Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

DIV EJAAN BAHASA INDONESIA


YANG DISEMPURNAHKAN (EYD)
EC
EDISI V

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2
1. Asfadhila Dwi Putri (2211012006)
2. Ardi Heryanto (2211011003)
3. Ahmad Rayyan Syabiluna (2211013003)
4. Azum Eriat (2211012007)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI DIV ELEKTRONIKA

POLITEKNIK NEGERI PADANG

2023/2024
HALAMAN PENGESAHAN

Kelompok :2

Anggota Kelompok : 1. Asfadhila Dwi Putri

2. Ardi Heryanto

3. Ahmad Rayyan Syabiluna

4. Azum Eriat

Jurusan : Teknik Elektro

Prodi : Teknik Elektronika

Makalah ini telah diperiksa dan disahkan oleh :

Padang , 19 September 2023

Dosen

Rika Zufria, S.S.,M.Hum.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnahkan (EYD) Edisi V” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliahBahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnahkan (EYD) Edisi V para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Rika Zufria, S.S.,M.Hum.. selaku Dosen yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua,
terimakasih atas bantuannya sehingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 7 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan
1.5 Kegunaan/Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

2.2 Pembahasan

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan bahasa yang benar menurut kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis. Pemilihan kata
berhubungan erat dengan kaidah sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah
mengarang. Kaidah-kaidah ini sangat mendukung sehingga tulisan menjadi lebih berstruktur
dan bernilai, serta lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Namun, pada
kenyataannya, masih banyak kesalahan pada penggunaan ejaan.

Ejaan sering disebut ortografi. Ejaan yang digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini
dikenal dengan sebutan ejaan yang disempurnakan (EYD) sebelumnya ada ejaan Ch. A. Van
Ophuijsen (1901), ejaan Suwandi (1947), dan ejaan 1966. Ejaan yang disempurnakan ini berlaku
sejak tahun 1972 dan kini mengalami penyempurnaan yang telah dilakukan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah yang pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi
Pera- turan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Penggunaan bahasa pada tugas siswa biasanya terdapat kesalahan karena dalam proses
penulisan tersebut tidak berpedoman pada kaidah bahasa yang benar. Bahasa yang biasa
digunakan dalam penulisan tugas siswa terkadang tidak menggunakan bahasa baku dan ejaan
yang tepat. Kesalahan penulisan siswa dapat ditinjau dari beberapa kesalahan ejaan, seperti (1)
pemakaian huruf, (2) penulisan kata misalnya penggunaan preposisi, (3) penulisan unsur
serapan, dan (4) pemakaian tanda baca seperti; koma (,), titik (.), tanda tanya (?), tanda seru (!),
dan lain-lain. Dari permasalahan inilah peneliti mengangkat judul “Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disepurnahkan (EYD) divis V”.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini akan membatasi pembahasannya pada ejaan yang disempurnakan dalam bahasa
Indonesia. Ini mencakup aturan ejaan bahasa Indonesia yang telah mengalami perubahan
atau pengembangan

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana penggunaan penulisan EYD Mahasiswa Politeknik Negeri Padang
1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk
penggunaan Penggunaan EYD pada Mahasiswa Politeknik Negeri Padang
1.5 Kegunaan/Manfaat
Berdasarkan judul, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Teoretis
Secara teoretis manfaat penelitian ini dapat memperkaya teori-teori yang berkaitan dengan
penulisan yang benar dengan memperhatikan ejaan sesuai dengan EYD yang berlaku.
2. Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan seabagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
dengan objek penelitian yang berbeda dan sebagai masukan para guru dan siswa agar lebih
teliti dan cermat dalam proses belajar mengajar menulis dengan memperhatikan ejaan sesuai
dengan kaidah EYD. Bagi peneliti sebagai landasan untuk dijadikan tuntunan dalam kegiatan
menulis sesuai dengan ejaan dengan berpedoman pada EYD.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori


Menuliskan kaidah-kaidah ejaan dan tulisan disebut dengan pembakuan. Menurut Hwia
(2013:8) pembakuan merupakan proses yang berkelanjutan dan memiliki fungsi sebagai
jaminan ketersediaan pedoman kebahasaan. Pembakuan merupakan proses terus-menerus
karena bahasa dan penggunaannya terus mengalami perubahan. Misalnya, penerbiat kamus
harus menyediakan kamus edisi baru kurang lebih setiap lima tahun sampai sepuluh tahun sekali.
Pembakuan berfungsi untuk menjamin ketersediaan buku pedoman. Buku pedoman berwujud
kamus, ejaan, kaidah bahasa, dan penggunaan istilah. Buku pedoman perlu disediakan oleh
lembaga bahasa untuk memudahkan masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Pembakuan dilatarbelakangi oleh dua hal, yaitu kemungkinan adanya model bahasa
yang disetujui semua kalangan masyarakat dan memudahkan pilihan bahasa pengantar dalam
dunia pendidikan (Hwia, 2013:8). Masyarakat Indonesia yang hidup dengan beraneka dialek
memerlukan bahasa standar yang dapat menyatukan anggota masyarakat. Bahasa standar hasil
pembakuan dapat dimanfaatkan sebagai simbol prestise penuturnya. Pembakuan juga membuat
bahasa menjadi mudah digunakan di dunia pendidikan. Di dunia pendidikan, bahasa
Indonesia dapat menjadi media instruksi pembelajaran di sekolah dan kampus.
2.2 Pembahasan
A. Sejarah EYD

Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada
masa itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.
A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku
menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik.
Beberapa usul yang diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih
harus dirinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan
dan penyelarasan ejaan dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa
pergolakan revolusi itu mendapat sambutan baik.

Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,


diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun
peratura ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo,
Ketua) yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru
pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan
Tanah Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua
Negara ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu
(Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang
kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya megurungkan peresmiannya.

Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan


yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975
menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa
Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat
keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha
penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh
tanah air selama beberapa tahun.

Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan


peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh
ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-
5/II/ 1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak
Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.

Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa
nasional kedua negara.

Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di


Puncak pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen
(Ida Bagus Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan
dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No.
03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan
ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan
yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian
ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah
ejaan yang lebih luas.

B. Ejaan

Ejaan tidak menyangkut pelafalan kata saja tetapi juga menyangkut cara penulisan.
Ejaan merupakan cara menuliskan kata atau kalimat dengan memeperhatikan penggunaan tanda
baca dan huruf (Yulianto dalam Kustomo, (2015:59). Sedangkan menurut Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016), “ejaan adalah kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca”. Berdasarkan kedua pendapat di atas, ejaan adalah carapelafalan dan
cara penulisan tanda baca, kata, dan kalimat dalam bentuk tulis.
Ejaan yang disempurnakan ini terdiri atas empat bab, yaitu (1) pemakaian huruf, (2) penulisan
kata, (3) pemakaian tanda baca, dan (4) penulisan unsur serapan (PUEBI, 2015: 1)
1) Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf dalam ejaan yang disempurnakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
pemakaian huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf,
konsonan huruf kapital, dan huruf miring. Pemakaian huruf tersebut disesuaikan dengan fungsinya.
Pemakaian huruf abjad dalam bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf, yaitu dari huruf A-
Z. Sementara itu, pemakaian huruf yang melambangkan vokal dalam ejaan bahasa
Indonesia terdiri atas lima huruf, yaitu a, e, i, o, dan u. Pemakaian huruf vocal dalam ejaan bahasa
Indonesia dapat diungkapkan dari awal, tengah, dan akhir kata, misalnya pada kata api, padi, lusa,
enak, petak, sore, simpan, murni, kota, radio, ulang, ibu, dan sebagainya.
Huruf yang melambangkan konsonan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf.
Pemakaian huruf konsonan dalam ejaan bahasa Indonesia juga digunakan pada awal, tengah,
dan akhir kata, seperti pada kata bahasa, kaca, tiga, balig, dan lain-lain.
Huruf diftong dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Pemakaian
huruf diftong digunakan di awal, tengah, dan akhir kata, contoh pada kata syaitan, pandai,
aula, saudara, harimau, boikot, amboi, dan sebagainya.
Penggunaan Huruf Kapital
a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Misalnya:
“Apa maksudnya?”
“Kita harus bekerja keras.” “Dia membaca buku.”
“Pekerjaan itu akan selesai dalam waktu satu jam.”
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika

c) Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung.


Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?” Orang itu menasehati anaknya, “Berhati-hatilah,
Nak!”
“Mereka berhasil meraih mendali emas,” katanya.
“Besok pagi,” kata dia, “Mereka akan berangkat”
d) Huruf pertama dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab
suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam Alquran Alkitab
Allah Tuhan
e) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengikuti nama orang. Misalnya:
“Sultan Hasanuddin”
“Imam Hambali”
“Doktor Muhammad Hatta”
f) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalkan :
Selamat datang, Yang Mulia.
Selamat pagi, Dokter
Terima kasih, Kiai.
g) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang akan dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan
nama tempat. Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik Perdana Mentri Nehru Professor Supomo
Laksamana Muda Udara Husain Sastra
Negara Proklamator Republik Indonesia
h) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
“bangsa Indonesia” “suku Dani”
“bahasa Bali”
i) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar.
Misalnya:
“tahun Hijriah” “tarikh Masehi” “bulan Agustus” “bulan Maulid”
“hari Jumat” “hari Galungan” “hari Lebaran” “hari Natal”
j) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah. Misalnya:
Konferensi Asia Afrika
Perang Dunia II
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
k) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Jakarta Asia Tenggara
Pulau Miangas AmerikaSerikat
Huruf Miring
a) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang
dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeeis.

Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.


b) Huruf miring cetakan dipakai untuk menegaskan atau menghususkan huruf, bagian kata, atau
kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a
Dia bukan menipu tapi ditipu
c) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah maggis adalah Garcinia mangostana
Politik divide et impera pernah menjelajah dinegara ini
2) Penulisan Kata
Penulisan kata merupakan proses atau cara menulis sebuah karya yang mempertimbangkan unsur-
unsur bahasa yang dituliskan sebagai wujud kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan
dalam berbahasa sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD). Hal-hal yang dijelaskan
dalam penulisan kata menyangkut petunjuk bagaimana menuliskan kata dasar, kata turunan, bentuk
ulang, gabungan kata, kata ganti –ku (punyaku), kau- (kauambil), -mu (milikmu), dan –nya (miliknya)
kata depan di, ke, dan dari, kata si dan sang partikel, singkatan dan akronim, angka dan lambang
bilangan.
a) Kata dasar atau morfem bebas ialah kata yang belum memiliki imbuhan yang ditulis sebagai satu
kesatuan, misalnya Ibu percaya bahwa engkau tahu.
b) Kata turunan ialah kata yang sudah memiliki imbuhan, dibagi dalam beberapa bentuk penulisan,
yaitu (1) imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya, (2) jika bentuk
dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang berlangsung
mengikuti dan mendahuluinya, (3) jika gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
maka unsur gabungan itu ditulis serangkai, (4) jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai
dalam kombinasi, maka gabungan kata itu ditulis serangkai.
c) Bentuk ulang ialah bentuk pengulangan kata yang ditulis secara lengkap dengan menggunakan
tanda hubung, misalnya kata hati-hati, anak-anak, mata-mata, dan lain-lain.
d) Gabungan kata terdiri atas (1) gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah, (2) gabungan kata termasuk istilah khusus yang
menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda penghubung untuk menegaskan
pertalian diantara unsur yang bersangkutan, dan (3) gabungan kata yang ditulis serangkai,
seperti acapkali, adakalanya, beasiswa, saripati, olahraga, dan lain-lain.
e) Kata ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya, -ku (punyaku), kau- (kauambil), -mu
(milikmu), dan –nya (miliknya)
f) Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan
kata yang sudah lazim dianggap sebagi satu kata seperti kepada dan daripada.
g) Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, misalnya si Ayah dan sang Surya.
h) Partikel terdiri atas lima partikel, yaitu partikel –lah, -kah, -tah ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya, dan partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’ maupun ‘tiap’
ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

3) Singkatan dan Akronim


Singkatan
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a) Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pengkat, diikuti dengan tanda titik pada
sitiap unsur singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution

H. Hamid. S.Kom Sarjana Komunikasi


b) Singkatan yang umum yang terdiri atas tiga huruf yang diikuti dengan tanda titik
Misalnya:
Hlm. Halaman
Dll. Dan lain-lain
Dsb. Dan sebagainya
Dts. Dan seterusnya
c) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama atau lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi
ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
NKRI Negara Kesatuan
Republik Indonesia
UI Universitas
Indonesia
d) Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
PT perseroan terbatas
MAN madrasah aliah negeri
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
e) Singkatan yang terdiri dari dua huruf yang lazim dipakai dalam surat- menyurat masing-
masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a dengan alamat
f) Lambang kimia singkatan suatu ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deretan kata yang diperlakukan sebagai kata, misalnya ABRI, Akabri,
Pemilu, dan lain sebagainya.
a) Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa
tanda titik.
Misalnya:
BIG Badan Informasi Geospasial
BIN Badan Intelejen Negara
b) Akronim bukan nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital
tanpa tanda titik
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik Kowani Kongres Wanita Indonesia Kalteng
Kalimantan Tengah
c) Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku
kata ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan

4) Angka dan Lambang


a.) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)

b) Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.

Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
c) Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat

Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
d) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9

e) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.


a. Bilangan utuh Misalnya:

Dua belas 12

Dua puluh dua 22

Dua ratus dua puluh dua 222

b. Bilangan pecahan Misalnya:

Setengah ½

f). Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung
itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.

g). Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.

h.). Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
i). Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata tidak terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan

itu. Pak Darmo mengundang 250 orang

tamu

Bukan:
15 orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
j). Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta

rupiah. Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta

orang.

h). Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali did
lam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang
pegawai.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai
k). Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus
Sembilan puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).

Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

5) Pemakaian Tanda Baca


Hal-hal yang diuraikan dalam pemakaian tanda baca atau pungtuasi ini adalah petunjuk
bagaimana penggunaan tanda titik, koma, titik koma, titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda
elips, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal,
tanda garis miring, dan tanda penyingkat atau apostrof. Berikut ini akan diuraikan sedikit mengenai
pemakaian tanda baca.
Tanda titik (.)
Dipakai untuk: (1) akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, (2) di belakang
angka atau huruf dalam satu bagan, iktisar, atau daftar, (3) memisahkan angka, jam, menit, dan
menunjukan waktu, (4) di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
Tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka, (5) memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya, dan tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, alamat pengirim dan tanggal surat, maupun alamat penerima surat.
a) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang datang.
b) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan iktisar, atau daftar.
Misalnya:
III. depertemen dalam negeri.
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa.
c) Tanda titik dipakai untuk memisahkan jangka jam, menit, dan detik yang
menunjukan waktu atau jangka waktu. Misalnya:
01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
00.00.30 jam (30 detik)
d) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun,
judul tulisan, (yang berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,) dan
tempat terbit.

Misalnya:
Pusat Bahasa, Depertemen Pendidikan Nasional. 2008. Peta
Bahasa Indonesia Di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jakarta.
e) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukan
jumlah.
Misalnya:
Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.
Penduduk kota itu lebih dari 7.000.000 orang.

Tanda koma (,)


a) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
Telepon seluler, komputer, atau internet
bukan ba
rang asing lagi.
Buku, majalah, dan jurnal termasuk sumber perpustakaan.
Satu, dua, … tiga!
b) Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan,
dalam kalimat majemuk (setara).
Misalnya:
Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.
Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.
Dia membaca cerita pendek, sedangkan adiknya melukis panorama.
c) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya. Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman
Agar memilih wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
d) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat, seperti oleh
karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.
Misalnya:
Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar
negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar.
e) Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, dan
kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak. Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, jalannya licin. Nak, kapan selesai kuliahmu? Siapa namamu, Dik?
Dia baik sekali, Bu.
f) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
“Kita harus berbagi dalam hidup ini”, kata nenek saya, “Karena manusia adalah
mahluk sosial”

g) Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan
tanggal, (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecematan
Mataram, Jakarta 13130.
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Selemba Raya 6, Jakarta.
Tokyo, Jepang
h) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung
Halim, Amran (ed). 1996. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa
i) Tanda koma dipakai di antara bagian- bagian catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya:
Sultan Takdir Alisyahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta:
Pustaka Rakyat,1950), hlm 25.
W.J.S Poerwardarminta, Bahasa Indonesia Untuk Karang Mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), Hlm. 4.

Tanda titik koma (;)


a) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata hubung untuk memisahkan kalimat
setara yang lain di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku,
Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu menulis mkalah; Adik
membaca cerita pendek.
b) Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat
yang sudah menggunakan tanda koma. Misalnya:
1. Pemilihan ketua, sekretaris dan bendahara;
2. Penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan
program kerja;

Tanda titik dua (:)


a) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian
atau penjelasan.
Misalnya:
Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari
Hanya ada dua bagi para pejuang kemerdekaan: hidup
atau mati
b) Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan: kursi, meja, dan lemari
Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi:
c) Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukan pelaku pada
percakapan.
Misalnya:
Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”
Amir : “ Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”
d) Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat
dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Horizon, XLIII, No. 8/2008:8
Surah Albaqarah: 2-5
Matius 2:1-3
Tanda hubung (-)
a) Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian
baris.
Misalnya:
Disamping cara lama diterapkan cara baru. Nelayan pesisir itu membudi-
dayakan rumPut laut.
b) Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak Berulang-ulang Kemerah-merahan
c) Tanda hubung dipakaiun tuk menyambung tanggal,bulan,dan tahun yang dinyatakan
dengan angka atau menyambung huruf dalam angka. Misalnya:
11-11-2013
p-a-n-i-t-i-a
d) Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.
Misalnya:
ber-evolusi meng-ukur

Tanda Tanya(?)
a) Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat
Tanya. Misalnya:
Kapan hari pendidikan diperingati?
Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”?
b) Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Monument Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?)
Di Indonesia terdapat 740 (?) bahasa daerah.

Tanda seru (!)


Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidak percayaan, atau emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!

Tanda elipsis (…)


a) Tanda elipsis dipakai untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan
ada bagian yang hilang.
Misalnya:
Penyebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa Negara iyalah …

…, lain lubuk lain ikannya.


b) Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
Misalnya:
“Menurut saya … seperti … bagaimna, Bu?”
“Jadi, simpulannya … oh, sudah saatnya istirahat.”
Tanda petik (“…”)
a) Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan,
naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Merdeka itu mati!” seru bung Tomo dalam pidatonya.
“Kerjakan tugas ini sekarang!” perintah atasannya.
b) Tanda petik dipakai untuk mengapit
judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 125 buku itu.
Marilah kita menyanyikan lagu “Maju tak gentar”.
c) Tanda titik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus

Tanda garis miring (/)


a) Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat surat, dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim’ Misalnya:
Nomor: 7/PK/II/2013
Jalan Keramat III/10 tahun ajaran 2012/2013
b) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.
Misalnya:
Mahasiswa/mahasiswi

Tanda penyingkatan atau apostrof (‘)


Tanda penyingkatan dipakai untuk menunjukan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun dalam konteks tertentu.
Misalnya:
Dia’kan kusurati. (‘kan = akan)
Mereka sudah datang,’kan? (‘kan = bukan)
Malam’lah tiba (‘lah = telah)
5-2-’13 (’13 = 2013)

C. Penulisan Unsur Serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik
dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansakerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle,
shuttle clock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapan
masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, seperti crystal (kristal), central (sentral), check
(cek), effeck (efek). Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia dengan mengubah
ejaan seperlunya saja sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk
aslinya
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini telah membahas konsep dan dampak dari ejaan yang disempurnakan dalam
konteks bahasa dan komunikasi. Ejaan yang disempurnakan adalah upaya untuk meningkatkan
konsistensi dan kejelasan dalam penulisan kata-kata dalam bahasa tertentu. Ini dapat mencakup
perubahan aturan ejaan, penghapusan peraturan yang kompleks, atau penggunaan otomatisasi dalam
mengeja kata-kata.
Dalam makalah ini, kita melihat bahwa ejaan yang disempurnakan memiliki beberapa
manfaat, termasuk meningkatkan pemahaman teks, mengurangi kesalahan ejaan, dan memfasilitasi
komunikasi lintas bahasa. Namun, juga penting untuk mempertimbangkan tantangan yang mungkin
timbul, seperti perubahan yang membingungkan bagi penutur asli, resistensi terhadap perubahan,
dan masalah implementasi.
Selain itu, kita juga mencatat bahwa ejaan yang disempurnakan seringkali menjadi topik
kontroversi dalam masyarakat, dengan berbagai pendapat dan perspektif yang berbeda. Oleh karena
itu, proses pengembangan dan penerapan ejaan yang disempurnakan harus mempertimbangkan
partisipasi aktif dari komunitas berbahasa dan berbagai pemangku kepentingan.
Dalam rangka mengambil keputusan yang tepat mengenai ejaan yang disempurnakan,
diperlukan pemahaman yang mendalam tentang budaya, sejarah, dan struktur bahasa yang relevan.
Pemahaman ini harus diterapkan dengan hati-hati untuk meminimalkan dampak negatif dan
meningkatkan efektivitas komunikasi.
Makalah ini mengingatkan kita bahwa ejaan yang disempurnakan bukanlah usaha yang
sepele, tetapi merupakan bagian integral dari perkembangan bahasa dan komunikasi yang perlu
dikelola secara bijaksana. Dalam upaya untuk mencapai komunikasi yang lebih efektif dan inklusif,
perubahan ejaan yang disempurnakan harus disusun dan diterapkan dengan pemahaman yang
mendalam akan kompleksitas bahasa dan budaya.

3.2 Saran

Mahasiswa harus bisa paham dalam pengunaan EYD baik dalam penulisan kata,
angka, lambing bilangan, singkatan, akronim, dan pemakaian tanda baca
DAFTAR PUSTAKA

Admin Padamu. 2016. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia. (online),


(https://www.padamu.net).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidian dan Kebudayaan
Republik Indonesia. KBBI Daring. (online), (https://kbbi.kemdikbud.go.id,).
Erikha, Fajar. 2015. Edjaan Tempoe Doele hingga Ejaan yang Disempurnakan.
(onlone), (https://www.zenius.net,).
Opie. 2015. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. (online), (www.sejarawan.com,)
Kustomo, Heri. 2015. Peningkatan Kemampuan Menggunakan Ejaan dan Tanda Baca
dalam Menulis Pengalaman Pribadi dengan Teknik Jigsaw Kelas VII B SMP Negeri
1 Rengel Kabupaten Tuban. Paramasastra Jurnal Ilmiah Bahasa Sastra dan
Pembelajarannya, 2 (2): 57-75

Anda mungkin juga menyukai