Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. LatarBelakang..................................................................................................................3
B. Tujuan..............................................................................................................................4
1. Tujuan Umum..............................................................................................................4
2. Tujuan Khusus..............................................................................................................4
C. Ruang Lingkup Pelayanan...............................................................................................5
D. Batasan operasional.........................................................................................................5
E. Landasan Hukum.............................................................................................................6
STANDAR KETENAGAAN.....................................................................................................7
STANDAR FASILITAS.............................................................................................................9
1. Lampiran table Z-score................................................................................................9
TATA LAKSANA PELAYANAN..........................................................................................15
A. Pelayanan Rawat Inap....................................................................................................15
B. Penilaian ketika masuk pelayanan Rawat Inap.................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................22

PEDOMANPELAYANANGIZI/PROGNAS/STUNTINGDANWASTING/RSUYARSI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Salah satu permasalahan gizi yang saat ini di hadapi di Indonesia adalah
stunting dan wasting.Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan akibat anak kekurangan gizi, stimulasi psikososial yang
tidak memadai. (Widhianti, Arifah , Tiyastuti, Alviani , & Hagnyonowati,
Desember 2022)
Stunting merupakan kondisi dimana panjang atau tinggi badan (PB
atau TB) bayi dan balita jika dibandingkan dengan usianya menunjukkan
nilai lebih dari dua standar deviasi (SD) dibawah median menggunakan
standar baku WHO-MGRS (World Health Organization-Multicentre
Growth Reference Study), yang berkaitan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan balita akibat kurangnya asupan gizi,
ketidakadekuatan stimulasi psikososial dan infeksi berulang .Stunting
adalah status bayi dan balita pendek (z score <-2 SD) atau sangat pendek (z
score < -3 SD) berdasarkan hasil pengukuran PB/U atau TB/U.
Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang
tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai
pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita
yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik (Kinanti,
2020)

Permasalahan stunting merupakan isu baru yang berdampak buruk


terhadap permasalahan gizi di Indonesia karena mempengaruhi fisik dan
fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya angka kesakitan anak,

3
bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan World Health
Organization untuk segera dituntaskan.

Masalah gizi merupakan masalah ekologi, karena adanya interaksi


antara berbagai faktor lingkungan, baik fisik, sosial, ekonomi, budaya
maupun politik (Ulfani, Martianto, & Baliwati, 2011)
Lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta
balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%)3 .
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional.
Ratarata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah
36,4% Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, prevalensi
stunting adalah sebesar 30,8%. Prevalensi stunting ini mengalami
penurunan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,2%5 .
Kalimantan barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
masalah prevalensi stunting yang tinggi dibandingkan dengan prevalensi
stunting nasional yaitu sebesar 36,5%.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada
balita dalam rangka menurunkan prevalensi gizi buruk.

2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya Informasi Tentang Faktor Penyebab Dan Dampak Gizi
Buruk Pada Balita Oleh Keluarga, Masyarakat Serta Pemegang
Kepentingan

4
b. Tersedianya Pedoman Yang Mengandung Unsur Pencegahan,
Deteksi Dini, Tatalaksana Dan Rehabilitasi Gizi Buruk Pada Balita
Melalui Rawat Jalan Dan Rawat Inap Di RSU YARSI Pontianak
Dengan Melibatkan Peran Serta Aktif Keluarga Dan Masyarakat.
c. Tersedianya Acuan Tentang Faktor Pendukung, Termasuk Obat
Obatan Dalam Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita Untuk
Pencegahan, Diagnosis, Pengobatan, Dan Rehabilitasi.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Standar asuhan medis diberikan untuk pasien stunting dan wasting
a. Standar asuhan keperawatan dan gizi yang diberikan untuk pasien
stunting.
b. Pelayanan pada pasien bayi usia 6 bulan dengan gizi buruk
dengan/tanpa komplikasi dan balita 6 – 59 bulan dengan
komplikasi
c. Sumber daya manusia dan pengembangan staf yang terdiri dari
dokter spesialis anak, perawat, ahli gizi dan apoteker
d. Fasilitas sarana dan prasarana berupa alat antropometri (untuk
mengukur berat badan, tinggi badan) dan form pemantauan balita
dengan stunting wasting.

D. Batasan operasional
Dibawah ini dfinisi operasional dari sejumlah istilah yang digunakan di
dalam pedoman ini
e. Drop Out : Istilah yang digunakan untuk balita gizi kurang / buruk yang
tidak melanjutkan pengobatan/rawat jalan, yang di tandai absen dua kali
berturut turut
f. Edema : pembengkakan yang disebabkan oleh penimbunan cairan tubuh
di bawah kulit akibat kekurangan protein, yang biasanya terjadi pada
puggung kaki (edema minimal), punggung tangan atau bila berat
ditemukan diseluruh tubuh

5
g. F-75 : Formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral
mix yang mengandung 75 kkal (kilo kalori) setiap 100 ml. diberikan
kepada balita gizi buruk pada awal rawat inap
h. F-100 : Formula makanan cair terbuat dari susu, gula, minyak dan
mineral mix yang mengandung 100 kkal (kilo kalori) setiap 100 ml.
diberikan kepada balita gizi buruk
i. Gizi Buruk : Keadaan gizi balita yang di tandai oleh satu atau lebih tanda
berikut : i) edema, minimal pada kedua punggung kaki ; ii) BB/PB atau
BB/TB kurang dari -3Standar deviasi ; iii) Lingkar lengan Atas (LiLA) <
11,5 cm pada balita usia 6-59 bulan.
j. Gizi Kurang : keadaan gizi balita yang di tandai oleh satu atau lebih
tanda berikut i) BB/TB (BB/PB) berada diantara -3 sampai kurang
dari -2 Standar Deviasi ; ii) lingkar lengan Atas (LILA) kurang dari
12,5 cm sampai 11,5 cm pada balita usia 6 – 59 bulan.
k. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) : Setiap Orang yang memberikan
pelayanan gizi berupa upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan
makanan, dietetic masyarakat, kelompok, atau klien yang meruakan
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan,
analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan
dan dietetic dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam
kondisi sehat atau sakit.

E. Landasan Hukum
l. Undang – Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
m. Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting
n. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 29 tahun 2019 tentang
Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit
o. Undang – Undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
p. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 43 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidan Kesehatan

6
q. Peraturan Kepala BPOM nomor 1 tahun 2018 tentang
Pengawasan Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus
BAB II

STANDAR KETENAGAAN
Di rumah sakit, balita dengan gizi buruk menjalani rawat inap di
bagian anak dan di tangani dokter spesialis anak. Pada umumnya rumah
sakit mempunyai tenaga ahli gizi yang bekerja sama dengan dokter
spesialis anak dalam menangani balita gizi buruk yang akan bekerja sama
dengan tenaga professional lainnya seperti perawat/bidan, apoteker, dan
lain lain. Berikut merupakan susunan keanggotaan tim stunting dan wasting
di rumah sakit umum yarsi pontianak.
Profesi Tugas
Bertanggung jawab dalam pelayanan
gizi pada pasien, menentukan diet
awal pasien, menentukan diet
definitive Bersama ahli gizi, merujuk
Dokter Spesialis Anak pasien yang membutuhkan asuhan
gizi atau konseling gizi, dan
melakukan pemantauan serta
evaluasi pelayanan gizi buruk
Bersama tenaga profesi lainnya.
Melakukan skrinning gizi, merujuk
pasien dengan gizi buruk ke ahli gizi,
Perawat / Bidan memantau asupan makan, tanda
klinis pasien dan hasil pengukuran
antropometri
Ahli Gizi Mengkaji hasil skrinning gizi awal
perawat / Bidan dan diet awal dari
dokter, melakukan asuhan gizi dan

7
melakukan kolaborasi dengan profesi
lainnya
Menyiapkan obat dan suplemen gizi ,
seperti vitamin, mineral, dan nutrisi
parenteral, membantu dalam
pengawasan penggunaan obat dan
Apoteker nutrisi parenteral Bersama perawat/
bidan dan bekerja sama dengan ahli
gizi memberikan edukasi tentang
interaksi obat dan makanan pada
pasien

8
BAB III

STANDAR FASILITAS

Alat antropometri untuk menentukan status gizi pasien berupa :


 Timbangan Berat Badan untuk bayi dan anak
 Mikrotoa
 Tabel Z-Score / Aplikasi Anthrocal

1. Lampiran table Z-score

GRAFIK BERAT BADAN PEREMPUAN MENURUT TINGGI BADAN/PANJANG


BADAN

9
GRAFIK BERAT BADAN PEREMPUAN MENURUT TINGGI BADAN/PANJANG
BADAN

10
GRAFIK BERAT BADAN LAKI-LAKI MENURUT TINGGI
BADAN/PANJANG BADAN

GRAFIK BERAT BADAN LAKI-LAKI MENURUT TINGGI


BADAN/PANJANG BADAN

11
GRAFIK TINGGI BADAN ANAK LAKI-LAKI MENURUT UMUR

GRAFIK TINGGI BADAN ANAK LAKI-LAKI MENURUT


UMUR

12
GRAFIK TINGGI BADAN ANAK PEREMPUAN MENURUT UMUR

13
GRAFIK TINGGI BADAN ANAK PEREMPUAN MENURUT UMUR

GRAFIK TINGGI BADAN ANAK PEREMPUAN MENURUT UMUR

14
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN


Upaya pengelolaan gizi buruk terintegrasi menekankan pentingnya
peran serta aktif keluarga dan masyarakat serta lintas sektor terkait dalam
upaya penanggulangan gizi buruk pada balita. Tatalaksana balita gizi
buruk dengan pemberian terapi gizi yaitu makanan padat gizi berupa
pangan untuk keperluan medis khusus (PKMK) antara lain F-75, F-100,
konseling pemberian makanan sesuai dengan umur balita dan pencegahan
penyakit.
Upaya pengadaan pangan untuk keperluan medis khusus (PKMK)
dalam tatalaksana gizi buruk antara lain :
 F-75 dan F-100
 RUTF yang dapat menggunakan bahan makanan lokal dan
mengacu pada standar WHO
Menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan
dengan cara menyembuhkan pasien.

A. Pelayanan Rawat Inap


Ada dua jenis protokol dalam rawat inap balita dengan gizi buruk sebagai
berikut :
1. Balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan tanda berikut :
- Edema pada sleuruh tubuh
- Skor Z BB / PB / atau BB /TB <-3 SD
- Berat kurang dari 4 kg
- Ada komplikasi
Komplikasi yang dimaksud adalah anoreksia, dehdorasi berat,
penurunan kesadaran, demam tinggi, pneumonia berat, dan anemia
berat.

15
2. Rawat inap pada balita usia 6 – 59 bulan dengan gizi buruk
Tujuan rawat inap bagi balita gizi buruk dengan komplikasi dan bayi di
atas bulan dengan berat badan kurang dari 4 kg sebagai berikut :
a. Mengupayakan stabilisasi kondisi balita dengan mengembalikan
metabolisme untuk keseimbangan elektrolit, normalisasi metabolisme
dan mengembalikan fungsi organ
b. Menangani komplikasi, yaitu penyakit infeksi dan komplikasi lainnya
c. Memberikan makanan bergizi untuk mengejar pertumbuhan yang
dilakukan secara perlahan dan ditingkatkan dengan hati hati agar tidak
membebani sistem

B. Penilaian ketika masuk pelayanan Rawat Inap


Penilaian awal di fokuskan pada :
a. Penegakan diagnosis komplikasi/ penyakit penyerta yang mengancam
jiwa dan segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya
b. Konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB, TB, atau PB
sebagai data awal untuk pemantauan selanjutnya. Setelah itu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap serta tindakan
lainnya
c. Hasil pemeriksaan di catat pada rekam medis pasien dan bagan rawat
inap
Tiga fase dalam terapi rawat inap
Terdapat tiga fase dalam tatalaksana rawat inap, yaitu :
a. Fase Stabilisasi;
b. Fase Transisi;
c. Fase rehabilitasi.
Dalam ketiga Fase Tersebut Terdapat tindakan pelayanan rawat inap
untuk balita gizi buruk yang perlu di lakukan
a. Fase stabilisasi

16
Pada Fase ini di prioritaskan pada penaganan kegawatdaruratan
yang mengancam jiwa :

a) Hipoglikemia
Semua balita gizi buruk beresiko hipoglikemia (kadar Gula Darah
< 3 mmol / L atau < 54 mg / dl) sehigga setiap balita gizi uruk
diberi makan atau larutan glukosa 10% segera setelah masuk
layanan rawat inap. Pemberian Makan yang sering (Tiap 2 jam)
sangat penting di lakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas
setempat tidak memungkinkan memeriksa kadar gula darah maka
segera ditangani berikut :
 Berikan 50 ml larutan glukosa 10% (1 sendok teh
munjung gula pasir dalam 50 ml air) secara oral / melalui
NGT , segera dilanjutkan dengan pemberian formula 75
(F-75)
 F75 yang pertama atau mofikasinya diberikan 2 jam sekali
dalam 24 jam pertama, dilanjutkan setiap 2-3 jam siang
dan malam selama minimal 2 hari.
 Bila masih mendapatkan ASI teruskan pemberian ASI
diluar jadwal pemberian F-75

Pencegahan
 Beri F-75 sesegera mungkin, berikan setiap 2 jam selama 24
jam pertama. Bila ada dehidrasi, lakukan rehidrasi terlebih
dahulu. Pemberian makan harus tertaur setiap 2-3 jam, siang
dan malam
 Minta pengasuh untuk memperhatikan setiap kondisi balita,
membantu memberi makan dan menjaga balita tetap hangat.
 Periksa adanya distensi abdominal.
b) Hipotermia

17
Hipotermia (suhu aksilar kurang dari 360 c) serng diemukan pada
balita gizi buruk dan jika ditemukan bersama hipoglikemia menandakan
adanya infeksi berat. Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas,
sehingga tidak mampu memproduksi panas untuk mempertahankan suhu
tubuh.

Pencegahan
 Letakkan tempat tidur di area yang hangat dibagian bangsal
yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian /
selimut.
 Ganti pakaian dan seprei yang basah , jaga agar anak dan tempat
tidur tetap kering.
 Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya : sewaktu /setelah
mandi, selama pemeriksaan)
 Biarkan anak tidur dipeluk orang tuanya agar tetap hangat
terutama malam hari.
 Beri makan F-75 / modifikasinya setiap 2 jam, sesegera
mungkin, sepanjang hari / siang – malam.
 Hati hati bila menggunakan panas ruangan atau lampu pijar

c) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit


Diagnosis dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk sulit
ditegakkan secara akurat dengan tanda / gejala klinis saja.
Semua balita gizi buruk dengan diare / penurunan jumlah
urin dianggap mengalami dehidrasi ringan. Hipovolemia
dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.

Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan
seperti pada anak dengan gizi baik, kecuali digunakan
cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.

18
ReSoMal mengandung 37,5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3
mmol Mg per liter. Bila larutan mineral – mix tidak
tersedia, dapat di buat larutan penggantinya.
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan
pemberian ASI.
 Berikan F-75 sesegrekan mungkin.

Anak gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan


magnesium mungkin membutuhkan waktu dua minggu
atau lebih untuk meperbaikinya.

d) Infeksi
Balita gizi buruk seringkali menderita berbagai jenis
infeksi, namun sering tidak ditemukan tanda / gejala infeksi
bakteri , seperti demam. Karena itu, semua balita gizi buruk
di anggap menderita infeksi pada saat datang ke faskes dan
segera diberi antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia sering
kali merupakan tanda infeksi berat

b. Fase transisi
Fase ini di tandai oleh transisi dari kondisi stabil ke kondisi
yang memenuhi syarat untuk menjalani rawat jalan. Fase
transisi dimulai ketika :
 Komplikasi medis teratasi
 Tidak ada hipoglikemia
 Nafsu makan pulih
 Edema berkurang

Tata Laksana

19
Transisi Dilakukan secara berkala dari f- 75 ke f- 100 atau RUTF
selama 2-3 hari , sesuai dengan kondisi balita.
 Formula F-75 di ganti Formula F-100 dalam volume yang sama
seperti pemberian F-75 yang terakhir selama 2 hari. Berikan
formula tumbuh kejar (F-100 atau RUTF) yang mengandung 100
kkal / 100 ml dan 2,9 g protein /100 ml
 Pada hari ke 3 :
Bila menggunakan F-100 , jumlah F-100 dinaikkan
sebanyak 10 ml/ kali pemberian sampai balita tidak mampu
menghabiskan / tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika
pemberian formula mencapai 200 ml / kgBB / Hari. Setelah
transisi bertahap, berikan dalam frekuensi yang sering,
dengan jumlah kalori : 150 – 220 kkal / kgBB/ hari dan
protein : 4-6 g / kgBB/ hari .
c. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah masa ketika nafsu makan anak sudah
kembali nomal dan sudah bisa diberikan makanan agak padat
melaui mulut atau oral.
Setelah fase transisi, balita mendapat perawatan lanjutan ke fase
rehabilitasi di layanan rawat inap
Tatalaksana
 Kebutuhan zat gizi pada fase rehabilitasi adalah :
Energi : 150 – 220 kkal / kgBB/ hari
Protein : 4-6 g /kg/BB / hari
Tujuan yang ingin di capai pada fase ini adalah menurunkan jumlah
formula yang diberikan , mempertahankan kenaikan berat badan
dan melanjutkan pemberian ASI

20
BAB V

PENUTUP
Masa balita merupakan kesempatan emas tumbuh kembang anak,
khususnya dalam dua tahun pertama kehidupan. Dukungan semua pihak
diperlukan agar balita memperoleh makanan bergizi sesuai umur, mendapatkan
stimulasi tumbuh kembang dan terhindar dari penyakit yang dapat dicegah.
Pemenuhan hak anak untuk menjalani proses tumbuh kembang secara optimal
diperlukan guna mengembangkan potensi yang dimiliki dan menjadi generasi
berkualitas di masa depan.
Masalah gizi buruk pada balita masih merupakan tantangan besar yang
mendesak untuk ditangani mengingat dampak buruk yang di timbulkannya.
Prevalensi yang masih tinggi, rendahnya penemuan kasus, cakupan
penanganan dan kualitas pelayanan yang rendah, merupakan masalah yang
perlu segera di atasi. Pengelolaan balita gizi buruk terintegrasi, yang telah
dilaksanakan di berbagai negara, terbukti dapat mengatasi sebagian besar
masalah tersebut. Pendekatan ini melibatkan keluarga dan masyarakat yang
berperan aktif dalam pencegahan dan penemuan kasus secara dini.
Peran pemangku kepentingan sangat penting antara lain pemerintah
daerah, lintas sektor terkait, swasta dan media. Pemerintah daerah berperan
dalam menggerakkan kerja sama lintas sector, menerbitkan kebijakan dan
kegiatan yang mendukung penanggulangan gizi buruk serta mengatasi akar
masalah gizi buruk.

21
Pedoman ini merupakan acuan pelayanan gizi buruk di RSU YARSI
dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk pada balita. Diharapkan
semakin banyak balita yang terhindar dari gizi buruk dan selamat dari dampak
yang merugikan ini.

DAFTAR PUSTAKA

K. R. (2020). permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal Ilmiah


Kesehatan Sandi Husada, 225-229.

Ulfani, D. H., Martianto, D., & Baliwati, Y. F. (2011). Faktor Faktor soaial
Ekonomi dan kesehatan Masyarakat kaitannya dengan masalah Gizi
Underweight, Stunted di indonesia, Journal of nutrition 59-65.

Widhianti, M. U., Arifah , M. R., Tiyastuti, L. E., Alviani , K. R., &


Hagnyonowati. (Desember 2022). Faktor Berkaitan dengan Stunting
dan Wasting pada pasien Anak, vol 6 133-139.

22

Anda mungkin juga menyukai