Buku Ida Ketut Kusumawijaya Tahun 2011
Buku Ida Ketut Kusumawijaya Tahun 2011
SUTARYO SALIM
ERNI TISNAWATI SULE
SURYANASUMANTRI
MAMAN KUSMAN
PERAN
MITRASTRATEGIS
I(ARYAITIAN
AGENPERUBAHA
MANAIEMENTATENTADANKINERIAI{ARYAITTfi,N
\($DI ir\l '\l ) l ,l tl ,S S
IDA KETUT KUSUMAWIJAYA
SUTARYOSALIM
BRNI TISNAWATI SULE
SURYANA SUMANTRI
MAMAN KUSMAN
UNPADPRESS
@
ill
TIM PENGARAH PENGANTAR
Ganjar Kurnia
Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno
Memed Sueb
GLOBALISASI yang dimotori oleh kemajuan di bidang
pariwisata, telekomunikasi, dan transportasi telah mendorong
TIM EDITOR berbagai negara mengembangkan ketahanan budaya agar dapat
bertahan dari terpaan globalisasi serta mengembangkanpariwisata
sebagaiusahakemajuanekonomi bangsanya.
Wilson Nadeak (Koordinator), TuhpawanaP. Sendjaja Pariwisata sebagai industri yan'! sumber dayanya tidak akan
Fatimah Djajasudarma,Benito A. Kumani pernah habis bila dibandingkan dengan industri lain yang
Denie Heriyadi, Wahya, Cece Sobarna mempunyai sumber daya yang sangat terbatas, mendapatkan
Dian Indira penugasan baru untuk turut mempercepat per.nulihan ekonomi
nasionaldan memulihkan citra lndonesiadi dunia internasional.
Prinsip penting dari pembangunan pariwisata, bahwa
Judul: pariwisata ini mampu menyediakan sumber daya manusia yang
PeranMitra StrategisKaryawan Agen Perubahan berkualitas kepada dan dari masyarakat setempat dan terdapat
ManajemenTalentadan Kinerja Karyawan pertalian yang erat (yang harus dijaga) antara usaha lokal dan
pariwisata, terdapatperaturan tentang perilaku yang disusun untuk
wisatawan pada semua tingkatan (nasional, regional dan setempat)
yang didasarkan pada standar kesepakataninternasional, terdapat
Penulis: program pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia untuk
Ida Ketut Kusumawijaya,Co-Author : SutaryoSalim, nreningkatkanserta menjagawarisan budaya dan sumber daya alam
Erni Tisnawati Sule, SuryanaSumantri,Maman Kusman yangada.
Fenomena ini menjadi menarik karena justru pada era
globalisasi dewasaini untuk dapat meningkatkankinerja karyawan
dan memenangkan persaingan, manajemen talenta dan kinerja
UNPAD PRESS karyawan dalam industri perhotelanmemiliki hubunganyang sangat
@ kuat, yang mengindikasikan bahwa pelaksanaanmanajementalenta
Copyright(C) 2011 akan berhasil denganbaik pada industri perhotelansangattergantung
rsBN 978-602-8743-79-2 dari pengelolaantalentayang memiliki pendidikan (talentedand well
educatedpeople) denganperan yang dimiliki karyawan sepertiperan
mitra strategisdan agenpenrbahankaryawan.
IV
lluku ini akan mengungkap peran karyawan sebagai mitra Akhirnya penulis menyadari, jika ada hal-hal yang kurang
stratcgisyangbertanggung jawab ataskonhibusinyapadakesuksesan atau tidak sesuai mohon kiranya pembaca memberikan kritik dan
organisasi dengan mengembangkan,memutuskan aktivitas dan sarandemi menyempurnakanbuku ini.
stratcgi karyawan,dan peran karyawan sebagaiagenperubahanyang
bcrtujuan untuk mengelolaperubahandan transformasiyakni sebagai
pcnjamin dan katalis budaya organisasi dan sebagai kontributor
utama paoo' proses identifikasi dan implementasi perubahan.
Manajemen talenta yang merupakan pengelolaankaryawan dengan Bandung, 2011
melaksanakan attracting, developing and retaining karyawan di
industri perhotelan, sehingga karyawan mampu memberikan
Penulis
kontribusi potensialnya dalam kinerja karyawan sebagai driver of
competitiv e advantage.
Penulis mengucapkanterima kasih banyak kepada promotor
yaitu: Prof. Dr. Sutaryo Salim, S.E. (alm), Prof. Dr. Erni Tisnawati
Sule, S.E.,M.Si, Prof. Dr. SuryanaSumantri, S.Psi.,M.S.I.E, Prof.
Dr. Maman Kusman, S.8., M.B.A Akt., dan kepada penelaah
disertasiyaitu: Prof. Dr. Ahmadi Rilam, S.E.,M.S.,Prof. Dr. Iman
Sudirman,D.E.A., Prof. Dr. Yuyus Suryana,S.E., M.S., Dr. Imas
Soemaryani,S.E., M.Si., yang telah memberikan arahart,bimbingan,
petunjuk yang bermakna kepada penulis dalam memahami dan
memaknaimateri tentangmanajemenSDM.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. I Ketut
Putra Suarthana,M.M., yang telah memberikan kesempatanpenulis
untuk melanjutkan studi di Program Doktor PascasarjanaUNP}\D
Bandung
Terima kasih kepada Direktorat JenderalPendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia sebagaipenyelenggara
program hibah penelitian disertasi doktor, Program Pascasarjana
Universitas Padjajaran, dan Seluruh Civitas Akademik Fakultas
Ekonomi Unpad atas dana hibah yang diberikan yang telah
memfasilitasi penulis untuk membuat suatu karya yang mudah-
mudahan dapat bermatfaat baik dalam bidang akademik maupun
praktis.
vl vtl
'"1
DAFTAR ISI
PENGANTAR - v
DAFTAR ISI - ix
BAB I
PENTINGNYA SUMBER DAYA MANUSIA - 1
Faktor Sentral- 2
BAB II
PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN - 13
BAB III
PERSPEKTIF PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN -21
BAB IV
MANAJEMEN PERUBAHAN - 27
TantanganPersaiangandan Perubahan- 29
Tampil Beda- 31
PerubahansebagaiNorma - 32
Keberhasilan- 35
ParadigmaBaru - 37
Visi Organisasi- 40
DampakEkonomi Global - 42
BAB V
PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN - 49
TanggungJawab SumberDaya Manusia - 50
Delapanl,angkah Transformasi- 53
vill
F
BAB XII
PERSPEKTIF KINERJA KARYAWAN - II2
Motivasi- 113
xi
BAB I
PENTINGNYA SUMBER DAYA MANUSIA
DI ERA globalisasi, kemajuan teknologi dan kecepatan arus informasi semakin tidak
terbendung seolah mengarahkan bisnis pada perubahan secara besar-besaran. Tampaknya
tidak ada lagi pilihan dalam mengoperasikan bisnis pada lingkungan ekonomi dengan
pengaruh globalisasi dan revolusi teknologi, there are two options: Adapt or Die. Hal ini
memberikan sinyal kepada para pelaku bisnis pada saat berhadapan dengan fenomena
tersebut untuk bersiap diri memasuki keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang
tinggi, yang selalu mengadaptasi dan mendesain strategi bisnisnya dengan menganalisis
karakteristik lingkungan ekonomi yang dihadapi. Dengan meningkatnya intensitas
persaingan, setiap pelaku bisnis dituntut untuk selalu memperhatikan dan mengindentifikasi
karakteristik lingkungan ekonomi guna memberikan pengertian dan pemahaman yang
mendalam dalam mengadaptasi dan mendesain strategi yang tepat berkenaan dengan
kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala yang dihadapi bisnis. (Thompson, et al, 2007).
Agar setiap organisasi bisnis dapat survive dan bersaing pada era globalisasi, dengan
persaingan yang luas dan tajam, diperlukan sumber daya manusia yang unggul (champion).
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia yang unggul ialah SDM yang tidak hanya
melakukan pekerjaan rutin, yang diperintah (doable) tetapi yang dapat memperlihatkan
kinerja (deliverable) berupa nilai tambah (value added) kepada organisasi bisnis. Mereka
harus menjadi mitra (partners), pemain (players) dan pelopor (pioneers) dalam menciptakan
nilai tambah dan sekaligus sebagai agen perubahan (change Agent). Pengelolaan SDM harus
dilakukan melalui proses organisasional yang dapat memperkuat kompetensi individu dan
kapabilitas organisasi. Praktik SDM harus didesain untuk menciptakan nilai dan hasil yang
dapat memberikan kontribusi demi kepentingan organisasi.
Faktor Sentral
Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apa pun bentuk
serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan oleh
karena itu pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan
faktor strategis dalam semua kegiatan organisasi. Selanjutnya, manajemen sumber daya manusia
(MSDM) berarti mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi
dapat dicapai secara optimum. MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen (Management
Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam pelaksanaan proses perencanaan,
pengorganisasian, staffing, memimpin dan mengendalikan sumber daya manusia.
Manajemen strategi sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup karyawan, manajer dan tenaga kerja lainnya agar dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Proses mengelola strategi sumber daya manusia adalah merupakan suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi dengan orang yang tepat untuk
ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Sesuai
dengan fungsinya yaitu yang mencakup analisis tugas/jabatan, rekrutmen dan seleksi calon
tenaga kerja, orientasi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan pengembangan SDM.
Aspek manajemen serta SDM demikian strategis dan demikian luasnya, strategi SDM
melibatkan banyak aspek, terutama dengan faktor-faktor lingkungan internal organisasi
(kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). Tantangan
strategi SDM masa kini adalah merespons perubahan eksternal agar faktor lingkungan
internal perusahaan menjadi kuat dan kompetitif.
Konsep business partnering muncul pada pertengahan 1990-an, disampaikan oleh
Dave Ulrich, (1979) dalam bukunya Human Resources Champion: The Next Agenda for
Adding value and delivering Results. Dengan melihat proses transformasi value added dari
fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia yang ikut serta dalam proses bisnis
1
2
organisasi. Hal ini berarti bahwa peran sumber daya manusia dalam organisasi akan menjadi
customer-focused; cost efficient; innovative, dan akan lebih cepat dalam merespon perubahan
yang terjadi pada lingkungan bisnis.
Gambar 1.1 Peran SDM Dalam Membangun Daya Saing Organisasi
FUTURE/STRATEGIC FOCUS
Management of Management of
Strategic HR Transformation and Change
PROCESSES PEOPLE
Management of Management of
Firm Infrastructure Employee Contribution
DAY-TO-DAY/OPERATIONAL FOCUS
Sumber: Ulrich, (1997)
Sehubungan dengan itu, timbullah empat peran kunci SDM yang harus dipenuhi agar
kemitraan bisnisnya menjadi suatu kenyataan, yaitu:
(a). Management of Strategic HR,
(b). Management Firm Infrastructure,
(c). Management of Employee Contribution,
(d). Management of Transformation and Change.
Dan peran business partner sumber daya manusia tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.1 di bawah:
Tabel 1.1. Definisi Peran Sumber Daya Manusia
Dave Ulrich (1997) menyatakan bahwa paradigma baru sumber daya manusia dengan
4 peran sebagai business partners untuk mencapai excellent organisasi, yakni:
(a) strategy executions,
(b) administrative efficiency,
(c) employee contribution,
(d) capacity for change.
Peran sumber daya manusia dalam pencapaian excellent organisasi seharusnya
sebagai partners, players, and pioneers dengan innovation, value driven, dan result oriented
work sebagai pola baru dari manajemen sumber daya manusia.
3
Ulrich (1998) membedakan pengelolaan SDM menjadi empat peran yang terbagi ke
dalam dua dimensi. Dimensi pertama merefleksikan fokus aktivitas SDM antara kegiatan
operasional dan strategis. Sedangkan dimensi kedua merefleksikan aktivitas SDM yang
terdiri dari pengelolaan proses SDM dan pengelolaan individu. Empat peran SDM tersebut
adalah:
(a) strategic partner,
(b) change agent,
(c) administrative expert
(d) employee champion.
Peran SDM sebagai strategic partner bertanggung jawab atas kontribusinya pada
kesuksesan organisasi dengan mengembangkan, memutuskan aktivitas dan strategi SDM.
Peran SDM sebagai change agent bertujuan untuk mengelola perubahan dan transformasi
yakni bahwasanya SDM sebagai penjamin dan katalis budaya organisasi dan sebagai
kontributor utama pada proses identifikasi dan implementasi perubahan. Peran SDM sebagai
administrative expert adalah sejatinya merupakan tanggung jawab tradisional dari SDM yaitu
untuk mencakup tugas-tugas administrasi agar efisien pada proses SDM seperti staffing,
training, remuneration dan promotion. Peran SDM sebagai employee champion adalah
bertangggung jawab untuk mengelola moral dan komitmen karyawan.
Peran sumber daya manusia sebagai business partner diperkenalkan sebagai bagian
dari transfromasi pola pengelolaan sumber daya manusia organisasi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
(1). Efisiensi Biaya, bahwa pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi merupakan
bagian penting dalam mencapai penghematan yang dapat direalisasikan dengan efektif
bersama dengan bagian lain dalam organisasi. Jadi pengelolaan sumber daya manusia
terdistribusi di seluruh fungsi-fungsi organisasi,
(2). Meningkatnya Persaingan, bahwa dalam hal ini SDM menjadi kunci keberhasilan dari
persaingan bisnis. Organisasi membutuhkan SDM yang dapat menunjukkan kompetensi,
pemikiran kreatif, motivasi kerja, dan komitmen yang tinggi. Dan SDM diharapkan
sebagai centre of excellence sehingga bisa menjadi SDM dengan klasifikasi world class
dalam menghadapi persaingan knowledge-based dewasa ini.
(3). Meningkatnya harapan pada peran SDM, bahwa saat ini banyak organisasi telah
menyadari pentingnya peran SDM dalam mencapai keberhasilan, sebab SDM
memberikan kontribusi pada strategi organisasi dan bertanggung jawab atas
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan peran SDM dalam organisasi
untuk menjamin tercapainya keberhasilan memenangkan persaingan bisnis.
Implementasi transformasi peran business partnering SDM memberikan benefit yang
signifikan bagi organisasi dengan pertimbangan hal berikut ini:
(a). Adanya keputusan yang jelas dan rasionl antara peran SDM dan organisasi mengenai
perubahan peran SDM yang diusulkan.
(b). Mempersiapkan dan menilai perubahan, bahwa keberhasilan peran business partner
SDM sangat tergantung pada penerimaan organisasi dalam mengadopsi peran baru
SDM tersebut.
(c). Membutuhkan waktu untuk membahas bersama peran business partner yang akan
diadopasi ke seluruh organisasi, sehingga persiapan akan adanya perubahan dalam
organsasi dapat diantisipasi.
(d). Menilai kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjukkan peran business partner, dan
mempetimbangkan kendala yang akan terjadi dalam proses transisi peran SDM
tersebut.
Untuk memperkuat pola kemitraan peran SDM sangat tergantung dari adanya
hubungan kerja di lingkungan organisasi baik formal maupun informal yaitu dengan:
(a). Adanya ketertarikan pada pengukuran kinerja kunci organisasi seperti penjualan, biaya,
produksi.
4
(b). Memastikan bahwa peran business partner dilibatkan dalam proses perencanaan bisnis,
hal ini membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang
memengaruhi organisasi.
(c). Menentukan tujuan pribadi dan kerja sama tim dalam strategi kemitraan SDM ini,
sehingga peran business partner dapat menjadi model yang dapat dipergunakan dalam
meningkatkan kinerja organisasi.
Dessler (2000) mendefinisikan manajemen strategi SDM sebagai berikut: “Strategic
Human Resource Management is the linking of Human Resource Management with strategic
role and objectives in order to improve business performance and develop organizational
cultures and foster innovation and flexibility”. Membahas tentang keterkaitan antara
pengelolaan peran strategis SDM dengan tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerja bisnis
dan mengembangkan budaya organisasi dan menjaga fleksibilitas dan inovasi. Jadi
terminologi strategi SDM mengacu pada kegiatan pengelolaan SDM dalam mencapaia
tujuan. Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber
daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan
internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya
sebagaimana disebutkan di atas, adalah strategi SDM yang memberikan nilai tambah (added
value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Sehingga kemampuan SDM ini merupakan
competitive advantage dari perusahaan.
Adanya SDM yang memiliki kompetensi ini akan menghasilkan added value bagi
perusahaan. Oleh karena itu pengelolaan SDM dituntut menemukan strategi SDM yang dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang semakin berkembang dan berubah cepat,
iklim persaingan semakin ketat dan mengglobal, sehingga strategi SDM diterapkan dalam
rangka menemukan formulasi yang paling efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya
manusia.
Christensen (2006), dalam buku Roadmap to strategic HR : turning a great idea into
a business reality, mengatakan bahwa pendekatan yang dipergunakan untuk mengelola SDM
di organisasi bisnis saat ini adalah semakin berkaitan dengan strategi bisnis yang diakibatkan
perubahan tuntutan persaingan bisnis yang semakin global. Dengan transformasi peran SDM
dalam organisasi seperti itu mengharuskan SDM memainkan peran yang lebih strategis pula
sebagai strategic partner. Hal ini pula yang mewajibkan pekerjaan SDM berubah menjadi
sangat penting yaitu ikut serta dalam pengambilan keputusan bisnis untuk menciptakan
keberhasilan organisasi di masa depan.
