Anda di halaman 1dari 12

1

MODUL PERKULIAHAN

Kesehatan
Mental
Dinamika Perkembangan
Manusia

Abstract Kompetensi
Dinamika yang dihadapi oleh manusia Mahasiswa mampu menjelaskan
untuk mengembangkan dirinya di dunia tentang dinamika yang dihadapi oleh
yang terus berubah manusia untuk mengembangkan dirinya
di dunia yang terus berubah

Perkembangan Anak
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

01
Psikologi Psikologi P611700012 Nurul Adiningtyas,
S.Psi, M.Psi, Psikolog
Perkembangan anak hingga remaja menunjukkan perubahan yang sangat besar,
baik dari cara berpikir, merasakan emosi, serta berperilaku. Hal-hal yang tadinya biasa
dilakukan pada masa kanak-kanak sering kali berubah total ketika seseorang memasuki
masa remaja.

Paradigma yang digunakan oleh para ahli untuk memandang masa kanak-kanak pun
berubah. Dulu, anak-anak dianggap sebagai miniatur orang dewasa sehingga dianggap
memiliki pola pikir, perasaan dan perilaku yang sama dengan orang dewasa. Sekarang,
anak-anak dan orang dewasa dipandang memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari sisi
psikologis maupun fisiologis. Masa kanak-kanak merupakan sebuah pondasi yang akan
membentuk anak menjadi individu dewasa yang sehat. Interaksi antara orang tua dan anak
menjadi dasar bagi anak untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya saat sekolah,
menumbuhkan rasa kepercayaan diri saat remaja hingga bagaimana pola interaksi mereka
dengan pasangan saat dewasa, termasuk dengan anak-anak mereka. Tentu saja, pola asuh
yang akan mereka terapkan pada anak-anak mereka sangat dipengaruhi oleh pola asuh
yang mereka terima saat masa kanak-kanak (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014)

Banyak teori yang diajukan oleh para ahli tentang masa perkembangan anak. Beberapa
diantaranya adalah:

 Pendekatan biologis
 Pendekatan ekologis
 Perspektif psikodinamika
 Perspektif teori social learning

Pendekatan Biologis

Pendekatan biologis percaya bahwa 25-75% karakteristik dari manusia diturunkan


melalui disposisi genetic. Pada masa kanak-kanak, faktor genetik ini muncul terutama pada
aspek inteligensi, aktivitas fisik, sosial dan emosional. Akan tetapi pendekatan biologis tidak
mempertimbangkan faktor kematangan serta interaksi dengan dunia luar sehingga tidak
dapat memprediksi dengan akurat kepribadian seseorang dengan hanya melihat faktor
biologisnya. Walaupun demikian, faktor biologis cukup mampu memprediksi masalah-
masalah kesehatan mental seperti penyalahgunaan zat, depresi, dan masalah kecemasan.
(Kirsh, Duffy & Atwater, 2014)

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


2 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pendekatan Ekologis

Dalam perkembangannya, seorang anak akan menemui dan berinteraksi secara


langsung dengan lingkungannya, seperti sekolah, tempat rekreasi, rumah ibadah, dan lain
sebagainya. Anak akan belajar mengenai banyak hal melalui pengalaman-pengalamannya
ini dan dipengaruhi oleh segala sesuatu yang terjadi di luar diri mereka. Bronfenbrenner
(dalam Kirsh, Duffy & Atwater, 2014) mengatakan bahwa ada 4 sistem lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan anak, yaitu:

 Microsystem: setting situasi anak saat ini, seperti rumah, sekolah, atau lingkungan
lain tempat anak berada saat itu
 Mesosystem: keterkaitan antara beberapa microsystem yang dimiliki oleh anak
 Exosystem: anak dan remaja terpengaruh oleh setting sosial yang tidak ada
hubungannya dengan mereka, seperti guru sedang mengalami masalah di rumah
sehingga mempengaruhi emosinya saat mengajar anak di sekolah. Situasi rumah
sang guru adalah hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan anak dan
remaja tetapi memiliki pengaruh terhadap mereka.
 Macrosystem: lingkup yang lebih besar tempat anak berada beserta segala nilai,
norma, tujuan, kebiasaan, dan perilaku yang menjadi karakteristik dari komunitas
anak. Yang termasuk ke dalam macrosystem adalah suku, ras, agama, negara, dsb

