1
dan sebagainya. Kecemasan yang ada dalam ketidak
sadarannya adalah bahwa ia seorang yang tidak berharga
dan tidak ada orang lain yang mau menghargainya.
2
anak untuk mencari pengalaman semacam itu
lagi.
3
bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama
kebutuhan fisik mereka terpenuhi, maka mereka tidak
mempunyai minat terhadap orang lain. Sedangkan pada
masa usia bulan ketiga bayi sudah dapat membedakan
antara manusia dan benda di lingkungannya dan mereka
akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya.
Penglihatan dan pendengaran cukup berkembang
sehingga memungkinkan mereka untuk menatap orang
atau benda juga dapat mengenal suara. Perilaku sosial
pada masa bayi merupakan dasar bagi perkembangan
perilaku sosial. Krech et. al. (Krech et.al.1962 :104-106)
mengungkapkan bahwa untuk memahami perilaku sosial
individu, dapat dilihat dari kecenderungan- kecenderungan
ciri-ciri respon interpersonalnya, yang terdiri dari :
4
empat kecenderungan yang bipolar, yaitu:
1) Ascendance-Social Timidity,
2) Dominace-Submissive
4) Independent-Depence
5
I. Yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara
sosial;
Kecenderungan-kecenderungan tersebut
merupakan hasil dan pengaruh dari faktor
konstitutisional, pertumbuhan dan perkembangan
individu dalam lingkungan sosial tertentu dan
pengalaman kegagalan dan keberhasilan berperilaku
pada masa lampau.
6
perilaku dan sosial. Perilaku sosial menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001:859) yaitu “Tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan”.
Tanggapan atau reaksi individu bisa menjadi pola-pola
perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan
dan pengukuhan (Reinforcemen) dengan
mengkondisikan stimulus (Conditioning) dalam
lingkungan (Environmentalistik). Perilaku tidak semuanya
dapat diamati secara objektif atau secara indrawi oleh
mata, akan tetapi perilaku juga bisa diamati dari perilaku
yang tidak senyatannya atau bukan dari indrawi
penglihatan saja (Covert Behaviour).
Sedangkan menurut pendapat Haricahyono (1989:73)
membagi perilaku itu menjadi 2 bagian diantarannya:
Perilaku manusia terdiri dari perilaku-perilaku yang
tampak oleh mata (Over Behaviour, seperti bekerja
menangis dan sebagainnya) dan perilaku perilaku yang
tidak tampak oleh mata (Covert Behaviour, seperti
berfikir, perasaan emosi, kebutuhan, kebahagiaan, sikap,
dan sebagainnya). Menurut Allport (dalam Gunawan
2001:19) manyatakan bahwa “Tingkah laku merupakan
organisasi dinamis dari sistem psikofisik seseorang yang
menentukannya dalam mengadakan penyesuaian
terhadap lingkungan yang khas”, Sedangkan menurut
Walgito (2004:15) mengatakan “Perilaku manusia tidak
lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan
dimana individu itu berada”.
Lebih lanjut perilaku menurut Walgito (2004:12),
“Perilaku manusia dapat dibedakan antara perilaku
refleksif dan perilaku non refleksif. Perilaku refleksif
7
merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara
spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme
tersebut, sedangkan perilaku non refleksif adalah perilaku
yang diatur oleh pusat kesadaran atau otak”. Tokoh lain
pun yaitu Skinner (dalam Anggriani, 2005: 4)
mengemukakan bahwa perilaku dibagi menjadi 2 bagian
yaitu: Perilaku dibedakan menjadi perilaku yang alami
(Innate Behaviour) dan perilaku operan (Operant
Behaviour). Perilaku yang alami adalah perilaku yang
dibawa sejak lahir, yang berupa repleks dan insting,
sedangkan perilaku operan adalah perilaku yang
dibentuk melalui proses belajar.
Perilaku operan merupakan perilaku yang
dibentuk, dipelajari dan dapat dikendalikan, oleh karena
itu dapat berubah melalui proses belajar. Maka dari itu
setiap individu mempunyai perilaku yang bisa kita amati
secara indra penglihatan maupun tidak secara nyata, dan
perilaku bisa berubah melalui proses belajar selama
individu berinteraksi dengan orang lain dalam hidupnya.
Untuk contoh dari perilaku alami dan perilaku operan.
Perilaku alami contohnya orang akan mengedipkan mata
saat matannya terkena debu, sedangkan perilaku operan
contohnya wanita akan terus berdandan ketika dia
mendapat pujian dari orang lain bahwa dia cantik.
8
pekerjaan atau masalahnya yang tidak bisa ia selesaikan
dengan sendirinya. Bahkan hal sekecil apapun seperti kita
butuh orang yang bisa mencukur rambut kita, membutuhkan
orang yang bisa memperbaiki laptop kita saat rusak dan
sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:
1085) menyatakan bahwa “Sosial itu berkenaan dengan
masyarakat yang adannya komunikasi dan suka
memperhatikan kepentingan umum”. Sedangkan menurut
Gerungan (1978: 28) bahwa “Pada hakikatnya manusia
adalah makhluk sosial”.
