Anda di halaman 1dari 1

Nama: Tito Silaen

NiM: 2211037

BAB VIII HELMUT THIELICKE

Ringkasan:

Helmut Thielicke, seorang teolog yang memperkenalkan pemikiran baru tentang etika Kristiani yang
relevan dengan zaman modern. Thielicke menegaskan bahwa iman Kristiani membawa revolusi
dalam dunia dengan mengusir segala berhala, menyatukan pemikiran tentang dua kerajaan menurut
Luther, yaitu kerajaan Allah dan kerajaan duniawi. Dia menyoroti bahaya sekularisasi yang
menguasai segala hal dan menekankan perlunya pemikiran ulang tentang ajaran Luther.

Thielicke memandang bahwa iman Kristiani harus menjadi sesuatu yang konkret dan harus
diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan. Dalam pandangannya, etika Kristiani harus
memperhitungkan realitas manusia yang beragam dan menunjukkan relevansinya dalam situasi
sehari-hari, seperti dalam keluarga, pekerjaan, dan politik.

Dia menggunakan metode induksi, bukan deduksi, dalam mengembangkan etikanya, dengan
menekankan pentingnya menafsirkan realitas manusia yang menyejarah. Thielicke juga menyoroti
sifat eskatologis dari etika Kristiani, yang menekankan bahwa etika tidak memberikan auran tetap,
melainkan membantu menjernihkan situasi, menguatkan pengambilan keputusan, dan
memperingatkan akan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi.

Thielicke menolak sikap radikalisme yang berlebihan dan konservatisme palsu, mengusulkan
kompromi yang mempertimbangkan situasi dunia secara historis namun tetap berorientasi pada
hukum kasih Kristiani. Dia menyatakan bahwa keputusan etis di bidang politik haruslah bersifat
kompromi, sejalan dengan sikap Allah yang juga bersifat kompromi dalam menyelamatkan dunia.

Kritik:

1. Kurangnya Konkrit: Meskipun Thielicke menekankan pentingnya menjadikan iman Kristiani


konkret dalam kehidupan sehari-hari, tetapi ringkasannya masih terasa agak abstrak dan kurang
memberikan contoh konkret tentang bagaimana pemikiran Thielicke diaplikasikan dalam situasi-
situasi nyata.

2. Kompleksitas yang Tidak Terpecahkan: Thielicke menyoroti sifat eskatologis dari etika Kristiani dan
pentingnya kompromi dalam pengambilan keputusan politik. Namun, pandangan ini mungkin sulit
diterapkan dalam praktik karena kompleksitas situasi politik yang seringkali tidak dapat dipisahkan
secara jelas antara kebenaran moral dan kompromi politik.

3. Ketidakjelasan Metode: Meskipun Thielicke menggunakan metode induksi dan menekankan


pentingnya menafsirkan realitas manusia yang menyejarah, namun ringkasannya tidak memberikan
penjelasan mendalam tentang bagaimana metode ini diaplikasikan dalam praktik, atau bagaimana
metode ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas tentang etika Kristiani dalam konteks
zaman modern.

4. Kurangnya Diskusi tentang Konteks Budaya dan Sosial: Ringkasan ini kurang membahas bagaimana
pemikiran Thielicke mengatasi tantangan-tantangan khusus yang dihadapi oleh masyarakat modern,
seperti globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial budaya, yang mungkin memerlukan pemikiran
etika Kristiani yang lebih kontekstual dan relevan.

Anda mungkin juga menyukai