Anda di halaman 1dari 5

MASA REMEJA

Masa remaja adalah periode peralihan perkembangan dari anak-anak ke masa dewasa, yang
dimulai sekitar usia 10-12 tahun dan berakhir pada 18-21 tahun. Remaja memiliki keragaman yang
sangat tinggi. Variasi etnis, kultur, sejarah, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan gaya hidup
mencirikan perjalanan hidup mereka (Diamond & Savin-Wiliams,2013). Dalam bagian ini kita
mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja dalam area fisik, kognitif, dan
perkembangan sosioemosional.

Perkembangan Fisik pada Remaja

Perubahan fisik yang signifikan menandai remaja, terutama remaja muda. Di antara perubahan fisik
utama pada remaja adalah pubertas dan periode pada otak.

PERUBAHAN MASA PUBERTAS

Perubahan uatama pada remaja adalah pubertas, periode kematangan skeletal dan seksual yang terjadi
pada masa remaja muda.

Perubahan hormone menjadi inti dari perkembangan pubertas. Konsentrasi hormone tertentu
meningkat secara dratis pada masa pubertas (Susman & Dorn, 2013). Testosteron-androgen, yang
termasuk dalam kelompok hormone seks yang dominan pada pria dikaitkan dengan perkembangan alat
kelamin, peningkatan tinggi badan, dan perubahan suara pada remaja pria. Estradiol-estrogen, yang
termasuk dalam kelompok hormone seksual yang dominan pada wanita dikaitkan dengan
perkembangan payudara, uterus, dan skeletal pada remaja putri. Psikolog perkembangan meyakini
bahwa perubahan hormon bukan satu-satunya yang berperan dalam perilaku remaja (Graber, 2007;
Negriff, Susman, & Trickett,2011).

Perlu diingat bahwa perkembangan fisik dan sosioemosional saling terkait satu sama salin.
Keterkaitan dua hal ini terlihat lebih jelas pada masa pubertas. Anak laki-laki yang matang lebih awal
dibandingkan rekan sebayanya cenderung memperlihatkan hasil sosioemosional yang lebih positif,
seperti lebih terkenal di kalangan rekan sebaya dan memiliki self-esteem yang lebih tinggi (Taga,
Markey, & Friedman, 2006; van der Geest, Blokland, & Bijleveld, 2009). Sebalikny, remaja putri yang
berkembangan lebih awal cenderung kurang ramah dan kurang terkenal, dan mereka lebih berpotensi
untuk merokok, menggunakan obat-obatan, menjadi aktif secara seksual, dan kurang berprestasi dalam
hal akademik ( Blumenthal dkk., 2011; Sontag-Padilla dkk.,2012).
OTAK REMAJA

Penelitian pencitraan-otak menunjukkan perubahan penting di otak pada masa remaja


(Blakemore & Mills, 2014; Kar, Vijay, & Mishra, 2013 ; Seinberg, 2013). Perubahan berfokus pada
perkembangan awal amigdala, yang meliputi emosi, dan perkembangan akhir konteks prafontal, yang
berhubungan dengan penalaran dan pengambilan keputusan.

Perubahan otak ini dapat menjelaskan alasan remaja sering menampakkan emosi yang sangat
kuat tetapi tidak bisa mengontrolnya. Otak remaja seoalah tidak memiliki rem untuk memperlambat
emosi. Oleh karena perkembanga konteks prafontal yang tergolong lambat, yang terus matang hingga
masa dewasa awal, remaja dapat memiliki kecakapan kognitif yang rendah untuk mengotrol impuls
mereka secara efektif. Persilangan perkembangan ini mungkin menjadi penyebab dari peningkatan
pengambilan risiko dan masalah lain pada remaja (Steinberg, 2012,2013).

Perubahan biologis di otak terkait dengan pengalaman (Lerner, Boyd, & Du, 2008). Misalnya,
salah satu penelitian mengenal remaja menunjukkan bahwa tekanan teman sebaya yang terus terjadi
berkolerasi dengan penebalan korteks prafontal dan koneksi otak yang lain (Paus dkk., 2008). Penelitian
korelasional ini tidak dapat memberitahukan apakah perubahan otak menimbulkan perubahan pada
otak, namun penelitian ini menekankan pada pertanyaan yang selalu muncul pada penelitian tentang
perkembangan.

PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA REMAJA

Setelah meningkat ke pemikiran formal operasional dari Piaget, remaja mengalami perubahan
kognitif yang signifikan (Byrnes, 2012; Kuhn, 2009,2011). Salah satu karakteristik pemikiran remaja
terutama remaja muda, adalah egosentris. Meskipun anak-anak juga dipandang egosentris,egosentris
remaja memiliki fokus yang berbeda; termasuk dalam hal ini adalah keyakinan bahwa orang lain sibuk
dengan diri mereka sebagai remaja dan individu itu unik sekaligus tidak terkalahkan (yaitu tidak dapat
disakiti) (Albert & Seinberg, 2011). Remaja yang egosentris menganggap orang lain memerhatikan
mereka melebihi yang sebenarnya bayangkan, seorang siswa kelas delapan yang beranggapan semua
orang melihat jerawat kecil yang tumbuh di wajahnya.

Meskipun demikian, penelitian dilakukan untuk membuktikan pertanyaan: apakah remaja


meyakini bahwa mereka tidak terkalahkan. Dalam suatu penelitian, remaja yang berusia 12-18 tahun
ditanya mengenai peluang mereka meninggal dunia tahun depan dan sebelum berusia 20 tahun;
mayoritas responden menolak peluang ini ( Fischhoff dkk,2010).
Perkembangan Sosioemosional pada Remaja

Di antara beberapa aspek penting bagi perkembangan remaja adalah eksplorasi identitas, serta peran
yang dimainkan oleh orang tua dan teman sebaya terhadap perkembangan remaja.

IDENTITAS

Pendekatan Erikson terhadap pembentukan identitas pada remaja adalah salah satu kontribusi
yang paling penting (Kroger,2012; Syed, 2013). Dalam pencarian identitas remaja menhadapi tantangan
untuk menemukan siapa diri mereka, apakah yang mereka lakukan, dan ke mana tujuan hidup mereka.
Remaja dihadapkan dengan berbagai peran baru dan status dewasa dari pekerjaan mereka dan karier
hingga pertemanan dan hubungan sepasang kekasih. Jika mereka tidak cukup mengeksplorasi identitas
diri pada tahap ini, remaja akan mengalami kebingungan mengenai jati diri mereka. Erikson
berpendapat bahwa orang tua seharusya mengizinkan remaja mengeksploasi berbagai peran berbeda
dan jalur dalam peran tertentu.

Remaja yang menghabiskan waktu dalam hidupnya untuk mengeksplorasi berbagai alternatif
memiliki beberapa resolusi atas krisis identitas dan muncul kesadaran baru mengenai diri mereka.
Mereka yang tidak berhasil mengatasi krisis tersebut akan mengalami hal yang disebut oleh Erikson
sebagai kebingungan identitas, yang diekspresikan melalui satu dari dua cara, yaitu individu akan
menarik diri atau terisolasi dari teman sebaya dan keluarga, atau individu tersebut kehilangan dirinya di
tengah keramaian.

Teori Marcia Mengenai Status Identitas

Dibangun dari teori Erikson, James Marcia mengajukan konsep status identitas untuk
menggambarkan posisi individu dalam perkembangan identitas (Kroger,Martinussen, & Marcia, 2010;
Marcia, 1980,2002). Dalam pandangan Marcia, dua dimensi identitas,eksplorasi dan komitmen, sangat
penting. Eksplorasi merujukan pada proses ketika individu mempelajari berbagai pilihan untuk karier
dan nilai-nilai personal. Komitmen meliputi pembuatan keputusan mengenai jalur identitas tersebut.
Berbagai kombinasi eksplorasi dan komitmen meningkatkan salah satu dari empat status identitas.

Pendekatan Marcia berfokus pada identitas sebagai konstruksi aktif, hasil dari proses
memikirkan dan mencoba berbagai identitas yang berbeda (Klimstra dkk.,2009,2010). Untuk memahami
pendekatan Marcia, lihatlah segmen “ Penelitian Psikologis.”

Identitas Etnis

Mengembangkan identias pada masa remaja sangat menantang bagi individu dari kelompok
etnis minoritas (Schwartz dkk., 2012, 2013; Syed, 2013). Setelah mereka metang secara kognitif , banyak
remaja yang sadar akan cara pandang kultur mayoritas terhadap kelompok etnis mereka. Selain itu,
jumlah remaja dari kelompok minoritas yang menghadapi tantangan bikulturalisme meningkat
mngindentifikasikan dalam beberapa cara dengan menghadapi kelompok etnis minoritas mereka dan
lain dengan kultur mayoritas ( Marks, Patton, & Coll,2011).
Penelitian menunjukkan bahwa bagi kaum muda dari etnis minoritas, perasaan kelekatan positif
dengan kelompok minoritasnya dan kelekatan dengan kultur yang lebih besar berhubungan dengan hasil
akademis dan emosional yang lebih positif. Meskipun terkadang menjadi anggota dari etnis minoritas
akan membuat kehidupan menjadi lebih stres, penelitian menunjukan bahwa memiliki identitas etnis
yang lebih kuat dapat melidungi remaja dari efek diskriminasi (Itubide, Raffaelli, & Carlo,2009; Sallers
dkk.,2006). Bagi remaja dari etnis minoritas maupun mayoritas, mengembangkan identitas yang positif
adalah langkah penting dalam hidup.

Selain identitas etnis, identitas remaja dapat terbentuk ketika aspek lain dari identitas individu
semakin jelas terlihat, seperti orientasi seksual dan peran gender.

PENGARUH ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA

Orang tua dan teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan remaja, termasuk
membantu remaja mengeksplorasi dan menjawab pertanyaan inti dari identitas, ”siapa saya dan saya
ingin apa?” ( Bornstein, Jager, & Steinberg, 2013).

“Pola Asuh” seperti pada masa kanak-kanak, gaya pengasuh yang disukai oleh mayoritas remaja
adalah authoritative, terkait dengan hasil positif ( Baumrind,2012). Untuk membantu remaja dalam
mencapai potensinya, peran penting orang tua adalah sebagai seorang manageryang efektif-individu
yang menunjukan informasi, membuat kontak, membantu mengatur pilihan, dan memberikan petunjuk.
Dengan mengasumsikan peran manajerial ini, orang tua membantu para remaja untuk menghindari
kegagalan dan membantu mengambil keputusan yang harus mereka hadapi (Simpkins ddk., 2009).
Meskipun remaja adalah waktu untuk membangun kemandirian, satu aspek penting dari peran
manajerial orang tua adalah pengawasan secara efektif (Branstetter & Furman, 2013; Racz & McMahon,
2011). Mengawasi meliputi memantau pilihan remaja dalam kondisi sosial, aktivitas, dan teman-
teman,serta usaha akademis yang dibuat oleh remaja sendiri. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketika
orang tua Amerika keturunan Afrika mengawasi prestasi akademik anak laki-laki mereka dengan
memastikan bahwa merka menyelesaikan tugas rumahnya; dengan membatasi waktu yang dihabiskan
untuk beberapa aktivitas, seperti video permainan dan televise; dan dengan berpartisipasi dalam dialog
yang lebih konsisten dan positif dengan guru- prestasi akademik anak mereka akan semakin meningkat
( Mandara, 2006).

Hubungan Teman Sebaya

Pada masa remaja,individu menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya
dibandingkan pada masa kanak-kanak. Pengaruh teman sebaya ini bisa positif, bisa juga negarif
(wentzel, 2013). Aspek signifikan dari hubungan teman atau lebih. Remaja dapat belajar untuk menjadi
teman yang cakap dan sensitif dalam hubungan intim dengan cara memaksakan pertemanan yang
dekat dengan teman sebaya tertentu (Tucker dkk.,2012). Meskipun demikian, beberapa teman sebaya
dan teman biasa dapat memengaruhi perkembangan remaja secara negatif penelitian telah menemukan
bahwa bergaul dengan teman sebaya yang nakal pada masa remaja dapat menjadi prediktor kuat
penyalah gunaan obat, perilaku kenakalan remaja dan depresi (Laursen dkk.,2012).
MASA REMAJA

Pubertas adalah masa kematangan skeletal dan seksual yang cepat, yang terjadi terutama pada
masa remaja awal kemunculannya terjadi sekitar dua tahun lebih awal pada remaja wanita dari pada
remaja pria. Perubahan hormon memicu perkembangan masa pubertas. Menurut Paiget,
perkembangan kognitif pada masa remaja ditandai dengan kemunculan pikiran formal operasional
tahap terakhir dalam teorinya. Tahap ini melibatkan proses berpikir abstrak, idealistis, dan logis. Salah
satu aspek terpenting dalam perkembangan sosioemosional pada remaja adalah identitas. Tahapan
kelima dari perkembangan Psikososial yang diajukan oleh Erikson adalah identitas versus kebingungan
identitas. Marcia menyebutkan empat status identitas berdasarkan krisis dan komitmen. Hal yang
menjadi perhatian khusus adalah perkembangan identitas etnis. Terlepas dari perbedaan yang besar di
antara remaja, mayoritas dari meraka berkembang secara kompeten.

Anda mungkin juga menyukai