BAHASA INDONESIA
Di Susun Oleh:
Kelompok 3
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahnya. Tak lupa juga shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad Saw. Beserta para sahabatnya atas petunjuk dan lindungan-Nyalah
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah yang berjudul “PEDOMAN
UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA ”. Penulisan tugas makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Bahasa Indonesia dalam program studi
pendidikan bahasa arab fakultas bahasa dan sastra Universitas Negeri Makassar.
Tugas makalah ini kami buat sebagai bahan materi dari pembahasan perkembangan
ejaan, perubahan pedoman ejaan serta kaitannya untuk kemajuan dalam bidang pendidikan
dan pemantapan Bahasa Indonesia yang merupakan materi yang akan dipelajari pada mata
kuliah Bahasa Indonesia. Sehingga, kami dapat lebih mudah untuk mempelajari materi
tersebut.
Tak hanya itu, kami juga berharap semoga tulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami dan teman-teman lainnya untuk memudahkan kami memahami materi tersebut dengan
baik. Walaupun demikian, penyusunan penulisan makalah ini masih banyak kurangnya dalam
segi penulisan maupun materi mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.
Ucapan Terima Kasih saya ucapkan juga kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Bahasa
Indonesia yang telah memberikan tugas dan petunjuk sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Kelompok 3
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan ejaan apa saja yang telah dilaksanakan dari masa ke
masa
4. Untuk mengetahui apa saja perubahan pedoman ejaan yang terjadi akibat perubahan
EYD menjadi PUEBI
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam pedoman ejaan membuktikan bahwa
adanya kemajuan dalam bidang pendidikan dan memantapkan fungsi Bahasa
Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ejaan adalah kaidah cara
menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan
3
(huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Di Indonesia, ejaan yang digunakan dalam
bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan oleh Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut
menghasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Perubahan,
pengembangan, dan penyempurnaan ejaan dalam bahasa Indonesia telah terjadi selama
114 tahun, dimulai dari tahun 1901 sampai dengan tahun 2015 saat lalu. Selama
perubahan itu, berbagai julukan disematkan pada pedoman ejaan bahasa Indonesia untuk
memberikan gambaran berdasarkan tahun perubahannya. Berikut perubahan pedoman
ejaan yang dipakai di Indonesia dari masa ke masa.
4
Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 19465, Bahasa Indonesia kedudukannya sebagai
bahasa nasional. Namun, sebelum bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional,
dulunya bahasa ini berasal dari bahasa Melayu. Sejak abad ke-7, Bahasa Melayu telah
menjadi bahasa perhubungan atau lingua franca di kawasan Nusantara. Selain berasal
dari Bahasa Melayu, bahasa Indonesia juga telah mengalami berbagai perubahan
pedoman ejaan.
Sejak masa kolonialisme hingga sekarang, tercatat ejaan Indonesia sudah
mengalami perkembangan dan perubahan sebanyak tujuh kali. Adapun perinciaan
perkembangan ejaan yaitu:
1. Ejaan Van Ophuijsen adalah ejaan yang pernah digunakan dizaman kolonialisme
Belanda. Ejaan Van Ophuijsen dirangkai oleh Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari
Belanda, bersama dengan dua pakar bahasa dari Melayu, yaitu Nawawi Soetan
Makmoer dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan Van Ophuijsen sendiri merupakan
hasil dari penggabungan ejaan Latin dan ejaan Belanda. Setelah rancangan ejaan
selesai dibuat, ejaan Van Ophuijsen diresmikan pemerintah Belanda pada 1901, dan
digunakan selama 46 tahun. Contoh ejaan Van Ophuijsen adalah jang (yang), saja (
saya), patjar ( pacar), dan tjara ( cara).
2. Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, pada masa awal kemerdekaan, ejaan Van
Ophuijsen diganti dengan ejaan Soewandi atau ejaan Republik. Ejaan ini disebut
Ejaan Republik karena terbentuk berdekatan dengan Hari Proklamasi. Sementara itu,
ejaan ini disebut juga sebagai ejaan Soewandi karena Soewandi pada masa itu
menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ejaan Soewandi diresmikan
pada 19 Maret 1947. Adapun ciri-ciri ejaan Soewandi atau ejaan Republik adalah:
Bunyi yang dinyatakan dengan(„) ditulis dengan k, seperti ta’ menjadi tak, pa’
menjadi pak, daan ma’lum menjadi maklum.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka, seperti ubur-ubur menjadi ubur2, bermain-
main menjadi bermain.
Awla ‘di-‘ dan kata depan „di‟ keduanya ditulis seranngkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti dirumah dan disawah.
3. Ejaan Perbaharuan atau Ejaan Prijono Katoppo. Pada 1957, Profesor Prijono dan
Elvianus Katoppo bersama panitia lainnya merancang sistem ejaan bahasa Indonesia
baru yang disebut Ejaan Pembaharuan. Terbentuknya Ejaan Pembaharuan merupakan
hasil keputusan dari Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, Sumatera Utara. Akan
5
tetapi, hasil kerja itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga Ejaan
Pembaharuan belum pernah diberlakukan. Salah satu ciri khas dari Ejaan
Pembaharuan adalah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan
dengan huruf tunggal. Contoh Ejaan Pembaharuan adalah santay menjadi santai,
harimaw menjadi harimau, dan amboy menjadi amboi.
4. Ejaan Melindo adalah ejaan hasil kerja sama antara Indonesia dengan Malaysia pada
1959 Harapannya, Ejaan Melindo dapat mulai digunakan sejak Januari 1962 di
Indonesia. Namun, karena hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia
sedang tidak baik, maka penggunaan Ejaan Melindo pun gagal diberlakukan. Contoh
Ejaan Melindo adalah sedjajar menjadi sejajar, mentjutji menjadi mencuci, dan
menana menjadi menganga.
5. Ejaan Baru adalah lanjutan dari perintisan Ejaan Melindo. Oleh sebab itu, para
perancangnya juga dapat dikatakan masih sama, yakni Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan (LBK) sekarang Pusat Bahasa, serta panitia ejaan dari Malaysia. Panitia
ini kemudian berhasil merumuskan ejaan baru yang disebut Ejaan Baru. Panitia ini
bekerja atas dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 062/67,
tanggal 19 September 1967. Contoh Ejaan Baru adalah sjarat, djalan, perdjaka, tjakap,
tjipta, dan sunji.
6. Ejaan yang Disempurnakan Pada 16 Agustus 1972, Presiden RI meresmikan
penggunaan ejaan baru, yaitu Ejaan yang Disempurnakan. Ejaan yang Disempurnakan
adalah tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa
Indonesia dalam tulisan, mulai dari penggunaan huruf kapital dan huruf miring.
Disebut Ejaan yang Disempurnakan karena ejaan tersebut merupakan hasil
penyempurnaan dari beberapa ejaan sebelumnya. Contoh Ejaan yang Disempurnakan
adalah djarum menjadi jarum, tjut menjadi cut, njata menjadi nyata, dan sjarat
menjadi syarat. Selain itu, kata ulang juga ditulis penuh dengan mengulang unsur-
unsurnya, seperti anak2 menjadi anak-anak dan bermain2 menjadi bermain-main.
7. Ejaan Bahasa Indonesia Saat ini, ejaan yang digunakan adalah Ejaan Bahasa
Indonesia atau disingkat EBI. EBI mulai diberlakukan setelah keluarnya Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015. Adapun karakteristik
dari Ejaan Bahasa Indonesia adalah: Penambahan huruf vokal diftong ei, seperti
geiser dan survei Penggunaan huruf tebal untuk judul buku dan bab.
6
C. PERUBAHAN PENGGUNAAN EYD MENJADI PUEBI
7
10. Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya digunakan pada
perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam perincian ke bawah, sedangkan
pada PUEBI tidak.
11. Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam kalimat yang terputus-
putus, sedangkan dalam PUEBI tanda elipsis digunakan untuk menulis ujaran.
Perubahan dalam pedoman EYD ke PUEBI berupa penambahan, penghilangan,
pengubahan, dan pemindahan klausul. Jumlah yang tercatat dalam perubahan tersebut
adalah 20 penambahan, 10 penghilangan, 4 pengubahan, dan 2 pemindahan.
8
15) Penambahan klausul bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi
ditulis dengan huruf
16) Penambahan klausul penggunaan tanda hubung antara kata dengan kata ganti
Tuhan, huruf dan angka, dan kata ganti dengan singkatan.
17) Penambahan klausul tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat
yang menjadi objek bahasan.
18) Penambahan klausul tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu,
film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam suatu kalimat
19) Penambahan klausul pada pemakaian garis miring miring pada PUEBI adalah
tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam
naskah asli yang ditulis orang lain.
20) Penambahan atau pendetailan menggunakan banyak unsur serapan yang
diambil dari bahasa Arab.
9
9) Penghilangan klausul kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis
serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika
diikuti oleh bentuk berimbuhan
10) Penghilangan klausul kata ganti - ku, -mu, dan –nya dirangkaikan dengan tanda
hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang
diawali dengan huruf kapital.
*4 perubahan, yaitu:
1) Perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam bahasa daerah atau bahasa
asing” ditulis dengan huruf miring.
2) Pada Bag II.F. terdapat perubahan judul. Jika pada EYD, judul pada bagian ini
ialah “Kata Depan di, ke, dan dari”, pada PUEBI judulnya diubah menjadi “Kata
Depan”.
3) Perubahan klausul “Tanda hubung- dipakai untuk merangkai unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing” dari hanya “bahasa
asing” pada EYD, misalnya “di-sowan-i.
4) Perubahan klausul “Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan keterangan” menjadi “Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau
angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian”.
*2 pemindahan, yaitu:
1) Pemindahan B.2. klausul “Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan
atau
akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya”
ke bagian D.3 (Gabungan Kata).
2) Pemindahan B.3. klausul “ Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis
serangkai” ke bagian D.4 (Gabungan Kata).
10
D. KEMAJUAN PUEBI DALAM PENDIDIKAN DAN FUNGSI BAHASA
INDONESIA
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan; (2)bahasa pengantara dalam dunia pendidikan; (3) alat penghubung pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional serta kepentingan pemerintahan; (4) alat pengembang kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berfungsi: (1)
lambang kebanggaan nasional; (2) lambang identitas nasional; (3) alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial,
budaya, dan bahasa ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia; (4) alat penghubung
antar daerah dan antar budaya.
Di Indonesia, Bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai alat
komunikasi, tetapi juga mempunyai peran politis, yaitu mempersatukan seluruh
bangsa Indonesia. Mengingat pentingnya bahasa Indonesia, baik secara politis
maupun sebagai media komunikasi maka perlu adanya pemakaian bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Dalam pengabdian masyarakat ini pemakaian Bahasa Indonesia
yang baik dan benar difokuskan pada pemakaian ejaan Bahasa Indonesia (Depdiknas,
2009). Hal itu didasarkan pengamatan saat tutorial mahasiswa UT yang terdiri atas
para guru SD di Kabupaten Magetan, pada Keterampilan Menulis dan Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Pemahaman para guru pada Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan masih lemah. Kelemahan pemahaman itu terutama
tampak pada pemenggalan kata, pemakaian huruh kapital, kata gabung, tanda baca,
dan unsur serapan.
Guru sekolah dasar adalah guru kelas yang dituntut untuk mengajarkan
berbagai macam bidang studi, yang meliputi ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan
seni. Guru merupakan komponen pendidikan yang dominan dalam peningkatan mutu
Pendidikan, karena guru ialah orang yang terlibat langsung dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan penilai pembelajaran di sekolah (Nurasiah, 2020). Riastuti (2017)
Secara rasional diakui bahwa guru yang baik dalam mengajar akan menghasilkan
prestasi belajar yang baik, karena hasil belajar hanya bisa diintervensi secara tidak
langsung melalui proses pembelajaran yang efektif dan bermutu. Jabatan guru adalah
11
jabatan fungsional, sehingga guru dituntut untuk terus mengembangkan
pengetahuannya, dan aktif berkarya untuk mengembangkan karir mereka. Oleh karena
itu guru dituntut untuk selalu menghasilkan karya ilmiah. Ketidak mampuan guru
dalam menghasilkan karya ilmiah akan menghambat karier mereka. Oleh karena itu
sebagai sosialisasi ejaan dan pendalaman materi bahasa Indonesia di samping
diperlukan untuk peningkatan prestasi siswa, juga dapat meningkatkan
profesionalisme guru sebagai pencetak generasi yang akan datang. Dalam hal ini
terutama kemampuan menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa
Indonesia memiliki banyak ragam dan dialek seperti ragam tulis, ragam lisan, ragam
baku, ragam tidak baku, dialek Betawi, dialek Ambon, dialek Manado. Diantara
ragam dan dialek itu diambil satu yang menjadi bahasa standard, yaitu bahasa baku
yang menjadi ragam dialek bahasa lmiah. Hasan Alwi dkk. (2000:13) menyatakan
ragam bahasa baku adalah ragam yang kaidah. Kaidahnya paling lengkap, jika
dibandingkan ragam lain. Ragam yang diajarkan di sekolah itu adalah ragam bahasa
Melayu Tinggi.Ragam bahasa inilah yang dijadikan bahasa Indonesia standar di
Indonesia.
Bahasa baku mempunyai dua ciri, yaitu (1) sifat kemantapan dinamis, dan (2)
ciri kecendikian (Alwi, 2000). Bahasa Indonesia baku mempunyai sifat kemantapan
dinamis bermakna bahwa bahasa Indonesia baku mempunyai kaidah dan aturan yang
tetap, sehingga tidak berubah-ubah. Karena bahasa Indonesia baku mempunyai kaidah
yang tetap, penyimpangan kaidah akan mengubah bahasa Indonesia menjadi tidak
baku. Bahasa baku mempunyai sifat kecendiakaan bermakna bahasa baku mampu
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Bahasa
Indonesia baku berasal dari ragam bahasa Melayu Tinggi yang dahulu digunakan di
kalangan bangsawan. Untuk memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar baik
dalam bahasa Indonesia tulis maupun lisan setiap individu tentu mengalami masalah
yang berbeda.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
15