Anda di halaman 1dari 10

Analisis Konsumsi Rokok Dalam Konsumsi Menurut Pandangan Islam

Adelia Ayu Armaya1, Sofatun Nisa2


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
e-mail: adeliaarmaya21@gmail.com1 , sofatunnisa432@gmail.com2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan islam tentang


konsumsi rokok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian sekunder.
Konsumsi rokok di indonesia mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak signifikan
setiap tahunnya. Terdapat beberapa pandangan islam tentang konsumsi rokok, yang pertama
haram, karena akan memberikan kemudharatan kepada orang lain yang tidak merokok. yang
kedua makruh atau diperbolehkan, karena mempertimbangkan faktor ekonomi dan
kemashlahatan dari beberapa pihak yang kehidupan ekonomi keluarganya ditopang oleh
produksi rokok, seperti petani tembakau dan buruh pabrik rokok.

Kata Kunci : Konsumsi, Rokok, pandangan islam

PENDAHULUAN
Konsumsi merupakan bagian yang sangat vital dari kegiatan ekonomi bagi kehidupan
manusia. Konsumsi adalah kodrat manusia untuk bertahan hidup. Jika manusia masih berada
dalam fitrah yang suci,maka manusia sadar bahwa konsumsi memiliki keterbatasan baik dari
segi kemampauan harta maupun apa yang akan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhannya.
Konsumsi (consumtif) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidup yaitu sandang, pangan dan papan. Jika dilihat secara
spesifik, maka sering kali konsumsi hanya sebatas pola makan dan minum saja. Namun, jika
cakupan konsumsi diperluaskan ditemukan konsep bahwa konsumsi merupakan segala
aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan atas penggunaan suatu produk
sehingga mengurangi atau menghabiskan daya guna produk tersebut.
Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung / dibungkus dengan
kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap
seseorang setelah dibakar ujungnya. Rokok juga termasuk zat adiktif karena dapat
menyebabkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) bagi orang yang
menghisapnya. Dengan kata lain, rokok termasuk golongan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Ada beberapa pendapat mengenai hukum rokok
menurut para ulama di Indonesia, yaitu: Merokok adalah mubah atau boleh karena rokok
dipandang tidak membawa mudarat, merokok adalah makruh karena rokok membawa
mudarat relatif kecil yang tidak siginfikan untuk dijadikan dasar hukum haram, Merokok
adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang banyak membawa mudarat.

Konsumsi rokok merupakan suatu aktivitas sebagai respon terhadap pengaruh


eksternal yang mengakibatkan seseorang untuk merokok (Aula, 2010). Pada awalnya
konsumsi rokok dianggap sebagai suatu kebiasaan, tetapi sekarang ini konsumsi rokok telah
menjadi tobacco dependency, yang berarti penggunaan tembakau yang menetap atau
konsumsi dengan ukuran melebihi normal (Sodik, 2018). Perokok aktif merupakan seseorang
yang mengonsumsi rokok secara langsung dan dapat memberikan bahaya bagi diri sendiri
dan orang lain. Perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok tetapi menghirup asap
rokok di sekitarnya. Mengonsumsi rokok dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan,
seperti kanker, penyakit jantung, bronchitis, dan gangguan kehamilan. Perokok aktif memiliki
risiko terkena penyakit terkait rokok dua kali lebih besar dibandingkan perokok pasif.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sekunder. Penelitian sekunder
merupakan metode penelitian yang melibatkan penggunaan data yang sudah ada. Data
tersebut diringkas dan disusun Kembali untuk meningkatkan efektivitas penelitian. Penelitian
sekunder meliputi bahan penelitian yang sudah diterbitkan dalam laporan penelitian dan
dokumen sejenis. Dokumen – dokumen tersebut dapat disediakan oleh perpustakaan umum,
situs web, data hasil survei dan lain sebagainya.

HASIL & PEMBAHASAN


a. Konsumsi rokok di Indonesia
Laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB) Kementerian Keuangan
menunjukkan, jumlah konsumsi
rokok masyarakat Indonesia
sebanyak 322 miliar batang pada
2020. Jumlah ini menurun 9,7%
dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 356,5 miliar
batang. Menurut instansi tersebut,
konsumsi rokok menurun akibat harga rokok yang naik pada 2020. Selain itu,
kontraksi pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi angka konsumsi rokok nasional
sepanjang tahun lalu.

Secara tren, jumlah konsumsi rokok masyarakat Indonesia cenderung menurun


meski angkanya sempat melonjak tinggi pada 2019. Tercatat, jumlah konsumsi rokok
pada 2019 naik 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 331,9 miliar
batang. Dalam enam tahun terakhir, konsumsi rokok terendah tercatat pada 2018.
Sementara, konsumsi rokok tertinggi pada 2019. Kementerian Keuangan sepakat
untuk kembali menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 12% pada tahun depan.
Kenaikan tarif ini lebih kecil dibanding kenaikan dalam dua tahun terakhir, yakni
pada 2020 sebesar 12,5% dan tahun 2019 sebesar 23%.

b. Konsumsi menurut pandangan islam


Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para pakar
ekonom, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga
memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional
adalah tujuan Pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus
memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah.
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah
kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan
kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari
konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.
Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di
antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya
(resources) yang dimilikinya. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam
setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh
karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi
manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga
mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk
beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengonsumsi sesuatu dengan niat untuk
meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan menjadikan
konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan pahala. Sebab
hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub)
kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika dimaksudkan untuk menambah
potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam ekonomi islam, konsumsi dinilai
sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya dalam
merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam penciptaan manusia, yaitu
merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya sesuai dengan firman
Allah. Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan
kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah
mengonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus
mendapatkan manfaat darinya.
Di dalam konsep Islam dikenal lima prinsif dalam konsumsi. Pertama, prinsif
keadilan. Kedua, prinsif kebersihan. Ketiga, prinsif kesederhanaan. Keempat, prinsif
kemurahan hati. Kelima, prinsif moralitas. Jelaslah bahwa dalam perspektif Ekonomi
Syari'ah, konsumsi pada hakikatnya adalah manifestasi dari pengabdian kepada Allah.
Dalam konteks ini Umar Ibn Al-Khattab pernah berkata, "Hendaklah kamu
sederhanakan dalam makanan kamu, karena kesederhanaan lebih dekat kepada
perbaikan, lebih jauh dari pemborosan, dan lebih menguatkan dalam beribadah
kepada Allah SWT.
Tidak kalah menariknya, pada aspek lain, konsumsi dalam ekonomi Syari'ah
bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan individu sebagai konsumen dalam rangka
memenuhi perintah Allah, tetapi lebih jauh berimplikasi terhadap kesadaran
berkenaan dengan kebutuhan orang ain. Oleh karenanya dalam konteks adanya
keizinan untuk mengkonsumsi neki yang diberikan oleh Allah, sekaligus terpikul
tanggung jawab untuk memberikan perhatian terhadap keperluan hidup orang-orang
yang tidak punya, baik yang tidak meminta (al-qani), maupun yang meminta (al-
mu'tar), bahkan untuk orang-orang yang sengsara (al-bais) dan fakir miskin (QS Al-
Hajj:28, 36). Tegasnya, perilaku konsumsi Islam di samping mempertimbangkankan
maslahat, juga mengedepankan infaq dan sadaqah.
Dalam catatan penutupnya, Prof. Amiur menuliskan bahwa, kepe- dulian
terhadap orang-orang yang tidak berdaya baik secara kultural (al- dhu'afa) maupun
struktural (al-mustadh'afin) adalah bahagian yang sangat penting diperhatikan. Itulah
sebabnya pesan konstitusi yang termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27
menegaskan bahwa semua warga negara harus mendapatkan kehidupan yang layak,
dan pasal 33 menegaskan bahwa sumber alam yang berkaitan dengan bumi, air dan
udara harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebanyak-banyaknya
kemakmuran rakyat. Agar dapat dikonsumsi secara wajar dan terjangkau oleh rakyat,
penguasaannya sudah barang tentu berada dalam kebijakan yang tepat. Dalam
kerangka keperluan konsumsi itulah, dalam sabda Rasulullah juga ditegaskan bahwa,
"Manusia bersekutu dalam tiga macam benda, yaitu, rumput, air dan api."
Demikianlah ajaran konsumsi di dalam Alquran. Alquran tidak hanya
menganjurkan kita untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari- hari namun tetapi
harus memperhatikan kebutuhan kita. Bukan sekedar memenuhi apa yang diinginkan.
Tidak kalah menariknya, Alquran juga telah menggariksn etika konsumsi yang sangat
agung. Jika ajaran konsumsi Alquran diikuti maka apa yang kita konsumsi tidak
hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan kita sendiri

c. Kajian Metodologis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Rokok


Landasan hukum yang dipergunakan MUI dalam mengeluarkan fatwanya
adalah Alquran, Sunnah, kaidah fiqhiyyah dan beberapa penjelasan dari pakar yang
mengerti dan paham tentang permasalahan dan bahaya rokok seperti Komnas
Perlindungan Anak, Departemen Kesehatan dan pihak Kepolisian. Fatwa ini juga
mempertimbangkan hukum merokok dari negara-negara lain yang telah
mengharamkannya, seperti negara Mesir, Yordania, Yaman dan Syiria. Landasan
hukum ini sesuai dengan petunjuk dan pedoman dalam pembuatan fatwa yang
dikeluarkan oleh MUI sendiri. MUI dalam landasan hukumnya mengutip dua ayat
Alquran yaitu surah al-A’raf ayat 157 dan surah al-Isra’ ayat 26-27, satu hadis
Rasulullah saw dan tiga kaidah fiqhiyyah.
Dari penelitian yang mendalam tentang fatwa yang dikeluarkan MUI untuk
membatasi pengharaman rokok kepada pihak-pihak tertentu yaitu di tempat umum,
ibu hamil dan anak kecil memiliki landasan argumen yang kuat, sama seperti
kemakruhan untuk yang lainnya dengan berbagai alasan dan argumennya. Faktor-
faktor yang mendorong MUI membatasi pelaksanaan fatwa keharaman rokok bagi ibu
hamil dan anak kecil, selain berdasarkan pada dalil dari Alquran dan Sunnah, juga
berdasarkan pada bahaya yang nyata dan jelas dari berbagai penelitian dan fakta di
lapangan tentang pengaruh rokok bagi kesehatan ibu hamil dan anak kecil. Keduanya
telah memenuhi unsur dharar (bahaya) yang telah masuk ke dalam kategori haram dan
ini disepakati oleh seluruh peserta ijtima’ Ulama III.
Selain itu di tempat umum juga difatwakan haram karena akan memberikan
kemudharatan kepada orang lain yang tidak merokok, sementara dalam sunnah
Rasulullah saw dilarang untuk memudharatkan diri sendiri apalagi orang lain.
Keharaman merokok bagi pengurus MUI adalah dalam rangka qudwah dan dorongan
moril terhadap fatwa yang telah dikeluarkan. Sedangkan bagi yang lainnya
dimakruhkan karena mempertimbangkan faktor ekonomi dan kemashlahatan dari
beberapa pihak yang kehidupan ekonomi keluarganya ditopang oleh produksi rokok,
seperti petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Diharapkan fatwa ini adalah sebagai
langkah awal dan proses bertahap dalam penetapan hukum keharaman merokok
secara menyeluruh.

d. Konsumsi rokok dalam konsumsi menurut pandangan islam


Siapa yang meniliti dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa
hukum rokok itu haram, demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya
pendapat sebagian kyai saja (-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani
mengharamkan sehingga ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang
mengatakan mubah. Padahal jika kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak
pernah mengatakan demikian, termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu
ulama Syafi’iyah. Ulama Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis
Sholihin dan Al Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok.
Begitu pula ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim
Al Ghozi, Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.
Qalyubi (Ulama mazhab Syafi’I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab
Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, jilid I, hal. 69, “Ganja dan segala obat bius
yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh
karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena
rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya“.
Ulama madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun
mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram.
Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum
Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali
‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.

Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.


Allah Ta’ala berfirman,

‫َو اَل ُتْلُقوا ِبَأْيِد يُك ْم ِإَلى الَّتْهُلَك ِة‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al


Baqarah: 195).

Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak


seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit
jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem
reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ال َض َرَر وال ِض راَر‬

“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu
pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi
6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain
dan rokok termasuk dalam larangan ini. Perlu diketahui bahwa merokok pernah
dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok
dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para
ulama mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang
menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat
merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang
menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh


Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa
segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman
Allah,

‫ُهَو اَّلِذ ي َخ َلَق َلُك ْم َم ا ِفي اَأْلْر ِض َجِم يًعا‬

“Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu“. (QS. Al
Baqarah: 29).
Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi
ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.
Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah
hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau
mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan
membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

‫َو اَل َتْقُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ِإَّن َهَّللا َك اَن ِبُك ْم َر ِح يًم ا‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha


Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa: 29).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh,
karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan
dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap,
berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ َفِإَّن اْلَم اَل ِئَكَة َتَتَأَّذ ى‬،‫َم ْن َأَك َل اْلَبَص َل َو الُّثوَم َو اْلُك َّراَث َفاَل َيْقَرَبَّن َم ْس ِج َدَنا‬

‫ِمَّم ا َيَتَأَّذ ى ِم ْنُه َبُنو آَد َم‬

“Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats,
maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu
dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)“. (HR. Muslim no.
564).

Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya
sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di
antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,

‫َو اَل ُتْلُقوا ِبَأْيِد يُك ْم ِإَلى الَّتْهُلَك ِة‬


“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al
Baqarah: 195).

KESIMPULAN

Konsumsi rokok di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain


faktor sosial ekonomi dan demografi. Tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
status pekerjaan signifikan berpengaruh terhadap probabilitas perokok berat.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung sulit untuk
mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang bahaya merokok sehingga pada
saat pelajar mulai merokok mereka akan meningkatkan konsumsinya. Pekerjaan
sektor formal memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan sektor
informal. Hal ini menyebabkan tingkat stres yang memengaruhi psikologis seseorang
sehingga memutuskan untuk mengkonsumsi rokok untuk mencari kesenangan.
Pendapatan akan selalu berkaitan dengan konsumsi. Dalam hal ini rokok merupakan
barang normal. Adanya peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan
permintaan barang tersebut. Belanja rokok yang semakin besar akan mengurangi
kemampuan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya
pendidikan anak, biaya kesehatan, dan upaya meningkatkan gizi anak-anak dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Cindy Mutia Annur,(2021),Berapa Jumlah Konsumsi Rokok Masyarakat Indonesia Per


Tahun? diakses pada 11 juni 2023 dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/15/berapa-jumlah-konsumsi-rokok-
masyarakat-indonesia-per-tahun
Fadilah, N. (2020). Teori Konsumsi, Produksi dan Distribusi dalam Pandangan
Ekonomi Syariah. Salimiya: Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, 1(4), 17-39.
Nizamie, G. V., & Kautsar, A. (2021). Kajian Ekonomi & Keuangan
Muhammad Abduh Tuasikal,(2011),Merokok Itu Haram, diakses pada 11 juni 2023
dari Pustaka.unand.ac.id
Tarigan, A. A. (2017). Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi: Tela’ah Atas Simpul-Simpul Ekonomi Dan
Bisnis Dalam Al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai