Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Kesehatan
Mental
Hubungan Interpersonal Remaja
ke Dewasa Awal

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Psikologi Psikologi P611700012 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog

Abstract Kompetensi
Tantangan yang dihadapi dan memiliki Mahasiswa mampu mengenali
strategi untuk melewati transisi dari tantangan yang dihadapi dan memiliki
remaja ke dewasa awal dalam strategi untuk melewati transisi dari
hubungan interpersonal remaja ke dewasa awal dalam
hubungan interpersonal
Hubungan Interpersonal Remaja
Perubahan dalam definisi sosial mengacu pada perubahan dalam status hukum atau
sosial remaja yang biasanya membawa serta perubahan hak, keistimewaan, atau tanggung
jawab. Perubahan dalam definisi sosial memang terjadi dalam masyarakat kontemporer
melalui regulasi hukum dari transisi ke masa dewasa — dalam bentuk undang-undang
mengenai usia di mana individu memenuhi syarat untuk bekerja dalam angkatan kerja
formal, mengemudi, memilih, medis atau keuangan otonom. pengambilan keputusan, dan
pembelian zat yang diatur seperti alkohol dan tembakau (Scott & Woolard, dalam Collins &
Steinberg, 2006).

Dibandingkan dengan pematangan biologis atau kognitif, implikasi sosial dan


emosional dari perubahan definisi sosial selama masa remaja kurang mendapat perhatian.
Perkembangan psikososial remaja dapat dipengaruhi dengan cara yang penting oleh
perubahan definisi sosial. Berbagai hak istimewa sebagai orang dewasa yang didapat pada
masa remaja, seperti SIM, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang berarti otonomi
secara finansial, dapat memengaruhi persepsi remaja tentang kemandirian dan kompetensi
mereka sendiri..

Teori perkembangan remaja memberikan penjelasan yang tumpang tindih tentang


perbedaan dan perubahan dalam konteks interpersonal, tetapi penjelasan yang kontras
tentang signifikansinya bagi perkembangan psikososial individu. Perspektif ekologis
memandang individu dan hubungan sebagai fitur dari konteks yang lebih besar di mana
elemen-elemennya berlapis-lapis dan saling berhubungan. Perspektif interpersonal berfokus
pada pola interaksi dan pengaruh dalam interaksi sosial dan prinsip-prinsip yang dengannya
hubungan dekat memberikan tekanan ke arah kontinuitas dan koherensi. Perspektif
biososial menekankan tekanan biologis dan motivasi intrapersonal untuk terlibat dalam
hubungan dan menyesuaikannya dengan konteks yang berubah.

Perspektif Ekologis

Perspektif ekologis pada masa remaja mengartikan konteks sebagai rangkaian


lingkungan bersarang, yang masing-masing tingkatannya tertanam dalam tingkatan yang
lebih besar (Bronfenbrenner, dalam Collins & Steinberg, 2006; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).
Meskipun sebagian besar studi tentang peran konteks dalam membentuk perilaku dan
perkembangan remaja adalah studi tentang konteks tunggal yang diperiksa secara terpisah

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
satu sama lain, perspektif ekologi memberikan kerangka kerja konseptual untuk menyelidiki
interaksi yang lebih kompleks antara orang dan lingkungan. Terdapat tiga premis untuk
menjelaskan hal ini.

Premis pertama adalah bahwa peristiwa yang terjadi di situasi lain sering memiliki
konsekuensi terhadap perilaku individu dan perkembangan di tempat lain. Sosialisasi dalam
konteks keluarga mempengaruhi bagaimana remaja berperilaku dalam kelompok sebaya,
kelompok sebaya memnegaruhi bagaimana remaja berperilaku di kelas, pengalaman di
tempat kerja mempengaruhi hubungan keluarga dan perilaku di sekolah, dan seterusnya
(Collins & Steinberg, 2006; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Kedua, konteks lingkungan dan komunitas mempengaruhi fungsi keluarga remaja