Manusia harus bisa hidup bersama dengan individu
lain, sehingga terjadi situasi sosial. Lebih lanjut dikatakan
Gerungan (1978: 77) “Situasi sosial diartikan sebagai tiap -
tiap situasidi mana terdapat saling hubungan antara manusia
yang satu dengan manusia yang lain. Sosial dapat diartikan
sebagai hubungan manusia yang saling membutuhkan
dengan dengan orang lain dan terkadang memunculkan rasa
empati, mengasihi, sehinga ada rasa untuk saling bergotong
royong dan tolong menolong dalam kehidupan bersosial.
Selain itu sosial tentunya membahas bagaimana hubungan
individu dengan individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan individu, kelompok dengan kelompok yang
ada dimasyarakat.
9
ia terima. Perilaku ini akan muncul saat salah satu individu
berinteraksi dengan orang lain. Penulis akan membahas
dan menjelaskan perilaku sosial, menurut Sarwono
(2012:11) menyatakan bahwa Psikologi seperti yang
telah diketahui, adalah ilmu tentang perilaku, sedangkan
sosial disini berarti interaksi antar individu atau antar
kelompok dalam masyarakat.
Setiap individu ketika berinteraksi dengan orang
lain atau masyarakat tentunya akan memunculkan suatu
perilaku yang dapat dipahami, karena mempunyai makna
dari perilaku tersebut secara sosial. Hal ini juga
diungkapkan menurut Ahmadi (dalam Nina 2012: 10)
yaitu “Psikologi Sosial merupakan kajian mengenai
perilaku antar pribadi manusia. Objek yang dibahas
secara garis besar dalam psikologi sosial adalah manusia
dan perilaku sosialnya atau gejala- gejala sosial”. Tokoh
lain pun juga memberikan pendapatnya menurut
10
David (dalam Nina 2012: 12) bahwa: Psikologi sosial
adalah ilmu yang berusaha secara sistematis untuk
memahami perilaku sosial, mengenai: (a). bagaimana
kita mengamati orang lain dan situasi sosial; (b).
bagaimana orang lain bereaksi terhadap kita; (c).
bagaimana kita dipengaruhi oleh situasi sosial.
a. Rasionalitas Instrumental
Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar
yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu
dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk
mencapainya. Max Weber (dalam Narwoko dan
Suyanto, 2011, :19) Rasional instrumental
adalah tindakan sosial yang dilaksanakan
dengan pertimbangan tertentu antara usaha,
manfaat dan tujuan yang ingin didapat oleh
orang tersebut. Contohnya seorang guru
bertujuan ingin mengetahui seberapa paham
kemampuan siswa dalam belajar sosiologi dari apa
yangtelah diajarkan olehnya maka guru tersebut
melakukannya dengan cara membuat alat tes
sebagai alat ukur.
b. Rasionalitas Nilai
11
Sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa
alat-alat yang ada hanya merupakan
pertimbangan dan perhitungan yang sadar,
sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam
hubungannya dengan nilai-nilai individu yang
bersifat absolut. Max Weber (dalam Narwoko
dan Suyanto, 2011:19) Tindakan rasionalitas
yang berorientasi nilai contohnya seorang
pemuda memberikan tempat duduknya kepada
12
seorang nenek karena ia memiliki keyakinan
bahwa anak muda harus hormat kepada orang
tua, atau contoh lain seorang mahasiswa yang
mau berteman dengan teman sekelasnya
sendiri walaupun temannya berasal dari luar
pulau atau suku dari daerah lain tanpa
membeda- bedakannya.
c. Tindakan Tradisional
Dalam tindakan jenis ini, seseorang
memperlihatkan perilaku tertentu karena
kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang,
tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
Max Weber (dalam Narwoko dan Suyanto,
2011:19). Jadi, tindakan tradisional berdasarkan
suatu nilai yang hanya mengikut pada tradisi
yang dilakukan dan hanya berdasarkan oleh
para pendahulunya saja, tidak tahu apa maksud
dan tujuan dari kegiatan tersebut. Tindakan ini
bahkan tidak rasional untuk dilaksanakan.
2.3. Pol
itik
Lo
kal
2.3.1. Politik
13
kewarganegaraan (civic). Politik merupakan seni
mengatur kolektivitas, yang terdiri atas beragam individu
berbeda melalui serangkaian undang-undang yang
disepakati bersama.
Pengertian politik di atas memiliki relevansi dengan
konsep politik lokal (local Politics). Relevansi tersebut tak
lain adalah interaksi sosial dalam ruang tertentu. Politik
lahir berawal dari interaksi sosial dalam sebuah ruang,
yang kemudian melahirkan lembaga politik seperti
negara dan berbagai institusinya. Dinamika politik
lokal di
14
Indonesia selalu berubah sepanjang waktu. Pada era
sebelum kemerdekaan, politik lokal di Nusantara
menunjukkan potret buram karena penguasa memperoleh
kekuasaan dalam kerangka hukum adat yang totaliter.
Akibatnya sebagian masyarakat yang totaliter.
Akibatnya sebagian besar lapisan masyarakat hanya
diakui sebagai hamba (bukan warga) yang tidak pernah
menjadi subjek pembangunan semasa itu. Masyarakat
dijadikan objek dari kehidupan politik yang tidak berpihak
kepada mereka. Pemerintahan daerah merupakan
pelaksana fungsi pemerintahan di daerah yang dilakukan
oleh dua lembaga pemerintahan daerah yaitu,
pemerintah daerah dan DPRD. Hubungan antara
pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan
kerja yang kedudukan setara dan bersifat kemitraan.
Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara
lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang
sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi.
Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah
bahwa pemerintah daerah dan DPRD adalah mitra kerja
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan
fungsi masing- masing. Sehingga antara kedua lembaga
itu membangun kerja samayang sifatnya saling mendukung
bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain.
Proses peralihan dari sistem dekonsetrasi ke sistem
desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan
otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan
pemerintahan kepada pemerintah daerah yang bersifat
15
operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.
Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam pelayanan kepada masyarakat. Desentralisasi
yang tujuannya untuk pengembangan daerah secara
mandiri justru lebih didominasi oleh pertarungan elite
politik maupun elite birokrasi.
Monopoli kekuasaan di daerah-daerah tertentu juga
menambah
catatan hitam desentralisasi di Indonesia. Akibatnya
desentralisasi
16
justru menjadi identik dengan oligarki pada tatanan lokal.
Selain itu, adanya desentralisasi oleh para elite politik
justru menjadi Otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi
masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Otonomi adalah penyerahan urusan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat
operasional. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan
efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan
urusan ini adalah antara lain: menumbuh kembangkan
daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah,
dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses
pertumbuhan. Desentralisasi adalah pendelegasian
wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada orang-orang pada level bawah pada suatu
organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak
lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengambil kebijakan.
Studi-studi sebelumnya mengungkapkan wacana
pemekaran muncul kepermukaan yang juga menjadi
alasan utama mengapa sebuah daerah ingin untuk
melakukan pemekaran daerah, yaitu:
1) Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah
17
Menurut data IRDA (Indonesia Rapid
Desentralization Appriasal), kebutuhan untuk
pemerataan ekonomi menjadi alasan.
2) Kondisi geografis yang terlalu luas. Banyak kasus
diIndonesia, proses Delivery pelayanan publik
tidak pernah terlaksana dengan optimal karena
infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas
wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan
pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif.
3) Perbedaan basis identitas Alasan perbedaan
identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul
menjadi salah satu alasan
18
pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena
biasanya masyarakat yang berdomisili didaerah
pemekaran merasa sebagai komunitas budaya
tersendiri yang berbeda dengan komunitas induk.
4) Kegagalan Pengelolaan Konflik Komunal.
19
Dalam konteks ini maka institusi-institusi politik
lokal adalah dapat dikategorikan menjadi supra struktur
politik dan infra struktur politik. Supra struktur politik yang
dimaksud adalah pemerintah daera h dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPRD). Infra struktur politik dalam
hal ini meliputi partai politik, kelompok kepentingan dan
mediamassa.
Dalam konteks pengertian ini maka potikal adalah
berkerjanya pemerintah daerah, DPRD, partai politik,
kelompok kepentingan, dan
20
media massa dalam melaksanakan pembangunan
melalui interaksi dan dinamika peran. Dalam proses
penyelenggaraan pembangunan maka keseluruhan
institusi politik atau komponen politik tersebutakan
mempengaruhi mutu pembangunan. Institusi politik
dalam menjalankan perannya dituntut untukmemiliki
berbagai kemampuan dan kapabilitas. Kapabilitas yang
dimaksud adalah extractivecapability, regulative
capability, distributiv e capability, symbolic capability dan
responsive capability.
Menurut Amin Ibrahim (2013) bahwa konteks Politik
lokal terkait dengan konsepsi sistem potikal (SPL) dan
dinamika Potikal (DPL). Dalam pemaknaan politik lokal
seperti ini, konsep sistem politik menjadi kerangka dalam
analisisnya.
Namun demikian kekhasan heterogenitas lokal dan
kasus- kasus yang terjadi dewasa ini dalam praktek
politik di daerah akan mewarnai pemahaman terhadap
potikal. Politik lokal harus dicermati secara sistemik,
artinya sebagai suatu tatanan yang utuh, maka DPL akan
sangat ditentukan oleh tingkat dan kualitas sinergi antara
Subsistem Infra Struktur Politik Lokal (ISPL) dengan
Subsistem Supra Struktur Politik Lokal yang
bersangkutan.
Dalam setiap sub-sistem tersebut, tingkat peran atau
kinerjanya juga ditentukan oleh baik tidaknya kerjasama
antara sub-subsistem Elit Politik Lokal, Kelas Menengah
Politik Lokal dan Kelas Bawah Politik Lokal nya, serta
21
juga dipengaruhi oleh keberadaan Kelas Cuek Politik
Lokalnya. Artinya eksistensi dari kelompok-kelompok
tersebut akan mewarnai Politik lokal dan memberikan
kekhasan bagi praktek potikal. Dalam pemaknaan politik
local keseluruhan komponen tersebut secara dinamis akan
berinteraksi dalam konteks peran, kapasitas dan
kapabilitas, serta interaksi antar komponen itu sendiri.
Kondisi tersebut tentu memberikan kontribusi pada
praktek politikdi daerah sebagai cara memanifestasikan
atau praktek dari paradigma yang terbangun. Politik
lokal secara sederhana adalah
22
praktek politik di tingkat lokal. Praktek politik secara
faktual terkait dengan dinamika penyelenggaraan
pemerintahan dan dinamika peran masyarakat secara
keseluruhan dalam mewujudkan pencapaian cita- cita.
Secara umum politik lokal tidak dapat dilepaskan dari
konteks politik nasional atau sistem politik yang dianut
oleh suatu negara.