Pendekatan Psikodinamika

Seperti yang kita tahu, Sigmund Freud adalah pionir dari pendekatan psikodinamika.
Akan tetapi, pandangannya yang sangat subyektif dan terlalu menitikberatkan pada aspek
seksualitas tidak dapat diterapkan secara umum di dunia nyata. Selain itu, Freud hanya
memaparkan fase awal perkembangan dan tidak dapat menjelaskan secara komprehensif
apa yang terjadi pada transisi masa kanak-kanak menuju remaja, serta pasca masa remaja,

Berbeda dengan Freud, Erikson memiliki pandangan yang lebih luas serta
memasukkan peran interaksi individu dengan lingkungannya ke dalam fase perkembangan
yang diteorikannya. Erikson percaya bahwa individu harus mengatasi krisis yang dihadapi
pada tiap masa perkembangan dan keberhasilan atau kegagalan dan mengatasi krisis
tersebut memiliki potensi untuk mempengaruhi tahapan perkembangan selanjutnya. Oleh
sebab itu, perkembangan kepribadian bersifat kumulatif dari pengalaman sebelumnya dan
juga berkesinambungan. (Feist & Feist, 2008)

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


3 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
 Tahap 1. Trust vs Mistrust: Bayi adalah makhluk yang tidak berdaya dan sangat
bergantung pada orang lain untuk bertahan hidup. Mereka hanya bisa menangis
untuk menunjukkan kebutuhan mereka. Ketika lingkungan merespon dengan cara
memenuhi kebutuhan mereka, maka bayi akan memandang dunia sebagai tempat
yang aman dan nyaman sehingga mengembangkan rasa percaya pada orang lain
dan lingkungan. Akan tetapi Ketika kebutuhan bayi tidak dapat dipenuhi dengan baik
maka bayi akan mengembangkan kecemasan dan rasa tidak percaya terhadap
orang lain dan lingkungannya.
 Tahap 2. Autonomy vs Shame and Doubt: Pada masa batita, anak mulai belajar
untuk lebih mandiri dan mengandalkan dirinya sendiri. Akan tetapi, Ketika orang
dewasa merespon secara keras ataupun overprotektif, maka anak akan
mengembangan rasa ragu-ragu dan menyangsikan kemampuan diri mereka sendiri.
 Tahap 3. Initiative vs. Guilt: Saat anak memasuki usia 3-6 tahun, anak mulai
berinisiatif untuk menunjukkan perilaku tertentu seperti merencanakan aktivitas
tertentu, berteman, dan mulai memasukkan pertimbangan pribadi dalam melakukan
suatu hal. Jika sebelumnya mereka hanya sekedar meniru, pada masa ini mereka
belajar untuk memulai sesuatu. Jika upaya mereka didukung oleh lingkungan
sekitarnya, maka anak akan senang mencoba hal baru dan mengeksplorasi
lingkungan mereka. Akan tetapi ketika inisiatif mereka bertentangan dengan
kepentingan orang tua atau saudara, dan mereka dihukum akibat inisiatif mereka itu,
mereka akan menjadi pasif dan merasa bersalah atas inisiatif mereka.
 Tahap 4. Industry vs Inferiority: Pada masa sekolah, sekitar usia 6-11 tahun, anak
diharapkan dapat menguasai keterampilan akademis maupun keterampilan sosial.
Pada masa ini, anak tidak hanya membandingkan diri mereka dengan teman sebaya
mereka namun juga memikirkan bagaimana teman-teman mereka menilai diri
mereka.Penyelesaian krisis di masa ini dibantu oleh guru dan teman sebaya. Anak-
anak yang yakin dengan kemampuan mereka akan mampu mengembangkan
berbagai keterampilan untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Semakin
mereka mampu dalam menghadapi lingkungannya, semakin mereka merasa
percaya diri sebagai seorang individu. Akan tetapi, rasa frustrasi dan kegagalan
untuk mengatasi tantangan pada masa ini menimbulkan rasa rendah diri pada anak.
 Tahap 5. Identity vs. Role Confusion: Remaja, usia 12-18 tahun, sibuk
mendefinisikan ulang diri mereka dengan memasukkan berbagai perubahan yang
terjadi pada tubuh, pikiran dan perkembangan seksual mereka yang kemudian
berkembang menjadi pertanyaan eksistensial yang lebih besar, yaitu, “Siapa saya?”
Remaja yang mampu mengatasi krisis identitas ini akan mengembangkan identitas
personal yang cukup kuat. Akan tetapi, remaja yang kesulitan untuk mengatasi krisis
2021 Nama Mata Kuliah dari Modul
4 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
ini akan mengalami kebingungan akan diri mereka serta masa depan yang akan
mereka hadapi. Ditambah lagi perkembangan informasi yang dimotori oleh kehadiran
internet dan media sosial membuat remaja dapat berlindung dibalik anonimitas dan
berperan sebagai seseorang yang sama sekali berbeda dengan diri mereka yang
sesungguhnya. Hal ini menyebabkan remaja dengan mudahnya bereksperimen
dengan berbagai identitas tanpa peduli dengan konsekuensi sosial di dunia nyata,
yang kemudian akan menimbulkan kesulitan ketika mereka harus hidup
bersosialisasi dengan dunia luar.

Pendekatan Teori Social Learning

Sebagian besar yang diiketahui dan dipelajari, terutama pada masa kanak-kanak,
terjadi dalam konteks sosial. Anak-anak belajar dengan cara mengamati perilaku orang lain
serta konsekuensi, baik positif maupun negative, yang menyertainya. Proses belajar melalui
pengamatan ini bergantung pada 4 hal:

 Atensi
 Retensi
 Motivasi
 Reproduksi

Keempat hal ini berpengaruh dalam proses modelling dengan cara, seseorang perlu
memperhatikan lingkungan sekitarnya untuk bisa menangkap perilaku, lalu perilaku tersebut
disimpan dalam benaknya. Setelah itu, seseorang harus termotivasi untuk mengulangi
perilaku tersebut dan benar-benar akan melakukan perilaku tersebut di masa yang akan
datang.

Selain keempat komponen tadi, sebuah perilaku akan lebih cenderung diulang jika
terdapat penguatan secara langsung terhadap perbuatan tersebut. Vicarious learning, atau
pengamatan terhadap konsekuensi terhadap perilaku yang diamati juga menjadi
pertimbangan apakah sebuah perilaku akan diikuti atau tidak. Contohnya, seorang anak
yang memperhatikan seseorang melakukan kekerasan dan mendapatkan rasa hormat dari
teman-temannya akan cenderung meniru perilaku tersebut (vicarious learning). Begitu juga
dengan anak yang melakukan perbuatan baik dan mendapatkan hadiah berupa pujian atau
barang, maka perbuatan baik tersebut akan dipertahankan.

Lingkungan dan situasi yang sesuai dengan persepsi anak terhadap suatu perilaku
juga berpengaruh pada pengulangan perilaku tersebut. Misalnya, perilaku agresif akan lebih

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


5 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
mudah untuk muncul pada situasi dimana dianggap wajar untuk memunculkan perilaku
tersebut. (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014)

Interaksi Multifaktor dalam Perkembangan Anak

Dari berbagai pendekatan di atas, kita mengetahui bahwa ada banyak hal yang
mempengaruhi perkembangan anak. Dari pendekatan Erikson, kita memahami bahwa ada
krisis internal yang terkait interaksi dengan lingkungan yang harus diselesaikan oleh anak.
Selain itu, kita juga mengetahui bahwa Bronfenbrenner berpendapat bahwa lingkungan itu
sendiri bisa mempengaruhi anak mulai dari lingkungan terkecil, lingkungan yang idak ada
hubungan secara langsung dengan anak maupun tuntutan masyarakat. Dari sana kita bisa
menarik kesimpulan bahwa setiap orang memiliki tantangannya masing-masing dan
keberhasilan mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan ini sangat dipengaruhi oleh
berbagai factor yang ada pada diri mereka, seperti factor genetic, factor lingkungan serta
interaksi antara diri kita dengan lingkungan. Kepribadian yang dibentuk dari factor-faktor ini
dipengaruhi oleh reaksi atau pilihan perilaku kita terhadap berbagai stimulus yang ada
dalam diri kita maupun lingkungan. Oleh sebab itu lebih mudah memandang perkembangan
sebagai sebuah kombinasi dibandingkan membedah peran masing-masing factor terhadap
kepribadian.

Elemen Penting dari Masa Kanak-kanak

Temperamen

Temperamen adalah aspek kepribadian yang berkaitan dengan disposisi dan reaksi
emosional serta kecepatan dan intensitasnya; istilah ini sering digunakan untuk merujuk
pada suasana hati atau pola suasana hati seseorang (brittanica.com). Setiap individu
memiliki karakteristik khusus dalam memberikan respon emosional ataupu reaksi perilaku
pada situasi tertentu maupun stressor.

Ada tiga gaya dasar dari temperamen yang telah diidentifikasikan pada masa bayi, yaitu:

 Mudah
 Sulit
 Lambat untuk hangat

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


6 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Bayi yang masuk ke dalam golongan “mudah” biasanya menunjukkan sikap ceria
dan bahagia pada berbagai situasi, memiliki ritme biologis yang teratur, dan mudah
beradaptasi dengan situasi baru. Bayi yang “sulit” cenderung merespon dengan rewel,
memiliki pola makan dan kebiasaan tidur yang tidak dapat diprediksi, dan memiliki ekspresi
emosi yang intens. Dan bayi yang “lambat untuk hangat” cenderung berhati-hati dalam
menghadapi situasi baru namun ketika mereka sudah merasa nyaman, mereka menjadi
lebih terbuka dan ceria dalam memberikan respon (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Konsensus di antara para ilmuwan sekarang ini menyatakan bahwa temperamen


merupakan bawaan, sangat dipengaruhi factor biologis dan bersifat menetap hingga masa
dewasa. Akan tetapi, temperamen bukan selalu merupakan factor yang mendefinisikan
seseorang atau bagaimana seseorang beradaptasi. Tentu saja pengalaman yang dialami
seseorang serta interaksinya dengan lingkungan selama hidupnya mempengaruhi
kepribadian dengan berbagai cara. Namun berdasarkan fakta bahwa pola temperamen
dapat diamati sejak masa bayi menunjukkan bahwa temperamen merupakan pondasi dari
fungsi sosial dan emosional seseorang.

Attachment

Menurut Bowlby (Cherry, 2019; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014), attachment adalah ikatan
emosional dengan orang lain. Bowlby percaya bahwa ikatan paling awal yang dibentuk oleh
anak-anak dengan pengasuhnya memiliki dampak luar biasa yang berlanjut sepanjang
hidup. Dia menyarankan bahwa attachment juga berfungsi untuk menjaga bayi tetap dekat
dengan ibunya, sehingga meningkatkan peluang anak untuk bertahan hidup.

Selama hidup manusia, seseorang mengembangkan attachment dengan berbagai individu,


termasuk dengan orang tua, kakek-nenek, saudara, dan pasangan. Dalam masa
perkembangan anak, attachment ditunjukkan dengan cara mencari pengasuh utama anak
untuk mendapatkan rasa nyaman dan dukungan dalam situasi yang menekan. Individu yang
memberikan dukungan disebut sebagai figure attachment. Dengan bertambahnya usia, anak
akan merasa nyaman hanya dengan mendengarkan suara dari pengasuh utama. Bahkan
foto dari pengasuh utama dapat memberikan perasaan aman pada diri anak. Perasaan
nyaman tanpa adanya kontak langsung dengan figure attachment disebut sebagai felt
security.

Jenis-jenis Attachment. Sepanjang sejarah, anak-anak yang mempertahankan kedekatan


dengan sosok attachment lebih cenderung menerima kenyamanan dan perlindungan, dan
karena itu lebih mungkin untuk bertahan hidup hingga dewasa. Melalui proses seleksi alam,
2021 Nama Mata Kuliah dari Modul
7 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
sistem motivasi yang dirancang untuk mengatur attachment muncul. Terdapat dua tipe
dasar attachment, secure dan insecure. Bayi dengan secure attachment sangat percaya
bahwa kebutuhan dasar mereka akan dipenuhi oleh pengasuh utama mereka. Walaupun
mereka terpisah dari ibu mereka, ketika ibu mereka kembali, mereka akan menyambut ibu
mereka dengan, mencari kenyamanan jika mereka merasa kesal, dan kembali
mengeksplorasi dan bermain di tempat yang baru. Sedangkan bayi dengan insecure
attachment percaya bahwa kebutuhan dasar mereka tidak akan dipenuhi oleh pengasuh
utama, melainkan akan ditolak, tidak dipedulikan, atau kombinasi dari keduanya. Ainsworth
menjelaskan tiga gaya utama attachment: secure attachment, ambivalent-insecure
attachment, avoidant-insecure attachment. Kemudian, Main dan Solomon menambahkan
gaya attachment keempat yang disebut disorganized-insecure attachment berdasarkan
penelitian mereka sendiri (Cherry, 2019).

Gambar 1. Attachment Style (diambil dari medium.com)

Pentingnya Attachment. Anak-anak yang mengembangkan secure attachment cenderung


tumbuh menjadi anak yang kebih menunjukkan emosi-emosi positif, memiliki kosakata yang
lebih kaya dan mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik. Mereka mampu
mengembangkan hubungan yang sehat dengan teman sebaya serta memiliki hubungan
dekat dalam jangka waktu yang lama hingga masa remaja. Sedangkan anak-anak yang
mengembangkan insecure attachment cenderung menunjukkan emosi-emosi negatif dan
mengalami kesulitan untuk mengembangkan hubungan yang sehat dengan teman sebaya.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa berbagai kemampuan kognitif, emosi dan
keterampilan sosial yang positif akan terbentuk dari berkembangnya secure attachment
(Cherry, 2019; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Peran Ayah dalam Kehidupan Anak. Selama ini, orang akan merujuk kepada ibu ketika
mendiskusikan tentang pengasuhan anak. Akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


8 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
keterlibatan aktif seorang ayah memiliki dampak yang positif pada anak. Anak-anak yang
memiliki ayah yang terlibat dalam pengasuhan mereka cenderung menunjukkan kesuksesan
dalam dunia akademis dan dunia kerja. Kehadiran ayah dan ibu bersama-sama memiliki
dampak berkurangnya masalah perilaku yang muncul pada anak. Anak-anak yang
mendapatkan dukungan dari ayah cenderung memiliki minat untuk bergaul dan
bersosialisasi dengan lingkungan luar (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Konsep Diri

Konsep diri adalah seperangkat kemampuan, keterampilan dan nilai yang dipercaya oleh
individu menggambarkan dirinya. Akan tetapi, kemampuan untuk mengenali dirinya
dipengaruhi oleh kemampuan membedakan dirinya sebagai individu dengan lingkungannya
(self recognition). Kemampuan mengenali diri ini sudah mulai berkembang sejak anak
berusia di bawah 18 bulan (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014)

Sense of self merupakan aspek penting dari fungsi personal dan sosial yang akan
mempengaruhi seseorang dalam mengarahkan dirinya di dunia ini. Keputusan-keputusan
tentang bagaimana lingkungan yang diinginkan oleh seseorang atau nilai yang ingin
dipegang sangat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang memandang dirinya. Oleh sebab
itu, orang-orang dengan konsep diri yang baik akan lebih mengerti tentang apa yang ia
inginkan dan bagaimana untuk mencapai apa yang ia inginkan.

Pola Asuh

Pola asuh dipengaruhi oleh 2 dimensi utama (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014), yaitu:

 Warmth/hostility
 Permissiveness/control

Dimensi warmth/hostility merujuk pada bagaimana orang tua berinteraksi dengan anak.
Orang tua yang hangat akan cenderung menunjukkan rasa sayang, peduli, dan responsive
terhadap kebutuhan anak. Sebaliknya, orang tua yang kasar akan sulit menunjukkan sikap
yang hangat dan cenderung merendahkan dan mengkritik anak. Dimensi
permissiveness/control merujuk pada penerapan aturan oleh orang tua. Orang tua yang
permisif biasanya hanya sedikit memiliki aturan dan kalaupun memiliki aturan, tidak
menerapkan secara konsisten serta membiarkan anaknya mengambil keputusan sendiri.n
Orang tua yang memiliki kecenderungan mengontrol menerapkan banyak aturan secara
2021 Nama Mata Kuliah dari Modul
9 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
konsisten dan mengharapkan anak-anak mereka mematuhi aturan-aturan ini. Sering kali
orang tua yang sangat mengontrol juga mengambil keputusan atas hidup anak mereka.

Gambar 2. 4 Types of Parenting Style (diambil dari themindsjournal.com)

Baumrind (Cho, 2018; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014) menurunkan kombinasi dari kedua
dimensi ini menjadi 4 gaya pola asuh:

 Authoritarian
 Authoritative
 Permissive
 Uninvolved

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


10 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Orang tua yang authoritative memiliki kehangatan yang tinggi dan control yang fleksibel.
Mereka merespon terhadap kebutuhan anak-anaknya dan menerapkan aturan-aturan
dengan konsisten tetapi mempercayai anak-anaknya untuk mengambil keputusan bagi diri
mereka. Berbeda dengan orang tua yang authoritarian, yang jarang menunjukkan sikap
hangat atau responsive kepada anak namun menerapkan aturan-aturan yang kaku terhadap
anak-anaknya. Orang tua yang permissive menunjukkan sikap yang hangat pada anak
namun tidak memberikan pengawasan kepada anak dan cenderung membiarkan mereka
melakukan apapun sesuka mereka. Sedangkan orang tua yang uninvolved menunjukkan
kurangnya control atau pengawasan terhadap anak-anak namun juga menunjukkan sikap
kasar dan tidak hangat kepada anak-anak.

Hukuman Fisik. Peneliti menemukan bahwa hukuman fisik memang akan membuat anak
dengan cepat mematuhi orang tua mereka, namun secara jangka panjang, hukuman fisik
dapat menimbulkan masalah perilaku seperti agresivitas, kenakalan, dampai gangguan
mental seperti depresi di kemudian hari. Pemberian negative punishment seperti time-out,
atau mengambil sementara hak istimewa mereka saat mereka melakukan sesuatu yang
tidak seharusnya serta memberikan hadiah atau pujian atas prestasi atau perilaku baik
mereka akan menghasilkan perilaku positif yang akan bertahan dalam jangka waktu yang
relative lebih permanen.

Pengawasan orang tua. Pengawasan orang tua merujuk pada tingkat pengetahuan orang
tua atas keberadaan anak, aktivitas anak sehari-hari maupun teman pergaulan mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan orang tua menyebabkan
meningkatnya gangguan perilaku pada anak. Oleh sebab itu, orang tua diharapkan mampu
untuk memberikan pengawasan pada anak agar dapat dengan segera merespon dan
mengambil tindakan jika terdapat indikasi hal yang negative pada lingkungan anak.

Daftar Pustaka

Cherry, Kendra (2019). What is Attachment Theory? The Importance of Early Emotional
Bonds. https://www.verywellmind.com/what-is-attachment-theory-2795337 (diakses
pada 4 Maret, 2021)

Cho, Karin (2018). The Four Different Attachment Style. https://medium.com/invisible-


illness/the-four-different-attachment-styles-b711d01c19ec (diakses pada 4 Maret,
2021)

Feist, J & Feist, G.J (2008). Theories of Personality (7th ed). New York: The McGraw-Hill

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


11 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Harrison, Theo (n.a.). The 4 Types of Parenting Styles.
https://themindsjournal.com/parenting-styles-in-psychology (diakses pada 5 Maret,
2021)

Kirsh, S.J, Duffy, K.G & Atwater, E (2014). Psychology for Living: Adjustment, Growth, and
Behavior Today (11th ed). Upper Saddle River: Pearson Education

The Editors of Encyclopaedia Britannica (n.a.). Encyclopaedia Britannica.


https://www.britannica.com/topic/temperament (diakses pada 4 Maret 2021)

2021 Nama Mata Kuliah dari Modul


12 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai