Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DIRI PADA DEWASA AWAL YANG PERNAH

MENJADI KORBAN PEDOFILIA DI KOTA MEDAN,


SUMATERA UTARA

Gracia Anastasya1 dan Tanti Susilarini2


1,2
Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I
2, Jl. Pangeran Diponegoro No.74, RT.2/RW.6, Kenari,
Kec. Senen, Kota Jak-Pus, DKI Jakarta 10430
E-mail: graciaanastasya04@gmail.com 1, tanti.gestalt@gmail.com 2

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep diri pada dewasa awal yang pernah
menjadi korban pedofilia, di kota medan, Sumatera Utara. Bentuk tindakan pedofilia yang
dialami dapat diketahui. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan mengumpulkan data melalui
observasi, test psikologi, wawancara. Kriteria subjek pada penelitian ini adalah dewasa
awal berusia 20-30 tahun, individu dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang pernah
mengalami peristiwa pedofilia semasa kecilnya. Subjek pertama berusia 30 tahun dan
mengalami pedofilia pada saat kelas 1sd. Subjek kedua berusia 27 tahun dan mengalami
pedofilia pada saat berusia 5 tahun. Subjek ketiga berusia 20 tahun mengalami pedofilia
pada saat kelas 6 sd. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana konsep diri subjek yang
pernah menjadi korban pedofilia pada masa dewasa awal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada subjek I dan III walaupun subjek mengalami hal yang tidak menyenangkan
pada saat subjek masih kecil, hal itu tidak membuat subjek berpikiran negatif tentang
dirinya dan orang lain. Subjek lebih bersyukur atas apa yang telah dialaminya saat masih
kecil, karena subjek lebih bisa mengambil hikmah dari pengalaman tersebut. Sedangkan
pada subjek II walaupun subjek mengatakan bahwa mulai menerima dirinya akan tetapi
subjek II terkadang masih tidak bisa menerima kondisi yang dimiliki, menyalahkan diri
dan lingkungan terdekat terhadap peristiwa tersebut serta masih menutup diri dalam
melakukan interaksi sosial. Jika pandangan subjek II terhadap dirinya yang cenderung
negatif maka akan membuat konsep diri yang negatif.

Kata Kunci : Konsep Diri, Dewasa Awal, Korban Pedofilia

18 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021


ABSTRACT

The purpose of this study was to determine self-concept in early adulthood who had been
victims of pedophilia, in the city of Medan, North Sumatra. The form of pedophilia
experienced can be known. The method used in this research is a qualitative research
method with a phenomenological approach and collects data through observation,
psychological tests, interviews. The criteria for the subjects in this study were early adults
aged 20-30 years, individuals in this study were early adults who had experienced
pedophilia during childhood. The first subject was 30 years old and experienced
pedophilia during grade 1sd. The second subject was 27 years old and experienced
pedophilia when he was 5 years old. The third subject aged 20 years experienced
pedophilia during grade 6 sd. In this study, it will be seen how the self-concept of
subjects who have been victims of pedophilia in early adulthood. The results showed that
in subject I and III, although the subject experienced unpleasant things when the subject
was still small, it did not make the subject think negatively about himself and other
people. The subject is more grateful for what he has experienced when he was a child,
because the subject is more able to take lessons from the experience. Whereas in subject
II even though the subject said that he began to accept himself, subject II sometimes still
could not accept the conditions he had, blamed himself and the immediate environment
for the incident and still closed himself in conducting social interactions.