dan jaringan pertemanan (Fustenberg, et.al dalam Collins & Steinberg, 2006). Sistem dan
nilai yang dianut oleh komunitas juga akan mempengaruhi sistem yang diterapkan di
sekolah, komunitas, dan pekerjaan sehingga berpengaruh terhadap interaksi antara orang
tua dan remaja yang kemudian akan mempengaruhi perkembangan interpersonal remaja.
(Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Premis ketiga adalah konteks sejarah, sosial, ekonomi, politik, geografis, dan budaya
tertentu terkait dengan sifat, struktur, fungsi, organisasi, dan pengaruh semua tingkatan
lingkungan. Peristiwa sosial dan ekonomi yang penting seperti perang, krisis ekonomi atau
bencana alam, juga akan berdampak pada perilaku dan perkembangan individu, (Larson &
Wilson, Elder, dalam Collins & Steinberg, 2006; Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Penelitian tentang hubungan keluarga yang membedakan antara pola interaksi yang
tampaknya sejalan dengan minat anak muda dalam diberikan otonomi emosional dan
perilaku yang lebih besar dibandingkan dengan pola yang menghambat perjuangan
kemerdekaan remaja. Perspektif ekologi dengan demikian mengintegrasikan pertimbangan
perubahan individu dan konteks (termasuk yang relasional) yang memfasilitasi atau
mengganggu perubahan tersebut (Collins & Steinberg, 2006).

Perspektif Interpersonal

Perspektif interpersonal menekankan tentang bagaimana remaja mengalami


perubahan dalam hubungan sosial mereka dan bagaimana hubungan sosial ini kemudian
mempengaruhi perkembangan mereka. Ada tiga perspektif yang berbeda dalam
menjelaskan hubungan interpersonal remaja dan ketiga perspektif ini menjelaskan
bagaimana beberapa perubahan dalam kehidupan sosial remaja dipengaruhi oleh
kematangan individu atau tekanan dan tuntutan dari lingkungan.

1. Model Interdependensi

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Dalam model interdependensi, hubungan interpersonal remaja adalah hubungan
yang saling bergantung dimana mereka sering berinteraksi satu sama lain dalam berbagai
situasi, dan memiliki pengaruh yang cukup besar pada pola pikir dan perilaku satu sama lain
(Collins & Steinberg, 2006). Berscheid, et al (dalam Collins & Steinberg, 2006) menyatakan
bahwa tingkat interdependensi mempengaruhi kualitas emosional dari hubungan tersebut,
yang dapat berupa positif atau negatif.

Selama masa remaja, interdependensi dalam hubungan keluarga terus berlanjut


namun cenderung memiliki bentuk yang berbeda dari tahap perkembangan sebelumnya.
Sedangkan interdependensi dengan teman dan pasangan romantic menjadi lebih jelas.
Remaja dan orang tua saling menyesuaikan harapan mereka untuk mempertahankan
interdependensi yang mampu memfasilitasi perkembangan remaja. Dalam hubungan teman
sebaya, keterampilan harus dikembangkan untuk mempertahankan saling ketergantungan
atas dasar minat, komitmen, dan keintiman bersama, bahkan ketika kontak relatif jarang
(Parker & Gottman, dalam Collins & Steinberg, 2006). Dalam kedua jenis hubungan,
ketidaksesuaian dalam harapan pasangan hubungan dapat memicu konflik, tetapi konflik ini
sering merangsang penyesuaian harapan yang secara bertahap memulihkan harmoni
(Collins, dalam Collins & Steinberg, 2006).

