adalah penting untuk berasumsi tentang tanggung jawab untuk perubahan harus
dimiliki SDM sebagai change agent.
Robbins, Stephen (2006) dalam bukunya Organizational Behavior, menyebutkan
bahwa banyak organisasi bisnis saat ini menunjukkan perubahan dan dinamika lingkungan,
yang menuntut organisasi untuk beradaptasi sehingga seringkali setiap organisasi harus
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang memiliki beragam
budaya. Kebijakan dan praktik SDM akan berubah dengan tujuan untuk menarik dan menjaga
SDM, sehingga Change Agent Role adalah merupakan kemampuan mentransformasikan
31
potensi yang dimiliki SDM untuk mengelola perubahan budaya yang mendasar dalam
perusahaan, dalam hal ini sebagai penjaga budaya maupun sebagai katalis budaya dan
kemampuan untuk memperbaiki rancangan, implementasi inisiatif dan mengurangi siklus
waktu pada seluruh perubahan aktivitas organisasi.
32
BAB VII
PERGESERAN PARADIGMA MSDM

STATEGI talent management pada perusahaan seharusnya disesuaikan dengan visi,


tujuan, dan strategi perusahaan, agar SDM perusahaan dapat secara dinamis pula
menyesuaikan strategi bersaing menghadapi perubahan lingkungan bisnis. (Carol Bergeron,
2004; Jyotsna Bhatnagar, 2007). Saat ini perkembangan talent management sendiri
meningkat pesat. Konsep Talent Based Human Resouce Management (TBHRM) perlahan
tapi pasti dinilai banyak praktisi sebagai konsep yang lebih lengkap dan menyeluruh
dibandingkan konsep Competency Based Human Resouce Management (CBHRM) yang
diperkenalkan sekitar 33 tahun lalu oleh Prof. Dr. David McClelland. Talent management
dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan dalam mecapai business
performance yang diharapkan (Taleo, 2006).

Talenta dan Integrasi Proses


Talent Based Human Resource Management (TBHRM) menjelaskan bahwa
perubahan paradigma dan pemikiran terhadap sumber daya manusia sebagai salah satu faktor
penyebab meningkatnya kesadaran terhadap konsep talent management. Pada dasarnya talent
management merupakan sebuah proses bisnis yang dilakukan dalam rangka
mengintegrasikan proses perencanaan, rekrutmen, pengembangan dan mempertahankan
talenta SDM yang ada di perusahaan. Tujuannya agar perusahaan bisa berkompetisi dan
mencapai target yang telah digariskan. Secara konseptual bertujuan untuk memaksimalkan
pengembangan karyawan, mempersiapkan SDM/ talenta yang kompeten di waktu yang akan
datang, dan membuat talenta perusahaan tidak mudah meninggalkan perusahaan. (Michiel
Schoemaker and Jan Jonker, 2005; Ian Cunningham, 2007; Rakesh Sharma and Jyotsna
Bhatnagar, 2009)
Boudreau dan Ramstad (2007) berpendapat bahwa paradigma pergeseran peran
Sumber Daya Manusia seperti gambar 7.1. di bawah:
Gambar 7.1. Pergeseran Paradigma Peran Sumber Daya Manusia.

Control Service Decisions

Maintaining compliance
And control of Providing Effective Focusing Improving
management service organizational
process decision

Personnel Human Resource Talentship


Sumber: Bouderau dan Ramstad (2007)

Dari gambar 2.8. di atas dikatakan bahwa pergeseran peran sumber daya manusia di
organisasi diawali sebagai Personnel dengan kegiatan mengawasi proses manajemen.
Seiring dengan perkembangan dan persaingan organisasi, peran sumber daya manusia pun
mengalami penyesuaian dengan perubahan tersebut dengan peran sebagai Human Resources
yang memberikan pelayanan yang efefktif. Dan yang merupakan peran terbaru dari sumber
daya manusia adalah talentship dengan ikut berperan secara strategis dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi.
Talent management adalah proses menarik, mengelola, mengembangkan dan
memelihara sumber daya organisasi yang paling penting yakni karyawannya. Proses talent
management secara khusus ditemukan dalam banyak bagian dari suatu organisasi. Banyak
33
organisasi menyesuaikan talent management mereka dengan pengendalian strategi organisasi
dalam menghadapi tantangan. Ketika mewacanakan talent war, para pemimpin organisasi
begitu bersemangat. Tapi kenyataannya, sebagian besar dari mereka tidak siap dengan apa
yang dibutuhkan untuk merawat dan mempertahankan top performer yang mereka miliki.
Pengelolaan talenta di setiap organisasi bisnis sedang meningkat, dan sejumlah faktor
menjadi pendorong pertumbuhan tersebut yaitu: iklim geo-economic dinamis yang
meningkatkan fokus pada karyawan; perubahan pasar tenaga kerja global; dan kebutuhan
organisasi untuk mengubah peran karyawan mereka dan membangun kultur serta iklim
inovasi dan kinerja.
Dampak tumbuhnya SDM yang memiliki kompetensi tentang pengelolaan organisasi
bisnis, kekhawatiran akan kekurangan SDM dengan talenta global, terus meningkatnya SDM
yang semakin berumur menyebabkan perusahaan memusatkan perhatiannya pada pencarian,
pengembangan dan pemeliharaan SDM yang memiliki talenta. Hal ini mengharuskan
organisasi agar komit pada pengembangan talent management dalam mencapai keunggulan
bersaing. Permintaan penanganan talent management terus meningkat dengan tingkat
pengadopsian yang tinggi, meliputi proses fungsi pengelolaan SDM untuk perekrutan,
kinerja, kompensasi, perencanaan, pembelajaran dan kemampuan lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan organisasi membutuhkan talent management:
(1). Meningkatknya perhatian pada pemeliharaan talenta SDM, karyawan dengan kinerja
tinggi selalu dibutuhkan. Perusahaan akhirnya mulai menyesuaikan kompensasinya
dengan kinerja untuk menciptakan kinerja yang tinggi.
(2). Berlanjutnya perhatian organisasi pada peran strategik SDM: perekrutan, kompensasi,
pembelajaran dan kinerja. Kemampuan untuk berbagi kemampuan antara proses dan
meminimalkan pemborosan data adalah merangsang organisasi harus mengejar strategi
talent management yang terintegrasi.
(3). Terus dikembangkannya cara untuk mendapatkan dan mengelola talenta: pimpinan
organisasi bisnis saat ini sedang melaksanakan talent management. Perusahaan-
perusahaan mendistribusikan sumber daya dan modal ke program pengembangan
talenta SDM, mencakup manajemen dan perencanaan.
Organisasi bisnis di seluruh dunia sekarang dalam proses penciptaan usaha untuk
meraih perubahan perusahaan dalam meningkatkan mutu dan mengadopsi teknologi baru,
sehingga keberhasilannya sangat tergantung dari sukses talent management dalam organisasi
yang berdasarkan pada:
(1). Kemampuan dan penggunaan fungsi organisasi yang terintegrasi: perusahaan banyak
berinvestasi pada penggunaan fungsi yang terintegrasi untuk penanganan masalahnya.
Kemampuan nyata mengintegrasikan data dan mengefektifkan pencarian dan
peningkatan menggunakan pengalaman dan mendorong peningkatan penggunaan
solusi.
(2). Pengaruh dinamika global SDM semakin besar: Perusahaan terus dipaksa untuk
menyesuaikan dengan regulasi global yang terus berubah dan memenuhi bagaimana
perusahaan menemukan dan mengatur karyawan mereka.
(3). Penerimaan cepat pada model talent management yang dibutuhkan: mayoritas
pendapatan perusahaan datangnya dari penyelengaraan di dalam perusahaan.
(4). Dibutuhkannya pelayanan dan keunggulan pendukung: pelayanan dan keunggulan
pendukung telah melebihi masalah keamanan yang merupakan kunci dalam
mengadopsi talent management. Banyak perusahaan melanjutkan pengembangan
pilihan program yang dipergunakan untuk memuaskan konsumen dengan alat dan
teknik yang canggih untuk mengukur tingkat kinerja pelayanan.
(5). Kemampuan multinasional: perusahaan global menuntut kemampuan yang multibahasa,
dan komunikasi daerah untuk mendukung perubahan hukum internasional yang terus-
menerus.
Yang dimaksud dengan talent management adalah strategi yang mengendalikan
34
kegiatan karyawan di tempat kerja, yang meliputi (Bouderau dan Ramstad, 2007):
(1). Identitas perusahaan: Siapa anda dalam organisasi? Apakah anda punya budaya yang
diinginkan? Apakah seluruh karyawan anda mengerti Visi, Misi dan nilai inti
perusahaan? Apakah yang membuat karyawan anda tetap bekerja setiap hari? Apa yang
mengendalikan karyawan anda berperilaku di tempat kerja dengan konsumen dan rekan
kerjanya?
(2). Perekrutan dan Seleksi: Bagaimana anda mengidentifikasi dan menyeleksi orang yang
tepat untuk organisasi? Apakah berdasarkan perasaan/intuisi? Apakah berdasarkan
pendidikan dan tingkat kemampuan?
(3). Pelatihan dan manajemen kinerja: Apakah anda dapat dengan tepat mengelola kinerja
dan menyediakan program pelatihan karyawan yang dibutuhkan guna
pengembangannya?
(4). Training dan pengembangan karyawan: Apakah anda mengembangakan karyawan anda?
Apakah anda membantu mengidentifikasi rencana pengembangan kemampuan dan
memaksimalkan kemampuan mereka?
(5). Kompensasi, reward dan benefits: Apakah anda sudah benar memberikan imbalan
kepada karyawan? Apakah anda memiliki struktur yang benar untuk memastikan
karyawan anda telah dipenuhi kebutuhan finansialnya?
(6). Success planning and leadership development: Apakah anda memiliki rencana apabila
masalah terjadi? Bagaimana menciptakan pemimpin masa depan?
(7). Compliance, policy and procedures: Apakah anda memiliki pengikut? Apakah anda
sudah sesuai dengan aturan yang ada? Bagaimana anda menangani hubungan karyawan?
Beruntunglah bila kita menjadi bagian dari organisasi yang memiliki program talent
management, di mana akan dilaksanakan untuk dapat membuat suasana menyenangkan dan
dapat memotivasi karyawan. Talent management merupakan mata rantai penghubung dalam
organisasi. Jika mata rantai ini tidak ada maka seluruh mata rantai tersebut akan hilang dan
tujuan organisasi tidak akan bisa dicapai. Kesuksesan dicapai lewat peran pemimpin, jika
pemimpin meniadakan talent management, manajemen tingkat menengah juga akan ikut
kehilangan, akibatnya mereka tidak mampu untuk memelihara, dan berakibat lebih buruk dari
sebelumnya.
Mohd & Sullivan (2005), dalam Dubai HR Forum yang membahas tentang HR’s New
Role Becoming a Strategic Business Partner: For the fastest changing city in the history of
mankind, memaparkan bahwa transformasi dan evolusi paradigma manajemen sumber daya
manusia ditandai oleh beberapa hal dalam organisasi yaitu:
(1). Terjadinya cost saving dengan jumlah besar melalui otomatisasi dan outsourcing dari
pekerjaan yang sifatnya rutin dan terjadinya penciptaan share service,
(2). Pengelolaan informasi (information management) yang lebih komplit, akurat dan tepat
guna dengan menciptakan HRIS yang lebih komprehensif dari seluruh database
organisasi,
(3). Meningkatnya aksesibilitas dan self-service dengan sistem komunikasi online dan
dukungan call center untuk aktivitas dan operasi rutin organisasi,
(4). Terjadi keseragaman aplikasi kebijakan di seluruh bagian organisasi dalam pengambilan
keputusan,
(5). Terjadi peningkatan kapabilitas melalui center of excellence untuk pekerjan tidak rutin,
(6). Terbebas dari pekerjaan rutin sehingga peran baru SDM menjadi strategic business
partners.
Catatan Mohd & Sulivan (2005) menjelaskan bahwa evolusi peran sumber daya
manusia yang dapat dilihat pada Tabel 7.1 di bawah:
35
Tabel 7.1 Evolusi Peran Sumber Daya Manusia
Periode Kunci Sukses Bisnis Aktivitas SDM Peran SDM
1920s-1930s > Organic Growth > Hiring, Training, > Personnel
> New Technologies Caring for Employee
1940s-1970s > Diversification > Productivity > Employee
> Competition > Negotiation Relation/Labor
Relation
1970s-1990s >International > Downsizing > Human Resources
Competition > Leadership
> Survival > Change Programs
> Shift to Service > Performance
Management/Rewards
2000 > Globalization > Talent development > HR Business
> Innovation > Strategic Partner/CCO
> Reinvention Capabilities
Sumber: Mercer Delta Consulting / Mohd & Sullivan, 2005

Kalau melihat dari Tabel 7.1 diatas bahwa pengelolaan SDM mengalami evolusi sejak
era 1920-an sampai dengan era 2000-an. Seiring dengan pergeseran peran SDM, beberapa
kriteria kompetensi SDM dibutuhkan organisasi untuk mengadaptasi dan mengadopsi model
untuk disesuaikan dengan perkembangan tuntutan persaingan bisnis. Di antaranya pada tahun
1920-an adanya program pelatihan karyawan, pada tahun 1940-an ada perhatian pada
produktivitas karyawan, pada tahun 1970-an perhatian organisasi ada pada pengelolaan
kinerja karyawan, serta pada era 2000-an fokus pengelolaan SDM terletak pada
pengembangan talenta karyawan yang memiliki kapabilitas strategis.
Kalau merujuk pula dari presentasi Mohd & Sullivan (2005), yang mengemukakan
bahwa adanya perubahan paradigma tentang manajemen sumber daya manusia (Old
Paradigms) bila dibandingkan dengan pengelolaan talenta/Talent Management (New
Paradigms) seperti terlihat dilihat pada Tabel 7.2 di bawah ini:
Tabel 7.2 Perubahan Paradigma Manajemen SDM
No MSDM (Old Paradigms) Talent Management (New Paradigms)
1 • Job Security • Employability Security
2 • Longitudinal Career Paths • Alternate Career Paths
3 • Job/Person Fit • Person/Organization Fit
4 • Organizational Loyalty • Job/Task Loyalty
5 • Career Success • Work/Family Balance
6 • Academic Degree • Continuous Relearning
7 • Position/Title • Competencies/Development
8 • Full-Time Employment • Contract Employment
9 • Retirement • Career Sabbaticals
10 • Single Jobs/Careers • Multiple Jobs/Careers
11 • Change in jobs based on fear • Change in jobs based on growth
12 • Promotion highly tenure based • Promotion highly performance based
Sumber: Mercer Delta Consulting / Mohd & Sullivan, 2005

Sesuai dengan tulisan Parminder Sing (2009), tentang talent management a key
business process, bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan pendekatan
pengembangan karyawan dari perspektif pengembangan kompetensi di dalam organisasi.
Kenyataannya ini dapat menjadi pendekatan yang berisiko, terutama untuk perusahaan yang
berada dalam persaingan industri yang sangat cepat, di saat di mana kompetensi saat itu
sudah tidak diperlukan sehingga menjadi masalah dan akhirnya dibutuhkan kompetensi baru
untuk dikembangkan. Jadi dengan demikian dari waktu ke waktu, perkembangan pendekatan
36
untuk pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia di perusahaan akan menjadi
metode yang sangat membutuhkan pemikiran ulang yang terus-menerus sehingga menjadi
sebuah prakarsa pengembangan yang sesuai dengan tuntutan persaingan internal dan
eksternal perusahaan.
Dan talent management di sisi lain merupakan sebuah pendekatan pengelolaan SDM
yang fokus terhadap peningkatan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk
dikembangkan kapabilitasnya. Menurutnya kapabilitas dan potensi sumber daya manusia
menjadi dasar DNA (Departure, Navigation, Arrival) dalam organisasi. Penjelasan
keterkaitan kapabilitas dan potensi sumber daya manusia dapat dilihat pada gambar 7.2 di
bawah.
Gambar 7.2. Peran Talent Management dalam Basic DNA
D N A

Point of Departure Navigation Point of Arrival

Translating organizational Aligning individual values Clear understanding of the


vision into goals and and vision with varied roles within the
mapping the required level organizational values and organization and appreciation
of capacities and vision of the value-addition from self
competencies to achieve and others leading to building
goals a culture of trust, sharing and
team orientation
Assessment of talent to Enhancing capacities to Individual growth to meet and
profile the level of learn, think relate and act accept varied, incremental and
capacities and set of through development transformational roles in an
competencies possessed initiatives overall scenario of
within the organization acknowledged need for
change
Gap analysis and Helping individuals realize Developed individuals
identification of their full potential through enabling breakthrough
development path learning and development performance
Sumber: Parminder Sing (2009)
37
BAB VIII
MANAJEMEN TALENTA

MENURUT Wikipedia (2008), istilah talent management pertamakali diperkenalkan


oleh McKinsey and Company pada pertengahan 1990-an, dan saat ini begitu sangat terkenal
dipergunakan dan diadopsi serta diaplikasikan oleh perusahaan di seluruh dunia untuk
mengendalikan bisnisnya melalui pengembangan keterampilan dan talenta karyawan dalam
menghadapi persaingan lingkungan perekonomian global. Hal ini merupakan lingkungan
yang ideal untuk memutuskan talent management berarti memaksimalkan kinerja dari
masing-masing sumber daya manusia dan organisasi dalam pencapaian potensi terbaiknya
menghadapi tantangan bisnis, memasuki pasar baru dan memenangi persaingan bisnis.
Perusahaan dengan sumber daya manusia yang memiliki talenta dapat membangun image
baik perusahaan sebagai tempat kerja yang baik dengan tetap memelihara kesetiaan
karyawan, memberikan kesempatan karyawan untuk terus berkembang sehingga karyawan
akan merasa lebih memiliki nilai bagi perusahaan (Amy Hengst, 2007).
Parminder Singh (2009), dalam tulisannya menjelaskan fokus manajemen talenta
adalah mengembangkan kemampuan (capacity) sumber daya manusia, yang terdiri dari:
(1). Capacity to Learn (dengan ukuran Learning Quotient – LQ), yaitu meningkatkan
kapasitas individu untuk belajar meningkatkan kesadaran pribadi yang akan
membutuhkan usaha untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang sesuatu yang baru.
Kapasitas ini dikembangkan melalui holistic education yang mengajarkan bagaimana
caranya belajar dan membentuk lingkungan yang baik dan bijaksana. Gambar kapasitas
untuk belajar dapat dilihat pada gambar 8.1 berikut:
Gambar 8.1 Capacity to Learn

Introspection
Capacity
to Flow
Reflection &
Learn contemplation

(2). Capacity to Think (dengan ukuran Conceptual Quotient – CQ), yaitu proses yang
dilakukan SDM untuk mengetahui lebih banyak tentang apa yang menuntun atau menjadi
pedoman dalam pikiran untuk menciptakan image mereka. Meningkatkan kapasitas SDM
untuk berpikir membantu seseorang untuk tidak hanya belajar untuk mencapai tingkat
intelektual yang lebih tinggi tetapi juga meningkatkan kreativitas. Gambar kapasitas
untuk berpikir dapat dilihat pada gambar 8.2 berikut:
Gambar 8.2 Capacity to Think

Analysis
Capacity
to Judgment
Think Creativity

(3). Capacity to Relate (dengan ukuran Relationship Quotient – RQ), bahwa merupakan
sesuatu yang penting bagi SDM untuk memiliki kemampuan menghubungkan proses
pembelajaran dan pemikiran mereka, yang menjadi panduan bagi SDM untuk
menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Hasil sesungguhnya merupakan sense of
38
belongingness dan kepercayaan dari setiap tingkatan organisasi dan motivasi pada level
individu. Gambar kapasitas untuk berhubungan dapat dilihat pada gambar 8.3 berikut:
Gambar 8.3 Capacity to Relationship

Empathizing
Capacity
Trust
to
Relate Listening

(4). Capacity to Act (dengan ukuran Action Quotient – AQ), yaitu bahwa Action adalah
tindakan SDM yang ditunjukkan dengan nyata oleh ketiga kapasitas individu di atas, yang
merupakan kemampuan SDM yang diperankan dengan kesadaran. Berikut adalah gambar
8.4 tentang kapasitas untuk bertindak.
Gambar 8.4 Capacity to Act

Organizing Work
Capacity under
to pressure
Act Implementing

Dan nilai-nilai individu SDM akan membantu dalam proses pengambilan keputusan
yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas individu sebagai refleksi dari talenta sejati
SDM. Jadi menurut Parminder (LQ + CQ + RQ + AQ) x Values = Talent. Dan apabila
talenta SDM tersebut dimanifestasikan menjadi performance, maka gambarannya sebagai
berikut pada gambar 8.5 di bawah :
Gambar 8.5 Manifestasi Talenta Individu menjadi Performance
Talent
+
Vision/Mission/Strategy
+
Skills & Competencies
+
Role & structure
+
Opportunity
+
Encouragement & Recognition
+
Training & Development
+
Coaching
+
Action Plan & Goals
+
Resources
Performance
Management
System
Performance
39
Jadi domain dari talent management difokuskan tidak hanya pada pengembangan
kapasitas intrinsik individu tetapi juga pada membangun budaya dan management perubahan
dalam mempersiapkan elemen talenta individu untuk dimanifestasikan menjadi performance.
Boudreau, John W, dan Peter M. Ramstad, 2007, dalam bukunya Beyond HR: the new
science of human capital, menyebutkan bahwa talent management tetap menjadi misteri bagi
kebanyakan organisasi, tetapi telah menjadi program yang banyak dipergunakan dalam
strategi dalam mengelola SDM di organisasi bisnis. Dan telah dipercaya menjadi komponen
penting dalam menciptakan keunggulan bersaing di perusahaan, di mana organisasi
suksespun menjadikan talent management sebagai kunci sukses dari strategi bisnis untuk
memenangi persaingan dan pencapaian tujuan.
Muncul pergeseran pengelolaan sumber daya dengan lebih memberikan perhatian dan
optimalisasi pada talenta SDM ke dalam perspektif keputusan strategi perusahaan. Decision
Sciene ini akan mengendalikan pergeseran paradigma dikenal dengan Talentship, yang
kemunculannya akan menggeser peran Finance dan Marketing dalam organisasi. Talentship
mengembangkan efektivitas organisasi dengan keputusan yang dipengaruhi oleh human
capital yang dapat menghasilkan dan mengendalikan strategi yang sangat berbeda dalam
menciptakan sustainable strategic success.

Manajemen Talenta Proaktif


Berger and Berger (2003), dalam bukunya The Talent Management Handbook:
Creating Organizational Excellence by Identifying, Developing, and Promoting Your Best
People, mencantumkan bahwa pengelolaan talenta organisasi bisnis didesain untuk
membantu organisasi dalam menciptakan dan menjaga keunggulan (ekselensi) melalui
manajemen (pengelolaan) talenta yang dilaksanakan secara proaktif. Berdasarkan hasil riset,
penugasan (assignment) konsultansi yang dilakukan oleh organisasi bisnis, disimpulkan
bahwa keunggulan organisasi yang terpelihara (terjaga/terjadi) secara terus-menerus
dihasilkan melalui tiga strategi dalam talent management. Ketiga strategi tersebut adalah :
(1). Mengenali, menyeleksi, dan mengembangkan para Superkeeper. Superkeeper adalah
karyawan yang mampu menghasilkan kinerja unggul, yang mengilhami (memberikan
inspirasi kepada) karyawan lainnya untuk menghasilkan kinerja unggul juga, dan
merupakan karyawan yang benar-benar mampu mewujudkan kompetensi inti
organisasi.
(2). Mendapatkan, mengembangkan, dan menempatkan karyawan yang kualifikasinya tinggi
pada posisi (jabatan) kunci. Posisi (jabatan) kunci sangat penting untuk kelangsungan
organisasi.
(3). Mengalokasikan sumber daya (balas jasa, pelatihan, dan lain-lain) kepada para karyawan
berdasarkan realisasi kontribusinya dan/atau potensinya pada keunggulan organisasi.
Dan menurut E. Michaels, H. Handfield-Jones and B. Axelrod (2001), dalam bukunya
the war for talent menyebutkan bahwa pandangan organisasi terhadap pengelolaan talenta
karyawan adalah sebagai berikut:
(1). Talent Intensive Roles (selalu bersaing untuk mendapatkan talenta-talenta), yaitu: -Needs
special traits to succeed, -Long time to develop, -Big difference in individual
performance;
(2). Specialist Talent (Terkadang bersaing untuk mendapatkan talenta), yaitu: -Takes several
years to develop, -Some difference in individual performance;
(3). General Workers (Tidak pernah berusaha untuk mendapatkan talenta), yaitu: -Skill to do
work can be taught quickly, -Small difference in individual performance.
Bill Docherty and Marcus Wasdin, 2007, dalam bukunya Talent Management for
Dummies, menjelaskan bahwa talent management merupakan sebuah pendekatan strategi
yang komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, mengembangkan dan
mengalokasikan SDM yang bertalenta untuk membantu kegiatan pencapaian kinerja terbaik
dari organisasi. Dijelaskan pula bahwa talent management terdiri dari 5 (lima) elemen yaitu:
40
(1). Recruiting and talent acquisition: yaitu kegiatan perancangan untuk mengidentifikasi,
menarik, mengevaluasi dan mempekerjakan karyawan yang baik,
(2). Learning management: yaitu sebuah metode organisasi untuk mengelola pengembangan
karyawan melalui pendidikan dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
SDM yang memiliki talenta,
(3). Employee performance management, yaitu: proses perancangan yang terus berlangsung
untuk menyesuaikan, memonitor, mengukur, memberdayakan dan meningkatkan kinerja
karyawan,
(4). Workforce and succession planning, yaitu: merupakan proses perencanaan dan
pengalokasian sumber daya manusia untuk mengisi posisi yang lowong dengan SDM
yang memiliki motivasi, keterampilan dan pengalaman yang tepat, serta
mengidentifikasi pertumbuhan SDM saat ini dan masa yang akan datang,
(5). Compensation management, yaitu: kegiatan yang seimbang memadukan insentif dan
rewards dengan harapan kinerja karyawan dengan tujuan organisasi bisnis.
Dalam bukunya Globalizing human resource management, Sparrow Paul, et.al
(2004), mengatakan bahwa konsep talent management diutarakan pada tahun 1997, pada saat
para peneliti dari McKinsey dalam laporannya yang berjudul The War for Talent, membahas
perihal bagaimana organisasi bisnis membangun kekuatan dalam pengelolaan SDM yang
bertalenta yang dapat membantu organisasi bisnis dalam mencapai kinerjanya. Tujuan
kesuksesan sistem talent management adalah untuk menarik, memelihara, mengembangkan
dan mempergunakan SDM dalam usaha untuk menciptakan:
(a). Keunggulan bersaing yang berkelanjutan melalui penyesuaian kompetensi karyawan,
perilaku dan intelektualitas dengan kegiatan bisnis;
(b). Perhatian pada inovasi pada tingkatan yang lebih tinggi; - meningkatkan keterlibatan dan
komitmen karyawan;
(c). Penurunan kehilangan SDM yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai.
Maria-Luisa Sinclair (2004) dalam penelititan menyatakan bahwa organisasi
mengimplementasikan program perencanaan suksesi dan karier karyawan. Penelitiannya
mengeksplorasi kelayakan implementasi komponen program manajemen talenta dalam
organisasi. Menurutnya manajemen talenta adalah merupakan integrasi dari program sumber
daya manusia dengan tujuan menarik, mengembangkan dan memelihara karyawan yang
memiliki talenta. Dikatakan bahwa manajemen talenta merupakan pendekatan baru dalam
mengelola karyawan. Berapa dimensi manajemen talenta yang dikemukakan adalah sebagai
berikut:
(a) employee deployment strategy,
(b) performance management,
(c) compensation.
41
BAB IX
PERSPEKTIF MANAJEMEN TALENTA

BEBERAPA pendapat mengenai Talent Management menurut penelitian yang


dilakukan adalah sebagai berikut: Peters, Tom (2006), dengan judul Leaders As Talent
Fanatics Leadership Excellence, menyebutkan bahwa di era ketika value added tercipta dari
kreativitas, keunikan, semangat, keterlibatan SDM bertalenta menjadi basis utama
competitive advantage, seluruh bagian organisasi harus mencerminkan diri mereka sendiri
sebagai organisasi yang mengelola talenta (talent management). Berikut adalah 10 strategi
dalam talent management dalam suatu organisasi yaitu:
1. Put people first -- for real.
2. Be obsessed.
3. Pursue the best.
4. Weed out the rest.
5. Focus on intangibles.
6. Take reviews seriously.
7. Pay up. 8. Set sky-high standards.
9. Reward people skills.
10. Create opportunities to lead.
Hal ini sependapat dengan John W. Boudreau (2003), dalam tulisan Sustainability and
the Talentship Paradigm: Strategic Human Resource Management Beyond the Bottom Line,
menyebutkan bahwa dewasa ini, sustainability biasanya dihubungkan dengan paradigma
pengelolaan SDM secara tradisional, seperti: service delivery, customers satisfaction, dan
health and safety. Agar sustainability dapat diwujudkan, dibutuhkan kerangka pemikiran yang
menghubungkan keputusan talenta organisasi dengan sustainability sehingga akan menjadi
lebih jelas, tajam dan logis. Framework tersebut dirancang dengan decision science yang
disebut Talentship yakni dengan menentukan Sustainability dengan pengukurannya.
Karen Dempsey (2007), dalam penelitiannya berjudul Show off strategic skills in
talent management, mengungkapkan bahwa bagaimana cara pengelolaan SDM menjadi lebih
strategis sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Salah satu bidang di mana SDM menjadi
benar-benar berperan strategis adalah Talent Management. Karena kehilangan SDM yang
memiliki talenta akan mengganggu dan sangat costly bagi organisasi bisnis. Salah satu
caranya agar hal tersebut tidak terjadi pada organisasi adalah dengan selalu memelihara
komunikasi dengan SDM melalui aktivitas dalam talent management.
Ian Cunningham (2007) dalam Talent management: making it real Development and
Learning in Organizations, menyebutkan bahwa para praktisi learning dan development
manajemen membutuhkan keterlibatan yang dinamis dari elemen berbeda pada organisasi
untuk melakukan pendekatan talent management, tetapi hal tersebut bukanlah merupakan
kegiatan yang dilaksanakan sendiri dalam memecahkan masalah talent management. Oleh
karena itu, talent management saat ini menjadi hot issue pada banyak organisasi yang mereka
butuhkan untuk menarik SDM yang excellent. Talent management membutuhkan komunikasi
dialogis sesama SDM yang ada dalam organisasi untuk membicarakan masalah kompensasi,
benefit, dan rekrutmen untuk memastikan bahwa semua elemen organisasi ikut terlibat dalam
pengembangan SDM yang bertalenta.
Dan Jyotsna Bhatnagar (2007), dalam penelitiannya Talent management strategy of
employee engagement in Indian ITES employees: key to retention, menyebutkan bahwa talent
management tumbuh cepat menjadi prioritas utama bagi organisasi bisnis di seluruh dunia.
Awalnya, talent management dirancang untuk meningkatkan proses rekrutmen dan
pengembangan SDM dengan membutuhkan keterampilan dan bakat yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Beragam aspek dari talent management adalah recruitment, selection,
on-boarding, mentoring, performance management, career development, leadership
42
development, replacement planning, career planning, recognition and reward. Talenta adalah
menjadi key differentiator dari human capital management dan untuk meningkatkan
competitive advantage, dan menjadi fungsi kunci dalam memainkan peran strategis dalam
organisasi.
Penelitian Rod Newing (2007), dalam Investing in an uncertain future, menyebutkan
bahwa pendekatan talent management merupakan proses investasi masa datang yang harus
dikembangkan melalui kebijakan yang transparan dan dilaksanAkan dengan konsisten, dan
talent management merupakan salah satu bagian dalam mengembangkan SDM. Hal tersebut
dilaksanakan guna menjamin komitmen dalam proses untuk menghasilkan keuntungan
organisasi melalui employee branding dalam persaingan mendapatkan SDM yang memiliki
talenta agar dapat menjadi sebuah valuable asset. Hal ini didukung oleh Fay Hansen (2007)
dalam penelitiannya Control and Customization, menyebutkan bahwa perusahaan tetap
perhatiannya fokus pada talent management yang memberikan dampak pada pengelolaan
retensi SDM dan kegiatannya. Talent management juga merupakan proses yang ada dalam
performance management systems dan sistem kompensasi agar dapat menurunkan biaya
operasional dan resiko organisasi bisnis.
Begitu pula dengan Rebecca Clake (2006) dalam tulisannya Reflection on talent
management, menyebutkaan bahwa pendorong organisasi tertarik pada talent management
dengan alasan yang cukup jelas yaitu adanya kecenderungan terjadinya penurunan
keterampilan SDM dan adanya perubahan demograpi ketenagakerjaan, sehingga sangat
banyak sekali penelitian tentang SDM yang dilakukan selalu menghubungkannya dengan
talent management. Hal ini diperkuat oleh tulisan Chris Watkin (2007) yang berjudul
Matching supply to demand a strategic approach to talent management, menjelaskan bahwa
strategi talent management dimulai dengan menganalisis dan mendefinisikan pembahasan
strategi bisnis pada masa yang akan datang yaitu dengan memberikan kesempatan organisasi
untuk mengetahui tentang SDM seperti apa yang dibutuhkan. Sehingga menjamin
terpenuhinya kebutuhan SDM yang berkualitas di organisasi saat ini dan pada masa yang
akan datang.
Alison Crabbe, et.al (2006), menyebutkan bahwa talent management merupakan
pengelolaan terpenting dari kompetensi karyawan dengan tujuan untuk mendukung
pencapaian tujuan bisnis. Talent management meliputi:
(1). Menggunakan fungsi-fungsi workforce performance management (WPM) untuk
merancang dan mengelola tujuan SDM.
(2). Menggunakan proses penilaian untuk mengevaluasi kompetensi karyawan, dan
merekomendasikan pelatihan untuk mengembangkan kompetensi,
(3). Memelihara tingkat kompetensi karyawan, kualifikasi pendidikan karyawan guna
menyesuaikan dengan peluang kerja karyawan di organisasi bisnis.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Guy Lubitsh, et al (2007), yang
menyatakan bahwa talent management merupakan investasi jangka panjang dan prioritas
strategi yang dibutuhkan organisasi bisnis dewasa ini. Talent management merupakan sebuah
sistem yang menghubungkan seluruh bagian yang ada dalam organisasi dalam menciptakan
keunggulan bersaing sehingga organisasi bisa survive dalam menghadapi persaingan global.
Dalam penelitian ini juga dikemukakan kerangka proses talent management yang terdiri dari
13 (tigabelas) dimensi, yaitu:
(1). Risk (risiko),
(2). Transparency (transparansi),
(3). Culture (budaya),
(4). Decision process (proses keputusan),
(5). Permanency of definition (Keteguhan mengerti konsep),
(6). Size of pool (jumlah karyawan),
(7). Ease of entry (kemudahan masuk ke organisasi),
(8). Ownership of talent (kepemilikan talenta karyawan),
43
(9). Connected conversations (hubungan komunikasi),
(10). Development path (jalur pengembangan),
(11). Development focus (perhatian pada pengembangan),
(12). Support (Dukungan),
(13). Performance measure (pengukuran kinerja).
Carole Tansley, et. Al 92006), menyebutkan dalam penelitian yang dilakukan bahwa
perubahan demografi tenaga kerja, penurunan kinerja dan keterampilan karyawan dan
perubahan karakter generasi tenaga kerja akan menciptakan apa yang disebut war for talent.
Dalam persaingan memperebutkan talenta SDM, organisasi akan meningkatkan strategi
bersaing dengan melaksanakan attraction, development, deployment dan retention of talent
vital for their business needs. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kapabilitas dan
kompetensi SDM yang dibutuhkan organisasi bisnis dalam menghadapi persaingan dalam era
global.
Lorenzo J. Hester (2005), dalam penelitiannya yang berjudul The Impact of Strategic
Human Resource Management on Organization Performance: A Persfective of The Resource
–Based View of the Firm, menyebutkan bahwa dimensi penting dari tercapainya keunggulan
bersaing organisasi adalah terintegrasinya strategi pengelolaan talenta SDM dengan strategi
bisnis yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Faktor lebih lanjut sebagai dimensi dari
talent management meliputi:
1. Retention strategy of HR practices (Strategi mempertahankan SDM) (Collin, C., 2000) ,
2. Acquisition strategy of HR practices (Strategi Pemilihan SDM) (Snell, S & Dean, J.,1992),
3. Training strategy (Strategi Pelatihan) (Snell, S & Dean, J.,1992),
4. Internal Labor Market (SDM yang ada di organisasi) (Delaney, J., & Huselid, M,1996),
5. Intent to Leave (Keinginan SDM keluar organisasi) (Cook, J., Hepworth, S.Wall T.,&
Warr, P, 1981),
6. Perceived Organizational Performance (Penerimaan Kinerja organisasi) (Delaney, J., &
Huselid, M,1996),.
44
BAB X
KINERJA KARYAWAN

MENURUT Randall (1998), Performance Appraisal mengacu pada sistem formal dan
terstruktur yang mengukur, menilai, dan memengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk
mengetahui seberapa produktifnya seorang karyawan dan apakah ia mampu berkinerja sama
atau lebih efektif pada masa yang akan datang sehingga karyawan, organisasi, dan
masyarakat semuanya memperoleh manfaat.
Dalam Performance Appraisal, terjadi proses untuk mengenali, mengukur, dan
mengembangkan pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan. Sistem penilaian kinerja yang
baik hendaknya dapat mengukur dengan tepat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan. Di
samping itu, juga harus memiliki mekanisme untuk menambah kekuatan yang bersangkutan,
mengenali kekurangan, dan dapat memberikan umpan balik pada karyawan sehingga
mendorong mereka untuk memperbaiki prestasi kerja yang lebih baik. Dengan perkembangan
teknologi informasi mau tidak mau perusahaan harus mengikutinya untuk tetap mampu
bersaing dengan pesaingnya. Perkembangan teknologi informasi ini berdampak sangat besar
terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang terdidik karena
sejumlah pekerjaan menuntut tenaga kerja dengan pengetahuan yang lebih tinggi.
Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi menjelaskan
pengertian kinerja (performance) dengan menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan dari
sudut pandang yang berbeda-beda; namun makna yang terkandung pada hakikatnya sama.
Benardin and Russell (1998:239) memberikan pengertian bahwa “performance is defined as
the record of outcomes produced on a spesified job function or activity during a specified
time period.” (Kinerja didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya pada periode tertentu).
Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bowin and Harvey
(1999:143) bahwa “performance may be defined as the accomplishment of an employee or
manager assign duties and outcome produced on a job function or activity during a specified
time period.” (Kinerja didefinisikan sebagai gambaran pemenuhan seorang karyawan atau
tugas-tugas manajer dari hasil produksi yang terpasang atau kegiatan selama periode
tertentu). Hal ini juga sejalan dikatakan oleh Cascio (2003:361) bahwa “performance refers
to an employee’s accomplisment of assigned task.” (Kinerja adalah pencapaian karyawan
berkenaan dengan tugas-tugas yang diberikan). Dengan demikian pengertian kinerja
merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama suatu periode waktu tertentu yang menunjukkan seberapa baik seorang
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Di samping beberapa pendapat tersebut, Robbin (2006) mengemukakan bahwa kinerja
karyawan merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation),
dan kesempatan (opportunity); sehingga dapat diformulasikan P = f (A x M x O) dan M = V
x E x I. Sehubungan dengan itu, Malayu SP. Hasibuan (1996:76) menjelaskan bahwa:
A = Ability adalah kemampuan untuk menetapkan dan atau melaksanakan suatu sistem dalam
pemanfaatan sumber daya dan teknologi secara efektif dan efisien untuk mencapai
hasil yang optimal.
O = Opportunity adalah kesempatan yang dimiliki oleh karyawan secara indvidu dalam
mengerjakan, memanfaatkan waktu, dan peluang untuk mencapai hasil tertentu.
M = Motivation adalah keinginan dan keunggulan seorang pekerja untuk mengerjakan
pekerjaan dengan baik secara berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
V = Valence adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan seseorang yang paling ia
butuhkan.
45
E = Expectancy yaitu berhubungan dengan pendapat bahwa perilaku tertentu (sebab) akan
diikuti oleh hasil (akibat) tertentu pula.
I = Instrumentality adalah besarnya kemungkinan akan terpenuhinya keinginan dan
kebutuhan tertentu yang diharapkan karyawan jika bekerja secara efektif.
Berdasarkan ketiga fungsi dari kinerja yang meliputi ability, opportunity dan
motivation tersebut dapat membentuk performance seorang pekerja yang dapat digambarkan
pada sebuah model seperti pada Gambar 10.1. berikut.
Gambar 10.1. Dimensi Kinerja

Ability

Performance

Motivation Opportunity

Gambar: Performance Dimension


Sumber: Robbin (2006).

Berdasarkan pada Gambar 10.1. di atas tersebut tampak bahwa hubungan antara
kemampuan dan motivasi terjadi jika terdapat faktor pemicu yang dalam penelitian ini adalah
kinerja karyawan. Seorang karyawan yang memiliki kinerja baik dipengaruhi oleh
kompensasi karena bagaimanapun juga motif karyawan bekerja untuk memperoleh
kompensasi yang adil dan layak; adil dimaksudkan sesuai dengan kompetensi dimiliki
karyawan yang telah disumbangkan kepada perusahaan, sedang layak dimaksudkan
sesuai dengan stándar kebutuhan hidup dan besarnya sesuai yang ditentukan pemerintah.
Dengan demikian kinerja karyawan dicerminkan oleh komitmen mereka yang telah dimiliki
karyawan sejak mulai bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
46
BAB XI
KRITERIA KINERJA KARYAWAN

UNTUK mengetahui kinerja karyawan berbagai faktor perlu dipertimbangkan; yang


dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan menurut para ahli Sumber Daya Manusia
seperti Cascio (2003:361) mengatakan bahwa: “performance apparaisal is the systematic
description of the job relevant strenghts and weaknesses of an individual or a group”.
(Penilaian kinerja adalah gambaran pekerjaan secara sistematik berhubungan dengan
kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok). Hal ini dipertegas oleh Dessler (2006)
berpendapat bahwa “performance appraisal is defined as evaluating an employee’s current
or past performance relative to his or her performance standards”. (Penilaian kinerja
didefinisikan sebagai evaluasi kinerja karyawan atau seseorang atau kelompok pada masa
kini atau masa lampau yang dikaitkan dengan kinerja standar).

Syarat Penilaian
Untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja secara efektif, terdapat dua syarat
utama yang harus dipenuhi, yaitu:
(1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif,
(2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi.
Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk
pengembangan diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi
pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, yaitu:
(1) relevancy,
(2) reliability,
(3) discrimination,
(1) Relevansi (relevancy), yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara
kriteria dengan tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran kinerja
yang relevan jika dibandingkan dengan penampilan seseorang.
(2) Reliabilitas (reliability), yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat di mana kriteria
menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran kuantitatif seperti satuan produksi dan
volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang konsisten secara relatif. Sedangkan
kriteria seperti sikap, kreativitas, dan kerja sama menghasilkan ukuran yang tidak
konsisten karena tergantung pada orang yang mengevaluasinya.
(3) Diskriminasi (discrimination), yaitu tingkat pengukuran di mana suatu kriteria kinerja
bisa memperlihatkan perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semua
baik atau jelek; ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif.
Dilihat dari titik acuan penilaian, menurut Gomes (2001) membagi menjadi tiga tipe
penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu:
(1) result-based performance evaluation,
(2) behavior-based performance evaluation,
(3) judgment- performance evaluation.
Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Results-based performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang dilakukan dengan
merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi dan melakukan pengukuran hasil-
hasil akhirnya.
(2) Behavior-based performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang bermaksud
untuk mengukur tercapai sasaran (goals), dan bukan hasil akhirnya (end results). Dalam
praktik, kebanyakan pekerjaan yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang
objektif karena melibatkan aspek kualitatif.
(3) Judgment-performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau
mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti:
47
quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability,
interpersonal competence, loyality, dependability, personal qualities, dan yang
sejenisnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas yang dimaksud penilaian kinerja karyawan
adalah evaluasi kinerja karyawan atau seseorang atau kelompok pada masa kini atau masa
lampau yang dikaitkan dengan kinerja standar dan di dalamnya terdapat gambaran sistematis
yang mencerminkan kelemahan dan kekuatan individu atau kelompok.
Dalam mengukur keberhasilan kinerja karyawan perlu dilakukan penilaian kinerja
(appraisal performance). Bernarddin dan Russel (2003) penilaian kinerja menjadi alat yang
bertambah penting untuk organisasi dalam mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan,
untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat serta untuk mempertinggi
kualitas secara keseluruhan produksi dan jasa perusahaan. Cascio (2006) mengatakan:
In general, appraisal serves a twofold purpose:
1) To improve employee’s work performance by helping them realize and use their full
potential in carrying out their firm’s missions.
2) To provide information to employees and managers for use in making work related
decisions.
Pada umumnya, penilaian memberikan dua tujuan:
1) Untuk memperbaiki kinerja kerja karyawan dengan membantu mereka mencapai dan
menggunakan potensi mereka secara penuh dalam membawa ke dalam misi perusahaan.
2) Untuk menyediakan informasi kepada karyawan dan manajer untuk digunakan dalam
membuat keputusan berhubungan dengan pekerjaan.

Sumber Penilaian
Berbagai sumber penilaian dapat digunakan; menurut Surya Dharma (2005) terbagi
menjadi 4 (empat) sumber yaitu:
(1) Penilaian atas diri sendiri. Merupakan suatu proses di mana para individu mengevaluasi
kinerja mereka sendiri dengan menggunakan pendekatan terstruktur yang biasanya
diberikan sebuah formulir penilaian diri sendiri yang diisi oleh individu yang
bersangkutan. Jawaban yang diberikan individu terhadap pertanyaan akan memberikan
agenda bagi pertemuan evaluasi di mana individu akan memimpin dan para manajer akan
menanggapi sebagaimana mestinya. Peran dari manajer adalah memberikan komentar
dan kadangkala menambahkan penilaian diri individu tersebut bila dianggap perlu.
Mereka harus menghindari konfrontasi, yaitu pertentangan total dengan opini individu.
Dikatakan pendekatan ini bersifat konstruktif terhadap penilaian di mana manajer
menyelenggarakan pertemuan dengan basis pemecahan masalah bersama, memfokuskan
kepada identifikasi dan eksplorasi masalah kunci yang dihadapi karyawan dan
mendorong untuk memikirkan jalan keluar bagi persoalan tersebut.
Manajer akan memberikan umpan balik yang konstruktif dalam arti ditujukan untuk
mendorong karyawan mencari apa yang harus dilakukan. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa secara keseluruhan karyawan cukup realistik dalam menilai kinerja
mereka sendiri sepanjang penilaian mereka tidak memengaruhi secara langsung
keputusan tentang penentuan gaji/upah yang berdasarkan kinerja. Penilaian diri sendiri
memungkinkan karyawan untuk mempimpin tetapi tujuan pertemuan evaluasi tetap
untuk mencapai tujuan penilaian bersama dan rencana pengembangan yang disepakati.
(2) Penilaian oleh bawahan. Bawahan menyediakan kemungkinan untuk menilai atau
berkomentar tentang aspek tertentu dari kinerja manajernya. Tujuannya adalah untuk
membuat manajer lebih menyadari tentang persoalan yang berkenaan dengan kinerja
mereka dari sudut pandang bawahan mereka. Penilaian ke atas dapat dilakukan dengan
meminta para bawahan untuk memberikan penilaian kinerja kepada manajer mereka di
bawah beberapa butir topik. Hal ini umumnya berhubungan dengan aspek pengelolaan
orang dari peran mereka, seperti menetapkan sasaran, memberikan panduan yang jelas
48
(kepemimpinan) dan dukungan, memberdayakan, memotivasikan, pelatihan atau
coaching, dan menilai kinerja serta menilai kebutuhan pengembangan.
(3) Penilaian oleh rekan sejawat. Peer assessment (rekan sejawat) merupakan evaluasi yang
dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama.
Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan penilaian kepada
kolega atau jaringan kerja yang lainnya.
(4) Penilaian oleh Multi assessment. Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang berbeda
dalam evaluasi kinerja telah menimbulkan perhatian yang lebih besar kepada penilaian
dengan berbagai sumber penilai yang dapat menambahkan nilai kepada evaluasi
manajer/bawahan. Ini dapat mencakup penggunaan ke atas dan oleh rekan sejawat di
samping penilaian oleh para manajer. Secara teoretis, banyak yang dapat dikatakan
tentang pendekatan ini tetapi dalam praktiknya sistem ini akan berada dalam kesulitan
karena terlalu berlebihan dan padat karya selain rentan kelemahan-kelemahan baik proses
penilaian ke atas ataupun penilaian oleh rekan sejawat.
Dalam menilai kinerja terdapat dimensi atau kriteria yang dapat dipergunakan.
Menurut Scarpello, et al (1995) kriteria kinerja adalah aspek kinerja yang merupakan kontrol
bagi individu dan organisasi yang menganggap kinerja penting dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi atau mengukur kinerja karyawan. Terdapat tiga tipe yang digunakan dalam
mengevaluasi kinerja, yaitu:
1) Traits, which are observable dimensions of personality, such as initiative, friendliness,
and aggressiveness.
2) Behaviors exhibited by the employee, such as asking subordinates for ideas and
suggestions to solve job-related problems, refusing to divulge confidential information to
others.
3) Outputs or results of work, such as sales or production volume, number of errors made
when typing a letter, quality of work produced.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiga kriteria yang
digunakan untuk mengukur kinerja karyawan adalah:
1) Sifat, seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif, atau kreativitas, ramah tamah,
dan sikap agresif.
2) Perilaku, perilaku yang diperlihatkan karyawan seperti seorang bawahan yang secara
cuma-cuma memberikan saran atau ide untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan, menolak membocorkan rahasia pada yang lainnya.
3) Hasil, seperti penjualan atau sejumlah produksi, jumlah kesalahan yang dibuat ketika
mengetik surat, kualitas produksi kerja.
Selanjutnya, menurut Bernardin and Russell (2003) mengemukakan 6 kriteria utama
kinerja yang dapat dinilai sebagai berikut:
1) Quality: The degree to which the process or result of carryng out an activity approaches
perfection, in terms of either conforming to some ideal way of performing the activity or
fulfilling the activity’s intended purpose.
2) Quantity: The amount produced, expressed in such term,s as dollar value, number of
unit,or number of completed activity cycles.
3) Timelines: The degree to which an activity is completed, or a result produced, at the
earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the outputs of
others an maximazing the time available for other activities.
4) Cost-effectiveness: The degree to which the use of the organization’s resources (e.g.
human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the
highest gain or reduction in loss from each unit or instance of use of resource.
5) Need for supervision: The degree to which a performer can carry out a job function
without either having to request supervisory assistance or requiring supervisory
intervention to prevent an adverse outcome.
49
6) Interpersonal impact: The degree to which a performer promotes feeling of self-esteem,
goodwill, and cooperation among cowoker and subordinates.
Dari uraian di atas diartikan, 6 kriteria utama kinerja yang dinilai sebagai berikut:
1) Kualitas: Tingkat di mana proses atau hasil dari suatu kegiatan yang sempurna, dengan
kata lain melaksanakan suatu kegiatan dengan cara yang ideal/sesuai atau menyelesaikan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2) Kuantitas: Besaran yang dihasilkan, dalam bentuk nilai dólar, sejumlah unit, atau
sejumlah kegiatan yang diselesaikan.
3) Ketepatan waktu: Tingkat di mana kegiatan diselesaikan, atau hasil yang diselesaikan,
dengan waktu lebih cepat dari yang ditetapkan dan menggunakan waktu yang tersedia
untuk kegiatan lain.
4) Efektivitas biaya: Tingkat di mana penggunakan sumber organisasi (antara lain: SDM,
uang, teknologi, materi) dimaksimalkan untuk mendapatkan target yang tertinggi atau
sebaliknya, efektivitasnya berkurang, penggunaan sumber organisasi dikurangi.
5) Kebutuhan pengawasan: Tingkat di mana pegawai melaksanakan pekerjaannya tanpa
memerlukan bantuan pengawas atau sebaliknya untuk menghindari kesalahan atau
mendapatkan hasil yang tidak diinginkan.
6) Pengaruh interpersonal: Tingkat di mana pegawai menunjukkan perasaan self-esteem
(harga diri), goodwill dan kerja sama di antara rekan sekerja dan bawahan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kriteria kinerja di atas untuk dapat mengukur karyawan;
menurutnya keberhasilan kinerja karyawan dapat diukur dari hasil (outcome) atau hasil
produksi (results produced) mereka atau dilihat dari apa yang dihasilkan atau diproduksi.
Walaupun kinerja karyawan tergantung dari beberapa kombinasi seperti: kemampuan, upaya,
dan peluang; namun bagian itu dapat diukur dari hasil produksi.
Berbeda halnya seperti dikatakan oleh Noe (2006) ada beberapa pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja, pendekatan tersebut meliputi sebagai berikut.
1) Pendekatan Perbandingan (The Comparative Approach), dalam pendekatan ini terdiri
dari teknik yang membutuhkan nilai untuk membandingkan kinerja individu dengan yang
lain. Sekurang-kurangnya ada 3 teknik dalam pendekatan ini, yaitu: (1) Ranking:
karyawan dalam satu departemen di-ranking dari yang tertinggi sampai terendah nilainya;
(2) Forced Distribution: menggunakan format ranking tapi karyawan di-ranking dalam
grup; (3) Paired Comparison: membandingkan tiap karyawan dengan karyawan lain
dalam grup kerja.
2) Pendekatan Atribut (The Attribute Approach), pendekatan ini menfokuskan pada atribut
individu (karakter atau sifat) yang dianggap dapat memberikan kesuksesan perusahaan.
Teknik yang digunakan cenderung mendefinisikan sejumlah sifat seperti: inisiatif,
kepemimpinan dan rasa bersaing serta mengevaluasinya. Teknik yang digunakan adalah
graphic rating scales dan mixed standard scales.
3) Pendekatan Perilaku (The Behavioral Approach),pendekatan ini mencoba mendefinisikan
perilaku karyawan yang harus ditunjukkan agar efektif dalam bekerja. Teknik yang dapat
dilakukan dalam pendekatan ini adalah Critical Incident (manajer mencatat kinerja
efektif dan tidak efektif dari tiap karyawan), Behaviorally Anchores Rating Scales (BARS)
didesain secara khsusus untuk mendefinisikan dimensi dengan membentuk jangkar
perilaku (behavioral anchors) dikaitkan dengan level prestasi yang berbeda, Behavioral
Observation Scales (BOS) variasi bentuk dari BARS, Organizational Behavior
Modification (OBM), Assessment Center.
4) Pendekatan Hasil (The Result Approach), pendekatan ini memfokuskan pada pencapaian
sasaran, pengukuran hasil pekerja atau kelompok kerja. Dalam pendekatan ini terdapat
dua bentuk dari pendekatan yaitu: (1) Management By Objective (MBO): perusahaan
menetapkan sasaran yang harus dicapai dan sasaran ini digunakan sebagai stándar dari
tiap kinerja karyawan pada saat dievaluasi; (2) Productivity Measurement and Evaluation
50
System (PROMES): pendekatan ini bertujuan untuk memotivasi karyawan agar
berproduktivitas lebih tinggi.
5) Pendekatan Kualitas (The Quality Approach), karakteristik dari pendekatan kualitas ini
adalah berorientasi ke pelanggan (customer orientation) dan menghindari pendekatan
pada kesalahan (prevention approach to errors). Tujuan utama pendekatan ini adalah
meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yang terdiri dari internal
customer dan external customer. Evaluasi pendekatan kualitas dalam pengukuran kinerja
merupakan kombinasi dari pengukuran pendekatan atribut dan pendekatan hasil.
Lebih lanjut dikatakan Noe (2006) bahwa penilaian yang sedang populer dalam
organisasi sekarang adalah penilaian 360 derajat. (In fact, one recent popular trend in
organizations is called 360 degree appraisals. This technique consists of having raters (boss,
peers, subordinates, customers). Yang dimaksudkan penilaian 360 derajat yaitu: suatu proses
penilaian oleh berbagai pihak yang termasuk di dalamnya hubungan dengan manajer. Proses
ini termasuk di dalamnya evaluasi diri sendiri yang bersangkutan, dan evaluasi dari pihak-
pihak yang berkaitan dengan individu yang diukur kinerjanya (atasannya), bawahannya
(subordinate), rekan sekerja, maupun pelanggan (customer).
Pengukuran atau penilaian terhadap kinerja karyawan mengacu pada pendekatan
judgment-performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau
mengevaluasi kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik menurut Gomes (2001),
meliputi delapan dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan
penilaian terhadap kinerja karyawan berdasarkan deskripsi yang spesifik yaitu:
(1) Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan;
(2) Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat kesesuaian dan
kesiapannya;
(3) Job knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya;
(4) Creativeness yaitu keaslian gagasan yang dimunculkan dan tindakan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul;
(5) Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota
organisasi);
(6) Dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
pekerjaan;
(7) Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya;
(8) Personal qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan
integrasi pribadi.
Penelitian Steven L. Sizoo (2001) menyatakan bahwa terdapat pengaruh intercultural
sensitivity terhadap kinerja karyawan hotel. Intercultural sensitivity terjadi karena
meningkatnya cross-cultural service encounter yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
interaksi dalam era globalisasi. Kinerja karyawan merupakan product atau service yang
dihasilkan dan diberikan oleh karyawan kepada konsumen. Dimensi kinerja karyawan yang
dipergunakan dalam penelitiannya yaitu:
(a) service attentiveness,
(b) revenue contribution,
(c) interpersonal skills,
(d) job satisfaction,
(e) social satisfaction.
51
BAB XII
PERSPEKTIF KINERJA KARYAWAN

BEBERAPA pendapat mengenai Kinerja Karyawan menurut para pakar MSDM


adalah sebagai berikut: antara lain dari Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2006) berpendapat
dalam bukunya Human Resources Management: Gaining a Competitive Advantage, bahwa
suatu proses penilaian oleh berbagai pihak yang termasuk di dalamnya hubungan dengan
manajer. Proses ini termasuk di dalamnya evaluasi diri yang bersangkutan, dan evaluasi dari
pihak yang berkaitan dengan individu yang diukur kinerjanya (atasannya), bawahannya
(subordinate), rekan sekerja, maupun pelanggan (customer).
Hal ini diperkuat oleh Howard Risher (2007), dalam penelitiannya yang berjudul
Fostering a Performance-Driven Culture in the Public Sector, menyebutkan bahwa budaya
organisasi saat ini banyak dibicarakan sebagai sebuah konsep yang dimengerti secara luas.
Peran budaya dalam mengelola organisasi dan praktik manajemen dapat memberikan
kontribusi untuk menguatkan pentingnya kinerja sebagai prioritas budaya. Budaya juga dapat
menjelaskan metode untuk mengidentifikasi tindakan dalam meningkatkan pencapaian
kinerja yang baik.
Pendekatan baru untuk mengelola kinerja karyawan yang baik mustahil dapat diraih
tanpa kehadiran budaya kinerja. Delapan dimensi dari budaya kinerja karyawan adalah:
1. leaders as champions,
2. work link to mission,
3. performance tracking and dialogue,
4. cascading goals,
5. investment in talent,
6. recognition and rewards,
7. manager accountability,
8. employee engagement.
Budaya kinerja merupakan konsep yang sangat powerful, dan menjadi faktor penentu
keberhasilan di setiap organisasi. Penghargaan atas kinerja karyawan akan memengaruhi
budaya, tetapi banyak organisasi tidak siap untuk mengubah kebijakan yang berkaitan dengan
hal ini.
Susan Heathfield (2007), dalam hasil penelitiannya yang berjudul Performance
Appraisals Don't Work-What Does? menjelaskan bahwa proses penilaian kinerja karyawan
seperti praktik tradisional dilaksanakan secara mendasar sebagai value-based, vision-driven,
mission-oriented. Pada proses penilaian kinerja konvensional akan menulis laporan dan opini
tahunannya berkaitan kinerja karyawan. Tidak ada sistem penilaian kinerja yang sempurna,
dan tidak ada sistem secara sempurna dapat dipercaya dalam mengukur kinerja karyawan.
Sebuah sistem penilaian kinerja karyawan yang efektif akan mengurangi faktor proses
penilaian tradisional. Tantangan pengelolaan kinerja karyawan adalah membuat komitmen
dengan sistem yang lebih luas dalam organisasi.
Begitu pula dengan penelitian yang disampaikan oleh Ann Pomeroy (2007), dengan
judul penelitian C-Suite Worries Over Succession Planning, menjelaskan bahwa tantangan
pengelolaan human capital pada masa depan adalah perencanaan suksesi SDM yang
memiliki talenta, mengidentifikasi kapabilitas pemimpin, dan melaksanakan pengukuran
kinerja karyawan serta masalah produktivitas. Oleh karena itu diperlukan beberapa panduan
untuk mengidentifikasikan potensi SDM yang ada, memotivasi karyawan pada generasi yang
berbeda, merancang program yang efektif dan menciptakan sistem manajemen kinerja
karyawan yang efektif.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Laurie Brannen (2007), yang berjudul
BPM's Missing Link, yang menjelaskan bahwa organisasi mengetahui bahwa human capital
merupakan aset mereka yang terbesar dan kinerja karyawan adalah faktor kunci dalam
52
pencapaian tujuan perusahaan, tetapi karyawan pada beberapa perusahaan masih dipandang
sebagai anak tiri oleh perusahaan. Menurut Laurie hal berikut merupakan pelaksanaan yang
berkaitan dengan kinerja karyawan yang terbaik secara universal yaitu:
1. strengthening the links between HR and finance,
2. linking monetary rewards to performance goals,
3. selecting the most meaningful metrics,
4. avoiding metric overload,
5. using scorecards,
6. taking a collaborative approach to setting performance objectives,
7. providing frequent performance updates.
Faktor kunci dalam manajemen kinerja karyawan adalah kemampuan dalam
menyesuaikan manajemen kinerja dengan perubahan lingkungan dan masalah strategis
lainnya seperti menjaga, mengembangkan dan mempertahankan fungsi pengelolaan SDM
dalam memaksimalkan usaha untuk mencapai tujuan.

Motivasi
Selain itu, dalam penelitiannya, David Saxby (2007), dengan judul Factors to
Motivate Employee Performance, mengemukakan bahwa dalam memotivasi karyawan secara
individu tanpa melaksanakan perubahan lingkungan kerja akan menjadi tantangan yang harus
dihadapi organisasi dalam penilaian kinerja karyawan. Oleh karena itu faktor-faktor yang
memengaruhi pekerjaan karyawan setiap hari harus diperhatikan untuk mendapatkan
penilaian kinerja karyawan yang efektif. Selain itu, juga dapat dihasilkan melalui beberapa
program seperti evaluating the management team's skills, the employee recognition program,
the company's physical layout and the employee training program. Organisasi seharusnya
pula mempertimbangkan beberapa hal berikut untuk memotivasi karyawan dalam meraih
kinerjanya yaitu:
1. Evaluate the physical work environment
2. Display a clear vision of company objectives
3. Continually review objectives
4. Share information
5. Make yourself available
6. Provide continual feedback
7. Reward achievements
8. Empower employees to initiate projects
Dan dalam penelitian Judd H Michael, et.al (2006), yang berjudul Production
employee performance at a furniture manufacturer: The importance of supportive
supervisors, mengemukakan bahwa kinerja karyawan memainkan peran penting dalam
penilaian kinerja organisasi secara keseluruhan melalui direct supervisor, sebab direct
supervisor mengindikasikan upaya yang dapat memengaruhi kinerja karyawan yang
berhubungan dengan perilaku karyawan. Sehingga pihak manajemen hendaknya dapat
memberikan nasihat untuk mengembangkan komunikasi dan keterampilan interpersonal
dalam supervisory-nya dengan tujuan untuk mencapai kinerja karyawan sekaligus kinerja
organisasi.
53
BAB XIII
KETERKAITAN PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN, AGEN
PERUBAHAN, MANAJEMEN TALENTA DAN KINERJA KARYAWAN

(a) Pengaruh Mitra Strategis Karyawan terhadap Manajemen Talenta


BEBERAPA penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Anonymous
(1999) , dengan judul People are assets, too, menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya
manusia sebagai aset perusahaan merupakan sebuah strategic partnership dalam
mengembangkan pencapaian tujuan organisasi bisnis. Strategic partner yang diperankan
karyawan menjadi perdebatan dalam implementasinya di organisasi. Hal ini muncul
berkenaan dengan nilai yang diciptakan peran strategic partner SDM dalam organisasi yang
memengaruhi isu sentral SDM yang banyak dibicarakan,yaitu: talent management,
performance management, alignment of human capital.
Penelitian David Finegold (2007), dengan judul Advanced Talent Management,
mengemukakan yaitu: bahwa organisasi saat ini menghadapi kompleksitas tantangan dalam
mengelola SDM global dan membangun organisasi global yang efektif. Dalam hal ini talent
management adalah inti dari banyak tantangan pengelolaan SDM global yang harus dihadapi
organisasi. Seringkali dalam pengelolaan SDM, karyawan kurang memiliki kemampuan
menjadi anggota teamwork pada proses pencapaian tujuan organisasi. Padahal peran SDM
pada masa depan akan semakin meningkat secara strategis dalam proses pengambilan
keputusan strategi organisasi bisnis. Peran strategis SDM ini merupakan kapabilitas yang
harus dimiliki karyawan dalam menghadapi ketatnya persaingan dan merespons tantangan
pengelolaan talenta karyawan dengan efektif.
Hal yang sama pula diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Marcus
Powell (2007), yang berjudul: Courage in the face of extraordinary talent, yaitu bahwa talent
management menjadi agenda perusahaan yang paling cepat berkembang saat ini. Pandangan
peran strategis SDM terhadap talent management, seharusnya memperhatikan pendekatan
dan menjamin bahwa sistem, proses dan kepercayaan yang tercipta sesuai dengan strategi
organisasi. Berikut adalah lima perencanaan yang dianjurkan untuk mengembangkan talent
management dalam organisasi yaitu:
1. Mengembangkan budaya organisasi
2. Membina karyawan
3. Memaksimalkan pengelolaan talenta-talenta karyawan
4. Mengembangkan kapasitas talenta karyawan
5. Memilihi pendekatan yang tepat dalam mengelola talenta karyawan
Andrew N. Garman, Matthew P. Johnson (2006), mengemukakan dalam
penelitiannya Leadership Competencies: An Introduction, dalam Journal of Healthcare
Management, mencatat bahwa model kompetensi memaparkan tentang kinerja karyawan,
yang dapat dipergunakan untuk tujuan peningkatan kinerja organisasi. Kompetensi dapat
diartikan sebagai portofolio dari strategi pengelolaan SDM untuk mendapatkan karyawan
yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang unggul. Dalam artian strategi
manajemen sumber daya manusia berusaha untuk mendapatkan karyawan yang memiliki
talenta yang dibutuhkan dan dikelola oleh organisasi bisnis untuk menciptakan keunggulan
bersaing.
Dalam penelitian Malcolm Higgs (2006) yang berjudul Building employee
engagement, diungkapkan bahwa saat ini sangat banyak dibicarakan pentingnya perhatian
organisasi pada masalah strategis SDM yang berhubungan dengan pengelolaan talenta
organisasi, pengelolaan kinerja dan kesuksesan organisasi bisnis. Ada banyak metode yang
dapat meningkatkan peran strategis SDM untuk mendapatkan sumber daya manusia yang
bertalenta yaitu dengan:
54
(1). employee commitment,
(2). employee engagement,
(3). the impact of HR on the bottom line of a business,
(4). employer brand/employer of choice.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Phil Smith, Shaun Tyson (2005),
yang berjudul The talent challenge, yang menjelaskan bahwa di perusahaan biasanya talent
management merupakan pengelolaan sumber daya manusia. Di mana tidak ada kesepakatan
yang pasti dalam membedakan talent management dan manajemen sumber daya manusia
dalam organisasi bisnis. Banyak organisasi bisnis beranggapan bahwa investasi pada sumber
daya manusia merupakan pengembangan potensi talenta SDM. Tantangan organisasi bisnis
adalah mendapatkan SDM yang memiliki potensi extraordinary yang dibutuhkan, sebab hal
ini bukanlah menjadi usaha yang mahal sebab SDM yang demikian seringkali akan
memainkan peran yang sangat strategis bagi organisasi. Oleh karena itu peran mereka sangat
sulit digantikan, dan sering memberikan pengaruh baik pada kinerja karyawan yang lainnya.
Jika Talent Management sukses dilaksanakan di organisasi itu berarti bahwa SDM organisasi
di kemudian hari akan muncul sebagai SDM yang memiliki kapabilitas strategis untuk
menjadi pemimpin organisasi.

Sesuai Strategis Bisnis


Begitu pula dengan penelitian Dreher, George (2001) yaitu: Aligning HR with
business goals, mengatakan bahwa seringkali fungsi pengelolaan SDM harus disesuaikan
dengan strategi bisnis dan diperankan sebagai partner pada level strategi, sehingga organisasi
bisnis menganggap bahwa investasi pada strategi SDM merupakan hal yang sangat valuable
dan dapat memberikan rate of return bagi organisasi bisnis dengan menyesuaikan pada factor
lingkungan internal dan eksternal bisnis. Peran mita strategik ini pada akhirnya memengaruhi
organisasi bisnis dalam mengelola talenta karyawan yang dimilikinya. Andrew Mayo (2005)
memperkuat pendapat ini dengan penelitiannya yang berjudul, Helping HR to understand the
strategic value chain, yang mengatakan bahwa pengelolaan SDM seharusnya menggunakan
sebuah pendekatan strategis dengan memberikan peran menjadi mitra bisnis dengan
memahami rantai nilai perusahaan. Rantai nilai sebuah organisasi salah satunya yaitu
mengubah input melalui proses organisasi untuk menciptakan outcome strategis yang
memberikan nilai tambah bagi stakeholder. Hal ini merupakan inti untuk berperan sebagai
strategic partner bagi organisasi bisnis yang memengaruhi seluruh aktivitas dalam perusahan
termasuk talent management.

(b) Pengaruh Peran Agen perubahan Karyawan terhadap Manajemen Talenta


Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Hubert Rampersad
(2006) dengan judul penelitian Change your organization, start with yourself, menjelaskan
bahwa sebelum perubahan budaya dalam organisasi bisa efektif, seharusnya melakukan
perencanaan perubahan terlebih dahulu. Pertama dimulai dengan self-learning dan self-
knowledge untuk mengimplementasikan konsep personal balance scorecard (PBSC) dan
organizational balance scorecard (OBSC), sehingga perubahan yang direncanakan akan bisa
terlaksana dengan baik. Ketika keseimbangan yang efektif terjadi antara SDM dan
organisasinya, SDM akan bekerja dengan komitmen yang lebih besar untuk mencapai tujuan
organisasi. Integrasi tersebut dipaparkan lewat PBSC dan OBSC dalam proses
pengembangan kompetensi dan akhirnya akan menghasilkan efektivitas manajemen talenta.
Penelitian yang dilakukan oleh Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma (2005) dengan
judul Next-Generation Talent Management: Insights On How Workforce Trends Are
Changing The Face Of Talent Management, menyebutkan bahwa selamanya pengelolaan
sumber daya manusia dalam organisasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, karena
peran SDM dalam organisasi semakin menjadi pendorong yang signifikan dalam adaptasi dan
adopsi perubahan lingkungan internal dan eksternal bisnis bagi organisasi. Hal ini sebagai
55
persiapan dalam menghadapi dinamika perubahan sumber daya manusia dari waktu ke waktu
seperti terms of age, gender, ethnicity, and life pursuits, migration patterns, and cultural
norms. SDM pada masa yang akan datang akan mengambil peran yang penting sebagai
change agent untuk mengatasi perubahan tersebut dengan mengelola talenta yang dimiliki
perusahaan untuk dapat memonitor kebutuhan organisasi akan SDM yang memiliki talenta.
Pada era global ini, ide pengembangan talenta SDM akan tercipta melalui perubahan budaya
pada lingkungan kerja organisasi.
Anonymous (2007) dengan judul Take Talent Management to the Next Level,
menyebutkan bahwa mengelola talenta organisasi adalah pekerjaan setiap organisasi.
Mendorong kreativitas dalam pengelolaan talenta membutuhkan lingkungan organisasi bisnis
yang selalu menunjukkan kreativitasnya, khususnya budaya organisasi termasuk visi, misi,
pengembangan SDM yang bertalenta dan persaingan usaha. Komunikasi adalah kunci untuk
menciptakan perubahan budaya, seperti pelatihan kepemimpinan dan manajemen yang
kondusif.
Begitu pula dengan penelitian Edward E. Lawler III (2005) dengan judul From human
resource management to organizational effectiveness, mengungkapkan bahwa telah
disepakati SDM dapat dan harus memberikan nilai lebih pada organisasi. Cara terbaik untuk
merealisasikan pernyataan tersebut adalah menjadi mitra bisnis dengan secara langsung dapat
meningkatkan kinerja pada bisnis melalui manajemen talenta. Change management dapat
memengaruhi strategi organisasi dan menjadi pencetus ide kegiatan yang memberikan value
added yang memengaruhi efektivitas keseluruhan. Oleh karena itu untuk menganalisis
masalah dalam manajemen talenta organisasi, SDM hendaknya memikirkan peran sebagai
change agent dalam sebuah organisasi bisnis.
Hal di atas diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Cheryl Farley (2005) dengan
judul HR's role in talent management and driving business results, yang mengungkapkan
bahwa organisasi bisnis akan selalu menanyakan pada SDM berkaitan dengan revenue dan
produktivitas, pengurangan biaya dan pengendalian nilai riil dari shareholder. Organisasi
berharap SDM bisa bertanggung jawab dan fokus pada konsumen, dapat beradaptasi dengan
perubahan lingkungan yang berubah dengan sangat cepat. Tantangan iklim bisnis seperti ini
akan membutuhkan pemahaman yang sangat tajam mengenai bagaimana SDM menjadi kunci
pendorong sukses, dengan memiliki kemampuan mengelola talenta untuk mencapai tujuan
bisnis. Jadi sebenarnya SDM diberikan kesempatan untuk memerankan kunci penting
menghadapi tantangan bisnis yang selalu berubah, sehingga akhirnya dapat memberikan
pengaruh yang positif pada bisnis melalui manajemen talenta yang efektif.
Dan buku yang berjudul The Top HR Issues for 2005 yang ditulis Anonymous (2005)
menyebutkan bahwa kecepatan perubahan yang terjadi dalam pengelolaan SDM terus
berlanjut dari tahun ke tahun seiring dengan cepatnya perubahan lingkungan bisnis saat ini.
Peran karyawan pun ikut serta mengalami pergeseran untuk mengantisipasi perubahan
tersebut. Change agent role karyawan cenderung menjadi fokus peran SDM untuk
mengantisipasi dalam mengadaptasi dan mengadopsi konsep manajemen talenta bagi
karyawan. Penjelasan di atas diperkuat oleh Ulrich, Dave (1997) dalam bukunya Human
Resources Champion: The Next Agenda for Adding value and delivering Results, yang
menyatakan bahwa organisasi sukses akan mampu mengubah strategi dengan cepat ke dalam
tindakan dengan inteligent dan efisien, memaksimalkan kontribusi dan komitmen SDM, dan
menciptakan perubahan keadaan dan transformasi sebagai change agent.

(c) Pengaruh Peran Mitra Strategis Karyawan dan Agen Perubahan Karyawan
terhadap Talent Management
Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Lea N. Soupata
(2004), dengan judul penelitian Prepare for the Future, menjelaskan bahwa organisasi
menghadapi kompleksitas tantangan yang mengancam pada masa depan. Sebagai kunci untuk
56
menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan karyawan yang memahami tentang proses
perubahan yang terjadi. Persiapan untuk menghadapi hal tersebut yaitu dengan ikutserta
berperan dalam keputusan pengelolaan strategis SDM yang berkaitan dengan tujuan strategis
organisasi agar dapat meningkatkan pengelolaan talenta organisasi dalam usaha mencapai
kinerja organisasi dan menghadapi perubahan lingkungan. Tantangan tersebut di atas adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan demografi tenaga kerja,
2. Penurunan jumlah tenaga kerja pada usia produktif,
3. Keragaman generasi tenaga kerja,
4. globalisasi,
5. manajemen talenta,
6. retention,
7. employee communications,
8. knowledge supply chain,
9. sustainability.
Dreher, George (2001) dalam tulisannya Aligning HR with business goals,
menjelaskan bahwa benar perubahan yang terjadi pada strategi bisnis akan dapat berdampak
pada praktek strategi SDM. Oleh karena itu dibutuhkan kesesuaian fungsi strategi SDM
dengan strategi bisnis dengan tetap berperan menjadi change agent pada level strategi.
Pengelolaan strategi sumber daya manusia dan peran SDM dalam perubahan akan secara
signifikan memengaruhi kegiatan pengelolaan talenta organisasi dan memberikan perhatian
pada strategi organisasi dan nilai inti organisasi. Hubungan antara strategi SDM dengan
strategi bisnis hanya dapat dibuat dengan analisis perubahan lingkungan internal dan
eksternal organisasi dalam peran sebagai change agent pada bisnis.
Penelitian dengan judul Top job... Raj Ray, yang ditulis oleh Anonymous (2006)
mengungkapkan bahwa sumber daya manusia memainkan peran yang sangat penting dalam
kesuksesan organisasi. SDM yang memiliki peran strategis akan semakin kuat dalam
mencapai sukses bisnis sebagai strategik mitra bisnis dan juga sebagai katalis dalam
menghadapi perubahan dari dalam dan luar organisasi bisnis melalui pengelolaan talenta
organisasi. Organisasi yang gagal memberikan apresiasi pada karyawannya yang memiliki
talenta akan menghadapi konsekuensi kegagalan dalam menghadapi wilayah persaingan
bisnis yang semakin keras.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Joan E. Pynes (2004) dengan judul
The Implementation of Workforce and Succession Planning in the Public Sector, yang
mengemukakan bahwa untuk dapat berhasil, sebuah organisasi bisnis memerlukan
perencanaan SDM. Dan seharusnya SDM tersebut berperan menjadi strategic partner untuk
mengembangkan keterampilan dan kompetensi bisnis. Perencanaan SDM yang strategis
tersebut harus pula berdasarkan kepercayaan, sehingga dapat dengan efektif dan mampu
beradaptasi dengan cepatnya perubahan. Pada peran seperti ini SDM sebagai strategik
partner dan change agent, karena pengelolaan SDM selalu berubah. Peran strategi partner
dan change agent ini faktor yang memengaruhi pengelolaan talenta organisasi yang
memegang peran yang sangat signifikan dalam menghadapi tantangan bisnis jangka panjang.
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Malcolm Higgs (2006) dengan
judul Building Employee Engagement, yang mengatakan bahwa dewasa ini meningkatnya
perdebatan yang fokus pada pentingnya pendekatan strategi SDM dan manajemen perubahan,
yang berhubungan dengan kinerja bisnis dan sukses. Hal ini dapat mendorong perubahan
pengelolaan talenta karyawan dalam organisasi sehingga menghasilkan competitive
advantage organisasi.
Penjelasan ini diperkuat oleh Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma (2005) dalam
tulisannya Next-Generation Talent Management: Insights On How Workforce Trends Are
Changing The Face Of Talent Management, menyebutkan bahwa pengelolaan talenta
karyawan organisasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, karena peran SDM dalam
57
organisasi semakin menjadi pendorong yang signifikan untuk hal tersebut. Hal ini sebagai
persiapan dalam menghadapi perubahan kerangka persaingan global yang akan lebih fokus
pada talenta yang dimiliki organisasi. SDM pada masa yang akan datang akan mengambil
peran yang semakin strategis penting untuk mengatasi perubahan tersebut dengan
melaksanakan aktivitas manajemen talenta untuk dapat memonitor kebutuhan organisasi akan
SDM yang memiliki talenta.
Edward E. Lawler III (2005) mengemukakan dalam penelitiannya yang berjudul
From Human Resource Management to Organizational Effectiveness, bahwa sumber daya
manusia yang ada dalam organisasi harus memberikan nilai lebih pada organisasi dalam
menghadapi perubahan lingkungan persaingan. Cara terbaik untuk merealisasikan pernyataan
tersebut adalah berperan menjadi mitra bisnis yang strategis dan sebagai agen perubahan
yang secara langsung akan dapat meningkatkan kinerja pada bisnis dan memberikan
pengaruh pada pengelolaan talenta organisasi, serta memengaruhi strategi organisasi dan
menjadi pencetus ide kegiatan yang memberikan value added bagi organisasi bisnis. Oleh
karena itu, untuk menganalisis masalah perubahan pengelolaan SDM dalam organisasi,
karyawan hendaknya berperan sebagai mitra strategis dan agen perubahan dalam sebuah
organisasi bisnis.

(d) Pengaruh Karyawan sebagai Mitra Strategis terhadap Kinerja Karyawan


Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Dan-Shang Wang
et. al (2008), mengemukakan bahwa apabila terdapat kesesuaian antara strategi organisasi
bisnis dengan strategi SDM akan memengaruhi produktivitas dan efektivitas pengelolaan
karyawan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja karyawan sekaligus kinerja
organisasi. Dengan demikian terintegrasinya strategi SDM dengan strategi organisasi
merupakan kunci suksesnya organisasi sebagai sumber dari sustainable competitive
advantage.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Philmore, et al, (2006), yang
mengatakan bahwa industri perhotelan menilai investasi pada karyawan adalah sangat
penting, dan memiliki dampak positif pada pencapaian tujuan organisasi serta keunggulan
bersaing hotel dengan memberikan peran strategis pada karyawan. Peran mitra strategis ini
dikembangkan bagi karyawan perhotelan agar karyawan memiliki kemampuan lebih dalam
memahami dan ikut serta merancang strategi organisasi berdasarkan praktik pengelolaan
kinerja karyawan yang terbaik, sehingga beban kualitas pelayanan yang sangat besar di
semua bagian pada industri perhotelan dapat diatasi. (Bob Kane et. al, 1995; Rashmi et. al,
1996; Naresh, 1999; Jeanette, 2009)
Tantangan pengelolaan karyawan di industri perhotelan menurut hasil penelitian May
Hinds, et. al (2004) adalah masih langkanya pengembangan strategi SDM yang selalu
dibutuhkan untuk peningkatan kompetensi bagi karyawan dalam memberikan pelayan yang
berkualitas pada masa yang akan datang. Seringkali kualitas pelayanan yang mencerminkan
kompetensi karyawan perhotelan berada di bawah standar pelayanan internasional yang
diharapkan. Jika industri perhotelan ingin tetap survive dalam persaingan ekonomi dewasa
ini, strategi pengembangan karyawan sebagai sumber daya unggul dan memiliki daya saing
perlu diprioritaskan dengan cara melaksanakan penilaian kinerja karyawan untuk
mendapatkan karyawan yang kompeten (Michael C.G. Davidson, 2003; Pauline Connolly
and Geraldine McGing, 2007).
Peter Haynes, Glenda Fryer, (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat kuat antara manajemen SDM dengan manajemen kinerja dalam
industri perhotelan, dimana untuk mendapatkan SDM yang memiliki karakteristik kinerja
yang baik dapat dihasilkan dari strategi pengelolaan SDM. Sehingga sangat diperlukan
penilaian kinerja karyawan agar tercipta peningkatakn kinerja organisasi secara keseluruhan.
Maka strategi pengembangan karyawan sebagai sumberdaya unggul dan memiliki daya saing
perlu diprioritaskan dengan cara melaksanakan penilaian kinerja karyawan untuk
58
mendapatkan SDM yang kompeten (Philip Worsfold, 1999; Glenda Fryer, 2000; N.
D'Annunzio-Green, et.al, 2000; Michael C.G. Davidson, 2003; Pauline Connolly and
Geraldine McGing, 2007; Peter Haynes,).

(e) Pengaruh Karyawan sebagai Agen Perubahan terhadap Kinerja Karyawan


Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Anne Kemp (2002)
mengatakan bahwa meningkatnya tanggung jawab terhadap perubahan dalam organisasi
diperankan oleh SDM sebagai agen perubahan. Untuk berperan sebagai agen perubahan,
karyawan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman pada tiga bidang yaitu:
organizational behaviour, systems dynamics and business acumen. Kompetensi ini akan
dikembangkan untuk mendiagnosis masalah agar memahami organisasi dan business drivers
dengan cukup baik, untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi beberapa masalah kinerja,
untuk menilai kesiapan untuk berubah dan untuk merencanakan perubahan agar sesuai
dengan kebutuhan karyawan.
Begitu pula dengan Shane C. Blum, (1996) mengatakan bahwa pengelolaan
perubahan merupakan faktor utama yang memengaruhi industri perhotelan dalam
memenangkan persaingan. Karyawan yang memiliki kemampuan mengelola perubahan
merupakan komponen penting dalam menciptakan kualitas kinerja karyawan sebagai
keunggulan bersaing dalam industri perhotelan. Persaingan di industri perhotelan disebabkan
adanya perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan akan kualitas pelayanan.
Sehingga industri perhotelan bersaing untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang dapat
memenuhi perubahan preferensi pelanggan ini. Pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan
hanya dapat diberikan oleh industri perhotelan dengan SDM yang memiliki kemampuan agar
selalu dapat beradaptasi dan mengadopsi perubahan tersebut. (Eugene H. Melan, 1998;
Sandra Watson et.al, 2008).

(f) Pengaruh Manajemen Talenta terhadap Kinerja Karyawan


Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Anonymous (2006)
dengan judul Many Actions Add Up to Successful Talent Management, mengatakan bahwa
manajemen talenta mencakup spektrum aktivitas yang luas dalam organisasi dari
mempromosikan pekerjaan sampai pada perkembangan karier dan pemberhentian SDM,
termasuk pula perencanaan suksesi. Manajemen talenta dalam organisasi bisnis menyangkut
tanggung jawab bagi elemen penarikan dan seleksi karyawan, usaha mempertahankan dan
pengembangan karyawan. Pengelolaan talenta juga berusaha merestrukturisasi posisi
pekerjaan untuk menciptakan pola pengembangan karier yang menarik dalam usaha
mempertahankan karyawan. Manajemen talenta merevisi tujuan pengelolaan kinerja dan
mengadakan perubahan struktur salary, sehingga tercipta kesesuaian antara kinerja karyawan
dengan pertumbuhan tujuan organisasi bisnis.
Penelitian Cindy McCauley, Michael Wakefield (2006) dengan judul Talent
Management in the 21st Century: Help Your Company Find, Develop, and Keep its Strongest
Workers, menjelaskan bahwa organisasi bisnis saat ini menghadapi meningkatnya tantangan
kompetisi global, perubahan persaingan pasar, dan kejadian yang tidak terduga, sehingga
tampaknya sangat sulit melakukan penarikan, pengembangan dan pemeliharaan SDM yang
dibutuhkan. Manajemen talenta termasuk di dalamnya kerja sama dan komunikasi dalam
organisasi menjadi aktivitas yang sangat mendesak dibutuhkan untuk menciptakan kinerja
karyawan yang tinggi sebagai keunggulan bersaing dalam menghadapi tantangan bisnis
tersebut. Di samping itu proses manajemen talenta harus dilaksanakan secara strategis,
berhubungan dengan fungsi lainnya dalam organisasi. Berikut adalah beberapa cara yang
dipergunakan dengan melibatkan manajemen talenta dalam proses organisasi guna mencapai
keberhasilan dalam persaingan, yaitu:
(1). merealisasikan potensi organisasi,
(2). Mengadopsi kerangka berpikir tentang talenta sumber daya,
59
(3). Membentuk tim kerja,
(4). Menciptakan Komunikasi yang efektif,
(5). Menentukan pengembangan organisasi,
(6). Mengadopsi pola pembelajaran,
(7). Mengevaluasi kinerja dan menciptakan tujuan,
(8). Membentuk komitmen.
Stephen Heinen, J, Colleen O'Neill (2004) dalam penelitiannya yang berjudul
Managing Talent to Maximize Performance, mengatakan bahwa walaupun banyak sumber
daya mampu sebagai competitive advantage organisasi dan memberikan keuntungan jangka
pendek, manajemen talenta dapat menciptakan competitive advantage yang paling bertahan
lama. Talent management memiliki kekuatan penuh sebagai keunikan organisasi bisnis dalam
menghadapi persaingan global. Beberapa proses yang dipengaruhi oleh aktivitas manajemen
talenta yakni: recruiting, selection, onboarding, mentoring, performance management, career
development, leadership development, succession planning, career planning, and recognition
and rewards.
Dan dalam penelitian Lucy McGee (2006) dengan judul CEOs' influence on talent
management, menjelaskan bahwa para pemimpin bisnis global menunjukkan sikap yang
reaktif terhadap kekurangan SDM yang memiliki talenta melalui peran mereka yang aktif
dalam manajemen talenta. Mereka dengan secara aktif mendukung aktivitas yang berkaitan
dengan talent management seperti program pengembangan SDM, bertanggung jawab dan
terlibat dalam sistem performance management untuk mengukur secara objektif kinerja
karyawan dengan talenta yang diharapkan serta memberikan insentif terhadap apa yang sudah
mereka kerjakan dalam proses manajemen talenta.
Hal ini diperkuat oleh penelitian Robert Morgan (2006) dengan judul Making the
Most of Performance Management Systems, yang mengatakan bahwa sangat banyak
perusahaan melakukan investasi pada program performance management yang memberikan
manfaat yang sedikit bahkan boleh dikatakan tidak mendapatkan manfaatnya. Pengembangan
talenta merupakan fokus perhatian organisasi pada SDM yang dimiliki, baik bagi perusahaan
yang besar ataupun kecil. Perusahaan besar seringkali memiliki SDM yang sangat banyak
jumlahnya, dengan SDM yang beragam yang sangat sulit untuk dikendalikan. Berbeda
dengan perusahaan kecil yang jarang memiliki sumber daya untuk diimplementasikan pada
sistem dengan efektif. Tetapi pada akhirnya, baik perusahaan besar ataupun kecil akan
bersaing mendapatkan SDM yang memiliki talenta. Seringkali perusahaan melaksanakan
strategi pengelolaan karyawan, dengan tetap melaksanakan pengembangan talenta karyawan
yang mendukung strategi bisnis. Terutama performance management sebagai salah satu
program yang efektif ketika organisasi bisnis melaksanakan program talent management.
Begitu pula dengan Kevin Oakes (2006) dengan judul penelitian The Emergence of
Talent Management, yang menjelaskan bahwa konsep manajemen talenta sangat banyak
dibicarakan saat ini, dan seringkali pelaksanaannya memengaruhi platform teknologi
informasi yang mendukungnya untuk fungsi recruitment, selection and assessment, learning
and development, performance management, workforce planning and compensation.
Sesuai dengan penelitian Fay Hansen (2007) dengan judul Control and
Customization, yang mengatakan bahwa perusahaan tetap fokus pada manajemen talenta
yang memberikan dampak pada pengelolaan retensi dan kinerja SDM. Sistem Performance
Management tidaklah bisa dihubungkan dengan efektif pada kebutuhan bisnis, hal ini juga
disebabkan bahwa ternyata ada indikasi variabel program kompensasi seringkali gagal untuk
menghasilkan peningkatan kinerja. Banyak organisasi memasukkan variabel kompensasi ini
sebagai cara untuk mengurangi dan mendistribusikan biaya serta risiko dengan SDM.
Perusahaan dapat menyusun program pembayaran bagi kelompok karyawan untuk
menyediakan keseimbangan yang baik antara risiko dan reward. Manajemen talenta juga
merupakan proses yang dapat memberikan dampak dalam performance management systems
dan sistem kompensasi agar dapat menurunkan biaya operasional dan risiko perusahaan.
60

(g) Pengaruh Karyawan sebagai Mitra Strategis dan Karyawan sebagai Agen
Perubahan terhadap Manajemen Talenta serta dampaknya pada Kinerja
Karyawan
Dreher, George (2001) menjelaskan bahwa benar perubahan yang terjadi pada strategi
bisnis akan dapat berdampak pada praktik strategi SDM. Oleh karena itu dibutuhkan
kesesuaian fungsi strategi SDM dengan strategi bisnis dengan tetap berperan menjadi agen
perubahan. Pengelolaan peran karyawan dalam perubahan akan secara signifikan
memengaruhi kegiatan pengelolaan talenta organisasi dan memberikan perhatian pada kinerja
karyawan dan strategi organisasi dan nilai inti organisasi. Dan hubungan antara strategi SDM
dengan strategi bisnis hanya dapat dibuat dengan analisis perubahan lingkungan internal dan
eksternal organisasi dalam peran sebagai agen perubahan pada bisnis. (Lea N Soupata, 2004;
Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma, 2005; Anonymous, 2006; Malcolm Higgs, 2006;
Andrew N Garman, Matthew P Johnson, 2006).
Penelitian yang dilakukan Joan E. Pynes (2004) mengemukakan bahwa untuk dapat
berhasil, sebuah organisasi bisnis memerlukan perencanaan karyawan. Seharusnya karyawan
tersebut berperan menjadi mitra strategis untuk mengembangkan keterampilan dan
kompetensi bisnis. Perencanaan karyawan yang strategis harus berdasarkan kepercayaan,
sehingga dapat efektif dan mampu beradaptasi dengan cepatnya perubahan. Pada peran
seperti ini karyawan sebagai mitra strategis dan agen perubahan, karena pengelolaan
karyawan selalu berubah. Peran mitra strategis dan agen perubahan ini faktor yang
memengaruhi pengelolaan talenta organisasi yang memegang peran yang sangat signifikan
dalam menghadapi tantangan kinerja bisnis jangka panjang. (Phil Smith, Shaun Tyson, 2005;
Andrew Mayo, 2005; Edward E. Lawler III, 2005; Cindy McCauley, Michael Wakefield,
2006).
Gambaran paradigma keterkaitan antara karyawan sebagai mitra strategis dan
karyawan sebagai agen perubahan terhadap manajemen talenta serta dampaknya pada kinerja
karyawan pada Gambar 13.1. Paradigma Penelitian, di bawah ini.

Karyawan sbg Mitra Strategis:


1. Fokus pada Pelanggan
2. Budaya dan kepemimpinan
3. Supervisi karyawan
4. Lingkungan kerja
5. Keterlibatan kryawn dan teamwork.
6. Pelatihan dan pengembangan
7. Evaluasi dan perbaikan kinerja Kinerja Karyawan:
8. Faktor pemilihan pekerjaan Manajemen Talenta: 1. Jumlah pekerjaan
9. Iklim pelayanan 1. Strtgi mmprtahankn SDM 2. Kualitas pekerjaan
(Margaret Dawn Novicki,2001) 2. Strategi Pemilihan SDM 3. Pemhman prosdr kerj
3. Strategi Pelatihan 4.Kreativitas
4. SDM yg ada diorganisasi 5.Kerjasama
Karyawan sbg Agen Perubahan: 5. Keingnkrywn ttp bkrj di org 6.Kmpn mndlgskn pkrj
1. Menentukan perubahan 6. Penriman Kinerja org. 7.Inisiatif
2. Mengelola kendala perubahan (Lorenzo J Hester,2005) 8.Kualitas Pribadi
3. Idntfks Pendktn implmnts perbhan (Gomes,Faustino,2001)
4. Meningktkn dukngan utk berubah
.5. Mengmbngkan sasaran perubahan
6. Menciptakan budaya yang sesuai
7. Membngn kpsits sbg agen perbhan
8. Perencanaan motivasi
9. Perencanaan komunikasi
(Paul, J., Phillips, 2002)

Gambar 13.1 Paradigma Penelitian


61
Gambar di atas menunjukkan paradigma keterkaitan antara karyawan sebagai mitra

strategis, agen perubahan, manajemen talenta dan kinerja karyawan yang menjadi tema

sentral pembahasan dalam buku ini.


62
DAFTAR PUSTAKA
AB Susanto, Musibah dan Pariwisata Indonesia, Jumat, 09 Maret 2007, Opini Kompas
Alison Crabbe, Jeff Erickson, Suzanne Kinkead, Louise Raffo, Mark Rowe, Rajesh,
Sivanarayanan, 2006, Talent Management Supplement, Oracle® HRMS , Release 11i
and 12, Part No. December 2006
Amy Hengst, 2007, Talent Management FAQ,
http://www.hrworld.com/whitepaper/definitive-itm-guide/ on November 20, 2007
Andrew Mayo, Helping HR to understand the strategic value chain, Strategic HR Review.
Chicago: Nov/Dec 2005. Vol. 5, Edisi 1; pg. 32, 4 pgs
Andrew N Garman, Matthew P Johnson, Leadership Competencies: An Introduction, Journal
of Healthcare Management. Chicago: Jan/Feb 2006. Vol. 51, Iss. 1; pg. 13, 5 pgs
Anne Kemp, Partners for change, CA Magazine. Toronto: Jan/Feb 2002. Vol. 135, Edisi 1;
pg. 33, 2 pgs
Anita M. McGahan, How Industries Evolve. http://www.amazon.com/How-Industries-
Evolve-Principles-Performance/dp/1578518407, Boston University School of
Management, download: 29 September 2009, 08.50 AM
Ann Pomeroy, C-Suite Worries Over Succession Planning, . HRMagazine. Alexandria: Dec
2007. Vol. 52, Iss. 12; pg. 22, 1 pgs
Anonymous , People are assets, too, . Business Asia. New York: Sep 6, 1999. Vol. 31, Iss.
18; pg. 1, 2 pgs
Anonymous , The Top HR Issues for 2005, HR Focus. New York: Jan 2005. Vol. 82, Iss. 1;
pg. 1, 2 pgs
Anonymous , Many Actions Add Up to Successful Talent Management, HR Focus. New
York: Jul 2006. Vol. 83, Iss. 7; pg. 3, 2 pgs
Anonymous, Influence decisions as an HR business partner, Strategic HR Review. Chicago:
Jan/Feb 2006. Vol. 5, Edisi 2; pg. 5, 1 pgs
Anonymous , Top job... Raj Ray,Personnel Today. Sutton: Nov 7, 2006. pg. 36, 1 pgs
Anonymous, HR and Business Education: Building Value for Competitive Advantage,
HRMagazine. Alexandria: Jun 2007. Vol. 52, Edisi 6; pg. S1, 11 pgs
Anonymous , Take Talent Management to the Next Level, HR Focus. New York: Nov 2007.
Vol. 84, Iss. 11; pg. 1, 4 pgs
Armstrong, Michael, 2006, Strategic human resource management : a guide to action, Kogan
page,Thomson-Shore, Inc.,USA
Bagia, I Wayan, 2004, Pengaruh Modal Intelektual dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten di Propinsi Bali, Disertasi, S3 UNPAD,
Perpustakaan Pasca Unpad, Bandung
Becker, B. & Gerhart, B. 1996. The Impact of Human Resource Management on
Organizational Performance: Progress and Prospects. Academy of Management
Journal, 39 (4). 779-801
Ben Henry, Wismore Butcher,Yvette Browne, May Hinds and Chandana Jayawardena, 2004,
Future human resource challenges in the Caribbean hospitality Industry, International
Journal of Contemporary Hospitality Management Volume 16 · Number 7 · pp. 419-
423 q Emerald Group Publishing Limited · ISSN 0959-6119 DOI
10.1108/09596110410559104.
Berger and Berger, 2003, The Talent Management Handbook: Creating Organizational
Excellence by Identifying, Developing, and Promoting Your Best People,
Bernardin, H. John, 2003, Human Resources Management: An Experienctial Approach,
Third Edition, Mc Graw Hill, New York.
Bernadette Scott and Sheetal Revis , 2008, Talent management in hospitality: graduate career
success and strategies , , Division of Cultural Business, Caledonian Business School,
Glasgow Caledonian University, Glasgow, UK International Journal of Contemporary

61
63
Hospitality Management Vol. 20 No. 7, 2008 pp. 781-791 q Emerald Group
Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897600
Bill Docherty and Marcus Wasdin, 2007, Talent Management for Dummies, Wiley
Publishing, Inc, Indianapolis, USA
Bob Brotherton, 2004, Critical success factors in UK budget hotel operations, International
Journal of Operations & Production Management Vol. 24 No. 9, 2004 pp. 944-969 q
Emerald Group Publishing Limited 0144-3577 DOI 10.1108/01443570410552135
Bob Kane and Ian Palmer , 1995, Strategic HRM or managing the employment relationship?,
International Journal of Manpower, Vol. 16 No. 5/6, 1995, pp. 6-21, © MCB
University Press, 0143-7720
Boudreau, John W., 2003, Sustainability and the Talentship Paradigm: Strategic Human
Resource Management Beyond the Bottom Line, Center for Advanced Human
Resource Studies (CAHRS), CAHRS Working Paper Series, Cornell University,
Boudreau, John W, Peter M Ramstad, 2007, Beyond HR: the new science of human capital,
Harvard Business School, USA
Carol Bergeron , 2004, Build a Talent Strategy to achieve your desired business results, ,
Handbook of Business Strategy, 2004, pp.133-139, MCB UP Limited, ISSN 0894-
4318,
Cascio, Wayne F, 2006, Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life,
Profits, Seventh Edition, Mc. Graw Hill, Irwin, New York.
Catherine Cheung and Rob Law,1998,Hospitality service quality and the role of performance
appraisal, Managing Service Quality Volume 8 · Number 6 · 1998 · pp. 402–406
MCB University Press · ISSN 0960-4529,
Cheryl Farley, HR's role in talent management and driving business results, Employment
Relations Today. Hoboken: Spring 2005. Vol. 32, Iss. 1; pg. 55, 7 pgs
Chris Amrhein, Don't forget that expertise is only a means to an end, American Agent &
Broker. St. Louis: Feb 2007. Vol. 79, Edisi 2; pg. 14, 2 pgs
Chris Watkin, 2007, Matching supply to demand A strategic approach to talent management,
Hay Group’s UK Talent Practice Leader, chris_watkin@haygroup.com, dd +44 (0)20
7856 7310
Christensen, Ralph, 2006, Roadmap to strategic HR : turning a great idea into a business
reality, AMACOM,New York, USA
Cindy McCauley, Michael Wakefield, Talent Management in the 21st Century: Help Your
Company Find, Develop, and Keep its Strongest Workers, The Journal for Quality
and Participation. Cincinnati: Winter 2006. Vol. 29, Iss. 4; pg. 4, 5 pgs
Collin, C., 2000, Strategic human resource management and knowledge-creation capability:
examining the black box between HR and firm performance (Doctoral Dissertation,
University of Maryland, 2000), Dissertation Abstract International. (1.RETENTION
STRATEGY OF HR PRACTICES)
Cook, J., Hepworth, S.Wall T., & Warr, P, 1981, The experience of work, Londom:
Academic press (5.INTENT TO LEAVE)
Dan-Shang Wang and Chi-Lih Shyu, 2008, Will the strategic fit between business and HRM
strategy influence HRM effectiveness and organizational performance?, ,
International Journal of Manpower, Vol. 29 No. 2, 2008, pp. 92-110, q Emerald
Group Publishing Limited, 0143-7720, DOI 10.1108/01437720810872677
Darin Phillips, 2002 The Financial Value of Talent Management,
http://knol.google.com/k/darin-phillips/the-financial-value-of-talent-management,
David Finegold, Advanced TM, . Leadership Excellence. Provo: Nov 2007. Vol. 24, Iss. 11;
pg. 14, 1 pgs
David Pollit, 2004, Human Resource Management, International Digest, Vol 12 No 5, 2004,
pp 23-25, Emerald Group Publishing Limited, ISSN 0967-0734
David Saxby, Factors to Motivate Employee Performance, . Rural Telecommunications.
64
Washington: May/Jun 2007. Vol. 26, Iss. 3; pg. 44, 2 pgs
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2006, Rencana kerja dan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Negara (APBN) Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Tahuna
Anggaran 2006.
Delaney, J., & Huselid, M., 1996, The impact of human resource management practices on
perceptions of organizational performance, Academy of management journal, 39(4),
949-969 (4.INTERNAL LABOR MARKET), (6.PERCEIVED ORGANIZATIONAL
PERFORMANCE),
Dessler, Gary, 2006, Human Resources Management, Ninth Edition, International Edition,
Prentice Hall International Inc.,Canada.
Don Schmincke, Darryl McCormick, 2007, the 5 dragons that can burn your culture & how
HR can be your strategic weapon,. SuperVision. Burlington: May 2007. Vol. 68,
Edisi 5; pg. 9, 3 pgs
Dorothy Wilson Roberts, 2004, “Just Through Talking”:A Collaborative Learning Approach
for Human resource Change Agent, Dissertation, The University of Tennessee,
Knoxville, UMI Number: 3130176, http://www.proquest.com
Dreher, George, Aligning HR with business goals; [Surveys edition], Financial Times.
London (UK): Oct 22, 2001. pg. 06
Edward E. Lawler III, From human resource management to organizational effectiveness,
Human Resource Management. Hoboken: Summer 2005. Vol. 44, Iss. 2; pg. 165, 5
pgs
Eichel, E. and Bender, H.E. (1984), Performance Appraisal: A Study of Current Techniques,
American Management Association, New York, NY.
Eileen M Garger, Goodbye training, hello learning, Workforce. Costa Mesa: Nov 1999. Vol.
78, Edisi 11; pg. 35, 6 pgs
Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma, Next-Generation Talent Management: Insights On
How Workforce Trends Are Changing The Face Of Talent Management, . Business
Credit. New York: Jul/Aug 2005. Vol. 107, Iss. 7; pg. 20, 8 pgs
E. Michaels, H. Handfield-Jones and B. Axelrod, 2001, “The War for Talent”, Boston:
Harvard Business School Press
Erik Brandt PK, 2007, Talent Management: How Firms in Sweden Find and Nurture Value
Adding Human Resources, Dissertation, Internationella Handelshogskolan,
Jonkoping, Swedia
Eugene H. Melan , 1998, Implementing TQM: a contingency approach to intervention and
change , International Journal of Quality Science, Vol. 3 No. 2, pp. 126-146, © MCB
University Press, 1359-8538
Fay Hansen, Control and Customization, Workforce Management. Costa Mesa: Nov 5, 2007.
Vol. 86, Iss. 19; pg. 42, 1 pgs
Fiona Ellis, The benefits of partnership for OD and HR, Strategic HR Review. Chicago:
May/Jun 2007. Vol. 6, Edisi 4; pg. 32, 4 pgs
French,W. L., Bell, C. H. & Zawacki, R. A. 2000, Organization Development and
Transformation: Managing Effective Change. McGraw-Hill Book Co - Sincelahore.
Gill Maxwell,Sandra Watson,Samantha Quail, 2004, Quality service in the international hotel
sector A catalyst for strategic human resource development? ,Journal of European
Industrial Training, Vol. 28 No. 2/3/4, 2004, pp. 159-182, q Emerald Group
Publishing Limited, 0309-0590, DOI 10.1108/03090590410527591
Gillian A. Maxwell and Samantha MacLean , 2008, Talent management in hospitality and
tourism in Scotland Operational implications and strategic actions , , Glasgow
Caledonian University, Glasgow, UK, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, 2008, pp. 820-830, q Emerald Group
Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897637
Gomes, Faustino B. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan. Cetakan Kelima.
65
Andi Offset. Yogyakarta.
Gubernur Bali, 1999, Makalah Gubernur Bali yang disampaikan pada seminar Pariwisata
Berkelanjutan menurut Persfektif Orang Bali, 3 Agustus 1999 di Denpasar.
Guy Lubitsh and Ina Smith, 2007, Talent management: a strategic imperative, Ashridge
Business School, http://www.ashridge.org.uk
Hadyn Ingram and Brenda McDonnell, 1996, Effective performance management – the
teamwork approach considered, Managing Service Quality Volume 6 · Number 6 ·
1996 · pp. 38–42 © MCB University Press · ISSN 0960-4529
Hair, J.F. Jr, Anderson, R. E, Ronald L. T. dan William C. B. 2006. Multivariate Data
Analysis. 7th edition. London: Prentice Hall International Inc.
Hammer, M., & Champy, J. (1993). Reengineering the corporation: A manifesto for business
revolution. New York: Harper Collins.
Harun Al Rasyid. 1994. Tehnik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.
Helen Atkinson, Jackie Brander Brown, 2001, Rethinking performance measures: assessing
progress in UK hotels, International Journal of Contemporary Hospitality
Management 13/3 [2001] 128±135 # MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Hitt, M. A. 2000. The New Frontier: Transformation of Management for The New
Millennium. Organizational Dynamics, Winter. 7-15
Howard Risher, Fostering a Performance-Driven Culture in the Public Sector, . Public
Manager. Potomac: Fall 2007. Vol. 36, Iss. 3; pg. 51, 6 pgs.
Hubert Rampersad, Change your organization, start with yourself, Training & Management
Development Methods. Bradford: 2006. Vol. 20, Iss. 4; pg. 437, 12 pgs
Husein Umar. 1997. Metodologi Penelitian Aplikasi Untuk Pemasaran. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Ian Cunningham, 2007, Talent management: making it real Development and Learning in
Organizations, Volume 21 Number 2, pp. 4-6 Copyright © Emerald Group Publishing
Limited ISSN 1477-7282
Ivancevich, John, M., 2006, Human Resources Management, Ninth edition, Mc. Graw Hill,
Irwin, Toronto.
James R. Evans, 1996, Leading practices for achieving quality and high performance,
Benchmarking for Quality Management & Technology, Vol. 3 No. 4, 1996, pp. 43-
58. © MCB University Press, 1351-3036
Jamieson, W. and Noble, A. 2000. A Manual for Community Tourism Destination
Management, Canadian Universities Consortium Urban Environmental Management
Project Training and Technology Transfer Program, Canada
Jeanette Lemmergaard , 2009, From administrative expert to strategic partner, , Employee
Relations, Vol. 31 No. 2, pp. 182-196 q Emerald Group Publishing Limited 0142-
5455 DOI 10.1108/01425450910925328
Jim E. Kemper, 2001, The Role of Human Resource Office in the Collegiate Environment
and the Necessary Components of Being a Strategic Partner, Dissertation, Ohio
University, UMI Number: 3007462, http://www.proquest.com
Joan E Pynes, The Implementation of Workforce and Succession Planning in the Public
Sector, Public Personnel Management. Washington: Winter 2004. Vol. 33, Iss. 4; pg.
389, 16 pgs
John Hobel, Strategic HR means engaging staff, Canadian HR Reporter. Toronto: Sep 12,
2005. Vol. 18, Edisi 15; pg. 26, 1 pgs Kathy Gurchiek, 10 Steps for HR To Earn Its
Seat at the Table, HRMagazine. Alexandria: Jun 2006. Vol. 51, Edisi 6; pg. 44, 1 pgs
Josh Bersin, 2008, Talent Management: State of the Industry,
http://store.bersinassociates.com/tmfactbook.html., Bersin & Associates , Oakland,
California, 2008© LRP Publications , USA
66
Julia Christensen Hughes and Evelina Rog , 2008, Talent management A strategy for
improving employee recruitment, retention and engagement within hospitality
organizations , , International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol.
20 No. 7, 2008 pp. 743-757 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810899086
Judd H Michael, Reiner Leschinsky, Mark A Gagnon, 2006, Production employee
performance at a furniture manufacturer: The importance of supportive supervisors,
Forest Products Journal. Madison: Jun 2006. Vol. 56, Iss. 6; pg. 19, 6 pgs
Jyotsna Bhatnagar, 2007, Talent management strategy of employee engagement in Indian
ITES employees: key to retention, Employee Relations Volume 29 Number 6 2007
pp. 640-663 Copyright © Emerald Group Publishing Limited ISSN 0142-5455.
Kaplan, Robert M. and Denis P. Saccuzza. 1993. Psychological Testing (Principles,
Aplication, and Issues). 3rd edition. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Karen Dempsey, Show off strategic skills in talent management, Personnel Today. Sutton:
Nov 20, 2007. pg. 14, 1 pgs
Kathy Gurchiek, 10 Steps for HR To Earn Its Seat at the Table, HRMagazine. Alexandria:
Jun 2006. Vol. 51, Edisi 6; pg. 44, 1 pgs
Kevin Oakes. T + D, The Emergence of Talent Management, Alexandria: Apr 2006. Vol. 60,
Iss. 4; pg. 21, 4 pgs
Kotter, J. P. 1995. Leading Change: Why Transformation Efforts Fail ., Harvard Business
Review, March- April. 59-67.
Lance A. Berger ad Dorothy R. Berger, 2004, The Talent Management Handbook:
Creating Organizational Excellence by Indentifying, Developing, & Promoting
Your People, New York: McGraw-Hill.
Lancourt, J. & Savage, C. 1995. Organizational Transformation and The Changing Role of
The Human Resource Function.Compensation&Benefits Management,Autumn.42-49.
Laurie Brannen, BPM's Missing Link, . Business Finance. Loveland: Oct 2007. Vol. 13, Iss.
10; pg. 45, 4 pgs
L. Coch dan J.R.P.French, Jr. 1948, “Overcoming Resistance to Change”, 1948
Lea N Soupata, Prepare for the Future, Executive Excellence. Provo: Nov 2004. Vol. 21, Iss.
11; pg. 15, 2 pgs
Lewin, K. 1981. Field Theory in Social Science. New York, NY: Harper and Row.
Lietaer, Bernard dan Stephen De Meulenaere, 2003, Sustaining Culture in a Globalizing
World: The Balinese Example, International Journal of Social Economics, 2003, pg.
967, ABI/INFORM Blobal.
Lindberg, K., 1996, The Economic Impacts of Ecotourism,
http://ecotour.csu.edu.au/ecotour/mar1.htm.
Lorenzo J. Hester, 2005, The Impact of Strategic Human Resource Management on
Organization Performance: A Persfective of The Resource –Based View of the Firm,
Dissertation, Nova Southeastern University, UMI Number: 3205541,
http://www.proquest.com
Lucy McGee, CEOs' influence on talent management, Strategic HR Review. Chicago:
Nov/Dec 2006. Vol. 6, Iss. 1; pg. 3, 1 pgs
Lumsdon, Les, 1997, Tourism Marketing, International Thomson Business Press, New York,
USA
Malcolm Higgs, Building employee engagement, Manager Update. Henley-on-Thames:
Winter 2006. Vol. 18, Iss. 2; pg. 31
Marcus Powell, Courage in the face of extraordinary talent, Guy Lubitsh. Strategic HR
Review. Chicago: Jul/Aug 2007. Vol. 6, Iss. 5; pg. 24, 4 pgs
Margaret Deery, 2008, Talent management, work-life balance and retention strategies,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 20 No. 7, 2008
67
pp. 792-806 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810897619
Margaret Dawn Novicki, 2001, Exploring the Effect of A Climate fro Service on the SHRM
– Firm performance Relationship, Dissertation, University of Colorado, UMI
Number: 3022401, http://www.proquest.com
Maria-Luisa Sinclair, 2004, A talent Management Strategy for The Justice Institute of BC,
Dissertation, Royal Road University, National Library of Canada, Ottawa, Canada.
Marie Burns Walsh, 2003, Perceived Fairness of and Satisfaction With Employee
Performance Appraisal, Dissertation, Louisiana State University, UMI Number:
3182919, http://www.proquest.com
Matthew Guthridge, Asmus B. Komn, and Emily Lawson, 2006, The People Problem in
Talent Management, The McKinsey Quarterly, Number 2,
May Hinds, Yvette Browne, Ben Henry, Chandana Jayawardena and Wismore Butcher, 2004,
Current human resource challenges in the Caribbean hospitality Industry,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Volume 16 · Number
7 · 2004 · pp. 415-418 q Emerald Group Publishing Limited · ISSN 0959-6119 DOI
10.1108/09596110410559104
MBK , Antara, Selasa, 21 Oktober 2008 | 10:22 WIB,
McCracken, M.,&Wallace,M (2000), Toward a redefinition of strategic HRD, Journal of
European Industrial Training.
Mello, Jeffrey A, 2002, Strategic Human Resource Management, South-Western, Thompson
Learning, Ohio, USA
Melvin B. Katz, 2004, A Descriptive Study of the Skilla and Attributes of Principals Who
Have Become Effective Change Agent in Their Schools, Dissertation, Seton Hall
University, UMI Numner: 3130124, http://www.proquest.com
Mohammad Nazir, 2005, Metode Penelitian. Cetakan Keenam, Penerbit Ghalia Indonesia
Jakarta.
Mohd & Sullivan, 2005, HR’s New Role Becoming a Strategic Business Partner: For the
fastest changing city in the history of mankind, www.mubeena.net, Mercer Delta
Consulting, Dubai HR Forum
Mohinder Chand, Anastasia A. Katou, 2007, The impact of HRM practices on organisational
performance in the Indian hotel industry, Employee Relations Vol. 29 No. 6, 2007 pp.
576-594 q Emerald Group Publishing Limited 0142-5455 DOI
10.1108/01425450710826096
Michael Rendell, 2007, Managing tomorrow’s people The future of work to 2020, Partner
and leader of Human Resource ServicesPricewaterhouseCoopers LLP,
Michael C.G. Davidson, 2003, Does Organizational climate add to service quality in hotels?,
Internationa Journal of Contemporary Hospitality Management, 15/4 (2003) 206-
213MCB UP Limited ISSN0959-6119
Michiel Schoemaker and Jan Jonker , 2005, Managing intangible assets An essay on
organising contemporary organisations based upon identity, competencies and
networks, , Nijmegen School of Management (NSM), University of Nijmegen (KUN),
Nijmegen, The Netherlands, Journal of Management Development Vol. 24 No. 6,
2005 pp. 506-518 q Emerald Group Publishing Limited 0262-1711 DOI
10.1108/02621710510600964
Mine Haktanir, and Peter Harris, 2005, Performance measurement practice in an independent
hotel context A case study approach, International Journal of Contemporary
Hospitality Management Vol. 17 No. 1, pp. 39-50 q Emerald Group Publishing
Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110510577662
Naresh Khatri, 1999, Emerging issues in strategic HRM in Singapore, International Journal
of Manpower, Vol. 20 No. 8, 1999, pp. 516-529., # MCB University Press, 0143-7720
68
Nelson, J.B. 1996. The Boundaryless Organization: Implications for Job Analysis,
Recruitment, and Selection, Human Resource Planning. 39- 49.
Newman, K. L. 2000. Organization Transformation During Institutional Upheaval. Academy
of Management Review. 25(3). 602-619.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2006, Human Resources Management: Gaining a
Competitive Advantage, Fifth edition, Mc. Graw Hill, Irwin, New York.
N. D'Annunzio-Green, G.A. Maxwell, S. Watson,, 2000, Human resource issues in
international hospitality, travel and tourism: a snapshot, International Journal of
Contemporary Hospitality Management 12/3 [2000] 215±216 # MCB University
Press [ISSN 0959-6119]
Norma D’Annunzio-Green, 2008, Managing the talent management pipeline Towards a
greater understanding of senior managers’ perspectives in the hospitality and tourism
sector, School of Management and Law, Napier University, Edinburgh, UK,
International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, , pp.
807-819, q Emerald Group Publishing Limited, 0959-6119, DOI
10.1108/09596110810897628
Oracle® Human Resources Management Systems, Workforce Sourcing, Deployment, and
Talent Management Guide, Release 12, Part No. B31620-02, December 2006
Parminder Singh, 2009, Talent Management a key business process, www.citehr.com, 10
Agustus 2009
Paul A. Willie, Barrie Laver, Chandana Jayawardena Chandana Jayawardena, 2008,
Attracting and retaining quality human resources for Niagara’s hospitality industry ,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 20 No. 3, pp.
293-301 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810866109
Paul Barron , 2008, Education and talent management: implications for the hospitality
industry School of Marketing, Tourism and Languages, Napier University,
Edinburgh, UK, International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol.
20 No. 7, pp. 730-742 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810897583
Paul, J. Phililips, 2002, Efficacy of Human Resources Managers as Change Agents, Walden
University, UMI Number: 3036971, http://www.proquest.com
Paul S Kirkbride, Management development: In search of a new role?, The Journal of
Management Development. Bradford: 2003. Vol. 22, Edisi 1/2; pg. 171, 10 pgs
Pauline Connolly and Geraldine McGing, 2007, High performance work practices and
competitive advantage in the Irish hospitality sector, International Journal of
Contemporary Hospitality Management Vol. 19 No. 3, 2007 pp. 201-210 q Emerald
Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110710739903
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata
Budaya.
Peter F Drucker, The Way Ahead, Executive Excellence. Provo: May 2004. Vol. 21, Edisi 5;
pg. 3, 1 pgs
Peter Goodge , 2008, HR As Business Partnering, CIPD, www.cipd.com, Revised October
2008, download 06 Agustus 2009
Peter Haynes, Glenda Fryer, 2000, Human resources, Service quality and performance: a case
study, International Journal of Contemporary Hospitality Management, 12/4 (2000)
240-248, MCB University Press , ISSN 0959-6119
Peters, Tom, 2006, Leaders As Talent Fanatics Leadership Excellence. Provo: Nov 2006.
Vol. 23, Iss. 11; pg. 12, 2 pgs
Phil Smith, Shaun Tyson, The talent challenge, Personnel Today. Sutton: Jun 28, 2005. pg.
15, 1 pgs
69
Philip Worsfold, 1999, HRM, performance, commitment and service quality in the hotel
industry, International Journal of Contemporary Hospitality Management 11/7 [1999]
340±348 MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Philmore Alleyne, Liz Doherty, Dion Greenidge, Philmore Alleyne, Liz Doherty, Dion
Greenidge, 2006, Approaches to HRM in the Barbados hotel industry, International
Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 18 No. 2, 2006 pp. 94-109 q
Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110610646655
Philip Worsfold , 1999, HRM, performance, commitment and service quality in the hotel
industry, , International Journal of Contemporary Hospitality Management, 11/7,
340±348, Cardiff Business School, Cardiff, Wales, UK
Rakesh Sharma and Jyotsna Bhatnagar,, 2009, Talent management – competency
development: key to global leadership, INDUSTRIAL AND COMMERCIAL
TRAINING j VOL. 41 NO. 3 2009, pp. 118-132, Q Emerald Group Publishing
Limited, ISSN 0019-7858
Randall S. Schuler dan Susan E.Jackson, 1998, Personnel and Human Resource
Management, 5th Edition. West Publishing Company. USA
Rashmi Biswas and Catherine Cassell , 1996, Strategic HRM and the gendered division of
labour in the hotel industry: A case study, , Personnel Review, Vol. 25 No. 2, 1996,
pp. 19-34., © MCB University Press, 0048-3486
Rebecca Clake, 2006, Reflections on Talent Management, www.cipd.co.uk/surveys, Change
agenda, 151 The Broadway London SW19 1JQ , Tel: 020 8612 6200 Fax: 020 8612 6201, Email: cipd@cipd.co.uk Website:
www.cipd.co.uk , Incorporated by Royal Charter Registered charity no.1079797
Robert L Dilworth, Shaping HRD for the new millennium, Human Resource Development
Quarterly. San Francisco: Summer 2001. Vol. 12, Edisi 2; pg. 103, 2 pgs
Robert Morgan, Making the Most of Performance Management Systems, Compensation and
Benefits Review. Saranac Lake: Sep/Oct 2006. Vol. 38, Iss. 5; pg. 22, 7 pgs
Robbins, Stephen P. 2006. Organizational Behavior. 10th Edition. Prentice-Hall , Inc. New
Jersey
Rod Newing, Investing in an uncertain future, . Financial Times. London (UK): Nov 12,
2007. pg. 3
Saifuddin Anwar. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
Sammi Soutar, Beyond the Rainbow, Association Management. Washington: Apr 2004. Vol.
56, Edisi 4; pg. 26, 7 pgs
Sandra Watson and Norma D’Annunzio-Green , 1996, Implementing cultural change through
human resources: the elusive organization alchemy?, , International Journal of
Contemporary Hospitality Management 8/2, 25–30 © MCB University Press [ISSN
0959-6119]
Sandra Watson , 2008, Where are we now? A review of management development issues in
the hospitality and tourism sector Implications for talent management, , International
Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, 2008, pp. 758-780
q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897592
Sekaran, Uma, 2003, Research Metods for Business: A Skill-Building Approach, Southern
Illinois University, John Wiley & Sons. Inc., New York
Setyanto P. Santosa, Kamis, 14 Pebruari 2002, Pengembangan Pariwisata Indonesia,
http://kolom.pasific.net.id/
Setyanto P. Santosa, Selasa, 13 Januari 2004, Mengenali Daya Saing Pariwisata Indonesia,
http://kolom.pasific.net.id/
Shane C. Blum, 1996, Organizational trend analysis of the hospitality industry: preparing for
change International Journal of Contemporary Hospitality Management 8/7, 20–32 ©
MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Sharon Brockway, The art of business partnering, Strategic HR Review. Chicago: Sep/Oct
2007. Vol. 6, Edisi 6; pg. 32, 4 pgs
70
Snell, S & Dean, J, 1992, Integrated manufacturing and human resource management: A
human capital persfective, (3.TRAINING), (2.ACQUISITION STRATEGY OF HR
PRACTICES), Academy of management review, 35, 1107-1117.
Solimun. 2002. Multivarite Analysis, Structural Equation Modelling (SEM), Lisrel dan
Amos: Aplikasi di Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psikologi, Sosial, Kedokteran
dan agrokompleks. FMIPA Universitas Brawijaya Malang.
Sparrow, Paul, Chris Brewster and Hilary harris, 2004, Globalizing human resource
management, Taylor & Francis e-Library, New York, USA
Siu, V., Tsang, N. and Wong, S. (1997), “What motivates Hong Kong’s hotel employees?”,
Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 38 No. 5, pp. 44-9.
(1997)
Stephen Heinen,J, Colleen O'Neill, Managing talent to maximize performance, Employment
Relations Today. Hoboken: Summer 2004. Vol. 31, Iss. 2; pg. 67, 0 pgs
Steven L. Sizoo, 2001, The Effect of Intercultural Sensitivity on Employee Performance in
Cross-Cultural Service Encounters, Dissertation, Nova Southeastern University, UMI
Number: 3003326, http://www.proquest.com
Sudharma, I Nyoman , 2006, Kajian Terhadap Kinerja dan Pengembangan Karyawan
operasional Hotel Bali Hyatt, Buletin Studi Ekonomi, Volume 11 Nomor 1 Tahun
2006, Terakreditasi Nomor: 34/DIKTI/Kep/2003 ISSN1410-4628, pp.34-45.
Susan Heathfield, Performance Appraisals Don't Work-What Does?, . The Journal for Quality
and Participation. Cincinnati: Spring 2007. Vol. 30, Iss. 1; pg. 6, 5 pgs
Taleo, 2006, Customers Achieve Dramatic Improvements in Business Performance With
Talent Management,. PR Newswire, New York: Jan 25, 2006. pg. 1,
http://proquest.umi.com/
Tb.Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala Hubeis. 2007 . Manajemen Mutu SDM.
PTGhalia Indonesia.
Thompson, Arthur, A, Jr., A.J.Strickland III, John E. Gamble, 2007, Crafting and Executing
Stategy: The Quest for Competitive Advantage, Concepts & Cases, 2007, McGraw
Hill , New York, USA.
Tom Baum, 2008, Implications of hospitality and tourism labour markets for talent
management strategies, Department of Hospitality and Tourism, Univ of Strathclyde,
Glasgow, UK, International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol.
20 No. 7, 2008, pp. 720-729, q Emerald Group Publishing Limited,
Torraco, R.,& Swanson, R, (1995), The Strategic Roles of Human Resource Development,
Human Resource Planning, 18(4), 10-22
Ulrich, Dave, 1997, Human Resources Champion: The Next Agenda for Adding value and
delivering Results, Harvard Business Shool Press, Boston.
Ulrich D (1998) A New Mandate for Human Resource. Harvard Business Review January-
February 1998, pp.125-134
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional Pariwisata
Undang-Undang RI, Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025.
Wahab, S. 1996. Manajemen Kepariwisataan. Alih bahasa Drs. Gromang F. PT Pradya
Paramita, Jakarta.
Watson Wyatt Worldwide, 2007, Study of HR best practices, available at: www. watson
wyatt.com
Wikipedia , http://en.wikipedia.org/wiki/Talent_management, Talent management, the free
encyclopedia, 17 January 2008
Wuryastuti Sunario, 16 April 2008 12:29, Perlu Manajemen Handal untuk Tingkatkan Daya
Saing Pariwisata Indonesia, Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu,
http://www.melayuonline.com
Glosari
71

1. Hotel berbintang Usaha komersial yang menyediakan tempat


menginap maupun makanan serta pelayanan
lainnya untuk umum melalui tingkatan atau
kelas hotel yang dapat dibedakan menjadi
hotel bintang satu, dua, tiga, empat, dan lima.
2. Peran Mitra Strategis Karyawan sebagai Mitra Strategis adalah
Karyawan merupakan formulasi peran strategik sumber
daya manusia secara menyeluruh dari berbagai
aspek dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
3. Peran Agen Karyawan sebagai agen perubahan adalah
Perubahan Karyawan merupakan kemampuan mentransformasikan
potensi yang dimilikinya untuk mengelola
perubahan budaya yang mendasar dalam
perusahaan, dalam hal ini sebagai penjaga
budaya maupun sebagai katalis budaya,
kemampuan untuk memperbaiki rancangan,
implementasi inisiatif dan mengurangi siklus
waktu pada seluruh aktivitas organisasi.
4. Kinerja karyawan Catatan mengenai outcome yang dihasilkan
oleh karyawan dari fungsi suatu pekerjaan atau
kegiatan tertentu selama suatu periode waktu
tertentu, baik yang berhubungan dengan
pekerjaan langsung maupun karakteristik
pribadi karyawan.
5. Komitmen karyawan Keterikatan atau keberpihakan dan keinginan
karyawan secara terus-menerus berpartisipasi
aktif dalam perusahaan yang tercermin melalui
karakteristik: adanya keyakinan yang kuat dan
penerimaan atas nilai dan tujuan perusahaan,
kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik
bagi perusahaan, dan adanya keinginan yang
pasti untuk bertahan dalam perusahaan.
6. Kompetensi Karakter sikap dan perilaku, atau kemauan dan
Karyawan kemampuan pegawai yang relatif bersifat
stabil ketika menghadapi suatu situasi di
tempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara
watak, konsep diri, motivasi internal, serta
kapasitas pengetahuan konseptual untuk
menghasilkan prestasi kerja.
7 Manajemen Talenta Manajemen talenta adalah pengelolaan
sumber daya manusia dengan menarik,
mengembangkan, dan mempertahankan
karyawan sehingga dapat memastikan bahwa
the right people dengan knowledge,
intelligence, judgement, attitude, character
dan pengendalian diri with the right skills, are
in the right place dalam proses pencapaian
tujuan organisasi.
8. Kompensasi Kompensasi merupakan bentuk imbalan baik
Karyawan langsung maupun tidak langsung yang
72
diterima karyawan sebagai balas jasa atas kerja
mereka.
9 Outcome Keseluruhan hasil kinerja karyawan baik yang
terkait dengan aspek pekerjaan maupun aspek
karakteristik personal dalam melaksanakan
pekerjaan yang dibebankan pada dirinya.
10 Pariwisata Suatu proses yang dapat menciptakan nilai
tambah terhadap barang dan atau jasa sebagai
satu kesatuan produk, baik produk yang
tampak (tangible product) maupun yang tidak
nampak (intangible product).
11. Teori organisasi Disiplin ilmu yang mempelajari struktur,
desain, dan budaya organisasi serta bagaimana
organisasi dipengaruhi dan memengaruhi
lingkungan di tempatnya beroperasi.
12. Teori perilaku Teori yang mempelajari interaksi antara
organisasi hubungan manusia dalam organisasi terutama
yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
pengembangan kompetensi, kreativitas,
kelompok kerja, perasaan, sikap, pemenuhan
kebutuhan yang lebih tinggi, dan perannya
sebagai faktor sosial pada organisasi.
73
INDEKS
A Advantage 1 N Noe 50
Agent 1 Naresh 57
Adding 1
Administrative expert 2
B Business 3 O Organizational 2
Balanced scorecard 8 Obstacles 24
Benchmarking 8 Orientation 36
Benefit 9 Opportunities 41
C Change 1 P Partners 1
Champion 1 Players 1
Customer 2 Promotion 3
Competitive 4 Profit 23
D Dave Ulrich 2 Q Quotient 37
Dessler,Gary 3 Quantity 47
Diagnosis 8 Quality 47
David Finegold 9
E Employee champion 2 R Resources 1
Education 10 Remuneration 3
Evaluation 11 Roadmap 4
Effort 23 Resistance 19
F Flexibility 3 S Survive 1
Frou-frou 8 Strategic Partner 2
Fiona Ellis 10 Shareholder 6
Fenomena 26 Status Quo 21
G Governance 9 T Training 3
Globalisasi 12 Teamwork 11
Great 23 Transformation 23
Guilding 23 Talent 32
H Human 1 U Unfreezing 20
Hiring 35 Urgency 23
Hengst Amy 37
Hotel 50
I Innovative 2 V Value 1
Ivancevich 5 Vision 24
Influence 11 Victory 24
Intangibles 11 Valence 44
J John Hobel 11 W World class 3
Joint venture 12 Wikipedia 37
Jyotsna Bhatnagar 32 Workforce 40
Judgment 37 Worsfold Philip 58
K Knowledge-based 3
Kurt Lewin 20
Karen Dempsey 41
Kinerja 44
L Leadership 11
Lacking 24
Lancourt and Savage 25
Learning 30
M Management 1
Mitra 7
Movement 20
74
Monitoring 23
Scanned by CamScanner

Anda mungkin juga menyukai