Menurut CSIS (2001) politik lokal adalah dinamika
institusi - institusi politik di daerah dalam
mengaktualisasikan interaksi dalam penyelenggaran
pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat dan
memfungsikan-peran-peran yang dialksanakan oleh
asing-masing institusi tersebut.
Dalam konteks ini maka institusi-institusi politik
lokal adalah dapat dikategorikan menjadi supra struktur
politik dan infra struktur politik. Supra struktur politik yang
dimaksud adalah pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD). Infra struktur politik dalam hal ini meliputi
partai politik, kelompok kepentingan dan media massa.
Dalam konteks pengertian ini maka potikal adalah
berkerjanya pemerintah daerah, DPRD, partai politik,
kelompok kepentingan, dan media massa dalam
melaksanakan pembangunan melalui interaksi dan
dinamika peran. Dalam proses penyelenggaraan
pembangunan maka keseluruhan institusi politik atau
komponen politik tersebut akan mempengaruhi
mutupembangunan.
Dalam setiap subsistem tersebut, tingkat peran atau
23
kinerjanya
juga ditentukan oleh baik tidaknya kerjasama antara sub-
subsistem Elit Politik Lokal, Kelas Menengah Politik Lokal
dan Kelas Bawah Politik Lokal nya, serta juga
dipengaruhi oleh 10 keberadaan Kelas Cuek Politik
Lokalnya. Artinya eksistensi dari kelompok- kelompok
tersebut akan mewarnai Po;itik lokal dan memberikan
kekhasan bagi praktek potikal. Dalam pemaknaan politik
local keseluruhan komponen tersebut secara dinamis
akan berinteraksi dalam konteks peran, kapasitas dan
kapabilitas, serta interaksi antar komponen itu
sendiri.Dinamika interaksi, peran, dan kapasitas atau
kapabilitas akan
24
berkontribusi secara spesifik dalam proses pemerintahan.
Pemerintahan daerah sebagai organisasi
pelayanan kepada masyarakat berusaha mewujudkan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan bernegara atau
tujuan politik bernegara.Dengan demikian interrelasi
politik lokal memberikan pengaruh kepada bagaimana
pemda menjalankan fungsinya.
25
koperasi, tenaga kerja, dan tanah (Ratri Istania, 2009). UU
tersebut telah memberikan dasar-dasar pemerintahan
desentralisasi administratif yang sangat banyak
kelemahannya. Aturan-aturan mengenai pemerintahan
daerah tersebut mengandung kelemahan karena tidak
mengikutsertakan masukan dari daerah-daerah.
Sekelompok elit bekerja secara tergesa-gesa melahirkan
model desentralisasi ala Barat. Desentralisasi tersebut
memang sengaja
26
dirancang atas dasar titipan dari pemikiran-pemikiran
barat yang sangat ingin memberlakukan model
desentralisasi mereka ke negara- negara
berkembang,tanpa memperhatikan sendi-sendi
kelembagaan di Indonesia yang sama sekali lemah dan
tidak demokratis (Ratri Istania, 2009).
27
dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai
pada pertentangan atau perperangan internasional. (Elly M.
Setiadi dan Usman Kolip,2011:345).
Menurut Webster, istilah “conflict” berarti suatu
perkelahian, perperangan, atau perjuangan” yaitu berupa
konfrontasi fisik antara beberapa pihak, konflik juga oleh
Webster diartikan sebagai suatu persepsi mengenai
perbedaan kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa
aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai
secara
28
simultan. (Syarifuddin Jurdi,2013:214).
Kemudian Konflik juga merupakan salah satu esensi dari
kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai
karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan
kelamin, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta
budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia,
perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama
masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari
dan selalu akan terjadi.
Dari sini ada benarnya jika sejarah umat manusia
merupakan sejarah konflik. Konflik selalu terjadi di dunia,
dalam sistem sosial, yang bernama negara, organisasi,
perusahaan, dan bahkan dalam sistem sosial terkecil yang
bernama keluarga dan pertemanan, konflik terjadidimasa lalu
dan pasti akan terjadi yang akan datang.(Wirawan,2009:1).
Teori konflik Ralf Dahrendrof menyatakan bahwa “pola
personia dan fungsionalisme pada umumnya menyajikan suatu
yang berlebihan tentang konsensus, integrasi dan pandangan
yang statis terhadap masyarakat”. Dalam pandangan
Dhrendorf masyarakat terisi dari dua muka satu adalah muka
konsensus dan muka lain ialah pertikaian atau pertentangan
(konflik).
Teori konflik memandang masyarakat terus-menerus
berubah dan masing-masing bagian dalam masyarakat
potensial memacu dan menciptakan perubahan sosial.
Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial teori ini lebih
menekankan pada peranan kekuasaan (Sunyanto
Usman,2012:56).
29
Robbin (1996:431), mengatakan konflik dalam organisasi
di sebut sebagai “The Conflict Paradoks”, yaitu pandangan
bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
30
karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini juga
memandang konflik sebagai sesuatu yang buruk, tidak
menguntungkan dan selalu merugikan organisasi. Oleh
karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa
mungkin dengan mencari akar permasalahannya.
31
suatu fakta dalam masyarakat industri modern. Secara
empiris konflik, tidak diakui karena orang lebih memilih
stabilitas sebagai hakikat masyarakat.
32
dalam masyarakat, juga mencegah agar ketegangan
tersebut tidak terus bertambah dan menimbulkan kekerasan
yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan
(Wardi Bactiar,2006:107).
33
alim ulama, sopir dan cendekiawan. Kemajemukan
horizontal, kultural menimbulkan konflikyang masing-
masing unsur kultural tersebut mempunyai karakteristik
sendiri dan masing-masing penghayat budaya tersebut
ingin mempertahankan karakteristik budayanya tersebut.
dalam masyarakat yang stukturnya seperti ini, jika belum
ada konsensus nilai yang menjadi pegangan bersama,
konflik yang trjadi dapat menimbulkan perang saudara.
2. Kemajemukan vertikal, yang artinya struktur
masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan,
pendidikan, dan kekuasaan.
34
Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sosial
karea ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki
kekayaan, pendidikan yang mapan, kekuasaan dan
kewenangan yang besar, sementara sebagian besar
tidak atau kurang memiliki kekayaa, pendidikan rendah,
dan tidak memiliki kekuasaan dan
kewenangan.Pembagian masyarakat seperti ini
merupakan benih suburtimbulna konflik sosial.
Menurut Wibowo (2006:47) penyebab konflik yang lain adalah
a. Perceptual Distortion (penyimpangan Persepsi)
Orang cendrungbias dalam cara melihat seseorang
atau sesuatu. Pada umumnya, kita cendrung
melihat situasi dengan cara yang menguntungkan
kita sendiri.
b. Grudges (Dendam) sering kali konflik disebabkan
karena takut kehilangan muka dalam berhubungan
dengan orang lain dan berusaha berbuat sama
dengan orang tersebut dengan merencanakan
bentuk pembalasan.
c. Distrust (Ketidakpercayaan) semakin kuat orang
menyangka bahwa apabila individu atau kelompok
meninggalkan mereka, makahubungan antara orang
dan kelompok tersebut diliputi oleh konflik.
Renggangnya hubungan antara orang atau
kelompok disebabkan oleh perasaan bahwa pihak
lainnya tidak dapat di percaya.
d. Competition Over Scare Resources (Kompetisi
atas Sumber Daya Langka) konflik yang terjadi karena
35
dalam distribusi sumber daya disebabkan oleh orang
yang cendrung menganggap berlebihan atas
konstribusinya pada organisasi. Perasaan ini
menimbulkan tuntutan untuk mendapatkan sumber
daya lebih banyak sesuai dengan kontribusi yang
diberikan, padahal semua orang memahami bahwa
sumber daya yang tersedia terbatas.
e. Destructive Critisism (Keritik Bersifat Merusak)
kritik ini merupakan umpan balik negatif yang
membuat marh mereka yang menerimanya dan
bukannya membantu mereka untuk
36
melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
37
proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan
individu atau kelompok dengan kelompok.
4. Power and Depedency Conflicts Konflik kekuasaan
dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan
dalam organisasi, misalnya pengamanan dan
penguatan kedudukan yang strategis.
38
1. konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang
terjadi antara dua individu atau lebih karena
perbedaan pandangan dan sebagainnya.
2. konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang
timbul akibat perbedaan ras.
3. Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial,
yaitu konflik yang terjadi disebabkan adanya
perbedaan kepentingan antar kelas sosial.
4. konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang
terjadi akibat adanya kepentingan atau tujuan politis
seseorang atau kelompok.
5. Konflik atau pertentangan yang bersifat
internasional, yaitu konflik yang terjadi karena
perbedaan kepentingan yang kemudian
berpengaruh pada kedaulatan negara.
39
dalam mengejar kepetingan masing-masing akan melahirkan
mekanisme ketidakteraturan sosial (social disorder). Paul B.
Horton dan Chester L. Hunt menyatakan, bahwa terotisi konflik
memandang suatu masyarakat itu dapat menjadi satu karena
terikat bersama oleh kekuatankekuatan kelompok atau kelas
yang dominan masyarakat. Berbeda dengan anggapan para
fungsionalis yang memandng nilai-nilai bersama atau
konsensus anggota masyarakat menjadi suatu ikatan
pemersatu, maka
40
dalam pandangan teoritisi konflik, konsensus itu meupakan
ciptaan dari kelompok atau kelas dominan untuk
melaksanakan nilai-nilai tertentu yang mereka inginkan.
(Wirawan, 2012:59).
41
Weber menempatkan konflik dalam posisi sentral dalam
menganalisis tentang masyarakat. Baginya, konflik
merupakan unsur dasar kehidupan manusia. Weber
menyatakan, “Pertentangan tidak dapat dilenyapkan dari
kehidupan budaya manusia. Orang memang dapat merubah
sarananya, obyeknya, arah dasar ataupun pendukungnya,
akan tetapi orang tidak dapat membuang konflik itu sendiri”.
Marx melihat konflik sosial terjadi di antar kelompok atau kelas
dari pada diantara individu. Hakikat konflik antar kelas
tergantung pada sumber pendapatan mereka. Kepentingan
ekonomi mereka bertentangan karena kaum proletariat
memperoleh upah dari kaup
42
pitalis hidup dari keuntungan, dan bukan karena yang
pertama melarat yang terakhir kaya raya.
43
latarbelakang bahwa konflik tersebut diakibatkan oleh
berbagai macam kepentingan-kepentingan kelompok soa.
Salah satu yang paling menonjol dan jadi pembahasan
utama adalah konflik dalam memperebut turunan raja di
Negeri Buano Utara Kecamatan Waesala Kabupaten Seram
Bagian Barat.
44
diteliti, maka penulis hendak mendekatkannya dengan
beberapa teori yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
45
Sebelum membahas bentuk-bentuk konflik sosial,
ketahuiterlebih dahulu penyebabnya. Konflik yang terjadi
di dalam masyarakat terjadi dalam berbagai hal. Secara
umum, penyebab timbulnya konflik dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Perbedaan antar Individu
Perbedaan yang ada antara sesama individu bisa
menjadi
46
penyebab terjadinya konflik sosial. Misalnya
perbedaan pendapat atau perasaan yang dapat
menimbulkan konflik.
b. Perbedaan kepentingan
Adanya perbedaan kepentingan, seperti
kepentingan ekonomi, politik, sosial, dan
sebagainya juga bisa menyebabkan terjadinya
konflik sosial. Contohnya, terjadinya konflik
antarpartai politik menjelang pemilu.
c. Perbedaan kebudayaan
Kepribadian seseorang diwarnai kebudayaan
kelompoknya, seperti pola pikir dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Misalnya,
perbedaan pendapat tentang budaya barat antara
orang tua dengan anak.
d. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang berlangsung cepat akan
mengubah nilai-nilai dalam masyarakat. Hal ini
akan menyebabkan munculnya kelompok -
kelompok yang berbeda pendirian. Sebagai
contoh adanya perubahan yang terjadi
dilingkungan sekitar, ada sebagian masyarakat
yang bisa menerima dan ada yang belum siap
menerima. Namun, perlu diketahui, tidak semua
konflik bersifat negatif. Ada konflik yang bersifat
posistif. Dengan konflik akan
melahirkansolidaritas kelompok sehingga dapat
menciptakan stabilitas dan integrasi sosial.
47
Adanya konflik membuat seseorang dapat
mengetahui sumber-sumber ketidakpuasan
dalam masyarakat untuk kemudian di upayakan
cara penyelesaiannya.
48
a) Konflik Individu dengan Individu.
Konflik antar sesama individu adalah jenis konflik
yang sering terjadi. Hal itu bisa terjadi antara
sesama pemain sepak bola, antara karyawan
sesama karyawan, dan lain sebagainya.
b) Konflik Antar Negara
Konflik sosial antar negara terjadi antara negara
yang saling berselisih.
49
sekolah atau membantu acara hajatan di kampung.
g) Konflik antar generasi
Konflik antar generasi adalah konflik yang terjadi
antar generasi. Misalnya konflik antara anak- anak
dengan orang tua tentang pandangan terhadap
tradisi dan adat istiadat.
h)
50
i) Konflik yang bersifat deskruktif dan konstruktif
Konflik deskruktif adalah konflik yang merusak dan
merugikan pihak yang berkonflik. Contohnya,
tawuran pemuda antar
kampung. Sedangkan konflik konstruktif merupakan
jenis konflik yang bersifat membangun. Misalnya,
adanya perbedaan pendap at mengadakan rapat
rapat. Konflik berdasarkan aktivitas manu sia di
dalam masyarakat. Konflik tersebut terdiri dari
konflik ekonomi, konflik sosial, konflik politik, konflik
budaya, dan konflik ideologi. Adapun
contohnya ialah konflik
antara pemilik perusahaan, konflik
menjelang pemilu, konflik antar keyakinan atau
agama.
51
kelangsungan hidup Masyarakat Adat. AMAN mempadankan
terminologi “Indigenous Peoples” yang dipakai secara global
sebagai “Masyarakat Adat.” Masyarakat Adat adalah
kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan
menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat
Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam,
kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan
lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan
kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.
Terdapat empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai
pembeda antara Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat
lainnya. Unsur-unsur
52
tersebut, antara lain Identitas budaya yang sama, mencakup
bahasa, spir itualitas, nilai-nilai, serta sikap dan perilaku yang
membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain:
Sistem Nilai dan Pengetahuan, Mencakup pengetahuan
tradisional yang dapat berupa pengobatan tra disional,
perladangan tradisional, permainan tradisional, sekolah adat,
dan pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya; wilayah
adat (ruang hidu p), meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber
daya alam (SDA) lainnya yang bukan semata-mata dilihat
sebagai barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut
sistem religi dan sosial budaya; serta hukum adat dan
kelembagaan adat aturan-aturan dan tata kepengurusan
hidup bersa ma untuk mengatur dan mengurus diri sendiri
sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan
politik.
Sementara itu, mengacu pada Deklarasi Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Adat
atau Declaration on the Rights of Indigenous Peoples
(UNDRIP), karakteristik penanda Masyarakat Adat, antara
lain identifikasi diri (self-identification); keberlanjutan sejarah
(sebelum diinvasi oleh kekuatan penjajah atau kolonial);
penduduk asal (sejarah); hubungan spiritual dengan tanah
dan wilayah adat; identitas yang khas (bahasa, budaya,
kepercayaan); serta sistem sosial politik dan ekonomi yang
khas.
Secara internasional, sebelum lahirnya UNDRIP,
Konvensi ILO No. 169 atau Konvensi Masyarakat Adat 1989
menjadi instrumen internasional pertama yang mengakui
53
Masyarakat Adat. Konvensi tentang Masyarakat Adat yang
ditetapkan oleh negara-negara anggota Organisasi Perburuhan
Internasional pada 1989 itu, bertujuan untuk merevisi
Konvensi ILO No. 107 (Konvensi Masyarakat Adat 1957).