Proses di mana persepsi perbedaan memediasi perubahan dalam interaksi belum


diperiksa secara langsung, meskipun Collins (dalam Collins & Steinberg, 2006) menawarkan
satu model yang mungkin. Berusaha menjelaskan bagaimana stabilitas dan perubahan
terlibat erat dalam sejarah alami hubungan, termasuk yang melibatkan remaja, model
dimulai dengan asumsi bahwa interaksi antara orang tua dan anak dimediasi oleh proses
kognitif dan emosional yang terkait dengan harapan tentang perilaku orang lain. Dalam
periode perubahan perkembangan yang cepat, seperti transisi ke masa remaja, harapan
orang tua sering kali dilanggar, menimbulkan gejolak emosional dan konflik serta
merangsang orang tua dan anak untuk menyesuaikan kembali harapan mereka dengan
tepat. Pada kelompok usia yang lebih muda dan lebih tua, perubahan dapat terjadi secara
lebih bertahap, sehingga perbedaan lebih jarang terjadi dan kurang menonjol dibandingkan
pada periode perubahan ganda yang cepat. Baumrind, 1991 & Holmbeck,1996 (dalam
Collins & Steinberg, 2006) juga telah mengusulkan model yang menyiratkan hubungan
antara perkembangan individu dan adaptasi dalam hubungan orang tua-remaja. Model
interdependensi dengan demikian menyediakan kontinuitas dan perubahan selama
pembangunan, dua persyaratan untuk pengembangan kemandirian dan
kesalingtergantungan.

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
2. Perspektif Attachment

Hubungan interpersonal yang dimiliki remaja tentu saja berbeda dibandingkan saat
kanak-kanak.Jika anak-anak memiliki hubungan interpersonal yang cukup jelas dengan
orang tua sebagai figure otoritas, hubungan interpersonal remaja dengan orang tua
mengalami pergeseran di mana orang tua sekarang berperan sebagai rekan diskusi dan
otoritas orang tua tidak bersifat absolut. Attachment yang dirasakan oleh remaja terhadap
orang tua bersifat pribadi dan tidak diekspresikan secara terang-terangan. Remaja sudah
lebih bisa memahami kompleksitas hubungan interpersonal dan bisa melihat persamaan
maupun perbedaan dari hubungan dengan orang tua serta hubungan dengan orang lain,
seperti dengan teman sebaya dan pasangan.

Akan tetapi, Collins & Sroufe (dalam Collins & Steinberg, 2006) menyatakan bahwa
secure attachment pada remaja memiliki fungsi yang sama dengan pada masa kanak-
kanak. Remaja yang memiliki rasa aman merasa yakin dengan dukungan keluarga sehingga
lebih percaya diri untuk mengeksplorasi dunia luar serta mengembangkan hubungan yang
sehat dengan teman sebaya dan pasangan.

3. Perspektif Sosial-Psikologis

Masalah perkembangan khas remaja mencerminkan beberapa adaptasi yang


diperlukan selama transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa (Combrinck-Graham, 1985;
Lewin, 1931; Simmons & Blyth, 1987, dalam Collins & Steinberg, 2006). Transisi remaja
sebagian disebabkan oleh perubahan fisik saat pubertas dan munculnya perilaku yang
umumnya diharapkan dari orang dewasa. (Bandura, dalam Collins, 2007). Dalam perspektif
sosial-psikologis, semua ini dapat mempengaruhi adaptasi psikososial individu lebih luas
daripada yang bisa dilakukan sendiri (Simmons & Blyth, dalam Collins & Steinberg, 2006).

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Dampak transisi remaja pada hubungan interpersonal memiliki tiga sumber utama.
Pertama, adanya peningkatan kecemasan dan ketegangan ambien dari adaptasi ke
berbagai perubahan pada masa remaja awal. Kedua, beberapa kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan dunia di luar keluarga berpengaruh ke dalam hubungan keluarga,
mungkin karena keluarga menyediakan pengaturan yang relatif aman untuk
mengekspresikan kebingungan, kemarahan, dan frustrasi yang tidak dapat diungkapkan
secara bebas dengan anggota non-keluarga (Hartup, 1979; Youniss, 1980). Ketiga adalah
tekanan untuk mengurangi ketergantungan pada keluarga agar berhasil beradaptasi dengan
konteks di luar keluarga. Tekanan terakhir ini sering mempengaruhi variabel psikososial
yang mungkin memainkan peran dalam hubungan yang beragam.yang kemudian
mempengaruhi perkembangan individu dari kedua orang tua dan anak-anak (Combrinck-
Graham, 1985; Wynne, 1984 dalam Collins & Steinberg, 2006).

Perspektif sosial=psikologis percaya bahwa terdapat fluktuasi kompleksitas


hubungan dari awal hingga akhir masa remaja. Pergeseran ekspektasi sosial dipengaruhi
oleh bertambahnya usia dan status keluarga. Selain itu, perubahan secara fisik yang terjadi
lebih awal berpotensi berdampak secara negative dalam jangka panjang karena tidak
seimbang dengan kematangan emosional..

Hubungan Interpersonal Dewasa


Ketika individu memasuki masa dewasa awal, ia memiliki tugas perkembangan untuk
menjalin hubungan yang bermakna dengan orang lain. Kegagalan untuk memenuhi tugas
perkembangannya ini akan berdampak pada munculnya rasa kesepian (Erikson dalam
Feist, Feist & Roberts, 2018). Hubungan yang sehat didasari oleh rasa percaya, empati,
fleksibilitas, kejujuran, keterbukaan dan saling ketergantungan. Sedangkan hubungan yang
tidak sehat didasari oleh penghindaran, kekosongan, ketidakmampuan untuk memaafkan
serta kebosanan (Kirsh, Duffy & Atwater, 2014).

Ada beberapa teori yang dikemukakan untuk memahami mengapa orang


membentuk sebuah hubungan, yaitu:

1. Teori attachment/afiliasi

2. Teori pertukaran sosial

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Teori Attachment/Afiliasi

Orang pada umumnya adalah makhluk sosial. Mereka membangun hubungan


dengan orang lain untuk mendapatkan rasa aman ketika mereka berada dekat orang
tersebut dan merasa cemas ketika orang itu tidak ada. Keinginan untuk memiliki kontak
dengan manusia lain ini merupakan kebutuhan untuk mendapatkan rasa keterikatan dan
kebutuhan untuk berafiliasi..

Attachment dan afiliasi adalah dua kebutuhan berbeda yang saling memiliki kaitan.
Attachment adalah kebutuhan untuk membentuk hubungan dekat yang khusus sedangkan
afiliasi adalah kebutuhan untuk Bersama dengan orang lain secara umum yang merupakan
kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah kelompok yang lebih besar. Seperti yang telah
kita pelajari sebelumnya, attachment sudah dibentuk sejak masa kanak-kanak dan memiliki
fungsi yang sama hingga masa remaja dan dewasa walaupun bentuk dari attachment ini
tentu saja mengalami pergeseran seiring dengan bertambahnya usia. Adanya attachment
yang sehat sejak masa kanak-kanak akan sangat berpengaruh terhadap attachment pada
masa dewasa.

Bentuk attachment yang belum ada pada masa perkembangan sebelumnya adalah
attachment dalam hubungan romantic. Attachment sendiri merupakan bagian dari kedekatan
emosional dalam komponen segitiga cinta Sternberg yang terdiri dari komitmen, kedekatan
emosional, serta gairah (Sternberg, 1988). Dengan adanya secure attachment, orang
dewasa dapat membuka dirinya untuk merasa rapuh di hadapan orang yang ia sayangi
serta mengembangkan hubungan hangat yang dapat memenuhi kebutuhan emosional satu
sama lain.

Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial mengemukakan bahwa perilaku sosial adalah hasil dari
proses pertukaran. Tujuan dari pertukaran ini adalah untuk memaksimalkan keuntungan dan
meminimalkan biaya. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh sosiolog George Homans,
orang menimbang manfaat dan risiko potensial dari hubungan sosial. Ketika risikonya lebih
besar daripada imbalannya, orang akan memutuskan atau meninggalkan hubungan itu.

Sebagian besar hubungan terdiri dari memberi-dan-menerima dalam jumlah tertentu,


tetapi ini tidak berarti bahwa mereka selalu setara. Pertukaran sosial menunjukkan bahwa
penilaian manfaat dan biaya dari setiap hubungan yang menentukan apakah kita memilih

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
untuk melanjutkan pergaulan sosial atau tidak. Intinya, teori pertukaran sosial ini
mempertimbangkan biaya dan manfaat yang didapatkan dari suatu hubungan.

Biaya melibatkan hal-hal yang dianggap negatif seperti harus memberikan uang,
waktu, dan tenaga ke dalam suatu hubungan. Misalnya, jika seseorang memiliki teman yang
selalu harus meminjam uang, maka ini akan dianggap sebagai biaya yang tinggi.

Manfaatnya adalah hal-hal yang didapatkan dari hubungan tersebut seperti


kesenangan, persahabatan, persahabatan, dan dukungan sosial. Contohnya, seorang
temang mungkin bersikap seperti benalu, tetapi membawa banyak kesenangan dan
kegembiraan dalam hidup seseorang. Saat seseorang menentukan nilai persahabatan, ia
mungkin memutuskan bahwa manfaatnya lebih besar daripada biaya potensial.

Analisis biaya-manfaat memainkan peran utama dalam proses pertukaran sosial,


begitu pula ekspektasi. Saat orang menimbang manfaat dengan biayanya, mereka
melakukannya dengan menetapkan tingkat perbandingan yang sering kali dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu. Jika seseorang selalu memiliki pertemanan yang buruk, tingkat
perbandingannya di awal hubungan akan lebih rendah daripada orang yang selalu memiliki
teman yang suportif dan peduli.

Misalnya, jika pasangan sebelumnya menghujani dengan kasih sayang, tingkat


perbandingan seseorang untuk hubungannya selanjutnya akan cukup tinggi dalam hal kasih
sayang. Jika pasangan romantis seseorang berikutnya cenderung lebih pendiam dan tidak
terlalu emosional, orang tersebut mungkin tidak sesuai dengan harapan.

Aspek lain dari proses pertukaran sosial melibatkan melihat kemungkinan alternatif.
Setelah menganalisis biaya dan manfaat dan membandingkannya dengan tingkat
perbandingan, seseorang mungkin mulai melihat kemungkinan alternatif.

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Hubungan tersebut mungkin tidak sesuai dengan tingkat perbandingan, tetapi saat
seseorang mensurvei alternatif potensial, ia mungkin menentukan bahwa hubungan tersebut
masih lebih baik daripada apa pun yang tersedia. Akibatnya, ia mungkin kembali dan menilai
kembali hubungan dalam hal apa yang sekarang menjadi tingkat perbandingan yang agak
lebih rendah.

Lamanya persahabatan atau hubungan romantis juga bisa berperan dalam proses
pertukaran sosial. Selama minggu-minggu atau bulan-bulan awal suatu hubungan, yang
sering disebut sebagai "fase bulan madu", orang-orang cenderung mengabaikan
keseimbangan pertukaran sosial. Hal-hal yang biasanya dipandang sebagai biaya tinggi
akan diabaikan, diabaikan, atau diminimalkan, sementara potensi keuntungan sering kali
dilebih-lebihkan.

Ketika periode bulan madu ini akhirnya berakhir, sering kali akan ada evaluasi
bertahap terhadap saldo pertukaran. Kerugian akan menjadi lebih nyata dan manfaat akan
mulai terlihat lebih realistis. Kalibrasi ulang saldo pertukaran ini juga dapat menyebabkan
penghentian hubungan jika saldo tersebut diarahkan terlalu jauh ke sisi negatif.

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Cherry, Kendra (2020). The Social Exchange Theory in Relationships.


https://www.verywellmind.com/what-is-social-exchange-theory-2795882 (diakses
pada 4 Maret, 2021)

Collins, W. A., & Steinberg, L. (2006). Adolescent Development in Interpersonal Context. In


N. Eisenberg, W. Damon, & R. M. Lerner (Eds.), Handbook of child psychology:
Social, emotional, and personality development (p. 1003–1067). John Wiley & Sons,
Inc

Feist, Jess, Feist, Gregory F., Roberts, Tomi-Ann. (2018). Theories of Personality, 9th


ed (9): McGraw-Hill International Editions.

Kirsh, S.J, Duffy, K.G & Atwater, E (2014). Psychology for Living: Adjustment, Growth, and
Behavior Today (11th ed). Upper Saddle River: Pearson Education

Sternberg, R.J. (1988). The Triangle of Love. New York: Basic

2012 Kesehatan Mental Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Nurul Adiningtyas, S.Psi, M.Psi, Psikolog http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai