Anda di halaman 1dari 37

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

“Teknologi Formulasi Sediaan Suspensi”


Dosen Pengampu : apt. Dra. Nurul Akhatik, M.Si.

Kelas Reguler C Kelompok 5

Disusun Oleh :

Enggeriani (23340248)

Meigy Deby Lestari (23340249)

Salsabila Ayuningtyas S. (23340250)

Dita Syahria Fitri (23340251)

Yunisa Simehate (23340252)

Dita Masruroh (23340253)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2024
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................1

1.1. Syarat Sediaan Suspensi..................................................................................... 1

1.2. Komponen Umum Sediaan.................................................................................2

1.3. Proses Pembasahan.............................................................................................8

1.4. Metode Pembuatan............................................................................................. 9

1.5. Ketidakstabilan................................................................................................. 16

1.6. Quality Control................................................................................................. 17

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 21

2.1. Review Jurnal Suspensi.................................................................................... 21

2.2. Review Jurnal Nanosuspensi............................................................................ 25

BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 31

3.1. Kesimpulan....................................................................................................... 31

3.2. Saran................................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................32

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Syarat Sediaan Suspensi


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat, merupakan
sistem heterogen yang terdiri dari dua fase yaitu fase internal yang berupa bahan
obat padat, tidak larut dan berukuran lebih besar dari 0,1 mikron dan terdispersi
dalam fase eksternal (kontinyu) yang berupa cairan (air atau minyak) yang dapat
ditujukan untuk absorbsi fisiologis atau fungsi penyalutan eksternal maupun
internal.
Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang
diinginkan:
1. Zat yang tersuspensi tidak boleh cepat mengendap.
2. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak
boleh membentuk suatu gumpalan padat tetapi harus dengan cepat
terdispersi kembali menjadi suatu campuran homogen bila wadahnya
dikocok dari botolnya atau untuk mengalir melewati jarum injeksi.
3. Untuk cairan obat luar, produk tersebut harus cukup cair sehingga dapat
tersebar dengan mudah ke seluruh daerah yang sedang diobati tetapi juga
tidak boleh sedemikian mudah bergerak sehingga mudah hilang dari
permukaan dimana obat tersebut digunakan.
4. Cairan tersebut dapat kering dengan cepat dan membentuk suatu lapisan
pelindung yang elastis sehingga tidak akan mudah terhapus, juga harus
mempunyai warna dan bau yang enak.

Bentuk sediaan suspensi farmasi dapat diterima jika menunjukkan ciri-ciri yang
menonjol di bawah ini:
1. Partikel obat yang tersuspensi tidak boleh mengendap dengan cepat.
2. Partikel yang mengendap di dasar wadah tidak boleh membentuk kue yang
keras dan harus terdispersi kembali secara homogen setelah wadah dikocok.
3. Suspensi tidak boleh terlalu kental untuk dituangkan dari wadah.

2
4. Tampilannya harus halus dan elegan.
5. Harus stabil secara fisik dan kimia.
6. Harus mempunyai warna, bau dan rasa yang dapat diterima.
7. Suspensi untuk pemakaian luar (misalnya lotion), harus cukup cair agar
mudah menyebar pada kulit namun tidak meninggalkan permukaan kulit.
8. Suspensi yang dapat disuntikkan tidak boleh kehilangan efisiensinya selama
sterilisasi.
9. Ukuran partikel harus tetap konstan sepanjang periode penyimpanan.

1.2. Komponen Umum Sediaan


1. Komponen Suspensi Secara Umum
a. Bahan Pembasah
Bahan pembasah adalah bahan yang menurunkan tegangan
permukaan air sehingga menyebarkan tetesan ke permukaan dan
meningkatkan kemampuan penyebaran cairan. Permukaan hidrofilik
dengan cepat dibasahi oleh air, namun cairan non-polar melembabkan
senyawa hidrofobik. Pembasahan dengan air tergantung pada
hidrofilisitas bahan. Ketidakmampuan pembasahan berarti adanya
tegangan antarmuka yang kuat antara cairan dan partike. Dalam
pembuatan suspensi farmasi, bahan aktif permukaan nonionik
digunakan sebagai pengganti surfaktan ionik karena bahan tersebut
tidak kompatibel dengan beberapa bahan pembantu dan menyebabkan
perubahan pH. Mereka mempunyai nilai HLB antara 7 sampai 10. Jika
nilai HLB tinggi maka ia bertindak sebagai agen pembentuk.

b. Bahan Pendeflokulasi
Bahan pendeflokulasi adalah garam organik polimerisasi dari
asam sulfonat dari kedua tipe alkil aril atau aril alkil dapat mengubah
permukaan muatan dari partikel melalui absorbsi fisika. Polielektrolit
spesial ini mengikuti trade names “ Daxad (Dewey and almay chemical
Co, Cambridge, MA). Darvan(RT. Vanderbit Co., New York, NY),

3
Maras pere (Marathon Corp, Rothschild, Wi) dan orzan (Crown
zeiter-bach, camas, WA). Mekanisme aksinya tidak begitu dipahami,
tetapi polielektrolit ini ada dimana berfungsi memproduksi dan
meningkatkan muatan negatif yang sudah ada untuk membantu
meningkatkan pendispersian. Pengurangan gaya kohesif antara partikel
primer melalui gaya tolak menolak dari muatan sejenis membantu
menghancurkan flokulasi dan aglomerat dan juga membantu dispersi.
Tidak seperti surfaktan, bahan ini tidak menurunkan tegangan
antarmuka. Oleh karena itu, mereka tidak atau sedikit memiliki tendensi
untuk menghasilkan busa atau partikel basah. Kebanyakan deflokulan,
bagaimanapun secara umum tidak semuanya dianggap aman untuk
penggunaan internal dan sebagai hasilnya, pendispersi yang hanya
dapat terdispersi untuk produk internal adalah lecithin (secara alami
terjadi campuran dari fosfomida dan fosfolipida), yang berhubungan
dengan aktivitas untuk mendeflokulasi yang dijelaskan di atas. Lecithin
adalah substansi yang alami terjadi dan bervariasi dalam kelarutan
airnya dan sifat kemampuan terdispersinya agar memperoleh hasil yang
reprodusibel, spesifikasi bahan mentah yang pantas dari lecithin harus
dikontrol ketat.

c. Bahan Penflokulasi
Bahan penflokulasi dapat berhubungan bersama dalam agregat
bebas atau flokulasi. Bahan ini dapat dibagi dalam beberapa kelas yaitu
surfaktan, polimer hidrofilit, clays dan elektrolit:
1) Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai flokulasi.
Konsentrasinya antara 0,001% sampai 1,0% (w/v). Surfaktan non
ionik lebih diinginkan karena kekompakan kimianya dengan
berbagai komposisi ajuvan. Bahan pengflokulasi mungkin berasal
dari bahan basah konsentrasi yang berlebih menghasilkan rasa
yang buruk, berbusa dan caking.

4
2) Polimer hidrofilik digunakan secara luas sebagai bahan
penflokulasi. Bahan yang memiliki berat molekul yang besar
dengan rantai karbon dan termasuk banyak bahan yang
konsentrasi yang tinggi (>0,1 %) digunakan sebagai bahan
pensuspensi. Gum xanthum digunakan sebagai flokulat
sulfaguanidin, bismuth subcarbonat, dan obat lainnya. Polimer
hidrofolik memiliki aksi sebagai pelindung koloid untuk
mencegah caking dan sebagai bahan penflokulasi membentuk
flokulasi bebas. Penggunaan tunggal sulfaktan atau dalam
kombinasi dengan pelindung koloid bersama dengan pembawa
berstruktur, dilaporkan sebagai metode flokulasi yang umum dan
berhasil. Bentonite pada 1,7 % menghasilkan flokulasi yang
sangat baik dari suspensi bismuth subnitrat.
3) Clays pada konsentrasi ≥ 0,1 % dilaporkan sebagai flokulasi yang
berhasil pada kebanyakan obat yang tersuspensi dalam basis
syrup atau sorbitol.
4) Elektrolit dapat meningkatkan flokulasi dan menurunkan
konsentrasi surfaktan seperlunya. Contohnya suspensi
sulfamerasin terflokulasi dengan Na-dodecyl polyoxyethylene
sulfat. Penambahan jumlah sodium klorida yang tepat,
meningkatkan flokulasi dan mengurangi konsentrasi surfaktan
yang dibutuhkan, elektrolit mungkin satu-satunya bahan
penflokulan rupanya tidak digunakan secara rutin dalam industri
namun memberikan arti dalam mencapai flokulasi yang optimum.

d. Bahan Pensuspensi
Bahan pensuspensi digunakan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat pengendapan. Formulator harus memilih bahan yang
paling tepat, baik digunakan tunggal maupun kombinasi dan pada
konsentrasi yang tepat. Faktor pertimbangan dalam pemilihan, meliputi
kemampuan pensuspensi dalam sistem; kompabilitas kimia dengan

5
semua bahan, khususnya bahan obat; pengaruh pH dalam obat; lamanya
waktu untuk hidrasi; penampilan; sumber; kemampuan memproduksi
kembali dari batch ke batch; dan harga. Tambahan suspensi: alkohol,
gliserin, PEG 400 dan 4000, larutan sorbitol, sirup, madu dan campuran
polihidro lain manolong dalam meningkatkan kualitas suspensi dan
memberikan reduksi dalam viskositas.
Bahan pensuspensi dibagi dalam kelas derivat selulosa, clays, gom
alam, gom sintetik, dan bahan miscellaneous.
1) Derivat Selulosa
Derivat selulosa adalah bahan semisintetik dan memiliki
sifat reprodusibilitas yang baik dari batch to batch. Selain
Na-CMC, bahan ini nonionik dan, oleh karenanya, secara kimia
cocok dengan banyak bahan. Sebagian besar tersedia dalam
beberapa tingkat viskositas yang berbeda. Bahan ini biasanya
memperlihatkan aliran pseudoplastis dan tidak memiliki nilai
yield. Bagaimanapun, mikrocrystallin dan serbuk selulosa tidak
larut air dan menghasilkan dispersi yang memperlihatkan aliran
plastis dan memiliki nilai yield.
2) Clays
Clay merupakan hidrat aluminium atau magnesium
silikat yang dalam hidrat air selanjutnya membentuk dispersi
koloidal yang kental. Clay menunjukkan tiksotropik dan sangat
berguna untuk menstabilkan suspensi. Bahan ini terdispersi dalam
air dengan perpotongan kurva yang tajam untuk dispersi dan
hidrasi yang optimum. Clay stabil antara pH 9 dan 11 tetapi dapat
digunakan kisaran yang lebih luas. Etanol dan elektrolit dapat
mengurangi viskositas bahan ini
3) Gom Alam
Gom alam adalah bahan pensuspensi yang umum.
Golongan ini termasuk eksudat tanaman, bibit atau akar, dan
ganggang laut. Bahan ini tidak toksik, mudah didapat dan tidak

6
mahal. Bahan ini larut air dan menghasilkan larutan dengan
viskositas tinggi. Kebanyakan bahan ini adalah anionik dan tidak
cocok dengan bahan-bahan kationik. Bahan ini cocok untuk
pertumbuhan bakteri dan jamur
4) Gom Sintetik
Bahan sintetik memiliki keuntungan keseragaman yang
baik dalam batch-batch dan tidak terkontaminasi mikroba.
Carbomer luas digunakan karena larutannya memiliki viskositas
yang tinggi dan nilai yield. Pada konsentrasi di atas 0,4%
membentuk gel. Povidon, yaitu polivinilpirollidon, seharusnya
digunakan dengan bahan pensuspensi lain karena memiliki
viskositas yang rendah. Gum sintetik sering digunakan sebagai
koloid pelindung.
5) Bahan Miscellaneous
Patis tidak luas digunakan tetapi dievaluasi sebanding
atau lebih baik daripada beberapa bahan pensuspensi, termasuk
alginat, tragakan, dan magnesium aluminium silikat. Glycyrrhizin
dilaporkan memiliki sifat pensuspensi yang baik. Larutannya
pseudoplastis dan menunjukkan thiksotropik. Gelatin mungkin
anionik atau kationik, tergantung pada pH medium dan tipe
gelatin. Interaksi antara bahan ini dan obat telah diteliti. Di
bawah kondisi yang tepat, bahan ini cocok dengan kebanyakan
bahan. Bahan ini memiliki keuntungan tetapi kurang seragam
dalam batch-to-batch (Tungadi, 2020).

e. Bahan Pengawet
Bahan Pengawet adalah senyawa yang mencegah formulasi dari
pertumbuhan mikroba. Idealnya bahan pengawet tidak beracun, tidak
terpengaruh oleh pH, tidak terserap oleh permukaan wadah dan harus
kompatibel dengan eksipien lainnya Efektivitas bahan pengawet
seharusnya dipertahankan dalam wadah kaca kedap udara. Pada wadah

7
plastik, permasalahan yang paling sering terjadi adalah bahan pengawet
menempel pada permukaan wadah plastic . Kombinasi dua atau lebih
bahan pengawet lebih menguntungkan dalam formulasi seperti kurang
toksik, spektrum aktivitasnya luas dan dapat digunakan dalam
konsentrasi lebih sedikit. Beberapa contoh bahan pengawet adalah
setrimida, propilen glikol, dinatrium edetat, asam benzoat, asam sorbat,
metil paraben, kalium sorbat dll.

2. Komponen Nanosuspensi
Komponen nanosuspensi pada dasarnya memerlukan bahan penstabil
atau surfaktan, sistem pelarut yang tepat dan bahan-bahan lain untuk
pembuatannya (Geetha et al., 2014).
1) Stabilisator
Stabilizer digunakan untuk membasahi permukaan partikel zat
terlarut atau obat dan memperlambat pematangan dan aglomerasi
Ostwald untuk memberikan stabilitas fisik yang tinggi yang selanjutnya
mencerminkan kinerjanya Stabilisator yang umum digunakan adalah
polisorbat (seri Tween/Span), povidon, selulosa, poloksomer, dan
lesitin.
2) Pelarut Organik
Pelarut organik umumnya digunakan dalam pembuatan
nanosuspensi jika teknologi mikroemulsi emulsi digunakan sebagai
templatnya. Pelaru-tpelarut ini sangat berbahaya secara fisiologis dan
lingkungan, namun masih ada beberapa pelarut yang tidak terlalu
berbahaya yang dapat larut dalam air seperti metanol, etanol,
kloroform, isopropanol, dan pelarut yang dapat bercampur sebagian
dengan air etil asetat, etil format, butil laktat, triasetin, propilena
karbonat, benzil alkohol digunakan dibandingkan diklorometana
(dilaporkan sebagai pelarut berbahaya konvensional
3) Bahan Tambahan Lain

8
Penggunaan bahan lain bergantung pada rute pemberian atau sifat
fisikokimia calon obat, namun beberapa bahan tambahan seperti buffer,
garam, poliol, dan krioprotektan osmogen biasanya digunakan.

1.3. Proses Pembasahan


Partikel obat hidrofobik harus dibasahi dengan benar agar dispersi seragam
dalam media lanjutan. Pembasahan sangat penting terlepas dari sifat fisik obat,
dapat menyebar atau tidak dapat menyebar. Partikel obat hidrofobik yang
terdistribusi halus dilapisi dengan lapisan udara yang mencegah dispersinya dalam
media eksternal. Jika partikel obat tidak dibasahi dengan baik, suspensi mungkin
menunjukkan stabilitas fisik yang buruk dan sifat disolusi yang buruk. Akibatnya,
bioavailabilitas obat dan kinerja in vivo menjadi sangat dipertaruhkan. Oleh karena
itu masalah pembasahan harus diatasi dengan tepat. Keterbasahan dicirikan oleh
sudut kontak cairan (biasanya air) dengan permukaan padat. Semakin kecil sudut
kontak, semakin besar keterbasahan zat padat tersebut (gbr. 6). Pembentukan
permukaan padat yang dibasahi dengan baik merupakan langkah mendasar dalam
pembentukan suspensi yang dapat diterima. Namun, keterbasahan suatu zat obat
dapat bervariasi tergantung bentuk kristal, kebiasaan kristal, kekasaran permukaan,
luas permukaan, porositas dan ukuran partikel.
Terdapat tiga macam bahan pembasah yang umum digunakan:
1. Surfaktan
Mekanisme surfaktan dengan mengurangi tegangan antarmuka antara
permukaan partikel padat yang tidak larut dan media air di sekitarnya. Hal
ini memungkinkan air mendekati permukaan padat dan terjadi pembasahan
surfaktan dapat bersifat anionik, kationik, amfoter, dan bahkan non-ionik.
Beberapa contohnya adalah polisorbat, ester sorbitan, dll.
2. Polimer Hidrofilik
Ketika polimer hidrofilik melapisi partikel padat yang tidak larut, sifat
hidrofilik polimer menyebabkan terjadinya pembasahan pada partikel.
Beberapa contoh polimer adalah akasia, turunan selulosa, tragakan, gom
akasia, alginat, pektin, karagenan, dll.

9
3. Cairan yang dapat Larut dalam Air
Terdapat pelarut/cairan tertentu yang dapat larut dengan air dan
mengurangi tegangan antarmuka udara cair. Kemudian cairan menembus
permukaan individu dan memudahkan pembasahan. Beberapa contohnya
adalah alkohol, gliserin, propilen glikol, dll.

1.4. Metode Pembuatan


1. Metode Pembuatan Suspensi secara Umum
a. Dispersi
Serbuk yang terbagi harus didispersi dalam cairan pembawa. Umumnya
sebagai cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi yang
penting adalah partikel-partikel harus terdispersi benar di dalam fase air.
Mendispersi serbuk yang tidak larut dalam air kadang-kadang sukar. Hal
ini disebabkan karena adanya udara, lemak dan lain-lain kontaminan
pada permukaan serbuk.

b. Presipitasi
Dengan pelarut organik dilakukan dengan zat yang tidak larut dalam air
dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat dicampur dengan air,
lalu ditambahkan air suling dengan kondisis tertentu. Pelarut organik
yang digunakan adalah etanol, metanol, propilenglikol dan gliserin. Yang
perlu diperhatikan dengan metode ini adalah kontrol ukuran partikel
yaitu terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal (Anief, 1993).

2. Metode Pembuatan Nanosuspensi


Secara teknis sediaan nanosuspensi merupakan alternatif yang lebih
sederhana dibandingkan liposom dan pembawa obat koloid konvensional
lainnya namun dilaporkan lebih hemat biaya. ini terutama untuk obat-obatan
yang sukar larut dan untuk menghasilkan produk yang secara fisik lebih
stabil. Untuk pembuatan nanosuspensi ada dua metode yang berlawanan,
“Teknologi proses top-down” dan “Teknologi proses bottom-up”. Proses

10
top-down mengikuti pendekatan disintegrasi dari partikel besar,
mikropartikel hingga partikel berukuran nano. Contohnya adalah
homogenisasi tekanan tinggi dan penggilingan media (Nanocrystals).
Proses bottom-up adalah metode perakitan membentuk nanopartikel dari
molekul. Contohnya meliputi metode pelarut-antisolvent, proses fluida
superkritis, teknik penguapan pelarut emulsifikasi dan mikro-emulsi
(Tungadi, 2020). Teknik prinsip yang digunakan baru-baru ini tahun untuk
menyiapkan nanosuspensi adalah:
I. Homogenisasi Tingkat Tinggi
Metode yang paling banyak digunakan untuk menyiapkan
nanosuspensi dari banyak obat yang sukar larut dalam air. Metode ini
melibatkan tekanan sebuah suspensi yang mengandung obat dan
penstabil melalui katup lubang kecil dibawah tekanan.
Pertama-tama, serbuk bahan obat didispersikan dalam larutan
penstabil (pra suspensi), dan kemudian pra suspensi dihomogenisasi
dalam homogenizer bertekanan tinggi. Pada tekanan rendah untuk
premilling, dan dihomogenisasi pada tekanan tinggi selama 10
hingga 25 siklus hingga terbentuk nanosuspensi dengan ukuran yang
diinginkan. Berbagai metode dikembangkan berdasarkan prinsip ini
untuk persiapan nanosuspensi adalah Dissocube, Nanopure,
Nanoedge dan Nanojet.
a. Homogenisasi dalam media berair (Dissocube):
Teknologi ini dikembangkan oleh R.H. Muller
menggunakan homogenizer tekanan tinggi tipe celah piston
pada tahun 1999. Dalam metode ini, suspensi yang
mengandung obat dan surfaktan dipaksa berada di bawah
tekanan melalui katup bukaan berukuran nano pada
homogenizer bertekanan tinggi. Metode ini didasarkan pada
prinsip kavitasi. Dispersi yang ada dalam silinder berdiameter
3 cm tiba-tiba melewati celah yang sangat sempit yaitu 25µm.

11
Menurut hukum Bernoulli, volume aliran zat cair dalam sistem
tertutup per penampang adalah konstan.
Dissocubes beroperasi pada tekanan tinggi hingga 1500
bar di mana suspensi melewati celah kecil. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan dinamis dan penurunan
tekanan statis yang mengurangi titik didih air menjadi suhu
kamar karena pengurangan diameter dari 3 cm sampai 25 µm.
Kemudian air mulai mendidih pada suhu kamar dan
membentuk gelembung gas, yang meledak ketika suspensi
meninggalkan celah (disebut kavitasi) dan tekanan udara
normal tercapai. Gaya kavitasi partikel cukup tinggi untuk
mengubah mikropartikel obat menjadi nanopartikel.

Gambar 1.1. Homogenisasi Tekanan Tinggi

Keuntungan:
1. Tidak menyebabkan erosi pada bahan olahan.
2. Hal ini berlaku untuk obat-obatan yang sukar larut dalam
media berair dan organik.
Kekurangan:
1. Diperlukan pra-pemrosesan seperti mikronisasi obat.
2. Diperlukan instrumen mahal sehingga dapat
meningkatkan biaya bentuk sediaan.

12
b. Homogenisasi dalam Media Non-Air
Nanopure adalah suspensi yang dihomogenisasi media
bebas air atau campuran air sejenisnya PEG 400, PEG 1000,
dll. Homogenisasi dapat dilakukan pada suhu ruangan, suhu
beku (0) dan di bawah titik beku (-20), oleh karena itu dikenal
sebagai homogenisasi “deep freeze”.
c. Nanoedge
Teknologi nanoedge dikembangkan oleh Muller et al.
yang memiliki prinsip dasarnya kombinasi antara presipitasi
(pengendapan partikel obat) dan homogenisasi tekanan tinggi.
Umumnya teknik ini melibatkan dua pencampuran larutan
yang berbeda. Obat ini dilarutkan dalam pelarut organik yang
larut dengan air dan membentuk fase organik. Stabilisator
dilarutkan dalam fase berair dimana obat tidak larut.
Pencampuran dua larutan ini menyebabkan pengendapan
partikel obat dimana langkah terakhir dari proses ini adalah
homogenisasi bertekanan tinggi. Kerugian utama dari teknik
presipitasi seperti pertumbuhan kristal, namun dengan
penggunaan teknologi nanoedge, stabilitas jangka panjang
dapat diatasi. Partikel dengan ukuran lebih kecil sehingga
stabilitas yang lebih baik dapat dicapai. Nanosuspensi
itrakonazol adalah contoh dari “Nanoedge Teknologi”.
d. Nanojet
Disebut juga sebagai teknologi aliran berlawanan,
menggunakan ruang di mana aliran suspensi dibagi menjadi
dua bagian atau lebih, yang saling koloid pada tekanan tinggi,
karena gaya geser yang tinggi.

II. Teknik Pengilingan


a. Milling Media

13
Metode ini pertama kali dikembangkan dan dilaporkan
oleh Liversidge (1992). Nanosuspensi dengan metode ini
dibuat dengan pabrik media geser tinggi. Ruang penggilingan
diisi dengan media penggilingan, air, obat dan penstabil dan
diputar dengan kecepatan geser yang sangat tinggi ke bawah
suhu terkontrol setidaknya 2-7 hari. Milling media tersusun
dari kaca, zirkonium oksida atau resin polistiren yang
berikatan silang tinggi. Gaya geser berenergi tinggi terbentuk
akibat dampak milling media dengan obat yang mengakibatkan
pecahnya obat mikro partikel menjadi partikel berukuran nano.

Gambar 1.2. Media Milling

b. Co-grinding Milling
Saat ini banyak nanosuspensi yang dibuat dengan teknik
penggilingan kering. Penggilingan kering dapat dilakukan
dengan mudah dan ekonomis serta dapat dilakukan tanpa
pelarut. Sifat fisikokimia organik dan dalam kelarutan obat
yang sukar larut air ditingkatkan dengan Co-grinding karena
peningkatan polaritas permukaan dan transformasi dari obat
kristalin menjadi obat amorf.

14
III. Solvent Emulsification Evaporation
Teknik ini melibatkan penyiapan larutan obat yang diikuti
dengan pembuatannya emulsifikasi dalam cairan lain yang bukan
merupakan pelarut obat. Penguapan pelarut menyebabkan
pengendapan obat. Pertumbuhan kristal dan agregasi partikel dapat
dikontrol dengan menciptakan gaya geser tinggi menggunakan
pengaduk berkecepatan tinggi.

Gambar 1.3. Solvent Emulsification Evaporation

IV. Presipitasi
Dalam dekade terakhir, presipitasi telah diterapkan untuk
menyiapkan partikel submikron, terutama untuk obat yang sukar
larut. Obat dilarutkan terlebih dahulu dalam suatu pelarut, kemudian
larutan ini dicampur dengan anti pelarut yang dapat bercampur
dengan adanya surfaktan. Penambahan cepat larutan obat ke
antisolvent menyebabkan supersaturasi obat secara tiba-tiba dan
pembentukan padatan obat berbentuk kristal ultra halus atau amorf.

15
Gambar 1.4. Presipitasi

V. Supercritis Fluida (SCF)


Pengurangan ukuran partikel lebih banyak dicapai melalui
teknologi pelarutan dan nanosizing melalui proses SCF. SCF adalah
cairan padat tak terkondensasi yang suhu dan tekanannya lebih besar
dari suhu kritis (Tc) dan tekanan kritis (Tp). Proses ini
memungkinkan mikronisasi partikel obat ke tingkat submikron.
Kemajuan terkini dalam SCF.
Prosesnya adalah membuat suspensi nanopartikel dengan
ukuran partikel berdiameter 5 hingga 2000 nm. Rendahnya kelarutan
obat dan surfaktan yang sulit larut dalam air dalam CO2 superkritis
dan tekanan tinggi yang diperlukan untuk proses ini membatasi
kegunaan teknologi ini dalam industri farmasi.

VI. Melt Emulsification


Metode ini sudah digunakan untuk menyiapkan nanopartikel
lipid padat (solid lipid nanoparticle). Kocbek et al. adalah penulis
pertama yang menggunakan lelehan teknik emulsifikasi untuk
menyiapkan nanosuspensi ibuprofen 100 nm dengan eksipien alami

16
seperti Tween 80 dan polyvinylpyrrolidone. Langkah pertama dalam
emulsifikasi leburan melibatkan pendispersi obat dalam larutan
dengan stabilisator. Kedua, nanosuspensi dipanaskan di atas titik
leleh obat dan dihomogenkan dengan kecepatan tinggi dengan
homogenizer untuk menghasilkan emulsi. Selama prosedur ini suhu
harus dikontrol dan dipertahankan di atas titik leleh obat.
Langkah terakhir dari metode emulsifikasi peleburan adalah
pendinginan emulsi ke suhu yang sesuai, baik pada suhu kamar atau
dalam ruangan pendingin. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran
partikel termasuk konsentrasi obat dan zat penstabil, jenis stabilizer,
dan kondisi pendinginan. Bebas pelarut Nanosuspensi yang
disiapkan sangat penting dari sudut pandang toksisitas. Karena itu,
keuntungan dari metode ini lebih dari metode difusi pelarut adalah
penghindaran Pelarut organik. Nanosuspensi Ibuprofen disiapkan
dengan teknik ini telah dilaporkan meningkatkan laju disolusi lebih
dari 65% setelah 10 menit dibandingkan dengan hanya 15% untuk
ibuprofen yang mikron dilarutkan dengan periode yang sama
(Geetha et al., 2014).

1.5. Ketidakstabilan
Besarnya luas permukaan partikel yang diakibatkan oleh mengecilnya zat
padat berhubungan dengan energi bebas permukaan yang membuat sistem tersebut
tidak stabil secara termodinamik, dimana dimaksudkan di sini bahwa
partikel-partikel tersebut berenergi tinggi dan cenderung untuk mengelompok
kembali untuk mengurangi luas permukaan total dan memperkecil energi bebas
permukaan. Oleh karena itu, partikel- partikel dalam suspensi cair cenderung untuk
berflokulasi.
a. Suspensi terflokulasi
Flokulasi adalah suatu arsitektur yang dihasilkan dari penurunan
gaya tolak- menolak listrik antara partikel-partikel suspensi yang
terdispersi seiring dengan gaya tarik-menarik yang dominan.

17
b. Suspensi terdeflokulasi.
Dalam suspensi yang dideflokulasi, masing-masing partikel tetap
sebagai unit terpisah yang terpisah dan mengendap secara perlahan. Laju
pengendapan partikel yang lambat mencegah partikel-partikel suspensi
ini untuk menjebak media cair apa pun dan menjadi padat sehingga
menyebabkan pembentukan kue. Kue ini mungkin sangat sulit untuk
dibubarkan kembali dengan pengadukan sedang.

Perbandingan antara suspensi yang flokulasi dan deflokulasi yaitu:


1. Suspensi terflokulasi partikel
a. Membentuk agregat lepas (flokulasi) dan membentuk struktur seperti
jaringan.
b. Tingkat sedimentasinya tinggi
c. Sedimen mudah untuk disebarkan kembali.
d. Sedimen tersusun longgar dan tidak membentuk kue yang keras.
e. Supernatannya jernih.
f. Flokulan menempel di sisi botol.
g. Tampilan suspensinya kurang memuaskan
2. Suspense yang mengalami deflokulasi
a. Partikel ada sebagai entitas yang terpisah dan tidak membentuk
flokulan.
b. Laju sedimentasinya lambat.
c. Sedimen sulit untuk disebarkan kembali.
d. Sedimen tersusun rapat dan membentuk kue yang keras.
e. Supernatannya kabur.
f. Partikel tidak menempel pada sisi botol.
g. Suspensinya yang menyenangkan

1.6. Quality Control


Tujuan dilakukannya pengujian sifat fisik yaitu untuk mengetahui adanya
perubahan yang terjadi pada suspensi dari segi fisiknya. Stabilitas fisika dari

18
suspensi umumnya ditetapkan melalui ukuran dan laju pengendapan, volume
akhir atau tinggi dari endapan dan kemudahan didispersikan kembali.
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis suspensi dilakukan dengan menilai perubahan warna,
bau dan rasa (Wijaya, 2021).
2. Uji pH
PH formulasi sangat penting untuk stabilitasnya (Arora, 2022). Uji ini
dilakukan dengan menggunakan pH stick, yaitu dengan cara mencelupkan
kertas indikator yang bagian berwarna ke dalam sediaan, lalu dilihat
perubahan warnanya dengan membandingkan pada kotak pH stik. Pengujian
ini penting dilakukan untuk mengetahui berapa besar derajat keasaman
suatu sediaan, apakah sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak (Wijaya,
2021).
3. Uji Berat Jenis
Pengujian berat jenis dilakukan dengan Piknometer kosong yang
bersih dan kering ditimbang (a). Kemudian aquadest dimasukkan ke dalam
piknometer dan ditimbang beratnya (b). Piknometer dibersihkan dan
dikeringkan. Suspensi kombinasi ekstrak dimasukkan ke dalam piknometer,
kemudian ditimbang beratnya (c). Massa jenis suspensi kombinasi ekstrak
ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tujuan uji berat jenis pada sediaan suspensi yaitu untuk menghitung
nilai viskositas dari sediaan, karena bobot jenis merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi viskositas. Bobot jenis untuk sediaan dengan pembawa
air harus > 1,00 g/mL, karena air memiliki bobot jenis 1,00 g/mL (Wijaya,
2021).
4. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan menggunakan alat viskometer Brookfield
dengan rotasi perputaran 30 rpm. Pengujian viskositas dilakukan untuk

19
mengetahui seberapa besar konsistensi sediaan dan menunjukkan
kekentalan dari suatu sediaan (Wijaya, 2021).
5. Uji Volume Sedimentasi
Tujuan dilakukan Uji volume sedimentasi untuk mengetahui rasio
pengendapan yang terjadi selama penyimpanan dalam waktu tertentu.
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur dan disimpan pada suhu kamar
serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume suspensi yang diisikan
merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap
hari tanpa pengadukan hingga tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut
merupakan volume akhir (Vu). Volume sedimentasi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan F=Vu/ Vo.
Volume sedimentasi dipengaruhi viskositas suspensi, semakin besar
viskositas suspensi maka semakin lambat proses pengendapannya
dikarenakan semakin besar daya tahan yang diberikan bahan pensuspensi
(Wijaya, 2021).
6. Uji Redispersi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan suspensi terdispersi
kembali secara homogen setelah terjadi pengendapan. Tabung reaksi diputar
180° dan dibalikkan ke posisi semula. Formulasi yang dievaluasi ditentukan
berdasarkan jumlah putaran yang diperlukan untuk mendispersikan kembali
endapan partikel zat aktif agar kembali tersuspensi. Kemampuan redispersi
baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dan diberi nilai 100 %. Setiap
pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama, maka akan menurunkan
nilai redispersi sebesar 5%.
7. Uji Sentrifugasi
Uji sentrifugasi digunakan untuk mengetahui kestabilan fisik suspensi.
Sebelum pengemasan, keseragaman warna dan tidak adanya butiran udara
diperiksa (Arora, 2022).
8. Manajemen Potensi Zeta

20
Zeta berpotensi memberikan informasi mengenai kestabilan suspensi
di masa depan. Mikro Elektroforesis atau alat yang dikenal sebagai Zeta
meter digunakan untuk menentukan potensi zeta (

21
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Review Jurnal Suspensi


Omeprazole (OMZ) adalah benzimidazole tersubstitusi yang menghambat
sekresi asam lambung. OMZ diindikasikan untuk pengobatan penyakit yang
berhubungan dengan asam, seperti tukak lambung, penyakit refluks
gastroesofageal, dan sindrom Zollinger-Ellison. Omeprazole adalah senyawa
hidrofobik basa lemah, dan merupakan obat yang diubah pada tingkat pH rendah
menjadi sulfonamida reaktif siklik, bentuk OMZ yang aktif secara farmakologis.
Telah diketahui bahwa stabilitas kimia OMZ merupakan fungsi dari pH.
OMZ cepat terdegradasi pada nilai pH dibawah 7,4, namun stabil pada
kondisi basa (pH 9,5). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengembangkan
dan mempelajari stabilitas fisikokimia dan mikrobiologis formulasi oral cair
omeprazole yang digunakan sebagai agen terapi pada banyak kelainan terkait
asam, untuk penggunaan pediatrik. Selanjutnya, untuk mengoptimalkan dan
memvalidasi metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) yang menunjukkan
stabilitas untuk analisis omeprazol dalam formulasi yang diteliti.
Sediaan yang dibuat dari pelet OMZ (formulasi A) dan satu lagi dari OMZ
aktif (formulasi B), keduanya dengan konsentrasi yang sama 2 mg/mL. Kedua
formulasi tersebut dibuat dengan menggunakan metode presipitasi, yaitu serbuk
bahan obat dilarutkan ke dalam pelarut organik terlebih dahulu kemudian baru
diencerkan dengan pembawa air. Hasil dari berbagai studi fisik, kimia, dan
mikrobiologi pada penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Uji Penampilan : setelah pembuatan (t = 0), kedua formulasi
menghasilkan suspensi berwarna putih dengan bau khas mint. Untuk
formulasi A, tidak ada perubahan warna atau bau yang terdeteksi pada
sampel mana pun selama 150 hari pada suhu 4°C dan selama 2 minggu
pada suhu 25°C; formulasi B tetap stabil selama 90 hari pada suhu 4°C.
Dalam pengertian ini, pada suhu 25°C, warna suspensi B setelah 1 hari dan

22
suspensi A setelah 14 hari berubah dari kuning menjadi coklat dan
akhirnya ungu.
2. Uji rasa : hasil yang diperoleh dari pengujian dinyatakan
dalam skala skor 0 - 3 (yang menunjukkan nilai peningkatan intensitas rasa
pahit). Skor 0 dinyatakan sebagai tidak pahit, skor 1 dinyatakan sebagai
sedikit pahit, skor 2 dinyatakan sebagai rasa pahit sedang, dan skor 3
untuk rasa pahit yang kuat. Pada uji rasa, diperoleh hasil dengan poin 3
skala penilaian (yaitu rasa pahit yang kuat) sebesar 60% untuk formula A
dan 80% untuk formulasi B. Oleh karena itu, 80% sukarelawan lebih
menyukai rasa formulasi A dibuat dari pelet.
3. Uji resuspendabilitas : Parameter resuspendabilitas dapat diamati untuk
semua formulasi, karena sedimen mudah terdispersi kembali setelah 10
detik pengadukan yang kuat dan manual, sehingga menghasilkan sistem
yang homogen untuk semua suhu dan waktu.
4. Uji pH : Hasil pemantauan pH untuk kedua suspensi
adalah formulasi A, 9,4 hingga 10,1 dan formulasi B, 9,5 hingga 10,1
selama penelitian.
5. Uji viskositas : Nilai viskositas formulasi A (155-173 cps) dan B
(240-267 cps) menunjukkan sedikit variasi selama penyimpanan
masing-masing 150 hari dan 90 hari pada suhu 4°C.
6. Metode Analisis : Kromatogram yang sesuai dengan larutan standar
OMZ, formulasi A, formulasi B, dan blanko eksipien disajikan pada
Gambar 2. Waktu retensi Omeprazole adalah 6,8 menit. Tidak ada produk
degradasi yang diamati pada kondisi yang ditetapkan dalam semua kasus.
Hasil validasi metode analisis disajikan pada Tabel 2.1.

23
Gambar 2.1. Kromatogram

Tabel 2.1. Validasi Metode Analisis

Parameter Hasil

Rentang linier (µg/ml) 5 - 100

R2 0.9992

LOD (µg/ml) 0.4

LOQ (µg/ml) 1.3

Precision RSD
Intra-day (n = 6)

Waktu migrasi 1.2

Daerah puncak 0.9

Inter-day (n = 6)

Waktu migrasi 1.5

Daerah puncak 1.5

7. Uji stabilitas: Tabel 2.3 menunjukkan hasil stabilitas kimia untuk


masing-masing formulasi, semuanya disimpan pada kondisi pendingin
(4°C) dan suhu kamar (25°C) yang dinyatakan sebagai persentase rata-rata
konsentrasi OMZ awal.

24
8. Uji mikrobiologi: Dalam formulasi A dan B pada kedua suhu, tidak ada
kontaminasi yang diamati oleh E coli dalam 1 g dan jumlah jamur dan ragi
di bawah 10 cfu/g pada hari ke 0 dan 150. Total jumlah aerobik yang layak
memenuhi spesifikasi (tidak lebih dari 10 cfu/g) untuk formulasi A pada
suhu dan formulasi B pada 4°C selama studi stabilitas. Jumlah total
aerobik yang layak sebesar 170 cfu/g pada 30 hari ditemukan untuk
formulasi B pada suhu 25°C.

Pengembangan Formulasi:
Pengembangan formulasi farmasi untuk pasien anak merupakan tantangan unik.
Desain yang tepat dan formulasi bentuk sediaan memerlukan pertimbangan
karakteristik fisik, kimia, dan biologi obat aktif dan eksipien farmasi. Bahan
aktif dan eksipien farmasi harus kompatibel satu sama lain.

Tabel 2.2. Formula Suspensi OMZ

Formula (%)
Nama Bahan Kegunaan
A B

Sorbitol 70% 20 20 Humektan dan


pemanis

Gliserin 5 5 Humektan

CMC Na 0,7 0,7 Suspending agent

Natrium sakarin 0,25 0,25 Pemanis

Natrium bisulfit 0,1 0,1 Antioksidan

Perasa mint 0,01 0,01 Perasa

Larutan natrium bikarbonat 8,4% qs qs Pengatur pH dan


sebagai pembawa

Tabel 2.3. Stabilitas suspensi omeprazole A yang disimpan pada suhu 4 ̊ C dan 25 ̊ C

Suspensi A

25
Waktu (Hari) 25ºC (%) 4ºC (%)
0 100,0 (0,9) 100,0 (0,9,0,9)
7 103,7 (1,2) 1,02.1 (0.7,0.7)
14 99,6 (1,1) 99.2 (0.8,0.8)
30 1,10,3 (1,3) 102.0 (0.9,0.9)
60 NQ 101.0 (0.7,0.7)
90 - 103.0 (1.0,1.0)
120 - 105.0 (1.2, 1.3)
1150 - 109.1 (1.1, 1.2)

Tabel 2.4. Stabilitas suspensi omeprazole A yang disimpan pada suhu 4 ̊ C dan 25 ̊ C

Suspensi B
Waktu (hari) 25 ̊ C 4̊C
(%) (%)
0 100,0 (0,9) 100,0 (0,9,0,9)
7 NQ 100,2 (0,8)
14 NQ 100,8 (0,9)
30 NQ 101.2 (1.0)
60 _ 99,3 (1.)
90 _ 92,8 (1,4)
120 _ NQ
1150 _ _

Catatan: RSD, SD dalam tanda kurung (n = 3). RSD = deviasi standar relatif; NQ = tidak dapat diukur

Untuk menghasilkan formulasi yang efektif, stabil, dapat ditoleransi


dengan baik, mudah diberikan, dan dengan palatabilitas yang baik. Dengan
demikian, formulasi cair daripada bentuk sediaan padat lebih disukai untuk
pemberian oral pada anak-anak. Pengembangan formulasi cairan OMZ
merupakan tugas yang sulit, karena potensi degradasinya dalam larutan air,

26
terutama pada nilai pH di bawah 7. Dalam hal ini, stabilitas OMZ meningkat
pada pH basa, terutama nilai pH lebih dari 9,4.
Dalam hal ini, desain suspensi ditujukan untuk mengembangkan bentuk
sediaan sederhana, menggunakan zat pensuspensi tunggal seperti natrium
karboksimetil selulosa. Natrium karboksimetil sel-luosa adalah turunan selulosa
yang merupakan polimer beta-(1,4)-d-glukopiranosa, banyak digunakan dalam
formulasi farmasi oral dan topikal, terutama karena sifatnya yang meningkatkan
viskositas. Larutan berair kental digunakan untuk menangguhkan bubuk yang
dimaksudkan untuk aplikasi topikal atau pemberian oral dan parenteral. Tingkat
konsentrasi yang berbeda (0,3-1% b/v) natrium karboksimetil selulosa dipelajari;
oleh karena itu, viskositas yang memadai diperbolehkan pada 0,7% b/v natrium
karboksimetil selulosa dalam formulasi akhir.
Bersama dengan sorbitol, gliserin diaplikasikan sebagai agen humektan.
Pelet komersial OMZ memiliki rasa yang sangat pahit. Oleh karena itu, selain
sorbitol, sakarin merupakan pemanis intens yang digunakan dalam minuman,
produk makanan, pemanis meja, dan produk kebersihan mulut seperti pasta gigi
dan obat kumur. Formulasi oral digunakan pada konsentrasi 0,25% b/v.
Sakarin dapat digunakan untuk menutupi rasa tidak enak atau
meningkatkan rasa dari sistem yang berbeda. Meskipun fakta bahwa OMZ
diformulasikan sebagai suspensi mengurangi persepsi rasa pahit, hal ini tidaklah
cukup dan perlu ditambahkan eksipien lain. Penambahan bahan pemanis, esens,
dan pelapis adalah beberapa strategi yang paling umum digunakan, namun
dalam banyak kasus tidak efisien.
Terakhir, natrium bisulfit digunakan sebagai agen antioksidan. Antioksidan
digunakan untuk mengurangi oksidasi sub-aktif. Posisi dan eksipien dalam
produk obat. Natrium sulfit digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan
aplikasi farmasi seperti formulasi parenteral, inhalasi, formulasi oral, dan
sediaan topikal pada konsentrasi 0,01% hingga 1% b/v.

27
Studi Stabilitas:
Dalam uji kenampakan, warna merupakan atribut yang penting pada
suatu produk farmasi, karena konsumen langsung dapat melihatnya. Ini juga bisa
menjadi pengukuran perluasan reaksi. Dalam pengobatan karena senyawa yang
terbentuk dan/atau terdegradasi dapat menyebabkan pewarnaan tertentu.
Pemantauan pH merupakan aspek penting dalam studi stabilitas, karena
kendaraan tanpa buffer mungkin mengalami perubahan nilai pH seiring
berjalannya waktu.
Suspensi A pada suhu dan suspensi B pada suhu 25°C menyajikan
sedimen yang mudah tersuspensi kembali, sedangkan suspensi B pada suhu 4°C
bersifat homogen pada setiap interval waktu.
Linearitas dievaluasi dari 5-100 μg/mL dengan nilai R2 serta LOD dan
LOQ yang memadai . Presisi dievaluasi dalam satu hari (n = 6) dan antar hari (n
= 18) dan dinyatakan sebagai RSD untuk waktu retensi dan area puncak. Nilai
RSD yang diperoleh kurang dari 2%. Akurasi metode ditentukan oleh studi
pemulihan pada 3 level. Persentase kesembuhan diperoleh pada rentang
100,3-102 dengan RSD rendah.
Stabilitas mikrobiologis merupakan hal yang sangat penting, dan
formulasi ini terbukti aman untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan
kontaminasi bakteri dan jamur, yang merupakan aspek penting ketika merawat
pasien anak dan neonatal. Selain itu, kontaminasi mikroba dalam formulasi
cairan yang tidak steril dapat menyebabkan bau busuk, kekeruhan, dan
berdampak buruk pada palatabilitas dan penampilan. Hal ini sangat penting
terutama bagi pasien dengan gangguan imunitas (Geetha et al, 2021).

2.2. Review Jurnal Nanosuspensi


Diacerein (DCN) secara kimia adalah asam
4,5-diacetoxy-9,10-dioxy-9,10-dihydroanthracene-2-carboxylic yang merupakan
agen anti-inflamasi baru dan agen pelindung kondro yang digunakan dalam
pengobatan osteoartritis dan dimetabolisme menjadi konstituen aktif rhein.
Rhein diperkirakan bekerja melalui penghambatan interleukin-1β dan enzim

28
proteolitik yang merangsang sintesis komponen tulang rawan dan mengubah
pemahaman kondisi patologis. Karena tidak menghambat sintesis prostaglandin,
obat ini muncul sebagai agen terapeutik yang lebih baik dan aman dibandingkan
dengan NSAID. Itu milik BCS kelas II dengan kelarutan dalam air yang buruk
(3,197mg/ml).
Nanosuspensi Diacerein dibuat menggunakan kombinasi High Speed
Homogenization (HSH) dan Media Milling (MM), Poloxamer 407 (stabilizer)
dan ZrO2 bead (media milling). Berbagai parameter formulasi dan pemrosesan
dioptimalkan dalam studi pendahuluan. Konsentrasi media penstabil dan
penggilingan dioptimalkan untuk persentase pelepasan kumulatif (%CPR),
kelarutan saturasi (SS) dan ukuran partikel rata-rata (MPS) menggunakan 32
desain faktorial penuh. Batch yang dioptimalkan diperoleh secara statistik
menggunakan fungsi keinginan Minitab17. Model divalidasi dengan
merumuskan batch checkpoint. Studi stabilitas yang dipercepat dilakukan untuk
batch yang dioptimalkan. Studi identifikasi dan kompatibilitas obat dan
stabilisator dilakukan dengan menggunakan studi FTIR dan DSC.

Pembuatan Nanosuspensi:
Nanosuspensi Berair Diacerein dibuat menggunakan kombinasi teknik
Homogenisasi Kecepatan Tinggi (HSH) dan Penggilingan Media (MM).
Poloxamer 407 dengan konsentrasi 1% dari jumlah obat digunakan sebagai
penstabil. Campuran obat dan penstabil dimasukkan ke dalam bejana
homogenizer yang berisi 20 ml air suling dan dimasukkan ke dalam
homogenizer berkecepatan tinggi dengan kecepatan tertentu untuk jangka waktu
tertentu. Setelah tahap homogenisasi selesai, suspensi dipindahkan ke dalam vial
kaca yang berisi butiran zirkonium oksida (ZrO2) yang telah ditimbang dan
suspensi ini diaduk pada pengaduk magnet dengan menggunakan butiran magnet
selama jangka waktu tertentu. Konsentrasi nanosuspensi yang disiapkan adalah
10mg/ml. Nanosuspensi dievaluasi untuk berbagai parameter dan hasil desain
percobaan dianalisis untuk mengurangi efek kesalahan sistematis. Semua

29
percobaan dilakukan secara acak. Nanosuspensi yang akhirnya disiapkan
disimpan pada suhu 2-8°C.

Evaluasi Nanosuspensi:
Hasil dari jurnal nanosuspensi sebagai berikut:
1. Studi FT-IR : Spektroskopi FTIR dilakukan dengan obat, Poloxamer 407
dan campuran fisik keduanya Spektrum komparatifnya dan pita komparatif
ditabulasikan pada Tabel 2 Kalorimetri Pemindaian Diferensial (DSC):
menunjukkan kompatibilitas Obat dan Polimer.

2. Studi DSC, diacerein menunjukkan puncak endotermik yang khas pada


258,55°C sesuai dengan titik lelehnya. Puncak endotermik yang tajam pada
61,37°C diamati untuk Poloxamer 407.
3. Desain eksprimental pengaruh konsentrasi penstabil : Seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 3, desain faktorial penuh 32 diterapkan untuk
mengevaluasi efek konsentrasi penstabil pada variabel terikat yang telah
ditentukan yaitu, persentase pada 2 menit, kelarutan saturasi dan ukuran
partikel rata-rata.
4. Pengaruh konsentrasi media milling : seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3,
tanggapan yang diamati menunjukkan variasi yang sangat besar,
menunjukkan bahwa variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan (p<0,05) terhadap variabel dependen yang dipilih. Persentase
kumulatif obat yang dilepaskan pada 2 menit (Y1), kelarutan saturasi (Y2)
dan ukuran partikel rata-rata (Y3), dipilih sebagai variabel respon.

30
Keterangan :
Rata-rata dari tiga pembaca
%CPR = Persentase Pelepasan Kumulatif, SS = Kelarutan saturasi (mg/ml)
MPS = Rata-rata ukuran partikel (nm)
5. Optimasi Proses : Formulasi optimal dipilih berdasarkan kriteria pencapaian
MPS minimum (Y3) dan %CPR maksimum (Y1) dan SS (Y2). Rentang
yang diinginkan adalah dari nol hingga satu (yang paling tidak diinginkan,
Rentang yang diinginkan adalah dari nol hingga satu (yang paling tidak
diinginkan. Seperti tabel 5 menunjukkan parameter evaluasi yang
menegaskan bahwa terdapat kesesuaian yang erat antara nilai tanggapan
yang diprediksi dan yang diamati.

6. Rata-rata Ukuran partikel : Distribusi ukuran partikel dari batch yang


dioptimalkan (yaitu DCN pada hari 0) Ukuran partikel batch yang
dioptimalkan ditemukan sebesar 221,5±10nm. Formulasi akhir berbasis
nanosuspensi diacerein disiapkan untuk pemberian oral dimana PDI dan
ukuran partikel di atas 5ÿm tidak penting. Ukuran partikel nanosuspensi

31
untuk penggunaan oral dianggap sekitar 200-1000 nm 38 Hal ini
menunjukkan bahwa semua formulasi memenuhi persyaratan nanosuspensi.
7. Potensi Zeta : Poloxamer 407, surfaktan non-ionik digunakan sebagai
penstabil yang memberikan stabilisasi sterik. Jadi, kedua potensi Zeta
negatif ini dikaitkan dengan obat Nanosuspensi. Secara umum, nilai
potensial zeta ±30mV cukup untuk stabilitas nanosuspensi . Sebaiknya
antara -10mV hingga -30mV. Potensi zeta dari formulasi optimal kami
diamati 24,04±11 yang memenuhi persyaratan potensi zeta.
8. Studi kelarutan saturasi : Kelarutan saturasi dari kumpulan nanosuspensi
yang dioptimalkan dan obat murni ditemukan masing-masing sebesar
1,245±85mg/ ml dan 0,003±0,07mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa
kelarutan saturasi nanosuspensi adalah 400 kali lebih baik dibandingkan
obat murni. Peningkatan kelarutan jenuh ini disebabkan oleh pengurangan
ukuran partikel dan selanjutnya peningkatan luas permukaan. Jadi, dapat
diasumsikan bahwa peningkatan kelarutan jenuh ini dapat meningkatkan
bioavailabilitas.
9. Studi Disolusi in-vitro : Dalam Nanosuspensi lebih dari 95% obat
dilepaskan dalam 2 menit, sedangkan persentase kumulatif maksimum
pelepasan obat dari suspensi, tablet, dan kapsul yang tidak digiling
(formulasi yang dipasarkan) ditemukan sebesar 46,05% pada 20 menit,
47,88% pada 60 menit, dan 93,86% pada 45 menit masing-masing. Jadi,
Nanosuspensi meningkatkan laju pembubaran Diacerein secara in-vitro
secara signifikan.

32
10. Studi stabilitas dipercepat jangka pendek : Studi stabilitas menunjukkan
bahwa formulasi stabil secara fisik dan kimia bila disimpan pada suhu 40 ±
2°C dan 75 ± 5 % RH untuk jangka waktu satu bulan. Teramati bahwa ada
sedikit perubahan pada semuanya parameter optimasi yang memiliki bias
kurang dari ±5% yang tidak signifikan. Perbedaan yang dapat diabaikan
diamati pada hasil yang diperoleh dari batch yang dioptimalkan sebelum
dan sesudah studi stabilitas. Seperti tabel 5

Dari data studi kestabilan yang diperoleh diperoleh f1 dan f2 masing-masing


sebesar 1,19 dan 87,52 yang menunjukkan bahwa data disolusi sebelum dan
sesudah studi stabilitas adalah ekuivalen. Dengan demikian, dari data f1 dan
f2 dapat disimpulkan bahwa kedua profil disolusi serupa dan tidak ada

33
variasi yang signifikan sehingga nanosuspensi Diacerein stabil (Parekh et
al., 2016).

34
BAB III
KESIMPULAN

3.1.1. Suspensi
● Suspensi OMZ cair oral pediatrik menunjukkan stabilitas fisik, kimia,
dan mikrobiologis yang memenuhi syarat. Partikel omeprazole
terdistribusi secara homogen, dan hal ini menjamin dosis yang tepat bila
diberikan pada pasien anak.
● Metodologi analitis dikembangkan untuk pengendalian kualitas dan studi
stabilitas formulasi. Metode analisis (HPLC-UV) tervalidasi dan
dinyatakan hasil pengujian metode analisis cocok untuk digunakan di
laboratorium secara rutin untuk pengendalian kualitas OMZ Dalam hal
ini, metode mikro-HPLC-UV yang sederhana, cepat, sangat sensitif, dan
tegas dioptimalkan dan divalidasi untuk kuantisasi OMZ dalam
formulasi farmasi serta obat OMZ.

3.1.2. Nanosuspensi
● Studi pendahuluan dan kompatibilitas telah dilakukan menggunakan
studi FTIR dan DSC dan menunjukkan kompatibilitas eksipien obat.
● Optimas sediaan dengan metodei desain faktorial, batch yang
dioptimalkan memiliki 100% b/v media penggilingan dan 1%
konsentrasi Poloxamer 407 dari hasil yang diinginkan dari Minitab.
Persentase pelepasan kumulatif (pada 2 menit), kelarutan saturasi dan
ukuran partikel rata-rata ditemukan 97,74%, 1,245 mg/ml dan 221,5nm
masing-masing.
● In-vitro disolusi nanosuspensi diperoleh hasil disolusi jauh lebih cepat
dibandingkan dengan suspensi obat yang tidak menggunakan media
penggilingan. Saat ukuran luas permukaan nano makin meningkat, maka
laju disolusi akan semakin meningkat sehingga bioavailabilitas
meningkat.

35
DAFTAR PUSTAKA

Chaudhary, S.A., Patel, D.M., Patel, J.K., Patel, D.H. (2021). Solvent Emulsification
Evaporation and Solvent Emulsification Diffusion Techniques for Nanoparticles.
In: Patel, J.K., Pathak, Y.V. (eds) Emerging Technologies for Nanoparticle
Manufacturing. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-030-50703-9_12
Geetha, G., Poojitha, U., Arshad, K., & Khan, A. (2014). Various Techniques for
Preparation of Nanosuspension-A Review. Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, 3(39), 30–37.
Jijo A, Flowerlet, M. (2014). Penyembunyian rasa formulasi pediatrik: tinjauan
teknologi, tren terkini dan aspek peraturan. International Journal Pharm Science,
Vol. 6 (1), Hal. 12-19.
Parekh, K.K., Paun, J.S., Soniwala, M.M. (2016). FORMULATION AND
EVALUATION OF NANOSUSPENSION TO IMPROVE SOLUBILITY AND
DISSOLUTION OF DIACEREIN. International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research. 8(4):1643-1653.
Pawar, S., Kumar, A. (2002). Masalah dalam formulasi obat untuk penggunaan oral
pada anak-anak: peran eksipien. Obat Pediatri. Vol. 4 (6), Hal. 371-379.
Patel V, Desai T, Chavda B, dkk. (2011). Bentuk sediaan ekstemporan untuk cairan oral.
Farmakofor. Vol. 2, Hal. 86-103.
Rowe, C. R., Sheskey, J. P., Weller, J. P. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 6th Edition, American Pharmaceutical Association.
Tungadi, R. (2020). Teknologi Nano sediaan Liquida dan Semisolida. Jakarta: Sangu
seto.
Wijaya HM, Lina RN. (2021). Formulasi Dan Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi
Kombinasi Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Umbi Rumput Teki
(Cyperus Rotundus L.) Dengan Variasi Konsentrasi Suspending Agent Pga (Pulvis
Gummi Arabici) Dan Cmc-Na (Carboxymethylcellulosum Natrium). Cendekia
Journal of Pharmacy. 5(2):166-75. https://doi.org/10.31596/cjp.v5i2.160

36

Anda mungkin juga menyukai