Keywords: Self-Concept, Early Adult, Pedophilia Victims

PENDAHULUAN mendapatkan ancaman untuk tidak


Latar Belakang Masalah memberitahukan apa yang dialaminya.
Tidak ada satupun karakteristik khusus atau
tipe kepribadian yang dapat diidentifikasi
Anak merupakan bagian dari masa kini dari individu pelaku kekerasan seksual
dan pemilik masa depan yang karena terhadap anak (Ivo Noviana, 2015).
sifatnya masih rentan dan memiliki
ketergantungan pada orang dewasa, maka Individu yang menjadi korban
anak membutuhkan perlindungan. Namun kekerasan apabila menderita kerugian
ternyata belum tentu semua anak fisik, mengalami luka atau kekerasan
mendapatkan perlindungan, sebagian anak psikologis, trauma emosional, tidak
masih menjadi obyek tindakan kekerasan hanya dipandang dari aspek legal, tetapi
baik fisik, psikis maupun seksual yang juga sosial dan kultural. Kekerasan
dilakukan oleh orang dewasa bahkan oleh seksual (pedofilia) yang terjadi pada
orang terdekat anak seperti ayah, ibu, masa kanak-kanak merupakan suatu
kakek, nenek, paman, bibi yang seharusnya peristiwa krusial karena membawa
menjadi pelindung bagi anak. Hal inilah dampak negatif pada kehidupan korban
yang membuat anak tidak berdaya saat di masa dewasanya, Sisca & Moningka

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021 19


(dalam Yurika fauzia Wardhani dan Alit positif maupun negatif. Penilaian
Kurniasari, 2016) terhadap diri sendiri tersebut dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor salah
Erickson (dalam Siti Nur Fatimah, satunya adalah faktor lingkungan.
2010) mengatakan bahwa individu yang Lingkungan dapat berperan dalam
digolongkan dalam usia dewasa awal terbentuknya penilaian terhadap diri
berada dalam hubungan hangat, dekat seseorang, jika lingkungan mendukung
dan komunikatif dengan atau tidak maka individu tersebut akan merasa
melibatkan kontak seksual. Bila gagal berguna dan dapat menumbuhkan rasa
dalam bentuk keintiman maka individu percaya diri atau harga diri pada diri
tersebut akan mengalami apa yang seseorang begitu juga sebaliknya jika
disebut isolasi (merasa tersisihkan dari lingkungan tidak mendukung maka orang
orang lain, kesepian, menyalahkan diri tersebut dapat merasa tidak berguna dan
karena berbeda dengan orang lain). akhirnya menarik diri dari lingkungan,
Sosiawan (dalam Siti Nur Fatimah,
Individu yang sedang kedalam tahap 2010). Penilaian inilah yang biasa disebut
dewasa awal tidak sepenuhnya dapat sebagai konsep diri.
tercapai penyesuaian dirinya jika pada
masa kecil mengalami suatu hal yang Konsep diri menurut Calhoun &
membuatnya trauma akan hal itu. Efek Acocella (dalam Novia Dwi
trauma yang tertanam oleh individu pada Rahmaningsih & Wisjnu Martani, 2014)
saat masih anak-anak yang mengalami terdiri dari pengetahuan individu tentang
kekerasan seksual akan berkembang diri sendiri di masa sekarang,
menjadi luapan emosi jiwa atau bahkan pengharapan individu tentang diri sendiri
dapat tumbuh menjadi penyakit di masa depan, serta penilaian individu
psikologis saat anak tersebut berkembang terhadap diri sendiri yang menentukan
menjadi individu dewasa. Masa depan tingkat harga diri. Sejalan dengan
anak akan hancur, karena akan terus pendapat tersebut dikemukakan oleh
dihantui oleh perasaan takut, terhadap Cawagas (dalam Siti Nur Fatimah, 2010)
peristiwa yang sebelumnya tidak pernah mengungkapkan bahwa konsep diri
dengar ataupun lihat. Apabila mencakup seluruh pandangan individu
pengalaman yang menyakitkan, akan dimensi fisik, karakteristik pribadi,
menakutkan, menekan, mencemaskan motivasi, kelemahan, kepandaian dan
atau menyedihkan yang dialami anak kegagalannya. Tercapainya keinginan
sebagai korban, dibiarkan atau tidak dan terealisasikannya kehidupan dapat
diketahui orangtua atau individu dewasa diupayakan melalui konsep diri. Dapat
lainnya maka anak hanya akan dikatakan bahwa konsep diri juga
memendam perasaan, mengalami merupakan kerangka kerja untuk
kesedihan mendalam, ketakutan, mengorganisasikan pengalaman-
kecemasan, dan kemarahan yang pengalaman yang diperoleh seseorang.
terpendam sampai depresi, gangguan
stres pasca trauma, kegelisahan. tersebut, Oleh karena itu berdasarkan
yang dapat menimbulkan traumatic fenomena diatas dan pemaparan
berkepanjangan (dalam Yurika fauzia penelitian, maka peneliti tertarik untuk
Wardhani dan Alit Kurniasari, 2016). melakukan penelitian fenomenologi
Setiap individu memiliki penilaian tentang “Konsep Diri Pada Dewasa Awal
terhadap dirinya sendiri, baik bersifat Yang Pernah Menjadi Korban Pedofilia”.
dimensi fisik, karakteristik individual,
TINJAUAN PUSTAKA dan motivasi diri. Hurlock (dalam M,
A. Konsep Diri Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012
: 13), mengatakan bahwa konsep diri
Konsep diri adalah pandangan merupakan gambaran individu mengenai
dan sikap individu terhadap diri diri sendiri yang merupakan gabungan
sendiri.Pandangan diri terkait dengan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,