Prinsip utama konvensi tersebut adalah perlindungan
terhadap Masyarakat Adat atas kebudayaan, gaya hidup,
tradisi, dan kebiasaan.
Selain itu, hak asal-usul merupakan pula faktor yang
secara tegas membedakan Masyarakat Adat dengan
kerajaan atau kesultanan. Kerajaan atau kesultanan
merupakan konsep negara lama. Sehingga,
54
Masyarakat Adat tidak sama dengan kerajaan atau
kesultanan. Sejak awal, Indonesia telah mengakui
keberadaan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. Ppengakuan dan penghormatan terhadap
Masyarakat Adat, tercantum di dalam Pasal 18B ayat (2) dan
Pasal 28I ayat (3).
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” UUD 1945
Pasal 18B ayat (2) “Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman
dan peradaban.” UUD 1945 Pasal 28I ayat (3).
Dalam berbagai narasi dan produk hukum di Indonesia,
terdapat juga istilah yang dipakai, yaitu masyarakat hukum
adat (MHA), masyarakat lokal, masyarakat tradisional,
komunitas adat terpencil (KAT), dan penduduk asli. Berbagai
sebutan tersebut dapat merujuk pada Masyarakat Adat,
misalnya penyebutan “masyarakat lokal” di nagari pada
Masyarakat Adat Minangkabau, Sumatera Barat atau marga
di Masyarakat Adat Batak, Sumatera Utara atau penduduk
asli Papua (suku dan marga) di Papua dan Papua Barat.
Namun, sebutan-sebutan yang ada, dapat pula merujuk pada
masyarakat lokal - bukan Masyarakat Adat - dalam konteks di
Jawa atau komunitas pendatang (misalnya, kampung
transmigran) yang mendiami suatu wilayah selama beberapa
generasi jika penyebutannya tidak mempertimbangkan
55
identitas bahasa, ikatan genealogis, maupun teritorial terkait
pada warisan asal-usul sebagai pembeda. Penulisan
“Masyarakat Adat” pun menggunakan awalan huruf kapital
untuk mempertegas Masyarakat Adat sebagai subjek hukum.
Sementara itu, kebijakan-kebijakan negara yang
selama ini
memprioritaskan pembangunan industri-industri berbasis
sumber daya alam (SDA), telah menyebabkan Masyarakat
Adat terpinggirkan sekaligus kehilangan hak dan akses
atas SDA. Misalnya, pembangunan
56
perkebunan monokultur secara masif oleh perusahaan
perkebunan sawit yang menggusur hutan-hutan adat sebagai
sumber penghidupan Masyarakat Adat, mengakibatkan
Masyarakat Adat kehilangan pangan dan ruang hidup. Belum
disahkannya Rancangan Undang-Undangtentang Masyarakat
Adat (RUU MA) juga kian meningkatkan eskalasi terjadinya
berbagai konflik, diskriminasi, kriminalisasi, perampasan wilayah
adat, dan tindak kekerasan terhadap Masyarakat Adat di
berbagaipenjuru Indonesia. Saat ini, pengakuan maupun
perlindungan Masyarakat Adat di Indonesia, masih
menghadapi persoalan terkait dengan pengakuan bersyarat.
Apalagi, dengan lahirnya UU Cipta Kerja dan UU Minerba yang
baru, telah menghadirkan anomali pada iklmi demokrasi
sekaligus menegaskan ancaman terhadap eksistensi
Masyarakat Adat.
Di dalam Masyarakat Adat sendiri, juga hidup beragam
kelompok minoritas, yaitu mereka Masyarakat Adat yang
mengalami ketertindasan berlapis, baik itu karena faktor
kesejarahan, kelas, maupun lainnya. Mereka adalah yang
mengalami diskriminasi dan stigma berganda, bukan hanya
karena Masyarakat Adat, tetapi karena identitas lain yang
melekat. Kelompok Masyarakat Adat minoritas itu tak
terbatas pada yang disebutkan di sini-meliputi perempuan,
anak (berusia di bawah 17 tahun), penyandang disabilitas,
lansia, minoritas gender dan seksual, dan kelompok
minoritas lainnya yang hidup di dalam suatu komunitas adat
sebagai Masyarakat Adat.
57
2.6. Kerangka Fikir
58
2.6.1. Teori
59
mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial.
60
ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang
panjang. Jadi, Habitus bervariasi tergantung pada sifat
posisi seseorang di dunia tersebut, tidak semua orang
memiliki habitus yang sama. Namun, mereka yang
menempati posisi sama di dunia cenderung memiliki
habitus yang sama.
61
masa ia belajar yaitu, Jean Paul Sartre dan Claude Levi
Straus. Dari eksistensialisme Sartre, Bourdieu belajar
tentang pemahaman yang begitu kuat bahwa aktor
sebagai pencipta dunia sosial mereka. Namundia merasa
bahwa Sartre melangkah terlalu jauh dalam menempatkan
kekuasaan pada aktor dan dalam prosesnya
mengabaikan hambatan- hambatan struktural. lewat
perspektif struktur ini, dia kemudian berpaling ke karya
strukturalis Levi Straus. Dia tertarik pada orientasinya.
