PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita
dalam rangka menurunkan privalensi gizi buruk.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya informasi tentang factor penyebab dan dampak gizi buruk
pada balita oleh keluarga, masyarakat, dan pemegang kepentingan
b. Tersedianya pedoman yang mengandung unsur pencegahan, deteksi
dini, tata laksana dan rehabilitasi gizi buruk pada balita melalui rawat
jalan dan rawat inap dengan melibatkan peran serta keluarga, dan
masyarakat.
c. Tersedianya acuan tentang factor pendukung, termasuk obat-obatan
dalam tatalaksana gizi buruk pada balita dalam pencegahan, diagnosis,
pengobatan, dan rehabilitasi.
d. Tersedianya acuan pengelolaan upaya pernanggulangan gizi buruk
pada balita yang komprehensif dan integratif sejak proses
perencanaan, pelaksanaan dengan kerja sama lintas program/sector
dan keterlibatan keluarga/masyarakat serta pemantauannya.
D. Batasan Operasional
Dibawah ini defenisi operasional dari sejumlah istilah yang digunakan dalam
pedoman ini.
1. Drop Out : istilah yang digunakan untuk balita gizi kurang/buruk yang tidak
melanjutkan rawat jalan/pengobatan yang ditandai dengan absen 2 kali berturut-turut.
2. Edema : pembengkakan yang disebabkan oleh penimbunan cairan tubuh dibawah
kulit akibat kekurangan protein, yang biasanya terjadi pada punggung kaki(edema
minimal), punggung tangan dan bila berat ditemukan diseluruh badan.
3. F-75 :formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral fix yang
mengandung 75 kkal(kilo kalori)/100 ml, diberikan pada balita gizi buruk pada awal
rawat inap.
4. F-100 :formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral fix yang
mengandung 100 kkal(kilo kalori)/100 ml, diberikan pada balita gizi buruk.
5. Gizi buruk :keadan gizi balita yang ditandai dengan salah satu atau lebih tanda dibah
ini:
a. Edema, minimal pada punggung kaki
b. BB/PB atau BB/TB kurang dari 3 standar deviasi
c. Lingkar lengan atas(LILA) < 11,5 cm pada balita usia 6-59 bulan
6. Gizi kurang : keadan gizi balita yang oleh sa lah satu atau lebih tanda berikut:
a. BB/TB berada di -3 sampai kurang dari -2 standar devisiasi
b. Lingkar lengan atas(LILA) < 12,5 cm sampai 11,5 cm pada balita usia 6-59
bulan
7. Kejadian luar biasa gizi buruk: peningkatan kejadian gizi buruk dalam kurun waktu
tertentu dua kali atau lebih bila dibandingkan periode sebelumnya
8. LILA ; digunakan ebagai indicator untuk gizi buruk, diperoleh dengan cara
mengukur lingkar lengan atas
9. MTBM : Manajemen Terpadu bayi Muda(0-2 bulan), merupakan bagian dari MTBS,
suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana bayi muda sehat dan sakit
10. MTBS : Manajemen Terpadu Balita sakit, yaitu pendekatan terpadu dalam
tatalaksana balita sakit di fasilitas Kesehatan tingkat pelayanan dasar terhadap
penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya
promotive dan preventif( imunisasi, pemberian vitamin A, dan konseling pemberian
makan)yang bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita.
11. Pelacakan bayi kurang gizi : kegiatan penelusuran factor resiko kasus kekurangan
gizi pada balita disuatu wilayah, dan penemuan kasus lainnya diwilayah tersebut.
12. Pendampingan balita gizi kurang/buruk : kegiatan penyuluhan/konseling melalui
kunjungan rumah oleh kader terlatih/petugas gizi kepada keluarga yang mempunyai
balita gizi kurang/buruk.
13. Prevelensi balita gizi buruk : presentase balita dengan gizi buruk terhadap seluruh
balita di suatu wilayah dalam periode waktu tertentu
14. RUFT (Ready to Use theurapeutic Food) : pangan untuk keperluan medis khusus
berupa makanan padat gizi yang diperkaya dengan zat gizi mikro untuk terapi balita
gizi buruk sesuai standar WHO
15. TPG (Tenaga Pelaksana Gizi) : setiap orang yang memberikan pelayanan gizi berupa
upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan makanan, dietetic masyarakat,
kelompok atau klien merupakan suatu rangkaian kegiatan meliputi: pengumpulan,
pengelolaan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi, dan evaluasi gizi, makanan
dan dietic dalam rangka mencapai status Kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau
sakit
16. TFC (Terapeutic Feeding Care : tempat pemulihan/rehabilitasi gizi, untuk
memperbaiki status gizi balita melalui pemberian makanan khusus padat gizi selama
periode waktu tertentu.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021tentang Percepatan Penurunan Stunting
3. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 78 tahun 2013 tentang………………….
4. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Msalah
Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor nomor 2 tahun 2022 tentang Standar
Antropometri Anak
6. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang
9. Peraturan Menteri Kesehatannomor 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota
10. Peraturan Kepala BPOM nomor 1 tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan untuk
Keperluan Gizi Buruk
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KUALIFIKASI
NAMA JABATAN
FORMAL NON FORMAL
B. Distribusi Ketenagaan
Organisasi pelaksana program terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari
unsur staf medis, staf keperawatan, instalasi farmasi, dan instalasi gizi yang mana
program ini dipimpin oleh dokter spesialis anak. Untuk menjamin dilaksanakannya
pelayanan yang telah ditentukan, dapat dijabarkan sebagai berikut:
PROFESI TUGAS
Dokter spesialis anak Bertanggung jawab dalam pelayanan gizi, menentukan diet
awal pasien, menentukan diet definitive Bersama ahli gizi,
merujuk pasien yang membutuhkan asuhan gizi, atau
konseling gizi dan melakukan pemantauan serta evaluasi
pelayanan gizi buruk bersama tenaga profesi lainnya.
Perawat/bidan Melakukan skrining gizi awal, merujuk pasien gizi buruk ke
ahli gizi, memantau asupan makan, tanda klinois pasien, dan
hasil pengukuran antropometri.
Ahli Gizi Mengkaji hasil skrining awal perawat/bidan dan diet awal dari
dokter, melakukan asuhan gizi dan melakukan kolaborasi
dengan profesi lain.
apoteker Menyiapkan obat dan suplemen gizi seperti vitamin, mineral
dan nutrisi parenteral, membantu dalam pengawasan
penggunaan obat,dan nutrisi parenteral bersama
perawat/bidan, dan juga bekerja sama dengan ahli gizi dalam
memberikan edukasi tentang interaksi obat, dan makanan pada
pasien.
C. Jadwal Pelayanan
Shift jaga petugas dalam Tim diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di Rumah
Sakit Kristen Lende Moripa.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
(Ada pada lampiran)
Ruangan yang berhubungan dengan penanganan stunting yang optimal dan
berkelanjutan di Rumah Sakit Kristen Lende Moripa, meliputi:
1. Tenda Skrining/Pendaftaran
2. UGD
3. Poli Anak
4. BKIA
5. Bangsal Bersalin/Ruang Bayi
6. Bangsal Anak
7. Instalasi Gizi
8. Instalasi Farmasi
1. Mencegah dan
mengatasi
hipoglikemi
2. Mencegah dan
mengatasi
hipotermi
3. Mencegah dan
mengatasi
dehidrasi
4. Memperbaiki
gangguan
keseimbangan
elektrolit
5. Mengatasi infeksi
6. Memperbaiki
kekurangan zat
gizi mikro
7. Memberi makanan
untuk fase
stabilisasi dan
transisi
8. Memberi makanan
untuk fase
9. Memberikan
stimulasi untuk
tumbuh kembang
10. Mempersiapkan
untuk tindak
lanjut dirumah
Fase Stabilisasi
Diprioritaskan pada layanan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa, seperti:
a) Hipoglikemia
Semua balita gizi buruk beresiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah
<3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap balita gizi buruk diberi makan
atau larutan glukosa 10% segera setelah rawat inap. Pemberian makan yang
sering (tiap 2 jam) sangat penting diberikan pada anak gizi buruk.
Penanganan gizi buruk sebagai berikut:
Berikan 50 ml larutan glukosa 10% ( 1 sendok the gula pasir ditambah
air 50 ml) secara oral/NGT segera dilanjutkan dengan pemberian
formula 75 (F-75)
F-75 yang pertama, atau modifikasinya diberikan tiap 2 jam sekali
dalam 24 jam pertama , dilanjutkan tiap 2-3 jam, siang dan malam
selama minimal 2-3 hari.
Teruskan pemberian ASI diluar dari pemberian F-75(jika masih ASI)
Jika anak tidak sadar/letargi, berikan larutan glucose 10% secara
intravena(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB atau larutan glukosa/gula pasir
50 ml/NGT.
Hipoglikemia dan hipotermi biasanya menjasi tanda infeksi berat
Pemantauan :
Bila kadar gula darah awal rendah, lakukan pemeriksaan ulang setelah 30
menit
Jika kadar gula darah dibawah 3 mmol/L(< 54 mg/dl) ulangi
pemberian larutan
Jika suhu aksilar< 360 C, atau bila kesadaran memburuk curigai
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermi, ulangi pemeriksaan gula
darah dan tangani masalah hipoglikemia dan hipotermi secara tepat.
Pencegahan :
Beri F-75 sesegera mungkin, berikan setiap 2 jam selama 24 jam
pertama. Bila ada dehidrasi lakukan rehidrasi terlebih
dahulu.p0emberian makan harus teratur 2-3 jam sekali siang dan
malam.
Periksa adanya dystensi abdominal.
Minta keluarga untuk melaporkan keadaan balita
b) Hipotermia
Hipotermia sering terjadi pada balita gizi buruk. Jika ditemukan Bersama
hipoglikemia menandakan infeksi berat
Cadangan energi sangat sedikit sehingga tidak mampu memproduksi panas
untuk mempertahankan suhu tubuh.
Tatalaksana :
Hangatkan tubuh balita
Dapat menggunakan alat bantu penghangat atau dengan Teknik
metode kanguru.
Pemantauan:
Ukur suhu aksila setiap 2 jam sampai suhu meningkat
Pastikan anak selalu menggunakan selimut dan penutup kepala
terutama malam hari
Periksa kadar gula darah jika ditemukan tanda hipotermia
Pencegahan :
Hangatkan balita
Pasikan pakaian dan seprei anak kering
Biarkan anak tidur dipelukan orang tuanya terutama dimalam hari
Beri makan F-75 sesegera mungkin setiap 2 jam sepanjang hari siang
dan malam
c) Dehidrasi dan Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Diagnose dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk agak sulit ditegakkan
secara akurat dengan tanda/gejala klinis saja. Semua balita dengan gizi buruk
dengan diare /penurunan jumlah urine dianggap mengalami dehidrasi ringan .
hypovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.
Tatalaksana : tergantung kondisi gawatdarurat
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dengan
dehidrasi berat dan syok
Beri ReSoMal 13 secara oral atau NGT lakukan perlahan
Beri 5 ml/kg BB setiap 30 menit sampai 2 jam pertama
Selanjutnya, 5-10 ml /kg BB/jam selang-seling F-75 dengan jumlah
yang sama tiap jam sampai 10 jam.
Jika masih diare berikan RiSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 2
tahun 50:100 ml tiap kali BAB, usia ≥ 2 tahun 100:200 ml tiap BAB.
Cara membuat cairan RiSoMal
BAHAN JUMLAH
ORALIT WHO 1 sachet(200ml)
Gula pasir 10 g
Larutan mineral mix 8 ml
Air Total seluruh menjadi 400 ml
Jika balita gizi buruk mengalami dehidrasi beart atau syoktapi tidak
memungkinkan untuk diberikan rehidrasi oral/NGT maka diberikan melalui
infus cairan Ringer Lactat dan dextrose atau glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 . jumlah cairan yang diberikan sebanyak 15 ml/kg BB
selama 1 jam atau 5 tetes/menit/kg BB( infuset makro 20 ml/menit). Setiap
sachet mineral mix
(8 gr) mengandung:
Kalium klorida 1,792 g
Trikalium Sitrat(1H2O) 0,648 g
Magnesium Klorida(6H2O) 0,608 g
Seng Asesat(2H2O) 0,066 g
Tembaga Sulfat 0,011 g
Bahan tambahan secukupnya
Karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu maka, dapat
diberikan makanan dari sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan
MgSO4 40% IM 1 kali dengan dosis 0,3 ml/kg BB maksimum 2 ml/hari.
Larutan ini digunakan untuk pembuatan F-75, F-100 dan RiSoMal. Jika tidak
tersedia larutan mineral mix siap pakai maka buatlah dengan bahan berikut:
BAHAN JUMLAH
Kalium Clorida(KCl) 89,5 g
Tripottasium Citrate 32,4 g
Magnesium Klorida(MgCl2, 6H2O) 30,5 g
Seng Acetat(Zn asetat, 2H2O) 3,3 g
Tembaga Sulfat(CuSO4, 5H2O) 0,56 g
Air Ditotal menjadi 1000 ml
Pemantauan:
Pantau kemajuan rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap 30 menit pada
2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada
terhadap gejala kelebihan cairan yang sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
Lakukan pemeriksaan:
Frekuensi nafas dan nadi
Frekuensi BAK dan jumlah urine
Frekuensi BAB dan muntah
Selama proses rehidrasi , frekuensio nadi dan nafas agak berkurang dan mulai
ada diuresis.
Tanda membaiknya hidrasi antara lain: kembalinya air mata, mulut basah,
cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit membaik. Namun pada
balita gizi buruk tanda tersebut tidak ada walaupun rehidrasi telah terpenuhi,
oleh karena itu perlu dipantau berat badan.
Pencegahan:
Jika masih ASI berikan lebih sering
Berikan F-75 sesegera mungkin. Berikan RiSoMal 50:100 tiap BAB
encer. Anak dengan dehidrasi juga sering kali mengalami gangguan
keseimbangan elektrolit seperti defesiensi kalium dn magnesium.
Anak gizi buruk yang mengalami defisiensi kalium dan magnesium
mungkin membutuhkan waktu perbaikan 2 minggu atau lebih.
Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh , walaupun serumnya
rendah dan dapat terjadi edema. Jangan obati edema dengan diuretika
karena dapat menyebabkan kematian.
Tatalaksana:
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Klaium dan
Magnesium yang sudah ada pada mineral mix, yang ditambahkan
pada F-75, F-100 atau ReSoMal
Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
d) Infeksi
Semua balita gizi buruk dianggap beresiko infeksi pada saat dating ke Rumah
Saki dan segera diberikan antibiotic. Hipoglikemia dan hipotermi seringkali
merupakan tanda infeksi berat.
Tatalaksana:
Berikan antibiotic dengan spektrum luas
Bila tanpa komplikasi amoxicillin 15 mg/kg /oral setiap 8 jam selama
5 hari.
Pada balita dengan komplikasi( hipoglikemia, hipotermi, penurunan
kesadaran/letargi, atau terlihat sakit) berikan antibiotika parenteral
IM/IV.
Ampicillin (50 mg/kg IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari, selanjutnya
amoxicillin oral (25-40 mg/kg) setiap 8 jam selama 5 hari ditambah
gentamicin 7,5 mg/kg IM/IV sehari sekali selama 7 hari
Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai standar terapi yang
berlaku seperti malaria, meningitis, TB dan HIV.
Pemantauan :
Jika terjadi anoreksia setelah pemberian antibiotic, terus lanjutkan sampai hari
ke 10. Jika setelah dipantau masih ada keluhan yang sama lakukan penilaian
ulang pada balita.
Terapi untuk balita dengan cacingan:
Terapi antihelmintik diberikan setelah balita berada pada fase rehabilitasi.
Berikan pyrantel pamoat single dose atau albendazole single dose. Bisa juga
diberikan Mebendazole 100 mg/0ral 2 kali sehari selama 3 hari. Sementara
pada balita tanpa diagnose cacingan tetap minum obat mebendazole sampai
hari ke7 setelah rawat inap.
e) Defesiensi Gizi Mikro
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia. Zat besi tidak boleh diberikan pada fase
awal dan baru diberikan setelah anak mempunyai nafsu makan yang baik dan
mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi). Zat besi dapat berpengaruh infeksi jika diberikan terlalu dini.
Jika diberikan F-75 dan F-100 yang dibuat sendiri maka perlu hati-hati karena
reaksi fisiologis tidak normal misalnya:
Fungsi hati dan ginjal yang abnormal
Perubahan kemampuan menghasilkan enzim untuk proses
pengolahan/pembuangan obat, penyerapan kembali yang berlebihan
obat yang dibuang kedalam empedu.
Penurunan lemak tubuh yang mengakibatkan penumpukan obat larut
dalam lemak.
Pada balita dengan kwarsiorkor mungkin juga terjadi kerusakan saraf
otak
Pemberian Makan pada Fase Stabilisasi
Pemberian terapi gizi diberikan pada balita gizi buruk yang tidak memerlukan
tindakan kegawatdaruratan dan pada balita gizi buruk dengan dehidrasi, hipotermi
dan renjatan sepsis. Pemberian terapi gizi ini dilakukan secara bertahap. Pada fase
stabilisasi , balita gizi buruk diberikan formula terapeutik F-75, yang merupakan
formula rendah protein( pada fase ini protein tinggi meningkatkan resiko kematian),
rendah laktosa, mengandung zat gizi makro dan mikro seimbang untuk memastikan
kondisi stabil pada balita. F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan menormalkan
kekurangan mikronutrien serta gangguan fisiologis. F-75 dalam kemasan sudah
mengandung semua mikronutrien yang dibutuhkan untuk stabilisasi, sehingga
tambahan mikronutrien tidak dibutuhkan lagi. Jika tidak tersedia F-75 kemasan maka
dapat dibuat sendiri.
Resep Formula WHO F-75 dan F-100
BAHAN MAKANAN /1000 F-75 F-75 F-100
ML (+SEREAL)
Susu skim bubuk Gr 25 25 85
Gula pasir Gr 100 70 50
Tepung beras/maizena Gr - 35 -
Minyak sayur Gr 27 27 60
Larutan elektrolit ml 20 20 20
Tambahan air ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI/1000 ml
Tatalaksana :
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian makanan pada fase stabiloitas
adalah:
Makanan rendah osmolaritas, rendah laktosa diberikan dalam jumlah sedikit
tapi sering
Makanan diberikan melalui oral atau perNGT dengan jumlah dan frekuensi
yang sesuai. Pemberian makanan parenteral dihindari. Pemberian makan
dengan NGT dilakukan jika balita menghabiskan F-75 80% dari jumlah yang
diberikan dalam 2 kali pemberian makanan.
Jumlah energi/kalori 100 kkal/kg BB/hari dari protein 1-1,5 g/kgBB/hari.
Cairan 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat maka diberi 100
ml/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapatkan ASI berikan terus tetapi pastikan balita
menghabiskan F-75 sesuai dengan jumlah yang ditentukan.
Gunakan cangkir untuk memberikan makan balita. Pada balita gizi buruk
yang dalam keadaan lemah, gunakan sendok, semprit, atau syringe.
Peningkatan jumlah dan frekuensi pemberian F-75 diberikan bertahap jika makanan
dapat dihabiskan dan tidak ada reaksi muntah atau diare, jumlah F-75 yang diberikan
disesuaikan dengan perubahan berat badan.
Bila jumlah petugas terbatas, prioritas diberikan untuk pemberian makan setiap 2 jam
hanya pada kasus yang klinisnya paling berat , dan bila terpaksa diupayakan agak
paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Ajari orang tua/penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama
tanpa pemberian makanan(puasa dapat meningkatkan resiko kematian). Bila
pemberian makan peroral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80
kkal/kgBB/hari) berikan sisanya melalui NGT. Pemberian makan pada fase awal ini
tidak boleh melewati 100kkak/kgBb/hari.
Pada cuaca yang sangat panas, dan balita banyak berkeringat maka balita perlu
mendapatkan air/cairan ekstra. Pada balita gizi buruk dengan diare persisten akan
lebih baik diberikan F-75 yang berbahan serealia. Sebagian gula diganti dengan
tepung beras atau maizena, sehingga osmolaritasnya lebih rendah. Pembuatan F-75
berbahan serealia perlu dimasak terlebih dahulu.
Pemantauan :
Pemantauan dilakukan dengan mencatat setiap hari:
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
Jumlah dan frekuensi muntah
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan
Fase Transisi
Fase ini ditandai oleh transisi dari kondisi stabil kekondisi yang memenuhi sarat
untuk menjalani rawat jalan. Fase transisi dimulai Ketika:
a. Komplikasi medis teratasi
b. Tidak ada hipoglikemia
c. Nafsu makan pulih
d. Edema berkurang
Pengelolaan fase transisi mempunyai 2 pendekatan sebagai berikut:
a. Transaksi kelayanan rawat jalan, bila tersedia.
b. Transaksi kelayanan rawat inap fase rehabilitasi bila layanan rawat jalan tidak
tersedia.
Tatalaksana :
Transisi dilakukan secara bertahap dari F-75 ke F-100 atau RUFT sealama 2-
3 hari, sesuai dengan kondisi balita.
Formula F-75 diganti menjadi F-100 dalam volume yang sama seperti
pemberian F-75 yang terakhir selama 2 hari. Berikan formula tumbuh
kejar (F-100 atau RUFT) yang mengandung 100 kkal/100ml dan 2,9 g
protein/100ml.
Pada hari ketiga:
Bila menggunakan F-100, jumlah F-100 dinaikkan sebanyak 10
ml/kali pemberian sampai balita tidak mampu menghabiskan/tersisa
sedikit. Biasanya hal ini terjadi Ketika pemberian formula mencapai
200ml/kgBBhari. Setelah transisi bertahap, berikan dalam frekuensi
yang sering, engan jumlah kalori 150-220 kal/kgBB/hari dan protein
4-6 g/kgBB/hari.