Armstrong (2006), dalam bukunya Strategic human resource management: a guide to
action, menyebutkan bahwa strategi SDM merupakan proses pencapaian rencana dan tujuan
organisasi dengan memberdayakan SDM, yang melibatkan penggunaan, pengembangan
SDM yang berhubungan dengan strategi bisnis. Tujuan strategi SDM yaitu untuk menjamin
organisasi dapat mencapai sustained competitive advantage dengan meningkatkan
kemampuan SDM yang memiliki kompetensi, motivasi dan komitmen yang baik. Menurut
dia ada 5 (lima) pendekatan strategi SDM, yaitu:
(1). Resource-based strategy, mengembangkan kemampuan strategi yaitu pencapaian
kesesuaian sumber daya dan pencapaian value-added dengan pemanfaatan sumber daya
yang efektif. Pendekatan resource-based akan meningkatkan strategic capability SDM
dengan memahami perencanaan strategi bisnis.
(2). Achieving strategic fit, bahwa strategi SDM seharusnya sesuai dan merupakan bagian
integral serta dapat memberikan kontribusi bagi strategi bisnis. Jadi tujuan strategi
SDM adalah untuk mendapatkan pendekatan yang koheren dalam mengelola SDM
dengan berbagai peran dan tugas yang mendukung pencapaian strategi bisnis.
(3). High-performing management, bahwa strategi SDM merupakan proses pengeloaan SDM
untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi melalui produktivitas, kualitas, pelayanan
pelanggan, pertumbuhan, profit dan value bagi shareholder.
5
(4). High-commitment management, bahwa strategi SDM merupakan proses untuk mencapai
komitmen manajemen, dengan memperhatikan perilaku individu yang dapat dipercaya
dalam hubungan kerja di dalam maupun di luar organisasi.
(5). High-involvement management, bahwa pendekatan ini melibatkan perlakuan yang baik
bagi SDM sebagai partners dalam organisasi. Tujuan pendekatan ini adalah untuk
menciptakan iklim komunikasi yang baik diantara seluruh anggota dalam menentukan
tujuan, misi dan nilai organisasi. Hal ini bisa dicapai dengan pemahaman bersama di
antara anggota organisasi dengan kerangka pengelolaan dan pengembangan strategi
SDM.
Ivancevich, (2006), dalam Human Resources Management, menjelaskan bahwa
Strategic human resource management (SHRM) adalah merupakan pengakuan kebijakan dan
praktik SDM yang memiliki hubungan penting dengan strategi organisasi secara keseluruhan.
Hal ini berarti bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara strategi pengelolaan SDM
dengan strategi organisasi untuk mendapatkan SDM yang unggul dalam menciptakan
keunggulan bersaing organisasi.
Noe, (2006), mengatakan dalam bukunya Human Resources Management: Gaining a
Competitive Advantage, bahwa strategic human resource management (SHRM) diketahui
sebagai pola perencanaan pengembangan SDM dan kegiatan yang direncanakan
memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Untuk melaksanakan pendekatan
strategisnya, SDM seharusnya mengerti peran SDM dalam proses manajemen strategi
organisasi.
Jadi, keberadaan SDM dalam perusahaan memiliki posisi yang sangat vital.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang bekerja di dalamnya.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan mereka dalam menangkap
fenomena perubahan tersebut, menganalisis dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan
langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut.
Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang
cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka setiap
organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi agar dapat
memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya
mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga
berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak semata mata mengejar
pencapaian produktivitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada kinerja dalam proses
pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian
produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil di mana orang dan sumber daya lain yang
ada dalam organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan pada
tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi memerlukan
sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi
dan misi organisasi.
Menurut Mello (2002), dalam bukunya Strategic Human Resources Management,
mengatakan bahwa strategi SDM melibatkan pengembangan konsisten dari aktivitas-
aktivitas, program dan kebijakan yang memfasilitasi pencapaian tujuan strategi organisasi.
Upaya ini dengan menerjemahkan tujuan organisasi ke dalam sistem pengelolaan SDM yang
lebih spesifik. Beberapa kendala dalam proses implementasi strategi SDM adalah:
(1). Kebanyakan organisasi mengadopsi pengelolaan kinerja dengan lebih fokus pada jangka
pendek,
(2). Banyak pemimpin tidak memiliki kemampuan berpikir strategis dan tidak memiliki
pemahaman bisnis yang luas, padahal pengelolaan SDM merupakan pekerjaan yang
kompleks dan sangat dinamis,
(3). Banyak pemimpin kurang menghargai nilai, kemampuan dan kontribusi SDM dari
persfektif strategis,
(4). Sangat sedikit pemimpin yang menganggap diri mereka sebagai pengelola SDM,
6
perhatian mereka hanya pada pekerjaan teknis fungsional dibandingkan dengan
mengelola karyawan, karena mereka beranggapan investasi pada SDM merupakan
investasi yang berisiko,
(5). Banyak yang beranggapan pengelolaan strategi SDM menimbulkan penolakan terhadap
perubahan pengelolaan tersebut.
Pada dasarnya seluruh kendala tersebut di atas berakar dari budaya organisasi. Lebih
lanjut Mello (2002) menjelaskan bahwa strategi pengelolaan SDM dapat mencapai:
(a). peningkatan kinerja,
(b). peningkatan kepuasan pelanggan dan karyawan,
(c). peningkatan nilai shareholder.
Pencapaian ketiganya melalui pengelolaan yang efektif dari SDM yang disesuaikan
dengan budaya dan strategi organisasi.
7
BAB II
PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN
PERAN SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan
pekerjaan itu sendiri. Keusangan pengetahuan, keahlian, keterbatasan informasi pada
karyawan dapat menurunkan kemampuannya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Begitu pula
dengan munculnya tantangan baru yang dihadapi organisasi menyebabkan karyawan sering
kali kehilangan kompetensi dan wawasan yang cukup untuk menjawab tantangan tersebut.
Perusahaan besar tidak mampu bersaing hanya dengan mengandalkan kebesaran dan
skala bisnis yang dimiliki, tetapi harus responsif terhadap perubahan. Proses bisnis tidak lagi
dijalankan berdasarkan aturan dan hierarki, tetapi dikendalikan oleh visi dan nilai. Itu semua
memerlukan kemampuan SDM yang dapat diandalkan, yang memiliki wawasan, kreativitas,
pengetahuan, dan visi yang sama dengan visi perusahaan. Setiap orang dalam organisasi
harus mampu menjadi partners bagi organisasi. Oleh sebab itu, peningkatan terus-menerus
akan kemampuan dan keahlian karyawan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
Peran strategis sumber daya manusia dipusatkan pada penyesuaian strategi sumber
daya manusia dengan strategi bisnis. Dalam memainkan peran ini, sumber daya manusia
bekerja menjadi mitra strategis, membantu untuk memastikan keberhasilan strategi bisnis.
Dengan pelaksanaan peran ini, sumber daya manusia meningkatkan kapasitas bisnisnya untuk
melaksanakan strategi. Implementasi strategi bisnis ke dalam pelaksanaan program
pengelolaan sumber daya manusia membantu suatu bisnis dengan 3 (tiga) cara, (Ulrich,
1997), yaitu:
(1) Penyesuaian waktu untuk merancang konsep pelaksanaan strategi bisnis,
(2) Pemenuhan permintaan pelanggan dengan baik, sebab strategi pelayanan kepada
pelanggan sudah diterjemahkan ke dalam pelaksanaan kebijakan yang lebih spesifik,
(3) Pencapaian tujuan organisasi dengan melaksanakan strategi yang efektif.
Pelaksanaan management of strategic human resources adalah strategy execution,
yaitu sumber daya manusia membantu pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia
menjadi strategic partner yaitu ketika:
(1) SDM ikut ambil bagian dalam proses menentukan strategi organisasi;
(2) SDM berperan serta menerjemahkan strategi ke dalam tindakan
(3) SDM berpartisipasi mendesain program pengelolaan sumber daya manusia yang
disesuaikan dengan strategi organisasi.
Strategi manajemen SDM adalah kebijakan pengelolaam SDM yang diintegrasikan
dengan strategi bisnis dan digunakan untuk mendorong budaya organisasi yang layak, agar
SDM memiliki nilai dan menjadi sumber keunggulan bersaing. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting dalam mencapai tujuan organisasi
dan kenyataannya bahwa sumber daya manusia menjadi pusat perhatian pimpinan perusahaan
untuk diarahkan menjadi sumber daya manusia unggul (human resource champions).
Tindakan yang menyangkut manajemen strategis sumber daya manusia adalah
menerjemahkan strategi bisnis ke dalam prioritas program pengelolaan sumber daya manusia.
Di dalam organisasi, fungsi organisasi, unit bisnis, atau lini produk, suatu strategi selalu
dengan tegas ada dalam suatu dokumen secara implisit, yang dikerjakan secara bersama.
Sebagai strategic partner, sumber daya manusia harus bisa mengidentifikasi pelaksanaan
program pengelolaan sumber daya manusia dalam mencapai strategi. Proses dalam
mengidentifikasi pelaksanaan program sumber daya manusia ini disebut organizational
diagnosis, yakni suatu proses di mana suatu organisasi diaudit untuk menentukan kelemahan
dan kekuatannya.
Untuk menghadapi tantangan menjadi strategic partner, SDM membutuhkan motivasi
dan disiplin kerja yang tinggi, yaitu dengan:
(1). Menghindari perencanaan strategis di atas kertas, bahwa menjadi strategic partner yaitu
8
dengan menerjemahkan strategi organisasi ke dalam pelaksanaan program organisasi,
sehingga diperlukan pembahasan sebelum strategi diputuskan. Kebanyakan strategi
hanya ditulis daripada dilakukan dalam tindakan. Banyak visi yang diciptakan daripada
direalisasikan. Banyak misi yang diekspos daripada dilaksanakan. Banyak tujuan
dinyatakan daripada dicapai. Manajemen harus melakukan keseimbangan strategi dan
pelaksanaannya. Menjadi strategic partner berarti kembali pada pernyataan strategik
untuk melakukan seperangkat tindakan dalam organisasi. Mengatasi tantangan ini
memerlukan SDM yang memiliki kompetensi untuk menghadapi permasalahan
organisasi.
(2). Membuat balanced scorecard, bahwa konsep balanced scorecard bukanlah konsep
yang baru, tetapi aplikasinya terus meningkat. Jika sumber daya manusia sebagai
strategic partner, mereka seharusnya menerapkan konsep balanced scorecard tidak
hanya untuk dimensi karyawan. Balance scorecard fokus pada pelayanan kepada
stakeholder (investor, pelanggan, dan karyawan) dan menjadi indeks kinerja total untuk
menilai kinerja SDM. Kategori yang diterapkan untuk bisnis adalah:
(a) Economic value-added (EVA) untuk memenuhi sejumlah keuangan yang
diharapkan,
(b) Customer value- added (CVA) untuk memenuhi tujuan pelayanan kepada
pelanggan,
(c) People value-added (PVA) untuk memenuhi harapan karyawan.
SDM yang terbaik harus menyatakan dimensi karyawan balance scorecard tidak hanya
pada sikap karyawan, tetapi juga pada proses organisasi, yang mewaliki semua aktivitas
yang memengaruhi sikap seperti kepemimpinan, kerja tim, komunikasi, pemberdayaan,
nilai bersama, mekanisme untuk memperlakukan individu dengan bermartabat.
(3). Menyesuaikan perencanaan sumber daya manusia dengan rencana organisasi. Hampir
semua departemen sumber daya manusia melakukan perencanaan, dengan pendekatan
masa depan, melalui pengintegrasian dengan strategi bisnis. Pertanyaan yang
berhubungan dengan struktur, kompetensi, akuntabilitas, organisasi, dan kepemimpinan
diperlukan untuk membuat kinerja dari strategi bisnis.
(4). Perbaikan yang cepat, yaitu penanganan masalah dalam organisasi selalu diharapkan
melalui perbaikan di mana biasanya memiliki tantangan waktu dan komitmen. Setiap
orang mengharapkan ada cara untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi, begitu
pula SDM perlu mengatasi masalah tertentu dengan cepat dan menarik. Dua kendala
dalam menghadapi tantangan ini adalah benchmarking dan frou-frou. Kendala
benchmarking terjadi ketika SDM ingin memperbaiki kapabilitas organisasi dengan
memilih salah satu dari program dalam organisasi. Perangkap frou-frou adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan SDM yang baik, yang terkenal,
dan yang mengikuti perkembangan, tetapi yang sesungguhnya tidak menambah nilai
dalam jangka panjang bagi organisasi.
(5). Menciptakan kapabilitas dalam organisasi, yaitu tentang pentingnya membangun
kompetensi atau kapabilitas dalam organisasi yang mencerminkan kemampuan
organisasi dalam mencapai strategi.
Banyak organisasi fokus perhatiannya pada pentingnya membangun kompetensi inti
atau kapabilitas dalam perusahaan. Kapabilitas berhubungan dengan kemampuan perusahaan
untuk mencapai strateginya. Menerjemahkan strategi ke dalam pelaksanaan program
memerlukan tindakan disiplin. Konsep untuk menerjemahkan strategi ke dalam tindakan
adalah hasil organizational diagnosis, yang merupakan penilaian yang sistematis dari
operasional organisasi dengan tujuan organisasi. Konsep diagnosis organisasi merupakan
audit organisasi di mana sistem dan proses organisasi dibahas dengan tujuan perbaikan
mereka untuk mencapai tujuan strategik yang lebih baik.
Sumber daya manusia adalah mitra strategis untuk memastikan dan menciptakan
9
organizational diagnosis dengan melaksanakan empat langkah dalam organisasi yaitu:
(1). Define an organizational architecture, yaitu: menetapkan sistem yang mendasari
organisasi. Kemampuan untuk mendesain, mengintegrasikan, dan mengoperasikan
sistem ini adalah kunci sukses organisasi yang efektif. Berikut adalah enam faktor yang
menggambarkan bagaimana organisasi beroperasi dan mengidentifikasi perubahan
sistem dalam menentukan pencapaian strategi:
(a). Shared mindset: berbagi sikap dan ide yang mewakili identitas dan budaya dalam
bisnis;
(b). Competence: merupakan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan karyawan dan
kelompok karyawan;
(c). Consequence: merupakan standar manajemen kinerja yang meliputi pengukuran,
sistem penilaian, dan imbalan;
(d).Governance: merupakan laporan hubungan, proses pembuatan keputusan,
kebijakan, dan proses komunikasi organisasi;
(e).Work process (capacity for change), kapasitas untuk berubah: merupakan
memperbaiki proses organisasi, komunikasi, dan komitmen;
(f). Leadership, faktor kepemimpinan dalam organisasi.
(2). Create an assessment process, bahwa organizational diagnosis mengubah desain ke
dalam suatu penilaian kelemahan dan kekuatan organisasi, sehingga rencana tindakan
organisasi menjadi kenyataan. Tahap penilaian yang digunakan bisa bersifat formal
atau informal. SDM mengelola audit organisasi sebagai mitra strategik secara
sistematik.
(3). Provide leadership for improvement of practices, suatu organizational diagnosis
melaksanakan penilaian untuk perbaikan bagi SDM guna menambah nilai perusahaan,
melalui perubahan budaya, kompetensi governance (desain organisasi, kebijakan, dan
komunikasi), proses kerja (pembelajaran dan perubahan), dan kepemimpinan.
(4). Set priorities, memusatkan perhatian pada hal yang dianggap penting dari isu organisasi
dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya manusia sebagai prioritas paling
tinggi. Ada dua kriteria penting untuk mengevaluasi program pengelolaan SDM yang
memerlukan prioritas yang tinggi, yaitu: Kriteria dampak (impact) yang
mengombinasikan Kesesuaian kualitas (alignment), integrasi (integration), fokus
pelanggan (customer fokus). Dan kriteria implementabilitas (implementability) yang
mengombinasikan kualitas sumber daya (resource), dan waktu (time).
Penelitian Jim E. Kemper (2001), membahas persepsi karyawan berkenaan peran mitra
strategis dan mengidentifikasi karakteristik peran mitra strategis karyawan. Alasan
meningkatnya peran karyawan menjadi lebih visibel dan core mission dalam organisasi yaitu:
kebutuhan akan peningkatan dan pemberdayaan karyawan pada organisasi menjadi sangat
penting melihat cepatnya perubahan teknologi, meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan
karyawan, meningkatnya permintaan akan kompetensi yang dimiliki karyawan untuk
kontribusi keberhasilan organisasi. Peran mitra strategis karyawan menurutnya adalah
merupakan peran penting yang dilaksanakan karyawan dalam partisipasinya mencapai
strategi organisasi. Identifikasi karakteristik peran mitra strategis karyawan sebagai berikut:
(a) benefit administration,
(b) compensation administration,
(c) employment,
(d) employee relation programme and issue,
(e) records and information service,
(f) training and development,
(g) organizational development,
(h) payroll,
(i) workplace safety,
(j) affirmative action and EEO.
10
BAB III
PERSPEKTIF PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN
HARI ini harus lebih baik daripada kemarin dan besok harus lebih baik daripada hari
ini, adalah ungkapan yang tepat untuk memotivasi diri baik bagi individu maupun organisasi
yang mempunyai cita-cita ingin terus maju. Perubahan untuk menjadi lebih baik tidak akan
terlepas dari sejumlah tantangan yang akan terus menghadang, apalagi di era yang penuh
dengan persaingan dan ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka
siapa yang cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespons permintaan pelanggan terhadap
produk yang telah ada (fast to product). Oleh karena itu, organisasi yang ingin terus
berkembang harus merespons dengan cepat tantangan yang ada. Menurut Ulrich (1998), ada
lima hal yang menantang bagi organisasi, dan untuk menghadapinya organisasi dituntut untuk
membangun kapabilitas yang baru. Lima hal tersebut adalah sebagai berikut :
(1). globalisasi,
(2). profitabilitas melalui pertumbuhan,
(3). teknologi,
(4). modal intelektual,
(5). berubah, berubah dan terus berubah.
Globalisasi berhubungan dengan pasar baru, produk baru, kompetensi baru dan cara
berpikir yang baru mengenai bisnis. Ide yang ditawarkan dalam menghadapi pasar global
adalah bagaimana berpikir secara global namun bertindak secara lokal. Hal itu menuntun kita
untuk menggerakkan manusia, ide, produk, dan informasi dunia untuk memenuhi kebutuhan
lokal. Dengan kata lain, globalisasi mengharuskan organisasi untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengelola diversitas, kompleksitas dan ambiguitas.
Peningkatan profitabilitas dapat berasal dari kombinasi kenaikan pendapatan dan
penurunan biaya dan dapat berasal dari pertumbuhan pendapatan. Profitabilitas melalui
pertumbuhan artinya tidak ada kecenderungan untuk mengganti biaya dengan pertumbuhan
tetapi untuk menemukan cara agar ada pertumbuhan yang menguntungkan, yaitu dengan
cara,
(1) mencari pelanggan yang baru,
(2) membentuk kompetensi inti untuk menciptakan produk yang inovatif,
(3) merger, akuisisi atau joint venture.
Kemajuan teknologi telah membuat dunia menjadi lebih kecil dan komunikasi serta
informasi dapat bergerak lebih cepat. Pekerjaan dapat dilakukan melalui telekonferensi,
telecomuting dan berbagai sumber data, sehingga dimungkinkan untuk bekerja di rumah atau
di lokasi yang terpencil. Manajer harus mengikuti dan mempunyai kepekaan serta dapat
menggunakan dengan baik teknologi yang ditawarkan. Namun tidak semua teknologi dapat
memberikan nilai tambah bagi perusahaan, sehingga dituntut kepandaian untuk memilih
teknologi sesuai dengan kebutuhan.
Tampil Beda
Tingkat persaingan yang tinggi harus dihadapi perusahaan dengan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya. Dengan adanya perbedaan
tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif. Namun, tujuan dari
organisasi seharusnya tidak hanya sampai pada keunggulan kompetitif saja tetapi keunggulan
kompetitif tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara sehingga dikatakan
perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang berkelanjutan. Perusahaan dapat
mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan menciptakan nilai yang
sifatnya unik dan sangat sulit bagi pesaing untuk menirunya (Becker and Gerhart, 1996).
Beberapa sumber seperti sumber daya alam, teknologi, skala ekonomis dapat menciptakan
keunggulan kompetitif, namun relatif masih mudah ditiru. Berbeda dengan faktor sosial yang
kompleks, misalnya manajemen sumber daya manusia (sumber daya manusia) relatif sulit
diitiru. Manajemen sumber daya manusia dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang
14
berkelanjutan karena memiliki dua faktor kunci, yaitu kerancuan kausal dan ketergantungan
jalur (Barney,1991; Collis and Montgomery, 1995 dalam Becker and Gerhart, 1996).
Kerancuan kausal artinya sangat sulit untuk menangkap mekanisme yang sama persis
karena keadaan yang saling memengaruhi dalam praktik dan kebijakan sumber daya manusia
untuk menghasilkan suatu nilai. Untuk menirunya diperlukan pemahaman bagaimana setiap
elemen bekerja. Ketergantungan jalur artinya, pengelolaan sumber daya manusia terdiri dari
kebijakan yang dikembangkan dari waktu ke waktu, sehingga tidak mudah dibeli atau
didapatkan di pasar oleh pesaing. Pesaing mungkin dapat memahami sistem tersebut, namun
tidak memungkinkan meniru dengan segera tapi memerlukan waktu secara penuh untuk
menerapkan strategi yang ditiru, dengan kata lain akan selalu ada peluang. Adanya peluang
yang terus-menerus tersebut berarti perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan.
Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk mengambil
langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan
perubahan yang terjadi. Langkah strategis yang dapat diambil oleh organisasi adalah
melakukan transformasi organisasi dan mengubah peran sumber daya manusia. Transformasi
organisasi adalah aplikasi dari teori ilmu perilaku, sehingga jika dilihat dari perkembangan
ilmu pengetahuan, transformasi organisasi merupakan perluasan dari disiplin ilmu
perkembangan organisasi, yang mencoba untuk menciptakan perubahan besar di dalam
struktur organisasi, proses, budaya dan orientasi, pada lingkungan suatu organisasi.
Transformasi organisasi muncul karena variabel yang menjadi target transformasi
organisasi yaitu kepercayaan organisasi, tujuan dan misi organisasi, yang ketiganya
merupakan komponen dari visi organisasi berpengaruh pada level yang lebih dalam dan lebih
bersifat fundamental dibandingkan dengan perubahan yang ditargetkan oleh organisasi bisnis.
Levy dan Merry ( dalam French, Bell dan Zawacki, 2000) mendefinisikan transformasi
organisasi sebagai perubahan di banyak dimensi dan level, bersifat kualitatif, tidak kontinu
dan radikal sehingga akan melibatkan suatu pergeseran paradigma.
Visi Organisasi
Transformasi mengharuskan organisasi sebagai pihak yang berkepentingan untuk
memberikan pandangan yang jelas mengenai visi organisasi, sehingga setiap individu
mempunyai asumsi bahwa transformasi organisasi tergantung pada pergeseran cara berpikir
dan bekerja mereka. Hal tersebut disebabkan karena perubahan bersifat tidak kontinu artinya
18
setelah terjadi satu perubahan akan diikuti perubahan lain yang berbeda yang tidak dapat
diprediksi sebelumnya karena menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Kesadaran yang
muncul akan membuat proses transformasi yang sifatnya kualitatif menjadi lebih jelas bagi
setiap anggota organisasi. Yang perlu dikerjakan selanjutnya adalah memberikan pemahaman
bagaimana dan kapan perubahan radikal tersebut harus dilakukan dan dengan strategi yang
seperti apa sehingga menghasilkan perubahan yang diinginkan.
Transformasi struktur dan infrastruktur akan menghasilkan perubahan hubungan yang
fundamental antara pemimpin dan karyawan, karyawan dengan pelanggan dan antara
karyawan dengan perusahaan. Prosesnya tidak mudah, selain karena masih adanya sikap
resisten terhadap perubahan, perubahan itu sendiri kadang-kadang menyakitkan. Orang
cenderung resisten terhadap perubahan karena mereka sudah telanjur menikmati rutinitasnya
sehingga perubahan akan menjadi suatu hal yang mengganggu. Selain itu, adanya
kepentingan untuk mempertahankan status quo.
Pada akhirnya ketidakpastian dari hasil perubahan yang menjadi alasan.
Kecenderungan untuk menghindari perubahan berakar pada budaya yang ada dalam
organisasi. Untuk mengubahnya harus dimulai dengan menciptakan iklim yang kondusif pada
perubahan dan sistem yang dapat mewadahi perubahan. Iklim yaitu interaksi antarpersonal
dalam organisasi. Iklim yang baik akan membentuk sistem peringatan dini di mana setiap
individu mempunyai tanggung jawab untuk memberikan kontribusi kepada organisasi dengan
melakukan perubahan yang proaktif. Konsekuensinya, sistem yang ada dalam organisasi
harus mau mengakomodasi setiap perubahan.
Unsur fleksibilitas akan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ketidakpastian,
sehingga praktik organisasi yang fleksibel menjadi sangat penting. Organisasi yang fleksibel
sebagai organisasi dengan struktur organisasi yang relatif ramping dan datar, dengan jumlah
orang yang relatif sedikit, memiliki KSA yang tinggi dan didukung teknologi informasi akan
lebih mudah dalam mengadaptasi setiap perubahan. Praktik organisasi ini akan menghasilkan
suatu organisasi dengan anggota yang memiliki sense of team dan tanggung jawab yang
tinggi serta bangga dengan pekerjaannya. Individu di dalam organisasi ini dapat mengatur
dirinya sendiri tanpa melanggar visi yang sudah ditetapkan perusahaan karena yang menjadi
orientasi adalah hasil. Perilaku anggota organisasi tersebut akan membentuk perilaku
kependudukan organisasi yaitu bentuk perilaku informal karyawan yang memberikan
kontribusi melebihi ketetapan formal organisasi.
Transformasi diarahkan pada terbentuknya organisasi dengan karakteristik seperti
organisasi yang fleksibel. Transformasi organisasi dan perubahan fungsi peran sumber daya
manusia akan membuat organisasi semakin responsif dan peka terhadap perubahan serta
memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Perubahan yang dilakukan harus
menghasilkan prinsip dan keyakinan atas kesementaraan produk dari perubahan itu sendiri
yang perlu disikapi dalam konteks dinamis. Hal itu akan memacu anggota organisasi untuk
lebih kreatif, inovatif dan selalu mengondisikan terjadinya pembaharuan sehingga organisasi
tetap mengikuti perkembangan dalam menjawab segala tantangan dan kesempatan yang
ditawarkan oleh lingkungannya. Semangat untuk menjadi juara yang tertanam dalam diri
setiap individu dalam organisasi memudahkan organisasi untuk menciptakan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Ketidakpastian sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang demikian cepat harus
ditangkap sebagai isyarat bagi organisasi untuk melakukan transformasi organisasi.
Organisasi harus mulai membiasakan diri dengan perubahan yang tidak terencana. Oleh
sebab itu, fleksibilitas menjadi hal yang penting. Ruang gerak yang fleksibel akan membuat
anggota organisasi lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. Untuk itu, sebaiknya organisasi menanamkan spirit perubahan bagi
anggotanya agar perubahan menjadi budaya di dalam organisasi. Sejalan dengan
perkembangan konsep baru organisasi dan sumber daya manusia maka menjalani proses
19
perubahan merupakan konsekuensi bagi setiap perusahaan atau organisasi yang ingin
mempunyai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Restraining Forces
Desire
State REFREEZING
MOVEMENT
Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces
Time
Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan yang mendukung dan yang
menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan
semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.
(a) Unfreezing adalah upaya untuk mengatasi tekanan dari kelompok penentang dan
pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang
berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
(b). Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah
penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk
mencapainya, hasil perubahan harus segera dirasakan.
(c). Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan baru,
sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika
berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendukung
makin bertambah.
Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang begitu cepat dalam bisnis,
yang menuntut organisasi mampu beradaptasi, mempuyai ketahanan, mampu melakukan
perubahan dengan cepat, dan memusatkan perhatiannya pada kepuasan dan loyalitas
pelanggan. Dalam hal ini globalisasi juga dapat memunculkan ancaman, sekaligus
kesempatan bagi organisasi. Sehingga sumber daya manusia dituntut untuk tanggap dan
segera menyesuaikan diri terhadap perubahan yang cepat. Sebab perubahan yang tidak
diantisipasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menyebabkan
kekalahan dari pesaing.
22
BAB V
PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN
PERUBAHAN yang dihadapi dewasa ini adalah perubahan yang berhubungan dengan
tantangan globalisasi, tuntutan pelanggan, inovasi teknologi, dan akses informasi. Dalam hal
ini seluruh organisasi bisnis akan menghadapi peningkatan sejumlah tantangan yang tidak
dapat diprediksi, diantisipasi, dan dikendalikan. Organisasi bisnis akan mengembangkan
kemampuan untuk beradaptasi, belajar, dan merespons tantangan perubahan yang akan
terjadi. Organisasi bisnis akan menghabiskan waktunya untuk mencoba mengendalikan dan
menguasai perubahan serta merespons perubahan dengan cepat. SDM yang berperan sebagai
change agent akan merancang dan mengelola kapasitas perubahan dan perubahan budaya,
maka mereka perlu menguasai empat agenda, yaitu sebagai berikut (Ulrich, 1997):
(1). Katalisator/Unggul/Sponsor, bahwa transformasi budaya memerlukan perubahan proses
komunikasi, dengan fokus pada produk dan pelanggan.
(2). Fasilitator, agar perubahan dapat direalisasikan maka SDM harus membantu fasilitas
perubahan.
(3). Perancang, bahwa SDM mendesain sistem pengelolaan SDM sehingga memainkan
peran utama dalam transformasi budaya perusahaan yang luas.
(4). Demonstrator, bahwa peranan dari SDM adalah membantu perubahan budaya untuk
mendemontrasikan perubahan dalam fungsi yang dimilikinya.
Dalam semua aspek kehidupan di dunia tidak ada yang tidak berubah. Kalimat
tersebut memang sangat tepat untuk diresapi bagi pelaku bisnis terlebih lagi kalangan
pengelola SDM di organisasi bisnis. Peran sebagai change agent saat ini memang telah
menjadi bagian penting dalam perusahaan yang akan selalu ada, baik yang dipengaruhi secara
internal maupun eksternal. Untuk itu SDM dalam hal ini harus menguasai 4 C yaitu,
(a). competence,
(b). commitment,
(c). cost effectiveness
(d). congruents.
Yang dimaksud competence adalah SDM harus memastikan bahwa secara internal
benar-benar memiliki kompetensi sebagai change agent dan secara eksternal mempersiapkan
karyawan supaya bisa menerima perubahan. Untuk commitment, SDM harus memiliki
komitmen tinggi di dalam organisasi. Cost effectiveness menuntut SDM untuk memastikan
bahwa semua insentif yang disiapkan untuk perubahan selalu efektif. Dan terakhir yaitu
congreunt di mana SDM harus memastikan harmonisasi dari setiap kebijakan yang dibuat.
Peran Individu
Pergeseran peran sumber daya manusia tersebut akan menjadikan setiap individu
dalam organisasi menjadi sistem peringatan dini. Artinya setiap individu akan memberikan
kontribusi pada setiap perubahan dan akan melakukan penyesuaian dengan cepat terhadap
perubahan tersebut. Jadi, setiap individu melakukan apa yang disebut perubahan proaktif.
Fenomena global di berbagai dimensi kehidupan tidak dapat dihindari. Pasti ada
efeknya terhadap organisasi perusahaan. Manajemen perubahan menjadi sangat penting
diterapkan. Namun demikian, dalam kenyataannya proses perubahan yang terjadi tidak selalu
mendapat respons positif. Ada saja mereka yang menyukai dan yang tidak menyukai
perubahan. Beberapa alasan mengapa mereka bersikap kontra perubahan dapat berupa rasa
takut terhadap: berkurang/hilangnya kekuasaan, kehilangan keterampilan, kegagalan kerja,
ketidakmampuan menghadapi masalah baru, dan kehilangan pekerjaan.
SDM perlu memahami mengapa organisasi harus siap terhadap perubahan: apakah
yang bersifat inovatif maupun strategis. Perubahan inovatif adalah perbaikan secara kontinu
di dalam kerangka sumber daya yang ada. Sementara perubahan strategis adalah perubahan
melakukan sesuatu yang baru. Tiap perubahan tersebut tentunya akan menggunakan
pendekatan berbeda. SDM selayaknya proaktif menngetahui strategi perubahan yang akan
dijalankan organisasi.
Kebanyakan pimpinan dapat merencanakan dan mempraktikan perubahan fisik dengan
berhasil. Namun dalam perubahan perilaku, para manajer banyak mengalami kesulitan.
Untuk itu pimpinan perlu memahami faktor yang memengaruhi perubahan tersebut. Untuk
melaksanakan perubahan dengan sukses maka pimpinan harus mampu menciptakan kondisi
yang baik untuk memotivasi dan melibatkan karyawan. Hal ini merupakan cerminan seberapa
27
jauh mutu kepemimpinan terbukti nyata. Di samping itu, pimpinan dapat memaksimumkan
kesempatan untuk berhasil dalam proses perubahan melalui evaluasi dengan cermat terhadap
perencanaan yang dibuat.
Berdasarkan derajat kedalaman perubahan dan metodenya maka jenis perubahan yang
harus diketahui dan dihadapi change agent meliputi perubahan rutin, darurat, mutu, radikal,
dan kondisi makro:
(1). Perubahan rutin: hampir selalu dihadapi manajer setiap hari, misalnya produktivitas
kerja, ketidakhadiran karyawan, perputaran karyawan, keluhan-keluhan karyawan. Sifat
perubahan hampir terjadi dari waktu ke waktu yang menuntut tindakan cepat.
(2). Perubahan darurat: perubahan yang boleh jadi sangat mendadak dan tidak terduga
sebelumnya. Misalnya, pemutusan hubungan kerja mendesak, perubahan pesanan
jumlah dan mutu produk tertentu, terjadi kebakaran pabrik, dan pengambilalihan
perusahaan oleh pihak berwajib.
(3). Perubahan dalam hal mutu: perubahan yang terjadi tentang mutu produk yang diminta
pasar. Dalam situasi itu perlu ada perubahan penggunaan teknologi (keras dan lunak),
strategi mutu kerja, bahan baku, dan budaya mutu termasuk perlu dilakukannya survai
pasar yang kontinu.
(4). Perubahan radikal: perubahan sistem manajemen atau struktur perusahaan karena adanya
perundang-undangan baru tentang syarat-syarat berdirinya perusahaan. Misalnya
terjadinya divestasi, merger, dan penutupan salah satu anak perusahaan. Bagaimana pula
misalnya proses pengembangan mutu SDM yang terbaik untuk menjawab perubahan itu.
(5). Perubahan kondisi makro: perubahan kondisi perekonomian seperti inflasi,
pengangguran, dan nilai tukar rupiah, politik dan keamanan, kondisi lingkungan.
Perubahan eksternal tersebut tidak mungkin mampu dikendalikan perusahaan namun
yang terpenting perlu dicermati dan diantisipasi kaitannya dengan mutu SDM, kinerja
karyawan dan kinerja organisasi.
Dalam konteks persaingan global maka di situ akan banyak perubahan yang terjadi.
Karena itu perusahaan harus mengadopsi suatu strategi untuk mengintegrasikan perubahan
yang kontinu ke dalam prosedur pelaksanaan. Ada dua prosedur perubahan:
(a). Prosedur perubahan inovatif yang memungkinkan organisasi memperbaiki efektivitas
dengan mutu SDM yang terus dikembangkan.
(b). Prosedur perubahan strategik yang memungkinkan organisasi mengubah apa yang
perusahaan lakukan dan cara melakukannya.
Untuk itu, ada beberapa daftar bentuk kesiapan organisasi terhadap perubahan yang
perlu karyawan ketahui yaitu:
(a). Karyawan bermutu dengan dedikasi pada kepuasan pelanggan,
(b). Terus-menerus mencari cara-cara yang baru dan lebih baik dalam mengerjakan sesuatu,
(c). Komit dengan pengurangan biaya,
(d). Mendorong karyawan dalam program pengembangan mutu,
(e). Mendeterminan unsur-unsur unggul dalam bersaing,
(f). Komit pada nilai pemegang saham.
Agen Perubahan
Dorothy Wilson Robert (2004) dalam penelitiannya menyelidiki peran karyawan
sebagai agen perubahan dalam organisasi. Implementasi perubahan dalam organisasi adalah
mahal, dan sedikit organisasi yang berhasil dalam usaha mengimplementasikan perubahan
untuk mencapai tujuan. Apabila implementasi perubahan mengalami kegagalan akan
mengakibatkan ketidakpuasan karyawan dan penurunan kinerja karyawan. Ada lima tema
yang berhubungan dengan peran sebagai agen perubahan yaitu:
(a) change is personal,
(b) struggles and frustrations,
(c) approach,
28
(d) trust,
(e) results.
Sebagai agen perubahan karyawan membantu organisasi mengidentifikasi proses dalam
mengelola perubahan. Peran agen perubahan karyawan adalah merupakan peran karyawan
untuk melaksanakan identifikasi dan menyusun permasalahan, membangun hubungan
kepercayaan, pemecahan masalah, dan menciptakan serta melaksanakan rencana kerja
organisasi.
29
BAB VI
PERSPEKTIF PERAN AGEN PERUBAHAN KARYAWAN
PERAN SDM dalam organisasi untuk dapat menghasilkan nilai tambah dapat
diwujudkan dengan mengelola transformasi dan perubahan. SDM dalam mengelola
transformasi sebagai penjaga budaya atau katalis budaya. Transformasi merupakan perubahan
budaya yang mendasar dalam perusahaan. Perubahan adalah kemampuan suatu organisasi
untuk memperbaiki rancangan dan implementasi serta mengurangi siklus waktu pada seluruh
aktivitas organisasi. SDM menemukan dan mengimplementasikan proses untuk berubah
sehingga dapat menampilkan (deliverable) kapasitas untuk berubah. SDM sebagai business
partner dalam organisasi membantu melepaskan budaya lama dan menyesuaikan dengan
budaya baru. Berperan sebagai change agent, SDM membantu organisasi untuk menemukan
suatu proses pengelolaan perubahan, dan menghadapi suatu hal yang berlawanan, karena
sering terjadi bahwa perubahan harus berdasarkan pada budaya masa yang lalu. Dalam arti
menghargai terhadap tradisi dan sejarah perusahaan. Sedangkan kegiatan atau aktivitas baru
terarah kepada masa yang akan datang. Sehingga SDM memerlukan kekuatan dan fasilitas
untuk membahas nilai sebagai perilaku baru yang akan menolong perusahaan untuk
berkompetisi sepanjang waktu. Jadi jelas SDM yang menjadi change agent sebagai bagian
dalam peran menciptakan nilai tambah bagi organisasi.
Aktivitas dari peran change agent meliputi mengidentifikasi dan membuat kerangka
masalah, membangun hubungan kepercayaan, pemecahan masalah, menciptakan serta
melaksanakan solusinya. Kompetensi mengelola perubahan merupakan hal yang sangat
penting untuk berhasilnya sumber daya manusia di dalam organisasi. Karena sebagai change
agent akan membuat perubahan betul-betul terjadi, mengerti proses penting untuk perubahan,
membuat komitmen dan menjamin bahwa perubahan sungguh-sungguh terwujud.
Penelitian yang dilakukan oleh Paul, J. Phililips (2002), dengan judul: Efficacy of
Human Resources Managers as Change Agents, menyebutkan bahwa sumber daya manusia
seharusnya berperan sebagai change agent dalam kaitan dengan meningkatnya perubahan di
organisasi pada saat mengantisipasi cepatnya perkembangan persaingan dan perubahan
lingkungan bisnis. Oleh karena itu SDM dalam organisasi terlibat dalam proses perubahan
yang terjadi, menyangkut dimensi yang meliputi:
1. Defining the Change (Menentukan perubahan),
2. Removing historical barriers (Mengelola perubahan),
3. Indentifying the change implementation approach (Pendekatam identifikasi pendekatan
implementasi perubahan) ,
4. Generating sponsorship for change Meningkatkan kekuatan untuk berubah),
5. Develop target readiness (Mengembangkan sasaran perubahan),
6. Creating cultural fit (menciptakan budaya yang sesuai),
7. Building change agent capacity (Membangun kapasitas sebagai change agent),
8. Motivation planning (Perencanaan motivasi),
9. Communication planning (Perencanaan komunikasi).
Chris Amrhein, (2007) yang berjudul Don't forget that expertise is only a means to an
end, bahwa bisnis yang sukses untuk masa depan akan membutuhkan usaha untuk
mendapatkan dan memberdayakan SDM-nya yang terbaik. SDM yang yang setia bertahan di
organisasi saat ini membangun hubungan baru dengan pelanggan baru dan pelanggan yang
sudah ada. Perubahan peran SDM inilah yang akan dapat bertahan pada masa mendatang
sebagai agent of change. Begitu pula dengan Peter F. Drucker, dalam penelitiannya The Way
Ahead, mengatakan bahwa peran sumber daya manusia dalam organisasi bisnis pada tahun
2030 akan sangat berbeda dengan saat ini. Peran SDM ke depan memiliki aktivitas sebagai
change agent, untuk bisa bertahan dan berhasil yaitu dengan mengelola perubahan dengan
sukses. Peran change agent membutuhkan anggapan bahwa perubahan itu sebagai sebuah
30
peluang bukan ancaman.
Sammi Soutar (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perubahan yang
terjadi dalam pasar global akan membuat konsep yang memaksa dan menantang peran SDM
sebagai change agent. Cara untuk membawa inisiatif perubahan adalah dengan memahami
perubahan yang terjadi dengan pendekatan yang komprehensif, memahami bahwa sebenarnya
terdapat banyak keragaman dan perbedaan dalam organisasi. Hal ini diperkuat oleh Paul S
Kirkbride (2003), dalam penelitiannya Management development: In search of a new role?
yang menyebutkan bahwa peran change agent adalah lebih berorientasi pada proses dan
strategi organisasi dan pengelolaan SDM. SDM sebagai change agent membantu
menciptakan perubahan yang terjadi, mereka mengerti proses penting untuk berubah,
membangun komitmen untuk proses tersebut dan menjamin bahwa perubahan yang terjadi
adalah telah direncanakan. Jadi peran change agent adalah satu dari implementasi perubahan,
keterampilan dan kompetensi untuk melakukan perubahan yang merupakan peran SDM yang
paling penting dalam meraih sukses. SDM sebagai change agent berperan menyampaikan
peningkatan kapabilitas dan kapasitas untuk berubah dalam organisasi bisnis.
Penelitian yang dilakukan oleh Anne Kemp (2002) yaitu Partners for change, bahwa
tanggung jawab dalam perubahan organisasi sedang meningkat adalah diperankan SDM
untuk mengimplementasikan perubahan dengan efisien dan efektif. Untuk berperan sebagai
change agent, SDM harus memiliki pengetahuan dan pengalaman pada tiga bidang yaitu:
organizational behaviour, systems dynamics dan business acumen. Keterampilan ini akan
dikembangkan untuk mendiagnosis masalah dengan mengerti organisasi dan business drivers
dengan cukup baik dengan mengidentifikasi dan mengantisipasi beberapa masalah kinerja.
SDM harus mampu menilai kesiapan untuk berubah dan rencana perubahan sesuai dengan
kebutuhan SDM. Sumber daya manusia juga ahli dalam problem solving dengan memiliki
wawasan pengenalan masalah, peka melihat pentingnya keterlibatan dalam pemecahan
masalah. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Robert L Dilworth (2001)
bahwa prospek dan tantangan SDM saat ini berubah dengan cepat. Perannya pun ikut berubah
dari sebagai trainer menjadi performance consultant. Kompetensi yang dibutuhkan pun akan
semakin meluas. Sebagai tambahan bahwa organisasi bisnis akan men-outsourcing fungsi-
fungsi SDM-nya, jadi yang melanjutkan peran memberikan pelayanan kepada karyawan
harus memiliki pemahaman tinggi tentang bisnis. Peran SDM ini akan menjadi change agent,
yaitu fasilitator dari learning organisasi dan perancang transformasi organisasi, serta mampu
melaksanakan fungsi mentoring, job rotation, learning technologies.
Perlunya Training
Dalam penelitian Eileen M Garger (1999): Goodbye training, hello learning,
menyebutkan bahwa transformasi dari training ke learning membawa kekuatan yang dapat
membentuk persaingan dalam 2 dekade terakhir. Yang paling berpengaruh adalah peran
sebagai change agents yaitu mengerti:
(1). Persaingan global,
(2). Perubahan hubungan antara karyawan dan pimpinannya,
(3) Teknologi.
Tidak ada satu orang pun yang tahu kecenderungan ini akan membentuk dunia
training akan memasuki milenium baru. Untuk menjadi organisasi yang dapat memenangkan
persaingan adalah penting untuk berasumsi tentang tanggung jawab untuk perubahan harus
dimiliki SDM sebagai change agent.
Robbins, Stephen (2006) dalam bukunya Organizational Behavior, menyebutkan
bahwa banyak organisasi bisnis saat ini menunjukkan perubahan dan dinamika lingkungan,
yang menuntut organisasi untuk beradaptasi sehingga seringkali setiap organisasi harus
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang memiliki beragam
budaya. Kebijakan dan praktik SDM akan berubah dengan tujuan untuk menarik dan menjaga
SDM, sehingga Change Agent Role adalah merupakan kemampuan mentransformasikan
31
potensi yang dimiliki SDM untuk mengelola perubahan budaya yang mendasar dalam
perusahaan, dalam hal ini sebagai penjaga budaya maupun sebagai katalis budaya dan
kemampuan untuk memperbaiki rancangan, implementasi inisiatif dan mengurangi siklus
waktu pada seluruh perubahan aktivitas organisasi.
32
BAB VII
PERGESERAN PARADIGMA MSDM
Maintaining compliance
And control of Providing Effective Focusing Improving
management service organizational
process decision
Dari gambar 2.8. di atas dikatakan bahwa pergeseran peran sumber daya manusia di
organisasi diawali sebagai Personnel dengan kegiatan mengawasi proses manajemen.
Seiring dengan perkembangan dan persaingan organisasi, peran sumber daya manusia pun
mengalami penyesuaian dengan perubahan tersebut dengan peran sebagai Human Resources
yang memberikan pelayanan yang efefktif. Dan yang merupakan peran terbaru dari sumber
daya manusia adalah talentship dengan ikut berperan secara strategis dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi.
Talent management adalah proses menarik, mengelola, mengembangkan dan
memelihara sumber daya organisasi yang paling penting yakni karyawannya. Proses talent
management secara khusus ditemukan dalam banyak bagian dari suatu organisasi. Banyak
33
organisasi menyesuaikan talent management mereka dengan pengendalian strategi organisasi
dalam menghadapi tantangan. Ketika mewacanakan talent war, para pemimpin organisasi
begitu bersemangat. Tapi kenyataannya, sebagian besar dari mereka tidak siap dengan apa
yang dibutuhkan untuk merawat dan mempertahankan top performer yang mereka miliki.
Pengelolaan talenta di setiap organisasi bisnis sedang meningkat, dan sejumlah faktor
menjadi pendorong pertumbuhan tersebut yaitu: iklim geo-economic dinamis yang
meningkatkan fokus pada karyawan; perubahan pasar tenaga kerja global; dan kebutuhan
organisasi untuk mengubah peran karyawan mereka dan membangun kultur serta iklim
inovasi dan kinerja.
Dampak tumbuhnya SDM yang memiliki kompetensi tentang pengelolaan organisasi
bisnis, kekhawatiran akan kekurangan SDM dengan talenta global, terus meningkatnya SDM
yang semakin berumur menyebabkan perusahaan memusatkan perhatiannya pada pencarian,
pengembangan dan pemeliharaan SDM yang memiliki talenta. Hal ini mengharuskan
organisasi agar komit pada pengembangan talent management dalam mencapai keunggulan
bersaing. Permintaan penanganan talent management terus meningkat dengan tingkat
pengadopsian yang tinggi, meliputi proses fungsi pengelolaan SDM untuk perekrutan,
kinerja, kompensasi, perencanaan, pembelajaran dan kemampuan lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan organisasi membutuhkan talent management:
(1). Meningkatknya perhatian pada pemeliharaan talenta SDM, karyawan dengan kinerja
tinggi selalu dibutuhkan. Perusahaan akhirnya mulai menyesuaikan kompensasinya
dengan kinerja untuk menciptakan kinerja yang tinggi.
(2). Berlanjutnya perhatian organisasi pada peran strategik SDM: perekrutan, kompensasi,
pembelajaran dan kinerja. Kemampuan untuk berbagi kemampuan antara proses dan
meminimalkan pemborosan data adalah merangsang organisasi harus mengejar strategi
talent management yang terintegrasi.
(3). Terus dikembangkannya cara untuk mendapatkan dan mengelola talenta: pimpinan
organisasi bisnis saat ini sedang melaksanakan talent management. Perusahaan-
perusahaan mendistribusikan sumber daya dan modal ke program pengembangan
talenta SDM, mencakup manajemen dan perencanaan.
Organisasi bisnis di seluruh dunia sekarang dalam proses penciptaan usaha untuk
meraih perubahan perusahaan dalam meningkatkan mutu dan mengadopsi teknologi baru,
sehingga keberhasilannya sangat tergantung dari sukses talent management dalam organisasi
yang berdasarkan pada:
(1). Kemampuan dan penggunaan fungsi organisasi yang terintegrasi: perusahaan banyak
berinvestasi pada penggunaan fungsi yang terintegrasi untuk penanganan masalahnya.
Kemampuan nyata mengintegrasikan data dan mengefektifkan pencarian dan
peningkatan menggunakan pengalaman dan mendorong peningkatan penggunaan
solusi.
(2). Pengaruh dinamika global SDM semakin besar: Perusahaan terus dipaksa untuk
menyesuaikan dengan regulasi global yang terus berubah dan memenuhi bagaimana
perusahaan menemukan dan mengatur karyawan mereka.
(3). Penerimaan cepat pada model talent management yang dibutuhkan: mayoritas
pendapatan perusahaan datangnya dari penyelengaraan di dalam perusahaan.
(4). Dibutuhkannya pelayanan dan keunggulan pendukung: pelayanan dan keunggulan
pendukung telah melebihi masalah keamanan yang merupakan kunci dalam
mengadopsi talent management. Banyak perusahaan melanjutkan pengembangan
pilihan program yang dipergunakan untuk memuaskan konsumen dengan alat dan
teknik yang canggih untuk mengukur tingkat kinerja pelayanan.
(5). Kemampuan multinasional: perusahaan global menuntut kemampuan yang multibahasa,
dan komunikasi daerah untuk mendukung perubahan hukum internasional yang terus-
menerus.
Yang dimaksud dengan talent management adalah strategi yang mengendalikan
34
kegiatan karyawan di tempat kerja, yang meliputi (Bouderau dan Ramstad, 2007):
(1). Identitas perusahaan: Siapa anda dalam organisasi? Apakah anda punya budaya yang
diinginkan? Apakah seluruh karyawan anda mengerti Visi, Misi dan nilai inti
perusahaan? Apakah yang membuat karyawan anda tetap bekerja setiap hari? Apa yang
mengendalikan karyawan anda berperilaku di tempat kerja dengan konsumen dan rekan
kerjanya?
(2). Perekrutan dan Seleksi: Bagaimana anda mengidentifikasi dan menyeleksi orang yang
tepat untuk organisasi? Apakah berdasarkan perasaan/intuisi? Apakah berdasarkan
pendidikan dan tingkat kemampuan?
(3). Pelatihan dan manajemen kinerja: Apakah anda dapat dengan tepat mengelola kinerja
dan menyediakan program pelatihan karyawan yang dibutuhkan guna
pengembangannya?
(4). Training dan pengembangan karyawan: Apakah anda mengembangakan karyawan anda?
Apakah anda membantu mengidentifikasi rencana pengembangan kemampuan dan
memaksimalkan kemampuan mereka?
(5). Kompensasi, reward dan benefits: Apakah anda sudah benar memberikan imbalan
kepada karyawan? Apakah anda memiliki struktur yang benar untuk memastikan
karyawan anda telah dipenuhi kebutuhan finansialnya?
(6). Success planning and leadership development: Apakah anda memiliki rencana apabila
masalah terjadi? Bagaimana menciptakan pemimpin masa depan?
(7). Compliance, policy and procedures: Apakah anda memiliki pengikut? Apakah anda
sudah sesuai dengan aturan yang ada? Bagaimana anda menangani hubungan karyawan?
Beruntunglah bila kita menjadi bagian dari organisasi yang memiliki program talent
management, di mana akan dilaksanakan untuk dapat membuat suasana menyenangkan dan
dapat memotivasi karyawan. Talent management merupakan mata rantai penghubung dalam
organisasi. Jika mata rantai ini tidak ada maka seluruh mata rantai tersebut akan hilang dan
tujuan organisasi tidak akan bisa dicapai. Kesuksesan dicapai lewat peran pemimpin, jika
pemimpin meniadakan talent management, manajemen tingkat menengah juga akan ikut
kehilangan, akibatnya mereka tidak mampu untuk memelihara, dan berakibat lebih buruk dari
sebelumnya.
Mohd & Sullivan (2005), dalam Dubai HR Forum yang membahas tentang HR’s New
Role Becoming a Strategic Business Partner: For the fastest changing city in the history of
mankind, memaparkan bahwa transformasi dan evolusi paradigma manajemen sumber daya
manusia ditandai oleh beberapa hal dalam organisasi yaitu:
(1). Terjadinya cost saving dengan jumlah besar melalui otomatisasi dan outsourcing dari
pekerjaan yang sifatnya rutin dan terjadinya penciptaan share service,
(2). Pengelolaan informasi (information management) yang lebih komplit, akurat dan tepat
guna dengan menciptakan HRIS yang lebih komprehensif dari seluruh database
organisasi,
(3). Meningkatnya aksesibilitas dan self-service dengan sistem komunikasi online dan
dukungan call center untuk aktivitas dan operasi rutin organisasi,
(4). Terjadi keseragaman aplikasi kebijakan di seluruh bagian organisasi dalam pengambilan
keputusan,
(5). Terjadi peningkatan kapabilitas melalui center of excellence untuk pekerjan tidak rutin,
(6). Terbebas dari pekerjaan rutin sehingga peran baru SDM menjadi strategic business
partners.
Catatan Mohd & Sulivan (2005) menjelaskan bahwa evolusi peran sumber daya
manusia yang dapat dilihat pada Tabel 7.1 di bawah:
35
Tabel 7.1 Evolusi Peran Sumber Daya Manusia
Periode Kunci Sukses Bisnis Aktivitas SDM Peran SDM
1920s-1930s > Organic Growth > Hiring, Training, > Personnel
> New Technologies Caring for Employee
1940s-1970s > Diversification > Productivity > Employee
> Competition > Negotiation Relation/Labor
Relation
1970s-1990s >International > Downsizing > Human Resources
Competition > Leadership
> Survival > Change Programs
> Shift to Service > Performance
Management/Rewards
2000 > Globalization > Talent development > HR Business
> Innovation > Strategic Partner/CCO
> Reinvention Capabilities
Sumber: Mercer Delta Consulting / Mohd & Sullivan, 2005
Kalau melihat dari Tabel 7.1 diatas bahwa pengelolaan SDM mengalami evolusi sejak
era 1920-an sampai dengan era 2000-an. Seiring dengan pergeseran peran SDM, beberapa
kriteria kompetensi SDM dibutuhkan organisasi untuk mengadaptasi dan mengadopsi model
untuk disesuaikan dengan perkembangan tuntutan persaingan bisnis. Di antaranya pada tahun
1920-an adanya program pelatihan karyawan, pada tahun 1940-an ada perhatian pada
produktivitas karyawan, pada tahun 1970-an perhatian organisasi ada pada pengelolaan
kinerja karyawan, serta pada era 2000-an fokus pengelolaan SDM terletak pada
pengembangan talenta karyawan yang memiliki kapabilitas strategis.
Kalau merujuk pula dari presentasi Mohd & Sullivan (2005), yang mengemukakan
bahwa adanya perubahan paradigma tentang manajemen sumber daya manusia (Old
Paradigms) bila dibandingkan dengan pengelolaan talenta/Talent Management (New
Paradigms) seperti terlihat dilihat pada Tabel 7.2 di bawah ini:
Tabel 7.2 Perubahan Paradigma Manajemen SDM
No MSDM (Old Paradigms) Talent Management (New Paradigms)
1 • Job Security • Employability Security
2 • Longitudinal Career Paths • Alternate Career Paths
3 • Job/Person Fit • Person/Organization Fit
4 • Organizational Loyalty • Job/Task Loyalty
5 • Career Success • Work/Family Balance
6 • Academic Degree • Continuous Relearning
7 • Position/Title • Competencies/Development
8 • Full-Time Employment • Contract Employment
9 • Retirement • Career Sabbaticals
10 • Single Jobs/Careers • Multiple Jobs/Careers
11 • Change in jobs based on fear • Change in jobs based on growth
12 • Promotion highly tenure based • Promotion highly performance based
Sumber: Mercer Delta Consulting / Mohd & Sullivan, 2005
Sesuai dengan tulisan Parminder Sing (2009), tentang talent management a key
business process, bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan pendekatan
pengembangan karyawan dari perspektif pengembangan kompetensi di dalam organisasi.
Kenyataannya ini dapat menjadi pendekatan yang berisiko, terutama untuk perusahaan yang
berada dalam persaingan industri yang sangat cepat, di saat di mana kompetensi saat itu
sudah tidak diperlukan sehingga menjadi masalah dan akhirnya dibutuhkan kompetensi baru
untuk dikembangkan. Jadi dengan demikian dari waktu ke waktu, perkembangan pendekatan
36
untuk pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia di perusahaan akan menjadi
metode yang sangat membutuhkan pemikiran ulang yang terus-menerus sehingga menjadi
sebuah prakarsa pengembangan yang sesuai dengan tuntutan persaingan internal dan
eksternal perusahaan.
Dan talent management di sisi lain merupakan sebuah pendekatan pengelolaan SDM
yang fokus terhadap peningkatan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk
dikembangkan kapabilitasnya. Menurutnya kapabilitas dan potensi sumber daya manusia
menjadi dasar DNA (Departure, Navigation, Arrival) dalam organisasi. Penjelasan
keterkaitan kapabilitas dan potensi sumber daya manusia dapat dilihat pada gambar 7.2 di
bawah.
Gambar 7.2. Peran Talent Management dalam Basic DNA
D N A
Introspection
Capacity
to Flow
Reflection &
Learn contemplation
(2). Capacity to Think (dengan ukuran Conceptual Quotient – CQ), yaitu proses yang
dilakukan SDM untuk mengetahui lebih banyak tentang apa yang menuntun atau menjadi
pedoman dalam pikiran untuk menciptakan image mereka. Meningkatkan kapasitas SDM
untuk berpikir membantu seseorang untuk tidak hanya belajar untuk mencapai tingkat
intelektual yang lebih tinggi tetapi juga meningkatkan kreativitas. Gambar kapasitas
untuk berpikir dapat dilihat pada gambar 8.2 berikut:
Gambar 8.2 Capacity to Think
Analysis
Capacity
to Judgment
Think Creativity
(3). Capacity to Relate (dengan ukuran Relationship Quotient – RQ), bahwa merupakan
sesuatu yang penting bagi SDM untuk memiliki kemampuan menghubungkan proses
pembelajaran dan pemikiran mereka, yang menjadi panduan bagi SDM untuk
menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Hasil sesungguhnya merupakan sense of
38
belongingness dan kepercayaan dari setiap tingkatan organisasi dan motivasi pada level
individu. Gambar kapasitas untuk berhubungan dapat dilihat pada gambar 8.3 berikut:
Gambar 8.3 Capacity to Relationship
Empathizing
Capacity
Trust
to
Relate Listening
(4). Capacity to Act (dengan ukuran Action Quotient – AQ), yaitu bahwa Action adalah
tindakan SDM yang ditunjukkan dengan nyata oleh ketiga kapasitas individu di atas, yang
merupakan kemampuan SDM yang diperankan dengan kesadaran. Berikut adalah gambar
8.4 tentang kapasitas untuk bertindak.
Gambar 8.4 Capacity to Act
Organizing Work
Capacity under
to pressure
Act Implementing
Dan nilai-nilai individu SDM akan membantu dalam proses pengambilan keputusan
yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas individu sebagai refleksi dari talenta sejati
SDM. Jadi menurut Parminder (LQ + CQ + RQ + AQ) x Values = Talent. Dan apabila
talenta SDM tersebut dimanifestasikan menjadi performance, maka gambarannya sebagai
berikut pada gambar 8.5 di bawah :
Gambar 8.5 Manifestasi Talenta Individu menjadi Performance
Talent
+
Vision/Mission/Strategy
+
Skills & Competencies
+
Role & structure
+
Opportunity
+
Encouragement & Recognition
+
Training & Development
+
Coaching
+
Action Plan & Goals
+
Resources
Performance
Management
System
Performance
39
Jadi domain dari talent management difokuskan tidak hanya pada pengembangan
kapasitas intrinsik individu tetapi juga pada membangun budaya dan management perubahan
dalam mempersiapkan elemen talenta individu untuk dimanifestasikan menjadi performance.
Boudreau, John W, dan Peter M. Ramstad, 2007, dalam bukunya Beyond HR: the new
science of human capital, menyebutkan bahwa talent management tetap menjadi misteri bagi
kebanyakan organisasi, tetapi telah menjadi program yang banyak dipergunakan dalam
strategi dalam mengelola SDM di organisasi bisnis. Dan telah dipercaya menjadi komponen
penting dalam menciptakan keunggulan bersaing di perusahaan, di mana organisasi
suksespun menjadikan talent management sebagai kunci sukses dari strategi bisnis untuk
memenangi persaingan dan pencapaian tujuan.
Muncul pergeseran pengelolaan sumber daya dengan lebih memberikan perhatian dan
optimalisasi pada talenta SDM ke dalam perspektif keputusan strategi perusahaan. Decision
Sciene ini akan mengendalikan pergeseran paradigma dikenal dengan Talentship, yang
kemunculannya akan menggeser peran Finance dan Marketing dalam organisasi. Talentship
mengembangkan efektivitas organisasi dengan keputusan yang dipengaruhi oleh human
capital yang dapat menghasilkan dan mengendalikan strategi yang sangat berbeda dalam
menciptakan sustainable strategic success.
MENURUT Randall (1998), Performance Appraisal mengacu pada sistem formal dan
terstruktur yang mengukur, menilai, dan memengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk
mengetahui seberapa produktifnya seorang karyawan dan apakah ia mampu berkinerja sama
atau lebih efektif pada masa yang akan datang sehingga karyawan, organisasi, dan
masyarakat semuanya memperoleh manfaat.
Dalam Performance Appraisal, terjadi proses untuk mengenali, mengukur, dan
mengembangkan pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan. Sistem penilaian kinerja yang
baik hendaknya dapat mengukur dengan tepat pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan. Di
samping itu, juga harus memiliki mekanisme untuk menambah kekuatan yang bersangkutan,
mengenali kekurangan, dan dapat memberikan umpan balik pada karyawan sehingga
mendorong mereka untuk memperbaiki prestasi kerja yang lebih baik. Dengan perkembangan
teknologi informasi mau tidak mau perusahaan harus mengikutinya untuk tetap mampu
bersaing dengan pesaingnya. Perkembangan teknologi informasi ini berdampak sangat besar
terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang terdidik karena
sejumlah pekerjaan menuntut tenaga kerja dengan pengetahuan yang lebih tinggi.
Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi menjelaskan
pengertian kinerja (performance) dengan menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan dari
sudut pandang yang berbeda-beda; namun makna yang terkandung pada hakikatnya sama.
Benardin and Russell (1998:239) memberikan pengertian bahwa “performance is defined as
the record of outcomes produced on a spesified job function or activity during a specified
time period.” (Kinerja didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya pada periode tertentu).
Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bowin and Harvey
(1999:143) bahwa “performance may be defined as the accomplishment of an employee or
manager assign duties and outcome produced on a job function or activity during a specified
time period.” (Kinerja didefinisikan sebagai gambaran pemenuhan seorang karyawan atau
tugas-tugas manajer dari hasil produksi yang terpasang atau kegiatan selama periode
tertentu). Hal ini juga sejalan dikatakan oleh Cascio (2003:361) bahwa “performance refers
to an employee’s accomplisment of assigned task.” (Kinerja adalah pencapaian karyawan
berkenaan dengan tugas-tugas yang diberikan). Dengan demikian pengertian kinerja
merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama suatu periode waktu tertentu yang menunjukkan seberapa baik seorang
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Di samping beberapa pendapat tersebut, Robbin (2006) mengemukakan bahwa kinerja
karyawan merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation),
dan kesempatan (opportunity); sehingga dapat diformulasikan P = f (A x M x O) dan M = V
x E x I. Sehubungan dengan itu, Malayu SP. Hasibuan (1996:76) menjelaskan bahwa:
A = Ability adalah kemampuan untuk menetapkan dan atau melaksanakan suatu sistem dalam
pemanfaatan sumber daya dan teknologi secara efektif dan efisien untuk mencapai
hasil yang optimal.
O = Opportunity adalah kesempatan yang dimiliki oleh karyawan secara indvidu dalam
mengerjakan, memanfaatkan waktu, dan peluang untuk mencapai hasil tertentu.
M = Motivation adalah keinginan dan keunggulan seorang pekerja untuk mengerjakan
pekerjaan dengan baik secara berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
V = Valence adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan seseorang yang paling ia
butuhkan.
45
E = Expectancy yaitu berhubungan dengan pendapat bahwa perilaku tertentu (sebab) akan
diikuti oleh hasil (akibat) tertentu pula.
I = Instrumentality adalah besarnya kemungkinan akan terpenuhinya keinginan dan
kebutuhan tertentu yang diharapkan karyawan jika bekerja secara efektif.
Berdasarkan ketiga fungsi dari kinerja yang meliputi ability, opportunity dan
motivation tersebut dapat membentuk performance seorang pekerja yang dapat digambarkan
pada sebuah model seperti pada Gambar 10.1. berikut.
Gambar 10.1. Dimensi Kinerja
Ability
Performance
Motivation Opportunity
Berdasarkan pada Gambar 10.1. di atas tersebut tampak bahwa hubungan antara
kemampuan dan motivasi terjadi jika terdapat faktor pemicu yang dalam penelitian ini adalah
kinerja karyawan. Seorang karyawan yang memiliki kinerja baik dipengaruhi oleh
kompensasi karena bagaimanapun juga motif karyawan bekerja untuk memperoleh
kompensasi yang adil dan layak; adil dimaksudkan sesuai dengan kompetensi dimiliki
karyawan yang telah disumbangkan kepada perusahaan, sedang layak dimaksudkan
sesuai dengan stándar kebutuhan hidup dan besarnya sesuai yang ditentukan pemerintah.
Dengan demikian kinerja karyawan dicerminkan oleh komitmen mereka yang telah dimiliki
karyawan sejak mulai bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
46
BAB XI
KRITERIA KINERJA KARYAWAN
Syarat Penilaian
Untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja secara efektif, terdapat dua syarat
utama yang harus dipenuhi, yaitu:
(1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif,
(2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi.
Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk
pengembangan diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi
pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, yaitu:
(1) relevancy,
(2) reliability,
(3) discrimination,
(1) Relevansi (relevancy), yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara
kriteria dengan tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran kinerja
yang relevan jika dibandingkan dengan penampilan seseorang.
(2) Reliabilitas (reliability), yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat di mana kriteria
menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran kuantitatif seperti satuan produksi dan
volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang konsisten secara relatif. Sedangkan
kriteria seperti sikap, kreativitas, dan kerja sama menghasilkan ukuran yang tidak
konsisten karena tergantung pada orang yang mengevaluasinya.
(3) Diskriminasi (discrimination), yaitu tingkat pengukuran di mana suatu kriteria kinerja
bisa memperlihatkan perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semua
baik atau jelek; ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif.
Dilihat dari titik acuan penilaian, menurut Gomes (2001) membagi menjadi tiga tipe
penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu:
(1) result-based performance evaluation,
(2) behavior-based performance evaluation,
(3) judgment- performance evaluation.
Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Results-based performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang dilakukan dengan
merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi dan melakukan pengukuran hasil-
hasil akhirnya.
(2) Behavior-based performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang bermaksud
untuk mengukur tercapai sasaran (goals), dan bukan hasil akhirnya (end results). Dalam
praktik, kebanyakan pekerjaan yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang
objektif karena melibatkan aspek kualitatif.
(3) Judgment-performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau
mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti:
47
quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability,
interpersonal competence, loyality, dependability, personal qualities, dan yang
sejenisnya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas yang dimaksud penilaian kinerja karyawan
adalah evaluasi kinerja karyawan atau seseorang atau kelompok pada masa kini atau masa
lampau yang dikaitkan dengan kinerja standar dan di dalamnya terdapat gambaran sistematis
yang mencerminkan kelemahan dan kekuatan individu atau kelompok.
Dalam mengukur keberhasilan kinerja karyawan perlu dilakukan penilaian kinerja
(appraisal performance). Bernarddin dan Russel (2003) penilaian kinerja menjadi alat yang
bertambah penting untuk organisasi dalam mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan,
untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat serta untuk mempertinggi
kualitas secara keseluruhan produksi dan jasa perusahaan. Cascio (2006) mengatakan:
In general, appraisal serves a twofold purpose:
1) To improve employee’s work performance by helping them realize and use their full
potential in carrying out their firm’s missions.
2) To provide information to employees and managers for use in making work related
decisions.
Pada umumnya, penilaian memberikan dua tujuan:
1) Untuk memperbaiki kinerja kerja karyawan dengan membantu mereka mencapai dan
menggunakan potensi mereka secara penuh dalam membawa ke dalam misi perusahaan.
2) Untuk menyediakan informasi kepada karyawan dan manajer untuk digunakan dalam
membuat keputusan berhubungan dengan pekerjaan.
Sumber Penilaian
Berbagai sumber penilaian dapat digunakan; menurut Surya Dharma (2005) terbagi
menjadi 4 (empat) sumber yaitu:
(1) Penilaian atas diri sendiri. Merupakan suatu proses di mana para individu mengevaluasi
kinerja mereka sendiri dengan menggunakan pendekatan terstruktur yang biasanya
diberikan sebuah formulir penilaian diri sendiri yang diisi oleh individu yang
bersangkutan. Jawaban yang diberikan individu terhadap pertanyaan akan memberikan
agenda bagi pertemuan evaluasi di mana individu akan memimpin dan para manajer akan
menanggapi sebagaimana mestinya. Peran dari manajer adalah memberikan komentar
dan kadangkala menambahkan penilaian diri individu tersebut bila dianggap perlu.
Mereka harus menghindari konfrontasi, yaitu pertentangan total dengan opini individu.
Dikatakan pendekatan ini bersifat konstruktif terhadap penilaian di mana manajer
menyelenggarakan pertemuan dengan basis pemecahan masalah bersama, memfokuskan
kepada identifikasi dan eksplorasi masalah kunci yang dihadapi karyawan dan
mendorong untuk memikirkan jalan keluar bagi persoalan tersebut.
Manajer akan memberikan umpan balik yang konstruktif dalam arti ditujukan untuk
mendorong karyawan mencari apa yang harus dilakukan. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa secara keseluruhan karyawan cukup realistik dalam menilai kinerja
mereka sendiri sepanjang penilaian mereka tidak memengaruhi secara langsung
keputusan tentang penentuan gaji/upah yang berdasarkan kinerja. Penilaian diri sendiri
memungkinkan karyawan untuk mempimpin tetapi tujuan pertemuan evaluasi tetap
untuk mencapai tujuan penilaian bersama dan rencana pengembangan yang disepakati.
(2) Penilaian oleh bawahan. Bawahan menyediakan kemungkinan untuk menilai atau
berkomentar tentang aspek tertentu dari kinerja manajernya. Tujuannya adalah untuk
membuat manajer lebih menyadari tentang persoalan yang berkenaan dengan kinerja
mereka dari sudut pandang bawahan mereka. Penilaian ke atas dapat dilakukan dengan
meminta para bawahan untuk memberikan penilaian kinerja kepada manajer mereka di
bawah beberapa butir topik. Hal ini umumnya berhubungan dengan aspek pengelolaan
orang dari peran mereka, seperti menetapkan sasaran, memberikan panduan yang jelas
48
(kepemimpinan) dan dukungan, memberdayakan, memotivasikan, pelatihan atau
coaching, dan menilai kinerja serta menilai kebutuhan pengembangan.
(3) Penilaian oleh rekan sejawat. Peer assessment (rekan sejawat) merupakan evaluasi yang
dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama.
Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan penilaian kepada
kolega atau jaringan kerja yang lainnya.
(4) Penilaian oleh Multi assessment. Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang berbeda
dalam evaluasi kinerja telah menimbulkan perhatian yang lebih besar kepada penilaian
dengan berbagai sumber penilai yang dapat menambahkan nilai kepada evaluasi
manajer/bawahan. Ini dapat mencakup penggunaan ke atas dan oleh rekan sejawat di
samping penilaian oleh para manajer. Secara teoretis, banyak yang dapat dikatakan
tentang pendekatan ini tetapi dalam praktiknya sistem ini akan berada dalam kesulitan
karena terlalu berlebihan dan padat karya selain rentan kelemahan-kelemahan baik proses
penilaian ke atas ataupun penilaian oleh rekan sejawat.
Dalam menilai kinerja terdapat dimensi atau kriteria yang dapat dipergunakan.
Menurut Scarpello, et al (1995) kriteria kinerja adalah aspek kinerja yang merupakan kontrol
bagi individu dan organisasi yang menganggap kinerja penting dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi atau mengukur kinerja karyawan. Terdapat tiga tipe yang digunakan dalam
mengevaluasi kinerja, yaitu:
1) Traits, which are observable dimensions of personality, such as initiative, friendliness,
and aggressiveness.
2) Behaviors exhibited by the employee, such as asking subordinates for ideas and
suggestions to solve job-related problems, refusing to divulge confidential information to
others.
3) Outputs or results of work, such as sales or production volume, number of errors made
when typing a letter, quality of work produced.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiga kriteria yang
digunakan untuk mengukur kinerja karyawan adalah:
1) Sifat, seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif, atau kreativitas, ramah tamah,
dan sikap agresif.
2) Perilaku, perilaku yang diperlihatkan karyawan seperti seorang bawahan yang secara
cuma-cuma memberikan saran atau ide untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan, menolak membocorkan rahasia pada yang lainnya.
3) Hasil, seperti penjualan atau sejumlah produksi, jumlah kesalahan yang dibuat ketika
mengetik surat, kualitas produksi kerja.
Selanjutnya, menurut Bernardin and Russell (2003) mengemukakan 6 kriteria utama
kinerja yang dapat dinilai sebagai berikut:
1) Quality: The degree to which the process or result of carryng out an activity approaches
perfection, in terms of either conforming to some ideal way of performing the activity or
fulfilling the activity’s intended purpose.
2) Quantity: The amount produced, expressed in such term,s as dollar value, number of
unit,or number of completed activity cycles.
3) Timelines: The degree to which an activity is completed, or a result produced, at the
earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the outputs of
others an maximazing the time available for other activities.
4) Cost-effectiveness: The degree to which the use of the organization’s resources (e.g.
human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the
highest gain or reduction in loss from each unit or instance of use of resource.
5) Need for supervision: The degree to which a performer can carry out a job function
without either having to request supervisory assistance or requiring supervisory
intervention to prevent an adverse outcome.
49
6) Interpersonal impact: The degree to which a performer promotes feeling of self-esteem,
goodwill, and cooperation among cowoker and subordinates.
Dari uraian di atas diartikan, 6 kriteria utama kinerja yang dinilai sebagai berikut:
1) Kualitas: Tingkat di mana proses atau hasil dari suatu kegiatan yang sempurna, dengan
kata lain melaksanakan suatu kegiatan dengan cara yang ideal/sesuai atau menyelesaikan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2) Kuantitas: Besaran yang dihasilkan, dalam bentuk nilai dólar, sejumlah unit, atau
sejumlah kegiatan yang diselesaikan.
3) Ketepatan waktu: Tingkat di mana kegiatan diselesaikan, atau hasil yang diselesaikan,
dengan waktu lebih cepat dari yang ditetapkan dan menggunakan waktu yang tersedia
untuk kegiatan lain.
4) Efektivitas biaya: Tingkat di mana penggunakan sumber organisasi (antara lain: SDM,
uang, teknologi, materi) dimaksimalkan untuk mendapatkan target yang tertinggi atau
sebaliknya, efektivitasnya berkurang, penggunaan sumber organisasi dikurangi.
5) Kebutuhan pengawasan: Tingkat di mana pegawai melaksanakan pekerjaannya tanpa
memerlukan bantuan pengawas atau sebaliknya untuk menghindari kesalahan atau
mendapatkan hasil yang tidak diinginkan.
6) Pengaruh interpersonal: Tingkat di mana pegawai menunjukkan perasaan self-esteem
(harga diri), goodwill dan kerja sama di antara rekan sekerja dan bawahan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kriteria kinerja di atas untuk dapat mengukur karyawan;
menurutnya keberhasilan kinerja karyawan dapat diukur dari hasil (outcome) atau hasil
produksi (results produced) mereka atau dilihat dari apa yang dihasilkan atau diproduksi.
Walaupun kinerja karyawan tergantung dari beberapa kombinasi seperti: kemampuan, upaya,
dan peluang; namun bagian itu dapat diukur dari hasil produksi.
Berbeda halnya seperti dikatakan oleh Noe (2006) ada beberapa pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja, pendekatan tersebut meliputi sebagai berikut.
1) Pendekatan Perbandingan (The Comparative Approach), dalam pendekatan ini terdiri
dari teknik yang membutuhkan nilai untuk membandingkan kinerja individu dengan yang
lain. Sekurang-kurangnya ada 3 teknik dalam pendekatan ini, yaitu: (1) Ranking:
karyawan dalam satu departemen di-ranking dari yang tertinggi sampai terendah nilainya;
(2) Forced Distribution: menggunakan format ranking tapi karyawan di-ranking dalam
grup; (3) Paired Comparison: membandingkan tiap karyawan dengan karyawan lain
dalam grup kerja.
2) Pendekatan Atribut (The Attribute Approach), pendekatan ini menfokuskan pada atribut
individu (karakter atau sifat) yang dianggap dapat memberikan kesuksesan perusahaan.
Teknik yang digunakan cenderung mendefinisikan sejumlah sifat seperti: inisiatif,
kepemimpinan dan rasa bersaing serta mengevaluasinya. Teknik yang digunakan adalah
graphic rating scales dan mixed standard scales.
3) Pendekatan Perilaku (The Behavioral Approach),pendekatan ini mencoba mendefinisikan
perilaku karyawan yang harus ditunjukkan agar efektif dalam bekerja. Teknik yang dapat
dilakukan dalam pendekatan ini adalah Critical Incident (manajer mencatat kinerja
efektif dan tidak efektif dari tiap karyawan), Behaviorally Anchores Rating Scales (BARS)
didesain secara khsusus untuk mendefinisikan dimensi dengan membentuk jangkar
perilaku (behavioral anchors) dikaitkan dengan level prestasi yang berbeda, Behavioral
Observation Scales (BOS) variasi bentuk dari BARS, Organizational Behavior
Modification (OBM), Assessment Center.
4) Pendekatan Hasil (The Result Approach), pendekatan ini memfokuskan pada pencapaian
sasaran, pengukuran hasil pekerja atau kelompok kerja. Dalam pendekatan ini terdapat
dua bentuk dari pendekatan yaitu: (1) Management By Objective (MBO): perusahaan
menetapkan sasaran yang harus dicapai dan sasaran ini digunakan sebagai stándar dari
tiap kinerja karyawan pada saat dievaluasi; (2) Productivity Measurement and Evaluation
50
System (PROMES): pendekatan ini bertujuan untuk memotivasi karyawan agar
berproduktivitas lebih tinggi.
5) Pendekatan Kualitas (The Quality Approach), karakteristik dari pendekatan kualitas ini
adalah berorientasi ke pelanggan (customer orientation) dan menghindari pendekatan
pada kesalahan (prevention approach to errors). Tujuan utama pendekatan ini adalah
meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yang terdiri dari internal
customer dan external customer. Evaluasi pendekatan kualitas dalam pengukuran kinerja
merupakan kombinasi dari pengukuran pendekatan atribut dan pendekatan hasil.
Lebih lanjut dikatakan Noe (2006) bahwa penilaian yang sedang populer dalam
organisasi sekarang adalah penilaian 360 derajat. (In fact, one recent popular trend in
organizations is called 360 degree appraisals. This technique consists of having raters (boss,
peers, subordinates, customers). Yang dimaksudkan penilaian 360 derajat yaitu: suatu proses
penilaian oleh berbagai pihak yang termasuk di dalamnya hubungan dengan manajer. Proses
ini termasuk di dalamnya evaluasi diri sendiri yang bersangkutan, dan evaluasi dari pihak-
pihak yang berkaitan dengan individu yang diukur kinerjanya (atasannya), bawahannya
(subordinate), rekan sekerja, maupun pelanggan (customer).
Pengukuran atau penilaian terhadap kinerja karyawan mengacu pada pendekatan
judgment-performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau
mengevaluasi kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik menurut Gomes (2001),
meliputi delapan dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan
penilaian terhadap kinerja karyawan berdasarkan deskripsi yang spesifik yaitu:
(1) Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan;
(2) Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat kesesuaian dan
kesiapannya;
(3) Job knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya;
(4) Creativeness yaitu keaslian gagasan yang dimunculkan dan tindakan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul;
(5) Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota
organisasi);
(6) Dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
pekerjaan;
(7) Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya;
(8) Personal qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan
integrasi pribadi.
Penelitian Steven L. Sizoo (2001) menyatakan bahwa terdapat pengaruh intercultural
sensitivity terhadap kinerja karyawan hotel. Intercultural sensitivity terjadi karena
meningkatnya cross-cultural service encounter yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
interaksi dalam era globalisasi. Kinerja karyawan merupakan product atau service yang
dihasilkan dan diberikan oleh karyawan kepada konsumen. Dimensi kinerja karyawan yang
dipergunakan dalam penelitiannya yaitu:
(a) service attentiveness,
(b) revenue contribution,
(c) interpersonal skills,
(d) job satisfaction,
(e) social satisfaction.
51
BAB XII
PERSPEKTIF KINERJA KARYAWAN
Motivasi
Selain itu, dalam penelitiannya, David Saxby (2007), dengan judul Factors to
Motivate Employee Performance, mengemukakan bahwa dalam memotivasi karyawan secara
individu tanpa melaksanakan perubahan lingkungan kerja akan menjadi tantangan yang harus
dihadapi organisasi dalam penilaian kinerja karyawan. Oleh karena itu faktor-faktor yang
memengaruhi pekerjaan karyawan setiap hari harus diperhatikan untuk mendapatkan
penilaian kinerja karyawan yang efektif. Selain itu, juga dapat dihasilkan melalui beberapa
program seperti evaluating the management team's skills, the employee recognition program,
the company's physical layout and the employee training program. Organisasi seharusnya
pula mempertimbangkan beberapa hal berikut untuk memotivasi karyawan dalam meraih
kinerjanya yaitu:
1. Evaluate the physical work environment
2. Display a clear vision of company objectives
3. Continually review objectives
4. Share information
5. Make yourself available
6. Provide continual feedback
7. Reward achievements
8. Empower employees to initiate projects
Dan dalam penelitian Judd H Michael, et.al (2006), yang berjudul Production
employee performance at a furniture manufacturer: The importance of supportive
supervisors, mengemukakan bahwa kinerja karyawan memainkan peran penting dalam
penilaian kinerja organisasi secara keseluruhan melalui direct supervisor, sebab direct
supervisor mengindikasikan upaya yang dapat memengaruhi kinerja karyawan yang
berhubungan dengan perilaku karyawan. Sehingga pihak manajemen hendaknya dapat
memberikan nasihat untuk mengembangkan komunikasi dan keterampilan interpersonal
dalam supervisory-nya dengan tujuan untuk mencapai kinerja karyawan sekaligus kinerja
organisasi.
53
BAB XIII
KETERKAITAN PERAN MITRA STRATEGIS KARYAWAN, AGEN
PERUBAHAN, MANAJEMEN TALENTA DAN KINERJA KARYAWAN
(c) Pengaruh Peran Mitra Strategis Karyawan dan Agen Perubahan Karyawan
terhadap Talent Management
Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Lea N. Soupata
(2004), dengan judul penelitian Prepare for the Future, menjelaskan bahwa organisasi
menghadapi kompleksitas tantangan yang mengancam pada masa depan. Sebagai kunci untuk
56
menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan karyawan yang memahami tentang proses
perubahan yang terjadi. Persiapan untuk menghadapi hal tersebut yaitu dengan ikutserta
berperan dalam keputusan pengelolaan strategis SDM yang berkaitan dengan tujuan strategis
organisasi agar dapat meningkatkan pengelolaan talenta organisasi dalam usaha mencapai
kinerja organisasi dan menghadapi perubahan lingkungan. Tantangan tersebut di atas adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan demografi tenaga kerja,
2. Penurunan jumlah tenaga kerja pada usia produktif,
3. Keragaman generasi tenaga kerja,
4. globalisasi,
5. manajemen talenta,
6. retention,
7. employee communications,
8. knowledge supply chain,
9. sustainability.
Dreher, George (2001) dalam tulisannya Aligning HR with business goals,
menjelaskan bahwa benar perubahan yang terjadi pada strategi bisnis akan dapat berdampak
pada praktek strategi SDM. Oleh karena itu dibutuhkan kesesuaian fungsi strategi SDM
dengan strategi bisnis dengan tetap berperan menjadi change agent pada level strategi.
Pengelolaan strategi sumber daya manusia dan peran SDM dalam perubahan akan secara
signifikan memengaruhi kegiatan pengelolaan talenta organisasi dan memberikan perhatian
pada strategi organisasi dan nilai inti organisasi. Hubungan antara strategi SDM dengan
strategi bisnis hanya dapat dibuat dengan analisis perubahan lingkungan internal dan
eksternal organisasi dalam peran sebagai change agent pada bisnis.
Penelitian dengan judul Top job... Raj Ray, yang ditulis oleh Anonymous (2006)
mengungkapkan bahwa sumber daya manusia memainkan peran yang sangat penting dalam
kesuksesan organisasi. SDM yang memiliki peran strategis akan semakin kuat dalam
mencapai sukses bisnis sebagai strategik mitra bisnis dan juga sebagai katalis dalam
menghadapi perubahan dari dalam dan luar organisasi bisnis melalui pengelolaan talenta
organisasi. Organisasi yang gagal memberikan apresiasi pada karyawannya yang memiliki
talenta akan menghadapi konsekuensi kegagalan dalam menghadapi wilayah persaingan
bisnis yang semakin keras.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Joan E. Pynes (2004) dengan judul
The Implementation of Workforce and Succession Planning in the Public Sector, yang
mengemukakan bahwa untuk dapat berhasil, sebuah organisasi bisnis memerlukan
perencanaan SDM. Dan seharusnya SDM tersebut berperan menjadi strategic partner untuk
mengembangkan keterampilan dan kompetensi bisnis. Perencanaan SDM yang strategis
tersebut harus pula berdasarkan kepercayaan, sehingga dapat dengan efektif dan mampu
beradaptasi dengan cepatnya perubahan. Pada peran seperti ini SDM sebagai strategik
partner dan change agent, karena pengelolaan SDM selalu berubah. Peran strategi partner
dan change agent ini faktor yang memengaruhi pengelolaan talenta organisasi yang
memegang peran yang sangat signifikan dalam menghadapi tantangan bisnis jangka panjang.
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Malcolm Higgs (2006) dengan
judul Building Employee Engagement, yang mengatakan bahwa dewasa ini meningkatnya
perdebatan yang fokus pada pentingnya pendekatan strategi SDM dan manajemen perubahan,
yang berhubungan dengan kinerja bisnis dan sukses. Hal ini dapat mendorong perubahan
pengelolaan talenta karyawan dalam organisasi sehingga menghasilkan competitive
advantage organisasi.
Penjelasan ini diperkuat oleh Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma (2005) dalam
tulisannya Next-Generation Talent Management: Insights On How Workforce Trends Are
Changing The Face Of Talent Management, menyebutkan bahwa pengelolaan talenta
karyawan organisasi menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, karena peran SDM dalam
57
organisasi semakin menjadi pendorong yang signifikan untuk hal tersebut. Hal ini sebagai
persiapan dalam menghadapi perubahan kerangka persaingan global yang akan lebih fokus
pada talenta yang dimiliki organisasi. SDM pada masa yang akan datang akan mengambil
peran yang semakin strategis penting untuk mengatasi perubahan tersebut dengan
melaksanakan aktivitas manajemen talenta untuk dapat memonitor kebutuhan organisasi akan
SDM yang memiliki talenta.
Edward E. Lawler III (2005) mengemukakan dalam penelitiannya yang berjudul
From Human Resource Management to Organizational Effectiveness, bahwa sumber daya
manusia yang ada dalam organisasi harus memberikan nilai lebih pada organisasi dalam
menghadapi perubahan lingkungan persaingan. Cara terbaik untuk merealisasikan pernyataan
tersebut adalah berperan menjadi mitra bisnis yang strategis dan sebagai agen perubahan
yang secara langsung akan dapat meningkatkan kinerja pada bisnis dan memberikan
pengaruh pada pengelolaan talenta organisasi, serta memengaruhi strategi organisasi dan
menjadi pencetus ide kegiatan yang memberikan value added bagi organisasi bisnis. Oleh
karena itu, untuk menganalisis masalah perubahan pengelolaan SDM dalam organisasi,
karyawan hendaknya berperan sebagai mitra strategis dan agen perubahan dalam sebuah
organisasi bisnis.
(g) Pengaruh Karyawan sebagai Mitra Strategis dan Karyawan sebagai Agen
Perubahan terhadap Manajemen Talenta serta dampaknya pada Kinerja
Karyawan
Dreher, George (2001) menjelaskan bahwa benar perubahan yang terjadi pada strategi
bisnis akan dapat berdampak pada praktik strategi SDM. Oleh karena itu dibutuhkan
kesesuaian fungsi strategi SDM dengan strategi bisnis dengan tetap berperan menjadi agen
perubahan. Pengelolaan peran karyawan dalam perubahan akan secara signifikan
memengaruhi kegiatan pengelolaan talenta organisasi dan memberikan perhatian pada kinerja
karyawan dan strategi organisasi dan nilai inti organisasi. Dan hubungan antara strategi SDM
dengan strategi bisnis hanya dapat dibuat dengan analisis perubahan lingkungan internal dan
eksternal organisasi dalam peran sebagai agen perubahan pada bisnis. (Lea N Soupata, 2004;
Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma, 2005; Anonymous, 2006; Malcolm Higgs, 2006;
Andrew N Garman, Matthew P Johnson, 2006).
Penelitian yang dilakukan Joan E. Pynes (2004) mengemukakan bahwa untuk dapat
berhasil, sebuah organisasi bisnis memerlukan perencanaan karyawan. Seharusnya karyawan
tersebut berperan menjadi mitra strategis untuk mengembangkan keterampilan dan
kompetensi bisnis. Perencanaan karyawan yang strategis harus berdasarkan kepercayaan,
sehingga dapat efektif dan mampu beradaptasi dengan cepatnya perubahan. Pada peran
seperti ini karyawan sebagai mitra strategis dan agen perubahan, karena pengelolaan
karyawan selalu berubah. Peran mitra strategis dan agen perubahan ini faktor yang
memengaruhi pengelolaan talenta organisasi yang memegang peran yang sangat signifikan
dalam menghadapi tantangan kinerja bisnis jangka panjang. (Phil Smith, Shaun Tyson, 2005;
Andrew Mayo, 2005; Edward E. Lawler III, 2005; Cindy McCauley, Michael Wakefield,
2006).
Gambaran paradigma keterkaitan antara karyawan sebagai mitra strategis dan
karyawan sebagai agen perubahan terhadap manajemen talenta serta dampaknya pada kinerja
karyawan pada Gambar 13.1. Paradigma Penelitian, di bawah ini.
strategis, agen perubahan, manajemen talenta dan kinerja karyawan yang menjadi tema
61
63
Hospitality Management Vol. 20 No. 7, 2008 pp. 781-791 q Emerald Group
Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897600
Bill Docherty and Marcus Wasdin, 2007, Talent Management for Dummies, Wiley
Publishing, Inc, Indianapolis, USA
Bob Brotherton, 2004, Critical success factors in UK budget hotel operations, International
Journal of Operations & Production Management Vol. 24 No. 9, 2004 pp. 944-969 q
Emerald Group Publishing Limited 0144-3577 DOI 10.1108/01443570410552135
Bob Kane and Ian Palmer , 1995, Strategic HRM or managing the employment relationship?,
International Journal of Manpower, Vol. 16 No. 5/6, 1995, pp. 6-21, © MCB
University Press, 0143-7720
Boudreau, John W., 2003, Sustainability and the Talentship Paradigm: Strategic Human
Resource Management Beyond the Bottom Line, Center for Advanced Human
Resource Studies (CAHRS), CAHRS Working Paper Series, Cornell University,
Boudreau, John W, Peter M Ramstad, 2007, Beyond HR: the new science of human capital,
Harvard Business School, USA
Carol Bergeron , 2004, Build a Talent Strategy to achieve your desired business results, ,
Handbook of Business Strategy, 2004, pp.133-139, MCB UP Limited, ISSN 0894-
4318,
Cascio, Wayne F, 2006, Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life,
Profits, Seventh Edition, Mc. Graw Hill, Irwin, New York.
Catherine Cheung and Rob Law,1998,Hospitality service quality and the role of performance
appraisal, Managing Service Quality Volume 8 · Number 6 · 1998 · pp. 402–406
MCB University Press · ISSN 0960-4529,
Cheryl Farley, HR's role in talent management and driving business results, Employment
Relations Today. Hoboken: Spring 2005. Vol. 32, Iss. 1; pg. 55, 7 pgs
Chris Amrhein, Don't forget that expertise is only a means to an end, American Agent &
Broker. St. Louis: Feb 2007. Vol. 79, Edisi 2; pg. 14, 2 pgs
Chris Watkin, 2007, Matching supply to demand A strategic approach to talent management,
Hay Group’s UK Talent Practice Leader, chris_watkin@haygroup.com, dd +44 (0)20
7856 7310
Christensen, Ralph, 2006, Roadmap to strategic HR : turning a great idea into a business
reality, AMACOM,New York, USA
Cindy McCauley, Michael Wakefield, Talent Management in the 21st Century: Help Your
Company Find, Develop, and Keep its Strongest Workers, The Journal for Quality
and Participation. Cincinnati: Winter 2006. Vol. 29, Iss. 4; pg. 4, 5 pgs
Collin, C., 2000, Strategic human resource management and knowledge-creation capability:
examining the black box between HR and firm performance (Doctoral Dissertation,
University of Maryland, 2000), Dissertation Abstract International. (1.RETENTION
STRATEGY OF HR PRACTICES)
Cook, J., Hepworth, S.Wall T., & Warr, P, 1981, The experience of work, Londom:
Academic press (5.INTENT TO LEAVE)
Dan-Shang Wang and Chi-Lih Shyu, 2008, Will the strategic fit between business and HRM
strategy influence HRM effectiveness and organizational performance?, ,
International Journal of Manpower, Vol. 29 No. 2, 2008, pp. 92-110, q Emerald
Group Publishing Limited, 0143-7720, DOI 10.1108/01437720810872677
Darin Phillips, 2002 The Financial Value of Talent Management,
http://knol.google.com/k/darin-phillips/the-financial-value-of-talent-management,
David Finegold, Advanced TM, . Leadership Excellence. Provo: Nov 2007. Vol. 24, Iss. 11;
pg. 14, 1 pgs
David Pollit, 2004, Human Resource Management, International Digest, Vol 12 No 5, 2004,
pp 23-25, Emerald Group Publishing Limited, ISSN 0967-0734
David Saxby, Factors to Motivate Employee Performance, . Rural Telecommunications.
64
Washington: May/Jun 2007. Vol. 26, Iss. 3; pg. 44, 2 pgs
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2006, Rencana kerja dan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Negara (APBN) Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Tahuna
Anggaran 2006.
Delaney, J., & Huselid, M., 1996, The impact of human resource management practices on
perceptions of organizational performance, Academy of management journal, 39(4),
949-969 (4.INTERNAL LABOR MARKET), (6.PERCEIVED ORGANIZATIONAL
PERFORMANCE),
Dessler, Gary, 2006, Human Resources Management, Ninth Edition, International Edition,
Prentice Hall International Inc.,Canada.
Don Schmincke, Darryl McCormick, 2007, the 5 dragons that can burn your culture & how
HR can be your strategic weapon,. SuperVision. Burlington: May 2007. Vol. 68,
Edisi 5; pg. 9, 3 pgs
Dorothy Wilson Roberts, 2004, “Just Through Talking”:A Collaborative Learning Approach
for Human resource Change Agent, Dissertation, The University of Tennessee,
Knoxville, UMI Number: 3130176, http://www.proquest.com
Dreher, George, Aligning HR with business goals; [Surveys edition], Financial Times.
London (UK): Oct 22, 2001. pg. 06
Edward E. Lawler III, From human resource management to organizational effectiveness,
Human Resource Management. Hoboken: Summer 2005. Vol. 44, Iss. 2; pg. 165, 5
pgs
Eichel, E. and Bender, H.E. (1984), Performance Appraisal: A Study of Current Techniques,
American Management Association, New York, NY.
Eileen M Garger, Goodbye training, hello learning, Workforce. Costa Mesa: Nov 1999. Vol.
78, Edisi 11; pg. 35, 6 pgs
Elissa Tucker, Tina Kao, Nidhi Verma, Next-Generation Talent Management: Insights On
How Workforce Trends Are Changing The Face Of Talent Management, . Business
Credit. New York: Jul/Aug 2005. Vol. 107, Iss. 7; pg. 20, 8 pgs
E. Michaels, H. Handfield-Jones and B. Axelrod, 2001, “The War for Talent”, Boston:
Harvard Business School Press
Erik Brandt PK, 2007, Talent Management: How Firms in Sweden Find and Nurture Value
Adding Human Resources, Dissertation, Internationella Handelshogskolan,
Jonkoping, Swedia
Eugene H. Melan , 1998, Implementing TQM: a contingency approach to intervention and
change , International Journal of Quality Science, Vol. 3 No. 2, pp. 126-146, © MCB
University Press, 1359-8538
Fay Hansen, Control and Customization, Workforce Management. Costa Mesa: Nov 5, 2007.
Vol. 86, Iss. 19; pg. 42, 1 pgs
Fiona Ellis, The benefits of partnership for OD and HR, Strategic HR Review. Chicago:
May/Jun 2007. Vol. 6, Edisi 4; pg. 32, 4 pgs
French,W. L., Bell, C. H. & Zawacki, R. A. 2000, Organization Development and
Transformation: Managing Effective Change. McGraw-Hill Book Co - Sincelahore.
Gill Maxwell,Sandra Watson,Samantha Quail, 2004, Quality service in the international hotel
sector A catalyst for strategic human resource development? ,Journal of European
Industrial Training, Vol. 28 No. 2/3/4, 2004, pp. 159-182, q Emerald Group
Publishing Limited, 0309-0590, DOI 10.1108/03090590410527591
Gillian A. Maxwell and Samantha MacLean , 2008, Talent management in hospitality and
tourism in Scotland Operational implications and strategic actions , , Glasgow
Caledonian University, Glasgow, UK, International Journal of Contemporary
Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, 2008, pp. 820-830, q Emerald Group
Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897637
Gomes, Faustino B. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan. Cetakan Kelima.
65
Andi Offset. Yogyakarta.
Gubernur Bali, 1999, Makalah Gubernur Bali yang disampaikan pada seminar Pariwisata
Berkelanjutan menurut Persfektif Orang Bali, 3 Agustus 1999 di Denpasar.
Guy Lubitsh and Ina Smith, 2007, Talent management: a strategic imperative, Ashridge
Business School, http://www.ashridge.org.uk
Hadyn Ingram and Brenda McDonnell, 1996, Effective performance management – the
teamwork approach considered, Managing Service Quality Volume 6 · Number 6 ·
1996 · pp. 38–42 © MCB University Press · ISSN 0960-4529
Hair, J.F. Jr, Anderson, R. E, Ronald L. T. dan William C. B. 2006. Multivariate Data
Analysis. 7th edition. London: Prentice Hall International Inc.
Hammer, M., & Champy, J. (1993). Reengineering the corporation: A manifesto for business
revolution. New York: Harper Collins.
Harun Al Rasyid. 1994. Tehnik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.
Helen Atkinson, Jackie Brander Brown, 2001, Rethinking performance measures: assessing
progress in UK hotels, International Journal of Contemporary Hospitality
Management 13/3 [2001] 128±135 # MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Hitt, M. A. 2000. The New Frontier: Transformation of Management for The New
Millennium. Organizational Dynamics, Winter. 7-15
Howard Risher, Fostering a Performance-Driven Culture in the Public Sector, . Public
Manager. Potomac: Fall 2007. Vol. 36, Iss. 3; pg. 51, 6 pgs.
Hubert Rampersad, Change your organization, start with yourself, Training & Management
Development Methods. Bradford: 2006. Vol. 20, Iss. 4; pg. 437, 12 pgs
Husein Umar. 1997. Metodologi Penelitian Aplikasi Untuk Pemasaran. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Ian Cunningham, 2007, Talent management: making it real Development and Learning in
Organizations, Volume 21 Number 2, pp. 4-6 Copyright © Emerald Group Publishing
Limited ISSN 1477-7282
Ivancevich, John, M., 2006, Human Resources Management, Ninth edition, Mc. Graw Hill,
Irwin, Toronto.
James R. Evans, 1996, Leading practices for achieving quality and high performance,
Benchmarking for Quality Management & Technology, Vol. 3 No. 4, 1996, pp. 43-
58. © MCB University Press, 1351-3036
Jamieson, W. and Noble, A. 2000. A Manual for Community Tourism Destination
Management, Canadian Universities Consortium Urban Environmental Management
Project Training and Technology Transfer Program, Canada
Jeanette Lemmergaard , 2009, From administrative expert to strategic partner, , Employee
Relations, Vol. 31 No. 2, pp. 182-196 q Emerald Group Publishing Limited 0142-
5455 DOI 10.1108/01425450910925328
Jim E. Kemper, 2001, The Role of Human Resource Office in the Collegiate Environment
and the Necessary Components of Being a Strategic Partner, Dissertation, Ohio
University, UMI Number: 3007462, http://www.proquest.com
Joan E Pynes, The Implementation of Workforce and Succession Planning in the Public
Sector, Public Personnel Management. Washington: Winter 2004. Vol. 33, Iss. 4; pg.
389, 16 pgs
John Hobel, Strategic HR means engaging staff, Canadian HR Reporter. Toronto: Sep 12,
2005. Vol. 18, Edisi 15; pg. 26, 1 pgs Kathy Gurchiek, 10 Steps for HR To Earn Its
Seat at the Table, HRMagazine. Alexandria: Jun 2006. Vol. 51, Edisi 6; pg. 44, 1 pgs
Josh Bersin, 2008, Talent Management: State of the Industry,
http://store.bersinassociates.com/tmfactbook.html., Bersin & Associates , Oakland,
California, 2008© LRP Publications , USA
66
Julia Christensen Hughes and Evelina Rog , 2008, Talent management A strategy for
improving employee recruitment, retention and engagement within hospitality
organizations , , International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol.
20 No. 7, 2008 pp. 743-757 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810899086
Judd H Michael, Reiner Leschinsky, Mark A Gagnon, 2006, Production employee
performance at a furniture manufacturer: The importance of supportive supervisors,
Forest Products Journal. Madison: Jun 2006. Vol. 56, Iss. 6; pg. 19, 6 pgs
Jyotsna Bhatnagar, 2007, Talent management strategy of employee engagement in Indian
ITES employees: key to retention, Employee Relations Volume 29 Number 6 2007
pp. 640-663 Copyright © Emerald Group Publishing Limited ISSN 0142-5455.
Kaplan, Robert M. and Denis P. Saccuzza. 1993. Psychological Testing (Principles,
Aplication, and Issues). 3rd edition. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Karen Dempsey, Show off strategic skills in talent management, Personnel Today. Sutton:
Nov 20, 2007. pg. 14, 1 pgs
Kathy Gurchiek, 10 Steps for HR To Earn Its Seat at the Table, HRMagazine. Alexandria:
Jun 2006. Vol. 51, Edisi 6; pg. 44, 1 pgs
Kevin Oakes. T + D, The Emergence of Talent Management, Alexandria: Apr 2006. Vol. 60,
Iss. 4; pg. 21, 4 pgs
Kotter, J. P. 1995. Leading Change: Why Transformation Efforts Fail ., Harvard Business
Review, March- April. 59-67.
Lance A. Berger ad Dorothy R. Berger, 2004, The Talent Management Handbook:
Creating Organizational Excellence by Indentifying, Developing, & Promoting
Your People, New York: McGraw-Hill.
Lancourt, J. & Savage, C. 1995. Organizational Transformation and The Changing Role of
The Human Resource Function.Compensation&Benefits Management,Autumn.42-49.
Laurie Brannen, BPM's Missing Link, . Business Finance. Loveland: Oct 2007. Vol. 13, Iss.
10; pg. 45, 4 pgs
L. Coch dan J.R.P.French, Jr. 1948, “Overcoming Resistance to Change”, 1948
Lea N Soupata, Prepare for the Future, Executive Excellence. Provo: Nov 2004. Vol. 21, Iss.
11; pg. 15, 2 pgs
Lewin, K. 1981. Field Theory in Social Science. New York, NY: Harper and Row.
Lietaer, Bernard dan Stephen De Meulenaere, 2003, Sustaining Culture in a Globalizing
World: The Balinese Example, International Journal of Social Economics, 2003, pg.
967, ABI/INFORM Blobal.
Lindberg, K., 1996, The Economic Impacts of Ecotourism,
http://ecotour.csu.edu.au/ecotour/mar1.htm.
Lorenzo J. Hester, 2005, The Impact of Strategic Human Resource Management on
Organization Performance: A Persfective of The Resource –Based View of the Firm,
Dissertation, Nova Southeastern University, UMI Number: 3205541,
http://www.proquest.com
Lucy McGee, CEOs' influence on talent management, Strategic HR Review. Chicago:
Nov/Dec 2006. Vol. 6, Iss. 1; pg. 3, 1 pgs
Lumsdon, Les, 1997, Tourism Marketing, International Thomson Business Press, New York,
USA
Malcolm Higgs, Building employee engagement, Manager Update. Henley-on-Thames:
Winter 2006. Vol. 18, Iss. 2; pg. 31
Marcus Powell, Courage in the face of extraordinary talent, Guy Lubitsh. Strategic HR
Review. Chicago: Jul/Aug 2007. Vol. 6, Iss. 5; pg. 24, 4 pgs
Margaret Deery, 2008, Talent management, work-life balance and retention strategies,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 20 No. 7, 2008
67
pp. 792-806 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810897619
Margaret Dawn Novicki, 2001, Exploring the Effect of A Climate fro Service on the SHRM
– Firm performance Relationship, Dissertation, University of Colorado, UMI
Number: 3022401, http://www.proquest.com
Maria-Luisa Sinclair, 2004, A talent Management Strategy for The Justice Institute of BC,
Dissertation, Royal Road University, National Library of Canada, Ottawa, Canada.
Marie Burns Walsh, 2003, Perceived Fairness of and Satisfaction With Employee
Performance Appraisal, Dissertation, Louisiana State University, UMI Number:
3182919, http://www.proquest.com
Matthew Guthridge, Asmus B. Komn, and Emily Lawson, 2006, The People Problem in
Talent Management, The McKinsey Quarterly, Number 2,
May Hinds, Yvette Browne, Ben Henry, Chandana Jayawardena and Wismore Butcher, 2004,
Current human resource challenges in the Caribbean hospitality Industry,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Volume 16 · Number
7 · 2004 · pp. 415-418 q Emerald Group Publishing Limited · ISSN 0959-6119 DOI
10.1108/09596110410559104
MBK , Antara, Selasa, 21 Oktober 2008 | 10:22 WIB,
McCracken, M.,&Wallace,M (2000), Toward a redefinition of strategic HRD, Journal of
European Industrial Training.
Mello, Jeffrey A, 2002, Strategic Human Resource Management, South-Western, Thompson
Learning, Ohio, USA
Melvin B. Katz, 2004, A Descriptive Study of the Skilla and Attributes of Principals Who
Have Become Effective Change Agent in Their Schools, Dissertation, Seton Hall
University, UMI Numner: 3130124, http://www.proquest.com
Mohammad Nazir, 2005, Metode Penelitian. Cetakan Keenam, Penerbit Ghalia Indonesia
Jakarta.
Mohd & Sullivan, 2005, HR’s New Role Becoming a Strategic Business Partner: For the
fastest changing city in the history of mankind, www.mubeena.net, Mercer Delta
Consulting, Dubai HR Forum
Mohinder Chand, Anastasia A. Katou, 2007, The impact of HRM practices on organisational
performance in the Indian hotel industry, Employee Relations Vol. 29 No. 6, 2007 pp.
576-594 q Emerald Group Publishing Limited 0142-5455 DOI
10.1108/01425450710826096
Michael Rendell, 2007, Managing tomorrow’s people The future of work to 2020, Partner
and leader of Human Resource ServicesPricewaterhouseCoopers LLP,
Michael C.G. Davidson, 2003, Does Organizational climate add to service quality in hotels?,
Internationa Journal of Contemporary Hospitality Management, 15/4 (2003) 206-
213MCB UP Limited ISSN0959-6119
Michiel Schoemaker and Jan Jonker , 2005, Managing intangible assets An essay on
organising contemporary organisations based upon identity, competencies and
networks, , Nijmegen School of Management (NSM), University of Nijmegen (KUN),
Nijmegen, The Netherlands, Journal of Management Development Vol. 24 No. 6,
2005 pp. 506-518 q Emerald Group Publishing Limited 0262-1711 DOI
10.1108/02621710510600964
Mine Haktanir, and Peter Harris, 2005, Performance measurement practice in an independent
hotel context A case study approach, International Journal of Contemporary
Hospitality Management Vol. 17 No. 1, pp. 39-50 q Emerald Group Publishing
Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110510577662
Naresh Khatri, 1999, Emerging issues in strategic HRM in Singapore, International Journal
of Manpower, Vol. 20 No. 8, 1999, pp. 516-529., # MCB University Press, 0143-7720
68
Nelson, J.B. 1996. The Boundaryless Organization: Implications for Job Analysis,
Recruitment, and Selection, Human Resource Planning. 39- 49.
Newman, K. L. 2000. Organization Transformation During Institutional Upheaval. Academy
of Management Review. 25(3). 602-619.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2006, Human Resources Management: Gaining a
Competitive Advantage, Fifth edition, Mc. Graw Hill, Irwin, New York.
N. D'Annunzio-Green, G.A. Maxwell, S. Watson,, 2000, Human resource issues in
international hospitality, travel and tourism: a snapshot, International Journal of
Contemporary Hospitality Management 12/3 [2000] 215±216 # MCB University
Press [ISSN 0959-6119]
Norma D’Annunzio-Green, 2008, Managing the talent management pipeline Towards a
greater understanding of senior managers’ perspectives in the hospitality and tourism
sector, School of Management and Law, Napier University, Edinburgh, UK,
International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, , pp.
807-819, q Emerald Group Publishing Limited, 0959-6119, DOI
10.1108/09596110810897628
Oracle® Human Resources Management Systems, Workforce Sourcing, Deployment, and
Talent Management Guide, Release 12, Part No. B31620-02, December 2006
Parminder Singh, 2009, Talent Management a key business process, www.citehr.com, 10
Agustus 2009
Paul A. Willie, Barrie Laver, Chandana Jayawardena Chandana Jayawardena, 2008,
Attracting and retaining quality human resources for Niagara’s hospitality industry ,
International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 20 No. 3, pp.
293-301 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810866109
Paul Barron , 2008, Education and talent management: implications for the hospitality
industry School of Marketing, Tourism and Languages, Napier University,
Edinburgh, UK, International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol.
20 No. 7, pp. 730-742 q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI
10.1108/09596110810897583
Paul, J. Phililips, 2002, Efficacy of Human Resources Managers as Change Agents, Walden
University, UMI Number: 3036971, http://www.proquest.com
Paul S Kirkbride, Management development: In search of a new role?, The Journal of
Management Development. Bradford: 2003. Vol. 22, Edisi 1/2; pg. 171, 10 pgs
Pauline Connolly and Geraldine McGing, 2007, High performance work practices and
competitive advantage in the Irish hospitality sector, International Journal of
Contemporary Hospitality Management Vol. 19 No. 3, 2007 pp. 201-210 q Emerald
Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110710739903
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata
Budaya.
Peter F Drucker, The Way Ahead, Executive Excellence. Provo: May 2004. Vol. 21, Edisi 5;
pg. 3, 1 pgs
Peter Goodge , 2008, HR As Business Partnering, CIPD, www.cipd.com, Revised October
2008, download 06 Agustus 2009
Peter Haynes, Glenda Fryer, 2000, Human resources, Service quality and performance: a case
study, International Journal of Contemporary Hospitality Management, 12/4 (2000)
240-248, MCB University Press , ISSN 0959-6119
Peters, Tom, 2006, Leaders As Talent Fanatics Leadership Excellence. Provo: Nov 2006.
Vol. 23, Iss. 11; pg. 12, 2 pgs
Phil Smith, Shaun Tyson, The talent challenge, Personnel Today. Sutton: Jun 28, 2005. pg.
15, 1 pgs
69
Philip Worsfold, 1999, HRM, performance, commitment and service quality in the hotel
industry, International Journal of Contemporary Hospitality Management 11/7 [1999]
340±348 MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Philmore Alleyne, Liz Doherty, Dion Greenidge, Philmore Alleyne, Liz Doherty, Dion
Greenidge, 2006, Approaches to HRM in the Barbados hotel industry, International
Journal of Contemporary Hospitality Management Vol. 18 No. 2, 2006 pp. 94-109 q
Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110610646655
Philip Worsfold , 1999, HRM, performance, commitment and service quality in the hotel
industry, , International Journal of Contemporary Hospitality Management, 11/7,
340±348, Cardiff Business School, Cardiff, Wales, UK
Rakesh Sharma and Jyotsna Bhatnagar,, 2009, Talent management – competency
development: key to global leadership, INDUSTRIAL AND COMMERCIAL
TRAINING j VOL. 41 NO. 3 2009, pp. 118-132, Q Emerald Group Publishing
Limited, ISSN 0019-7858
Randall S. Schuler dan Susan E.Jackson, 1998, Personnel and Human Resource
Management, 5th Edition. West Publishing Company. USA
Rashmi Biswas and Catherine Cassell , 1996, Strategic HRM and the gendered division of
labour in the hotel industry: A case study, , Personnel Review, Vol. 25 No. 2, 1996,
pp. 19-34., © MCB University Press, 0048-3486
Rebecca Clake, 2006, Reflections on Talent Management, www.cipd.co.uk/surveys, Change
agenda, 151 The Broadway London SW19 1JQ , Tel: 020 8612 6200 Fax: 020 8612 6201, Email: cipd@cipd.co.uk Website:
www.cipd.co.uk , Incorporated by Royal Charter Registered charity no.1079797
Robert L Dilworth, Shaping HRD for the new millennium, Human Resource Development
Quarterly. San Francisco: Summer 2001. Vol. 12, Edisi 2; pg. 103, 2 pgs
Robert Morgan, Making the Most of Performance Management Systems, Compensation and
Benefits Review. Saranac Lake: Sep/Oct 2006. Vol. 38, Iss. 5; pg. 22, 7 pgs
Robbins, Stephen P. 2006. Organizational Behavior. 10th Edition. Prentice-Hall , Inc. New
Jersey
Rod Newing, Investing in an uncertain future, . Financial Times. London (UK): Nov 12,
2007. pg. 3
Saifuddin Anwar. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
Sammi Soutar, Beyond the Rainbow, Association Management. Washington: Apr 2004. Vol.
56, Edisi 4; pg. 26, 7 pgs
Sandra Watson and Norma D’Annunzio-Green , 1996, Implementing cultural change through
human resources: the elusive organization alchemy?, , International Journal of
Contemporary Hospitality Management 8/2, 25–30 © MCB University Press [ISSN
0959-6119]
Sandra Watson , 2008, Where are we now? A review of management development issues in
the hospitality and tourism sector Implications for talent management, , International
Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 20 No. 7, 2008, pp. 758-780
q Emerald Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596110810897592
Sekaran, Uma, 2003, Research Metods for Business: A Skill-Building Approach, Southern
Illinois University, John Wiley & Sons. Inc., New York
Setyanto P. Santosa, Kamis, 14 Pebruari 2002, Pengembangan Pariwisata Indonesia,
http://kolom.pasific.net.id/
Setyanto P. Santosa, Selasa, 13 Januari 2004, Mengenali Daya Saing Pariwisata Indonesia,
http://kolom.pasific.net.id/
Shane C. Blum, 1996, Organizational trend analysis of the hospitality industry: preparing for
change International Journal of Contemporary Hospitality Management 8/7, 20–32 ©
MCB University Press [ISSN 0959-6119]
Sharon Brockway, The art of business partnering, Strategic HR Review. Chicago: Sep/Oct
2007. Vol. 6, Edisi 6; pg. 32, 4 pgs
70
Snell, S & Dean, J, 1992, Integrated manufacturing and human resource management: A
human capital persfective, (3.TRAINING), (2.ACQUISITION STRATEGY OF HR
PRACTICES), Academy of management review, 35, 1107-1117.
Solimun. 2002. Multivarite Analysis, Structural Equation Modelling (SEM), Lisrel dan
Amos: Aplikasi di Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psikologi, Sosial, Kedokteran
dan agrokompleks. FMIPA Universitas Brawijaya Malang.
Sparrow, Paul, Chris Brewster and Hilary harris, 2004, Globalizing human resource
management, Taylor & Francis e-Library, New York, USA
Siu, V., Tsang, N. and Wong, S. (1997), “What motivates Hong Kong’s hotel employees?”,
Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 38 No. 5, pp. 44-9.
(1997)
Stephen Heinen,J, Colleen O'Neill, Managing talent to maximize performance, Employment
Relations Today. Hoboken: Summer 2004. Vol. 31, Iss. 2; pg. 67, 0 pgs
Steven L. Sizoo, 2001, The Effect of Intercultural Sensitivity on Employee Performance in
Cross-Cultural Service Encounters, Dissertation, Nova Southeastern University, UMI
Number: 3003326, http://www.proquest.com
Sudharma, I Nyoman , 2006, Kajian Terhadap Kinerja dan Pengembangan Karyawan
operasional Hotel Bali Hyatt, Buletin Studi Ekonomi, Volume 11 Nomor 1 Tahun
2006, Terakreditasi Nomor: 34/DIKTI/Kep/2003 ISSN1410-4628, pp.34-45.
Susan Heathfield, Performance Appraisals Don't Work-What Does?, . The Journal for Quality
and Participation. Cincinnati: Spring 2007. Vol. 30, Iss. 1; pg. 6, 5 pgs
Taleo, 2006, Customers Achieve Dramatic Improvements in Business Performance With
Talent Management,. PR Newswire, New York: Jan 25, 2006. pg. 1,
http://proquest.umi.com/
Tb.Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala Hubeis. 2007 . Manajemen Mutu SDM.
PTGhalia Indonesia.
Thompson, Arthur, A, Jr., A.J.Strickland III, John E. Gamble, 2007, Crafting and Executing
Stategy: The Quest for Competitive Advantage, Concepts & Cases, 2007, McGraw
Hill , New York, USA.
Tom Baum, 2008, Implications of hospitality and tourism labour markets for talent
management strategies, Department of Hospitality and Tourism, Univ of Strathclyde,
Glasgow, UK, International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol.
20 No. 7, 2008, pp. 720-729, q Emerald Group Publishing Limited,
Torraco, R.,& Swanson, R, (1995), The Strategic Roles of Human Resource Development,
Human Resource Planning, 18(4), 10-22
Ulrich, Dave, 1997, Human Resources Champion: The Next Agenda for Adding value and
delivering Results, Harvard Business Shool Press, Boston.
Ulrich D (1998) A New Mandate for Human Resource. Harvard Business Review January-
February 1998, pp.125-134
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional Pariwisata
Undang-Undang RI, Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025.
Wahab, S. 1996. Manajemen Kepariwisataan. Alih bahasa Drs. Gromang F. PT Pradya
Paramita, Jakarta.
Watson Wyatt Worldwide, 2007, Study of HR best practices, available at: www. watson
wyatt.com
Wikipedia , http://en.wikipedia.org/wiki/Talent_management, Talent management, the free
encyclopedia, 17 January 2008
Wuryastuti Sunario, 16 April 2008 12:29, Perlu Manajemen Handal untuk Tingkatkan Daya
Saing Pariwisata Indonesia, Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu,
http://www.melayuonline.com
Glosari
71