Sebaliknya pada saat itu ia
62
menggambarkan dirinya sebagai strukturalis lugu. Selain
itu Bourdieu mendefinisikan salah satutujuan dasarnya
sebagai reaksi atas eksis strukturalisme, saya berminat
untuk mengembalikan aktor di dunia nyata yang telah
sirna ditangan Levi Straus dan para strukturalis lain yang
memandang aktor sebagai epifenomena struktur.
2.6.2. Modal
Menurut pierre bourdieu terdapat 4 modal yang
menjdi pertaruhan dalam sebuah arena modal sosial,
modal ekonomi, modal budaya, modal simbolik. Fungsi
modal, bagi Bourdiaeu adalah relasi sosial dalam sebuah
63
sistem pertukaran, yang mempresentasikan dirinya
sebagai sesuatu yang langka, yang layak di cari dalam
bentuk sosial tertentu. Beragam jenis modal dapat di
pertukarkan dengan jenis modal – modal lainnya.
Penukaran yang paling dramatis adalah penukaran
dalam bentuk simbolik. Sebab dalam bentuk inilah bentuk
modal-modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali
sebagai sesuatu yang menjadi mudah dilegimitimasi.
1. Modal ekonomi Hal-hal materil (yang dapat
dimiliki nilai
64
simbolik) dan berbagai atribut yang tak tersentuh,
namun memilikisignifikasi secara kultur, misalnya
prestis, status, dan otoritas (yang dirujuk sebagai
modal simbolik).
65
4. Modal sosial Modal sosial termanifestasikan
melalui hubungan- hubungan dan jaringan
hubungan-hubungan yang merupakan sumber
daya yang berguna dalam penentuan dan
reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Modal
sosial atau jaringan sosialini dimiliki pelaku dalam
hubungannya dengan pihak lain yang memiliki
kuasa.
2.6.3. Arena
Arena adalah jaringan relasi antarposisi objektif di
dalamnya
66
keberadaan relasi-relasi ini terpisah dari kesadaran dan
kehendak individu relasi tersebut bukan interaksi atau
ikatan intersubjektif antara individu. Yang menduduki
posisi bisa jadi merupakan agen atau institusi, dan
mereka dihambat oleh struktur arena. Ada sejumlah
arena semi otonom di dunia sosial (misalnya artistik,
religius,perguruan tinggi), yang kesemuanya memiliki
logika sepesifik tersendiri dan semuanya membangun
keyakinan dikalangan aktor tentang hal- hal yang mereka
pertaruhkan di suatu arena.5 Bourdieu juga melihat
arena, menurut definisinya, sebagai, sebagai arena
pertempuran arenajuga merupakan arena perjuangan
struktur arena yang menopang dan mengarahkan
strategi yang digunakan oleh orang-orang yang
menduduki posisi ini untuk berupaya, baik individu atau
kolektif, mngamankan atau mengingatkan posisi
mereka, dan menerapkan prinsip hierarkisasi yang
paling cocok untuk produk mereka, arena adalah sejenis
pasar kompetitif yang di dalamnya berbagai jenis modal
digunakan dan dimanfaatkan, namun, arena kekuasaan
yang paling penting hierarki hubungan kekuasaan
dalam arena politik berfungsi menstrukturkan semua
arena lain.
2.6.4. Praktik
Bourdieu menyatakan teori praktik sosial
mempunyai rumusan generatife yang berbunyi: (Habitus
X Modal) + Ranah = Praktik . Teori praktek merupakan
67
salah satu dari rangkayang pemikiran Bourdieu untuk
meracik formula dalam menganalisi praktek
sosial,sebagai mana pemikiran Bourdieu. Habitus
menjadi pondasi awal dalam perkembangan menuju
praktek sosial, setelah benturan Habitus terjadi maka
diperlukan formula kedua adalah modal sebgai kaki dan
tangan untuk merealisasikan sebuah gesekan Habitus
tersebut.Tentunya diperlukan Ranah sebagai tempat
untuk mengeksekusi dari pola ataupun hasil dari
benturan Habitus dan bantuan dari Modal
untukmenempati Ranah, setelah hal ini terjadi
68
makan terahir adalah peraktek sebgai kongklusi akhir
dari pemikiran Bourdieu sehingga menghasilkan sebuah
praktek sosial.
69
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, guna
menganalisis dan mengidentifikasi aktor politik dalam
pemilihan kepala desa. Selain itu juga guna
menganalisis peran habitus aktor dalam kontestasi
politik. Penelitian ini menggunakan teori Boordieu
tentang
70
habitus, dan arena untuk menjelaskan kontestasi aktor
dalam perebutan kekuasaan antara So’a/ Nuru Naini,
So’a/ Nuru Huhuni, So’a/ Nuru Na’ani, So’a/ Nuru Ola,
dan So’a/ Nuru Eti.
Habitus adalah sikap, mentalitas, dan pandangan
seorang tentang dunianya. Melalui habitus seseorang
menilai, memutuskan danmengevaluasi realitas yang
dihadapinya (Raedeke et al 2003). Ringkasnya, habitus
merupakan kebiasaan, yang menuntun manusia;
misalnya berjalan, berfikir, berbicara yang dilakukan
berulang-ulang (Bourdieu 2010; Reay 2004; Adams
2006; Banos 2017). Arena adalah ruang relasi yang
menghubungkan individu dan kelompok untuk mencapai
tujuan tertentu. Habitus berada dalam individu (internal)
sedangkan arena berada di luar (external) individu yang
saling berdialektika mempertaruhkan modal ekonomi,
sosial budaya dan simbolik.
71