Pemberian RUFT dimulai dengan porsi kecil tapi teratur. Balita dibujuk agar
bisa makan RUFT (8 kali/hari dan kemudian dapat menjadi 5-6 kali/hari).
Bila balita tidak dapat menghabiskan porsi RUFT yang diberikan pada fase
transisi ini maka ditambahkan F-75 sehingga mencapai kebutuhan balita /hari.
Bila balita tidak dapat menghabiskan sedikitnya setengah dari jumlah RUFT
yang dibutuhkan dalam 12 jam maka, pemberian RUFT dihentikan dan
diberikan F-75 lagi. Setelah itu pemberian RUFT diberikan 1-2 hari sampai
balita mampu menghabiskan jumlah RUFT yang diberikan.
Prosedur Pengenalan RUFT:
Persiapkan dosis RUFT yang diberikan, F-75 dengan jumlah tepat dan
segelas air minum.
Pengasuh diingatkan agar mencuci tangannya sendiri, serta tangan dan
wajah balita.
Minta pengasuh menawarkannya pada balita( lihat cara pemberian
RUFT-test nafsu makan)
Amati balita saat makan RUFT.
Tiap selesai memberikan suapan penuh, balita harus ditawari ASI/air
minum.
Jika tidak mampu mengkonsumsi RUFT yang diberikan, anak harus
ditawari F-75 untuk diminum sebagai pelengkap RUFT yang sudah
dimakan. Waktu yang dibutuhkan untuk konsumsi RUFT dan F-
75(jika diperlukan) sebaiknya tidak lebih dari 1 jam.
Catat jumlah F-75 dan RUFT yang dihabiskan pada kartu perawatan
pasien.
Setiap kali selesai memberikan RUFT harus disimpan ditempat yang
sejuk, kering, bebas dari serangga agar dapat digunakan kembalipada
pemberian jadwal makan berikutnya.
Proses menawarkan RUFT dan F-75 dilanjutkan sampai balita mampu
menghabiskan jumlah yang dibutuhkan dalam waktu 24 jam.
Bila balita masih ASI, maka pemberian ASI dilanjutkan dengan
memastikan bahwa balita terlebih dahulu menghabiskan F-100 atau
RUFT sesuai jumlah yang telah ditentukan.
Fase Rehabilitasi
Setelah fase transisi, balita mendapatkan perawatan lanjutan ke fase rehabilitasi
dilayanan rawat jalan, atau tetap dilayanan rawat inap bila tidak tersedia layanan
rawat jalan.
Tatalaksana :
Kebutuhan zat gizi pada fase rehabilitasi adalah:
Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
Protein : 4-6 g/kgBB/hari
Bila menggunakan RUFT, sama seperti pemberian RUFT rawat jalan.
Pemantauan :
Hal yang perlu dihindari pada fase ini adalah terjadinya gagal jantung. Tanda dini
gagal jantung yaitu nadi dan nafas cepat. Bila pernafasan naik 5x/menit dan nadi 25
x/menit yang menetap selama 2 kali pemeriksaan masing-masing dengan jarak 4 jam
berturut-turut, maka ini merupakan tanda bahaya yang perlu dicari penyebabnya.
Yang perlu dilakukan jika terjadi gagal jantung :
Volume makanan dikurangi menjadi 100 ml/kgBB/hari diberikan tiap 2 jam.
Selanjutnya volume makanan ditingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
Selanjutnya tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml
Penyebab ditelusuri dan kemudian diatasi.
Penilaian Kemajuan :
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badansetelah fase transisi dan
mendapat F-100 atau RUFT.
Timbang dan catat bearat badan setiap pagi sebelum diberi makan. Hitung
dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari.
Bila kenaikan berat badan:
Kurang : kenaikan berat badan kurang dari 5 g/kgBB/hari, balita
membutuhkan penilaian ulang lengkap.
Sedang : bila kenaikan berat badan 5-10 g/kgBB/hari, perlu diperiksa
apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak
terdeteksi.
Baik : bila kenaikan berat badan lebih dari 10g/kgBB/hari
ATAU
Kurang : bila kenaikan berat badan kurang dari 50g/kgBB/perminggu,
maka balita membutuhkan penilaian ulang lengkap.
Baik : bila kenaikan berat badan ≥ 50 g/kgBB/perminggu.