Anda di halaman 1dari 26

RANGKUMAN AKUNTANSI EMKM

“AKUNTANSI UNTUK PERUSAHAAN MANUFAKTUR”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi EMKM


Dosen Pengampu : Lili Safrida S.E., M.Si., Ak.

Disusun oleh:
Julius Adiel (2210313210007)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2023
AKUNTANSI UNTUK PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Perusahaan manufaktur yang tidak begitu besar dan sederhana proses produksinya, kadang-
kadang menggunakan sistem akuntansi yang sederhana yang didasarkan pada sistem persediaan
periodik. Pencatatan persediaan yang digu nakan dalam proses produksi, penentuan barang yang masih
dalam proses dan barang yang telah terjual, didasarkan pada perhitungan fisik periodik yang biasanya
dilakukan pada akhir tahun. Dalam sistem seperti ini, perhi tungan fisik sangat dominan untuk
menentukan persediaan akhir, dan jumlah yang digunakan atau dijual selama periode. Sistem akuntansi
seperti digambarkan di atas disebut sistem akuntansi umum (general accounting system).
Perusahaan manufaktur yang lebih besar, lebih-lebih bila proses produksinya lebih kompleks,
biasanya menggunakan sistem akuntansi yang didasarkan pada persediaan perpetual. Sistem akuntansi
untuk operasi manufaktur yang didasarkan pada persediaan perpetual disebut sistem akuntansi biaya
(cost accounting system). Sistem ini dapat menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi per
unit dan lebih efektif dalam membantu manajemen dalam pengawasan biaya.

PERBEDAAN POKOK AKUNTANSU UNTUK PERUSAHAAN DAGANG DENGAN


AKUNTANSI UNTUK PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Perbedaan yang terdapat dalam akuntansi untuk perusahaan manufaktur dengan perusahaan
dagang, disebabkan oleh adanya perbedaan dalam sifat operasinya. Ciri pokok operasi perusahaan
dagang adalah menjual barang dagangan tanpa mengolah lebih dahulu barang yang dibelinya. Dengan
perkataan lain, perusahaan dagang tidak melakukan proses produksi, sehingga barang yang dibeli
langsung dapat dijual. Dengan demikian penentuan harga pokok barang yang dibeli maupun dijual
dalam perusahaan dagang relatif mudah. Operasi perusahaan manufaktur tidak sesederhana perusahaan
dagang, karena perusahaan manufaktur membuat sendiri barang yang akan dijualnya. Seperti
dikemukakan pada awal bab ini, sebelum pabrik sepatu bisa menjual sepatu ke toko-toko, maka ia harus
mengolah dahulu bahan baku kulit dan bahan-bahan lainnya menjadi sepatu. Hal seperti ini tidak kita
jumpai pada perusahaan dagang. Dalam perusahaan manufaktur, penentuan harga pokok barang yang
diproduksi dan harga pokok penjualan harus melalui beberapa tahapan yang lebih rumit. Perusahaan
manufaktur harus mengga- bungkan harga bahan yang dipakai, dengan biaya tenaga kerja dan biaya
produksi lain untuk dapat menentukan harga pokok barang yang siap untuk dijual.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai perbedaan ini, marilah kita bandingkan
bagian harga pokok penjualan dalam laporan rugi-laba perusahaan dagang dengan laporan rugi-laba
perusahaan manufaktur.
Perusahaan Dagang Perusahaan Manufaktur
Harga Pokok Penjualan: Harga Pokok Penjualan:
Persediaan Awal Barang Dagangan Rp 14,200.00 Persediaan Awal Barang Jadi Rp 11,200.00
Pembelian Bersih Rp 34,150.00 Harga Pokok Produksi (lihat La-
poran Harga Pokok Produksi) Rp170,500.00
Barang Tersedia Dijual Rp 48,350.00 Barang Tersedia Dijual Rp181,700.00
Rpn10,300.0
Persediaan Akhir Barang Dagangan Rp 12,100.00 Persediaan Akhir Barang Jadi 0

Harga Pokok Penjualan Rp 36,250.00 Harga Pokok Produksi Rp171,400.00

Perbedaan ini timbul karena perusahaan dagang langsung menjual barang yang dibelinya,
sedangkan perusahaan manufaktur harus membuat dulu barang yang akan dijualnya.
Laporan harga pokok produksi menunjukkan biaya untuk menghasilkan produk yang
dihasilkan perusahaan manufaktur. Adanya perbedaan catatan dan teknik yang digunakan dalam
akuntansi untuk biaya-biaya ini, menyebabkan timbulnya perbedaan dalam karakteristik akuntansi
perusahaan manufaktur.

ELEMEN-ELEMEN BIAYA PRODUKSI


Dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk, perusahaan manu- faktur biasanya
mengeluarkan berbagai macam biaya. Biaya yang beraneka ragam tersebut dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan besar, yakni: bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
Bahan Langsung
Bahan yang digunakan dan menjadi bagian dari produk jadi disebut bahan langsung. Sebagai
contoh, bahan langsung dalam sebuah pabrik sepatu ter- diri dari kulit, kain, benang, paku, dan lem.
Oleh karena bahan langsung secara fisik akan menjadi bagian dari produk jadi, maka biaya bahan
langsung mudah ditelusuri ke tiap unit barang yang dihasilkan atau ke suatu tahapan produksi. Oleh
karena itu, biaya bahan langsung dibebankan secara langsung ke satuan hasil yang diproduksi atau ke
proses produksi tertentu, tanpa melalui alokasi biaya terlebih
Bahan langsung harus dibedakan dari bahan tak langsung, yang me- liputi bahan-bahan
perlengkapan pabrik seperti minyak dan oli mesin, bahan bakar, dan sebagainya. Bahan tak langsung
digunakan dalam proses produksi, tetapi tidak menjadi bagian dari produk jadi. Oleh karena itu, biaya
bahan tak langsung menjadi sukar untuk ditelusuri ke unit barang tertentu atau proses tertentu. Itulah
sebabnya, dalam akuntansi untuk biaya produksi, biaya bahan tak langsung diperlakukan sebagai
overhead pabrik.
Barang-barang yang dibeli perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi disebut bahan
baku (raw material). Biasanya bahan baku digunakan dalam proses produksi, seperti halnya bahan
langsung. Pada saat dibeli, bahan tersebut ke rekening Pembelian Bahan Baku. Akan tetapi jika bahan
yang dibeli tersebut akan digunakan sebagai bahan tak langsung, maka rekening yang digunakan adalah
Perlengkapan Pabrik.
Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses mengubah bahan menjadi produk jadi disebut
tenaga kerja langsung. Biaya tenaga kerja langsung bisa dengan mudah dihubungkan dengan atau
dibebankan pada satuan hasil atau proses tertentu yang dikerjakan oleh tenaga kerja tersebut.
Dalam akuntansi untuk operasi perusahaan manufaktur, tenaga kerja langsung harus dibedakan
dari tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja tak langsung digunakan dalam proses produksi tetapi
tidak bisa dihubungkan atau diterapkan pada suatu produk tertentu. Oleh karena itu tenaga kerja tak
langsung tidak dapat dengan mudah dihubungkan atau dibebankan pada unit atau proses tertentu. Contoh
tenaga kerja tak langsung adalah tenaga. pengawas, tenaga pemeliharaan mesin, dan tenaga pembersih.
Tenaga-te- naga tersebut membantu dalam proses produksi, tetapi tidak terlibat langsung dalam
pengolahan bahan menjadi produk jadi. Oleh karena itu, biaya tenaga kerja langsung digolongkan
sebagai biaya overhead pabrik.
Rekening yang digunakan untuk mencatat biaya tenaga kerja langsung dalam sistem akuntansi
umum disebut Tenaga Kerja Langsung, sedangkan biaya tenaga kerja tak langsung dicatat dalam satu
atau beberapa rekening tenaga kerja tak langsung. Kadang-kadang pada akhir periode diperlukan
penyesuaian atas rekening-rekening tersebut. Apabila diperhatikan dengan seksama, akuntansi
penggajian dalam perusaan manufaktur hampir tidak berbeda dengan akuntansi penggalian pada
perusahaan dagang. Perbedaan yang menonjol hanya pada pemisahaan antara rekening untuk biaya
tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tak langsung.
Overhead Pabrik
Biaya-biaya produksi lain, selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung. disebut overhead
pabrik. Blaya-biaya ini disebut juga biaya produksi tak langsung.

CONTOH OVERHEAD PABRIK


Tenaga kerja tak langsung Biaya listrik pabrik
Bahan tak langsung Biaya gas pabrik
Bahan pembersih Depresiasi mesin dan peralatan
Bahan pelumas (oli, dll) Amortisasi hak paten
Bahan bakar (solar, dll) Penghapusan alat-alat kerja kecil
Reparasi gedung dan peralatan pabrik Asuransi Tenaga kerja
Asuransi peralatan pabrik Pajak penghasilan tenaga kerja
Pajak bangunan pabrik pabrik

Dalam biaya overhead pabrik tidak termasuk biaya penjualan dan biaya administrasi. Biaya
penjualan dan biaya administrasi tidak merupakan biaya overhead karena biaya-biaya tersebut tidak
timbul dalam proses produksi. Biaya-biaya tersebut bisa disebut biaya overhead penjualan dan umum,
tapi bukan overhead pabrik.
Segala jenis biaya produksi tak langsung dicatat dalam berbagai rekening overhead pabrik yang
jumlah maupun namanya bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya.
Pemilihan nama rekening dan jumlah rekening yang disediakan tergantung pada sifat perusahaan dan
informasi yang diinginkan perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan mungkin hanya menyelenggarakan
satu rekening biaya asuransi pabrik, tapi bisa juga menyelenggarakan rekening biaya asuransi tersendiri
untuk mesin pabrik, gedung pabrik, dan peralatan pabrik lainnya.
Overhead pabrik tertentu seperti biaya tenaga kerja atau blaya listrik dicatat pada saat biaya
tersebut dibayar, tetapi overhead pabrik lain seperti biaya depresiasi dicatat melalui proses penyesuaian.

HARGA POKOK PRODUK DAN BIAYA PERIODE


Dalam perusahaan manufaktur terjadi baik biaya periode maupun harga pokok produk. Harga
pokok produk. Harga pokok produk dikeluarkan untuk tujuan mendapatkan barang dagangan atau
menghasilkan produk jadi. Karena harga pokok produk terjadi dalam usaha mendapatkan aktiva, maka
pengeluaran tersebut membentuk harga perolehan aktiva. Seperti nampak dalam Gambar 10-1, harga
pokok produk tidak dicatat dalam rekening biaya, melainkan dibebankan pada produk yang dihasilkan
dan dilaporkan dalam neraca sebagai persediaan. Harga pokok tersebut belum akan nampak dalam
laporan rugi-laba sampai produk yang bersangkutan terjual. Bila produk telah terjual, maka dalam
laporan rugi-laba akan dilaporkan sebagai harga pokok penjualan. Harga pokok produk meliputi semua
biaya produksi, yaitu bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
Biaya periode erat hubungannya dengan periode waktu terjadinya penge- luaran blaya.
Pengeluaran ini tidak langsung berhubungan dengan proses menghasilkan produk. Oleh karena itu biaya
periode dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya biaya tersebut. Termasuk dalam biaya periode
adalah biaya penjualan dan biaya umum & administrasi.

Harga Pokok Produk dan Biaya Periode dalam Laporan Keuangan

PERBANDINGAN ALIRAN HARGA POKOK PRODUK UNTUK PERUSAHAAN DAGANG


DAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Gambar berikut merupakan aliran harga pokok produksi pada perusahaan yang menggunakan
sistem persediaan periodik (dianggap tidak ada persediaan awal). Pada uraian berikut, dibahas mengenai
berbagai rekening yang nampak dalam uraian tersebut, dan prosedur yang diperlukan untuk menetapkan
dan melaporkan aliran biaya-biaya tersebut.
Gambar tersebut menunjukkan aliran harga pokok produk dalam sebuah perusahaan manufaktur
yang menggunakan sistem persediaan periodik (sistem akuntansi umum). Dalam gambar tersebut dapat
dilihat bahwa harga perolehan bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik dicatat pada
saat terjadinya sepanjang periode. Dalam gambar tersebut juga terlihat bahwa di antara biaya produksi
seperti biaya depresiasi dan gaji yang masih harus dibayar, dicatat melalui jurnal penyesuaian pada akhir
periode. Selanjutnya pada akhir periode, melalui jurnal penutup, rekening persediaan dimutahirkan
sehingga menunjukkan saldo yang ada pada akhir periode, dan dibuat rekening harga pokok penjualan
untuk selanjutnya dipindah- kan ke rekening Rugi-Laba.

REKENING-REKENING KHUSUS DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR


Rekening-rekening dalam buku besar sebuah perusahaan manufaktur, biasanya lebih banyak bila
dibandingkan dengan rekening buku besar sebuah perusahaan dagang. Hal ini disebabkan oleh sifat
operasi perusahaan manufaktur yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan perusahaan dagang.
Namun demikian, sebagian besar rekening yang terdapat dalam perusahaan dagang dijumpai juga dalam
perusahaan manufaktur, seperti rekening Kas, Piutang Dagang, Penjualan, dan sebagainya.
Beberapa rekening yang khusus dijumpai dalam perusahaan manufaktur, antara lain:
Perlengkapan Pabrik, Biaya Pemakaian Perlengkapan Pabrik, Persediaan Bahan Baku, Pembelian Bahan
Baku, Persediaan Barang dalam Proses, Persediaan Barang Jadi, dan Barang dalam Proses. Berikut ini
akan dijelaskan beberapa rekening yang biasa dijumpai dalam perusahaan manufaktur.
Rekening Pembelian Bahan Baku
Apabila perusahaan menggunakan sistem akuntansi umum (sistem perse- diaan periodik) untuk
kegiatan manufakturnya, maka semua biaya bahan langsung dicatat dengan mendebet rekening
Pembelian Bahan Baku. Apabila perusahaan menggunakan sistem voucher, maka dalam voucher register
bisa disediakan kolom khusus untuk pendebetan ke dalam rekening Pem- belian Bahan Baku ini. Hal
yang sama juga bisa dilakukan bila perusahaan menggunakan jurnal khusus. Dengan cara ini, maka kita
cukup membukukan sekali dalam sebulan dari total kolom khusus yang terdapat dalam voucher register
atau jurnal khusus.
Rekening Ikhtisar Biaya Produksi
Dalam perusahaan manufaktur biasanya digunakan satu buah rekening untuk menampung
pembebanan semua biaya produksi, baik biaya produksi lang- sung maupun tidak langsung. Rekening ini
didebet dengan biaya pemakaian bahan baku (Kredit: Rekening Pembelian Bahan Baku), biaya tenaga
kerja (Kredit: Rekening Biaya Tenaga Kerja), dan biaya overhead pabrik (Kredit: Rekening Biaya
Overhead Pabrik). Pada akhir tahun, melalui jurnal penutup. rekening ini dikredit dengan persediaan
akhir bahan baku, persediaan akhir barang dalam proses, dan sisanya dipindahkan ke rekening Rugi-
Laba. Jumlah yang dipindahkan ke rekening Rugi-Laba ini mencerminkan harga pokok barang yang
selesai diproduksi pada periode yang bersangkutan.
Rekening Persediaan Bahan Baku
Apabila perusahaan menggunakan sistem akuntansi umum, maka persediaan bahan baku yang
ada dalam persediaan (yang ada di gudang) harus ditentukan dengan cara melakukan perhitungan fisik
atas persediaan. Jumlah persediaan yang ditentukan melalui perhitungan fisik tersebut, kemudian melalui
jumal penutup dicatat ke dalam rekening Persediaan Bahan Baku. Jumlah saldo awal pada akhir periode
yang nampak rekening ini, akan menjadi saldo awal untuk periode berikutnya.
Rekening Persediaan Barang dalam Proses
Setiap perusahaan manufaktur biasanya mempunyai sejumlah barang yang masih berada dalam
proses pengerjaan. Barang-barang yang masih dalam keadaan belum selesai dikerjakan yang ada pada
akhir periode disebut persediaan barang dalam proses. Apabila perusahaan menggunakan sistem
akuntansi umum, maka penentuan jumlah barang dalam proses pada akhir periode dilakukan melalui
perhitungan fisik. Selanjutnya dengan jurnal penutup jumlah persediaan akhir barang proses tersebut
dipindahkan ke rekening Persediaan Barang dalam Proses.
Rekening Persediaan Barang Jadi
Persediaan barang jadi dalam sebuah perusahaan manufaktur hampir sama dengan persediaan
barang dagangan dalam sebuah perusahaan dagang; keduanya merupakan barang yang sudah siap untuk
dijual. Perbedaannya lalah bahwa persediaan barang dagangan diperoleh melalui pembelian, sedangkan
persediaan barang jadi diperoleh melalui proses produksi.
Apabila perusahaan menggunakan sistem akuntansi umum, maka penentuan persediaan akhir
barang jadi dilakukan melalui perhitungan fisik barang jadi yang ada pada akhir tahun. Selanjutnya
melalui jurnal penutup. hasil perhitungan tersebut dicatat dengan mendebet rekening Persediaan Barang
Jadi dan mengkredit rekening Rugi-Laba. Seperti halnya rekening persediaan yang lain, rekening
Persediaan Barang Jadi akan menjadi catatan persediaan barang jadi yang ada pada akhir suatu periode,
dan menjadi persediaan awal untuk periode berikutnya.
Ketiga rekening persediaan yang telah diuraikan di atas, yakni perse- diaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi dilaporkan di neraca pada kelompok aktiva
lancar. Rekening perlengkapan pabrik juga merupakan suatu rekening aktiva yang digolongkan sebagai
aktiva lancar.

LAPORAN RUGI-LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR


Laporan rugi-laba pada perusahaan manufaktur mirip dengan laporan rugi-laba pada perusahaan
dagang. Keduanya melaporkan pendapatan (penjualan), biaya penjualan dan biaya umum &
administrasi. Namun pada bagian harga pokok penjualan nampak perbedaan yang agak menonjol. Dalam
laporan rugi-laba perusahaan manufaktur, "Pembelian" diganti dengan "Harga Pokok Produksi", dan
"Persediaan Barang Dagangan" diganti dengan "Persediaan Barang Jadi".
Apabila kita perhatikan laporan rugi-laba PT Semeru (Gambar 10-3) nampak bahwa harga pokok
produksi hanya dilaporkan dalam jumlah totalnya saja. Sebenarnya, dalam laporan rugi-laba bisa saja
elemen-elemen biaya produksi dilaporkan secara rinci dengan menunjukkan biaya bahan langsung, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, namun hal itu akan menyebabkan laporan rugi-laba
menjadi terlalu panjang. Oleh karena dalam praktik, biasanya harga pokok produksi tidak dirinci dalam
laporan rugi-laba, tetapi hanya ditunjukkan totainya saja. Untuk memberi informasi yang lengkap,
biasanya laporan rugi-laba diberi lampiran yang berupa laporan harga pokok produksi, dan bila perlu
kadang-kadang dilampiri juga. dengan daftar biaya overhead pabrik.

LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI


Elemen-elemen biaya produksi terdiri dari biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik. Laporan harga pokok produksi dirancang untuk memberikan informasi
mengenai biaya-biaya tersebut, seperti terlihat pada Gambar 10-5. Dalam laporan tersebut nampak
bahwa bagian 1 laporan harga pokok produksi menunjukkan biaya pemakaian bahan langsung. Format
bagian 1 ini mirip sekali dengan format harga pokok penjualan pada laporan rugi-laba perusahaan
dagang.
Bagian 2 menunjukkan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan bagian 3 menunjukkan biaya-
biaya overhead pabrik. Apabila biaya overhead pabrik tidak terlalu banyak jenisnya, maka biaya-biaya
tersebut dapat didaftar dalam laporan harga pokok produksi seperti nampak pada Gambar 10-5. Akan
tetapi jika jenis biaya overhead cukup banyak, maka dalam laporan harga pokok produksi hanya
dilaporkan total biaya overhead, sedangkan rincian biaya overhead dapat dilaporkan dalam suatu daftar
tersendiri yang merupakan lampiran dari laporan harga pokok produksi.
Gambar 10-4 Hubungan Daftar Biaya Overhead. Laporan Harga Pokok Produksi, dan Laporan Rugi-
Laba
Bagian 4 merupakan bagian akhir dari laporan harga pokok produksi. Pada bagian ini harga
pokok barang dalam proses awal ditambahkan pada jumlah biaya-biaya produksi, sehingga terlihat
jumlah seluruh biaya produksi pada periode yang bersangkutan. Jumlah tersebut kemudian dikurangi
dengan harga pokok barang dalam proses akhir penode. sehingga dapat ditentukan harga pokok produksi
untuk tahun yang bersangkutan.
Data yang dilaporkan dalam laporan harga pokok produksi dikutip dari neraca lajur yang disusun
perusahaan, yaitu dari kolom "laporan harga pokok produksi yang terdapat dalam neraca lajur tersebut
Conton meraca lajur pada perusahaan manufaktur dapat dilihat pada Gambar 10-6.
NERACA LAJUR PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Seperti terlihat dalam neraca lajur pada Gambar 10-6, kolom "Neraca Saldo. Setelah
Disesuaikan" dapat dihilangkan untuk menghemat ruang dan waktu pengerjaan. Neraca lajur dibuat
perusahaan dengan tujuan:
1. Untuk melihat pengaruh penyesuaian atas rekening-rekening sebelum membuat penyesuaian
dalam jurnal dan membukukannya ke dalam rekening yang bersangkutan.
2. Memisah-misahkan rekening-rekening (setelah disesuaikan) berdasarkan laporan yang akan
menjadi tempat pelaporan masing-masing rekening.
3. Menghitung dan menguji ketelitian perhitungan laba bersih.

PERBEDAAN NERACA LAJUR PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DAN PERUSAHAAN


DAGANG

Apabila kita bandingkan antara neraca lajur pada sebuah perusahaan manufaktur dengan neraca lajur
pada perusahaan dagang (lihat Bab 7 Dasar-dasar Akuntansi Jilid 1), terlihat bahwa dalam neraca lajur
perusahaan manufaktur terdapat sepasang kolom tambahan, yaitu kolom "Laporan Harga Pokok
Produksi". Seperti telah diterangkan di atas, dalam perusahaan manufaktur diperlukan laporan tambahan
yang disebut laporan harga pokok produksi. Penambahan kolom tersebut dalam neraca lajur
dimaksudkan agar penyusunan laporan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan mudah, seperti
halnya laporan rugi-laba dan neraca.
Pembuatan dan pengerjaan kolom penyesuaian pada prinsipnya tidak berbeda dengan perusahaan
dagang. Begitu pula cara pengerjaan bagian lain dari neraca lajur, termasuk penentuan rugi-laba pada
prinsipnya sama dengan pengerjaan neraca lajur dalam perusahaan dagang.

PENYUSUNAN NERACA LAJUR PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR


Penyusunan neraca lajur pada perusahaan manufaktur dimulai dengan memasukkan saldo-saldo rekening
yang belum disesuaikan ke dalam kolom "Neraca Saldo". Selanjutnya dimasukkan juga penyesuaian
yang diperlukan. pada kolom "Penyesuaian".
Informasi untuk Penyesuaian pada PT Semeru
Penyesuaian yang nampak pada neraca lajur (Gambar 10-6) di atas dibuat
berdasarkan informasi sebagai berikut:
(a) Kerugian piutang ditaksir 0,5% dari penjualan, atau Rp1.550,00.
(b) Pemakaian perlengkapan kantor Rp100,00.
(c) Pemakaian perlengkapan pengangkutan Rp250,00.
(d) Pemakaian perlengkapan pabrik Rp500,00. Disamping itu dipakai pula bahan baku seharga
Rp100,00 sebagai perlengkapan pabrik.
(e) Biaya asuransi pabrik periode ini Rp1.100,00, dan biaya asuransi peralatan angkutan Rp300,00.
(f) Peralatan kerja yang masih ada berjumlah Rp1.100,00. Pemakaian peralatan kerja pada PT Semeru
diperlakukan seperti halnya pemakaian perlengkapan pabrik.
(g) Depresiasi peralatan angkutan Rp2.100,00.
(h) Depresiasi peralatan kantor Rp200,00.
(i) Depresiasi mesin pabrik Rp3.500,00.
(j) Depresiasi gedung pabrik Rp1.800,00.
(k) Amortisasi paten per tahun adalah 1/17 dari harga perolehan hak paten atau Rp800,00.
(l) Pada akhir tahun, upah yang masih harus dibayar terdiri dari: tenaga kerja langsung Rp400,00;
tenaga kerja tak langsung Rp60,00; dan upah pegawai pengangkutan Rp80,00. Karyawan lainnya
dibayar secara bulanan pada tiap akhir bulan.
(m)Masih harus dibayar bunga atas utang wesel Rp2.000,00.
(n) Pajak penghasilan berjumlah Rp32.600,00.

Memasukkan Saldo setelah Disesuaikan ke dalam Kolom Laporan yang Sesuai di Neraca Saldo
Setelah penyesuaian selesai dikerjakan, tahap berikutnya adalah menggabungkan saldo dalam
kolom Neraca Saldo dengan kolom Penyesuaian (kalau ada), dan memasukkan hasilnya ke dalam kolom
laporan yang sesuai. Pos-pos yang dimasukkan ke dalam kolom Harga Pokok Produksi terdiri dari bahan
baku, persediaan barang dalam proses, tenaga kerja langsung, dan semua biaya yang termasuk dalam
overhead pabrik. Pos-pos yang dicantumkan dalam kolom Laporan Rugi-Laba terdiri dari persediaan
awal barang jadi, pendapatan, biaya penjualan, biaya umum & administrasi, dan biaya lainnya. Pos-pos
lainnya dilaporkan dalam neraca (aktiva, kewajiban, dan modal).
Memasukkan Jumlah Persediaan Akhir
Setelah pos-pos dalam neraca saldo yang telah disesuaikan dimasukkan ke dalam kolom-kolom
untuk laporan yang sesuai di neraca lajur, maka tahap berikutnya adalah memasukkan jumlah-jumlah
persediaan akhir ke dalam neraca lajur tersebut. Oleh karena persediaan bahan baku dan persediaan
dalam proses dikurangkan dalam laporan harga pokok produksi, maka jumlah persediaan akhir bahan
baku dan persediaan akhir barang dalam proses dimasukkan pada kolom kredit Laporan Harga Pokok
Produksi. Di lain pihak, karena persediaan akhir merupakan aktiva, maka kedua saldo persediaan akhir
tersebut harus dicantumkan juga pada sisi debet kolom Neraca.
Dalam Gambar 10-6 di atas, persediaan akhir bahan baku dimisalkan berjumlah Rp9.000,00, dan
persediaan akhir barang dalam proses dimisalkan berjumlah Rp7.500,00. Kedua jumlah persediaan akhir
tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan fisik pada akhir periode.
Persediaan akhir barang jadi juga ditentukan berdasarkan perhitungan fisik pada akhir tahun.
Dalam Gambar 10-6, dimisalkan bahwa PT Semeru memiliki persediaan akhir barang jadi sebesar
Rp10.300,00. Jumlah persediaan akhir barang jadi tersebut dimasukkan ke dalam kolom kredit Laporan
Rugi-Laba dan selain itu juga dicantumkan pada kolom debet Neraca, ka- rena persediaan akhir
merupakan aktiva.
Setelah persediaan akhir dimasukkan ke dalam neraca lajur, maka tahap selanjutnya adalah
menjumlahkan kolom-kolom Laporan Harga Pokok Produksi. Selisih kolom debet dan kolom kredit
Laporan Harga Pokok Produksi merupakan jumlah harga pokok produksi pada periode yang
bersangkutan. Jumlah dicantumkan pada kolom kredit Harga Pokok Produksi, sehingga jumlah kolom
debet sama dengan jumlah kolom kredit. Jumlah harga pokok produksi juga dicantumkan pada kolom
debet di kolom Laporan Rugi-Laba. Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan neraca lajur dengan cara
yang sama seperti dalam neraca lajur untuk perusahaan dagang.

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN


Setelah neraca lajur selesai dikerjakan, maka langkah berikutnya adalah menyusun laporan
keuangan yang datanya telah tersedia dalam neraca lajur. Seperti telah diterangkan pada Bab 5 Dasar-
dasar Akuntansi Jilid 1, tujuan utama pembuatan neraca lajur adalah untuk mempermudah penyusunan
laporan keuangan. Dengan telah selesainya pembuatan neraca lajur di atas, maka laporan keuangan dapat
disusun dengan lebih mudah. Laporan Harga Pokok Produksi disusun dengan mengutip data yang
tercantum pada kolom Harga Pokok Produksi. Demikian pula laporan rugi-laba dan neraca disusun
dengan mengutip data dari dua pasang kolom terakhir di neraca lajur.

JURNAL PENYESUAIAN
Pembuatan jurnal penyesuaian pada perusahaan manufaktur pada dasarnya tidak berbeda dengan
jurnal penyesuaian pada perusahaan dagang. Untuk setiap ayat penyesuaian yang tercantum dalam
kolom Penyesuaian di neraca lajur, harus dibuat jurnal penyesuaian yang formal dalam Jurnal Umum.
Dalam contoh PT Semeru di atas dan penyesuaian yang telah dikerjakan dalam kolom
Penyesuaian di neraca lajur, terlihat bahwa pembuatan jurnal penyesuaian pada perusahaan manufaktur
tidak berbeda dengan penyesuaian yang dibuat pada perusahaan dagang. Namun demikian khusus untuk
informasi penye- suaian butir (d), jurnal penyesuaiannya agak istimewa. Pada umumnya sisi debet
rekening Perlengkapan Pabrik digunakan untuk mencatat pembelian segala macam perlengkapan pabrik
yang digunakan perusahaan. Dalam kasus PT Semeru di atas, selain dari perlengkapan pabrik tersebut
digunakan pula sejumlah bahan baku yang berfungsi sebagai perlengkapan pabrik (pemakaian bahan
baku ini tidak menjadi bagian dari produk). Dalam infor- masi (d) tersebut diterangkan bahwa
pemakaian perlengkapan pabrik selama periode tersebut adalah Rp500,00, selain itu digunakan pula
bahan baku Rp100,00 yang berfungsi sebagai perlengkapan pabrik. Oleh karena itu jurnal penyesuaian
yang harus dibuat untuk mencatat pemakaian perlengkapan pabrik adalah sebagai berikut:
Des.31 Biaya Perlengkapan Pabrik 600.00
Perlengkapan Pabrik 500.00
Pembelian Bahan Baku 100.00
(Untuk mencatatt pemakaian perlengkapan
pabrik)
Setelah rekening Pembelian Bahan Baku dikredit Rp100,00, maka sisa- nya sebesar Rp85.000,00
akan merupakan pemakaian bahan baku dalam periode tersebut, dan dilaporkan dalam laporan Harga
Pokok Produksi (lihat Gambar 10-5).

JURNAL PENUTUP
Rekening-rekening yang digunakan untuk menghitung harga pokok produksi pada suatu periode
akuntansi, harus ditutup pada akhir periode. Biasanya. penutupan dilakukan melalui rekening Ikhtisar
Biaya Produksi, dan selanjutnya rekening Ikhtisar Biaya Produksi ditutup ke rekening Rugi-Laba.
Jurnal untuk menutup rekening-rekening biaya produksi pada PT Semeru adalah sebagai berikut:

Ayat-ayat jurnal di atas diambil dari informasi yang terdapat pada kolom Harga Pokok Produksi
dalam neraca lajur (Gambar 10-6). Bandingkan ayat jurnal yang pertama dengan informasi yang terdapat
pada sisi debet kolom Harga Pokok Produksi. Perhatikan bahwa jumlah yang didebetkan pada rekening
Ikhtisar Biaya Produksi diambil dari total kolom debet Harga Pokok Produksi, dan rekening-rekening
yang terdapat dalam kolom tersebut dikredit untuk menutupnya. Ayat jurnal yang kedua mempunyai dua
fungsi, yaitu (1) untuk mencatat akhir bahan baku dan persediaan barang dalam proses, dan (2) untuk
mengurangkan kedua jumlah yang masih berstatus sebagai persediaan dari ikhtisar biaya produksi.
Pengaruh dari kedua ayat jurnal di atas ialah bahwa rekening Ikhtisar Biaya Produksi akhirnya
akan menunjukkan saldo debet sebesar Rp170.500,00. Jumlah tersebut tidak lain adalah harga pokok
produksi untuk periode yang bersangkutan. Rekening Rugi-Laba bersama-sama dengan penutupan
rekening-rekening non biaya-produksi (biaya-biaya penjualan dan biaya-biaya umum & administrasi,
serta biaya lainnya) seperti nampak pada kolom debet Rugi-Laba di neraca lajur. Ayat jurnal penutup
yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Setelah dibuat ayat jurnal di atas, selanjutnya jurnal penutup lain yang diperlukan adalah untuk
menutup rekening-rekening yang masih tertinggal di kolom Rugi-Laba pada Gambar 10-6:
MASALAH PENILAIAN PERSEDIAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Apabila perusahaan manufaktur menggunakan sistem akuntansi umum untuk kegiatan
produksinya, maka perhitungan fisik persediaan memegang peranan yang sangat penting. Hasil
perhitungan fisik untuk masing-masing jenis persediaan (bahan baku, barang dalam proses, dan barang
jadi) tersebut ke- mudian dinilai berdasarkan harga yang layak. Penilaian persediaan akhir bahan baku
biasanya tidak begitu sulit karena bahan baku yang ada dalam persediaan bentuknya masih serupa
dengan keadaan ketika dibeli. Akan tetapi penilaian atas persediaan akhir barang dalam proses dan
barang jadi biasanya tidak mudah. Kedua persediaan tersebut mengandung unsur bahan baku yang telah
diberi tambahan sejumlah tenaga kerja langsung dan over- head pabrik. Keduanya sudah tidak sama lagi
bentuknya dengan keadaan ketika dibeli. Oleh karena itu penentuan nilai kedua jenis persediaan terse-
but n enjadi tidak sederhana, karena untuk menetapkan nilainya perlu ditaksir jumlah bahan baku, tenaga
kerja langsung, dan overhead yang telah dima- sukkan ke dalam masing-masing barang tersebut.

PENAKSIRAN BIAYA BAHAN LANGSUNG DALAM PERSEDIAAN AKHIR


Penaksiran biaya bahan baku langsung yang dalam barang dalam. proses dan barang jadi biasanya tidak
begitu sulit. Setelah jumlah unit barang dalarn proses dihitung, maka bagian produksi biasanya dapat
memperkirakan berapa banyak bahan langsung yang terkandung dalam tiap-tiap barang dalam proses,
dan selanjutnya dapat ditentukan berapa harga bahan langsung yang terkandung dalam persediaan
barang dalam proses. Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk menaksir harga bahan langsung yang
terdapat pada persediaan barang jadi.

PENAKSIRAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG DALAM PERSEDIAAN AKHIR


Proses penaksiran biaya tenaga kerja langsung dalam persediaan akhir barang dalam dan persediaan
barang jadi pada dasarnya sama dengan penaksiran bahan baku. Penanggungjawab di bagian produksi
harus menaksir persentase penyelesaian barang dalam proses dan menghitung biaya tenaga kerja
langsung yang dapat dibebankan pada persediaan akhir barang dalam proses tersebut. Hal yang sama
dilakukan pula untuk menaksir biaya tenaga kerja langsung yang dapat dibebankan pada persediaan
akhir barang jadi.
PENAKSIRAN BIAYA OVERHEAD PABRIK DALAM PERSEDIAAN AKHIR
Overhead pabrik terdiri dari berbagai biaya yang tidak bisa secara langsung dihubungkan dengan suatu
produk atau sekelompok produk. Oleh karena itu penaksiran biaya overhead pabrik dalam persediaan
akhir merupakan masalah yang sulit. Masalah ini biasanya dipecahkan dengan menggunakan anggapan
bahwa biaya overhead mempunyai kaitan yang erat dengan biaya tenaga kerja langsung. Dalam banyak
hal, pendekatan semacam ini nampak masuk di akal. Sebagai contoh, biaya tenaga kerja langsung
biasanya mempunyai hubungan yang erat dengan biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pengawasan,
perlengkapan pabrik, biaya reparasi, dan sebagainya. Apabila hubungan ini digunakan pada overhead
pabrik, maka kita beranggapan bahwa hubungan antara biaya tenaga kerja langsung dengan biaya
overhead pabrik untuk setiap unit yang ada dalam barang dalam proses dan barang jadi, adalah sama
dengan hubungan antara total biaya tenaga kerja langsung dengan total biaya overhead pabrik selama
periode yang bersangkutan.

PENAKSIRAN HARGA POKOK PERSEDIAAN AKHIR PADA PT SEMERU


Dalam contoh PT Semeru seperti terlihat pada laporan harga pokok produksi (Gambar total biaya tenaga
kerja langsung adalah Rp60.000,00 dan total overhead pabrik adalah Rp30.000,00. Dengan kata lain,
selama tahun 1992 perusahaan telah mengeluarkan untuk semua hasil produksinya sebesar Rp2,00 biaya
tenaga kerja langsung untuk setiap Rp1,00 biaya overhead. Dapat juga dikatakan bahwa biaya overhead
adalah 50% dari biaya tenaga kerja langsung.
Biaya overhead,Rp30.000,00
× 100%=50%
Biaya tenaga kerja langsung,Rp60.000,00
Oleh karena itu dalam menaksir overhead yang terkandung dalam barang dalam proses dan
barang jadi, PT Semeru bisa menggunakan tarif 50% dari biaya tenaga kerja langsung. Mengingat bahwa
total biaya overhead adalah 50% dari total biaya tenaga kerja langsung, penerapan tarif-tarif tersebut
pada setiap barang dalam proses dan barang jadi, cukup beralasan.
Marilah kita amati kembali Gambar 10-6 di atas. Dalam gambar tersebut nampak bahwa
persediaan akhir barang dalam proses adalah Rp7.500,00 dan persediaan akhir barang jadi adalah
Rp10.300,00. Berdasarkan hasil perhitungan fisik yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 1992,
jumlah unit barang dalam proses adalah 1.000 unit dan barang jadi berjumlah 800 unit. Nilai persediaan
akhir di atas diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penaksiran biaya bahan baku dalam persediaan akhir
barang dalam proses dan barang jadi paling mudah dilakukan. Sebaliknya, penaksiran biaya overhead
pabrik membutuhkan penaksiran yang lebih rumit.

CONTOH PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR


Untuk memperdalam pemahaman tentang penyusunan laporan keuangan dalam perusahaan manufaktur
yang menggunakan sistem akuntansi umum, marilah kita gunakan informasi yang dikutip dari
pembukuan PT Singgalang per 31 Desember 1992 (setelah disesuaikan) berikut ini untuk menyusun
daftar biaya overhead pabrik, laporan harga pokok produksi, dan laporan rugi-laba:
Laporan-laporan yang disusun oleh PT Singgalang berdasarkan data di atas adalah sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai