Menurut Sjachran Basah, ilmu politik dalam mempelajari negara lebih mementingkan sifat
dinamis dibandingkan dengan ilmu negara. Pendekatan ini mencerminkan perbedaan fokus
dan metodologi antara ilmu politik dan ilmu negara.
1. Fokus pada Dinamika Kekuasaan dan Interaksi Politik: Ilmu politik secara khusus
menitikberatkan pada proses dan dinamika kekuasaan dalam negara. Ini termasuk
bagaimana kekuasaan dibentuk, dipertahankan, dan diubah. Ilmu politik mempelajari
berbagai aspek seperti pemilihan, kebijakan publik, gerakan sosial, dan hubungan
internasional. Fokus ini menggarisbawahi pentingnya memahami aspek dinamis
negara, yang selalu berubah dan beradaptasi dengan kondisi internal dan eksternal.
2. Analisis Sistem Politik: Ilmu politik juga menelaah struktur dan fungsi sistem politik,
melihat bagaimana berbagai elemen dalam sistem tersebut berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Ini melibatkan studi tentang partai politik, sistem
pemilu, pemerintahan, dan lembaga negara lainnya.
3. Pentingnya Perubahan dan Konflik: Dalam ilmu politik, perubahan dan konflik
dianggap sebagai unsur penting dalam memahami negara. Ini mencakup studi tentang
revolusi, reformasi politik, konflik politik, dan transisi demokrasi. Ilmu politik
mencoba memahami bagaimana konflik dapat mempengaruhi struktur politik dan
sosial suatu negara.
4. Pendekatan Interdisipliner: Ilmu politik sering menggunakan pendekatan
interdisipliner, menggabungkan teori dari berbagai bidang seperti ekonomi, sosiologi,
dan sejarah untuk memahami kompleksitas dinamis politik dalam negara.
Sebaliknya, ilmu negara cenderung lebih fokus pada aspek struktural dan formal negara,
seperti konstitusi, hukum, dan lembaga pemerintahan. Ini lebih menekankan pada kerangka
kerja hukum dan konstitusional negara dan bagaimana ini membentuk dan membatasi
memberikan perhatian khusus pada aspek-aspek dinamis dan berubah dari negara, yang
mencakup bagaimana kekuasaan diperebutkan, digunakan, dan berubah sepanjang waktu. Ini
berbeda dengan fokus ilmu negara yang lebih condong pada struktur formal dan hukum yang
mengatur negara.
NOMOR 1B
Dalam konteks ilmu politik dan ilmu negara, penggunaan kata "dinamis" dan "statis"
menangkap perbedaan penting dalam cara kedua bidang ini memandang dan mempelajari
negara.
Ringkasnya, "dinamis" dalam ilmu politik menangkap esensi perubahan, konflik, dan
adaptasi dalam proses politik, sementara "statis" dalam ilmu negara menunjukkan fokus pada
struktur, hukum, dan institusi yang lebih konstan dan stabil. Perbedaan ini menyoroti
orientasi yang berbeda dalam mempelajari negara dari kedua disiplin tersebut.
NOMOR 1C
Hubungan antara ilmu negara dan ilmu politik sering dianggap komplementer karena kedua
bidang ini, meskipun memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda, saling melengkapi dalam
memahami gambaran lengkap tentang cara kerja negara dan proses politik. Berikut adalah
beberapa alasan mengapa hubungan mereka dianggap komplementer:
Dengan demikian, hubungan komplementer antara ilmu negara dan ilmu politik sangat
NOMOR 2 A
Plato, dalam karyanya terutama "The Republic," memiliki pandangan tentang bagaimana
kekuasaan harus diorganisir dalam negara yang ideal, yang berbeda dengan konsep modern
kedaulatan rakyat sebagaimana diartikulasikan oleh pemikir seperti Rousseau atau Locke.
Plato tidak secara langsung mendukung konsep kedaulatan rakyat dalam arti demokrasi
modern. Sebaliknya, ia memiliki visi yang lebih terstruktur dan hierarkis tentang tata negara.
1. Kelas Pemimpin Filosof: Menurut Plato, pemerintahan ideal dipimpin oleh "raja-
filosof" atau para pemimpin yang memiliki kebijaksanaan filosofis dan pengetahuan
tentang Form yang sejati. Mereka bukan pemimpin yang dipilih oleh rakyat,
melainkan individu yang telah mencapai tingkat tertinggi pemahaman dan
kebijaksanaan.
2. Tiga Kelas Masyarakat: Plato membagi masyarakat menjadi tiga kelas: penguasa
(kelas filosof), penjaga (kelas militer), dan produser (kelas pekerja). Setiap kelas
memiliki peran dan fungsi tersendiri, dengan sistem ini bertujuan untuk menciptakan
membentuk pemimpin yang ideal. Pendidikan ini bukan hanya akademis, tetapi juga
4. Keseimbangan dan Harmoni: Tujuan utama negara ideal Plato adalah untuk mencapai
Dia melihat demokrasi, seperti yang ada di Athena kuno, sebagai sistem yang berisiko
karena memungkinkan orang-orang yang tidak terinformasi dan tidak terdidik untuk
membuat keputusan penting. Bagi Plato, ini dapat menyebabkan kekacauan dan tirani.
6. Pengaruh pada Teori Politik: Meski tidak mendukung kedaulatan rakyat dalam arti
Dalam konteks mengimbangi kekuasaan tunggal, Plato lebih fokus pada penciptaan struktur
negara yang harmonis dan stabil melalui pembagian kelas dan peran, dan bukan melalui
kedaulatan rakyat dalam arti demokrasi langsung atau representatif. Baginya, kunci untuk
mengimbangi kekuasaan terletak pada kebijaksanaan dan pendidikan pemimpin, bukan pada
NOMOR 2B
John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, merupakan salah satu pemikir terkemuka
yang memberikan dasar filosofis untuk konsep pemisahan kekuasaan, khususnya antara
legislatif dan eksekutif. Dalam karyanya, terutama "Two Treatises of Government," Locke
mengembangkan ide-ide yang sangat mempengaruhi teori politik dan praktik demokrasi.
Berikut adalah analisis tentang latar belakang pemisahan dua aspek kekuasaan ini, legislatif
hak alami individu, termasuk hak atas kehidupan, kebebasan, dan properti.
entitas yang sama, maka ada risiko besar terjadinya tirani dan penindasan.
kepada rakyat.
Locke melihat pemisahan kekuasaan sebagai cara untuk menjaga keseimbangan dan
cabang ketiga yang terpisah dari legislatif dan eksekutif. Ini semua bersumber dari
kekhawatiran yang sama: mengamankan kebebasan dan hak-hak individu dari tirani.
NOMOR 2C
Teori Kedaulatan Rakyat, yang berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat
dan keputusan mayoritas harus dihormati, memiliki beberapa kelemahan mendasar, terutama
bila diterapkan secara murni. Istilah "vox populi, vox Dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan)
Tirani Mayoritas:
● Salah satu kelemahan utama dari penerapan murni Teori Kedaulatan Rakyat
adalah risiko terjadinya tirani mayoritas. Ini terjadi ketika keinginan atau
● Dalam situasi ini, suara mayoritas bisa menjadi absolut dan menindas, tanpa
mereka sendiri, sering kali dengan mengorbankan diskusi yang berimbang dan
isu kompleks.
isu-isu tertentu.
kebijakan publik.
● Keputusan yang didorong oleh reaksi emosional atau opini publik yang cepat
Dalam praktiknya, sebagian besar demokrasi modern mengadopsi sistem perwakilan di mana
kedaulatan rakyat dengan mekanisme yang dirancang untuk menangani beberapa kelemahan
ini, seperti perlindungan hukum untuk hak-hak minoritas, sistem cek dan saldo, dan peran
NOMOR 3A
Thorsen V. Kalijarvi, sebagai seorang ahli dalam bidang administrasi publik dan
pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam konteks negara kesatuan dengan sentralisasi
kekuasaan. Dalam negara kesatuan yang sentralistik, hubungan antara pemerintah pusat dan
● Pemerintah daerah dalam sistem seperti ini biasanya memiliki peran yang
dibatasi oleh aturan dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
● Di sisi lain, ini bisa membatasi inovasi dan adaptasi lokal terhadap kondisi dan
● Hal ini penting dalam menjaga standar, mengatur distribusi sumber daya, dan
keputusan.
● Proses devolusi ini bisa menjadi respons terhadap tuntutan untuk desentralisasi
publik.
Dari perspektif Kalijarvi, yang menekankan pada pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam
administrasi publik, negara kesatuan yang sentralistik dapat dilihat sebagai sistem yang
menjamin uniformitas dan konsistensi dalam pengelolaan negara, namun di sisi lain, perlu
NOMOR 3B
wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom diatur dalam konstitusi atau tidak,
tergantung pada struktur konstitusional dan hukum tertentu dari negara tersebut. Berikut
dan daerah.
dibagi atau mungkin hanya diberikan garis besar, dengan detail yang lebih
● Bahkan dalam kasus di mana otonomi lokal diakui dan didukung oleh
atau memberikan pedoman dan standar tertentu yang harus diikuti oleh
pemerintah daerah.
oleh sejarah politik dan konteks sosial negara tersebut. Dalam beberapa kasus,
perubahan konstitusional mengenai otonomi daerah mungkin merupakan hasil
Secara umum, dalam negara kesatuan dengan sentralisasi kekuasaan, konstitusi sering kali
berperan sebagai dasar hukum untuk menentukan apakah dan bagaimana wewenang dapat
dilimpahkan kepada daerah otonom. Namun, cara spesifik ini diatur dapat sangat bervariasi
tergantung pada tradisi hukum, sejarah politik, dan kebutuhan administratif negara
NOMOR 3C
Dominasi pemerintah pusat dalam negara kesatuan tidak secara otomatis menyebabkan
timbulnya negara federasi. Sebenarnya, negara kesatuan dan federasi adalah dua bentuk
pemerintah pusat dalam negara kesatuan dan peralihan ke federasi melibatkan dinamika
politik, sosial, dan historis yang kompleks. Berikut adalah beberapa analisis terkait hal ini:
tersebut.
● Dalam federasi, negara bagian atau provinsi memiliki kekuasaan legislatif dan
eksekutif sendiri dalam ruang lingkup tertentu yang diakui dan dilindungi oleh
konstitusi.
Peralihan ke Federasi:
konflik internal.
terhadap tuntutan ini bisa beragam dan tidak selalu mengarah pada
pembentukan federasi.
menjadi federasi.
penting dalam menentukan apakah suatu negara bergerak menuju federasi atau
Dalam konteks global, ada banyak contoh negara yang tetap sebagai negara kesatuan
meskipun memiliki tingkat desentralisasi yang signifikan, dan sebaliknya, ada negara federasi
yang beralih dari struktur yang lebih terdesentralisasi. Perubahan ini tergantung pada banyak
faktor dan merupakan hasil dari proses politik yang kompleks dan sering kali unik untuk
setiap negara.
NOMOR 4
Pertanyaan Anda mengenai konsep Trias Politica dan penerapannya di Indonesia, khususnya
dalam konteks UUD NRI 1945, adalah topik yang kompleks dan menarik. Mari kita bahas
a) Analisis Terkait Penerapan Trias Politica di Indonesia Berdasarkan UUD NRI 1945:
● Integrasi Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif: Dalam UUD NRI 1945, terdapat
integrasi antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Presiden Indonesia, sebagai kepala
negara dan pemerintahan, memiliki peran dalam proses legislatif. Misalnya, Presiden
memiliki hak inisiatif dalam pembuatan undang-undang, yang merupakan ciri khas
dari sistem presidensial, namun ini berbeda dari pemisahan ketat antara eksekutif dan
● Kontrol Silang: UUD NRI 1945 menciptakan mekanisme kontrol dan keseimbangan
● Kerja Sama Eksekutif dan Legislatif: Dalam praktiknya, Presiden dan parlemen
(DPR) sering kali harus bekerja sama dalam proses pembuatan kebijakan. Misalnya,
cabang memiliki peran dalam mengontrol cabang lain, menjaga agar tidak ada satu
absolut sebagaimana konsep klasik Trias Politica. Ada tumpang tindih fungsi antara
cabang-cabang kekuasaan.
● Adaptasi dengan Konteks Lokal: Sistem politik Indonesia telah menyesuaikan konsep
Trias Politica dengan realitas politik dan sejarahnya sendiri. Ini mencerminkan
kebutuhan untuk menciptakan sistem yang sesuai dengan konteks sosial, politik, dan
historis Indonesia.
Secara keseluruhan, penerapan konsep Trias Politica di Indonesia menunjukkan upaya untuk