20 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021


emosional aspiratif dan prestasi yang aspek –aspek kepribadian yang tidak
mereka capai. disenangi dan berusaha mengubahnya.

Konsep diri dapat digambarkan Sementara individu yang memiliki


sebagai sistem operasi yang konsep diri negatif menunjukkan
menjalankan komputer mental yang karakteristik sebagai berikut: 1.Sensitif
mempengaruhi kemampuan berpikir terhadap kritik. 2.Responsif terhadap
individu. Setelah ter-install, konsep pujian. 3.Mempunyai sikap hiperkritis.
diri akan masuk kepikiran bawah sadar 4.Cenderung merasakan tidak
dan berpengaruh terhadap tingkat disenangi orang lain. 5.Bersikap
kesadaran individu pada suatu waktu. pesimis terhadap kompetisi.
Semakin baik konsep diri individu
maka akan semakin mudah individu B. Pedofilia
mencapai keberhasilan karena individu
bersikap optimis, berani mencoba hal Pedofilia berasal dari bahasa
baru, berani sukses dan berani pula Yunani yang terdiri dari kata pais
gagal, penuh percaya diri serta berpikir (anak-anak) dan phillia (cinta yang
secara positif. Sebaliknya jika konsep bersahabat atau sahabat). Pedofilia
diri individu negatif maka akan didefinisikan sebagai gangguan
mengakibatkan tumbuh rasa tidak kejiwaan pada individu dewasa atau
percaya diri, takut, gagal sehingga remaja yang telah mulai dewasa
tidak berani mencoba hal baru dan (pribadi dengan usia 16 tahun atau
perilaku inferior lainnya. (dalam lebih tua) biasanya ditandai dengan
Desmita, 2016 : 164). suatu kepentingan seksual primer atau
eksklusif pada anak prapuber
Berdasarkan dari berbagai (umumnya usia 13 tahun atau lebih
pengertian konsep diri yang muda, walaupun pubersitas dapat
dikemukakan oleh para ahli, dapat bervariasi). Anak harus minimal lima
disimpulkan bahwa konsep diri adalah tahun lebih muda dalam kasus
sikap dan pandangan individu terhadap pedofilia remaja (16 tahun atau lebih
seluruh keadaan dirinya seperti apa tua) baru dapat diklasifikasikan
yang dirasakan dan dipikirkan oleh sebagai pedofilia (Nur Hidayati, 2018).
seseorang mengenai dirinya sendiri.
Menurut Sadarjoen (dalam
Callhoun dan Acocella (dalam M, Yuninda Tria Ningsih dll., 2017)
Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, pedofilia adalah cinta kepada anak-
2012 : 17), mengungkapkan bahwa anak, yang mana keintiman seksual
konsep diri terdiri dari tiga dimensi dicapai melalui manipulasi alat genital
atau aspek, yaitu: pengetahuan, anak-anak atau oleh anak, melakukan
harapan, penilaian. Menurut Brooks panetrasi penis sebagian atau
dan Emmert (dalam Caesar Vioniken keseluruhan terhadap alat genital anak.
Pradipta, 2013) individu yang Kebanyakan kaum pedophilia adalah
memiliki konsep diri positif pria dengan korban anak perempuan
menunjukkan karakteristik sebagai yang disebut pedophilia heteroseksual
berikut: 1.Meyakini dirinya akan sedangkan dengan anak laki-laki
kemampuannya mengatasi masalah. disebut dengan pedophilia
2.Merasa setara dengan individu lain. homoseksual.
3.Menerima pujian tanpa rasa malu.
4.Menyadari bahwa setiap individu Berdasarkan pendapat para tokoh
mempunyai berbagai perasaan, di atas dapat disimpulkan bahwa
keinginan dan perilaku yang tidak pedofilia adalah perbuatan seks yang
seluruhnya disetujui masyarakat. tidak wajar yang dilakukan oleh orang
5.Mampu memperbaiki dirinya karena dewasa yang berulangkali melakukan
individu sanggup mengungkapkan tindakan seksual tersebut dengan anak
prepubertas.

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021 21


Menurut Giri Wiarto, 2015 : 112,
Finkelhor dan Browne (dalam perkembangan dewasa awal dibagi
Ratih Probosiwi & Daud Bahransyaf, menjadi tiga yaitu:
2015) menggagas empat jenis dari efek
trauma akibat kekerasan seksual atau 1. Perkembangan Fisik dan
pedofilia, yaitu: Pengkhianatan Kesehatan (status Kesehatan,
(Betrayal), trauma secara Seksual perilaku dan pengaruhnya terhadap
(Traumatic Sexualization), tidak kesehatan, perilaku seksual)
Berdaya (Powerlessness),stigma 2. Perkembangan Kognitif
(Stigmatization). 3. Perkembangan Sosial (mobilitas
sosial, bahaya personal dan sosial)
C. Dewasa Awal
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Hurlock (dalam Siti Nur
Fatimah, 2010) mengatakan bahwa Penelitian ini berfokus pada
dewasa awal dimulai pada umur 18 konsep diri pada dewasa awal yang
tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, pernah menjadi korban pedofilia
saat perubahan-perubahan fisik dan semasa kecilnya. Pendekatan
psikologis yang menyertai penelitian yang digunakan dalam
berkurangnya kemampuan reproduktif.
penelitian ini adalah metode
Santrock (2012) juga mengatakan
masa dewasa awal adalah masa untuk penelitian kualitatif dan dalam
bekerja dan menjalin hubungan dengan penelitian ini menggunakan desain
lawan jenis, terkadang menyisakan penelitian kualitatif fenomenologi.
sedikit waktu untuk hal lainnya. Bagi Studi fenomenologi sendiri
kebanyakan individu, menjadi dewasa memiliki pengertian yaitu
melibatkan periode transisi yang pandangan berpikir yang
panjang. Baru-baru ini, transisi dari menekankan pada fokus kepada
masa remaja ke dewasa disebut pengalaman – pengalaman subjektif
sebagai masa beranjak dewasa ditandai individu dan interpretasi –
oleh ekperimen dan eksplorasi. interpretasi dunia. fenomena adalah
Dimana banyak individu masih segala sesuatu yang dengan suatu
mengeksplorasi jalur karier yang ingin cara tertentu tampil dalam
mereka ambil, ingin menjadi individu
kesadaran individu. Baik berupa
yang seperti apa, dan gaya hidup
seperti apa yang individu inginkan,
sesuatu sebagai hasil rekaan
hidup melajang, hidup bersama, atau maupun berupa sesuatu yang nyata,
menikah, Arnett (dalam yang berupa gagasan maupun
Santrock,2012). berupa kenyataan, Edmund Husserl
(dalam Lexy J Moleong, 2012:15).
Berdasarkan pendapat para tokoh
di atas dapat disimpulkan bahwa
dewasa awal merupakan masa transisi Populasi penelitian ini berjumlah
pendewasaan diri dari masa remaja tiga individu dewasa awal yang pernah
dimana individu siap berperan dan menjadi korban pedofilia yang
bertanggung jawab dalam membuat kriterianya berusia dari usia 20-30
keputusan sendiri tanpa campur tangan tahun baik pria maupun wanita. Jumlah
dari orangtua, keputusan itu umumnya subjek yang hanya sedikit ini salah
mengenai masa – masa untuk satunya disebabkan oleh masalah
menerima kedudukan di dalam ketersediaan subjek yang memang
masyarakat, bekerja, terlibat dalam sangat terbatas. Teknik pengumpulan
hubungan sosial masyarakat dan data dilakukan dengan cara observasi,
menjalin hubungan dengan lawan wawancara dan dokumentasi. Dalam
jenis. penelitian ini, kredibilitas penelitian

22 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021


dilakukan menggunakan teknik
triangulasi. Ketika korban mengalami
peristiwa tersebut pastinya akan
Untuk menentukan sampel yang mengalami efek trauma ketika tidak
akan digunakan dalam penelitian ini, ditangani dengan tepat, menurut
peneliti menetapkan subjek penelitian Finkelhor dan Browne (dalam Ratih
berdasarkan beberapa karakteristik, Probosiwi & Daud Bahransyaf, 2015)
yaitu: empat jenis dari efek trauma akibat
1. Dewasa yang sedang berada pada kekerasan seksual atau pedofilia, yaitu
tahap perkembangan dewasa awal pengkhianatan, trauma secara seksual,
(20-30 tahun) baik pria maupun tidak berdaya dan stigma.
wanita.
2. Pernah menjadi korban pedofilia Berdasarkan penjelasan diatas,
semasa kecilnya. teori yang dijelaskan oleh Finkelhor
3. Individu berdomisili di Medan, dan Browne (dalam Ratih Probosiswi
Sumatera Utara. & Daud Bahransyaf, 2013) mengenai
efek trauma terhadap korban pedofilia,
mendapatkan hasil bahwa efek trauma
HASIL PENELITIAN yang dialami ketiga subjek tidak
1. Gambaran Mengenai semuanya efek sesuai dengan empat
Peristiwa Pedofilia jenis trauma yaitu pengkhianatan,
trauma secara seksual, tidak berdaya,
Peristiwa pedofilia yang dialami stigma. Dikarenakan tiap individu
ketiga subjek ini sudah terjadi mempunyai cara tersendiri dalam
berulang-ulang. Pada saat peristiwa mengatasi kejadian yang individu
tersebut sedang terjadi ketiga subjek alami dimasa lalu dan mampu
sedang tidur. Sebagaimana peristiwa mempersepsikan kejadian tersebut ke
pedofilia yang terjadi ketika kecil, hal yang positif dan juga ke hal
korban selalu diawali dengan ancaman negative. Namun jika dilihat subjek I
oleh pelaku. dan III mempersepsikan kejadian
tersebut ke hal yang positif sementara
Peristiwa pedofilia pada masing- pada subjek II walaupun masih
masing subjek berbeda. Pada subjek I mempersepsikan kejadian tersebut ke
mengalami peristiwa pedofilia ini pada hal negatif akan tetapi individu
saat kelas satu sd dan pelakunya adalah berusaha untuk mengubah persepsi
omnya sendiri (dari pihak papa) ketika tersebut.
subjek I dititipkan dirumah neneknya.
Subjek I juga mengatakan bahwa EM 2. Konsep Diri
baru mengetahui adiknya juga
diperlakukan seperti itu ketika adiknya Konsep diri sangat erat kaitannya
bercerita pada saat dewasa. Pada dengan diri individu. Kehidupan yang
subjek II mengalami peristiwa sehat, baik fisik maupun psikologi
pedofilia ketika berusia 5 tahun. salah satunya didukung oleh konsep
Peristiwa pedofilia itu terjadi ketika diri yang baik dan stabil. Konsep diri
subjek II dititipkan dirumah neneknya positif maupun negative terbentuk
dan yang melakukan hal tersebut sesuai dengan pengalaman individu
kepada subjek II adalah omnya sendiri, dalam berhubungan dengan orang lain.
dari bagian papa. Pada subjek III Individu memiliki persepsi atau sudut
mengalami peristiwa pedofilia pada pandang yang berbeda terhadap
saat dia kelas 6 sd. Peristiwa pedofilia kelebihan dan kekurangan yang
tersebut terjadi dirumah subjek III dimiliki dalam berbagai aspek konsep
sendiri ketika sedang mengikuti les diri.
dan yang melakukan hal tersebut ialah
kenalan dari orangtua subjek III. Perbedaan mempersepsikan
peristiwa pedofilia inilah yang

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021 23


memengaruhi konsep diri subjek. individu yang bisa dikatakan memiliki
Berdasarkan penjelasan diatas, maka konsep diri negative yaitu, Sensitif
sesuai dengan teori yang dijelaskan terhadap kritik, responsif terhadap
oleh Callhoun dan Acocella (dalam M, pujian, mempunyai sikap hiperkritis,
Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, cenderung merasakan tidak disenangi
2012 : 17), konsep diri mencakup orang lain, bersikap pesimis terhadap
pandangan diri terhadap tiga dimensi, kompetisi. Walaupun saat ini subjek II
yaitu pengetahuan, harapan, penilaian mengatakan bahwa mulai menerima
didapatkan hasil bahwa konsep diri diri akan tetapi subjek II terkadang
yang terdapat pada ketiga subjek masih tidak bisa menerima kondisi
berbeda-beda karena tiap subjek yang dimiliki, menyalahkan diri dan
memiliki persepsi yang berbeda-beda lingkungan terdekat terhadap peristiwa
pula dalam memaknai peristiwa tersebut serta masih menutup diri
tersebut. dalam melakukan interaksi sosial.
Pandangan subjek II terhadap dirinya
Pada subjek I dan III mempunyai yang cenderung negatif akan membuat
konsep diri yang positif, hal ini sesuai konsep diri yang negatif.
dengan karakteristik menurut Brooks
dan Emmert (dalam Caesar Vioniken KESIMPULAN
Pradipta, 2013) individu yang bisa Kasus I
dikatakan memiliki konsep diri positif
yaitu, meyakini dirinya akan Hasil penelitian menunjukkan
kemampuannya mengatasi masalah, bahwa subjek pada awalnya
merasa setara dengan individu lain, memiliki efek trauma namun
menerima pujian tanpa rasa malu, berkat penguatan positif dari
menyadari bahwa setiap individu
mempunyai berbagai perasaan,
individu serta dukungan dari
keinginan dan perilaku yang tidak keluarga dan lingkungan sosial
seluruhnya disetujui masyarakat, maka mempengaruhi konsep diri
mampu memperbaiki dirinya karena subjek saat ini menjadi positif
individu sanggup mengungkapkan
aspek –aspek kepribadian yang tidak Kasus II
disenangi dan berusaha mengubahnya.
Walaupun saat ini subjek II
Pada subjek I dan III walaupun mengatakan bahwa mulai menerima
subjek mengalami hal yang tidak dirinya akan tetapi subjek II terkadang
menyenangkan pada saat subjek masih masih tidak bisa menerima kondisi
kecil, hal itu tidak membuat subjek yang dimiliki, menyalahkan diri dan
berpikiran negatif tentang dirinya dan lingkungan terdekat terhadap peristiwa
orang lain. Subjek lebih bersyukur atas tersebut serta masih menutup diri
apa yang telah dialaminya saat masih dalam melakukan interaksi sosial.
kecil, karena subjek lebih bisa Pandangan subjek II terhadap dirinya
mengambil hikmah dari pengalaman yang cenderung negatif dan akan
tersebut. Pengalihan berpikir kearah membuat konsep diri yang negatif.
yang lebih positif dan mengarah ke
masa depan pada subjek I dan III Kasus III
mengarahkan dirinya cepat melewati
masa tekanan psikologis pasca Pada subjek III walaupun subjek
mengalami peristiwa tersebut. mengalami hal yang tidak
menyenangkan pada saat subjek masih
Sedangkan pada subjek II kecil, hal itu tidak membuat subjek
mempunyai konsep diri yang negative, awalnya berpikiran negatif tentang
hal ini sesuai dengan karakteristik dirinya. Namun saat ini, subjek lebih
menurut Brooks dan Emmert (dalam bersyukur atas apa yang telah
Caesar Vioniken Pradipta, 2013) dialaminya saat masih kecil, karena

24 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021


subjek lebih bisa mengambil hikmah (Pedofilia). Jurnal
dari pengalaman tersebut. Pengalihan Pengembangan Humaniora, 14 (1), 68
berpikir kearah yang lebih positif dan – 73. diakses dari
mengarah ke masa depan pada subjek http://jurnal.polines.ac.id/jurnal/i
III mengarahkan dirinya cepat ndex.php/ragam/article/view/496/421.
melewati masa tekanan pasca Ratih, Probosiwi., & Daud,
mengalami peristiwa tersebut. Bahransyaf. (2015). Pedophilia
and Sexual Violence: Problems
DAFTAR PUSTAKA and Child Protectioon. Sosio
Informa, 01(01), 29–40.
Caesar Vioniken Pradipta. (2013). Santrock, John W. 2012. Life - Span
Pengaruh Konsep Diri Dalam Development : Perkembangan Masa
komunikasi Interpersonal Hidup.
Pustakawan Hubungannya Edisi 13 Jilid II, Jakarta: Erlangga
Terhadap Kepuasan Pemustaka (PT Gelora Aksara Pratama)
Di Badan Perpustakaan Dan Siti, Nur Fatimah. (2010). Dinamika
Kearsipan Daerah Kota Cirebon. konsep diri pada orang dewasa
Jurnal Ilmu Perpustakaan, korban child
Fakultas Ilmu Budaya, abused.Empathy,1(1),131 143.
Universitas Diponegoro https://doi.org/10.1017/CBO9781
Semarang. Vol.369. 107415324.004
Desmita. (2016). Psikologi Yuninda, T Ningsih., Duryati., Vanisa,
Perkembangan Peserta Didik. Afriona & Thesa, D Djafar. (2017).
Bandung: PT Remaja rosdakarya. Dinamika
Giri, Wiarto. (2015). Psikologi Psikologis Anak Korban
Perkembangan Manusia. Yogyakarta: Pedophilia Homoseksual (Sebuah
Psikoasain. Studi
Ivo, Noviana. (2015). Kekerasan Fenomenologis). Jurnal RAP
Seksual Terhadap Anak: Dampak UNP, 8(1), 113–122.
Dan Penanganannya Child Yurika Fauzia Wardhani dan Alit
Sexual Abuse: Impact And Kurniasari. (2016). PEDOPHILIA AS
Hendling. Sosio Informa, 1(1), A HIDDEN
13–28. Diakses pada tanggal 20 THREAT OF CHILDREN. 2(77).
Juli 2020, jam 15.03 Diakses pada tanggal 20 Juli 2020, jam
http://ejournal.kemsos.go.id/inde 14.28
x.php/Sosioinforma/article/downl ejournal.kemsos.go.id
oad/87/55
Lexy, J. Moleong. (2012). Metode
Penelitian Kualitaif. Bandung: PT
Remaja
rosdakarya.
M. Nur Gufron & Rini, Risnawati S.
(2012). Teori – Teori Psikologi.
Yogyakarta:
Ar – ruzzmedia.
Novia, D Rahmaningsih & Wisjnu,
Martani. (2014). Dinamika Konsep
Diri pada
Remaja Perempuan Pembaca
Teenlit. Jurnal Psikologi, 41(2), 179.
https://doi.org/10.22146/jpsi.694
8
Nur, Hidayati. (2018). Perlindungan
Anak terhadap Kejahatan Kekerasan
Seksual

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 2 Bulan Juli 2021 25

Anda mungkin juga menyukai